Faktor leadership sektor publik dalam

Faktor-Faktor Berpengaruh Pada Kepemimpinan Sektor Publik Di Indonesia
Oleh: Gede Sandiasa
1) Pendahuluan
Tuntutan

kemampuan

kepemimpinan

untuk

memenuhi

kebutuhan

publik

secara

transfaran, terbuka, dan akuntable semakin mengemuka, ditengah-tengah carut marutnya
negara ini. Keadaan sekarang banyak dipengaruhi oleh tekanan dunia global dalam era pasar

bebas. Disisi lain tidak ada perubahan dan peningkatan kemampuan dari berbagai komponen
bangsa

ini

untuk

melakukan

langkah

antisipasi

dan

persiapan

diri

untuk


menghadapi berbagai tantangan dari arus global dan era pasar bebas. Para pemimpin
mengadopsi konsep penyelenggaraan
tengah

yang

negara dari

negara-negara barat

maupun

timur

belum sepenuhnya dipahami serta tidak pernah dipikirkan apakah konsep

tersebut akan begitu mudah dapat diterapkan di negara yang plural, heterogenitas yang tinggi
(seperti misalnya terdiri dari berbagai etnis, agama, aliran kepercayaan, dasar nilai yang
diunggulkan, potensi

wilayah berbeda, tingkat pendidikan bervariasi, tingkat penguasaan sumber ekonomi sangat
jomplang, wilayah terpencar serta memiliki pengalaman historis yang berbeda.
Keadaan ini, diperparah oleh masuknya paham-paham baru dalam pengelolaan negara
maupun ekonomi, yang tidak begitu mudah untuk diserap dan dilaksanakan dalam
pengelolaan negara ini khususnya menyangkut kepentingan sektor publik. Masuknya
konsep-konsep ini, peran para ahli dan kalangan perguruan tinggi memberi kontribusi besar
terhadap

baik

dalam

hal

memberi kemajuan

maupun

dampak negatif


atau

ekses

dari
penerapan konsep seperti misalnya “liberalisme, demokratisasi, debirokratisasi, privatisasi
otonomi daerah” sampai pada penerapan gaya kepemimpinan serta ukuran-ukuran
keberhasilan yang diberikan pada sistem layanan publik seperti efisiensi, efektfitas, equitas,
tranfaransi dan konsep lain yang dapat menunjukkan bahwa kinerja sektor publik memiliki

kemampuan yang handal dalam melayani kebutuhan masyarakat.
Pada sudut pandang yang lain, masyarakat jauh kemampuannya dalam menghadapi
desakan-desakan dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh globalisasi dan pasar bebas.
Komoditas ekonomi Indonesia tidak mampu bersaing di negara sendiri, sumberdaya
manusia kapasitas dan kapabilitasnya belum mampu menjadi katalisator dan fasilitator
masyarakat dalam menghadapi dan mengambil peluang di era kekinian. Sebagai misalnya
kalangan intelektual dan perguruan tinggi yang memiliki kemampuan teknologi dan
informasi sangat tinggi, tidak mampu menjadi benteng kekuatan untuk mendorong bangsa
ini menjadi mapan, mampu berdiri sendiri, bangga dengan hasil karya sendiri, mengisi dan
menghidupkan budaya kepemimpinan negara sendiri, bernuansa Pancasila. Mereka larut dan

menjadi bagian globalisasi dan pasar bebas tanpa jati diri yang sebenarnya tidak
memperoleh manfaat sama sekali dari keadaan ini. Sebenarnya apa yang diperoleh dari
pengelolaan dan kepemimpinan sektor publik dengan meniru budaya dan gaya
kepemimpinan negara lain. Yang ada adalah memperkaya negara lain dan mempermiskin
negara sendiri, merusak mental negara, generasi muda dan seluruh aspek kehidupan bangsa
ini. Liberalisme, Kepemimpinan gaya Komunis, fundamentalistik, Demokrasi ala eropa,
privatisasasi menghadirkan ekploitasi terhadap sumber-sumber, merusak tatanan nilai-nilai
kebangsaan dan mendorong bangsa ini ke-arah yang semakin jauh dari jati diri bangsa yaitu
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Fenomena yang dihadirkan oleh perubahan

kepemimpinan dari era Soekarno yang karismatik;Soeharto yang dikenal dengan pendekatan
militer dengan trilogi pembangunan, yaitu: pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas
nasional dan pemerataan hasil pembangunan; BJ Habibie penerapan tekonologi
“teknokrasi”; Abdul Rahman Wahid dengan pendekatan religius dan spiritual; Megawati

dengan privatisasi di sektor publik dan Terakhir SBY dengan demokratisasi dan otonomi
daerah. Semua hal tersebut menjadi pembelajaran yang baik bagi bangsa ini. Kepemimpinan
yang mana, semestinya cocok di negara ini, apakah salah satunya atau perpaduan dari semua

model kepemimpinan yang tersedia dengan menggali unsur baik dari kepemimpinan
mereka.
2) Pemahaman Kepemimpinan
Berbagai pengertian tentang kepemimpinan dari beberapa ahli terungkap dalam makalah Fitria
Diah Sari, dkk (2010) seperti George R. Terry mendefinisikan kepemimpinan sebagai hubungan
yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara
sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Sedangkan Ordway Tead mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan perpaduan perangai
yang memungkinkan seseorang mampu mendorong pihak lain menyelesaikan tugasnya.
Sedangkan Hemhill & Coon mengartikan kepemimpinan sebagai perilaku dari seorang
individu yang memimpin aktifitas-aktifitas suatu kelompok kesuatu tujuan yang ingin
dicapai bersama (shared goal).
3) Kelahiran Seorang Pemimpin
Menurut Suryadi (2010) dan Saliman (2003) ada beberapa pendapat mengenai sebab-sebab
ahirnya pemimpin antara lain:
1. Teori Genetis; teori ini menyatakan:
a. Pada dasarnya pemimpin itu dilahirkan sebagai pemimpin dan bukan dibentuk, dan sudah
ada sejak dia lahir.
b. Memang sudah ditakdirkan jadi pemimpin.
2. Teori Sosial menyatakan:

a. Seorang pemimpin harus ditetapkan dan dibentuk, dengan kata lain tidak lahir begitu saja.

b. Setiap orang menpunyai potensi atau bakat untuk menjadi pemimipin.
3. Teori Ekologi
Teori ini muncul sebagai reaksi dari kedua teori di atas, menyatakan bahwa seorang akan
sukses sebagai pemimpin jika sejak lahir sudah memiliki bakat kepemimpinan kemudian bakat
itu dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan, juga sesuai dengan tuntutan
ekologinya/lingkungan.
4) Tujuan Kepemimpinan
Dalam Somech (2003) menyebutkan para pemimpin harus mampu melakukan tiga hal yaitu
1) harus mampu menyesuaikan perilaku pada setiap anggota organisasi yang dipimpinnya;
2) para anggota organisasi harus memiliki kesatuan persepsi, interpretasi, tindakan-tindakan
dan berbagai variabel lainnya yang dapat digerakkan dalam satu kesatuan dan yang ketiga
para bawahan di setiap level memiliki kesamaan perilaku manakala menerima inisiatif dan
tindakan dari pemimpinnya. Menurut Rousseau (dalam J. Thomas Wren 2007) tujuan
Kepemimpinan adalah melaksanakan proses untuk menentukan kebijakan yang tepat atau
benar.
5) Faktor-faktor Pendukung Kepemimpinan
Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang bertujuan untuk mensejahterakan
masyarakat secara bertahap dengan aktivitas berupa pelayanan publik (public service) seperti

dalam bidang pendidikan, kesehatan, keamanan, penegakan hukum, transportasi publik dan
penyediaan pangan (Bastian 2006). Sedangkan tentang sektor publik menurut Mardiasmo
mendefinisikan, bahwa sektor publik

sebagai suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan

dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi
kebutuhan dan hak publik (Fitria Diah Sari, dkk, 2010). Karakteristik manajemen pelayanan
pada sektor publik sebagai suatu keseluruhan kegiatan pengelolaan pelayanan yang dilakukan
oleh pemerintah, memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya, memiliki
kelompok kepentingan yang luas termasuk kelompok sasaran yang ingin dilayani (wide
stakeholders), memiliki tujuan sosial serta akuntabel pada publik (Sanafiah, 2005).

Kalau

memperhatikan

pemahaman

menyeluruh


pada

sektor

publik

di

atas,

maka

dari pengertian kepemimpinan secara umum dan dipadukan dengan pemahaman sektor publik,
penulis menyimpulkan tentang kepemimpinan sektor publik adalah kemampuan seseorang
untuk mempengaruhi orang lain atau bawahannya, untuk dapat melakukan perilaku gunan
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam menyediakan barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan publik. Oleh karena kepemimpinan publik dalam hal ini, sebagian besar
dilaksanakan oleh organisasi pemerintah maka beberapa faktor dibutuhkan untuk mendukung
kepentingan publik, antara lain:

a) Kesehatan rohani dan jasmani;
berbagai persoalan yang akan dihadapi oleh seorang pemimpin dalam mengendalikan
organisasi publik, dari level paling rendah (desa) sampai tingkat paling tinggi (nasional)
memerlukan kemampuan pikiran dan kesehatan fisik. Kesehatan rohani selain sehat kejiwaan,
mereka harus memiliki kejujuran, moralitas yang tinggi, dan kemampuan emosi yang stabil.
Kemampuan emosi menjadi bagian dari kesehatan rohani, seorang pemimpin sebagai contoh
“the smilling general” Soeharto, memiliki
dari

ketenangannya

Malaysia, Rusia,
Aceh,

RMS,

yang

stabil,


dalam menghadapi persoalan

sampai

Timtim,

emosi

pada persoalan
Papua Merdeka

disintegrasi
sampai

pada

tenang,

konsisten

tetapi

politik tekanan

dari

bangsa

pemberontakan

seperti

demontrasi

Amerika,

mahasiswa

tetap

dihadapi dengan tenang hingga kekuasaannya mencapai 30 tahun tetap berjalan tanpa
hambatan. Sedangkan dalam pemerintahan SBY sekarang sepertinya kepemimpinan di negara
ini tidak memiliki emosi yang stabil “latah”, sebagai contoh terjadi bencana “semua berfokus
pada bencana” ada teroris semua membahas teroris (dari pimpinan nasional, pers, daerah,
kepolisian, DPR, kabinet dst), dan terakhir sampai mengurus Nasaruddin juga membawa
korban terjadi resuffle kabinet “negara tidak memiliki tujuan” kata Tedjo seorang budayawan
nasional.
b) Faktor kemampuan berpikir abstrak (konseptual):
seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan intelektual, mampu menganalisis, berpikir
logis, kreatif dan inivatif dalam menyelesaikan persoalan-persoalan organisasi publik yang ada.
c) Faktor kemampuan sosial dan hubungan antar manusia dan bangsa;
memiliki kepekaan sosial dan kepedulian pada masyarakat, berjiwa pengabdian. Pemimpin
publik saat ini dituntut tidak hanya mampu mengendalikan dan mengatur orang-orang

yang

ada diorganisasi maupun yang dilayaninya, tetapi harus mampu juga berhubungan

secara global “berpikir global dan bertindak lokal” atau sebaliknya. Menjalin dan meningkatkan
hubungan dengan pihak luar organisasi bahkan antar negara, karenan sekarang ini
lingkaran dunia saat ini tanpa batas saling tergantung “teori sistem dunia” dan “teori
dependensial” semua bergantung dan berpengaruh untuk semua. Kalau organisasi ingin eksis
maka

pemimpin

harus

memiliki

kemampuan

komunikasi

lintas

batas, multidimensial

dan transnasional.
d) Faktor kemampuan teknis;
pengetahuan tentang persoalan-persoalan teknis yang menjadi bidang tanggungjawabnya.
Rekruitmen staf dan manajer sebuah bidang pekerjaan harus sesuai “the right men on the
right place”

dengan menerapkan merits sistem dapat menghasilkan layanan publik yang

profesional, cepat, efektif dan efisien kalau meminjam ukuran-ukuran negara barat
“disepadankan dengan Indonesia “menajemen tepat guna dan memberi kemaslahatan bagi
orang banyak”
6) Bagaimana Kepemimpinan Di Indonesia
1. Masa kepemimpinan Soekarno (periode 1945–1967) menerapkan konsep dasa sila,
menawarkan konsep nawaksara kendatipun di tolak oleh DPR, peletakan pertama politik
bebas aktif, solidaritas internasional, dan nation building. Kebebasan dalam politik
dimana saat ini negara menganut multi partai yang mempengaruhi kabinet Soekarno jatuh
bangun.
2. Masa kepemimpinan Soeharto (periode 1967-1998); Soeharto dikenal dengan sebutan “The
Smilling General”. Dimasa awal kepemimpinannya
melakukan

kebijakan antara pengendalian

menghadapi masalah ekonomi

inflasi, mempermudah

masukkan investasi

asing, pinjaman utang luar negeri. Juga dalam masa kepemimpinannya menerapkan
kebijakan-kebijakan

yang

pembatasan

dengan

pers

kontroversial
UU

pers

seperti
12/1982,

normalisasi
perpolitikan

kehidupan

kampus,

dengan

mayoritas

tunggal (Golkar berkuasa).
3. Masa kepemimpinan BJ. Habibie (periode 21 Mei 1998-20 Oktober 1999); penerapan UU
anti monopoli, UU persaingan, UU partai, UU otonomi daerah; sistem pemerintahan
transfaransi dan dialogis dengan bersandar pada faktor-faktor yang mudah diukur
(teknokrasi). Kebijakan

yang dapat

dilihat sebagai sebuah kegagalan oleh beberapa

pengamat adalah lepasnya Timor-Timor melalui referemdum pada 30 Agustus 1999. Namun

peristiwa ini memberi dampak pencitraan Indonesia di mata dunia, tentang memberikan
hak-hak

warga

Timtim

untuk

memilih

kepemimpinan

bangsa,

hal

ini membuat

lepasnya tuntutan internasional terhadap pelanggaran ham di timur-timur.
4. Periodisasi Abdul Rahman Wahid (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2003); beliau dari kalangan
progresif dan sosial demokrat, beberapa terobosan yang cemerlang dilakukan masa
kepemimpinan Gus Dur, antara lain membubarkan Departemen Penerangan dan UU
kebebasan pers, dimana diakui oleh kepemimpinan Gus Dur sebagai alat kepentingan
pemerintah, dan juga membubarkan Departemen Sosial yang disinyalir oleh Gus Dur
sebagai departemen yang korup. Terobosan yang mendasar yang membawa pengaruh
besar dalam sistem organisasi kepolisian dan militer, dengan memisahkan kepolisian dan
TNI.

Selanjutnya

Gus

Dur

dalam

mendorong percepatan otonomi daerah
Papua

dan perencanaan

pencabutan

masa

pemerintahan

yang

singkat

termasuk pemberian ijin pengibaran

referemdum

bagi

rakyat

Aceh.

Juga

ini

bendera
persoalan

larangan organisasi komunis dan masyarakat eks komunis, memberi

kesempatan dan hak bagi seluruh masyarakat dalam posisi yang sama dan sederajat, dan
membebaskan ajaran Marxis-Lenimisme di Indonesia.
5. Selanjutnya masa Kepemimpinan Megawati Soekarno Putri (23 Juli 2001-2004), dengan
Jargon “membela wong cilik”. Berbagai persoalan yang dihadapi kepemimpinan transisi
Megawati seperti persoalan di BPPN, perberlakuan darurat militer di Aceh, kasus BLBI, dan
privatisasi BUMN yang menyebabkan beberapa aset negara berpindah pada pihak swasta,
juga memberi dampak positif dan negatif di negara ini.
6. Selanjutnya periode Kepemimpinan SBY (2004-2011); kegigihannya perang melawan
korupsi berbagai kasus mendera kepemimpinan SBY-JK, program bidang ekonomi, yakni
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari empat persen menjadi tujuh persen, menurunkan
jumlah

penganggur

dari

10,1

persen

menjadi

enam

persen,

dan menurunkan

jumlah penduduk miskin dari 38,5 juta menjadi 19 juta jiwa pada 2009. Selain itu,
meningkatkan pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, listrik, telepon untuk
menaik investor serta memajukan kualitas pendidikan dan kesehatan rakyat.
atau

meningkatan

pendapatan

pajak,

dengan

jalan

Ektensivikasi

mencari komponen atau wajib

pajak yang belum mengeluarkan serta pertambahan pajak dari migas. Selain itu, untuk
menghindari kebocoran anggaran dari pajak, mengusulkan penerapan "sistem online" bagi
pembayar pajak

di Ditjen Pajak. Sekarang (SBY Budiono-2009-2014); pembangunan

Ekonomi Indonesia untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh Rakyat Indonesia;
menciptakan

Good Government

dan Good Corporate

Governance;

Demokratisasi

Pembangunan dengan memberikan ruang yang cukup untuk partisipasi dan kreativitas
segenap komponen bangsa; penegakan hukum tanpa pandang bulu
korupsi;

dan

inklusif

bagi

pembangunan
segenap

masyarakat

komponen

Indonesia

bangsa.

dan

memberantas

adalah pembangunan

Konsep

ideal

yang

ini sepertinya tidak

membuahkan hasil yang memuaskan bangsa ini, berbagai persoalan yang menuncul
menandakan ketidakadilan dan pemberantasan hak masih diarasakan berbagai kasus
menunjukkan dari persoalan korupsi, penggelapan pajak, pencucian uang, teroris, komplik
horisontal dan berbagai kemunduran dibidang ahlak, ekonomi dan kerusakan lingkungan.
7. Rekomendasi Kepemimpinan di Indonesia
Stephen Murphy, (Conger, Jay A. And Ronald E. Riggio, 2007) menyoroti campuran
kemampuan “technical,

organizational,

and

strategic

skills

required

to

lead

the

development of innovative new products and services”., (teknis organisasi, dan keterampilan
strategis

yang

diperlukan

untuk

memimpin

pengembangan

baru

yang

inovatif

dalam pengelolaan produk dan jasa). Para penulis mengidentifikasi setiap tahapan inovasi
proses dimana pemimpin harus unggul. Setiap tahap ini digambarkan dengan kemampuan
khusus bahwa para pemimpin

harus menunjukkan

semua

kemampuan

itu. Kalau

diperhatikan kutipann berikut ini dalam buku yang sama bahwa seorang pemimpin agar
dapat bekerja dengan baik harus memiliki persyaratan sebagai berikut. tiga kategori utama
dari hal-hal yang diperlukan untuk sukses dalam sebuah pekerjaan, Ini termasuk
pengetahuan

deklaratif

(pengetahuan

tentang

fakta-fakta

atau

hal-hal; mengetahui

apa yang harus dilakukan) pengetahuan, prosedural dan keterampilan (mengetahui
bagaimana

melakukan

tugas),

dan

motivasi

(apakah

untuk mengeluarkan

usaha,

berapa banyak usaha yang diperlukan, dan ketekunan ketekunan yang diperlukan
untuk mencapai hal itu). Yang pertama dari dua komponen ini sering disebut "can
do” bisa melakukan" apa, sedangkan yang kedua disebut "will do” akan melakukan" apa.)
Menyimak kutipan-kutipan di atas dari beberapa praktik kepemimpinan di Indonesia dari
enam

dekade

kepemimpinan

sejak

Presiden

Soekarno

sampai

SBY

dengan

program-program yang telah menyesuaikan dengan permasalahan dan situasi kepemimpinan
saat itu. Masing-masing memiliki kelemahannya. Mengingat menjadi pemimpin di Indonesia
sangat dibutuhkan kemampuan tentang apa yang harus diketahui dan bagaimana
mengintrodusir pengetahuan
negeri

itu

ke

dalam

kemampuan

kepemimpinannya,

di

mana

telah menyediakan berbagai persoalan yang harus dihadapi pemimpin, agar cerdas,

seperti dari jaman Soekarno kondisi pengalihan kekuasaan dari tangan penjajah, menata
negara baru lahir tentu merupakan kesulitan tersendiri dan memerlukan curahan waktu yang

cukup banyak, selanjutnya pada kepemimpinan SBY terakhir negara ini diperhadapkan dengan
globalisasi, ruang gerak dunia tanpa batas, disisi lain kemampuan negara dan masyarakat
mengalami pluralisasi diberbagai bidang kehidupan. Dalam kondisi demikian kemampuan
apakah yang diperlukan oleh pemimpinan negara ini.
Menurut Saliman seorang pemimpin Indonesia harus memiliki ciri-ciri Kepemimpinan
Pancasila antara lain: bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; cakap, cerdik dan jujur, sehat
jasmani dan rohani, tegas, berani, disiplin dan efisien, bijaksana dan manusiawi, berilmu,
bersemangat tinggi, berjiwa matang dan berkemauan keras, mempunyai motivasi kerja tinggi,
mampu berbuat adil, mampu membuat rencana dan keputusan, memiliki rasa tanggung
jawab yang besar, dan mendahulukan kepentingan orang lain.
Sangat luar biasa kepemimpinan Pancasila, persoalannya adalah apakah konsep ideal
ini mampu terlaksana, di seluruh kepemimpinan nasional. Sebagai contoh misalnya jaman
Soeharto masyarakat sepertinya merasakan jargon “gemah rimpah loh jinawi” (sejahtera lahir
bathin), tapi di akhir cerita lengsernya Soeharto meninggalkan cerita yang buruk, ternyata
dalam

masa

kepemimpinannya

“stabilitas nasional” merupakan sesuatu yang semu,

dipaksakan dan dimiliterisasi “dimana hak-hak rakyat dirampas” pasal 28 UUD 1945 hanya
dimiliki oleh penguasa, terjadi kemunduran demokrasi bangsa yang menghasilkan dampak
pada kepemimpinan belakangan
Kesimpulan
Kepemimpinan sektor publik adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain
atau

bawahannya,

untuk

dapat melakukan

perilaku

guna

mencapai

tujuan

yang

telah ditetapkan dalam menyediakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan publik.
Organisasi publik
anggota

tidak

mencari

benefit

tetapi

sebaliknya

bertujuan

mensejahterakan

atau masyarakat yang dilayaninya. Dituntut kemampuan yang tinggi dari seorang

pemimpin, berbagai faktor pendukung diperlukan seorang pemimpin agar sukses dalam
melaksanakan layanan public yaitu faktor kesehatan jasmani dan rohani, faktor kemampuan
berpikir konseptual, kemampuan hubungan sosial, dan kemampuan teknis. Dalam enam
kepemimpinan di Indonesia bangsa ini dapat mempelajari dan menjadikan panutan tentang
kepemimpinan yang mana cocok diterapkan dinegara ini, apakah melakukan “mixscanning”
meminjam

istilah

Exzioni

mencampur

dari

hal

positif

masing-masing kepemimpinan

atau budaya Indonesia yang pada akhirnya harus menghasilkan kepemimpinan yang mampu
melaksanakan pelayanan bagi publik Indonesi, yaitu pemimpin yang memiliki kemampuan:

melihat kondisi sosial, ekonomi politik dan budaya, meramu hiterogenitas baik potensi budaya,
ekonomi dan politik dalam ranah negara kesatuan, Mampu menjaga persatuan dan kesatuan,
menanamkan konsep cinta tanah air, menjaga keutuhan wilayah Indonesia dan mengatasi
berbagai persoalan di negara ini.
Daftar Pustaka
Bastian, Indra, 2006. Akuntansi Sektor Publik. Erlangga. Jakarta
Conger, Jay A. And Ronald E. Riggio, 2007.The Practice of Leadership Developing the Next
Generation

of

Leaders 7

by

Jossey-Bass

Inc.,

Publishers,

350

Sansome

Street,

San
Francisco, California 94104.
Fitria Diah Sari, dkk, 2010. Penerapan Karakteristik Kepemimpinan Yang Berkualitas Dalam
Sektor Publik Di Perusahaan Listrik Negara (Pln) , Makalah Universitas UI Jakarta.
http://www.gudangmateri.com
Kuczmarski, Susan Smith dan Thomas D. Kuczmarski. 1995. Values-Based Leadership. New
York: Prentice Hall.
Saliman, 2003. Kepemimpinan (Konsep, Pendekatan, dan Strategi). Staff.uny.ac.id
Sanapiah, Aziz,2005. Dimensi Kepemimpinan Aparatur dalam Perspektif Pelayanan Publik:
Building the Trust. www.stialan.ac.id/artikel%20 aziz.pdf
Somech, Anit. 2003. Relationships of participative Leadership with relational demography
variabels: a multi-level perspectif. Jurnal of Organizational behavior, J.Organiz
Behav.24,1003-1018
Suryadi, 2010. Kepemimpinan, Putra Media Nusantara, Surabaya.
Wren ,J. Thomas, 2007 The Challenge of Democracy. Edward Elgar Publishing Limited