BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif di Desa Suka Dame Kecamatan TigaPanah Kabupaten Karo Tahun 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi serta
mempunyai nilai gizi yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang
dibuat manusia atau susu dari hewan seperti susu sapi. Makanan atau nutrisi yang
sehat pada bayi yang memenuhi kualitas dan kuantitas yang memadai, yaitu air
susu ibu (ASI). Kebutuhan nutrisi bayi 0-6 bulan yang paling utama yaitu dengan
memberikan ASI, karena komposisinya sesuai dengan jumlah nutrisi yang
dibutuhkan bayi (Hidayat, 2009).
ASI merupakan nutrisi yang paling tepat diberikan pada bayi baru lahir
sampai umur 6 bulan karena pada masa tersebut organ pencernaan bayi belum
mampu mencerna makanan selain ASI. ASI merupakan susu segar dan steril yang
diproduksi langsung oleh ibu dan dapat mengurangi gangguan gastrointestinal
dibandingkan dengan minuman atau makanan lain jika diminum oleh bayi. ASI
juga mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan, faktor pertumbuhan, anti
alergi, antibodi serta anti inflamasi yang dapat mencegah terjadinya infeksi pada
bayi. Pemberian ASI sejak bayi lahir hingga usia 6 bulan tanpa pemberian
makanan dan minuman lain atau disebut dengan ASI Eksklusif dapat memenuhi
seluruh kebutuhan gizi bayi serta melindungi bayi dari berbagai penyakit seperti
diare dan infeksi saluran pernafasan akut (Kementerian Kesehatan RI, 2010). ASI

adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein laktosa dan garam-garam organik

Universitas Sumatera Utara

dengan komposisi lengkap dan sangat berguna sebagai makanan bayi. (Bobak dkk,
2004).
ASI Eksklusif merupakan pemberian ASI sedini mungkin setelah
persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak ada makanan tambahan sampai
dengan bayi berumur enam bulan. Makanan tambahan yang dimaksud yaitu susu
formula, air matang, jus buah, air gula, dan madu. Vitamin, mineral, maupun obat
dalam bentuk tetes atau sirup tidak termasuk dalam makanan tambahan (Dee,
2007; Pearl et all, 2004 dalam Pertiwi, 2012). Pemberian ASI Ekslusif ditujukan
pada bayi berumur nol sampai enam bulan tanpa makanan ataupun minuman
tambahan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, ataupun makanan padat
seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Bahkan air putih
pun tidak diberikan dalam tahap ASI Eksklusif ini (Kodrat,2010).
Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI Eksklusif
selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi
daya tahan tubuh bayi, terutama pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI
memberi semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan

pertama hidupnya. Pemberian ASI Eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi
yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menyerang seperti diare dan
radang paru, serta mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu
menjarangkan kelahiran (Linkages, 2002).
Pentingnya pemberian ASI Eksklusif adalah karena ASI merupakan
makanan pertama, utama, dan terbaik bagi bayi yang bersifat alamiah. ASI
mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan

Universitas Sumatera Utara

perkembangan bayi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan.
Unsur ini mencakup hidrat arang, lemak, protein, vitamin, dan mineral dalam
jumlah yang proporsional (Purwanti, 2004).
Program Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI) khususnya ASI
Eksklusif merupakan program prioritas pemerintah, karena manfaatnya yang luas
terhadap status gizi dan kesehatan bayi. Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor
33 tahun 2012 juga menjelaskan kewajiban bagi setiap ibu untuk memberikan ASI
Eksklusif. Program ini berkaitan dengan Deklarasi Innocenti (Italia) tahun 1990
tentang perlindungan, promosi, dan dukungan terhadap penggunaan ASI,
disepakati untuk pencapaian pemberian ASI Eksklusif sebesar 80 % pada tahun

2000. Salah satu kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi Kesejahteraan Anak
tahun 1990 adalah semua keluarga mengetahui pentingnya mendukung wanita
memberikan ASI saja untuk 4 sampai 6 bulan pertama kehidupan anak. Untuk
mendukung pemberian ASI Eksklusif di Indonesia, pada tahun 1990 pemerintah
mencanangkan Gerakan Nasional Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI) yang
salah satu tujuannya adalah untuk membudayakan perilaku menyusui secara
eksklusif kepada bayi dari lahir sampai dengan berumur 4 bulan.
Pemberian ASI Eksklusif secara teratur sekitar enam bulan pertama
kelahiran akan berdampak sangat positif bagi tumbuh kembang bayi baik secara
fisik maupun emosional. Bayi akan tumbuh lebih sehat dengan sistem kekebalan
tubuh yang sempurna dari air susu ibu (ASI) karena ASI mampu memberi
perlindungan yang sempurna bagi bayi yang baru lahir. Menurut UNICEF seorang
anak yang diberikan ASI memiliki kesempatan untuk bertahan hidup tiga kali

Universitas Sumatera Utara

lebih besar dibanding temannya yang tidak mendapatkan ASI. Peningkatan
penggunaan ASI menjadi prioritas karena dampaknya yang luas terhadap status
gizi dan kesehatan balita, dengan demikian kesehatan anak sangat tergantung pada
kesehatan ibu terutama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui

(Zainuddin, 2008 dalam Jafar, 2011).
ASI juga dapat meningkatkan Intelegensi Quotient (IQ) dan Emotional
Quotient (EQ) anak. Menyusui juga dapat menciptakan ikatan psikologi dan kasih
sayang yang kuat antara ibu dan bayi, mencegah perdarahan setelah melahirkan,
mempercepat mengecilnya rahim (Ida, 2009 dalam Arasta, 2010). Diperkirakan
bahwa pemberian ASI selama 6 bulan dapat menyelamatkan 1,3 juta jiwa di
seluruh dunia termasuk 22% nyawa yang melayang setelah kelahiran (Bobak,
2004). Setiap tahun di dunia ada sekitar 4 juta bayi meninggal karena penyakit
infeksi terkait dengan perilaku ibu yang tidak memberikan kolostrum dan air susu
ibu (ASI) eksklusif pada bayi. Pemberian ASI Eksklusif merupakan salah satu
program untuk menurunkan angka kematian neonatal (Morhason-Bello et al.,
2009). Pemberian ASI tengah merosot hampir di berbagai penjuru dunia. Hal ini
karena perilaku ibu yang mengesampingkan manfaat gizi dan imunologi ASI
terhadap ibu dan bayinya.
Pemberian ASI Eksklusif sendiri tidak dapat berjalan baik jika tidak
diimbangi dengan perilaku ibu. Di samping perilaku ibu, juga banyak faktor yang
mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI dan lamanya menyusui, di antaranya:
faktor budaya, lingkungan hidup (perkotaan atau pedesaan), pendidikan ibu, dan
perilaku ibu (Dodgson et al., 2003). Faktor sosial ekonomi juga menentukan


Universitas Sumatera Utara

keyakinan dan sikap, serta praktik ibu dalam memberikan ASI. Seorang ibu, untuk
memutuskan memberikan ASI pada bayinya, juga dipengaruhi oleh sikap dan
dukungan suami, anggota keluarga serta lingkungan sekitar (WHO, 1998).
Berdasarkan data Susenas tahun 2004-2008 pemberian ASI Eksklusif di
Indonesia berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. pemberian ASI
Eksklusif pada bayi 0-6 bulan turun dari 62,2% (2007) menjadi 56,2% tahun 2008,
sedangkan pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6% (2007) menjadi 24,3%
(2008) (Minarto, 2011). Padahal, setiap tahunnya lebih dari 25.000 bayi Indonesia
dan 1,3 juta bayi di seluruh dunia dapat diselamatkan dengan pemberian ASI
Eksklusif (Amiruddin, 2006). Data tentang pemberian ASI Eksklusif yang
dilaksanakan oleh Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
menyatakan bahwa sebesar 32% bayi di bawah 6 (enam) bulan yang mendapatkan
ASI Eksklusif. Perbandingan dengan SDKI tahun 2010, jumlah bayi di bawah
enam bulan yang mendapat ASI Eksklusif mengalami peningkatan sebesar 6,4%
menjadi 38,4%. Target ASI Eksklusif bayi 0-6 bulan yang ditetapkan sebesar 80%,
namun angka pencapaiannya masih sangat jauh dari target tersebut, sedangkan
pemberian susu formula sebagai makanan pendamping ASI mencapai 85,8%.
Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997-2007 memperlihatkan

terjadinya penurunan prevalensi ASI Eksklusif dari 40,2% pada tahun 1997
menjadi 39,5% dan 32% pada tahun 2003 dan 2007 (Fikawati & Syafiq, 2010).
Sebelum

tahun

2001,

World

Health

Organization

(WHO)

merekomendasikan untuk memberikan ASI Eksklusif selama 4-6 bulan. Namun
pada tahun 2001, setelah melakukan telaah artikel penelitian secara sistematik dan

Universitas Sumatera Utara


berkonsultasi dengan para pakar, WHO merevisi rekomendasi ASI Eksklusif
tersebut dari 4-6 bulan menjadi 6 bulan. Hasil telaah artikel tersebut
menyimpulkan bahwa bayi yang disusui secara eksklusif sampai 6 bulan
umumnya lebih sedikit menderita penyakit gastrointestinal, dan lebih sedikit
mengalami gangguan pertumbuhan (Fikawati & Syafiq, 2010).
Berdasarkan data WHO tahun 2012, ASI Eksklusif masih rendah untuk
negara berkembang dan negara miskin termasuk Indonesia. Proses pemberian air
susu ibu (ASI) dapat mengalami penurunan bahkan penghentian dengan alasan
produksi ASI berhenti. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian ASI
Ekslusif yaitu faktor pengetahuan, pendidikan, budaya, faktor ekonomi, faktor
psikologis (dukungan keluarga), faktor fisik ibu, faktor perilaku, faktor tenaga
kesehatan (Soetjiningsih, 2003).
Alasan utama ibu tidak memberi ASI Eksklusif adalah kurangnya
pengetahuan ibu tentang manfaat pemberian ASI Eksklusif, kurangnya dukungan
keluarga, rendahnya pendapatan keluarga sehingga kurang mampu membeli
makanan bergizi menyebabkan produksi ASI berkurang, adanya norma kebiasaan
ditengah masyarakat dimana setelah bayi lahir, bayi wajib diberi makanan/
minuman berupa madu, air kelapa, nasi papah, pisang dan memberi susu formula
sejak dini. Adanya kebiasaan orang tua dan keluarga menyediakan dan

menganjurkan pemberian susu formula. Alasan lainnya sehingga ibu tidak
memberi ASI Eksklusif adalah karena masih ada kepercayaan bahwa menyusui
dapat merusak payudara dan adanya kepercayaan memberikan madu/air manis
merupakan suatu ajaran agama (Afifah, 2007). Hal yang sama juga dikemukakan

Universitas Sumatera Utara

oleh Damayanti (2010) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI
Eksklusif adalah pengetahuan ibu, motivasi ibu, kampanye ASI Eksklusif, fasilitas
pelayanan kesehatan, peranan petugas kesehatan, peranan penolong persalinan,
peranan atau dukungan keluarga, kebiasaan yang keliru, promosi susu formula,
kesehatan ibu dan anak dan pekerjaan ibu (Afifah, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian Judarwanto (2006), faktor-faktor yang
mempengaruhi kegagalan ASI adalah faktor pengetahuan dan pekerjaan, dimana
kurangnya ibu tentang ASI Eksklusif menyebabkan mereka mudah terpengaruh
oleh gencarnya promosi susu formula, seperti iklan susu formula menyebabkan
mereka menghentikan pemberian ASI. Disamping itu, juga karena kesibukan kerja
menyebabkan mereka menghentikan pemberian ASI Eksklusif. Kurangnya
dukungan keluarga untuk menyusui bayinya serta adanya perubahan budaya yang
terjadi dalam masyarakat khususnya ibu menyusui karena adanya kemajuan

teknologi dan meningkatnya daya beli masyarakat merupakan faktor pendukung
tercapainya pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara esklusif (Munasir, 2009).
Roesli (2000) menyatakan bahwa dari semua dukungan bagi ibu
menyusui, dukungan suami adalah dukungan yang paling berarti bagi ibu. Suami
dapat berperan aktif dalam keberhasilan ASI Eksklusif karena suami akan turut
menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (milk let down reflex) yang
sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. Suami dapat
memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan yang praktis.
Dukungan suami merupakan salah satu faktor penting dalam memicu refleks
oksitosin. Peran ayah atau suami sangat besar dalam mempengaruhi keadaan

Universitas Sumatera Utara

emosi dan perasaan ibu, hal ini mempengaruhi refleks oksitosin sehingga produksi
ASI meningkat (Adiningsih, 2004). Demikian juga halnya dengan Kecamatan
Tiga panah sebagai salah satu kecamatan di Kabupaten Karo provinsi Sumatera
Utara. Kecamatan Tiga panah memiliki 22 desa salah satunya Desa Sukadame.
Desa Sukadame terdiri dari 1.447 jiwa atau 418 KK dimana terdapat 64 orang
ibu yang memiliki bayi usia 7-12 bulan (BPS Kab Karo 2015).
Berdasarkan hasil pra-penelitian yang dilakukan penulis diketahui bahwa

pemberian ASI Eksklusif di desa Sukadame tersebut masih rendah dari 64 jumlah
bayi berumur 6-12 bulan, terdiri dari 10 bayi yang diberi ASI Eksklusif dan 54
bayi tidak diberi ASI Eksklusif. Dari data tersebut pemberian ASI Eksklusif masih
sangat rendah di desa Sukadame tersebut. Hal ini terjadi terutama karena
rendahnya pengetahuan ibu tentang manfaat pemberian ASI Eksklusif, meskipun
ada yang memiliki pendidikan tinggi, tetapi bukan di bidang kesehatan. Juga
karena masih terbatasnya tingkat pendapatan keluarga, serta kesibukan sehari hari
dalam pekerjaannya sebagai buruh tani menyebabkan waktu mereka menjadi
sangat minim bagi anak dan keluarga. Dukungan suami di desa ini juga relatif
rendah terhadap

istri untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya.

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di Desa Sukadame, Kecamatan Tiga
panah Kabupaten Karo provinsi Sumatera Utara, juga diketahui bahwa banyak ibu
dengan produksi ASI yang minim akibat rendahnya pendapatan keluarga untuk
membeli makanan bergizi. Bahkan masih ada penduduk di Desa Sukadame
tersebut yang sudah terbiasa memberi makanan/minuman tertentu kepada bayi
setiap baru lahir. Juga masih ada sebagian ibu di Desa Sukadame tersebut yang


Universitas Sumatera Utara

menganut kepercayaan turun temurun bahwa menyusui dapat merusak payudara.
Berdasarkan hasil pra-penelitian yang dilakukan penulis diketahui bahwa
pemberian ASI Eksklusif di desa Sukadame tersebut masih rendah dari 64 jumlah
bayi berumur 7-12 bulan, terdiri dari 10 bayi yang diberi ASI Eksklusif dan 54
bayi tidak diberi ASI Eksklusif. Dari data tersebut pemberian ASI Eksklusif masih
sangat rendah di desa Sukadame.
Bertitik tolak dari permasalahan tersebut di atas, penulis berminat
melakukan penelitian tentang faktor- faktor yang mempengaruhi pemberian ASI
Eksklusif di Desa Sukadame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Tahun 2016.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka peneliti
membuat perumusan masalah: Faktor- Faktor apakah yang mempengaruhi
pemberian ASI Eksklusif di Desa Sukadame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten
Karo Tahun 2016
1.3.

Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor yang
mempengaruhi rendahnya pemberian ASI Eksklusif di Desa Sukadame
Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Tahun 2016.

Universitas Sumatera Utara

1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian adalah :
1. Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan terhadap rendahnya ASI
Eksklusif di Desa Sukadame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo
Tahun 2016
2. Untuk menganalisis pengaruh sikap terhadap rendahnya ASI Eksklusif di
Desa Sukadame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Tahun 2016
3. Untuk menganalisis pengaruh pendidikan terhadap rendahnya ASI
Eksklusif di Desa Sukadame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo
Tahun 2016
4. Untuk menganalisis pengaruh pekerjaan terhadap rendahnya ASI
Eksklusif di Desa Sukadame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo
Tahun 2016
5. Untuk menganalisis pengaruh pendapatan terhadap rendahnya ASI
Eksklusif di Desa Sukadame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo
Tahun 2016
6. Untuk menganalisis pengaruh faktor budaya terhadap rendahnya ASI
Eksklusif di Desa Sukadame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo
Tahun 2016
7. Untuk menganalisis pengaruh dukungan suami terhadap rendahnya ASI
Eksklusif di Desa Sukadame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo
Tahun 2016

Universitas Sumatera Utara

8. Untuk menganalisis pengaruh pelaksanaan IMD terhadap rendahnya ASI
Eksklusif di Desa Sukadame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo
Tahun 2016
1.4

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat :
1. Bagi Desa Sukadame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo, penelitian
ini dapat memberikan masukan kepada pihak pemerintah setempat
tentang pengaruh faktor pengetahuan, ekonomi, pendidikan, pekerjaan
dan dukungan suami terhadap rendahnya ASI Eksklusif
2. Bagi institusi pendidikan, sebagai masukan bagi pengembangan ilmu
kesehatan

masyarakat

khususnya

tentang

faktor-faktor

yang

mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif di Desa Suka Dame Kecamatan
Tiga Panah Kabupaten Karo Tahun 2016 sebagai bahan dalam
menambah mata ajar yang diberikan guna memperluas wawasan,
khususnya pendidikan kesehatan.
3. Bagi peneliti lanjutan, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi
bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan fokus
penelitian yang sama.

Universitas Sumatera Utara