PROFIL, KARAKTERISTIK DAN FAKTOR PENENTU PENDAPATAN PEDAGANG DI NIGHTMARKET NGARSOPURO KOTA SURAKARTA

PROFIL, KARAKTERISTIK DAN FAKTOR PENENTU PENDAPATAN PEDAGANG DI NIGHTMARKET NGARSOPURO KOTA SURAKARTA SKRIPSI

Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk

Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Unversitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh : Anindita Yovitasari (F0108034)

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

Persembahan

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

orang tua, adik dan keluarga tercinta

seseorang teristimewa; sahabatku, kekasihku

sahabat-sahabatku tercinta

teman-teman Modern da Kost tersayang

teman-teman tersayang yang membantu dan memberi support

Ekonomi Pembangunan 2008

MOTTO

Tidak ada masalah yang tidak punya jalan keluar. (Angkie Yudistia) Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari

satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat. (Winston Churchill) Bagaimana kamu menilai dirimu, maka itulah kamu. (Penulis)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim,

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Profil, Karakteristik dan Faktor Penentu Pendapatan Pedagang di Nightmarket Ngarsopuro Kota Surakarta”, yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar sarjana ekonomi di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Secara khusus dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati, penulis mengucapkan rasa terima kasih dan hormat kepada:

1. DR. Wisnu Untoro M.S, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dwi Prasetyani, S.E, M.Si, selaku pembimbing yang selalu memberikan saran dan bimbingan selama penulisan skripsi ini hingga selesai.

4. Terima kasih kepada kedua orang tua saya Yuliastuti Ariningsih dan Alie Budiarto yang tiada hentinya mendukung dan memberikan semangat serta doa bagi penulis untuk menyelesaikan studi.

5. Adikku tersayang Aganindra Bayu Yudiastata, serta seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan studi.

6. Adi Baskoro yang selalu memberikan dukungan, bantuan dan semangat bagi penulis.

7. Sahabat-sahabatku (Prima, Desy, Didhut, Bria, Lidya, Arin, Marsilia) terima kasih atas motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman Modern da Kost (Kak Ruth, Mba Febri, Lidya, Ami, Sinta, Tiwi, Tiara, Chime, Annu, Asti).

9. Terik Tempe Community (Bria, Friza, Andi, Ahong, Imam, Haidar, Wahyu, Shomad). Terima kasih atas persahabatan selama 4 tahun ini.

10. Teman-teman terbaik yang telah membantu dalam perolehan data pedagang.

11. Pak Koesmanto, dan semua pegawai Dinas Koperasi & UMKM Surakarta.

12. Pedagang-pedagang nightmarket Ngarsopuro yang dengan senang hati bersedia disurvei.

13. Teman-teman Ekonomi Pembangunan angkatan 2008 (Hesti, Dini, Sari, Aci, Nurul, Lista, Rusminah, Ulfa, Malida, Wilis, Ajeng, Jaka, Noval, Ridwan, Ali, Yayan, Yudhi, Ardhan, Bangkit, dan semua teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.) Terima kasih untuk dukungannya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini masih belum lengkap dan sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi kemajuan penulis. Semoga skripsi ini berguna bagi semua pihak yang membutuhkan dan memberikan masukan yang berharga bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Surakarta, November 2012

3. Uji Asumsi Klasik .......................................................................... 74

a. Multikolinearitas ........................................................................ 74

b. Uji Heteroskedastisitas .............................................................. 75

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 77

A. Kesimpulan ..................................................................................... 77

B. Saran ................................................................................................. 79 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

2.1 Pengertian UMKM menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2008 ............. 15

4.1 Jumlah Penduduk Kota Surakarta Menurut

Jenis Kelamin Tahun 2000-2008…………………………………………..48

4.2 Pertumbuhan Penduduk Kota Surakarta tahun 1980-2007 .......................... 49

4.3 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin, dan Tingkat Kepadatan Tiap Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2008 ........................ 50

4.4 Penduduk Berumur 5 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut

Pendidikan di Kota Surakarta Tahun 2008 .................................................. 51

1.3 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Sektor Atas Harga Konstan 2000 Kota Surakarta Tahun 2004 - 2008 (Jutaan Rupiah) ............................................................................................ 52

4.6 Jumlah Pedagang Nightmarket Ngarsopuro Pada

Bulan Juni Tahun 2012 ................................................................................ 61

4.7 Jumlah dan Prosentase Pedagang Nightmarket Ngarsopuro Menurut Jenis Kelamin ................................................................................ 63

4.8 Jumlah dan Prosentase Pedagang Nightmarket Ngarsopuro Menurut Usia ............................................................................................... 64

4.9 Jumlah dan Prosentase Pedagang Nightmarket Ngarsopuro Menurut Status Perkawinan ......................................................................... 65

4.10 Jumlah dan Prosentase Pedagang Nightmarket Ngarsopuro Menurut Daerah Asal .................................................................................. 66

4.11 Jumlah dan Prosentase Pedagang Nightmarket Ngarsopuro Menurut Jumlah Anggota keluarga Tanggungan Pedagang ........................ 68

4.12 Jumlah dan Prosentase Pedagang Nightmarket Ngarsopuro Menurut Pendidikan .................................................................................... 69

4.13 Hasil Uji t (t-test) pada .....................................................................72

4.14 Hasil Uji klein untuk menditeksi multikolinearitas.....................................74

4.15 Hasil Uji White untuk mendeteksi heteroskedastik ...................................75

DAFTAR GAMBAR

2.1 Skema Kerangka Pemikiran ......................................................................... 30

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Olah Data

Lampiran 2 Data Primer Pedagang Nightmarket Ngarsopuro

Lampiran 3 Surat Permohonan Ijin Memperoleh Data

Lampiran 4 Daftar Kuesioner

ABSTRAK PROFIL, KARAKTERISTIK DAN FAKTOR PENENTU PEDAGANG DI NIGHTMARKET NGARSOPURO KOTA SURAKARTA

Anindita Yovitasari NIM. F0108034

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil dan karakteristik pedagang serta pengaruh variabel modal, pengalaman usaha, jumlah tenaga kerja, dan lokasi terhadap pendapatan yang diterima pedagang di nightmarket Ngarsopuro. Untuk menjelaskan karakteristik pedagang, digunakan variabel jenis kelamin, usia, status perkawinan, daerah asal, jumlah anggota keluarga, dan pendidikan. Untuk mengetahui pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen, maka digunakan uji t, uji F, uji R 2 , uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas.

Hasil analisis kuisioner menunjukkan bahwa pedagang di nightmarket Ngarsopuro sebagian besar adalah kelompok usia produktif (20-40 tahun) (batik/garment= 62,5%, handycraft/souvenir= 70,83%, kuliner= 36,36%), pada subsektor kuliner sebagian besar pedagang berjenis kelamin perempuan (72,72%), sebagian besar pedagang telah menikah dan berkeluarga (batik/garment= 83,33%, handycraft/souvenir= 79,16%, kuliner= 90,90%), dan menanggung sebanyak 2-3 orang anggota keluarga (batik/garment= 29,16%, handycraft/souvenir= 33,33%, kuliner= 31,82%). Sebagian besar pedagang berasal dari kotamadya Surakarta (batik/garment= 91,67%, handycraft/souvenir= 100%, kuliner= 95,45%), serta sebagian besar adalah berpendidikan SMA (batik/garment= 79,16%, handycraft/souvenir= 58,33%, kuliner= 72,72%). Hasil uji t dan uji F dengan a= 5%, variabel yang berpengaruh adalah variabel pengalaman usaha dan jumlah tenaga kerja, sedangkan uji

F menunjukkan bahwa variabel modal, pengalaman usaha, tenaga kerja, dan lokasi berpengaruh secara bersama-sama terhadap pendapatan pedagang di nightmarket

Ngarsopuro. Uji R 2 menunjukkan bahwa variasi dari variabel dependen dapat dijelaskan

variabel independen sebesar 23,17%, sedangkan sisanya sebesar 76,83% dijelaskan oleh variabel diluar model. Dari uji asumsi klasik menunjukkan bahwa tidak ditemukan masalah multikolinear maupun masalah heteroskedastis.

Dalam rangka meningkatkan potensi nightmarket Ngarsopuro sebagai aset pariwisata kota Surakarta, sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan keadaan fisik pasar maupun pedagang di nightmarket Ngarsopuro. Disarankan kepada Dinas Koperasi & UMKM untuk mengadakan pertemuan berkala dengan para pedagang untuk membahas masalah/keluhan yang dirasakan para pedagang dan mencari solusinya secara bersama. Sebaiknya padagang menyediakan tenaga kerja sebanyak minimal dua orang dan untuk pedagang sudah mampu mengembangkan usahanya dan memiliki nama sendiri, sebaiknya mereka dilepas dari nightmarket dan digantikan oleh pedagang baru.

Kata kunci : nightmarket Ngarsopuro, pendapatan pedagang, regresi linear berganda

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasar adalah tempat bertemunya pedagang dengan pembeli. Di masyarakat, istilah pasar lebih identik untuk menyebutkan pasar tradisional. Ciri-ciri pasar tradisional yang paling menonjol adalah adanya sistem tawar menawar dalam kegiatan perdagangannya. Pasar tradisional biasanya selalu terdapat di setiap desa di suatu wilayah, karena itu pasar tradisional mampu mencakup seluruh lapisan masyarakat.

Pasar tradisional umumnya dipandang sebagai daerah yang kotor dan kumuh, namun ternyata pasar tradisional mempunyai kapasitas yang kuat untuk bertahan pada situasti ekonomi makro yang tidak menentu, dan tidak terpuruk seperti aktivitas ekonomi formal atau aktivitas ekonomi yang berskala besar. Pasar telah berfungsi sebagai jaring penyelamat dan penyedia lapangan kerja bagi sebagian masyarakat. Kementerian Perindustrian dan Perdagangan mencatat bahwa pada tahun 2007 terdapat 13.450 pasar tradisional dengan 12,6 juta pedagang. (Puslitbang Kementerian PU, 2011).

Pelaku-pelaku usaha di dalam pasar merupakan kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah. Jumlah pelaku UMKM memang sangat besar di Indonesia

dan setiap tahunnya selalu meningkat. Menurut data dari Departemen Koperasi dan UMKM, jumlah UMKM dari 49.021.803 unit pada tahun 2006 menjadi

dengan modal di bawah Rp 1 miliar mampu menyerap tenaga kerja sebesar 82.071.144 orang pada tahun 2006 dengan perkembangan sebesar 13,33% sampai tahun 2010. Usaha kecil dengan modal antara 50 juta sampai 500 juta mampu menyerap tenaga kerja sebesar 3.139.711 orang pada tahun 2006 dengan perkembangan sebesar 15,53% sampai tahun 2010. Demikian juga usaha skala menengah dengan nilai modal antara Rp 500 juta sampai Rp 10 miliar juga mampu menyerap tenaga kerja sebesar 2.698.743 orang pada tahun 2006 dengan perkembangan sebesar 2,26% sampai tahun 2010. Demikian juga sumbangannya pada Produk Domestik Bruto (PDB) juga besar, lebih dari separuh ekonomi kita didukung oleh produksi dari UMKM (94,36%). Karena itu peranan UMKM bagi Indonesia memang sangat besar untuk menunjang perekonomian dengan cara menciptakan lapangan pekerjaan dan menghasilkan output.

Surakarta merupakan sebuah kota di Jawa Tengah yang mewarisi tradisi budaya dari nenek moyangnya. Karena itu predikat kota budaya telah lama menempel pada kota Surakarta, namun saat ini Surakarta telah berkembang menjadi kota pariwisata untuk tujuan rekreasi dan wisata kuliner, kota industri khususnya batik, dan kota perdagangan. Perkembangan ekonomi kota Surakarta tidak lepas dari adanya pengembangan industri kreatif dari pelaku-pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang difasilitasi pemerintah kota. Surakarta sendiri telah tumbuh menjadi kota modern namun tetap menonjolkan identitasnya sebagai kota budaya, hal itu tidak terlepas dari adanya pengaruh Keraton yang masih sangat kental bagi para penduduknya. Di Surakarta terdapat dua Keraton besar, yaitu Pura Mangkunegaran dan Pura Kasunanan. Adanya Keraton tersebut menyebabkan penduduk Surakarta hidup harmonis dengan kultur tradisional di

tengah arus modernisasi. Perilaku hidup tradisional tercermin dari berbagai pasar tradisional yang masih lestari di Surakarta. Tercatat ada 41 pasar tradisional yang ada di kota Surakarta. Pasar tradisional di kota Surakarta dibagi menjadi 3 kelas berdasarkan luasnya. Pasar kelas I atau pasar yang luasnya paling besar, terdiri dari Pasar Gede, Pasar Legi, Pasar Klewer, Pasar Harjodaksino, Pasar Singosaren, Pasar Nusukan, dan Pasar Jongke. Pasar kelas II atau pasar yang luasnya sedang, antara lain Pasar Kadipolo, Pasar Jebres, Pasar Nongko, dan Pasar Kleco. Sedangkan pasar yang berada dalam kategori pasar kelas III atau pasar yang ukurannya paling kecil, antara lain Pasar Sibela, Pasar Tanggul, Pasar Sangkrah, Pasar Ngemplak, dan Pasar Gading (Dinas Pasar, 2001 dalam Hanggoro, 2010).

Ngarsopuro selama ini dikenal sebagai sebuah kawasan di dalam Kota Surakarta yang menyimpan potensi besar sebagai Kawasan Cagar Budaya, dan merupakan salah satu wilayah yang mempunyai kekhasan kota Surakarta. Alasan didirikannya nightmarket sebagai pasar yaitu untuk menguatkan koneksi antara Pura Mangkunegaran dengan arahan serta kecenderungan pertumbuhan Kota Surakarta dalam tiga aspek, yaitu : Pura Mangkunegaran sebagai referensi kultur Jawa, Pasar Triwindu sebagai kegiatan ekonomi dan kultural, serta Jalan Slamet Riyadi sebagai nadi ekonomi Surakarta.

Latar belakang Pasar nightmarket berawal dari konteks budaya Kota Surakarta. Berdasarkan sejarahnya, kota Surakarta dengan cikal bakal Kerajaan Mataram Islam (abad 16) dengan ibukota yang beberapa kali berpindah. Kemudian pecah menjadi dua karena Perjanjian Giyanti menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Dengan mengangkat “semangat Jawa”

perdagangan serta industri seperti batik, namun tetap memelihara semangat yang telah dibangun seiring dengan sejarah pembentukannya. Maksud dan tujuan dari nightmarket ada tiga yaitu: pertama, Kota Surakarta tampil modern namun tetap menampilkan ciri khas budayanya. Kedua, future heritage, memelihara kontinuitas budaya yang dimiliki dengan memperkuat pusaka budaya (heritage) yang dimiliki dan membuat bangunan baru dengan nuansa pusaka budaya yang sekarang untuk masa mendatang. Ketiga, membuat kawasan-kawasan yang khas, baik dari segi fisik dengan tampilan yang menunjukkan nilai budaya dan dari segi ekonomi serta sosial dengan menjadi tempat untuk menampilkan kerajinan serta kesenian yang khas dari Kota Surakarta.

Jumlah pelaku UMKM yang besar di Surakarta memungkinkan untuk dikumpulkannya mereka ke dalam suatu pasar yang diberi nama nightmarket Ngarsopuro. Pemilihan nama ini dimaksudkan agar pasar tersebut bisa mengglobal atau go international karena menggunakan Bahasa Inggris. Apalagi sasaran konsumen nightmarket Ngarsopuro adalah wisatawan domestik maupun wisatawan asing, karena barang-barang yang diperjualbelikan di pasar ini merupakan barang-barang tradisional khas Kota Surakarta. Pedagang yang ada di nightmarket Ngarsopuro merupakan kumpulan pelaku Usaha Kecil dan Menengah. Keberadaan pedagang ini dikoordinir oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kota Surakarta. Kemunculan nightmarket ini melengkapi Gladag Langen Bogan, pusat jajan malam yang telah lebih dulu diresmikan. Perbedaan nightmarket Ngarsopuro dengan Gladag Langen Bogan terletak pada barang- barang yang diperjualbelikan dan waktu bukanya, jika Galabo menyediakan makanan dan minuman yang buka setiap malam, nightmarket Ngarsopuro Jumlah pelaku UMKM yang besar di Surakarta memungkinkan untuk dikumpulkannya mereka ke dalam suatu pasar yang diberi nama nightmarket Ngarsopuro. Pemilihan nama ini dimaksudkan agar pasar tersebut bisa mengglobal atau go international karena menggunakan Bahasa Inggris. Apalagi sasaran konsumen nightmarket Ngarsopuro adalah wisatawan domestik maupun wisatawan asing, karena barang-barang yang diperjualbelikan di pasar ini merupakan barang-barang tradisional khas Kota Surakarta. Pedagang yang ada di nightmarket Ngarsopuro merupakan kumpulan pelaku Usaha Kecil dan Menengah. Keberadaan pedagang ini dikoordinir oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kota Surakarta. Kemunculan nightmarket ini melengkapi Gladag Langen Bogan, pusat jajan malam yang telah lebih dulu diresmikan. Perbedaan nightmarket Ngarsopuro dengan Gladag Langen Bogan terletak pada barang- barang yang diperjualbelikan dan waktu bukanya, jika Galabo menyediakan makanan dan minuman yang buka setiap malam, nightmarket Ngarsopuro

Pentingnya peran UMKM seperti yang sudah disebutkan di atas, menyebabkan keberadaan nightmarket perlu benar-benar dibina agar dapat membantu meningkatkan PDB Kota Surakarta dan pendapatan pelaku usaha itu sendiri khususnya. Dengan diketahuinya faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pendapatan pedagang di nightmarket Ngarsopuro, maka diharapkan mereka dapat mengembangkan usahanya dengan mengambil kebijakan yang tepat. Banyak faktor yang diduga mempengaruhi pendapatan, diantaranya modal, lama usaha, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan, lokasi, dsb.

Dengan bertitik tolak pada masalah yang dihadapi masyarakat yang berkeinginan untuk berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya di sektor informal karena kurangnya lapangan pekerjaan di sektor formal khususnya Kota Surakarta dan uraian yang telah disimpulkan diatas, studi ini mengkaji profil nighmarket itu sendiri beserta karakteristik pedagangnya dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang di nightmarket Ngarsopuro, maka penelitian ini membahas suatu topik, yaitu “Profil, Karakteristik dan Faktor Penentu Pendapatan Pedagang di Nightmarket Ngarsopuro Kota Surakarta”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana profil nightmarket Ngarsopuro sebagai suatu kawasan ekonomi berbasis budaya yang mendukung sektor informal di kota Surakarta?

2. Bagaimana karakteristik pedagang yang ada di nightmarket Ngarsopuro?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan pedagang di nightmarket Ngarsopuro?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui profil nightmarket Ngarsopuro sebagai suatu kawasan ekonomi berbasis budaya yang mendukung sektor informal di kota Surakarta.

2. Untuk mengetahui karakteristik pedagang yang ada di nightmarket Ngarsopuro.

3. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang di nightmarket Ngarsopuro.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis sangat berharap agar hasil penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat bagi pihak sebagai berikut:

1. Bagi Ilmu Pengatahuan dan Teknologi. Memberikan informasi yang mendukung teori-teori tentang kesempatan kerja di sektor informal, khususnya pedagang kecil dan menengah.

2. Bagi Pemerintah Daerah. Sebagai bahan pertimbangan bagi instansi yang berwenang untuk pengembangan dan pembinaan sektor informal khususnya pedagang di nightmarket Ngarsopuro Kota Surakarta.

3. Bagi Masyarakat. Sebagai sumbangan pemikiran bagi peningkatan taraf hidup masyarakat golongan ekonomi lemah yang belum memiliki kesempatan kerja.

4. Bagi Pedagang nightmarket Ngarsopuro Kota Surakarta. Memberikan motivasi khususnya pedagang mikro kecil dan menengah untuk lebih meningkatkan usahanya dalam rangka peningkatan pendapatan yang diperoleh serta perkembangan usaha.

BAB II TELAAH PUSTAKA

A. Pasar

1. Pengertian Pasar

Pasar adalah pusat tukar-menukar, perdagangan sebagai kegiatan tukar-menukar yang sebenarnya, dan uang sebagai alat penukar. Pasar adalah pranata pembangkit sedangkan perdagangan dan uang adalah fungsi-fungsinya. Tukar-menukar, perdagangan, uang dan pasar sebagai suatui sistem yang membentuk suatu keseluruhan yang tidak terpisahkan. Kerangka konsepnya adalah pasar. (Mahendra Wijaya, 2007 dalam Hanggoro, 2010)

Menurut Clifford Geertz, pasar adalah suatu pranata ekonomi dan sekaligus cara hidup, maka perdagangan bagi seorang pedagang merupakan latar belakang yang permanen, dimana hampir segala kegiatan dilakukannya (Geertz, 1973 dalam Hanggoro, 2010).

Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

Dalam penelitian Hanggoro (2010) yang berjudul “Partisipasi Pedagang Ngarsapura Night Market Terhadap Pengembangan Pasar Tradisional Sebagai Warisan Budaya (Heritage)” diuraikan sebagai berikut:

“Pasar mengatur kehidupan sosial, termasuk ekonomi, secara otomatis. Karena pencapaian kepentingan pribadi, kesejahteraan pribadi dan kesejahteraan individu akan membawa hasil yang terbaik, tidak hanya mereka sebagai pribadi tetapi juga kepada masyarakat secara keseluruhan. Mekanisme ini dipandang oleh Adam Smith sebagai “tangan-tangan tersembunyi” (Invisible Hand). Dengan kata lain, seperti kata Levacic (1991), karakteristik yang penting dari pasar, dipandang sebagai salah satu mekanisme yang bekerja dalam kehidupan sosial, adalah pertukaran bebas terhadap barang dan jasa antara dua partai pada suatu harga yang disepakati. Dalam kenyataannya, kehidupan sosial, termasuk ekonomi, tidak hanya diatur oleh mekanisme pasar, tetapi juga oleh pengaturan negara dan mekanisme sosial budaya. Pasar yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah suatu tempat usaha bagi pedagang untuk menjajakan dagangannya yang ditandai dengan adanya jual-beli secara langsung yang melibatkan lebih banyak pedagang yang saling bersaing, masih menggunakan manajemen sederhana, terdapat proses tawar-menawar, dan menjual barang kebutuhan sehari-hari.”

2. Jenis-Jenis Pasar

Menurut Putri Annisa (2012) jenis pasar dapat dibagi menjadi 6 (enam), yaitu:

a. Menurut Bentuk Kegiatannya

Menurut bentuk kegiatannya pasar dibagi menjadi dua, yaitu pasar nyata (konkret) dan pasar tidak nyata (abstrak).

1) Pasar Nyata adalah pasar yang lokasinya dapat dilihat dengan kasat mata. Contoh pasar tradisional dan pasar swalayan, ada los-los, toko-toko, dll. Di pasar konkret, produk yang dijual dan dibeli juga dapat dilihat dengan kasat mata. Konsumen dan produsen juga dapat dibedakan dengan mudah.

2) Pasar Abstrak adalah pasar yang lokasinya tidak dapat dilihat dengan kasat mata. Konsumen dan produsen tidak bertemu secara langsung. Biasanya transaksi dapat melalui internet, pemesanan telepon, dll. Barang yang diperjualbelikan tidak dapat dilihat dengan kasat mata, tapi pada umumnya melalui brosur, rekomendasi, dll. Contoh pasar abstrak adalah pasar online, pasar saham, pasar modal dan pasar valuta asing.

b. Menurut Cara Transaksinya

Menurut cara transaksinya, jenis pasar dibedakan menjadi pasar tradisional dan pasar modern.

1) Pasar Tradisional adalah pasar yang bersifat tradisional dimana para penjual dan pembeli dapat mengadakan tawar menawar

secara

langsung.

Barang-barang yang Barang-barang yang

2) Pasar Modern adalah pasar yang bersifat modern dimana barang-barang diperjual belikan dengan harga pas dan dengan layanan sendiri. Tempat berlangsungnya pasar ini adalah di mall, plaza, supermarket, dan tempat-tempat modern lainnya.

c. Menurut Jenis Barangnya

Beberapa pasar hanya menjual satu jenis barang tertentu, misalnya pasar hewan, pasar sayur, pasar buah, pasar ikan dan daging serta pasar loak.

d. Menurut Keleluasaan Distribusi

Menurut keleluasaan distribusi barang yang dijual, pasar dapat dibedakan menjadi:

1) Pasar Lokal merupakan pasar yang mempertemukan penjual dan pembeli dari berbagai daerah atau wilayah tertentu saja.

2) Pasar Daerah merupakan pasar yang membeli dan menjual produk dalam satu daerah produk itu dihasilkan. Bisa juga dikatakan pasar daerah melayani permintaan dan penawaran

dalam satu daerah .

3) Pasar Nasional merupakan pasar yang mempertemukan penjual dan pembeli dari berbagai daerah atau wilayah dalam suatu negara. Misalnya, pasar kayu putih di Ambon dan pasar tembakau di Deli.

4) Pasar Internasional merupakan pasar yang mempertemukan penjual dan pembeli dari berbagai negara. Misalnya pasar tembakau di Bremen Jerman.

e. Berdasarkan Waktu Terjadinya

Menurut waktu terjadinya pasar dibedakan menjadi pasar harian, pasar mingguan, pasar bulanan, pasar tahunan dan pasar temporer.

1) Pasar Harian merupakan pasar yang melakukan aktivitas setiap hari. Misalnya pasar pagi, toserba, dan warung-warung.

2) Pasar mingguan merupakan pasar yang melakukan aktivitas setiap satu minggu sekali. Misalnya pasar senin atau pasar minggu yang ada di daerah pedesaan.

3) Pasar bulanan merupakan pasar yang melakukan aktivitas setiap satu bulan sekali. Dalam aktivitasnya bisa satu hari atau lebih. Misalnya, pasar yang biasa terjadi di depan kantor-kantor tempat pensiunan atau purnawirawan yang mengambil uang tunjangan pensiunannya tiap awal bulan.

4) Pasar tahunan merupakan pasar yang melakukan aktivitas setiap satu tahun sekali. Kejadian pasar ini biasanya lebih dari

satu hari, bahkan bisa mencapai lebih dari satu bulan. Misalnya Pekan Raya Jakarta, pasar malam, dan pameran pembangunan.

5) Pasar temporer merupakan pasar yang dapat terjadi sewaktu- waktu dalam waktu yang tidak tentu (tidak rutin) pasar ini 5) Pasar temporer merupakan pasar yang dapat terjadi sewaktu- waktu dalam waktu yang tidak tentu (tidak rutin) pasar ini

f. Berdasarkan Hubungannya Dengan Proses Produksi

Menurut hubungannya dengan proses produksi pasar dibedakan menjadi pasar output dan pasar input.

1) Pasar output (pasar produk) merupakan pasar yang memperjualbelikan barang-barang hasil produksi (biasanya dalam bentuk jadi).

2) Pasar input (pasar faktor produksi) merupakan interaksi antara permintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa sebagai masukan pada suatu proses produksi (sumber daya alam, berupa bahan tambang, hasil pertanian, tanah, tenaga kerja dan barang modal).

B. Usaha Mikro, Kecil, Menengah

1. Pengertian UMKM

Pengertian tentang UMKM di Indonesia sangat bervariasi. Berikut ini adalah penjelasan mengenai pengertian UMKM dengan kriteria yang berbeda (Arief, 2008), antara lain:

a. Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang.

b. Berdasarkan

Keputusan

Menteri

Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggi- tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1) badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa)

c. Berdasarkan Undang-Undang No.20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dibedakan berdasarkan jumlah aset dan omsetnya. Usaha mikro adalah usaha milik keluarga atau perorangan, yang memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00. Usaha kecil ialah usaha rakyat yang berskala kecil yang dilindungi undang-undang untuk mencegah persaingan usaha dengan hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah. Sedangkan usaha menengah adalah usaha rakyat yang berskala menengah dengan hasil penjualan paling banyak Rp 50.000.000.000,00. Penjelasan lebih rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1

Pengertian UMKM menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008

bersih paling banyak Rp 50.000.000,00

(lima

puluh juta rupiah) tidak termasuk

tanah

dan

bangunan tempat usaha.

Omset:

Paling

banyak Rp 300.000.000,00

bersih lebih dari Rp 50.000.000,00

sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk

tanah

dan

bangunan tempat usaha tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Omset:

Lebih

dari Rp 300.000.000,00 - Rp 2.500.000.000,00

bersih lebih dari Rp 500.000.000,00

(lima

ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Omset:

Lebih

dari Rp 2.500.000.000,00 – Rp 50.000.000.000,00

Sumber: Diolah dari UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil

dan Menengah

2. Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dibandingkan dengan usaha besar (Partomo dan Rachman, 2002 dalam Dhinar, 2010) antara lain:

a. Inovasi dalam teknologi yang dengan mudah terjadi dalam pengembangan produk.

b. Hubungan kemanusiaan yang akrab di dalam perusahaan kecil.

c. Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat dibandingkan dengan perusahaan berskala besar yang pada umumnya birokratis.

d. Terdapat dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan. Sedangkan kelemahan yang dimiliki Usaha Kecil dan Menengah

(UKM) (Tambunan, 2002 dalam Dhinar, 2010) adalah:

a. Kesulitan pemasaran dan distribusi

Hasil dari studi lintas negara yang dilakukan oleh James dan Akarasanee (1988) di sejumlah negara ASEAN menyimpulkan salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran yang umum dihadapi oleh pengusaha UKM adalah tekanan-tekanan persaingan, baik dipasar domestik dari produk-produk yang serupa buatan pengusaha-pengusaha besar dan impor, maupun dipasar ekspor.

b. Keterbatasan modal kerja maupun investasi

UKM di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial antara lain: modal (baik modal awal maupun modal kerja) dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan output jangka panjang.

c. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM)

Keterbatasan sumber daya manusia juga merupakan salah satu kendala serius bagi UKM di Indonesia, terutama dalam aspek- aspek kewirausahaan, manajemen, teknik produksi, pengembangan Keterbatasan sumber daya manusia juga merupakan salah satu kendala serius bagi UKM di Indonesia, terutama dalam aspek- aspek kewirausahaan, manajemen, teknik produksi, pengembangan

d. Masalah bahan baku dan input lainnya

Keterbatasan bahan baku dan input-input lain juga sering menjadi salah satu masalah serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi UKM di Indonesia. Terutama selama masa krisis, banyak sentra-sentra Usaha Kecil dan Menengah seperti sepatu dan produk-produk tekstil mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku atau input lain karena harganya dalam rupiah menjadi sangat mahal akibat depresiasi nilai tukar terhadap dolar AS.

e. Keterbatasan teknologi

Berbeda dengan negara-negara maju, UKM di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi tradisonal dalam bentuk mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang sifatnya manual. Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuat rendahnya jumlah produksi dan efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga rendahnya kualitas produk yang dibuat serta kesanggupan bagi UKM di Indonesia untuk dapat bersaing di pasar global. Keterbatasan teknologi disebabkan oleh banyak faktor seperti Berbeda dengan negara-negara maju, UKM di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi tradisonal dalam bentuk mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang sifatnya manual. Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuat rendahnya jumlah produksi dan efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga rendahnya kualitas produk yang dibuat serta kesanggupan bagi UKM di Indonesia untuk dapat bersaing di pasar global. Keterbatasan teknologi disebabkan oleh banyak faktor seperti

C. Produk Unggulan Daerah

1. Pengertian Produk Unggulan Daerah

Produk unggulan merupakan produk yang potensial untuk dikembangkan dalam suatu wilayah dengan memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia setempat, serta mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah. Produk unggulan juga merupakan produk yang memiliki daya saing, berorientasi pasar dan ramah lingkungan, sehingga tercipta keunggulan kompetitif yang siap menghadapi persaingan global. (Indra Idris, 2007: 115)

Sektor-sektor ekonomi lokal yang mempunyai potensi diharapkan menjadi kekuatan ekonomi bagi masyarakat setempat dan bahkan menjadi sektor unggulan. Sejalan dengan paradigma pembangunan yang partisipatif dan sensitif terhadap nilai-nilai lokal, sistem ekonomi yang dijalankan diharapkan dapat memberikan peran kepada usaha di tingkat komunitas dengan skala mikro, kecil dan menengah. Dalam hal ini, peran UMKM sebagai pelaku usaha lokal dituntut untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengelola usahanya secara lebih efisien, dengan memanfaatkan potensi ekonomi lokal secara optimal Sektor-sektor ekonomi lokal yang mempunyai potensi diharapkan menjadi kekuatan ekonomi bagi masyarakat setempat dan bahkan menjadi sektor unggulan. Sejalan dengan paradigma pembangunan yang partisipatif dan sensitif terhadap nilai-nilai lokal, sistem ekonomi yang dijalankan diharapkan dapat memberikan peran kepada usaha di tingkat komunitas dengan skala mikro, kecil dan menengah. Dalam hal ini, peran UMKM sebagai pelaku usaha lokal dituntut untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengelola usahanya secara lebih efisien, dengan memanfaatkan potensi ekonomi lokal secara optimal

Upaya pemberdayaan UMKM dan ekonomi kawasan perbatasan secara keseluruhan difokuskan pada pengoptimalan pengusahaan produk unggulan terutama yang banyak melibatkan UMKM. Untuk itu, perlu dilakukan inventarisasi dan deskripsi produk-produk unggulan, khususnya di kabupaten perbatasan. (Indra Idris, 2007: 116).

D. Kawasan Unggulan Daerah

1. Pengertian Kawasan Unggulan Daerah

Choliq Sabana, 2007 menjelaskan kawasan andalan adalah kawasan budidaya yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan sendiri dan kawasan sekitarnya, serta dapat mewujudkan pemanfaaatan ruang wilayah nasional. (RTRW Provinsi Jateng, 2003 dalam Choliq Sabana, 2007: 20).

Konsep Kawasan Andalan menurut Royat (Choliq Sabana, 2007:

20) merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai penggerak perekonomian wilayah (prime mover), yang memiliki kriteria sebagai kawasan yang cepat tumbuh dibanding lokasi lainnya dalam suatu provinsi, memiliki sektor unggulan dan memiliki keterkaitan ekonomi dengan daerah sekitar (hinterland). Pertumbuhan kawasan andalan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi pertumbuhan daerah sekitar (hinterland), melalui pemberdayaan 20) merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai penggerak perekonomian wilayah (prime mover), yang memiliki kriteria sebagai kawasan yang cepat tumbuh dibanding lokasi lainnya dalam suatu provinsi, memiliki sektor unggulan dan memiliki keterkaitan ekonomi dengan daerah sekitar (hinterland). Pertumbuhan kawasan andalan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi pertumbuhan daerah sekitar (hinterland), melalui pemberdayaan

Indikasi perkembangan ekonomi daerah dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan distribusinya serta dampaknya kepada sektor-sektor pendukung yaitu jaring produksi dan pemasaran dalam kelembagaan ekonomi serta lingkungan kondusif untuk keseimbangan dan keberlanjutannya pada masa mendatang. Kebijakan perubahan struktur perekonomian harus dikembangkan selaras dengan perekembangan global yang menantang dari segi keunggulan produk dan kemampuan bersaing (Fashbir N. Sidin, 2001 dalam Choliq Sabana, 2007: 21). Perkembangan ekonomi juga tercermin dari adanya transformasi struktural ekonomi yang tinggi, misalnya adanya pergeseran struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, maupun transformasi sosial dan ideologi yang tinggi yaitu adanya perubahan sikap, kelembagaan dan ideologi (Todaro, MP, 1987 dalam Choliq Sabana, 2007: 21).

Masalah pokok dalam pengembangan ekonomi lokal adalah pada

titik

beratnya pada kebijakan

“endogenous development ” menggunakan potensi sumber daya manusia, institutional dan fisik setempat. Orientasi ini mengarahkan kepada fokus dalam proses pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi. (Arsyad, 1999 dalam Choliq Sabana, 2007: 21 ).

Menurut Sri Adiningsih bahwa pembangunan ekonomi juga meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang pesat, membawa tingkat kemakmuran masyarakat lebih tinggi dan menurunkan kemiskinan (Gatot, 2003 dalam Choliq Sabana, 2007: 21).

Sementara itu Yoseph Schumpeter ahli ekonom Neo Klasik dalam bukunya”The Theory of Economics Development” (Arsyad, 1999 dalam Choliq Sabana, 2007: 28) menekankan pengusaha dalam pembangunan. Menurutnya pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmoni atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan terputus-putus (discontinuous). Pembangunan ekonomi disebabkan oleh adanya perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Menurut teori pertumbuhan neo klasik ini kuncinya berada pada enterpreuner atau wirausaha, yaitu orang-orang yang memiliki inisiatif untuk perkembangan produk nasional. Schumpeter berkeyakinan bahwa pembangunan ekonomi diciptakan oleh inisiatif golongan pengusaha yang inovatif, yaitu golongan masyarakat yang mengorganisasi barang-barang yang diperlukan masyarakat secara keseluruhan. Merekalah yang menciptakan inovasi pembaharuan dalam perekonomian. Pembaharuan yang diciptakan dalam bentuk, memperluas barang baru, menggunakan cara-cara baru dalam berproduksi, memperluas pasar barang ke daerah-daerah baru, mengembangkan sumber-sumber bahan mentah yang baru, mengadakan reorganisasi dalam perusahaan atau industri.

E. Pendapatan

1. Teori Pendapatan

Menurut Winardi dalam Kamus Ekonomi (1981), bahwa pendapatan atau penghasilan itu sama artinya dengan hasil berupa uang atau material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa-jasa manusia bebas. Suparmoko (1981) berpendapat bahwa pendapatan seseorang adalah pendapatan yang telah diperoleh dari suatu kegiatan jenis usaha yang menghasilkan suatu keuntungan. Definisi lain dari pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diperoleh dari hasil pekerjaan dan biasanya pendapatan seseorang dihitung setiap tahun atau setiap bulan. Dengan demikian pendapatan merupakan gambaran terhadap posisi ekonomi keluarga dalam masyarakat. Pendapatan keluarga berupa jumlah keseluruhan pendapatan dan kekayaan keluarga, dipakai untuk membagi keluarga dalam tiga kelompok pendapatan, yaitu: pendapatan rendah, pendapatan menengah dan pendapatan tinggi. (Endang H. dan Rintar

A. Simatupang, 2008)

Pendapatan adalah hasil yang didapatkan dari usaha seseorang sebagai ganti jerih payah atas usaha yang dikerjakan, sedangkan pendapatan industri adalah pendapatan yang diperoleh karena telah mengorganisasikan seluruh faktor produksi yang dikelolanya. Pendapatan yaitu pendapatan yang diperoleh dari jumlah produk fisik yang dihasilkan dikalikan dengan harga jualnya, atau dalam matematik dapat dinyatakan (McEachern, 2000: 98) :

TR = Q x P.....................................................(2.1)

Dimana :

TR

: Penerimaan Total atau Pendapatan

: Jumlah Produksi

: Harga Jual Produk

Pendapatan bersih merupakan pendapatan bruto setelah dikurangi biaya-biaya dalam proses produksi. Biaya yang dimaksud disini adalah pengorbanan nilai yang memberikan sumbangan yang bermanfaat untuk produksi barang-barang. Biaya ini merupakan pengorbanan yang secara ekonomi tidak dapat dihindarkan dalam proses produksi barang.

Tingkat pendapatan adalah alat ukur untuk tinggi rendahnya tingkat kemakmuran suatu masyarakat. Demikian pula tingkat kemakmuran suatu negara dapat dilihat dari pendapatan perkapita dari penduduk negara tersebut, disamping perlu dilihat pula distribusi pendapatan itu sendiri.

2. Faktor-faktor yang Diduga Mempengaruhi Pendapatan Pedagang di Nightmarket Ngarsopuro

Dalam kegiatan usaha pedagang ada faktor-faktor yang bisa memberikan pengaruh pendapatannya, antara lain:

a. Modal

Modal merupakan barang-barang hasil produksi tahan lama yang pada gilirannya digunakan sebagai input produktif untuk produksi Modal merupakan barang-barang hasil produksi tahan lama yang pada gilirannya digunakan sebagai input produktif untuk produksi

Sebagai suatu konsep ekonomi, modal dipergunakan dalam konteks yang berbeda-beda. Dalam rumusan yang sederhana, modal adalah barang atau uang, yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru. (Mubyarto; 1973 dalam Sofa; 2011) Dalam artian yang lebih luas dan dalam tradisi pandangan ekonomi non-Marxian pada umumnya, modal mengacu kepada asset yang dimiliki seseorang sebagai kekayaan (wealth) yang tidak segera dikonsumsi melainkan, atau disimpan (saving adalah potential capital ), atau dipakai untuk menghasilkan barang/jasa baru (investasi). Dengan demikian, modal dapat berwujud barang dan uang. Tetapi tidak setiap jumlah uang dapat disebut modal. Sejumlah uang itu menjadi modal kalau ia ditanam atau diinvestasikan untuk menjamin adanya suatu kembalian (rate of return). Dalam arti ini modal juga mengacu kepada investasi itu sendiri yang dapat berupa alat-alat finansial seperti deposito, stok barang, ataupun surat saham yang mencerminkan hak atas sarana produksi, atau dapat pula berupa sarana produksi fisik. Kembalian itu dapat berupa pembayaran bunga, ataupun klaim atas suatu keuntungan. Modal yang berupa barang (capital goods), mencakup durable (fixed) capital dalam bentuk bangunan pabrik, mesin-mesin, peralatan transportasi, kemudahan

distribusi, dan barang-barang lainnya yang dipergunakan untuk memproduksi barang/jasa baru; dan no-durable (circulating) capital, dalam bentuk barang jadi ataupun setengah jadi yang berada dalam proses untuk diolah menjadi barang jadi. Terdapat pula adanya penggunaan istilah capital untuk mengacu kepada arti yang lebih khusus, misalnya social capital dan human capital. Istilah yang pertama mengacu kepada jenis modal yang tersedia bagi kepentingan umum, seperti rumah sakit, gedung sekolahan, jalan raya dan sebagainya; sedangkan istilah yang kedua mengacu kepada faktor manusia produtif yang secara inherent tercakup faktor kecakapan dan keterampilan manusia. Menyelenggarakan pendidikan misalnya, disebut sebagai suatu investasi dalam human capital (Mubyarto; 1973 dalam Sofa; 2011).

Jadi modal terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan perusahaan dalam menjalankan proses produksi, maka biaya itu termasuk ke dalam modal. Modal adalah segala bentuk kekayaan berupa barang dan uang yang bisa didapatkan sendiri maupun pihak lain berupa pinjaman (M. Suparmoko, 1991: 96).

Modal terdiri dari:

1) Modal usaha adalah kapital semua bentuk kekayaan yang dapat digunakan langsung maupun tidak langsung, untuk menambah output. Modal usaha pedagang kaki lima ini sendiri terdiri dari modal tetap seperti bangunan, peralatan dan modal lancar seperti uang kas dan barang dagangan.

2) Modal kerja adalah kapital yang diperlukan untuk membelanjai operasi sehari-hari atau disebut biaya tetap suatu usaha. Contoh: uang muka, gaji pegawai. Dimana uang tersebut akan kembali lagi masuk ke perusahaan melalui hasil penjualan.

b. Pengalaman Usaha

Jangka waktu pengusaha dalam melakukan usahanya memberikan pengaruh penting bagi pemilihan strategi dan cara melakukan usahanya, dan sangat bervariasi antara pengusaha satu dengan pengusaha lainnya. Pengusaha yang lebih lama dalam melakukan usahanya akan memilik strategi yang lebih matang dan tepat dalam mengelola, memproduksi dan memasarkan produknya. Selain itu, pengusaha dengan pengalaman dan lama usaha yang lebih banyak, secara tidak langsung akan mendapatkan jaringan atau koneksi yang luas yang berguna dalam memasarkan produknya (Bambang, 2009: 24).

c. Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah jumlah pekerja dalam menjalankan usaha penjualan barang maupun jasa, dinyatakan dalam satuan orang. Dalam penelitian ini, jumlah tenaga kerja adalah orang yang bekerja di stand nightmarket Ngarsopuro, baik itu pemilik sendiri atau ditambah pegawai yang membantu pedagang dalam menjalankan usahanya dan menerima upah atas tenaga yang digunakannya, jadi dalam variabel tenaga kerja ini yang masuk dalam pengolahan data, yakni semua orang (pedagang atau pemilik sendiri jika ikut di nightmarket

Ngarsopuro dan pegawai) yang ada dalam stand nightmarket Ngarsopuro dalam jumlah orang.

d. Lokasi

Di dalam nightmarket Ngarsopuro, lokasi merupakan suatu yang penting, karena di tempat ini pedagang ditempatkan pada sebuah tenda yang berisi empat orang pedagang. Lokasi pedagang dipisah menjadi dua, yaitu lokasi depan dan lokasi belakang. Lokasi akan mempengaruhi jumlah konsumen yang membeli. Oleh karena itu, penempatan lokasi pedagang akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh pedagang itu sendiri.

Untuk lokasi di nightmarket Ngarsopuro ini dummy akan dibedakan menjadi dua, yaitu lokasi depan dan lokasi tidak depan, dilihat menurut letaknya dari jalan utama.

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya menegenai karakteristik dan pola kerja pedagang kaki lima di kawasan Malioboro Yogyakarta telah dilakukan oleh Atyanto Daroko (1994). Dalam penelitiannya berjudul “Studi Karakteristik dan Pola Kerja Pedagang Kaki Lima di Kawasan Malioboro Yogyakarta” mempunyai tujuan untuk mengetahui karakteristik demografi pedagang di kawasan Malioboro serta karakteristik pola kerja pedagang. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif yang membahas dua pokok bahasan, yaitu aspek karakteristik demografi pedagang yang meliputi jenis kelamin, usia, status perkawinan, daerah asal, jumlah