MEMAKS IMALKAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKA

MEMAKSIMALKAN PENINGKATAN MUTU
PENDIDIKAN NASIONAL
Oleh:
DINA NADIRA AMELIA SIAHAAN
Mahasiswi IAIN Sumatera Utara
Program Studi Bimbingan Konseling Islam Semester VI
NIM : 33.11.4. 039

Abstract:
Nationally, education is a process of educating the nation. In the context
of a process, education is the process of developing the potential of their students
in reaching maturity through cultural transformation. Likewise, the national
education has been developed in a long time since Indonesia's independence. At
least 67 years have been managed. But still less boast of national education,
because the quality of education is still low. Necessary reform efforts through
innovation or educational reform. For that there are some policies to improve the
quality of national education, namely: improving the management and leadership
education, improving the quality of teachers and resources, implementing
national education standards well, maximizing the educational curriculum
implementation unit level, and develop a culture of quality by improving the
quality of education sustainable.

Key Words : Peningkatan, Mutu dan Pendidikan

PENDAHULUAN
Pendidikan memiliki peran strategis dalam mengembangkan sumberdaya
manusia (SDM) bangsa Indonesia. Terutama pendidikan yang berkualitas akan
mempercepat pengembangkan SDM berkelanjutan. Karena itu, pendidikan
nasional harus mampu menghasilkan SDM dengan tiga kemampuan sekaligus.
Pertama, kemampuan melahirkan manusia yang dapat memberikan sumbangan
terhadap pembangunan nasional. Kedua, kemampuan untuk menghasilkan
manusia yang dapat mengapresiasi, menikmati dan memelihara hasil-hasil pembangunan itu. Ketiga, kemampuan melahirkan proses pemanusian dan kemanusian
secara terus-menerus menuju bangsa yang adil dan bijak lagi bijak, dalam makna
pertumbuhan dan perkembangan, pembangunan mensyaratkan kemampuan SDM

JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014

113

ISSN: 2088 - 8341


untuk membangun, memelihara, dan menyikapi secara positif hasil-hasil pembangunan. Termasuk di dalamnya adalah rasa memiliki inventrasi publik dan
privat serta sumber-sumber lingkungan hidup, lingkungan fisik, dan non- fisik
(Danim, 2003;78).
Namun fenomena menunjukkan pencapaian tujuan pendidikan nasional
masih kurang maksimal. Pendidikan sebagai suatu sistem pencerdasan anak
bangsa, dewasa ini dihadapkan pada berbagai persoalan, baik ekonomi, sosial,
budaya, maupun politik. Pada arus global, kita sementara berhadapan dengan
tantangan globalisasi, peniadaan sekat-sekat ideologis politik, budaya, dan
sebagainya. Selain itu, kita menyaksikan pesona peradaban yang disatukan oleh
corak budaya yang sama, ekonomi yang sama, bahkan substansi kehidupan yang
nyaris sama, globalisasi (Hamzah, 2007;1).
Mengapa pendidikan harus bermutu?. Pendidikan saat ini, dalam hal ini
pendidikan persekolahan, dihadapkan pada berbagai tantangan baik nasional
maupun internasional. Tantangan nasional muncul dari dunia ekonomi, sosial,
budaya, politik, dan keamanan. Pembangunan ekonomi sampai saat ini masih
belum beranjak dari dunia krisis semenjak tahun 1997/1998. Bahkan perkembangan ekonomi pada level bawah (ekonomi kerakyatan) masih dalam
kondisi stagnan kalau tidak dikatakan mundur. Sosial kemasyarakatan bangsa ini
seperti ada yang salah, dimana kerusuhan, konfilik antara daerah, pencurian,
perkelahian, tawuran, freesex pada kalangan remaja dan dewasa dan berbagai
kondisi negatif kemasyarakat lainnya semakin meningkat dari tahun ketahun.

Perkembangan budaya global saat ini malah mengikis berbagai budaya asli
bangsa, khususnya budaya daerah.
Dari sisi keamanan, masyarakat merasa tidak aman untuk berjalan di
malam hari atau di tempat- tempat sepi, padahal ini adalah negara merdeka! “ Apa
kata dunia?” tentang Indonesia ini. Kondisi nasional tersebut menantang dunia
pendidikan untuk dapat menghasilkan lulusan yang mampu memecahkan dan
membawa Indonesia pada bangsa yang maju dan beradab.

114

JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014

ISSN: 2088 - 8341

Tantangan dunia internasional menunjukkan bahwa Indonesia saat ini akan
menghadapi berbagai persaingan global, seiring dengan berlangsungnya globalisasi, khususnya dalam perdagangan (ekonomi). Globalisasi menghantarkan pada
perubahan lingkungan strategis bangsa di mata bangsa-bangsa lainnya di dunia
ini. Selain globalisasi, perkembangan teknologi informasi juga menjadi tantangan
besar bagi bangsa Indonesia. Perubahan lingkungan strategi pada tataran global

tersebut tercermin pada pembentukan forum-forum seperti GATT, WTO, dan
APEC, NAFTA dan AFTA, IMG- GT, IMS- GT, BIMP – EAGA, dan
SOSEKMALINDO yang merupakan usaha untuk menyongsong perdagangan
bebas dimana pasti akan berlangsung tingkat persaingan yang sangat ketat
(Riduwan, 2011;289).
Dirasakan adanya ketertinggalan di dalam mutu pendidikan, manajemen
pendidikan nasional, dibandingkan dengan negara-negara lain yang telah menikmati demokrasi di dalam kehidupan masyarakatnya. Selanjutnya keberhasilan
yang dicapai dalam era Orde Baru telah menimbulkan rasa patriotisme yang
sempit yang juga menimpa sistem pendidikan nasional. Pendidikan nasional
memang telah menjadi penopang dari keberhasilan yang relatif positif di dalam
pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, keberhasilan tersebut ternyata keberhasialan yang semu, karena kehidupan demokrasi bukan hanya menuntut pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi juga harga diri dan kemampuan manusia
Indonesia yang tidak kalah dengan kemajuan bangsa- bangsa yang lain (Tilaar,
2006;11).
Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dan hambatan besar di
era informasi dan globalisasi saat ini jika dilihat dari berbagai indikator. Indikator
pertama, berdasarkan laporan World Economic Forum pada tahun 2006 posisi
daya saing Indonesia berada pada urutan 50 diantara 125 negara. Posisi Indonesia
tersebut lebih rendah dibandingkan Singapura, Malaysia, Thailand, yang berturutturut berada pada posisi ke-5, 26, dan 35 tetapi lebih tinggi dibandingkan Filipina
dan Vietnam yang berada pada urutan 71 dan 77 (Hermana, 2010;2).


115

JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014

ISSN: 2088 - 8341

Rendahnya daya saing sumberdaya manusia Indonesia dapat menjadi
indikator rendahnya mutu pendidikan nasional, sebab kualitas keunggulan sumberdaya manusia suatu bangsa dipengaruhi oleh pendidikannya. Rendahnya daya
saing SDM berarti kualitas pendidikan bangsa ini juga cenderung rendah. Prestasi
akademik yang dicapai belum maksimal dalam semua satuan pendidikan yang
dilaksanakan selama ini.
Kualitas sekolah di Indonesia masih rendah dan cenderung memburuk. Selama
ini ekspansi sekolah tidak menghasilkan lulusan dengan pengetahuan dan keahlian yang
dibutuhkan untuk membangun masyarakat yang kokoh dan ekonomi yang kompetitif di
masa depan. Bukti ini ditunjukkan dengan rendahnya kemampuan murid tingkat 8 (SMP
kelas 2) dibandingkan dengan negara tetangga Asia pada ujian-ujian internasional di tahun
2001 (lihat tabel 1), terlihat cukup jelas bahwa ekspansi partisipasi sekolah di Indonesia
tidak diikuti dengan peningkatan kualitas.


Fenomena rendahnya mutu pendidikan nasional ditandai dari hasil ujian
nasional yang kurang maksimal, lemahnya kepribadian anak sebagai lulusan,
kinerja guru dan tenaga kependidikan kurang berkualitas, sarana dan prasana
pendidikan masih belum memenuhi standar, guru cenderung masih belum
sepenuhnya layak mengajar, iklim pembelajaran siswa yang kurang kondusif
dalam memaksimalkan hasil belajar siswa.

116

JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014

ISSN: 2088 - 8341

Untuk itu, perlu dikaji secara mendalam bagaimana upaya meningkatkan
mutu pendidikan menjadi fokus kajian tulisan ini.

PENDIDIKAN NASIONAL KONTEMPORER
Pendidikan memiliki peran strategis dalam membina potensi anak didik
dalam mencapai kedewasaan. Dalam hal ini kecerdasan anak dicapai melalui

proses pembelajaran, latihan dan bimbingan yang berkesinambungan di sekolah,
keluarga dan masyarakat. Melalui

pendidikan yang efektif dapat diharapkan

kecerdasan anak akan terbina dan tercapai baik kecerdasan intelektual, emosional,
dan spiritual.
Begitupun, setelah 67 tahun Indonesia merdeka, pada saat ini pendidikan
nasional juga masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang mengemuka,
yaitu: (1) masih rendahnya pemerataan untuk memperoleh pendidikan, (2) masih
rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan, dan (3) masih lemahnya manajemen
pendidikan di samping belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu
pengetahuan dan teknologi di kalangan akademis. Ketimpangan pemerataan
pendidikan juga terjadi antar wilayah geografis perkotaan dan pedesaan, serta
antar kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Kawasan Barat Indonesia (KBI), dan
antar tingkat pendapatan penduduk dan antar gender (Hamzah, 2007;133).
Di sisi lain dilihat perspektif pembelajaran, maka kondisi fasilitas pendidikan dan keterbatasan waktu guru untuk berperan sebagai pendidik dalam arti
yang sesungguhnya dipeparah dengan sistem kurikulum yang meliputi banyak
mata pelajaran dan masing- masing mata pelajaran sarat dengan bahan pelajaran.
Sistem kurikulum yang demikian ini ditambah dengan sistem EBTANAS/ UN,

menjadikan tugas guru dipersepsikan tidak lebih dari mengupayakan semua
peserta didik dalam waktu yang sama, mempelajari materi peljaran yang sama,
dengan cara yang sama (Soedijarto, 2000:43).
Mencermati pendapat Andriani dalam Syafaruddin (2012;7) bahwa manajemen dan gaya kepemimpinan pendidikan merupakan legacy masih tetap digunakan sampai saat ini. Manajemen organisasi pendidikan berjalan apa adanya
117

JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014

ISSN: 2088 - 8341

mengikuti jalur yang sudah digariskan, tidak berdaya, terbelenggu, dan kurang ada
kemauan untuk berinisiatif, melakukan terobosan, perubahan dalam berbagai
aspek. Munculnya sekolah unggulan, pada tingkat sekolah dasar dan menengah
serta kelas-kelas internasional pada PT merupakan suatu refleksi dari ketidakpuasan dalam pengelolaan pendidikan nasional. Hal itu perlu disambut baik dan
terus dikembangkan meskipun masih membutuhkan perjalanan panjang untuk
terus mengembangkan manajemen dan kepemimpinan organisasi (Soedijarto,
2000:7).

KONSEP MUTU PENDIDIKAN

Dunia yang semakin maju dewasa ini menuntut dan sangat memperhatikan
mutu dalam segala hal untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan hidup. Baik
dalam dunia industri, ekonomi, perdagangan, kesehatan, perbankan maupun pendidikan persoalan mutu semakin mengemuka dalam berbagai forum dan pertemuan ilmiah dan kalangan profesi.
Menurut Charles Hoy dalam Improving Quality in Education, menjelaskan
mutu pendidikan adalah suatu evaluasi terhadap proses pendidikan dengan
harapan tingggi untuk dicapai dan mengembangkan bakat- bakat para pelanggan
pendidikan dalam proses pendidikan (Syafaruddin, 2004;26).
Mutu adalah hal yang esensial sebagai bagian dalam proses pendidikan.
Proses pembelajaran adalah tujuan organisasi pendidikan. Perbaikan proses pendidikan adalah level tertinggi dari keunggulan yang akan dicapai (Syafruddin,
2006;57).
Mutu pendidikan adalah mutu lulusan dan pelayanan yang memuaskan
pihak terkait pendidikan. Mutu lulusan berkaitan dengan lulus dengan nilai baik
(kognitif, efektif, dan psikomotorik) diterima melanjutkan ke jenjang pendidikan
lebih tinggi yang berkualitas dan memiliki kepribadian yang baik. Sedangkan
mutu pelayanan berkaitan dengan aktivitas melayani keperluan pelajar, guru dan
masyarakat secara cepat dan tepat sehingga semua merasa puas atas layanan
sekolah.
118

JURNAL AL – IRSYAD

Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014

ISSN: 2088 - 8341

Di samping kriteria di atas, kualitas pendidikan yang berhasil ditandai dari:
1. Tingginya rasa kepuasan pengajaran, termasuk tingginya pengharapan murid.
2. Tercapainya target kurikulum pengajaran.
3. Pembinaan yang sangat baik terhadap spiritual, moral, sosial dan pengembangan budaya para pelajar.
4. Tidak ada murid yang bermasalah dalam kejiwaan atau risiko emosional.
5. Tidak ada pertentangan antara hubungan murid dengan para staf/guru.
Mengingat pentingnya fungsi pendidikan adalah keharusan lembaga yang
memberi layanan publik itu secara terus-menerus meningkatkan mutu kinerjanya.
Pengertian kualitas (quality) dan kualitas pendidikan (quality of education) dalam
makna kuantitatif dan kualitatif barangkali mudah dirumuskan, akan tetapi sukar
dinyatakan di dalam realita.
Menurut Sallis (1993) mutu dapat diartikan sebagai derajat kepuasan luar
biasa yang diterima oleh kustomer sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya.
Achmad (1993) mengemukakan bahwa mutu pendidikan di sekolah dapat diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional

dan


efesien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga
menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar
yang berlaku.
Mutu pendidikan atau mutu sekolah tertuju pada mutu lulusan. Merupakan
sesuatu yang mustahil, pendidikan atau sekolah menghasilkan lulusan yang bermutu, jika tidak melalui proses pendidikan yang bermutu pula. Merupakan sesuatu
yang mustahil pula, terjadi proses pendidikan yang bermutu jika tidak didukung
oleh faktor- faktor penunjang proses pendidikan yang bermutu pula. Proses pendidikan yang bermutu harus didukung oleh profesional. Hal tersebut didukung pula
oleh sarana dan perasana pendidikan, fasilitas, media, serta sumber belajar yang
memadai, baik mutu maupun jumlahnya, dan biaya yang mencakupi, manajemen
yang tepat, serta lingkungan yang mendukung. Mutu pendidikan bersifat
menyeluruh, menyangkut semua komponen, pelaksana, dan kegiatan pendidikan,
atau disebut sebagai mutu total atau” Total Quality”. Adalah sesuatu yang tidak
119

JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014

ISSN: 2088 - 8341

mungkin, hasil pendidikan yang bermutu dapat dicapai hanya dengan satu komponen atau kegiatan yang bermutu. Kegiatan pendidikan cukup kompleks,, satu
kegiatan, komponen, pelaku, waktu, terkait, dan membutuhkan dukungan dari
kegiatan, komponen, pelaku, serta waktu lainnya (Sukmadinata, 2006;6).
Para ahli telah merumuskan standar umum yang dapat dipakai untuk
mengukur mutu pendidikan pada setiap jalur dan jenjang dengan spesifikasi
standar mutu yang masih kabur adanya. Klarifikasi mengenai standar mutu
lulusan lembaga pendidikan antara lain dapat dilakukan dengan jalan menjabarkan
konsep link and match, di mana educational outcomes dari jenjang pendidikan
yang lebih tinggi. Ukuran mutu pendidikan juga dapat diakses dari tercapai
tidaknya tujuan institusional lembaga itu, yaitu atas dasar persentase lulusan yang
dapat diserap di dunia kerja dan lulusan yang dapat diterima pada jenjang
pendidikan di atasnya. Ukuran ini pun tidak akurat. Pertama, belum tentu setiap
lulusan diterima pada bidang pekerjaan yang relevan dengan kemampuannya
benar- benar karena kemampuannya itu.
Akses seseorang memasuki dunia kerja satu di antaranya memang ditentukan oleh kemampuan yang ia miliki. Faktor lainnya dapat bersumber dari hal- hal
yang tidak ada kaitannya dengan kemampuan dasar itu, seperti status sosial
ekonomi orang tua, ciri- ciri fisik, asal daerah, kesiapan mental memasuki pekerjaan, dan kemampuan lain sebagai penunjangnya. Kedua, tidak secara otomatis
setiap lulusan lembaga pendidikan bercita- cita melanjutkan studi pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi (Danim, 2003;79).
Ada banyak pendapat mengenai kriteria mutu pendidikan. Engkoswara
(1986) melihat mutu/keberhasilan pendidikan itu dari tiga sisi, yaitu prestasi,
suasana, dan ekonomi. Sallis (1993) mengemukakan dua standar utama untuk
mengukur mutu, yaitu: (1) standar hasil dan pelayanan, dan (2) standar kustomer.
Indikator yang termasuk ke dalam standar hasil dan pelayanan adalah
conformance to specification, fitness for purpose or use, zero defects, dan right
first time, every time. Terkandung makna di sini bahwa standar hasil pendidikan
mencakup spdesifikasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh oleh
120

JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014

ISSN: 2088 - 8341

anak didik; hasil pendidikan itu dapat dimanfaatkan di masyarakat atau di dunia
kerja; tingkah kesalahan yang sangat kecil; bekerja benar dari awal, dan benar
untuk pekerjaan berikutnya. Indikator yang termasuk ke dalam standar kustomer
adalah consumer satisfaction, exceding customer expectations, dan delightimng
the customer. Dengan demikian, standar kustomer mencakup terpenuhinya
kepuasan, harapan dan pencerahan hidup bagi kustomer itu.
Mutu pendidikan itu ternyata tida semata- mata diukur dari mutu keluaran
pendidikan secara utuh (educational outcomes) akan tetapi dikaitkan dengan
konteks di mana mutu itu ditempelkan dan berapa besar persyaratan tambahan
yang diperlukan untuk itu. Misalnya, jika seseorang lulusan SMK untuk termasuki
dunia kerja tidak perlu mendapatkan pelatihan tambahan sebelum memberikan
layanan di tempat kerjanya, berarti dia adalah lulusan yang lebih bermutu daripada yang masih harus menempuh pelatihan pra penempatan dengan spesifikasi
yang sama. Mutu pendidikan juga dapat diukur dari besarnya kapasitas layanan
pendidikan dalam memenuhi customers needs and wants dikaitkan dengan besarnya harus dikeluarkan oleh masyarakat dan pemerintah, lama belajar, dan biayabiaya tidak langsung.
Dilihat dari sudut pandang ekonomi, mutu pendidikan dapat diukur dari
besarnya earnings yang diperoleh oleh lulusan setelah ia secara formal
menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu dengan kurun waktu kerja yang
tertentu pula (Danim, 2003;80).
Dengan begitu mutu pendidikan adalah hasil atau pencapaian pendidikan
oleh sekolah dan sistem pendidikan nasional secara keseluruhan. Baik nilai
akademik maupun non akademik, serta kualitas seluruh komponen pendidikan
sesuai standar mutu yang ditetapkan.

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
Masalah dasar yang perlu kita telaah lebih lanjut adalah bagaimana pendidikan nasional dapat benar- benar berfungsi mengembangkan kemampuan, nilai,
sikap, dan perilaku yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dalam perkem121

JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014

ISSN: 2088 - 8341

bangannya di era globalisasi ini. Dengan kata lain, bagaimana berbagai fungsi
pendidikan nasional dan institusional yang telah digariskan dalam UUD 1945 dan
Undang- Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat dilaksanakan secara
efesien dan efktif.
Dalam kaitan dengan hal-hal tersebut di atas, penulis berpendapat sebagai
berikut :
Pertama, bahwa melaksanakan fungsi pendidikan nasional, yaitu ikut
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur melalui dihasilkannya
manusia berpendidikan yang memiliki kemampuan, nilai, sikap, watak, dan perilaku yang tangguh adalam memenuhi tuntutan perkembangan masyarakat memerlukan suatu lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai pusat sosialisasi dan
pembudayaan berbagai kemampuan, nilai, sikap, watak, dan perilaku yang pada
umumnya belum dimiliki oleh anggota masyarakat negara berkembang.
Kedua, bahwa untuk melaksanakan fungsi sebagai lembaga sosialisasi dan
pembudayaan berbagai kemampuan, nilai, sikap, watak, dan perilaku manusia
Indonesia baru maka setiap lembaga pendidikan perlu dilengkapi dengan infrastruktur yang memadai dengan tenaga kependidikan yang profesional sehingga
dapat terjadi proses pembelajaran yang menantang dan merangsang otak,
menyentuh dan menggerakkan perasaan, serta memungkinkan peserta didik memperaktekkan pengetahuan dan keterampilan dalam suasana konkrit. Ini tidak dapat
terjadi di lembaga pendidikan dengan fasilitas yang terbatas, dengan ruang kelas
yang dipadati peserta didik, dalam waktu yang terbatas, dengan peralatan pendidikan yang tidak lebih dari papan tulis dan kapur, dan dengan guru yang hanya
berfungsi sebagai penyaji informasi yang telah dikemas dalam buku teks.
Ketiga, bahwa lembaga pendidikan seperti yang diharapakan pada butir
kedua di atas yang memungkinkan peserta didik berada dalam suasana kependidikan selama belum berkumpul dengan orang tua dan dilengkapi dengan
lampangan bermain, berolahraga, olahseni, dan rekreasi disamping peralatan
pendidikan lainnya, dengan guru profesional yang melayani peserta didik dalam
rasio 1: 20- 25, memerlukan dukungan biaya besar. Karena itu, hanya dengan
122

JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014

ISSN: 2088 - 8341

tekad nasional untuk mengalokasikan 4% GDP untuk pndidikan, fungsi pendidikan nasional dapat dilaksanakan secara optimal.
Keempat, bahwa melalui lembaga pendidikan yang demikian itu kita dapat
berharap bahwa proses pembelajaran yang meli[puti empat pilar belajar untuk
memasuki abad ke- 21, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, and
learning to live together dapat berlangsung. Proses pembelajaran yang ideal ini
dengan sendirinya akan selalu berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan
masyarakat, dan akan dapat menghasilkan manusia terdidik yang mampu membangun masyarakat, dan dengan demikian masyarakat akan merasakan manfaat
pendidikan. Melalui pengembangan pendidikan yang dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat kita akan dapat memperoleh dukungan dan partisipasi aktif dari
masyarakat.
Kelima, melalui serangkaian uraian yang disajikan, penulis berkesimpulan
bahwa pendidikan yang bebasis masyarakat adalah pendidikan yaang berorientasi
pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat, dan ini adalah pendidikan yang
dapat menghasilkan lulusan yang bermanfaat bagi pembangunan masyarakat
melalui kemampuan, sikap, nilai, dan watak serta perilaku lulusan yang dapat
memenuhi harapan masyarakat dalam upaya meningkatkan mutu kehidupan
mereka.
Dengan pendidikan seperti ini, seorang lulusan pendidikan dasar diharapkan akan memiliki kemampuan lebih dari orang tuanya yang hanya lulusan SD
dalam bertani secara berilmu, dan dalam berdagang secara berilmu, dan dalam
yang diajukan ini dapat memperoleh tanggapan bersama dalam mengembangkan
sistem pendidikan nasional yang mampu meningkatkan daya tahan dan jati diri
bangsa (Soerdijarto, 2000;84).
Dalam proses peningkatan mutu pendidikan nasional ini perlu ditempuh
cara-cara yang lebih inovatif. Banyaknya masalah yang diakibatkan oleh lulusan
pendidikan yang tidak bermutu, program mutu atau upaya-upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan merupakan hal yang teramat penting. Untuk melak-

123

JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014

ISSN: 2088 - 8341

sanakan program mutu diperlukan beberapa dasar yang kuat, yaitu sebagai berikut
(Sukmadinata, 2007;8).
a. Komitmen pada perubahan
Pemimpin atau kelompok yang ingin menerapkan program mutu harus
memilki komitmen atau tekad untuk berubah. Pada intinya, peningkatan mutu
adalah melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dan lebih berbobot.
Lazimnya, perubahan tersebut menimbulkan rasa takut, sedangkan komitmen
dapat menghilangkan rasa takut.
b. Pemahaman yang jelas tentang kondisi yang ada
Banyak kegagalan dalam melaksanakan perubahan karena melakukan sesuatu
sebelum sesuatu itu jelas.
c. Mempunyai visi yang jelas terhadap masa depan
Hendaknya, perubahan yang akan dilakukan berdasarkan visi tentang perkembangan, tantangan, kebutuhan, masalah, dan peluang yang akan dihadapi
pada masa yang akan datang. Pada awalnya, visi tersebut hanya dimiliki oleh
pimpinan atau seorang inovator, kemudian dikenalkan kepada orang- orang
yang akan terlibat dalam perubahan tersebut. Visi dapat menjadi pedoman
yang akan membimbing tim dalam perjalanan pelaksanaan program mutu.
d. Mempunyai rencana yang jelas
Mengacu pada visi, sebuah tim menyusun rencana dengan jelas. Rencana
menajadi pegangan dalam proses pelaksanan program mutu. Pelaksanaan
program mutu dipengaruhi oleh faktor- faktor internal ataupun eksternal.
Faktor- faktor internal dan eksternal tersebut akan selalu berubah. Rencana
harus selalu di- up- dated sesuai dengan perubahan- peruabahan. Tidak ada
program mutu yang terhenti (stagnan) dan tidak ada dua program yang identik
karena program mutu selalu berdasarkan dan sesuai dengan kondisi lingkungan. Program mutu merefleksikan lingkungan pendidikan di mana pun ia
berada

124

JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014

ISSN: 2088 - 8341

Ada beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam menerapkan program
mutu pendidikan, diantaranya sebagai berikut :
a. Peningkatan mutu pendidikan menuntut kepemimpinan profesional dalam
bidang pendidikan. Manajemen mutu pendidikan merupakan alat yang dapat
digunakan oleh para profesional pendidikan dalam memperbaiki sistem
pendidikan bangsa kita.
b. Kesulitan yang dihadapi para profesional pendidikan adalah ketidakmampuan
mereka dalam menghadapi “ kegagalan sistem” yang mencegah mereka dari
pengembangan atau penerapan cara atau proses baru untuk memperbaiki mutu
pendidikan yang ada.
c. Peningkatan mutu pendidikan harus melakukan loncatan-loncatan. Norma dan
kepercayaan lama harus di ubah. Sekolah harus belajar bekerja sama dengan
sumber-sumber yang terbatas. Para profesional pendidikan mampu para siswa
dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan guna bersaing di dunia global.
d. Uang bukan kunci utama dalam usaha peningkatan mutu. Mutu pendidikan
dapat perbaiki jika administrator, guru, stap, pengawas, dan pemimpin kantor
Diknas. Mengambangkan sikap yang terpusat pada kepemimpinan, team work,
kerja sama, akuntabilitas, dan rekognisi. Uang tidak menjadi penentuan dalam
peningkatan mutu.
e. Kunci utama peningkatan mutu pendidikan adalah komitmen pada perubahan.
Jika semua staf sekolah setelah memiliki komitmen pada perubahan, pemimpinnya dapat dengan mudah mendorong mereka menemukan cara baru untuk
memperbaiki evisiensi, produktivitas, dan kualitas layanan pendidikan. Guru
akan menggunakan pendekatan yang baru atau model-model mengajar, mendidik, dan melatih dalam membantu perkembangan siswa. Demikian juga stap
administrasi, ia akan mengggunakan proses-proses baru dalam menyusun
biaya dalam menyelesaikan masalah, dan mengembangkan program baru.

125

JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014

ISSN: 2088 - 8341

f. Banyak profesional di bidang pendidikan yang kurang memiliki pengetahuan
dan keahlian dalam menyiapkan para siswa memasuki pasar kerja yang bersifat global.
g. Program peningkatan mutu dalam bidang komersial tidak dapat dipakai secara
langsung dalam pendidikan, tetapi membutuhkan penyesuaian-penyesuaian
dan penyempurnaan.
h. Salah satu komponen kunci dalam program mutu adalah sistem pengukuran.
i. Masyarakat dan manajemen pendidikan harus menjauhkan diri dari kebiasaan
menggunakan “program singkat”, peningkatan mutu dapat dicapai melalui
perubahan yang berkelanjutan tidak dengan program-program singkat.

PENUTUP
Mutu pendidikan nasional masih tergolong rendah mengingat hasil pendidikan yang dicapai belum memuaskan dan sepenuhnya memenuhi standar
nasional pendidikan dari seluruh komponen pendidikan. Rendahnya mutu
pendidikan juga ditandai dari rendahnya daya saing sumberdaya manusia
Indonesia saat ini di antara negara-negara Asia.
Diperlukan upaya perbaikan mutu pendidikan melalui perubahan dan
perbaikan manajemen dan kepemimpinan pendidikan yang berfokus mutu. Karena
itu, harus dibenahi lebih dahulu manajemen dan kepemimpinan pendidikan
melalui perbaikan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, sehingga dapat
dilanjutkan perbaikan yang berkelanjutan dalam hal program pembelajaran dan
pembinaan siswa, termasuk kurikulum dan pemenuhan standar nasional
pendidikan.

126

JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014

ISSN: 2088 - 8341

DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan,. 2003. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hermana, Budi. 2010. Mendorong Daya Saing di Era Informasi dan Globalisasi:
Pemanfaatan Modal Intelektual dan Teknologi Informasi sebagai Basis
Inovasi di Perusahaan, http://bhermana.staff.gunadarma.ac.id, pdf, h.2.
Riduwan, 2011. Manajemen Pendidikan, Bandung: Alfabeta
Soerdijarto, 2000. Pendidikan Nasional, Jakarta: Cinaps
Syafaruddin, dkk. 2012. Inovasi Pendidikan, Medan: Perdana Publishing.
Syafaruddin, dkk, 2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Jakarta:
Grasindo.
Sukmadinata, Nana.2006. Pengndalian Mutu Pendidikan Sekolah Menegah,
Bandung: PT Refika Aditama
Syafaruddin, dkk. 2006.
Media.

Pendidikan Bermutu Unggul, Bandung: Citapustaka

Tilaar, 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis, Jakarta: PT
Rineka Cipta
Uno, Hamza B, 2007. Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan Reformasi
Pendidikan di Indonesia, Jakarta: PT Bumi Aksara.

127

JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014