TRANSFORMASI HUJAN – DEBIT DAERAH ALIRAN SUNGAI BENDUNG SINGOMERTO BERDASARKAN MOCK, NRECA, TANK MODEL DAN RAINRUN HALAMAN JUDUL - Transformasi Hujan – Debit Daerah Aliran Sungai Bendung Singomerto Berdasarkan Mock, Nreca, Tank Model Dan Rainrun

Disusun oleh: FESTY RATNA ADITAMA NIM I 0109032 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

HALAMAN PERSETUJUAN TRANSFORMASI HUJAN – DEBIT DAERAH ALIRAN SUNGAI BENDUNG SINGOMERTO BERDASARKAN METODE MOCK, NRECA, TANK MODEL DAN RAINRUN THE RAINFALL RUNOFF ANALYSIS OF SINGOMERTO WEIR WATERSHED BASED ON MOCK, NRECA, TANK MODEL, AND RAINRUN METHODS SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

FESTY RATNA ADITAMA NIM I. 0109032

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Persetujuan:

Dosen Pembimbing I

Ir. Agus Hari Wahyudi, MSc NIP. 19630822 198903 1 002

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Rr. Rintis Hadiani, MT NIP. 19630120 198803 2 002

TRANSFORMASI HUJAN – DEBIT DAERAH ALIRAN SUNGAI BENDUNG SINGOMERTO BERDASARKAN METODE MOCK, NRECA, TANK MODEL DAN RAINRUN THE RAINFALL RUNOFF ANALYSIS OF SINGOMERTO WEIR WATERSHED BASED ON MOCK, NRECA, TANK MODEL, AND RAINRUN METHODS SKRIPSI

Disusun Oleh : FESTY RATNA ADITAMA NIM I. 0109032

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta pada :

Hari

: Kamis Tanggal : 17 Januari 2013

Ir. Agus Hari Wahyudi, MSc

NIP. 19630822 198903 1 002

Dr. Ir. Rr. Rintis Hadiani, MT

NIP. 19630120 198803 2 002

Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS

NIP. 19480422 198503 2 001

Ir. Susilowati, MSi

NIP. 19480610 198503 2 001

Mengesahkan, Ketua Jurusan

Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS

Ir. Bambang Santosa, MT

NIP. 19590823 198601 1 001

MOTTO

§ ALLAH S.W.T, pemilik dunia dan seisinya. § Ibu, yang telah melahirkan ku. Ibu, yang selama ini telah menyayangi dan

mencintai ku. Ibu, yang selama ini telah membesarkan dan mengajari ku. Bapak, yang telah mengajari ku tentang kehidupan. Terima kasih untuk kasih sayang dan bimbingan kalian selama hidupku.

§ Adikku, Cindy Rindamwati yang telah memberikan dukungannya. § Harjun Adhitya Sasongko, terima kasih untuk perhatian, pengertian,

kesabaran, semangat dan dukungan, serta keyakinannya. § Sahabat ku Alty Andiani, Raras Phusty, dan Monica Andhina yang selalu ada

saat suka maupun dukaku. § Sahabat ku Tora, Andika, Gary, Agri, Ariza dengan segala candaan dan

momen persahabatannya. § Mbak Nisa, Mbak Mei, Mas Atom, Mas Adi, Mas Wahyu, Mas Ipul dan Mas Ghea atas bimbingannya selama berada di laboratorium hidrolika. § Bu Rintis atas ilmu, kesabaran dan ajaran hidup yang diajarkannya, dan Pak

Agus Hari atas ilmu yang berguna. § Teman-teman hidromatic yang sering saya buat panik Syifa, Lutfi, Deandra,

Indra, Paska, terima kasih atas dukungannya dan semua teman sipil Universitas Sebelas Maret angkatan 2009.

§ Teman-teman tisanders, Sofi, Tya, Linda, Mbak Nunung, Mbak Ana, Mbak

Lia, Lupita. § Kota Solo yang menjadi saksi cerita hidupku.

ABSTRAK

Festy Aditama, Agus Wahyudi, dan Rintis Hadiani. 2012. Transformasi Hujan –

Debit Daerah Aliran Sungai Bendung Singomerto Berdasarkan Mock,

NRECA, Tank Model, dan Rainrun. Skripsi. Jurusan Teknik Sipil. Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Transformasi hujan – debit adalah menghitung debit keluaran berdasarkan data masukan hujan. Ada beberapa metode perhitungan transformasi data hujan menjadi debit yang telah dikenal dan berkembang di Indonesia. Cara yang sering digunakan antara lain adalah metode Mock, NRECA, dan Tank Model. Metode lain yang belum banyak dikembangkan adalah Rainrun.

Penelitian ini dilakukan dengan cara analitis desktiptif kuantitatif dengan mengaplikasikan empat metode perhitungan diatas. Lokasi penelitian berada di Kabupaten Banjarnegara Propinsi Jawa Tengah. Daerah Aliran Sungai (DAS) ini berada di bawah pengelolaan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) dan Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Banjarnegara serta Balai PSDA Serayu Citanduy, Dinas PSDA Provinsi Jawa Tengah dan di bawah kewenangan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas pertimbangan aliran air dari DAS Bendung Singomerto merupakan inflow utama waduk Mrica dan belum dilakukan perhitungan dengan empat metode.

Hasil penelitian transformasi hujan – debit dengan empat metode pada DAS Bendung Singomerto dengan Metode Mock menghasilkan nilai korelasi (R) = 0,854, Selisih volume (VE) = 19,058%, dan koefisien efisiensi model (CE) = 0,092. NRECA menghasilkan nilai R = 0,817, VE = 35,378%, dan CE = -3,199. Tank Model menghasilkan nilai R = 0,854, VE = 0,292%, dan CE = 0,727. Rainrun menghasilkan nilai R = 0,879, VE = 11,816%, dan CE = 0,408.

Kata Kunci : Tranformasi hujan - debit, Metode Mock, NRECA, Tank Model, Rainrun .

ABSTRACK

Festy Ratna Aditama, Agus Hari Wahyudi, and Rintis Hadiani. 2012. The

Rainfall Runoff Analysis of Singomerto Weir Watershed Based on Mock,

Nreca, Tank Model, and Rainrun Methods. Thesis. Department of Civil Engineering. Faculty of Engineering. Sebelas Maret University. Surakarta.

The rainfall runoff analysis is output based on input data of rain. There are several rainfall runoff analysis methods that has been known and grown in Indonesia. The methods that are often used include Mock method, NRECA, and Tank Model. Another method that has not been developed is Rainrun.

The research was conducted by quantitative analytical desktiptif by applying the above four methods of calculation. What research is Banjarnegara District, Central Java Province. Watershed is under the management Department of Water Resources Management (DWRM) and Energy and Mineral Resources Banjarnegara district and Serayu Citanduy DWRM Hall, Central Java Province DWRM and under the authority of the Central River Region Serayu Opak. Site selection was based on the consideration of the flow of water from Singomerto weir watershed is a major reservoir inflow Mrica and have not been calculated with four methods yet.

The results of rainfall runoff analysis in Singomerto weir watershed using four methods are Mock method produces a correlation value (R) = 0.854, excess volume (VE) = 19.058%, and the model efficiency coefficient (CE) = 0.092. NRECA produce value R = 0.817, VE = 35.378%, and CE = -3.199. Tank models produce value R = 0.854, VE = 0.292%, and CE = 0.727. Rainrun produce value R = 0.879, VE = 11.816%, and CE = 0.408.

Keyword : Rainfall Rainoff Transformation, Method Mock, NRECA, Tank Model, Rainrun

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir dengan judul ” Transformasi Hujan – Debit Daerah Aliran Sungai Bendung Singomerto Berdasarkan Mock, NRECA, Tank Model, dan Rainrun” guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan tugas akhir ini dapat berjalan lancar tidak lepas dari bimbingan, dukungan, dan motivasi dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Segenap Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Segenap Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ir. Agus Hari Wahyudi, MSc selaku dosen pembimbing I.

4. Dr. Ir. Rr. Rintis Hadiani, MT selaku dosen pembimbing II.

5. Ir. Endang Rismunarsi, MT selaku dosen pembimbing akademik.

6. Dosen Penguji skripsi.

7. Segenap bapak dan ibu dosen pengajar di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Rekan-rekan mahasiswa jurusan Teknik Sipil

9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis dengan tulus ikhlas.

Penulis menyadari tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa mendatang.

Surakarta, Januari 2013

Penulis

Tank Model dan Rainrun dari tahun 1994 – 2008 ...............78

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 81

5.1 Kesimpulan ...................................................................................81

5.2 Saran ............................................................................................82

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 844 L L A A M M P P I I R R A A N N A A L L A A M M P P I I R R A A N N B B L L A A M M P P I I R R A A N N C C

setelah dikalibrasi ..................................................................................... 56 Tabel 4.21. Asumsi kondisi awal parameter DAS Rainrun ............................................ 58 Tabel 4.22. Hasil nilai parameter setelah dikalibrasi ...................................................... 60 Tabel 4.23. Transformasi hujan – debit Rainrun tahun 2002 – 2008 setelah

dikalibrasi ................................................................................................. 61

Tabel 4.24. Transformasi hujan – debit Metode Mock dengan data dari tahun 1994 –

2008 setelah dikalibrasi ............................................................................. 64

Tabel 4.25. Transformasi hujan – debit Metode NRECA dengan data dari tahun 1994

– 2008 setelah dikalibrasi .......................................................................... 67

Tabel 4.26. Transformasi hujan – debit Tank Model dengan data dari tahun 1994 –

2008 setelah dikalibrasi ............................................................................. 70

Tabel 4.27. Transformasi hujan – debit Rainrun dengan data dari tahun 1994 – 2008

setelah dikalibrasi ..................................................................................... 73 Tabel 4.28. Rekapitulasi nilai parameter DAS Metode Mock ......................................... 75 Tabel 4.29. Rekapitulasi nilai parameter DAS Metode NRECA ..................................... 76 Tabel 4.30. Rekapitulasi nilai parameter DAS Tank Model ............................................ 76 Tabel 4.31. Nilai perkiraan awal parameter DAS Rainrun ............................................. 77 Tabel 4.32. Rekapitulasi nilai keandalan metode berdasarkan nilai R, VE dan CE ........... 77 Tabel 4.33. Rekapitulasi nilai debit masing-masing metode ........................................... 78

Gambar 1.1. DAS Bendung Singomerto (Anonim, 2011) ............................................. 2 Gambar 2-1.

Poligon Thiessen .................................................................................... 8 Gambar 2-2.

Grafik perbandingan penguapan nyata dan potensial ............................... 17 Gambar 2-3.

Simulasi Model Tangki ......................................................................... 18 Gambar 2-4.

Skematitasi Model Rainrun ................................................................... 20 Gambar 3-1.

Diagram alir penelitian .......................................................................... 29 Gambar 3-2a. Diagram alir penelitian (lanjutan) .......................................................... 30 Gambar 4-1.

Kurva massa ganda stasiun hujan Garung, Wonosobo, Mungkung, Kertek, Limbangan, dan Penjawaran ...................................................... 33

Gambar 4-2. Poligon Thiessen DAS Bendung Singomerto .......................................... 34 Gambar 4-3.

Grafik data pencatatan debit lapangan .................................................... 44 Gambar 4-4.

Grafik perbandingan transformasi hujan – debit hasil kalibrasi Metode Mock dengan data pencatatan debit lapangan ............................. 48

Gambar 4-5. Grafik perbandingan transformasi hujan – debit hasil kalibrasi NRECA dengan data pencatatan debit lapangan ...................................... 52

Gambar 4-6. Grafik perbandingan transformasi hujan – debit hasil kalibrasi Tank Model dengan data pencatatan debit lapangan ......................................... 57

Gambar 4-7. Grafik perbandingan transformasi hujan – debit hasil kalibrasi Rainrun dengan data pencatatan debit lapangan ...................................... 62

Gambar 4-8. Grafik transformasi hujan – debit Metode Mock tahun 1994 – 2008 ......... 65 Gambar 4-9.

Grafik transformasi hujan – debit Metode NRECA tahun 1994 – 2008 .................................................................................................... 68

Gambar 4-10. Grafik transformasi hujan – debit Tank Model tahun 1994 – 2008 ............ 71 Gambar 4-11. Grafik transformasi hujan – debit Rainrun tahun 1994 – 2008 ................. 74 Gambar 4-12. Grafik Perbandingan Transformasi Hujan – Debit Metode Mock,

NRECA, Tank Model, dan Rainrun ........................................................ 79 NRECA, Tank Model, dan Rainrun ........................................................ 79

H = jaringan radiasi gelombang pendek (longley/day) = debit rata-rata

A = luas area (km 2 )

AET

= evapotranspirasi aktual (mm) CE = koefisien efisiensi

CE k

= koefisien efisiensi pada saat kalibrasi

CE s

= koefisien efisiensi pada saat simulasi DF = aliran langsung (direct flow)

EM

= kelebihan kelengasan (excess moist)

EMR

= rasio kelebihan kelengasan (excess moist ratio)

E p = evapotranspirasi potensial (mm/hari)

Eq = evaporasi terhitung pada saat temperatur permukaan sama dengan

temperatur udara (mm/hr)

ER = hujan pada permukaan tanah (Excess Rainfall) (mm/bln) Eto

= indek evaporasi yang besarnya sama dengan evapotranspirasi dari

rumput yang dipotong pendek (mm/hr)

f (m) = efek dari angka nyata dan jam penyinaran matahari terang

maksimum pada radiasi gelombang panjang

f (Tai)

= efek dari temperatur radiasi gelombang panjang

GWF

= aliran air tanah (ground water flow)

GWS

= tampungan air tanah (ground water storage)

H = jumlah hari dalam perhitungan.

I = infiltrasi (mm/bln) k c = koefisien empiris tetumbuhan atau tanaman (-)

= nominal

= jumlah stasiun

= curah hujan bulanan (mm) P 1 = parameter yang menggambarkan karakteristik tanah permukaan p 1 ,p 2 ,…p n = hujan di stasiun 1,2,…n P 2 = parameter yang menggambarkan karakteristik tanah bagian dalam

P netto = presipitasi (mm/bln) Qcal i = debit terhitung (m 3 /s)

Qmax

= debit maksimum

Qmin

= debit minimum

Qobs i = debit terukur (m 3 /s)

= lama penyinaran matahari relatif

= koefisien korelasi R k = koefisien korelasi pada saat kalibrasi R s = koefisien korelasi pada saat simulasi

Ra

= curah hujan tahunan (mm)

Rb

= curah hujan bulanan (mm) R bas = larian air tanah (mm/bln) R int = larian antara (mm/bln)

Rint

= aliran antara (mm/bln) R su r = aliran permukaan (mm/bln) R sur = larian permukaan (mm/bln) R tot = jumlah limpasan/debit (mm/bln) SM2 i = kelembaban tanah baru pada tampungan air bebas zona atas

(mm/bln) SM2 i-1 = kelembaban tanah sebelumnya pada tampungan air bebas zona atas

(mm/bln)

SMC1 = kapasitas kelembaban tanah pada tampungan air tertekan zona atas

(mm/bln)

SMC2 = kapasitas kelembaban tanah pada tampungan air bebas zona atas

(mm/bln) SMI 1 = kelembaban tanah baru pada tampungan air tertekan zona atas

(mm/bln) SMI i-1 = kelembaban tanah sebelumnya pada tampungan air tertekan zona

atas (mm/bln) VE = selisih volume (%) VE k = selisih volume pada saat kalibrasi (%)

Wo

= tampungan kelengasan awal

X = debit terhitung (m 3 /s)

= debit terukur (m 3 /s)

1 = fraksi kehilangan hambatan (-) = fraksi aliran permukaan

a = albedo (koefisien reaksi)

h = faksi hutan = kemiringan tekanan uap air jenuh yang berlawanan dengan dengan

kurva temperatur pada temperatur udara (mmHg/ 0 C)

= konstanta Bowen (0,49 mmHg/ 0 C) -1 = panas laten dari penguapan (longley/minutes)

µ2

= kecepatan angin pada ketinggian 2m di atas tanah

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses analisis hidrologi. Kedalaman curah hujan (rainfall depth) yang turun dalam suatu DAS akan dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff ), aliran antara (interflow, sub-surface runoff), maupun sebagai aliran air tanah (groundwater flow) (Sri Harto, 1993).

Menurut Soemarto (1987) debit diartikan sebagai volume air yang mengalir per satuan waktu melewati suatu penampang melintang palung sungai, pipa, pelimpah, akuifer dan sebagainya. Data debit diperlukan untuk menentukan volume aliran atau perubahan-perubahannya dalam suatu sistem DAS. Data debit diperoleh dengan cara pengukuran debit langsung dan pengukuran tidak langsung (Sri Harto, 2000).

Semua model konseptual untuk transformasi data hujan menjadi data aliran sungai pada dasarnya dikembangkan dari konsep dasar yang sama, yaitu daur hidrologi. Hal yang membedakan antara model satu dengan lainnya terletak pada cara melakukan interpretasi terhadap proses mulai terjadinya hujan sampai menjadi aliran (Sulianto dan Ernawan Setiono, 2012).

Lokasi penelitian ini berada di Kabupaten Banjarnegara Propinsi Jawa Tengah. Daerah Irigasi Singomerto berada di bawah pengelolaan UPTD Wilayah I Banjarnegara dan Wilayah II Mandiraja, Dinas PSDA dan ESDM Kabupaten Banjarnegara serta Balai PSDA Serayu Citanduy, Dinas PSDA Provinsi Jawa Tengah dan di bawah kewenangan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak. Penelitian ini akan menganalisis transformasi data hujan – debit di DAS Bendung Singomerto dengan menggunakan metode Mock, NRECA (National Rural Electric Lokasi penelitian ini berada di Kabupaten Banjarnegara Propinsi Jawa Tengah. Daerah Irigasi Singomerto berada di bawah pengelolaan UPTD Wilayah I Banjarnegara dan Wilayah II Mandiraja, Dinas PSDA dan ESDM Kabupaten Banjarnegara serta Balai PSDA Serayu Citanduy, Dinas PSDA Provinsi Jawa Tengah dan di bawah kewenangan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak. Penelitian ini akan menganalisis transformasi data hujan – debit di DAS Bendung Singomerto dengan menggunakan metode Mock, NRECA (National Rural Electric

Gambar 1.1. DAS Bendung Singomerto (Anonim, 2011)

Di Indonesia ada tiga metode yang dikenal dan sudah dimanfaatkan dalam perhitungan transformasi data hujan – debit, yaitu Metode Mock, NRECA, dan Tank Model . Perhitungan debit dengan menggunakan ketiga metode tersebut hasilnya sering kali kurang memuaskan apabila dibandingkan dengan data pencatatan debit yang ada di lapangan. Sementara untuk metode Rainrun belum banyak diaplikasikan untuk transformasi data hujan – debit.

Beberapa penelitian yang telah ada sebelumnya mengenai beberapa penghitungan transformasi data hujan – debit dengan berbagai metode di atas yaitu oleh Ernawan Setiono, 2011 Pemakaian Model Diterministik Untuk Transformasi Data Hujan Menjadi Data Debit Pada DAS Lahor yang merupakan upaya untuk mengetahui performa model determinstik F.J Mock, NRECA, dan Tank Model pada Das Lahor. Dian Savitri, 2006, mengkaji tentang analisis hujan aliran dengan metode Mock dan metode NRECA.

Lokasi Penelitian

DAS Be ndung Singom erto dalam wila yah Jateng

Roby Hambali dan Joko Sujono, 2008 meneliti Pengaruh Analisis Hujan DAS Terhadap Ketersediaan Air Berdasarkan Model Hujan-Aliran Rainrun pada DAS Gajahwong di Papringan. Dwi Tama, 2007, meneliti tentang Analisis Ketersediaan Air Menggunakan Model Mock dan Model Rainrun (Studi Kasus DAS Bedog dan DAS Code).

Penghitungan transformasi data hujan ke debit dengan menggunakan keempat metode sekaligus, yaitu Metode Mock, NRECA, Tank Model dan Rainrun di DAS Bendung Singomerto belum dilakukan. Maka dari itu, penelitian ini akan meneliti tentang transformasi data hujan - debit dengan keempat metode tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang adalah :

1. Bagaimana hasil kalibrasi parameter DAS Bendung Singomerto untuk metode Mock, NRECA, Tank Model dan Rainrun, dengan data pencatatan debit historis?

2. Bagaimana hasil transformasi hujan – debit dengan menggunakan metode Mock, NRECA, Tank Model dan Rainrun pada DAS Bendung Singomerto?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian dilakukan di DAS Bendung Singomerto.

2. Data hujan yang digunakan adalah data hujan tahun 1994-2008 di 6 (enam) stasiun.

3. Data klimatologi yang digunakan adalah stasiun Pengamatan klimatologi Bojongsari tahun 1986-2008.

4. Data pencatatan debit harian manual yang digunakan mulai tahun 2002 sampai dengan 2008.

5. Penelitian ini hanya menganalisis transformasi hujan – debit.

6. Analisis transformasi hujan – debit menggunakan metode Mock, NRECA, Tank Model dan Rainrun.

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan nilai parameter DAS Bendung Singomerto untuk Metode Mock, NRECA, Tank Model dan Rainrun, dari hasil kalibrasi beserta nilai keandalannya.

2. Menghasilkan transformasi hujan – debit pada DAS Bendung Singomerto berdasarkan metode Mock, NRECA, Tank Model dan Rainrun dari tahun 1994 – 2008.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis, memberikan suatu informasi ilmu ketekniksipilan, terutama hidrologi berupa analisis transformasi hujan – debit dengan empat metode sekaligus di DAS Singomerto.

2. Manfaat praktis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi baru untuk perhitungan transformasi hujan – debit yang dapat diaplikasikan dengan mudah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Beberapa model yang sudah dikenal sebelumnya untuk transformasi hujan – debit seperti Metode Mock, NRECA, dan Tank Model hasilnya dirasa belum cukup mendekati dengan data pencatat debit di lapangan. Maka dari itu, penelitian ini mencoba mengembangkan model Rainrun yang telah ada sebelumnya, namun belum berkembang untuk menawarkan suatu alternatif pilihan model dalam penghitungan debit andalan.

Menurut Ernawan Setyono, 2011 berdasarkan hasil dari transformasi data hujan menjadi data debit pada Waduk Lahor menunjukan bahwa Tank model yang menunjukkan performa paling baik dari model deterministik yang digunakan dengan simpangan debit model dan debit amatan. Sementara Sulianto, 2010 menjelakan bahwa untuk Tank Model mempunyai kelemahan mendasar dari penerapannya karena begitu banyaknya parameter yang nilainya harus ditetapkan terlebih dahulu secara simultan sebelum model tersebut diaplikasikan. Kondisi ini menyebabkan Model Tangki dianggap tidak efisien untuk memecahkan masalah- masalah praktis.

Model Rainrun, yang merupakan model terpadu (“lump”) untuk simulasi daerah tangkapan atau sub daerah tangkapan secara keseluruhan, telah divalidasikan dan diuji untuk sungai Citarum di Palumbon. Hasilnya cukup bagus dan dapat disebutkan bahwa model Rainrun menawarkan suatu alternatif menarik dibanding dengan model lainnya. Dengan mempertimbangkan ukuran daerah tangkapan Citarum dan keanekaragaman spasial tumbuhan, geologi, topografi dan curah Model Rainrun, yang merupakan model terpadu (“lump”) untuk simulasi daerah tangkapan atau sub daerah tangkapan secara keseluruhan, telah divalidasikan dan diuji untuk sungai Citarum di Palumbon. Hasilnya cukup bagus dan dapat disebutkan bahwa model Rainrun menawarkan suatu alternatif menarik dibanding dengan model lainnya. Dengan mempertimbangkan ukuran daerah tangkapan Citarum dan keanekaragaman spasial tumbuhan, geologi, topografi dan curah

Berdasarkan penelitian mengenai analisis hujan aliran dengan menggunakan model Rainrun dan Mock yang telah dilakukan oleh Abdillah, 2006, aplikasi model Rainrun untuk mengalihragaman hujan menjadi aliran di DAS Gajahwong dan Winongo memberikan hasil yang relatif lebih baik dibandingkan dengan model Mock.

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah aliran sungai atau DAS sebagai suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian mengalirkannya ke laut melalui sungai utama (Chay Asdak, 1995). Setiap DAS memiliki karakteristik dan parameter DAS masing-masing. Hal tersebut tergantung dari tata guna lahan dan kondisi geologi DAS.

2.2.2 Kualitas Data Hujan

Besaran hujan adalah masukan terpenting dalam analisis tansformasi hujan – debit, sehingga apabila kesalahan yang terdapat pada data hujan terlalu besar maka hasil analisis yang dilakukan pantas diragukan (Sri Harto, 1993). Oleh karena itu perlu dilakukan uji kualitas data hujan.

Penelitian ini menggunakan metode kurva massa ganda dalam menentukan kepanggahan data. Metode ini menggunakan grafik dalam penentuan kepanggahannya. Apabila garis tidak lurus maka perlu dilakukan pemanggahan dengan cara mengalikan data dengan faktor perubahan kemiringan sebelum grafik patah dan sesudah grafik patah. Kepanggahan data hujan dengan kurva massa

ganda bisa juga dilihat dari nilai koefisien determinasi (R 2 ) antar data hujan pada stasiun hujan yang digunakan. Nilai R 2 harus mendekati satu (R 2 dan Anwar, 2009).

Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi hanya pada satu titik saja (point rainfall). Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan yang luas, satu alat penakar hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut. Dalam hal ini diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga rerata curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang ada di dalam atau di sekitar kawasan (Suripin, 2004).

Penelitian ini menggunakan metode Thiessen dalam mengubah hujan titik menjadi hujan daerah. Metode ini digunakan karena metode ini tidak menggunakan faktor kemiringan lahan sehingga dalam analisis ini faktor tersebut dapat diabaikan.

· Metode Thiessen Metode Thiessen memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditunjau tidak merata. Hitungan curah hujan rerata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun (Soemarto, 1999).

(2.1) dengan :

= hujan rerata daerah, p 1 ,p 2 ,…p n = hujan di stasiun 1,2,…n,

= jumlah stasiun,

A = luas daerah yang mewakili stasiun 1,2,…n. Metode Thiessen diwujudkan dalam bentuk poligon Thiessen. Poligon Thiessen

adalah tetap untuk jumlah dan letak stasiun hujan tertentu. Apabila terdapat penambahan jumlah stasiun hujan ataupun perubahan letak stasiun hujan, maka harus dibuat poligon yang baru.

.... A A A A

A .... p A p A p A p p

Gambar 2-1. Poligon Thiessen (Anonim, 2008)

2.2.4 Evapotranspirasi

Evapotranspirasi (ETo) adalah peristiwa evaporasi total, yaitu peristiwa evaporasi ditambang dengan transpirasi (Soewarno, 2000). Transpirasi sendiri adalah suatu proses yang air dalam tumbuhan dilimpahkan ke dalam atmosfer sebagai uap air (Subarkah, 1980)

Besarnya evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan metode Penman yang dimodifikasi oleh Nedeco/Prosida seperti diuraikan dalam PSA – 010. Evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan rumus-rumus teoritis empiris dengan memperhatikan faktor-faktor meteorologi yang terkait seperti suhu udara, kelembaban, kecepatan angin dan penyinaran matahari. Evapotranspirasi tanaman yang dijadikan acuan adalah rerumputan pendek (abeldo = 0,25).

Rumus evapotranspirasi Penman yang telah dimodifikasi adalah sebagai berikut (PSA-010 Dirjen Pengairan, Bina Program, 1985):

Eto

d (2.2) dengan :

Eto = Indek evaporasi yang besarnya sama dengan evpotranspirasi dari

rumput yang dipotong pendek (mm/hr) L -1 = panas laten dari penguapan (longley/minutes) (Tabel 2.1)

= konstanta Bowen (0,49 mmHg/ 0 C)

= kemiringan tekanan uap air jenuh yang berlawanan dengan dengan kurva temperatur pada temperatur udara (mmHg/ 0 C)

H = Jaringan radiasi gelombang pendek (longley/day)

-2 h sh x 10 -2

={a sh h sh x 10 -2

a sh x f(r) = Tabel 2.3 berdasarkan letak lintang dan radiasi matahari

h sh x 10 -2 = Tabel 2.4 berdasarkan letak lintang

a = albedo (koefisien reaksi), tergantung pada lapisan permukaan

yang ada untuk rumput = 0,25

H = f (Tai) x f (Tdp) x f (m)

f (Tai)

4 (Tabel 2.5) = efek dari temperatur radiasi gelombang panjang

f (Tdp)

= Tabel 2.6 berdasarkan harga Pz wa

= 8 (1 – r)

f (m)

= 1 – m/10 = efek dari angka nyata dan jam penyinaran matahari terang

maksimum pada radiasi gelombang panjang

= lama penyinaran matahari relatif

Eq = evaporasi terhitung pada saat temperatur permukaan sama

dengan temperatur udara (mm/hr) = 0,35 (0,50 + 0,54 µ2) x (ea – ed) = f (µ2) x PZ wa ] sa - PZ wa

= kecepatan angin pada ketinggian 2m di atas tanah

d.f(µ 2)

= Tabel 2.7 (berdasarkan µ2)

PZ wa ] sa = Tabel 2.8 (berdasarkan suhu udara rata-rata bulanan) PZ wa = PZ wa ] sa x kelembaban udara relatif rata-rata bulanan

catatan : 1 longley/day = 1 kal/cm 2 hari. Tabel 2.1. Koefisien suhu (1a – b) ( L -1 .10 2 )

Suhu Udara ( C)

Sumber : PSA-010 Dirjen Pengairan, Bina Program (1985)

Suhu Udara ( C)

Sumber : PSA-010 Dirjen Pengairan, Bina Program (1985)

Tabel 2.3. Koefisien radiasi matahari (tabel Pennman 5)(a sh x f(r)) Lintang

Utara/ Selatan

Sumber : PSA-010 Dirjen Pengairan, Bina Program (1985)

Lintang Utara/ Selatan

Sumber : PSA-010 Dirjen Pengairan, Bina Program (1985)

Tabel 2.5. Koefisien suhu (tabel 1a – b) ((f(Tai).10 -2 ) Suhu

Udara ( C)

9,68 9,68 9,69 Sumber : PSA-010 Dirjen Pengairan, Bina Program (1985)

Harga Pz.wa

Sumber : PSA-010 Dirjen Pengairan, Bina Program (1985)

Tabel 2.7. Koefisien angin (tabel Pennman 3)( d.f(m2)) Kec.

pada

V2 (m/dt)

Sumber : PSA-010 Dirjen Pengairan, Bina Program (1985)

Suhu Udara ( C)

30 31,82 32,00 32,19 32,38 32,57 32,76 32,95 32,14 33,33 33,52 Sumber : PSA-010 Dirjen Pengairan, Bina Program (1985)

2.2.5 Pengalihragaman Hujan – Aliran Metode Mock

Metode Mock memperhitungkan data curah hujan, evapotranspirasi, dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran sungai. Hasil dari permodelan ini dapat dipercaya jika ada debit pengamatan sebagai pembanding. Oleh karena keterbatasan data di daerah studi maka proses pembandingan hanya dilakukan pada tahun 2002 – 2008. Untuk itu diperlukan pendekatan parameter hidrologi yang lebih cermat sehingga hasil simulasi dapat diterima dengan tingkat akurasi sedang tetapi masih dapat digunakan untuk analisa selanjutnya.

Data dan asumsi yang diperlukan untuk perhitungan Metode Mock adalah sebagai berikut (Ramdani Akbar, 2010):

1. Data Curah Hujan Data curah hujan yang digunakan adalah curah hujan 15 (lima belas) harian. Stasiun curah hujan yang dipakai adalah stasiun yang dianggap mewakili kondisi hujan di daerah tersebut.

2. Evapotranspirasi Terbatas (Et) Evapotranspirasi terbatas

adalah evapotranspirasi actual dengan mempertimbangkan kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta frekuensi curah hujan.

a. Curah hujan setengah bulanan (P)

b. Jumlah hari hujan setengah bulanan (n)

c. Jumlah permukaan kering setengah bulanan (d) dihitung dengan asumsi bahwa tanah dalam suatu hari hanya mampu menahan air 12 mm dan selalu menguap sebesar 4 mm.

d. Exposed surface (m%) ditaksir berdasarkan peta tata guna lahan atau dengan asumsi: m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat, m = 0% pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan kering

untuk lahan sekunder, m = 10% - 40% untuk lahan yang tererosi, dan m = 20% - 50% untuk lahan pertanian yang diolah.

3. Faktor Karakteristik Hidrologi Faktor Bukaan Lahan : m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat, m = 10 – 40% untuk lahan tererosi, dan m = 30 – 50% untuk lahan pertanian yang diolah. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan untuk seluruh daerah studi yang merupakan daerah yang mempunyai tingkat kesuburan rendah maka dapat diasumsikan untuk faktor m diambil 20% - 50%.

4. Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Semakin besar DAS kemungkinan akan semakin besar pula ketersediaan debitnya.

5. Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC) Soil Moisture Capacity adalah kapasitas kandungan air pada lapisan tanah

permukaan (surface soil) per m 2 . Besarnya SMC untuk perhitungan ketersediaan air ini diperkirakan berdasarkan kondisi porositas lapisan tanah permukaan dari DAS. Semakin besar porositas tanah, akan semakin besar pula SMC yang ada. Dalam perhitungan nilai SMC diambil antara

50 mm sampai dengan 200 mm.

Keseimbangan air di permukaan tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

a. Air hujan (As),

b. Kandungan air tanah (soil storage), dan

c. Kapasitas kelembaban tanah (SMC).

7. Kandungan air tanah Besar kandungan tanah tergantung dari harga As, bila harga As negatif, maka kapasitas kelembaban tanah akan berkurang dan bila As positif maka kelembaban tanah akan bertambah.

8. Limpasan dan Penyimpangan Air Tanah (run off dan ground water storage ) Nilai run off dan ground water storage tergantung dari keseimbangan air dan kondisi tanahnya. Data-data yang diperlukan untuk menentukan besarnya aliran air tanah adalah sebagai berikut:

a. Koefisien Infiltrasi Koefisien nilai infiltrasi diperkirakan berdasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan DPS. Lahan DPS yang porous memiliki koefisien infiltrasi yang besar. Sedangkan lahan yang terjadi memiliki koefisien infitrasi yang kecil, karena air akan sulit terinfiltrasi ke dalam tanah. Batasan koefisien infiltrasi adalah 0 – 1.

b. Faktor Resesi Aliran Tanah (k) Faktor resesi adalah perbandingan antara aliran air tanah pada bulan ke-n dengan aliran air tanah pada awal bulan tersebut. Faktor resesi aliran tanah dipengaruhi oleh sifat geologi DPS. Dalam perhitungan ketersediaan air Metode FJ Mock, besarnya nilai k didapat dengan cara coba-coba sehingga dapat dihasilkan aliran seperti yang diharapkan.

c. Initial Storage (IS) Initial storage atau tampungan awal adalah perkiraan besarnya volume air pada awal perhitungan.

d. Penyimpangan air tanah (Ground Water Storage) Penyimpangan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan watu. Sebagai permulaan dari simulasi harus ditentukan penyimpangan awal (initial storage) terlebih dahulu.

9. Aliran Sungai Aliran dasar = infiltrasi – perubahan aliran air dalam tanah Aliran permukaan = volume air lebih – infiltrasi Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar Air yang mengalir di sungai merupakan jumlah dari aliran langsung (direct run off ), aliran dalam tanah (interflow) dan aliran tanah (base flow). Besarnya masing-masing aliran tersebut adalah:

a. Interflow = infiltrasi – volume air tanah,

b. Direct run off = water surplus – infiltrasi,

c. Base flow = aliran yang selalu ada sepanjang tahun,

d. Limpasan = interflow + direct run off + base flow.

2.2.6 Pengalihragaman Hujan – Aliran Metode NRECA

Model NRECA diperkenalkan oleh Norman H. Crawford pada tahun 1985. Model ini merupakan model konsepsi yang bersifat deterministik. Disebut model konsepsi karena basisnya didasari oleh teori. Untuk menginterpretasikan fenomena proses fisiknya digunakan persamaan dan rumus semi empiris (Anonim, 2011).

Langkah-langkah perhitungan pendugaan debit dengan metode NRECA, secara singkat dapat diselesaikan dengan persamaan-persamaan sebagai berikut (Anonim, 2011): Q = DF + GWF

(2.3) DF = EM – GWS

(2.4) GWF = P2 x GWS

(2.5) GWS = P1 x EM

(2.6) S = WB – EM

(2.7) EM = EMR x WB

AET = AET/PET x PET (2.10) Wi = Wo / N

(2.11) N = 100 + 0.20 Ra

(2.12) dengan :

Q = Debit aliran rerata, m 3 /dt,

DF = Aliran langsung (direct flow), GWF = Aliran air tanah (ground water flow), EM = Kelebihan kelengasan (excess moist), GWS = Tampungan air tanah (ground water storage),

P 1 = Parameter yang menggambarkan karakteristik tanah permukaan, P 2 = Parameter yang menggambarkan karakteristik tanah bagian dalam,

WB = Keseimbangan air (water balance), EMR = Rasio kelebihan kelengasan (excess moist ratio), Rb

= Curah hujan bulanan, mm, AET = Evapotranspirasi aktual, mm, PET = Evapotranspirasi potensial (Eto), mm, Wi = Tampungan kelengasan tanah, Wo = Tampungan kelengasan awal, N = Nominal, Ra

= Curah hujan tahunan, mm. Untuk nilai AET/PET dapat digunakan grafik berikut:

Gambar 2-2. Grafik perbandingan penguapan nyata dan potensial (AET/PET Ratio) (KP-Jaringan Irigasi 01)

Tank Model / Model tangki diperkenalkan oleh Dr.M. Sugawara yang menirukan (stimulate) daerah aliran sungai dengan menggantikannya oleh sejumlah tampungan berupa sederet tangki. Ilustrasi Model Tangki tersebut dapat dilihat pada Gambar 2-3.

Gambar 2-3. Simulasi Model Tangki

Prosedur perhitungan yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut (Anonim, 2011):

1. Membuat susunan tangki lengkap dengan karakteristiknya yang diasumsikan bisa mewakili atau menggambarkan karakteristik DAS yang akan dimodelkan.

2. Untuk perhitungan pertama, tambahkan curah hujan periode ini pada tampungan periode sebelumnya, kemudian dikurangi dengan evaporasinya. Pengurangan evaporasi hanya dilakukan terhadap tangki teratas saja (tangki 1), tetapi jika pengurangan dari tangki teratas belum cukup, maka kekurangan tersebut dipikul oleh tangki-tangki di bawahnya.

diperoleh dalam langkah tiga. Besarnya limpasan dan infiltrasi diperoleh dari perkalian koefisien lubang dengan tinggi tampungan terhadap lubang yang bersangkutan

4. Perhitungan sisa tinggi tampungan dengan mengurangi tinggi tampungan yang diperoleh dari langkah 3 dengan selisih limpasan dan evaporasi.

5. Perhitungan untuk tangki yang kedua dan seterusnya prosedurnya hampir sama dengan tangki yang pertama, tetapi masukannya diganti dengan tinggi keluaran dari lubang tangki selanjutnya

6. Total aliran adalah penjumlahan dari semua keluaran yang diciptakan di sistem tangki yang dibuat.

2.2.8 Pengalihragaman Hujan – Aliran Rainrun

Model Rainrun adalah model perhitungan hujan – debit yang dikembangkan berdasarkan iklim di Indonesia (Weert, 1994). Model ini berbeda dari beberapa model/metode perhitungan debit yang telah ada sebelumnya. Perbedaannya terletak pada penutup tanah bukan hutan dan hutan, dan evapotranspirasi potensial diperkirakan dari hubungan empiris dengan curah hujan.

Model ini menyederhanakan penerapan model. Model ini memiliki kelemahan, yaitu karena hubungan empiris yang dibuat di dalamnya, maka penggunaannya hanya disarankan untuk kondisi klimatologi yang berlaku di Indonesia.

2.2.8.1 Struktur Model

Struktur model secara skematik ditunjukkan pada Gambar 2-4.

Gambar 2-4. Skematitasi Model Rainrun

2.2.8.2 Parameter Model

Parameter yang digunakan dalam model Rainrun dikarakteristikkan dengan zona tetumbuhan dan tampungan. Untuk hutan, sejumlah karakteristik didasarkan atas tersedianya pengetahuan dan informasi studi dan bahan bacaan tentang keseimbangan air. Untuk penutup tanah bukan hutan, karakteristik tersebut harus diperkirakan atau ditentukan dengan kalibrasi model. (Weert, 1994).

Parameter berikut harus diperkirakan dari karakteristik daerah tangkapan/DAS yang ada atau harus dikalibrasi, jika data curah hujan dan aliran cukup tersedia (Weert, 1994):

a. Fraksi hutan

b. Fraksi aliran permukaan dari curah hujan untuk penutup tanah bukan hutan

c. Kapasitas tampungan air bertekanan (mm)

d. Faktor tetumbuhan bukan hutan, berhubungan dengan evapotranspirasi potensial ke evapotranspirasi acuan.

e. Kapasitas tampungan air bebas zona atas (mm)

f. Koefisien surutan tampungan air bebas.

g. Koefisien surutan sumpanan air tanah.

Perbedaan antara evapotranspirasi hutan dan evapotranspirasi pertanian dikarenakan sejumlah air terhambat oleh tajuk hutan dan menguap. Hambatan curah hujan dihitung dari:

(2.13) dengan :

1 = fraksi kehilangan hambatan (-), P = curah hujan bulanan (mm).

Evapotranspirasi potensial dihitung sebagai berikut:

E p =k c x ETo (2.14) dengan:

E p = evapotranspirasi potensial (mm/hari), k c = koefisien empiris tetumbuhan atau tanaman (-), Eto = evapotranspirasi acuan (mm/hari).

a. Tampungan Air Bertekanan

Untuk fraksi daerah tangkapan (DAS) yang berupa hutan dan bukan hutan, keseimbangan air dihitung secara terpisah. Peresapan air hujan ke dalam tampungan air tertekan zona atas dihitung dari curah hujan dikurangi curah hujan yang dihambat (hanya penutup hutan) dan dikurangi fraksi yang menjadi limpasan permukaan. Bila kandungan kelembaban tanah dari tampungan air tertekan turun di bawah 70% dari kapasitasnya, laju evaporasi berkurang sebanding dengan lengas tanah yang tersisa (Weert, 1994).

Curah hujan yang sampai permukaan tanah yang kemudian menjadi limpasan permukaan (R sur ) dirumuskan sebagai berikut:

P netto =P–( h x (1-0,37 x P 0,14 ))

(2.15) R sur = xP netto

(2.16) dengan:

R su r = aliran permukaan (mm/bln), = fraksi aliran permukaan,

h = faksi hutan, P netto = presipitasi (mm/bln).

dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

ER = P netto –R sur (2.17) dengan:

ER

= hujan pada permukaan tanah (Excess Rainfall) (mm/bln), Infiltrasi yang terjadi ketika kelebihan suplay air dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

SM1 = SM1 i-1 + ER – Ep (2.18)

I = SM1 – SMC1 (2.19)

Apabila nila SMC1 lebih besar dari SM1 maka infiltrasi tidak terjadi ke dalam tampungan air bebas zona atas (I=0)

dengan:

I = infiltrasi (mm/bln), SMI i-1 = kelembaban tanah sebelumnya pada tampungan air tertekan zona atas

(mm/bln), SMI 1 = kelembaban tanah baru pada tampungan air tertekan zona atas (mm/bln), SMC1 = kapasitas kelembaban tanah pada tampungan air tertekan zona atas

(mm/bln).

b. Tampungan Air Bebas Curah hujan yang keluar dari tampungan air bebas yang kemudian menjadi aliran

antara dihitung dengan menggunakan rumus: SM2 i = SM2 i-1 +I i – Pc i

(2.20) Rint = SM2i – SMC2

Apabila nila SMC2 lebih besar dari SM2i aliran tidak mengalir ke sistem permuakaan (Rint=0). dengan:

SM2 i-1 = kelembaban tanah sebelumnya pada tampungan air bebas zona atas

(mm/bln), SM2 i = kelembaban tanah baru pada tampungan air bebas zona atas (mm/bln), Pc i

= perkolasi (mm/bln), Rint = aliran antara (mm/bln), SMC2 = kapasitas kelembaban tanah pada tampungan air bebas zona atas

(mm/bln).

tampungan atas air bebas melebihi kapasitasnya, kelebihan air akan melimpah sebagai aliran antara (R int ) ke dalam sistem permukaan.

Perhitungan keseimbangan air tanah sama dengan zona tampungan atas air bebas dengan pengecualian bahwa tidak ada limpahan dari simpanan ini dan hanya komponen air keluar sebagai aliran dasar (R bas ).

2.2.8.4 Perhitungan Debit Aliran

Jumlah limpasan/debit selama waktu perhitungan dihitung sebagai penjumlahan dari komponen aliran rata-rata berbobot dari fraksi daerah tangkapan hutan dan bukan hutan (Weert, 1994) : R tot =R sur +R int +R bas

(2.22) dengan :

R tot = jumlah aliran/debit (mm/bln), R sur = aliran permukaan (mm/bln),

R int = aliran antara (mm/bln), R bas = aliran air tanah (mm/bln).

Untuk debit limpasan, dapat dihitung dengan persamaan (Roby dan Joko, 2008):

(2.23) dengan :

= debit/limpasan terhitung (m 3 /s),

A = luas area (km 2 ),

H = jumlah hari dalam perhitungan.

2.2.9 Kalibrasi Parameter DAS

Kalibrasi didefinisikan sebagai proses penyesuaian parameter model yang berpengaruh terhadap kejadian aliran. Proses kalibrasi merupakan upaya untuk memperkecil penyimpangan yang terjadi. Besar nilai parameter tidak dapat ditentukan dengan pasti, sehingga proses kalibrasi dikatakan berhasil jika nilai parameter telah mencapai patokan ketelitian yang ditentukan yaitu koefisien korelasi (R) » 1 dan kesalahan volume (VE) » 0 (Ery Setiawan, 2010).

1. Pengaturan parameter secara manual berdasarkan pengamatan.

2. Pengaturan parameter secara otomatis yang dilakukan oleh program komputer dengan kontrol ketelitian yang dikehendaki.

3. Kombinasi antara coba ulang secara manual dan otomatis. Dalam penelitian ini proses kalibrasi yang digunakan adalah kombinasi proses coba ulang secara manual dan otomatis. Kalibrasi secara otomatis yang diterapkan dengan menggunakan fasilitas solver pada Microsof Excel 2007.

2.2.10 Verifikasi Model

Model merupakan abstraksi dari sistem sebenarnya. Verifikasi terhadap kevalidan model terhadap kenyataan yang terjadi merupakan hal yang penting. Kepercayaan terhadap model bisa dilakukan secara statistik dengan mengukur parameter yang dihasilkan dari perhitungan model dengan asumsi kondisi awal (Wahyu, 2012).

Evaluasi statistik yang digunakan menilai performa model dalam penelitian ini adalah nilai koefisien korelasi (R), selisih volume (VE) aliran dan koefisien efisiensi (CE).

Koefisien korelasi (R) adalah harga yang menunjukkan besarnya keterkaitan anatara nilai observasi dengan nilai simulasi. Jika harga koefisien korelasi 0,7 hingga 1,0 menunjukkan derajat asosiasi yang tinggi, sedangkan koefisien korelasi lebih tinggi dari 0,4 hingga di bawah 0,7 hubungan substansial, koefisien anata 0,2 hingga 0,4 menunjukkan adalanya korelasi rendah, dan apabila kurang dari 0,2 dapat diabaikan (Dwi Tama, 2007). Koefisien Korelasi (R) dirumuskan sebagai berikut (Jaya Al-Aziz, 2011):

dengan: R

= koefisien korelasi

X = debit terhitung (m 3 /s)

= debit terukur (m 3 /s) = debit terukur (m 3 /s)

(2.25) dengan:

Qobs i = debit terukur (m 3 /s), Qcal i = debit terhitung (m 3 /s),

VE = selisih volume (%). Jika nilai kesalahan volume sangat kecil berarti jumlah volume nilai simulasi dan

observasi hampir sama. Sebaliknya jika nilai kesalahan volume sangat besar maka terjadi penyimpangan hasil simulasi dan observasi (Ery Setiawan, 2010).

Koefisien efisiensi (CE) (Dwi Tama, 2007) menyatakan nilai yang menunjukkan efisiensi model terhadap debit terukur, cara objektif yang paling baik di dalam mencerminkan kecocokan hidrograf secara keseluruhan. Koefisien model dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Jika nilai koefisien efisiensi lebih besar dari 0,75, maka hasil optimasi model dapat dikatakan sangat efisien, apabila nilai CE berada di antara 0,36 - 0,75, hasil simulasi cukup efisien, apabila nilai CE kurang dari 0,36 maka hasil simulasi model tidak efisien.

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif yaitu melakukan analisis transformasi data hujan menjadi debit DAS Bendung Singomerto. Prosedur perhitungan yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode Mock, NRECA, Tank Model dan Rainrun.

3.2 Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data curah hujan, data klimatologi dan data pencatatan debit. Data sekunder yang digunakan adalah : · data curah hujan pada tahun 1994-2008 yang diperoleh dari Dinas Pengairan,

Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara, · data klimatologi tahun 1986-2008 stasiun pengamatan Bojongsari, · data pencatatan debit harian Bendung Singomerto Banjarnegara 2002-2008,

dan · peta DAS Bendung Singomerto sesuai peta Bakosurtanal skala 1 : 25000

tahun 2006.

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di DAS Bendung Singomerto yang terletak di Kabupaten Banjarnegara. Gambar lokasi penelitian dapat dilihat di Lampiran A.

3.4.1 Pengolahan data hujan

1. Mencari hujan harian maksimum tahunan dari data hujan harian di stasiun Garung (Sta.24a), Stasiun Wonosobo (Sta.26), Stasiun Mungkung (Sta.27a), Stasiun Kertek (Sta.27b), Stasiun Limbangan (Sta.62d), dan Stasiun Pejawaran (Sta.66).

2. Data hujan tahunan diuji kepanggahannya, apabila tidak panggah maka dihitung dengan kurva massa ganda.

3. Data hujan tahunan diubah menjadi hujan daerah dengan metode Thiessen.

3.4.2 Pengolahan peta dasar DAS Singomerto dan peta stasiun hujan

1. Plot stasiun hujan kemudian membuat poligon Thiessen dengan AutoCAD.

2. Menentukan koefisien Thiessen untuk masing-masing stasiun hujan.