BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Determinan Kinerja Dosen Dalam Membentuk Komitmen Keorganisasian (Studi Pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan Medan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

  Sudiro (2008), “Pengaruh Komitmen Keorganisasian dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Tenaga Edukatif / Dosen (Studi di Universitas Brawijaya Malang)”. Tujuan penelitian menjelaskan pengaruh variabel komitmen keorganisasian dan kepuasan kerja terhadap kinerja tenaga edukatif / dosen.

  Peneliti menggunakan analisis regresi linear berganda untuk metodologi penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan komitmen keorganisasian dan kepuasan kerja secara simultan mempengaruhi kinerja tenaga edukatif / dosen, karena dengan komitmen keorganisasian yang tinggi dan kepuasan kerja yang tinggi akan dapat meningkatkan kinerja seorang tenaga edukatif / dosen.

  Muhadi (2007), “Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional Dalam Mempengaruhi Kinerja Karyawan (Studi pada Karyawan Administrasi Univeristas Diponegoro). Penelitian ini mempunyai tujuan umum untuk mengatur pengaruh variabel kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional dalam mempengaruhi kinerja karyawan. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan alat analisis SEM dimana untuk menggunakan alat ini diperlukan bantuan program AMOS, hasil analisis berupa statistik deskriptif , uji kualitas data dengan SPSS. Hasil uji hipotesis diketahui dimana tiga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini berpengaruh positif dan signifikan.

  Suparman (2007), “Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan, Motivasi dan Komitmen Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Dalam Meningkatkan Kinerja

  7 Pegawai (Studi pada Pegawai di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukamara di Propinsi Kalimantan Tengah)”. Tujuan Penelitian untuk menganalisis pengaruh peran kepemimpinan, motivasi dan komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja dalam meningkatkan kinerja pegawai. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model kausalitas atau hubungan pengaruh.

  Untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini maka teknik analisis yang digunakan adalah SEM atau Structural Equation Modeling yang dioperasikan melalui program AMOS. Pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa ada pengaruh yang positif motivasi dengan kepuasan kerja.

  Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan antara motivasi dengan kepuasan kerja.

  Sedangkan dalam penelitian yang berbeda memberikan hasil yang berbanding terbalik terhadap ketiga penelitian diatas, Brown et al (1993) “ Antecedents and Consequences of Salesperson Job Satisfaction: Meta Analysis

  and Assesment of Causal Effects “ Tujuan penelitian ini berbeda dengan ketiga

  penelitian diatas karena penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif diantara kinerja terhadap komitmen organisasional. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model meta analisis dan estimasi kausal model atau hubungan pengaruh. Untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini teknik analisis yang digunakan melalui program LISREL. Pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa terdapat pengaruh kinerja terhadap komitmen organisasional secara signifikan secara statistik, namun karena besarnya ukuran sampel, pengaruhnya dinyatakan lemah dan tidak terdapat signifikansi secara substansial. Kinerja penjualan sangat lemah hubungannya terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi.

  Penelitian berikutnya Johlke et al, (2000) “ An Integrated Model of Sales

  Manager’ s Communication Practices “Tujuan penelitian menjelaskan bahwa

  konsisten dengan temuan Brown et al yang mendukung hipotesis bahwa terdapat hubungan positif diantara kepuasan dan kinerja karyawan terhadap komitmen organisasional. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model kausalitas atau hubungan pengaruh. Untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini maka teknik analisis yang digunakan adalah SEM atau Structural

  Equation Modeling yang dioperasikan melalui program LISREL. Pengujian

  hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa kinerja salesperson berhubungan positif dengan komitmen organisasi. Meskipun model yang dikembangkan menunjukkan hubungan kausal, tetapi peneliti sendiri tidak dapat menyatakan secara yakin mengenai hubungan kausal tersebut karena tidak digunakannya

  longitudinal design .

2.2 Teori Tentang Pendidikan dan Pengajaran

  Pengertian pendidikan dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilih keluaran spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

  Pengajaran berhubungan dengan penyampaian pengaturan kepada peserta didik, latihan berhubungan dengan pemberian dan pembentukan ketrampilan kepada peserta didik. Pengajaran titik berat tinjauannya pada segi pendidik (dosen), sedangkan pembelajaran lebih menitikberatkan kepada peserta didik.

  Pembelajaran juga merupakan kombinasi yang tersusun atas unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran institusi pendidikan kesehatan memerlukan unsur dan sarana pembelajaran antara lain unsur manusia yang terdiri dari tenaga pendidik (dosen tetap dan tidak tetap), pembimbing praktek klinik, tenaga administrasi dan tenaga penunjang lainnya.

  Ada empat teori pendidikan yang banyak dibicarakan para ahli pendidikan dan dipandang mendasari pelaksanaan pendidikan, yaitu pendidikan klasik, pendidikan pribadi, pendidikan interaksional dan teknologi pendidikan.

  1. Pendidikan Klasik Pendidikan klasik atau classical education dapat dipandang sebagai konsep pendidkan tertua. Konsep pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa seluruh warisan budaya, yaitu pengetahuan, ide-ide atau nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu.Pendidikan berfungsi memelihara, mengawetkan dan meneruskan semua warisan budaya tersebut kepada generasi berikutnya. Guru (dosen) atau pendidik tidak perlu susah-susah mencari dan menciptakan pengetahuan, konsep, dan nilai-nilai baru, sebab semuanya telah tersedia, tinggal menguasainya dan mengajarkannya kepada anak. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan daripada proses bagaimana mengajarkannya. Isi pendidikan atau materi ilmu tersebut diambil dari khasanah ilmu pengetahuan berupa disiplin-disiplin ilmu yang telah ditemukan dan dikembangkan oleh para ahli tempo dulu. Materi ilmu pengetahuan yang diambil dari disiplin ilmu tersebut telah tersusun secara logis dan sistematis. Kurikulum pendidikan klasik lebih menekankan isi pendidikan, yang diambil dari disiplin ilmu, disusun oleh para ahli tanpa mengikutsertakan guru (dosen) apalagi siswa. Isi disusun secara logis, sistematis, dan berstruktur dengan berpusatkan pada segi intelektual, sedikit sekali memperhatikan segi sosial atau psikologis peserta didik. Guru (dosen) mempunyai peranan yang sangat besar dan lebih dominan. Dalam pengajaran, ia menentukan isi, metode dan evaluasi. Dialah yang aktif dan bertanggung jawab dalam segala aspek pengajaran. Siswa mempunyai peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dosen.

  2. Pendidikan Pribadi Pendidikan pribadi lebih mengutamakan peranan siswa. Konsep pendidikan ini bertolak dari anggapan dasar bahwa, sejak dilahirkan, anak telah memiliki potensi-potensi, baik potensi untuk berpikir, berbuat, memecahkan masalah maupun untuk belajar dan berkembang sendiri.

  Pendidikan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Peserta didik menjadi subjek pendidikan, dialah yang menduduki tempat utama dalam pendidikan. Pendidik menempati posisi kedua, bukan lagi sebagai penyampai informasi atau sebagai model dan ahli dalam disiplin ilmu. Ia lebih berfungsi sebagai psikolog yang mengerti segala kebutuhan dan masalah peserta didik. Guru (dosen) adalah pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan bagi siswa.

  Kurikulum pendidikan pribadi lebih menekankan pada proses pengembangan kemampuan siswa. Materi ajar dipilih sesuai minat dan kebutuhan siswa.

  Pengembangan kurikulum dilakukan oleh pendidik dengan melibatkan siswa.Tidak ada kurikulum standar, yang ada adalah kurikulum minimal yang dalam implementasinya dikembangkan bersama siswa. Isi dan proses pembelajarannya selalu berubah sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.

  3. Pendidikan Interaksional Konsep pendidikan ini bertolak dari pemikiran manusia sebagi makhluk sosial.

  Dalam kehidupannya, manusia selalu membutuhkan manusia lain, selalu hidup bersama, berinteraksi dan bekerjasama. Karena kehidupan bersama dan kerja sama ini, mereka dapat hidup, berkembang, dan mampu memenuhi kebutuhan hidup dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.

  Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak, dari guru (dosen) kepada siswa dan dari siswa kepada guru (dosen). Lebih luas lagi interaksi ini juga terjadi antar siswa dengan bahan ajar dan dengan lingkungan, antara pemikiran siswa dengan kehidupannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk dialog.

  Kurikulum pendidikan interaksional menekankan baik pada isi maupun proses pendidikan sekaligus. Isi pendidikan terdiri atas problem-problem nyata yang aktual yang dihadapi dalam kehidupan di masyarakat. Proses pendidikannya berbentuk kegiatan-kegaiatan belajar kelompok yang mengutamakan kerja sama, baik antar siswa, siswa dan guru, maupun antara siswa dan guru dengan sumber-sumber belajar yang lain. Kegiatan penilaian dilakukan untuk hasil maupun proses belajar.

  4. Teknologi Pendidikan Teknologi pendidkan mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Keduanya juga mempunyai perbedaan, sebab yang diutamakan dalam teknologi pendidikan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Mereka lebih berorientasi ke masa sekarang dan yang akan datang, tidak seperti pendidikan klasik yang lebih melihat masa lalu.

2.2.1 Tenaga Pendidik (Dosen)

  Berdasarkan Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003, Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabadikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, “Dosen”, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruksi, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

  Dosen adalah seseorang yang berdasarkan pendidikan dan keahliannya diangkat oleh penyelenggaraan pendidikan tinggi dengan tugas utama mengajar pada perguruan tinggi yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-Undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

  Lampiran Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.36/D/O/2001 tentang petunjuk teknis pelaksanaan angka kredit jabatan dosen di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Dosen adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mencakup tiga bidang yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.

  Penilaian kinerja dosen dilakukan dengan mengevaluasi aktifitas atau kegiatan (proses) yang dilakukan oleh dosen yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas pokoknya sebagai dosen, yang meliputi aspek-aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan. Sebagai tenaga kependidikan, dosen bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola dan memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.

2.3 Teori Tentang Komitmen Organisasi

  Komitmen oganisasi ialah kedekatan karyawan dengan organisasi dimana mereka berada dan keterlibatan dan kesetiaan karyawan terhadap organisasi (Babakus,1996). Sedangkan (Meyer dan Allen, 1997, dalam F Mas’ud, 2002) menyatakan bahwa komitmen dibentuk oleh tiga indikator sebagai berikut :

  a. Affective commitment

Affective commitment adalah keterikatan emosional karyawan, identifikasi, dan

  keterlibatan dalam organisasi.

  b. Continuance commitment

Continuance commitment adalah komitmen berdasarkan kerugian yang

  berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau benefit.

  c. Normative commitment

Normative commitment adanya perasaaan wajib untuk tetap berada dalam

  organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan.

  Komitmen organisasi secara umum dapat diartikan sebagai keterikatan pegawai pada organisasi dimana pegawai tersebut bekerja. Komitmen dibutuhkan oleh organisasi agar sumber daya manusia yang kompeten dalam organisasi dapat terjaga dan terpelihara dengan baik. Komitmen organisasi didefinisikan sebagai pengukur kekuatan pegawai yang berkaitan dengan tujuan dan nilai organisasi (McNesee-Smith, 1996).

  Komitmen dipandang sebagai suatu orientasi nilai terhadap organisasi yang menunjukan individu sangat memikirkan dan mengutamakan pekerjaan dan organisasinya. Individu akan berusaha memberikan segala usaha yang dimilikinya dalam rangka membantu organisasi mencapai tujuannya (Desiana dan Soetjipto, 2006). Komitmen organisasi dan keterlibatannya dalam organisasi dicirikan oleh tiga faktor psikologis:

  1. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.

  2. Keinginan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi.

  3. Kepercayaan yang pasti dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

  Luthans (2006) mengatakan sebagai sikap, komitmen organisasi paling sering didefenisikan sebagai berikut: 1. keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu 2. keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi 3. keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.

  Dengan kata lain, hal ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.

  Steers (1998) mengatakan komitmen organisasi menjelaskan kekuatan relatif dari sebuah identifikasi individu dengan keterlibatan dalam sebuah organisasi. Komitmen menghadirkan sesuatu diluar loyalitas belaka terhadap suatu organisasi. disamping itu, hal ini meliputi suatu hubungan yang aktif dengan organisasi dimana individu bersedia untuk memberikan sesuatu dari diri mereka untuk membantu keberhasilan dan kemakmuran organisasi.

  Dari beberapa pengertian komitmen organisasi diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh individu dengan adanya identifikasi, keterlibatan serta loyalitas terhadap organisasi. Serta, adanya keinginan untuk tetap berada dalam organisasi dan tidak bersedia untuk meninggalkan organisasinya dengan alasan apapun.

2.3.1 Aspek-aspek Komitmen Organisasi

  Steers (1998) mengelompokkan komitmen organisasi menjadi tiga faktor:

  a. Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi.

  b. Keterlibatan yaitu adanya kesediaan untuk berusaha sungguh-sungguh pada organisasi. Keterlibatan sesuai peran dan tanggungjawab pekerjaan di organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dan tanggungjawab pekerjaan yang diberikan padanya.

  c. Loyalitas yaitu adanya keinginan yang kuat untuk menjaga keanggotaan di dalam organisasi. Loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi.

2.4 Teori Tentang Kinerja

  Kinerja dosen merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan proses belajar mengajar di perguruan tinggi. Terdapat hubungan yang erat antara kinerja perseorangan dengan kinerja perusahaan. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa apabila kinerja dosen baik, maka kinerja perguruan tinggi juga akan menjadi baik (Prawirosentono, 1999).

  Produktifitas tenaga kerja (kinerja) adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu, sedangkan peran serta tenaga kerja ialah penggunaan sumber daya secara efisiensi dan efektif. Kinerja tenaga edukatif / dosen adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dilakukan oleh seorang dosen dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi (Undang-Undang RI No.14, 2005).

2.4.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja.

  Kinerja karyawan dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain yang terdiri dari motivasi, kemampuan, pengetahuan, keahlian, pendidikan, pengalaman, pelatihan, minat, sikap kepribadian kondisi-kondisi fisik dan kebutuhan fisiologis, kebutuhan sosial dan kebutuhan egoistik (Sutermeister , 2003)

  Faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja adalah kemampuan mereka, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan dan hubungan mereka dengan organisasi. Pengamatan dan analisis manajer tentang perilaku dan prestasi individu dalam bekerja memerlukan pertimbangan ketiga perangkat variabel yang secara langsung mempengaruhi perilaku individu dan hal–hal yang dikerjakan oleh pegawai bersangkutan.

  Mengenai determinan kinerja pegawai, perlu dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Dalam mencapai prestasi yang dikerjakan dipengaruhi oleh beberapa variabel yang membentuk kinerja antara lain kemampuan, beban kerja tanggung jawab, sikap, kepribadian, motivasi, proses belajar, kepemimpinan, kondisi kerja supervisi dan nilai sosial (Gibson, 2000).

2.4.2 Pengukuran Kinerja Dosen

  Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Tugas utama dosen tersebut adalah melaksanakan tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 (dua belas) sks dan paling banyak 16 (enam belas) sks pada setiap semester dengan kualifikasi akademiknya.

  Berdasarkan (Undang-Undang RI No.14, 2005). pengukuran hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dilakukan oleh seorang dosen dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi harus mencakup tiga dari 4 (empat) tugas penting dosen sebagai berikut :

  1. Tugas melakukan pendidikan merupakan tugas dibidang pendidikan dan pengajaran.

  2. Tugas melakukan penelitian merupakan tugas dibidang penelitian dan pengembangan karya ilmiah.

  3. Tugas melakukan pengabdian kepada masyarakat.

  4. Tugas penunjang tridharma perguruan tinggi.

2.5 Teori Tentang Tanggung Jawab

  Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

  Seorang mahasiswa mempunyai kewajiban mengajar. Bila mengajar, maka hal itu berarti ia telah memenuhi kewajibannya. Berarti pula ia telah bertanggung jawab atas kewajibannya. Sudah tentu bagaimana kegiatan mengajar si dosen, itulah kadar pertanggung jawabannya. Bila pada ujian mahasiswa dosen yang bersangkutan mendapat nilai A, B atau C itulah kadar pertanggung-jawabannya. Bila mahasiswa malas belajar, dan dosen sadar akan hal itu. Tetapi dosen tetap tidak mau mengajar dengan alasan capek, bosan dan lain-lain. Padahal mahasiswa akan menghadapi ujian, ini berarti dosen tidak memenuhi kewajibannya, berarti pula dosen tidak bertanggung jawab.

  Dalam proses belajar mengajar, dosen memiliki tanggung jawab yang besar terhadap kegagalan dalam menjalankan tugasnya pada saat mengajar.

  Ketepatan waktunya dalam proses mengajar, beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 sks dan paling banyak 16 sks pada setiap semester, serta kesesuaian pemberian nilai pada saat ujian (Pedoman Beban Kinerja Dosen, 2010).

  Apabila dikaji, tanggung jawab itu adalah kewajiban atau beban yang harus dipikul atau dipenuhi, sebagai akibat perbuatan pihak yang berbuat, atau sebagai akibat dari perbuatan pihak lain, atau sebagai pengabdian, pengorbanan pada pihak lain. Kewajiban beban itu ditujukan untuk kebaikan pihak yang berbuat sendiri atau pihak lain.

  2.6 Teori Tentang Kepribadian

  Sering didefinisikan sebagai gabungan dari semua cara dimana individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain atau kadang-kadang didefinisikan sebagai organisasi internal dari proses psikologis dan kecenderungan perilaku seseorang. Jadi kepribadian itu merupakan perangkat gambaran diri yang terintegrasi dan merupakan perangkat total dari kekuatan intrapsikis, yang membuat diri kita ini menjadi unik, dengan perilaku yang spesifik.

  Kebutuhan pekerjaan dapat menjembatani hubungan antara pemilikan tipe kepribadian tertentu dengan prestasi kerjanya. Teori ini mendasarkan pengertian tentang kecocokan antara ciri-ciri kepribadian seseorang bisa merasa puas dengan pekerjaannya tergantung dari derajat kecocokan antara kepribadian dan lingkungan pekerjaannya.

  Kepribadian adalah keseluruhan dari perilaku individu (organisasi dinamis dalam sistem psiko-fisik individu) yang sangat menentukan dirinya secara khas dalam menyesuaikan diri atau berinteraksi dengan situasi atau lingkungannya. Kepribadian seseorang terbentuk dari faktor keturunan maupun faktor lingkungan dalam kondisi situasional. Atribut kepribadian mempengaruhi perilaku organisasi.

  Penilaian kepribadian hendaknya digunakan bersama dengan informasi lain seperti rasa percaya diri, berwibawa, bijaksana, memiliki ketrampilan, kemampuan dan pengalaman (Suparman, 2007).

  2.7 Teori Tentang Proses Belajar

  Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan pendidik dan peserta didik atas hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara pendidik/dosen dan peerta didik/mahasiswa merupakan syarat utama berlangsung proses belajar mengajar.

  Proses dalam pengertian disini , merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (interdependent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Yang termasuk dalam komponen belajar mengajar antara lain tujuan instruksional yang hendak dicapai dalam perencanaan pembelajaran , materi pelajaran, metode mengajar dan alat peraga yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran (proses belajar mengajar) dan evaluasi sebagai tolak ukur tercapai tidaknya tujuan.

  Dalam Proses belajar mengajar, dosen sebagai pengajar akan menggunkan pedoman dalam kurikulum dalam menjalankan tugasnya. Melalui proses belajar mengajar terjadi penyampaian informasi dan ilmu pengetahuan serta penanaman nilai-nilai maupun sikap. Pada akhir suatu proses pendidikan, khususnya pendidikan tinggi akan diperoleh lulusan (out put) yang dapat mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan (Dirjen Dikti, 2001)

  Di dalam perilaku organisasi, proses belajar itu didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang relatif permanen yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman hidup. Dapat dikatakan bahwa perubahan-perubahan perilaku itu menunjukkan telah terjadinya proses belajar dan proses belajar itu sendiri adalah perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari proses belajar tersebut.

  Belajar itu sendiri melibatkan perubahan. Baik atau buruk dipandang dari tunjauan perilaku organisasi tergantung dari perilaku yang dipelajari. Pada umumnya pendidik lebih sering perilaku yang disenangi atau diterima oleh mahasiswa seperti, aktualisasi diri, pencapaian prestasi, mampu mengajar dengan baik, jelas dalam mencapai suatu tujuan meskipun kadang–kadang ada perilaku yang kurang puas bagi mahasiswa (Mahmudi, 2005).

2.8 Teori Tentang Kondisi Kerja

  Kondisi kerja adalah semua aspek fisik kerja, psikologis kerja dan peraturan kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian produktivitas kerja. Kondisi fisik kerja mencakup diantaranya penerangan (cahaya), suara dan warna, kenyamanan ruang kerja (Widiastuti, 2005).

  Kondisi karyawan akan lebih mudah untuk menyelesaikan pekerjaan mereka apabila kondisi kerja mendukung (seperti bersih,lingkungan menarik), tetapi jika kondisi kerja tidak mendukung (seperti panas,lingkungan ribut,tidak nyaman) pegawai akan sukar untuk melaksanakan tugasnya. Pengertian kondisi kerja adalah “semua aspek fisik kerja, psikologis kerja dan peraturan kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian produktivitas kerja” (Mangkunegara, 2001).

  Menurut Newstrom (1996) Work condition relates to the scheduling of

  work-the length of work days and the time of day (or night) during which people work . yang kurang lebih berarti bahwa kondisi kerja berhubungan dengan

  penjadwalan dari pekerjaan, lamanya bekerja dalam hari dan dalam waktu sehari atau malam selama orang-orang bekerja. Oleh sebab itu kondisi kerja yang terdiri dari faktor-faktor seperti kondisi fisik, kondisi psikologis, dan kondisi sementara dari lingkungan kerja, harus diperhatikan agar para pekerja dapat merasa nyaman dalam bekerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja.

2.8.1 Jenis Kondisi Kerja 1. Kondisi Fisik dari lingkungan kerja.

  Kondisi fisik dari lingkungan kerja di sekitar karyawan sangat perlu diperhatikan oleh pihak badan usaha, sebab hal tersebut merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menjamin agar karuyawan dapat melaksanakan tugas tanpa mengalami gangguan. Memperhatikan kondisi fisik dari lingkungan kerja karyawan dalam hal ini berarti berusaha menciptakan kondisi lingkungan kerja yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan para karyawan sebagai pelaksanan kerja pada tempat kerja tersebut. Kondisi fisik dari lingkungan kerja menurut Newstrom (1996) adalah among the more

  

obvious factors that can affect the behavior of workers are the physical

conditions of the work environment, including the level of lighting, the usual

temperature, the level of noise, the amounts and the types of airbone chemicals

and pollutans, and aesthetic features such as the colors of walls and flors, and

the presence (or absence) of art work, music, plants decorative items. yang

  kira- kira berarti bahwa faktor yang lebih nyata dari faktor-faktor yang lainnya dapat mempengaruhi perilaku para pekerja adalah kondisi fisik, dimana yang termasuk didalamnya adalah tingkat pencahayaan, suhu udara, tingkat kebisingan, jumlah dan macam-macam radiasi udara yang berasal dari zat kimia dan polusi-polusi, cirri-ciri estetis seperti warna dinding dan lantai dan tingkat ada (atau tidaknya) seni didalam bekerja, musik, tumbuh-tumbuhan atau hal-hal yang menghiasi tempat kerja. Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja, yang meliputi temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain yang dalam hal ini berpengaruh terhadap hasil kerja manusia tersebut (Handoko, 2003). Faktor-faktor lingkungan kerja meliputi :

  a. Illumination Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi para karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: cahaya yang berasal dari sinar matahari dan cahaya buatan berupa lampu. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetpai tidak menyilaukan. Dengan penerangan yang baik para karyawan akan dapat bekerja dengan cermat dan teliti sehingga hasil kerjanya mempunyai kualitas yang memuaskan. Cahaya yang kurang jelas (kurang cukup) mengakibatkan penglihatan kurang jelas, sehingga pekerjaan menjadi lambat, banyak mengalami kesalajhan, dan pada akhirtnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan dari badan usaha sulit dicapai.

  b. Temperature Bekerja pada suhu yang panas atau dingin dapat menimbulkan penurunan kinerja. Secara umum, kondisi yang panas dan lembab cenderung meningkatkan penggunaan tenaga fisik yang lebih berat, sehingga pekerja akan merasa sangat letih dan kinerjanya akan menurun.

  c. Noise Bising dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak disukai, suara yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan suara bising adalah suatu hal yang dihindari oleh siapapun, lebih-lebih dalam melaksanakan suatu pekerjaan, karena konsentrasi perusahaan akan dapat terganggu. Dengan terganggunya konsentrasi ini maka pekerjaan yang dilakukkan akan banyak timbul kesalahan ataupun kerusakan sehingga akan menimbulkan kerugian.

  d. Motion Kondisi gerakan secara umum adalah getaran. Getaran-getaran dapat menyebabkan pengaruh yang buruk bagi kinerja, terutama untuk aktivitas yang melibatkan penggunaan mata dan gerakan tangan secara terus- menerus.

  e. Pollution Pencemaran ini dapat disebabkan karena tingkat pemakaian bahan-bahan kimia di tempat kerja dan keanekaragaman zat yang dipakai pada berbagai bagian yang ada di tempat kerja dan pekerjaan yang menghasilkan perabot atau perkakas. Bahan baku-bahan baku bangunan yang digunakan di beberapa kantor dapat dipastikan mengandung bahan kimia yang beracun. Situasi tersebut akan sangat berbahaya jika di tempat tersebut tidak terdapat ventilasi yang memadai.

  f. Aesthetic Factors Faktor keindahan ini meliputi: musik, warna dan bau-bauan. Musik, warna dan bau-bauan yang menyenangkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dalam melaksanakan pekerjaannya.

  2. Kondisi psikologis dari lingkungan kerja.

  Rancangan fisik dan desain dari pekerjaan, sejumlah ruangan kerja yang tersedia dan jenis-jenis dari perlengkapan dapat mempengaruhi perilaku pekerja dalam menciptakan macam-macam kondisi psikologi. Menurut newstrom (1996) Psychological conditions of the work environment that can

  

affect work performance include feelings of privacy or crowding, the status

associated with the amount or location of workspace, and the amount of

control over the work environment . Kondisi psikologis dari lingkungan kerja

  dapat mempengaruhi kinerja yang meliputi perasaan yang bersifat pribadi atau kelompok, status dihubungkan dengan sejumlah lokasi ruang kerja dan sejumlah pengawasan atau lingkungan kerja. Faktor-faktor dari kondisi psikologis meliputi: a. Feeling of privacy

  Privasi dari pekerja dapat dirasakan dari desain ruang kerja. Ada ruang kerja yang didesain untuk seorang pekerja, adapula yang didesain untuk beberapa orang, sehingga penyelia untuk mengawasi interaksi antar karyawan.

  b. Sense of status and impotance Para karywan tingkat bawah senang dengan desain ruang yang terbuka karena memberi kesempatan kepada karyawan untuk berkomunikasi secara informal. Sebaliknya para manajer merasa tidak puas dengan desain ruang yang terbuka karena banyak gangguan suara dan privasi yang dimiliki terbatas.

  3. Kondisi sementara dari lingkungan kerja.

  “The temporal condition-the time structure of the work day. Some of the more

  

flexible work schedules have developed in an effort to give workers a greater

sense of control over the planning and timing of their work days” Kondisi

  sementara meliputi stuktur waktu pada hari kerja. Mayoritas dari pekerja bekerja dengan jadwal 5-9 jam dimana pekerja akan diberi waktu 1 jam untuk istirahat dan makan siang.Faktor-faktor dari kondisi sementara meliputi: a. Shift

  Dalam satu hari sistem kerja shift dapat dibagi menjadi 3 yaitu shift pagi, shift psore, dan shift malam. Dan berdasarkan banyak penelitian bahwa shift malam dianggap banyak menimbulkan masalah seperti stres yang tinggi, ketidakpuasan kerja dan kinerja yang jelek.

  b. Compressed work weeks.

  Maksudnya adalah mengurangi jumlah hari kerja dalam seminggu, tetapi menambah jumlah jam kerja perhari. Mengurangi hari kerja dalam seminggu mempunyai dampak yang positif dari karyawan yaitu karyawan akan merasa segar kembali pada waktu bekerja karena masa liburnya lebih lama dan juga dapat mengurangi tingkat absensi dari karyawan.

  c. Flextime.

  Suatu jadwal kerja dimana karywan dapat memutuskan kapan mulai bkerja dan kapan mengakhiri pekerjaannya selama karyawan dapat memenuhi jumlah jam kerja yang ditetapkan oleh badan usaha. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan. Kondisi kerja dipandang mempunyai peranan yang cukup penting terhadap kenyamanan, ketenangan, dan keamanan kerja. Terciptanya kondisi kerja yang nyaman akan membantu para karyawan untuk bekerja dengan lebih giat sehingga produktivitas dan kepuasan kerja bisa lebih meningkat. Kondisi kerja yang baik merupakan kondisi kerja yang bebas dari gangguan fisik seperti kebisingan, kurangnya penerangan, maupun polusi seta bebas dari gangguan yang bersifat psikologis maupun temporary seperti privasi yang dimiliki karyawan tersebut maupun pengaturan jam kerja.

2.9 Teori Tentang Nilai Sosial

  Nilai (value) yang dianut oleh suatu bangsa atau masyarakat tertentu berisikan elemen–elemen yang “ jugmental “ seperti segala sesuatu yang dianggap baik, benar dan dikehendaki masyarakat setempat. Nilai penting dalam mempelajari perilaku organisasi karena nilai meletakkan dasar untuk mengerti tentang sikap dan motivasi serta pengaruhnya terhadap persepsi kita (Mangkunegara, 2001). Nilai sosial menempatkan nilai yang tertinggi kepada kecintaannya pada orang lain, mampu menerima kritik, mengenal dengan baik karakter seseorang, mudah bergaul dimasyarakat serta mampu bertoleransi terhadap keberagaman (Widiastuti, 2005).

2.9.1 Jenis-Jenis Nilai Sosial

  Di masyarakat kita dapat menjumpai berbagai nilai yang dianut demi kebaikan bersama anggota masyarakat. Di samping beberapa jenis nilai sosial seperti yang diutarakan Notonagoro di atas, masih ada beberapa jenis nilai sosial dilihat dari sifat, ciri, dan tingkat keberadaannya.

  a. Berdasarkan Sifatnya Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengenal tujuh jenis nilai dilihat dari sifatnya, yaitu nilai kepribadian, kebendaan, biologis, kepatuhan hukum, pengetahuan, agama, dan keindahan.

  1. Nilai kepribadian, yaitu nilai yang dapat membentuk kepribadian seseorang, seperti emosi, ide, gagasan, dan lain sebagainya.

  2. Nilai kebendaan, yaitu nilai yang diukur dari kedayagunaan usaha manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Biasanya jenis nilai ini disebut dengan nilai yang bersifat ekonomis.

  3. Nilai biologis, yaitu nilai yang erat hubungannya dengan kesehatan dan unsur biologis manusia. Misalnya dengan melakukan olahraga untuk menjaga kesehatan.

  4. Nilai kepatuhan hukum, yaitu nilai yang berhubungan dengan undang-undang atau peraturan negara. Nilai ini merupakan pedoman bagi setiap warga negara agar mengetahui hak dan kewajibannya.

  5. Nilai pengetahuan, yaitu nilai yang mengutamakan dan mencari kebenaran sesuai dengan konsep keilmuannya.

  6. Nilai agama, yaitu nilai yang berhubungan dengan agama dan kepercayaan yang dianut oleh anggota masyarakat. Nilai ini bersumber dari masing- masing ajaran agama yang menjelaskan sikap, perilaku, perbuatan, perintah, dan larangan bagi umat manusia.

  7. Nilai keindahan, yaitu nilai yang berhubungan dengan kebutuhan akan estetika (keindahan) sebagai salah satu aspek dari kebudayaan.

  b. Berdasarkan Cirinya Berdasarkan cirinya, kita mengenal dua jenis nilai, yaitu nilai yang tercernakan dan nilai dominan.

  1. Nilai yang tercernakan atau mendarah daging ( internalized value ), yaitu nilai yang menjadi kepribadian bawah sadar atau dengan kata lain nilai yang dapat mendorong timbulnya tindakan tanpa berpikir panjang. Sebagai contohnya seorang ayah dengan sangat berani dan penuh kerelaan menolong anaknya yang terperangkap api di rumahnya, meskipun risikonya sangat besar.

  2. Nilai dominan, yaitu nilai yang dianggap lebih penting daripada nilai-nilai yang lainnya. Mengapa suatu nilai dikatakan dominan? Ada beberapa ukuran yang digunakan untuk menentukan dominan atau tidaknya suatu nilai, yaitu sebagai berikut.

  a. Banyaknya orang yang menganut nilai tersebut.

  b. Lamanya nilai dirasakan oleh anggota kelompok yang menganut nilai itu.

  c. Tingginya usaha untuk mempertahankan nilai tersebut.

  d. Tingginya kedudukan orang yang membawakan nilai itu.

  c. Berdasarkan Tingkat Keberadaannya Kita mengenal dua jenis nilai berdasarkan tingkat keberadaannya, yaitu nilai yang berdiri sendiri dan nilai yang tidak berdiri sendiri.

  1. Nilai yang berdiri sendiri, yaitu suatu nilai yang diperoleh semenjak manusia atau benda itu ada dan memiliki sifat khusus yang akhirnya muncul karena memiliki nilai tersebut. Contohnya pemandangan alam yang indah, manusia yang cantik atau tampan, dan lain-lain.

  2. Nilai yang tidak berdiri sendiri, yaitu nilai yang diperoleh suatu benda atau manusia karena bantuan dari pihak lain. Contohnya seorang siswa yang pandai karena bimbingan dan arahan dari para gurunya. Dengan kata lain nilai ini sangat bergantung pada subjeknya.

2.10 Teori Hubungan Antar Variabel

  2.10.1 Hubungan Tanggung Jawab dan Kinerja

  Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

  Hasil penelitian mengungkapkan karyawan bertanggung jawab atas setiap pekerjaannya ketika manajemennya memiliki visi atas kinerja operasional perusahaan tetapi juga dalam menjalankan aktivitasnya, memperhatikan lingkungan yang ada disekitarnya (Muhadi, 2007).

  2.10.2 Hubungan Kepribadian dan Kinerja Untuk mencapai kinerja kreatif, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

  Salah satunya adalah kepribadian. Kepribadian itu mempunyai arti yang lebih dari pada hanya sekedar sifat menarik yang tersusun dari semua sifat yang dimilikinya.

  Sifat tersebut bermacam-macam. Seperti yang berkenaan dengan cara orang berbuat, menggambarkan sikap, berhubungan dengan minat, dan temperamen emosionil (Mahmud, 1990).

  Penelitian lain menjelaskan bahwa kepribadian yang baik dari setiap dosen sangat terkait dengan kinerja kreatif dosen dalam berorganisasi (Suparman, 2007).

  2.10.3 Hubungan Proses Belajar dan Kinerja

  Di dalam perilaku organisasi, proses belajar itu didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang relatif permanen yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman hidup. Dapat dikatakan bahwa perubahan-perubahan bahan perilaku itu menunjukkan telah terjadinya proses belajar dan proses belajar itu sendiri adalah perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari proses belajar tersebut.

  Proses belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progressif. Belajar juga dipahami sebagai suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka kinerja menjadi lebih baik. Sebaliknya bila ia tidak belajar, maka kinerjanya menurun (Sagala, 2010).

2.10.4 Hubungan Kondisi Kerja dan Kinerja

  Kondisi Kerja adalah Working condition can be defined as series of

  conditions of the working environment in which become the working place of the employee who works there . yang kurang lebih dapat diartikan kondisi kerja

  sebagai serangkaian kondisi atau keadaan lingkungan kerja dari suatu perusahaan yang menjadi tempat bekerja dari para karyawan yang bekerja didalam lingkungan tersebut. Yang dimaksud disini adalah kondisi kerja yang baik yaitu nyaman dan mendukung pekerja untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik. Meliputi segala sesuatu yang ada di lingkungan karyawan yang dapat mempengaruhi kinerja, serta keselamatan dan keamanan kerja, temperatur, kelambapan, ventilasi, penerangan, kebersihan dan lain–lain (Stewart and Stewart, 1993).

  Menurut (Newstrom, 1996) Work condition relates to the scheduling of

  work-the length of work days and the time of day (or night) during which people work . yang kurang lebih berarti bahwa kondisi kerja berhubungan dengan

  penjadwalan dari pekerjaan, lamanya bekerja dalam hari dan dalam waktu sehari atau malam selama orang-orang bekerja. Oleh sebab itu kondisi kerja yang terdiri dari faktor-faktor seperti kondisi fisik, kondisi psikologis, dan kondisi sementara dari lingkungan kerja, harus diperhatikan agar para pekerja dapat merasa nyaman dalam bekerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja.

2.10.5 Hubungan Nilai Sosial dan Kinerja

  Nilai sosial juga berfungsi sebagai pemersatu yang dapat mengumpulkan orang banyak dalam kesatuan atau kelompok tertentu. Dengan kata lain, nilai sosial menciptakan dan meningkatkan solidaritas antar manusia. Nilai penting dalam mempelajari perilaku organisasi karena nilai meletakkan dasar untuk mengerti tentang sikap dan motivasi serta pengaruhnya terhadap persepsi kita.

  Penelitian (Widiastuti, 2005) menyatakan apabila nilai sosial yang dimiliki oleh seseorang seperti kecintaannya pada orang lain, mudah bergaul dan mampu menerima kritikan dapat dilakukan dengan baik akan mengarah pada peningkatan kinerja seseorang. Dengan kata lain, semakin baik nilai sosial yang dimiliki seseorang maka akan semakin baik kinerja yang dapat diberikannya kepada perusahaan.

  2. 10.6 Hubungan Kinerja dan Komitmen Keorganisasian

  Dalam penelitian (Brown et al, 1993) “ Antecedents and Consequences of

  Salesperson Job Satisfaction: Meta Analysis and Assesment of Causal Effects

  Pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa terdapat pengaruh kinerja terhadap komitmen organisasional secara signifikan secara statistik, namun karena besarnya ukuran sampel, pengaruhnya dinyatakan lemah dan tidak terdapat signifikansi secara substansial.

  Penelitian berikutnya Johlke et al, (2000) “ An Integrated Model of Sales

  Manager’ s Communication Practices “ Pengujian hipotesis yang dilakukan

  membuktikan bahwa kinerja salesperson berhubungan positif dengan komitmen organisasi.

2.11 Kerangka Konseptual

  Tanggung Jawab H.1 Kepribadian

  H.2 H.6 H.3 Proses

  Komitmen Kinerja Belajar

  Organisasi Dosen H.4 Kondisi

  Kerja H.5 Nilai Sosial

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.12 Hipotesis.

  H. 1 : Tanggung jawab berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja dosen.

  H. 2 : Kepribadian berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja dosen.

  H. 3 : Proses belajar berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja dosen.

  H. 4 : Kondisi kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja dosen.

  H. 5 : Nilai sosial berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja dosen.

  H. 6 : Kinerja dosen berpengaruh positif signifikan terhadap komitmen keorganisasian

Dokumen yang terkait

Determinan Kinerja Dosen Dalam Membentuk Komitmen Keorganisasian (Studi Pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Harapan Medan)

3 61 170

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Kinerja Ekonomi Daerah di Kota Lhokseumawe

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Kloramfenikol - Penetapan Kadar Kloramfenikol Dalam Sediaan Kapsul Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

1 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Krim - Penetapan Kadar Hidrokortison Asetat Dalam Sediaan Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Kckt)

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Krim - Penetapan Kadar Betametason Valerat Dalam Krim Betametason Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

0 1 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori daya saing - Analisis Determinan Daya Saing Ekonomi Kabupaten Batu Bara

2 3 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daya Saing Global - Analisis Determinan Daya Saing Ekonomi Di Kabupaten Labuhanbatu Utara

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Dosen 2.1.1 Definisi Kinerja Dosen - Kepuasan Mahasiswa tentang Kinerja Dosen dalam Pembelajaran pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Keperawatan USU

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi 2.1.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi - Pemanfaatan Koleksi Pada Perpustakaan Sekolah Tinggi Pertanian Agribisnis Perkebunan (STIPAP) Medan

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpustakaan Sekolah - Pelayanan Berkebutuhan Khusus Pada Sekolah Luar Biasa Perguruan Al-Azhar Medan

0 0 15