ORASI PENGUKUHAN PROFESOR RISET BIDANG G

ISBN: O RASI P ENGUKUHAN P ROFESOR R ISET B IDANG G EOLOGI D AN G EOFISIKA GEOKIMIA BATUAN SEBAGAI JENDELA PROSES GEOLOGI MASA LALU DAN LENTERA PEMANDU PENEMUAN ENDAPAN LOGAM

O LEH :

I SKANDAR Z ULKARNAIN L EMBAGA I LMU P ENGETAHUAN I NDONESIA

J AKARTA , 21 A GUSTUS 2013

GEOKIMIA BATUAN SEBAGAI JENDELA PROSES GEOLOGI MASA LALU DAN LENTERA PEMANDU PENEMUAN ENDAPAN LOGAM

ISBN: O RASI P ENGUKUHAN P ROFESOR R ISET B IDANG G EOLOGI D AN G EOFISIKA GEOKIMIA BATUAN SEBAGAI JENDELA PROSES GEOLOGI MASA LALU DAN LENTERA PEMANDU PENEMUAN ENDAPAN LOGAM

O LEH :

I SKANDAR Z ULKARNAIN L EMBAGA I LMU P ENGETAHUAN I NDONESIA

J AKARTA , 21 A GUSTUS 2013

© 2013 Indonesian Institute of Sciences - LIPI Pusat Penelitian Geoteknologi

Katalog dalam Terbitan

Geokimia Batuan sebagai Jendela Proses Geologi Masa Lalu dan Lentera Pemandu Penemuan Endapan Logam. Orasi Pengukuhan Profesor Riset/Iskandar Zulkarnain – Jakarta: LIPI Press, 2013

xiii + 63 ; 14,5 x 20,2 cm

ISBN 978-979-799- 1. Geokimia Batuan

2. Lingkungan Tektonik 3. Endapan Logam

551.2

Copyeditor : Layouter

: Cover Design :

Diterbitkan oleh: LIPI Press, anggota Ikapi Jl. Gondangdia Lama 39, Menteng, Jakarta 10350 Telp. (021) 314 0228, 314 6942. Fax. (021) 314 4591 E-mail: bmrlipi@centrin.net.id

lipipress@centrin.net.id press@mail.lipi.go.id

“Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi dan di dalam pergantian siang dan malam, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berfikir” (Qur’an: 3; 190)

Untuk

Ayahanda Mampir Loebis dan Ibunda Nurbaya

Isteriku Eliza Mery

Anak-anakku Brian, Sarah dan Bram

RIWAYAT HIDUP

Iskandar

Zulkarnain dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat, pada tanggal 14 April 1959, sebagai putra tunggal dari pasangan almarhum Bapak Mampir Loebis (wafat tahun 2002) dan Ibu Nurbaya

Nasution, yang keduanya

berasal

Kenagarian Simpang Tonang, Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Menikah dengan Eliza Mery, pada tanggal 26 Juli 1981 dan dikaruniai dua orang putra dan satu orang putri, yakni: Brian Zagala Zulkarnain, Sarah Fitria Zulkarnain dan Bram Agusta Zulkarnain.

dari

Jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan Menengah Pertama ditempuhnya di Kota Padang dan setelah menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Don Bosko di Kota Padang pada tahun 1979, ia melanjutkan pendidikannya di Jurusan Geologi, Institut Teknologi Bandung (ITB) dan memperoleh gelar Insinyur Geologi pada Maret 1985. Menjadi peneliti adalah alasan utamanya ketika memilih bergabung dengan Lembaga Geologi dan Pertambangan Nasional (LGPN) LIPI pada bulan April tahun 1985. Setahun kemudian, ia melanjutkan studinya ke Jerman dengan beasiswa dari Pemerintah Indonesia dalam Program Overseas Fellowship Program (OFP) dan berhasil meraih gelar Doktor reralium naturalium (Dr. rer. nat.) di bidang mineralogi dari Johannes Guetenberg Universitaet di kota Mainz, pada tahun 1991. Kompetensi mineralogi inilah yang kemudian menjadi dasar kiprahnya dalam bidang geokimia batuan yang menyatu dengan disiplin ilmu petrologi yang difokuskannya pada proses mineralisasi dan lingkungan tektonik.

Sepulang dari Jerman pada tahun 1991, ia terlibat dalam berbagai penelitian dan tugas-tugas struktural di LGPN, institusi yang kemudian berubah nama menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Geoteknologi

LIPI pada tahun 1986 dan menjadi Pusat Penelitian (Puslit) Geoteknologi LIPI sejak tahun 2001. Puslit ini pernah dipimpinnya dari tahun 2006 hingga 2011, sebelum ia kemudian diangkat menjadi Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI sejak bulan April 2011.

Sejumlah kerjasama penelitian dilakoninya dengan institusi riset dan universitas di Jepang (Geological Survey of Japan dan Kyoto University) dalam bidang tektonik dan magmatik, termasuk dengan CSIRO, Australia, dalam melakukan eksplorasi potensi mineralisasi bawah laut di Laut Sulawesi dan Selat Sunda. Semua itu merupakan upayanya dalam menerapkan prinsip-prinsip geokimia batuan untuk mengembangkan konsep eksplorasi mineral logam dan pemahaman tektonik. Upaya tersebut dilakukannya lebih intensif dan terfokus, terutama sejak tahun 2003 dengan melakukan penelitian yang terus menerus terhadap batuan-batuan volkanik di Pulau Sumatera, mulai dari Provinsi Lampung hingga ke wilayah sekitar Danau Toba di Sumatera Utara.

Sebagai peneliti bidang geokimia batuan yang masih tergolong jarang, ia juga sering diminta untuk membimbing mahasiswa S1 dan S2 serta menjadi penguji dalam sidang disertasi mahasiswa S3 di Institut Teknologi Bandung. Di samping itu, sejak tahun 2003, ia juga terlibat dalam penelitian Kompetitif LIPI tentang konflik di kawasan pertambangan, sebagai koordinator. Kiprahnya dalam kegiatan ini telah membangun jejaring yang luas dengan

pemangku kepentingan terkait, seperti perusahaan pertambangan, Masyarakat Pertambangan Indonesia, Pemerintah Daerah serta Kementerian yang terkait.

Selama karirnya, sekitar 97 publikasi telah dihasilkan, baik yang ditulis sendiri maupun bersama orang lainnya dan 36 diantaranya ditulis dalam bahasa Inggeris.

O RASI P ENGUKUHAN P ROFESOR R ISET B IDANG G EOLOGI D AN G EOFISIKA

P RAKATA P ENGUKUHAN Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh,

Salam sejahtera untuk kita semua, Selamat siang,

Yang terhormat, Ketua Majelis Pengukuhan Profesor Riset Sekretaris dan Para Anggota Majelis Pengukuhan Profesor Riset, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Wakil Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Sekretaris Utama dan Para Deputi di lingkungan LIPI Para Kepala Pusat, Kepala Biro dan Pejabat lainnya, Rekan-rekan Peneliti, Para Undangan dan Hadirin sekalian yang saya muliakan,

Marilah kita bersama memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt., yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua sehingga pada saat ini, kita dapat berkumpul di tempat ini, dalam rangka melaksanakan Orasi Pengukuhan Profesor Riset. Pada kesempatan yang berbahagia ini, perkenankanlah saya untuk menyampaikan pidato orasi saya yang berjudul:

Geokimia Batuan sebagai Jendela Proses Geologi Masa Lalu dan Lentera Pemandu Penemuan Endapan Logam

I. PENDAHULUAN

Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan hadirin yang saya hormati,

Bumi adalah salah satu dari delapan planet yang membentuk tata surya Bimasakti ( sebelumnya, Pluto dianggap sebagai planet ke sembilan dalam tata surya ini ) yang telah berumur lebih dari 4.3 milyar tahun berdasarkan

pengukuran pada batuan tertua di bumi. 1 Dengan usia yang sudah sedemikian tua, dapat dipastikan bahwa bumi telah

mengalami berbagai proses geologi yang rumit dan kompleks selaras dengan dinamika alami yang terus berlangsung.

Walaupun di permukaannya, bumi dapat dibedakan hanya menjadi daratan dan lautan, namun sesungguhnya bumi memiliki dimensi fisika dan kimia yang cukup kompleks, baik dalam hal komposisi kimia dari bagian-bagian pembentuknya, maupun dari struktur dan proses-proses dinamis yang terjadi dan mempengaruhinya sejak ratusan juta tahun yang lalu.

Permukaan bumi tidak dibentuk oleh sebuah lempeng batuan tunggal yang mendasari lautan dan benua, melainkan terdiri dari banyak lempeng-lempeng yang

saling berinteraksi satu sama lain. 2 Berdasarkan komposisi unsur-unsur pembentuknya, maka lempeng-lempeng

tersebut dibedakan menjadi dua jenis, yakni lempeng benua atau disebut juga kerak benua (continental crust) yang memiliki densitas lebih rendah dan lempeng samudera atau kerak samudera (oceanic crust) yang mempunyai rapat

massa yang lebih besar (Gambar 1). 3 Kedua jenis lempeng tersebut yang merupakan bagian terluar dari kerak bumi,

disebut kulitbumi (lithosphere).

Kerak-kerak bumi tersebut mengambang di atas material silikat cair bertemperatur tinggi yang naik dari batas antara inti bumi (core) dan selubung/mantel bumi (mantle) yang dikenal dengan zona Core Mantle Boundary (CMB) (Gambar 2). Cairan silikat sangat panas dengan luas dimensi bagian atasnya mencapai ratusan kilometer dan bagian bawahnya berbentuk ekor yang mengecil tersebut (hingga hanya beberapa kilometer) dikenal sebagai

superplumes. 4,5,6 Di bawah lempeng Pasifik Selatan ditemukan adanya wilayah yang sangat luas dengan

kecepatan gelombang seismik yang rendah, sementara itu di bawah lempeng Asia terdapat wilayah yang luas dengan

kecepatan gelombang seismik yang tinggi. 7 Gejala yang pertama mengindikasikan adanya material mantel bumi

yang naik ke atas (hot superplumes), sedangkan fenomena kedua menunjukkan adanya material mantel yang tengah

tenggelam (cold superplumes). 5 Interaksi antar lempeng-lempeng bumi tersebut akan terjadi

dalam tiga pola yang berbeda, yakni mereka akan saling menjauh, saling bertumbukan dan/atau saling bergesekan (Gambar 3). Interaksi antar lempeng tersebut akan menghasilkan tatanan geologi yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain. Indonesia adalah salah satu contoh unik tempat empat lempeng saling bertumbukan. Di utara terdapat lempeng Eurasia, dari selatan lempeng India- Australia bergerak ke utara dan dari sebelah timur lempeng Pasifik dan lempeng Filipina bergerak ke arah barat. Tumbukan yang telah berjalan jutaan tahun tersebut menghasilkan deformasi kerakbumi yang dimanifestasikan dalam berbagai fenomena geologi seperti untaian gunungapi dan kegiatan magmatik, struktur patahan, gerak- gerak vertikal dan horizontal hingga gempabumi.

Deformasi kerak bumi yang terjadi akan terekam dalam formasi geologi yang terbentuk. Rekam jejak proses-proses geologi yang dialami oleh suatu wilayah di permukaan bumi, akan tersimpan di dalam pola komposisi kimia batuan gunung api maupun batuan magmatik lainnya yang terbentuk pada lingkungan tersebut. Pola geokimia batuan magmatik yang terbentuk pada zona penunjaman antar kerak samudera (Island-arc) akan berbeda dengan pola geokimia batuan yang terbentuk pada zona penunjaman antara kerak samudera dengan kerak benua (Active Continental Margin/ACM). Dengan demikian, peran pendekatan geokimia batuan ini tak ubahnya seperti jendela untuk melihat proses-proses geologi masa lalu yang pernah terjadi di suatu wilayah.

Di samping merekam jejak proses-proses geologi yang pernah terjadi, pola geokimia batuan magmatik juga mengandung indikator-indikator yang dapat digunakan sebagai pemandu untuk menemukan cadangan atau endapan mineral-mineral logam yang bernilai ekonomis, seperti emas, perak dan logam dasar (tembaga, besi, Zn, mangan, timbal).

Dalam orasi ini akan diuraikan bagaimana penggunaan data-data geokimia batuan magmatik di Pulau Sumatera telah memberikan bukti dan pemahaman baru tentang sejarah geologi dan proses-proses geologi masa lalu yang terjadi pada pulau tersebut. Bukti-bukti dan pemahaman ini memberikan koreksi terhadap pemahaman geologi Pulau Sumatera yang masih diyakini sampai saat ini.

Selain itu, pola konsentrasi unsur jejak terpilih (selected Trace Elements) dan unsur jarang (Rare Earth Elements/REE) dari batuan magmatik yang berasosiasi Selain itu, pola konsentrasi unsur jejak terpilih (selected Trace Elements) dan unsur jarang (Rare Earth Elements/REE) dari batuan magmatik yang berasosiasi

II. MENGENAL PRINSIP-­‐PRINSIP GEOKIMIA BATUAN

Majelis Pengukuhan dan hadirin yang berbahagia, Geokimia batuan adalah sebuah pendekatan yang banyak

digunakan untuk mengetahui jenis suatu batuan, proses serta lingkungan pembentukannya berdasarkan komposisi unsur-unsur kimia yang dimiliki batuan tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan pola geokimianya akan dapat diketahui apa jenis batuan tersebut, pada lingkungan bagaimana batuan tersebut terbentuk dan proses apa saja yang pernah terjadi pada saat pembentukannya. Dalam konteks ini, akan diuraikan terlebih dahulu secara garis besar tentang unsur-unsur yang diacu dalam geokimia batuan serta prinsip-prinsip penggunaannya.

2.1. Unsur-unsur Pembentuk Batuan

Dalam perspektif geologi, batuan yang paling banyak tersingkap di permukaan bumi dibedakan atas tiga jenis batuan, yakni batuan beku (batuan magmatik), batuan sedimen dan batuan malihan atau batuan metamorfosis. Namun demikian, sebenarnya batuan asal atau sumber dari semua batuan tersebut adalah batuan beku yang terbentuk dari proses pembekuan magma, baik ketika ia membeku di dalam ataupun di permukaan bumi.

Sedangkan batuan sedimen dan batuan malihan adalah batuan-batuan yang berasal dari batuan beku yang karena

proses-proses eksogen (pelapukan, dekomposisi, transportasi oleh air atau angin, kenaikan temperatur dan tekanan) kemudian berubah menjadi batuan lain dengan komposisi mineral dan struktur yang berbeda dengan batuan beku asalnya. Oleh karena itu, pendekatan geokimia batuan selalu berbasis pada komposisi kimia batuan beku, walaupun kemudian bisa dikembangkan penggunaannya pada kedua jenis batuan lainnya. Pembahasan tentang geokimia batuan selanjutnya hanya dibatasi pada batuan beku.

Komposisi kimia batuan pada umumnya ditentukan oleh konsentrasi unsur-unsur utama (Major Elements), unsur jejak (Trace Elements) dan unsur jarang (Rare Earth Elements/REE).

Unsur-unsur utama yang terdapat dalam jumlah besar di dalam suatu batuan, umumnya diwakili oleh SiO 2 , TiO 2 , Al 2 O 3 , Fe 2 O 3 , FeO, MnO, MgO, CaO, Na 2 O, K 2 O dan P 2 O 5 . Selain unsur-unsur tersebut, konsentrasi Lost on Ignition (LoI) yang merupakan jumlah unsur- unsur yang menguap ketika sampel batuan itu

dipanaskan sampai 600 o

C, juga turut disertakan dalam analisis unsur-unsur utama.

Sementara itu, unsur-unsur jejak adalah unsur-unsur yang terdapat dalam kuantitas yang sedikit dan terdiri dari banyak unsur, antara lain: Sc, Be, V, Ba, Sr, Y, Zr, Cr, Co, Ni, Cu, Zn, Ga, Ge, As, Rb, Nb, Ag, Mo, In, Sn, Sb, Cs, Hf, Ta, W, Tl, Pb, Bi, Th dan U. Sedangkan yang digolongkan sebagai unsur REE terdiri dari La,

Ce, Pr, Nd, Sm, Eu, Gd, Tb, Dy, Ho, Er, Tm, Yb dan Lu.

Secara teoritis, unsur utama umumnya digunakan untuk menentukan jenis batuan dalam suatu diagram klasifikasi. Karena kehadirannya yang berlimpah dalam batuan, maka pola yang ditunjukkannya tidak dapat secara spesifik menunjukkan lingkungan asal tempat ia terbentuk. Sebaliknya, unsur jejak dan REE terdapat dalam jumlah yang sangat terbatas dan sifatnya yang lebih immobile menyebabkan pola geokimia yang ditunjukkannya ( pola geokimia adalah pola grafis yang ditunjukkan oleh variasi konsentrasi unsur-unsur terpilih di dalam suatu batuan yang ditampilkan dalam diagram garis ) tidak mudah berubah dari pola asalnya walaupun berbagai proses geologi telah mempengaruhinya. Dengan demikian pola-pola geokimia tersebut

akan memberikan pola tertentu untuk suatu lingkungan pembentukan batuan tertentu, yang berbeda dengan pola lain yang mencerminkan lingkungan pembentukan batuan yang lain pula.

2.2. Prinsip-prinsip Geokimia Batuan

Magma yang memiliki komposisi tertentu, akan dapat menghasilkan batuan beku dengan tekstur dan struktur yang berbeda bila ia pada suatu saat membeku di dalam bumi dan pada saat yang lain di permukaan bumi. Kondisi lingkungan pembekuan yang berbeda itu, akan menghasilkan sifat fisik yang berbeda pula sehingga nama batuan yang diberikan kepadanyapun menjadi berbeda pula. Namun demikian, dalam prinsip geokimia, batuan-batuan yang memiliki rentang komposisi kimia yang sama, walaupun secara fisik dan Magma yang memiliki komposisi tertentu, akan dapat menghasilkan batuan beku dengan tekstur dan struktur yang berbeda bila ia pada suatu saat membeku di dalam bumi dan pada saat yang lain di permukaan bumi. Kondisi lingkungan pembekuan yang berbeda itu, akan menghasilkan sifat fisik yang berbeda pula sehingga nama batuan yang diberikan kepadanyapun menjadi berbeda pula. Namun demikian, dalam prinsip geokimia, batuan-batuan yang memiliki rentang komposisi kimia yang sama, walaupun secara fisik dan

rentang konsentrasi SiO 2 -nya, menjadi batuan basal (SiO 2 antara 45-52%), andesit (52-63%), dasit (63-

77%) dan riolit dengan SiO 8

2 lebih besar dari 77%. Klasifikasi ini menjadi lebih lengkap ketika terdapat sejumlah batuan yang memiliki rentang SiO 2 yang

sama tetapi berbeda dalam kandungan K 9

2 O-nya atau dalam Total Alkali-nya atau total K 8,10,11,12

2 O+Na 2 O. Berbeda dengan unsur utama, unsur jejak maupun REE

memiliki sifat yang immobile sehingga memberikan pola geokimia yang khas untuk setiap jenis batuan dengan lingkungan pembentukan batuan yang tertentu. Dengan kata lain, walaupun dua batuan memiliki

rentang SiO 2 yang sama, namun bila mereka terbentuk pada lingkungan yang berbeda, maka pola geokimia unsur jejak dan REE yang ditunjukkannya akan berbeda pula. Hal ini terjadi karena setiap lingkungan pembentukan batuan memiliki konsentrasi unsur jejak dan REE yang tertentu dan cenderung berbeda dari satu

lingkungan ke lingkungan yang lainnya. 13 Sejumlah unsur jejak seperti Rb, Sr, Ba, Y, Nb, Zr, Ta, Ce, Hf,

Sm dan Yb dapat digunakan untuk menentukan, apakah suatu batuan magmatik terbentuk pada suatu lingkungan tepian benua (continental margin), atau pada busur kepulauan (island-arc) atau pada cekungan busur belakang (back-arc basin).

Prinsip-prinsip di atas akan digunakan untuk menunjukkan, bagaimana geokimia batuan-batuan Prinsip-prinsip di atas akan digunakan untuk menunjukkan, bagaimana geokimia batuan-batuan

III. GEOKIMIA BATUAN SEBAGAI JENDELA PROSES GEOLOGI MASA LALU

Majelis Pengukuhan dan hadirin yang saya hormati, Secara regional, Pulau Sumatera bersama dengan Pulau

Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung Malaysia, Indochina, Thailand serta laut dangkal diantaranya yang dikenal dengan sebutan Sunda Shelf, merupakan daratan yang membentuk Blok Paparan Sunda (Sundaland Block). Paparan Sunda ini merupakan tepian tenggara Benua Eurasia yang dibatasi oleh zona penunjaman, tempat Lempeng Australia menunjam secara miring ke bawah

Pulau Sumatera. 14,15,16 Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera di dalamnya)

terletak pada zona konvergensi (zone of convergences) antara Lempeng India-Australia, Filipina dan Eurasia

(Gambar 17 4). Ketiga lempeng tersebut saling bertumbukan pada bagian tepinya dan zona tumbukan di

sebelah barat Pulau Sumatera adalah tempat pertemuan antara Lempeng India-Australia dengan Eurasia. Tumbukan tersebut menghasilkan zona penunjaman dan sebelah barat Pulau Sumatera adalah tempat pertemuan antara Lempeng India-Australia dengan Eurasia. Tumbukan tersebut menghasilkan zona penunjaman dan

daratan pulau. 18,19 Secara umum, Asia Timur dan Asia Tenggara (termasuk

Paparan Sunda) dibentuk oleh sejumlah blok benua (continental blocks), busur volkanik dan zona-zona pergerakan aktif (suture zones) yang merepresentasikan sisa-sisa cekungan lautan yang sudah tertutup, termasuk

cekungan busur belakang. 20,21,22,23,24,25 Pendapat di atas selaras dengan hasil penelitian Honza dan

Fujioka, 26 berdasarkan survey geologi dan geofisika di punggungan dan cekungan Daito di Cekungan Filipina

Barat, yang menyatakan bahwa sejumlah cekungan tepian benua (marginal basin) dan cekungan busur belakang (back-arc basin) telah terbentuk di Asia Tenggara sejak Zaman Kapur Akhir (sekitar 80 juta tahun yang lalu) hingga Tersier Awal (sekitar 60 juta tahun yang lalu).

Sementara itu, Tamaki dan Honza 27 menyatakan bahwa sebagian besar cekungan tepian benua di Asia Tenggara

terbentuk pada Masa Kenozoikum (sejak 70 juta tahun yang lalu).

Hubungan tersebut di atas, juga terekam dengan baik pada cekungan busur belakang dari rantai busur berumur Tersier di sepanjang bagian tengah dan baratdaya Lempeng

Pasifik. 27 Berdasarkan fakta tersebut, maka dapat dikatakan bahwa selama Masa Kenozoikum sejumlah

wilayah busur (arc regions) telah berada pada kondisi gaya regangan (tensional forces) yang menyebabkan

terbentuknya cekungan busur belakang. 26 Kondisi ini sangat kontras dengan Periode Mesozoikum (240-70 juta terbentuknya cekungan busur belakang. 26 Kondisi ini sangat kontras dengan Periode Mesozoikum (240-70 juta

kompresi/tekanan (compressional forces) yang membentuk busur-busur kepulauan. Lebih jauh, mereka menyatakan, bahwa sebagian besar busur (arcs) dan cekungan busur belakang di Asia Tenggara terbentuk dalam Zaman Tersier. Sementara itu, sejumlah busur telah mulai terbentuk pada Masa Mesozoikum Akhir, termasuk busur di Jepang, Cina Selatan, Sunda dan Papua New Guinea.

oleh

gaya-gaya

Pembentukan cekungan busur belakang di Asia Tenggara dipicu oleh peristiwa tumbukan (collision), seperti tumbukan antara Lempeng Filipina Barat dengan Busur Daito yang membentuk Cekungan Filipina Barat pada Eosen Awal, Sangihe yang menumbuk Sulawesi Barat dan membentuk Cekungan Sunda pada Miosen Awal, serta Busur Palawan Utara yang menumbuk Borneo Utara yang membuka Cekungan Sulu pada Miosen Akhir hingga

Pliosen 26 Awal. Hasil penelitian mereka juga menyimpulkan, bahwa pembukaan cekungan busur

belakang tersebut dapat diakselerasi oleh subduksi miring pada palung, dan cekungan akan terbentuk di sisi belakang dari busur, sebagai cekungan busur belakang dengan posisi relatif terhadap gerakan lempeng samudera.

Sementara itu, bila kita melihat Pulau Sumatera dalam kerangka regional, maka Pulau Sumatera diyakini oleh banyak kalangan dibentuk oleh dua komponen blok benua yang berbeda, yaitu Blok Sibumasu (Sina, Burma, Malaysia, Sumatera) yang membentuk bagian timur pulau, sedangkan bagian baratnya dibentuk oleh Blok Sumatera Barat (Gambar 6). Keduanya diinterpretasikan berasal dari Benua Gondwana, namun terpisah dari induknya pada Sementara itu, bila kita melihat Pulau Sumatera dalam kerangka regional, maka Pulau Sumatera diyakini oleh banyak kalangan dibentuk oleh dua komponen blok benua yang berbeda, yaitu Blok Sibumasu (Sina, Burma, Malaysia, Sumatera) yang membentuk bagian timur pulau, sedangkan bagian baratnya dibentuk oleh Blok Sumatera Barat (Gambar 6). Keduanya diinterpretasikan berasal dari Benua Gondwana, namun terpisah dari induknya pada

Zaman Perm Awal (sekitar 290 juta tahun yang lalu), sedangkan Blok Sumatera Barat, bersama dengan Burma Barat, Malaya Timur, Indochina dan Blok China Selatan telah terpisah dari Benua Gondwana semenjak Zaman Devon (sekitar 400-350 juta tahun yang lalu).

Berdasarkan uraian di atas, walaupun pembentukan busur kepulauan dan cekungan busur belakang telah terjadi di wilayah Asia Tenggara, namun belum ada bukti yang menyatakan bahwa busur kepulauan dan cekungan busur belakang teridentifikasi di Pulau Sumatera, sehingga sampai saat ini Pulau Sumatera masih dianggap sebagai

segmen homogen tepian Benua Eurasia. 25,28,29,30 Penelitian geokimia batuan magmatik di Pulau Sumatera

telah mulai dilakukan penulis sejak tahun 1994 di daerah Bengkulu, namun penelitian secara intensif dan terus menerus pada batuan-batuan volkanik atau gunung api di pulau ini baru dilaksanakan sejak lebih dari sembilan tahun yang lalu. Secara umum, batuan-batuan magmatik atau batuan gunung api tersebut terkonsentrasi di sisi barat pulau, di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan mulai dari Provinsi Lampung sampai ke Kabupaten Madina, Provinsi

Sumatera Utara. 31,32,33,34 Namun di sekitar danau Toba, konsentrasi batuan volkanik tersebut bergeser ke arah timur

sekitar beberapa puluh kilometer. Fenomena ini sebelumnya ditafsirkan akibat adanya patahan geser yang disebut tear fault, 35 namun penelitian geofisika tentang Investigator Fracture Zone atau IFZ 36 yang dianggap menunjam di ujung selatan kaldera Toba 37 menunjukkan bahwa patahan tersebut tidak terbukti eksistensinya. 31

Batuan-batuan volkanik yang tersebar dari Provinsi Lampung hingga ke Sumatera Utara tersebut didominasi oleh jenis andesit dengan variasi basaltik andesit dan dasit

dalam jumlah kecil. 32,33,34,35,36,37,40,41,42,43 Dominasi batuan andesit ini merupakan ciri batuan magmatik yang terbentuk

pada zona subduksi/penunjaman, karena komposisi magma yang intermediate ( magma dibedakan menjadi magma yang bersifat basa, intermediate dan asam berdasarkan pada kandungan

SiO 2 nya. Magma basa memiliki kandungan SiO 2 terendah ~45%-51%,

intermediate ~52-67% dan asam ~>67%) dihasilkan melalui magma yang terkontaminasi ketika menerobos kerak yang tertunjam dalam perjalanannya menuju ke permukaan. Hal ini selaras dengan adanya zona subduksi di sisi barat Pulau Sumatera, tempat kerak Samudera Hinda menunjam ke bawah pulau tersebut. Namun demikian, komposisi magma tersebut tidak memberikan perbedaan, apakah subduksi terjadi akibat tumbukan antara kerak samudera dengan benua ataukah antar dua kerak samudera, sehingga anggapan bahwa Pulau Sumatera adalah bagian tepi dari Benua Eurasia mendapatkan pembenaran.

Akan tetapi, analisis geokimia yang dilakukan terhadap sejumlah conto batuan atau sampel yang dikumpulkan di wilayah Lampung, Bengkulu, Painan, Pasaman dan Madina, memberikan pola-pola unsur jejak terpilih (selected Trace Elements) dan unsur-unsur jarang (Rare Earth Elements/REE) yang mengoreksi anggapan di atas. Pola-pola geokimia tersebut yang ditampilkan dalam diagram laba-laba atau spider diagram ( spider diagram adalah diagram garis yang menunjukkan hubungan konsentrasi antar unsur-

unsur jejak terpilih pada satu batuan setelah mereka dibagi terlebih dahulu dengan konsentrasi unsur itu sendiri yang terdapat dalam batuan basal dari punggung tengah samudera atau Mid-oceanic ridge basalt/MORB, yang dianggap mewakili komposisi magma asal atau unsur jejak terpilih pada satu batuan setelah mereka dibagi terlebih dahulu dengan konsentrasi unsur itu sendiri yang terdapat dalam batuan basal dari punggung tengah samudera atau Mid-oceanic ridge basalt/MORB, yang dianggap mewakili komposisi magma asal atau

(Gambar 7,8,9). 41,42,43 Pola ini menerus ke utara dan masih dikenali hingga ke wilayah Bengkulu. Namun demikian,

pola busur kepulauan ini bukan menjadi satu-satunya pola yang teridentifikasi di sisi barat Pulau Sumatera, mulai dari daerah Painan ke utara, yakni di wilayah Pasaman hingga ke Madina. Di wilayah-wilayah tersebut, batuan magmatiknya menunjukkan adanya pola cekungan busur belakang (back-arc basin), di samping pola busur

kepulauan (Gambar 10). 41,44 Kondisi ini mengindikasikan bahwa Patahan Sumatera merupakan zona subduksi purba

(paleo subduction) tempat terjadinya tumbukan antara kerak samudera dengan tepian benua Eurasia. Hal ini menempatkan zona Patahan Sumatera sebagai sebuah crustal border yang memungkinkan pergerakannya sebagai sebuah patahan geser ketika didorong oleh gaya kompresi yang berasal dari penunjaman miring dari sistem subduksi yang sekarang.

Temuan-temuan berbasis analisis geokimia di atas menunjukkan keselarasan dan sekaligus mengkonfirmasi

hasil-hasil penelitian regional oleh MetCalfe 20,21,22,23, dan

27 Honza 26 serta Honza & Fujioka yang menyatakan bahwa wilayah Asia Tenggara telah dipengaruhi oleh proses-

proses geologi masa lalu yang menghasilkan busur kepulauan dan cekungan busur belakang. Temuan-temuan tersebut juga mengungkap bahwa sejarah geologi Pulau Sumatera bukan sebuah proses sederhana yang dicirikan oleh penunjaman lempeng Samudera Hindia ke bawah

tepian Benua Eurasia semata, tetapi menyimpan sejarah rangkaian proses geologi yang kompleks dan rumit. Data tersebut merepresentasikan bahwa Pulau Sumatera dibentuk oleh dua bagian yang berbeda, yaitu bagian timur yang merupakan tepian Benua Eurasia, sedangkan bagian baratnya merupakan segmen busur kepulauan (island-arc) yang menabraknya bersama sistem subduksi yang aktif sekarang ini. Garis batas imajiner yang memisahkan dua segmen yang berbeda karakter tersebut, sepertinya berada di sepanjang zona Patahan Sumatera, sehingga mengindikasikan bahwa Patahan Sumatera tersebut adalah zona subduksi purba, tempat kerak samudera menunjam ke bawah tepian benua Eurasia, yang umurnya diperkirakan lebih tua dari Miosen. Hal ini didasarkan pada umur batuan volkanik tertua di sisi barat Pulau Sumatera yang berumur Miosen. Data tersebut juga menunjukkan bahwa segmen utara dari busur kepulauan ini menyimpan sejarah proses yang lebih kompleks karena segmen ini, di samping menunjukkan karakter busur kepulauan, ia juga pernah mengalami proses bukaan (tension) yang menyebabkan terbentuknya cekungan busur belakang (back-arc basin), sebelum cekungan tersebut kemudian tertutup karena perubahan gaya-gaya regangan regional menjadi gaya

kompresi. 30 Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan bahwa seluruh segmen bagian barat pulau ini memiliki

sejarah geologi yang sama yang dicirikan oleh pembentukan busur kepulauan dan cekungan busur belakang, akan tetapi bukti tentang pernah adanya cekungan busur belakang di bagian selatan segmen barat ini belum ditemukan.

IV. GEOKIMIA BATUAN SEBAGAI LENTERA PEMANDU PENEMUAN ENDAPAN LOGAM

Majelis Pengukuhan dan hadirin yang berbahagia, Mineral logam, di samping kayu, batu mulia dan berbagai

bahan lainnya, merupakan material yang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Walaupun kemajuan teknologi sudah mampu menghasilkan beberapa material substitusi yang dapat menggantikan peran dan fungsi mineral logam, seperti penggunaan fiber glass ataupun serat optik, namun sebagian besar peran tersebut masih belum tergantikan. Sebagai ilustrasi, peran logam timah (Sn) sebagai bahan solder pada industri elektronika, sampai sekarang masih belum tergantikan. Demikian juga dengan emas, perak, platina, tembaga dan logam-logam lainnya yang perannya dalam memenuhi kebutuhan manusia masih sangat dominan. Oleh karena itu, kegiatan eksplorasi untuk menemukan berbagai mineral logam yang dibutuhkan terus dilakukan.

Mencari dan menemukan endapan logam merupakan proses panjang yang mahal dan melelahkan, serta sangat tinggi resiko

dari http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1905429/biaya- eksplorasi-freeport-senilai-us-80-juta yang dilansir di media massa menyatakan bahwa PT Freeport akan menghabiskan dana sampai 80 juta dolar AS untuk eksplorasi sampai tahun 2041. Oleh karena itu, kegiatan eksplorasi haruslah didasarkan pada konsep yang kuat dan analisis yang tajam sehingga menjadi lebih efektif, efisien dan ekonomis serta berpeluang besar untuk menemukan endapan logam yang dicari.

kegagalannya. Data yang dikutip

Keberadaan endapan logam di alam hampir selalu ditemukan berasosiasi dengan batuan magmatik atau volkanik, karena semua unsur logam tersebut memang bersumber dari magma. Semua tambang, mulai dari yang berukuran relatif kecil (seperti Pongkor) hingga yang berukuran raksasa (seperti Chuquicamata di Chili), selalu digali dari batuan magmatik atau batuan lain yang dipengaruhi oleh proses-proses magmatik. Akan tetapi, tidak semua batuan magmatik membawa endapan logam, sehingga tidak semua wilayah yang memiliki batuan magmatik kemudian dapat berkembang menjadi wilayah pertambangan. Kondisi ini berdampak pada meningkatnya biaya eksplorasi, karena semua wilayah yang memiliki batuan magmatik harus dieksplorasi untuk mengetahui apakah di sana terdapat endapan logam atau tidak.

Dari perspektif geokimia, seharusnya terdapat perbedaan komposisi kimia yang tertentu antara magma yang membawa endapan logam (mineralized type) dengan yang tidak (barren type). Perbedaan ini akan sulit untuk terlihat pada unsur-unsur utama karena konsentrasinya yang besar, tetapi akan sangat mungkin dapat ditemukan pada unsur- unsur jejak atau REE, karena mereka cenderung mewakili

komposisi awal magmanya. 34,44,45,46,47,48,49 Hasil penelitian di wilayah Pulau Sumatera, menunjukkan

bahwa terdapat pola yang khas pada unsur-unsur REE dari batuan-batuan magmatik yang membawa endapan emas, seperti di daerah Lebong Tandai, Muara Aman (Bengkulu) serta di Mangani, Bonjol dan Simpang Dingin (Sumatera Barat), dan pola ini berbeda dengan pola yang ditunjukkan oleh batuan magmatik yang tidak membawa endapan emas,

seperti di Painan dan Madina. 40,44,45,46,47,48,49 Pola ini seperti di Painan dan Madina. 40,44,45,46,47,48,49 Pola ini

magmatik yang membawa endapan emas (Gambar 11), 45 sedangkan pada batuan magmatik yang barren type, pola

tersebut tidak ditemukan (Gambar 12) 41 . Analisis geokimia pada semua sampel batuan volkanik di

Pulau Sumatera menunjukkan, bahwa pola deplesi yang signifikan pada unsur HREE itu, hampir selalu berasosiasi dengan batuan volkanik/ magmatik berkomposisi intermediate, namun tidak semua batuan berkomposisi intermediate memiliki pola tersebut. Pola ini muncul pada batuan volkanik yang berkarakter busur kepulauan maupun benua, namun tidak ditemukan pada batuan volkanik berkarakter cekungan busur belakang.

Temuan di atas menunjukkan, bahwa pendekatan geokimia akan dapat menjadi lentera pemandu yang ekonomis dan efektif dalam menggiring para eksplorer ke arah penemuan endapan logam di masa depan.

Walaupun pendekatan geokimia umumnya digunakan pada batuan magmatik, namun tidak tertutup kemungkinannya untuk dipakai pada batuan malihan yang berasal dari batuan magmatik, karena proses malihan tidak menghilangkan finger print batuan asalnya. Penelitian geokimia pada batuan malihan yang pernah dilakukan di daerah Sulawesi

Selatan dan Kalimantan Selatan, 50,51,52,53,54 ternyata mampu untuk mengungkap genesa batuan tersebut. Pengembangan

konsep ini di masa depan diyakini akan dapat menjadi tools yang efektif dalam menemukan cadangan logam pada batuan malihan.

Adalah sebuah tantangan untuk mengembangkan penerapan geokimia batuan ini di masa depan, untuk Adalah sebuah tantangan untuk mengembangkan penerapan geokimia batuan ini di masa depan, untuk

V. KESIMPULAN

Majelis Pengukuhan dan hadirin yang berbahagia, Penggunaan pendekatan geokimia batuan untuk

menentukan lingkungan tektonik suatu wilayah, ternyata dapat memberikan data dan informasi baru sehingga memberikan pemahaman berbeda dalam melihat sejarah geologi sebuah wilayah, baik dalam skala lokal maupun regional.

Pulau Sumatera yang selama ini diyakini dibentuk oleh komponen blok benua dan merupakan bagian dari benua Eurasia, ternyata terbukti bukan merupakan sebuah segmen yang homogen dari tepian benua tersebut. Data geokimia terpilih dari batuan-batuan volkanik yang tersebar di sepanjang pantai barat pulau tersebut, mulai dari Provinsi Lampung di selatan hingga Provinsi Sumatera Utara menunjukkan, bahwa wilayah dari Zona Patahan Sumatera ke arah barat dibentuk oleh komponen busur kepulauan (island-arc), sedangkan komponen benua terbukti berada di wilayah dari Zona Patahan Sumatera ke arah timur. Tidak cukup sampai disitu, data geokimia batuan tersebut juga menunjukkan bahwa komponen busur kepulauan ini, di daerah Sumatera Tengah hingga Utara, juga terbukti pernah Pulau Sumatera yang selama ini diyakini dibentuk oleh komponen blok benua dan merupakan bagian dari benua Eurasia, ternyata terbukti bukan merupakan sebuah segmen yang homogen dari tepian benua tersebut. Data geokimia terpilih dari batuan-batuan volkanik yang tersebar di sepanjang pantai barat pulau tersebut, mulai dari Provinsi Lampung di selatan hingga Provinsi Sumatera Utara menunjukkan, bahwa wilayah dari Zona Patahan Sumatera ke arah barat dibentuk oleh komponen busur kepulauan (island-arc), sedangkan komponen benua terbukti berada di wilayah dari Zona Patahan Sumatera ke arah timur. Tidak cukup sampai disitu, data geokimia batuan tersebut juga menunjukkan bahwa komponen busur kepulauan ini, di daerah Sumatera Tengah hingga Utara, juga terbukti pernah

Bukti-bukti tersebut mengindikasikan bahwa zona Patahan Sumatera sepertinya merupakan sebuah zona subduksi purba, yang berumur lebih tua dari Miosen, tempat kerak samudera menunjam ke bawah tepian benua Eurasia. Hal ini juga berarti bahwa Patahan Sumatera juga tidak lain adalah sebuah crustal border yang menyebabkan ia mudah bergerak sebagai sebuah patahan geser ketika ia didorong oleh gaya kompresi dari sistem subduksi yang sekarang. Dengan demikian, pemahaman sejarah geologi Pulau Sumatera, terbuka untuk direvisi dan diperbaharui yang juga pasti berdampak pada pemahaman akan potensi endapan mineral di pulau tersebut.

Analisis geokimia batuan dari perspektif eksplorasi, juga terbukti mampu memberikan panduan yang efektif, ketika pola geokimia batuan yang membawa mineralisasi menunjukkan adanya deplesi pada unsur-unsur HREE-nya yang tidak ditemukan pada batuan yang barren. Dengan pendekatan ini, maka rantai panjang proses eksplorasi yang mahal dan memakan waktu lama dapat dipangkas, sehingga kegiatan eksplorasi akan dapat menjadi lebih ekonomis dan efisien serta berpeluang besar dalam menemukan endapan logam yang baru.

VI. PENUTUP

Sebagai penutup dapat saya sampaikan bahwa, walaupun pada saat ini, umumnya pendekatan geokimia batuan lebih banyak digunakan untuk tujuan-tujuan keilmuan yang relatif sempit, seperti mengetahui komposisi kimia suatu batuan yang kemudian menjadi dasar untuk penamaan

batuan tersebut, namun sesungguhnya penggunaan pendekatan ini dari perspektif yang berbeda akan dapat memberikan hasil yang lebih luas dan bermanfaat. Diperlukan kajian-kajian dan analisis-analisis geokimia batuan dengan cara berfikir out of the box untuk mengungkap sejarah geologi dari bagian-bagian bumi ini dan sekaligus melahirkan konsep-konsep eksplorasi mineral yang handal, efisien dan efektif untuk memperbesar peluang dalam menemukan cadangan- cadangan mineral baru di tengah tantangan eksplorasi yang semakin rumit dan kompleks. Hampir semua cadangan yang terbentuk dan dikontrol oleh struktur geologi yang sederhana sudah ditemukan dan dieksploitasi. Yang tersisa adalah cadangan yang sulit untuk ditemukan dengan metode-metode konvensional. Oleh karena itu, sudah saatnya juga, sektor industri pertambangan untuk membuka diri lebih luas dan menjalin kemitraan yang saling menguntungkan dengan lembaga-lembaga riset, karena penggunaan konsep-konsep eksplorasi konvensional dapat dipastikan akan menuju kepada pemborosan sumber daya dan sangat besar kemungkinannya untuk berujung pada kegagalan dan kerugian. Sebaliknya, pengembangan konsep eksplorasi di lembaga-lembaga riset dan pengujiannya di lapangan dalam kegiatan eksplorasi yang nyata melalui kemitraan dengan sektor industri pertambangan, tidak diragukan lagi akan memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak, baik secara keilmuan maupun secara sosial ekonomi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Majelis Pengukuhan dan hadirin yang berbahagia,

Pada akhir pidato pengukuhan ini, maka perkenankanlah saya untuk memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt., Tuhan penguasa langit dan bumi serta segala yang ada diantaranya, karena hanya dengan iradatNya lah pada hari ini, saya bisa berdiri di hadapan para hadirin sekalian untuk menyampaikan pidato orasi ini. Kemudian, saya ingin mempersembahkan ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat tinggi kepada kedua orang tua saya, kepada almarhum ayahanda saya yang tidak bisa lagi hadir disini, serta kepada ibunda saya, atas semua doa dan limpahan kasih sayang mereka yang tulus dan tak bertepi, yang dengan itu mereka telah membesarkan dan mengajarkan tentang nilai hidup dan kebaikan kepada saya, sehingga saya bisa sampai ke anak tangga yang terpenting pada hari ini. Rasa terima kasih yang dalam juga saya sampaikan kepada almarhum dan almarhumah Bapak-Ibu mertua saya, yang banyak mengajarkan kesederhanaan dan kesabaran kepada saya.

Ucapan terima kasih dan apresiasi yang tulus, juga saya haturkan kepada seluruh Pimpinan LIPI, terutama kepada Bapak Kepala LIPI, Prof. Dr. Lukman Hakim M.Sc., selaku Ketua Majelis Pengukuhan Profesor Riset, Prof Dr. Endang Sukara, selaku Sekretaris Majelis, Prof. Dr. Jan Sopaheluwakan, Prof. Dr. Hery Harjono dan Prof. Dr. Udi Hartono sebagai penilai naskah orasi, serta Kepala Pusbindiklat Peneliti LIPI dan seluruh anggota Majelis, atas segala dorongan, bantuan dan kerjasamanya yang telah memungkinkan saya untuk menyampaikan orasi pada hari ini.

Perjalanan panjang ini tentu tidak akan bisa saya lalui, tanpa peran dan jasa para guru-guru saya, terutama kepada almarhum Prof. Dr. Rubini Soeria Atmadja, dan Prof. Made Emmy Suparka yang telah membimbing dan memotivasi saya dalam Perjalanan panjang ini tentu tidak akan bisa saya lalui, tanpa peran dan jasa para guru-guru saya, terutama kepada almarhum Prof. Dr. Rubini Soeria Atmadja, dan Prof. Made Emmy Suparka yang telah membimbing dan memotivasi saya dalam

Kepada semua rekan-rekan peneliti di Puslit Geoteknologi, baik yang senior maupun yang yunior, terutama kepada Prof. Dr. Jan Sopaheluwakan M.Sc. yang telah membimbing, mengajak serta membukakan pintu bagi saya untuk memasuki dunia penelitian di LIPI. Kepada Prof. Dr. Suparka, Prof. Dr. Hery Harjono, Ir. Suwijanto, Prof. Dr. Wahyoe Hantoro dan Prof. Dr. Sapri Hadi Wisastra yang banyak memberikan perhatian dan kesempatan kepada saya untuk mengembangkan diri, saya sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi.

Selanjutnya, kepada semua teman-teman peneliti di Puslit Geoteknologi, khususnya kepada Ir. Eko Tri Sumarnadi MT, Ir. Sudaryanto MT, Ir. Kamtono M.Si, Ir. Yugo Kumoro, Ir. Igna Hadi Suparyanto, Drs. Torus Parundian Harahap, Ir. Sunarya Wibowo MT, Prof. Dr. Robert Delinom, Dr. Haryadi Permana, Prof. Dr. Edi Prasetyo Utomo, Dr. Herryal Zulkarnaen, Ir. M. Ulum A. Gani M.Sc., Ir. Sri Indarto, Ir. Sudarsono, dan Ir. Iwan Setiawan MT serta para teknisi di laboratorium, saya sampaikan terima kasih atas kerjasama dan bantuannya dalam kegiatan penelitian selama ini.

Tak lupa ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Dr. Zainal Arifin, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi beserta jajarannya, Dr. Tri Widiyanto, Kepala Pusat Penelitian Limnologi beserta jajarannya serta Dr. Andika W. Pramono, Kepala Pusat Penelitian Metalurgi beserta jajarannya juga, atas semua kerjasama keilmuan yang produktif, yang memperluas wawasan saya sebagai peneliti.

Saya juga ingin menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang dalam kepada semua teman-teman peneliti yang pernah Saya juga ingin menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang dalam kepada semua teman-teman peneliti yang pernah

Akhirnya, saya ingin berbagi kebahagiaan dan menyampaikan rasa terima kasih saya yang tulus kepada isteri saya, Eliza Mery, anak-anak saya, Brian, Sarah dan Bram atas semua untaian doa yang mereka panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, atas semua kesabaran dan ketabahan yang mereka persembahkan dalam mendampingi saya melalui liku-liku kehidupan yang tidak mudah ini. Karena merekalah pada hari ini saya dapat berdiri disini.

Kepada semuanya, yang turut berperan dalam mengantarkan saya sampai pada kondisi hari ini, namun tidak dapat saya sebutkan satu per satu, dengan tulus saya ucapkan terima kasih.

Wa Allahu al-Muwafiq ila Aqwami at-Tariq Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh…

DAFTAR PUSTAKA

1 Dalrymple, G.B., 1991, The Age of the Earth, Stanford University Press, California, 492p.

2 Frisch, W., Meschede, M. and Blakey, R., 2011, Plate Tectonics: Continental Drift and Mountain Building,

Springer Verlag, Heidelberg, 212p.

3 Skinner, B.J. and Porter, S.C., 1995, The Dinamic Earth, Wiley.

4 Maruyama, S., 1994, Plume tectonics, J. Geol. Soc. Japan, 100, 24–49.

5 Ishida, M., Maruyama, S., Suetsugu, D., Matsuzaka, S., and Eguchi, T., 1999, Superplume Project: Towards a new

view of whole Earth dynamics, Earth Planets Space, 51(1), i–v.

6 Isozaki, Y., Kawahata, H., Minoshima, K., 2007, The Capitanian (Permian) Kamura cooling event: the

beginning of the Paleozoic-Mesozoic transition, Palaeoworld, 16, 16-30.

7 Inoue, H., Fukao, Y., Tanabe, K., and Ogata, Y., 1990, Whole mantle P-wave travel time tomography, Phys. Earth

Planet. Inter., 59, 294–328.

8 Le Maitre, R.W. (editor), A. Streckeisen, B. Zanettin, M. J. Le Bas, B. Bonin, P. Bateman, G. Bellieni, A. Dudek, S.

Efremova, J. Keller, J. Lamere, P. A. Sabine, R. Schmid,

H. Sorensen, and A. R. Woolley, 2002, Igneous Rocks: A Classification and Glossary of Terms, Recommendations of the International Union of Geological Sciences,

Subcommission of the Systematics of Igneous Rocks. Cambridge University Press, ISBN 0-521-66215-X

9 Peccerillo, A. & Taylor, S. R., 1976, Geochemistry of Eocene calc-alkaline volcanic rocks from the Kastamonu

area, Northern Turkey, Contributions to Mineralogy and Petrology, 58:63–81.

10 Le Bas, M. J., Le Maitre, R. W., Streckeisen, A. and Zanettin, B., 1986, A chemical classification of volcanic

rocks based on the total alkali–silica diagram, Journal of Petrology, 27:745–750.

11 Le Bas, M.J & Streckeisen, A.L., 1991. The IUGS systematics of igneous rocks, J. Geol. Soc. London,

148:825-833.

12 Le Maitre, R.W., Bateman, P., Dudek, A., Keller, J., Lameyre, J.. Le Bas, M.J., Sabine, P.A., Schmid, R.,

Sorensen, H., Streckeisen, A., Woolley, A.R. & Zanettin, B., 1989, A Classification of Igneous Rocks and Glossary of terms: Recommendations of the International Union of Geological Sciences Subcommission on the Systematics of Igneous Rocks, Blackwell Scientific Publications, Oxford, U.K.

13 Wilson, M., 1989, Igneous Petrogenesis; A Global Tectonic Approach, Unwin Hyman Ltd., London, 466pp,

ISBN 0-04-552024-0

14 Fitch TJ., 1972, Plate convergence, transcurrent faults and internal deformation adjacent to southeast Asia and the

western Pacific, J. Geophys. Res., 77:4432–60.

15 Hamilton W., 1974, Earthquake map of the Indonesian region, USGS Misc. Invest. Ser. Map I-875C

16 Hamilton W., 1979, Tectonics of the Indonesian Region, U.S. Geol. Surv. Prof. Pap., 1078:345.

17 Simons, W.J.F., Socquet, A., Vigny, C., Ambrosius, B.A.C., Haji Abu, S., Promthong, Chaiwat, Subarya, C.,

Sarsito, D.A., Matheussen, S., Morgan, P., Spackman, W., 2007, A decade of GPS in Southeast Asia: resolving Sundaland

boundaries, J. Geophys.Res.,112,B06420. doi:10.1029/2005JB003868

motion

and

18 McCaffrey, R., 2009, The Tectonic Framework of The Sumatran Subduction Zone, Annu. Rev. Earth Planet. Sci.,

19 Sieh, K. & Natawidjaja, D., 2000, Neotectonics of the Sumatran Fault, Indonesia, Jour. Geophy. Res., 105, B12,

295-326

20 Metcalfe, I., 1990, Allochthonous terrane processes in Southeast Asia, Phil. Trans. Roy. Soc. London, A331,

21 Metcalfe, I., 1996, Gondwanaland dispersion, Asian accretion and evolution of Eastern Tethys, Aust. J. Earth

Sci., 43, 605–623.

22 Metcalfe, I., 1998, Palaeozoic and Mesozoic geological evolution of the SE Asian region: multidisciplinary

constraints and implications for biogeography, In: Hall, R., Holloway, J.D. (Eds.), Biogeography and Geological Evolution of SE Asia, 25-41. Backhuys Publishers, Amsterdam, The Netherlands.

23 Metcalfe, I., 2002, Permian tectonic framework and palaeogeography of SE Asia, J. Asian Earth Sci., 20, 551–

24 Metcalfe, I., 2006, Palaeozoic and Mesozoic tectonic evolution and palaeogeography of East Asian crustal

fragments: the Korean Peninsula in context, Gondwana Res., 9, 24–46.

Dokumen yang terkait

AN ALIS IS YU RID IS PUT USAN BE B AS DAL AM P E RKAR A TIND AK P IDA NA P E NY E RTA AN M E L AK U K A N P R AK T IK K E DO K T E RA N YA NG M E N G A K IB ATK AN M ATINYA P AS IE N ( PUT USA N N O MOR: 9 0/PID.B /2011/ PN.MD O)

0 82 16

PERANCANGAN SISTEM PENGEREMAN HIDROLIS PADA MOBIL URBAN DIESEL TUGAS AKHIR BIDANG KONTRUKSI

8 121 19

PERANCANGAN RUANGAN PAINT BOOTH SEDERHANA TUGAS AKHIR BIDANG KONVERSI ENERGI

7 129 18

ANALISIS VALIDITAS BUTIR SOAL UJI PRESTASI BIDANG STUDI EKONOMI SMA TAHUN AJARAN 2011/2012 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN JEMBE

1 50 16

I M P L E M E N T A S I P R O G R A M P E N Y A L U R A N B E R A S U N T U K K E L U A R G A M I S K I N ( R A S K I N ) D A L A M U P A Y A M E N I N G K A T K A N K E S E J A H T E R A A N M A S Y A R A K A T M I S K I N ( S t u d i D e s k r i p t i f

0 15 18

JAR AK AT AP P UL P A T E RHAD AP T E P I I N S I S AL GI GI I NSI S I VU S S E NT RA L P E RM AN E N RA HAN G AT AS P AD A S UB RA S DE UT ROM E L AY U ( T in j au an L ab or at o r is d an Radi ol ogis )

0 35 16

Modul TK G edit wiwin Final, 3 Mei 2016

10 189 163

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR BIDANG STUDI PKn SISWA KELAS IV SDN 3 PAKUAN RATU KECAMATAN PAKUAN RATU KABUPATEN WAYKANAN TAHUN 2012/2013

0 12 45

GAYA KEPEMIMPINAN WALI KOTA BANDAR LAMPUNG 2012-2014 DI BIDANG PENDIDIKAN DAN KESEHATAN MENURUT PERSEPSI MASYARAKAT KECAMATAN TANJUNG KARANG TIMUR

3 34 79

EFEKTIVITAS BIDANG KONSULTASI DAN BANTUAN HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM PERKARA PIDANA

1 37 73