MODEL PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN (1)

MODEL PEMBELAJARAN BERMAIN
PERAN
MODEL PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN
A. Abstrak
Melalui bermain peran (role playing), para peserta didik mencoba
mengeksplorasi hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya dan
mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi
perasaan, sikap, nilai, daan berbagai strategi pemecahan masalah. Sebagai suatu model
pembelajaran, bermain peran berakar pada dimensi pribadi dan social. Dari dimensi pribadi
model ini berusaha membantu peserta didik menemukan makna dari lingkungan social yang
bermanfaat bagi dirinya. Juga melalui model ini para peserta didik diajak untuk belajar
memecahkan masalah pribadi yang sedang dihadapinya dengan bantuan kelompok social
yang beranggotakan teman-teman sekelas. Dari dimensi social, model ini memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dalam menganalisis situasi social,
terutama masalah yang menyangkut hubungan antar pribadi peserta didik. Pemecahan
masalah dilakukan secara demokratis. Dengan demikian melalui model ini peserta didik juga
dilatih untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis.
Pembelajaran partisipatif merupakan fenomena yang sedang tumbuh dalam
pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Setiap jenis
pembelajaran menggunakan metode dan teknik yang disesuaikan dengan faktor-faktor yang
ada disekelilingnya. Agar pembelajaran partisipatif berjalan efisien dan efektif mencapai

sasarannya, maka diperlukan metode dan teknik-teknik pembelajaran partisipatif.
B. Pendahuluan
Dalam pembelajaran guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai
masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan
social. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui
diskusi kelas, Tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri.
Guru yang kreatif senantiasa mencari pendekatan baru dalam memecahkan masalah, tidak
terpaku pada cara tertentu yang monoton, melainkan memilih variasi lain yang sesuai.
Bermain peran merupakan salah satu alternative yang dapat ditempuh. Hasil penelitian dan
percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa bermain peran merupakan
salah satu model yang dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal ini,
bermain peran diarahkan pada pemecahan masalah yang menyangkut hubungan antar
manusia,
terutama
yang
menyangkut
kehidupan
peserta
didik.
Manusia merupakan makhluk social dan individual, yang dalam hidupnya senantiasa

berhadapan dengan manusia lain atau situasi di sekelilingnya. Mereka berinteraksi,
berinterdepedensi dan pengaruh mempengaruhi. Sebagai individu manusia memiliki pola
yang unik dalam berhubungan dengan manusia lain. Ia memiliki rasa senang, tidak senang,
percaya, curiga, dan ragu terhadap orang lain. Namun perasaan tersebut diarahkan juga pada
dirinya. Perasaan dan sikap terhadap orang lain dan dirinya itu mempengaruhi pola respon
individu terhadap individu lain atau situasi di luar dirinya. Karena senang dan penasaran ia

cenderung mendekat. Karena tidak senang dan curiga ia cenderung menjauh. Manipestasi
tersebut disebut peran.
Peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan tindakan,
sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh individu terhadap individu lain.
Peran yang dimainkan individu dalam hidupnya dipengaruhi oleh persepsi individu terhadap
dirinya dan terhadap orang lain. Oleh sebab itu, untuk dapat berperan dengan baik, diperlukan
pemahaman terhadap peran pribadi dan orang lain. Pemahaman tersebut tidak terbatas pada
tindakan, tetapi pada factor penentunya, yakni perasaan, persepsi dan sikap. Bermain peran
berusaha membantu individu untuk memahami perannya sendiri dan peran yang dimainkan
orang lain sambil mengerti perasaan, sikap dan nilai yang mendasarinya.
Bermain peran dalam pembelajaran merupakan usaha untuk memecahkan masalah melalui
peragaan, serta langkah-langkah identifikasi masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi. Untuk
kepentingan tersebut, sejumlah peserta didik bertindak sebagai pemeran dan yang lainnya

sebagai pengamat. Seorang pemeran harus mampu menghayati peran yang dimainkannya.
Melalui peran, peserta didik berinteraksi dengan orang lain yang juga membawakan peran
tertentu sesuai dengan tema yang dipilih.
Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih sikap empati,
simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran lainnya. Pemeranan tenggelam dalam peran
yang dimainkannya sedangkan pengamat melibatkan dirinya secara emosional dan berusaha
mengidentifikasikan perasaan dengan perasaan yang tengah bergejolak dan menguasai
pemeranan.
Pada pembelajaran bermain peran, pemeranan tidak dilakukan secara tuntas sampai
masalah dapat dipecahkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengundang rasa kepenasaran peserta
didik yang menjadi pengamat agar turut aktif mendiskusikan dan mencari jalan ke luar.
Dengan demikian, diskusi setelah bermain peran akan berlangsung hidup dan menggairahkan
peserta didik.
Hakekat pembelajaran bermain peran terletak pada keterlibatan emosional pemeran
dan pengamat dalam situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Melalui bermain peran
dalam pembelajaran, diharapkan para peserta didik dapat (1) mengeksplorasi perasaannya;
(2) memperoleh wawasan tentang sikap, nilai, dan persepsinya; (3) mengembangkan
keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi; dan (4) mengeksplorasi
inti permasalahan yang diperankan melalui berbagai cara.
Pembelajaran partisipatif memiliki prinsip tersendiri dalam kegiatan belajar dan

kegiatan pembelajaran. Prinsip dalam kegiatan belajar adalah bahwa peserta didik memiliki
kebutuhan belajar, memahami teknik belajar, dan berperilaku belajar. Prinsip dalam kegiatan
membelajarkan bahwa pendidik menguasai metode dan teknik pembelajaran, memaham
materi atau bahan belajar yang cocok dengan kebutuhan belajar, dan berperilaku
membelajarkan peserta didik. Prinsip-prinsip tersebut dijabarkan dalam langkah operasional
kegiatan pembelajaran, sebagai wujud interaksi dukasi antara pendidik dengan peserta didik
dan/atau antar peserta didik. Pendidik berperan untuk memotivasi, menunjukkan, dan
membimbing peserta didik supaya peserta didik melakukan kegiatan belajar. Seangkan
peserta didik berperan untuk mempelajari, mempelajari kembali, memecahkan masalah guna
meningkatkan taraf hidup dengan berpikir dan berbuat di dalam dan terhadap dunia
kehidupannya.

Penerapan pembelajaran partisipatif mensyaratkan tersedianya berbagai metode dan
teknik pembelajaran yang cocok untuk itu. Metode pembelajaran adalah kegiatan atau cara
umum penggolongan peserta didik, sedangkan teknik pembelajaran adalah langkah atau cara
khusus yang digunakan pendidik dalam masing-masing metode pembelajaran. Metode yang
dapat digunakan dalam pembelajaran partisipatif ternyata bermacam ragam, yang dapat
digolongkan ke dalam tiga kategori yaitu metode pembelajaran perorangan (individual
methods), metode pembelajaran kelompok (group methods), dan metode pembelajaran missal
atau pembangunan masyarakat (community methods) (Verne dan Knowles, 1977:13).

Teknik-teknik pembelajaran partisipatif, berdasarkan pengelompokan metode, beraneka
ragam pula. Dalam metode pembelajaran perorangan dikenal teknik pembelajaran yaitu
tutorial, bimbingan perorangan, pembelajaran individual, magang, sorogan. Dalam metode
pembelajaran kelompok terdapat teknik diskusi, demontrasi, simulasi, kerja kelompok, situasi
hiptetis, pemecaham masalah kritis, bermain peran dan sebagainya. Ke dalam metode
pembelajaran masal atau pembangunan masyarakat, termasuk teknik kontak social, ‘’paksaan
sosial’’ (social pressure), demontrasi proses dan/atau demontrasi hasil, aksi partisipasi.
Teknik-teknik pembelajaran dalam setiap metode itu tidak dapat dipisahkan secara mutlak,
karena suatu teknik dapat pula digunakan dalam metode yang berbeda, seperti metode
demonstrasi yang digunakan dalam metode pembelajaran kelompok dapat digunakan pula
dalam metode pembelajaran missal/pembangunan masyarakat atau dalam metode
pembelajaran
perorangan.
B.
Pembahasan
1. Model Bermain Peran
Menurut Dr. E. Mulyasa, M.Pd. (2004:141) terdapat empat asumsi yang mendasari
pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai social, yang
kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut
sebagai

berikut:
a. Secara implicit bermain peran mendukung sustau situasi belajar berdasarkan pengalaman
dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi ‘’di sini pada saat ini’’. Model ini percaya
bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai situasi
kehidupan nyata. Tewrhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta
didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain.
b. Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan
perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan
perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis
bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat
perbedaan penekanan antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan psikodrama.
Bermain peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan
dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran;
sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah yang
paling utama. Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan
daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran keduanya memegang
peranan
yang
sangat
penting

dalam
pembelajaran.
c. Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar

untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari
orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang
diperankan. Denagn demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain
tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar
dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat
dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab itu, model mengajar
ini berusaha mengurangi peran guru yang teralu mendominasi pembelajaran dalam
pendekatan tradisional. Model bermain peran mendorong peserta didik untuk turut aktif
dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara
mengenai
masalah
yang
sedang
dihadapi.
d. Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap,

nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi
pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para pserta didik dapat menguji sikap dan
nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu
dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai
sikap dan nilai yang dimilikinya.
Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan bermain
peran sebagaimodel pembelajaran, yakni (1) kualitas pemeranan, (2) analisis
dalam diskusi, (3) pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan
dengan
situasi
kehidupan
nyata.
Menurut Shaftel (1967) mengemukakan sembilan tahap bermain peran yang dapat dijadikan
pedoman dalam pembelajaran: (1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik, (2)
memilih partisipan/peran, (3) menyusun tahap-tahap peran, (4) menyiapkan pengamat, (5)
pemeranan, (6) diskusi dan evaluasi, (7) pemeranan ulang, (8) diskusi dan evaluasi tahap dua,
(9) membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan. Kesembilan tahap tersebut dijelaskan
sebagai berikut.
Menghangatkan suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta didik terhadap
masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi

masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta
menjelaskan peran yang akan dimainkan. Masalah dapat diangkat dari kehidupan peserta
didik, agar dapat merasakan masalah itu hadir dihadapan mereka, dan memiliki hasrat untuk
mengetahui bagaimana masalah yang hangat dan actual, langsung menyangkut kehidupan
peserta didik, menarik dan merangsang rasa ingin tahu peserta didik, serta memungkinkan
berbagai alternative pemecahan. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi
peserta didik agar tertarik pada masalah karena itu tahap ini sangat penting dalam bermain
peran dan paling menentukan keberhasilan. Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik
menaruh
minat
dan
memperhatikan
masalah
yang
diajukan
guru.
Memilih peran dalam pembelajaran, tahap ini peserta didik dan guru mendeskripsikan
berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa
yang harus mereka kerjakan, kemudian para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela
untuk menjadi pemeran. Jika para peserta didik tidak menyambut tawaran tersebut, guru

dapat menunjuk salah seorang peserta didik yang pantas dan mampu memerankan posisi
tertentu.

Menyususn tahap-tahap baru, pada tahap ini para pemeran menyusun garis-garis besar
adegan yang akan dimainkan. Dalam hal ini, tidak perlu ada dialog khusus karena para
peserta didik dituntut untuk bertindak dan berbicara secara spontan. Guru membantu peserta
didik menyiapkan adegan-adegan dengan mengajukan pertanyaan, misalnya di mana
pemeranan dilakukan, apakah tempat sudah dipersiapkan, dan sebagainya. Persiapan ini
penting untuk menciptakan suasana yang menyenangkan bagi seluruh peserta didik, dan
mereka siap untuk memainkannya.
Menyiapkan pengamat, sebaiknya pengamat dipersiapkan secara matang dan terlibat
dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik turut mengalami dan menghayati
peran yang dimainkan dan aktif mendiskusikannya. Menurut Sharfel dan Shaftel (1967), agar
pengamat turut terlibat, mereka perlu diberi tugas. Misalnya menilai apakah peran yang
dimainkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya? Bagaimana keefektifan perilaku yang
ditunjukkan pemeran? Apakah pemeran dapat menghayati peran yang dimainkan?
Tahap pemeranan, pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi secara spontan, sesuai
dengan peran masing-masing. Merka berusaha memainkan setiap peran seperti benar-benar
dialaminya. Mungkin proses bermain peran tidak berjalan mulus karena para peserta didik
ragu dengan apa yang harus dikatakan akan ditunjukkan. Shaftel dan Shfatel (1967)

mengemukakan bahwa pemeranan cukup dilakukan secara singkat, sesuai tingkat kesulitan
dan kompleksitas masalah yang diperankan serta jumlah peserta didik yang dilibatkan, tak
perlu memakan waktu yang terlalu lama. Pemeranan dapat berhenti apabila para peserta didik
telah merasa cukup, dan apa yang seharusnya mereka perankan telah dicoba lakukan.
Adakalanya para peserta didik keasyikan bermain peran sehingga tanpa disadari telah
mamakan waktu yang terlampau lama. Dalam hal ini guru perlu menilai kapan bermain peran
dihentikan. Sebaliknya pemeranan dihentikan pada saat terjadinya pertentangan agar
memancing permasalahan untuk didiskusikan.
Diskusi dan evaluasi pembelajaran, diskusi akan mudah dimulai jika pemeran dan
pengamat telah terlibat dalam bermain peran, baik secara emosional maupun secara
intelektual. Dengan melontarkan sebuah pertanyaan, para peserta didik akan segera
terpancing untuk diskusi. Diskusi mungkin dimulai dengan tafsirkan mengenai baik tidaknya
peran yang dimainkan selanjutnya mengarah pada analisis terhadap peran yang ditampilkan,
apakah cukup tepat untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Pemeranan ulang,
dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi mengenai alternative pemeranan. Mungkin
ada perubahan peran watak yang dituntut. Perubahan ini memungkinkan adanya
perkembangan baru dalam upaya pemecahan masalah. Setiap perubahan peran akan
mempengaruhi peran lainnya.
Diskusi dan evaluasi tahap dua, diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama seperti pada
tahap enam, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil pemeranan ulang, dan pemecahan
masalah pada tahap ini mungkin sudah lebih jelas. Para peserta didik menyetujui cara tertentu
untuk memecahkan masalah, meskipun dimungkinkan adanya peserta didik yang belum
menyetujuinya. Kesepakatan bulat tidak perlu dicapai karena tidak ada cara yang pasti dalam
menghadapi masalah kehidupan.

Membagi pengalaman dan pengambilan kesimpulan, tahap ini tidak harus
menghasilkan generalisasi secara langsung karena tujuan utama bermain peran ialah
membantu para peserta didik untuk memperoleh pengalaman berharga dalam hidupnya
melalui kegiatan interaksional dengan temannya. Mareka bercermin pada orang lain untuk
lebih memahami dirinya. Hal ini mengandung implikasi bahwa yang paling penting dalam
bermain peran ialah terjadinya saling tukar pengalaman. Proses ini mewarnai seluruh
kegiatan bermain peran, yang ditegaskan lagi pada tahap akhir. Pada tahap ini para peserta
didik saling mengemukakan pengalaman hidupnya dalam berhadapan dengan orang tua, guru,
teman dan sebagainya. Semua pengalaman peserta didik dapat diungkap atau muncul secara
spontan.
Model pembelajaran Bermain Peran merupakan pembelajaran terakhir pada
model pembelajaran Berbicara. Dengan demikian maka dikandung pengertian bahwa
model pembelajaran ini sebagai tataran tertinggi dalam model pembelajaran Berbicara.
Jika dalam model pembelajaran berbicara sebelumnya masih terdapat campur tangan guru,
maka dalam Bermain Peran ini sudah hampir 100% murni dari inisiatif, spontanitas dan
pemikiran peserta didik. Dalam praktiknya Bermain Peran ini menyerupai sandiwara atau
drama, hanya saja dalam bentuk yang lebih kecil/sederhana. Maka peserta didik akan
memperoleh peran dan teks dialog yang harus dihafalkan untuk ditampilkan di depan kelas
nanti.
Salah satu contoh langkah-langkah pembelajarannya, sebagai berikut :
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok beranggotakan 3-4 siswa.
3. Guru menyiapkan skenario/naskah dengan tema cerita yang menarik.
4. Ketua kelompok membagi peran masing-masing sesuai yang terdapat dalam scenario.
Guru pun dapat memegang salah satu peran apabila dirasakan memang perlu.
5. Tiap-tiap pemain menghapalkan dialog dalam scenario.
6. Guru menunjuk salah satu kelompok yang sudah benar-benar siap untuk menampilkan
naskah pementasan.
7. Demikian seterusnya sampai seluruh kelompok tampil.
8. Evaluasi, meliputi lafal,intonasi,ekspresi, penghayatan dan penampilan.
9. Kesimpulan.
Kemampuan membuat desain pembelajaran merupakan fokus kompetensi yang harus
Bapak/Ibu kuasai sebagai seorang guru yang benar-benar profesional. Alasannya,
kemampuan mendesain pembelajaran sangat berkaitan langsung dengan pelaksanaan tugas
Bapak/Ibu di lapangan sebagai pemegang kendali proses pembelajaran yang berlangsung di
dalam kelas.
Tidak ada metode pembelajaran Berbicara yang sempurna, maka seorang Guru dituntut
untuk mampu memilah dan memilih serta menentukan media dan metode yang paling relevan
dengan tujuan dan situasi yang dihadapinya di kelas
Kita ingin mengenalkan tentang Ikan (jenis, bagaimana ikan bisa terhidang di meja makan,
kandungan gizi,profesi halal). Layout tempat bermain peran ini bisa diatur sedemikian rupa
menjadi beberapa tempat yang berfungsi sebagai rumah, pasar, pantai, jangan lupa selalu

sediakan space untuk masjid. Sediakan peralatan yang mendukung, tentu saja boleh buatan
sendiri misal pancing-pancingan, jala-jalaan, kotak dijadikan sebagai timbangan. Harus ada
uang mainan (tanamkan konsep bahwa agar ikannya halal untuk dimakan harus dibeli
menggunakan uang) Kenalkan proses distribusi mulai dari ikan ditangkap nelayan, dijual ke
pasar ikan, dibeli oleh pembeli dan dimasak oleh ibu (secara tidak langsung mengenalkan
profesi halal). Saat makan, informasikan kandungan gizi apa saja yang ada dalam ikan. Untuk
menuansakan agama, selalu diupayakan ada adzan di sela-sela mereka bermain, tidak lain
membiasakan anak untuk berhenti bermain, melaksanakan sholat berjamaah, sesudah itu
boleh meneruskan bermain. Pasang tulisan informasi jenis ikan (misal di kotak tempat ikan di
pasar), nama tempat (masjid, pasar ikan, rumah keluarga Amir). Kalo unsur berhitung, bisa
saat menghitung ikan yang ditangkap atau yang dibeli.tentu saja semua informasi dikenalkan
melalui percakapan antar pemain.