Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Permasalahan Psikososial Warga Binaan Dikaji dari Perspektif Konseling Masyarakat

BAB III HASIL PENELITIAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIB KALABAHI- ALOR

  3.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

  Lembaga Pemasyarakatan merupakan suatu tempat bagi terdakwa yang telah terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan terhadapnya dan telah dijatuhi pidana oleh hakim.

  Orang yang dijatuhi hukuman pidana seakan telah hilang kebebasannya karena harus menjalani pidana penjara atau pidana kurungan di suatu tempat tertentu. Sebelumnya tempat seperti ini dinamakan penjara , namun setelah sistem penjara beralih ke sistem pemasyarakatan, tempat itu dinamakan Lembaga Pemasyarakatan. Di lembaga ini, para narapidana diberi bimbingan dan pembinaan serta keterampilan, agar kelak bisa kembali ke

  1 masyarakat mereka menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna.

  Dalam sistem pemasyarakatan, narapidana atau anak didiknya dibatasi kebebasan bergerak saja, sedangkan hak-hak kemanusiaan tetap dihargai. Dalam sistem pemasyarakatan, proses pembinaan narapidana didasarkan atas pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia dan memandang narapidana sebagai anggota masyarakat. Pembinaan yang dilakukan meliputi kebutuhan kejiwaan, jasmani, pribadi serta kemasyarakatan, sehingga pada saat narapidana telah menyelesaikan masa tahannya di Lembaga Pemasyarakatan mereka dapat diterima kembali di dalam masyarakat. Melalui pola pembinaan yang diterapkan secara lebih mendalam kepada narapidana, bukan tidak mungkin akan terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam diri narapidana itu sendiri.

  Penjara berganti nama menjadi Rumah Tahanan berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia N0.M.01-PR.07.03 Tahun 1985. Penjara yang bersifat mengikat dan mengekang sebenarnya tidak sesuai dengan perilaku kehidupan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sedangkan Rumah Tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan di pandang sebagai suatu wadah untuk mempersiapakan narapidana atau anak didik agar kelak kembali ke masyarakat dalam keadaan yang lebih baik.

  2

3.1.1. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor

  Kurang lebih pada tahun 1920 pada masa pemerintahan Kolonial Belanda Dibawah kepemimpinan serdadu Belanda yang disebut Kontrorler ( kini disebut Bupati) yang bernama Van Hallen, telah dibangun Rumah Tahanan atau Penjara di Pulau Pantar (salah satu pulau yang berada di Kabupaten Alor) tepatnya di Padang Garam / Blang merang sebagai tempat untuk menampung para tawanan atau tahanan orang-orang pribumi asli (orang alor) yang dianggap melawan atau tidak sejalan dengan pemerintahan saat itu dan yang melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Kolonial Belanda atau yang ingin melepaskan diri dari belenggu penjajahan.

  Pada waktu Jepang menguasai Republik Indonsesia dan Belanda meninggalkan Alor, “Penjara”/Rumah Tahanan yang dibangun oleh Belanda di Blang Merang dipindahkan di Kalabahi tepatnya di Kampung Pura ( kini kelurahan Kalabahi Kota). Setelah tahun 1945, saat tentara sekutu menguasai wilayah yang dikuasai tentara Jepang, Kampung Pura tempat dibangunnya Penjara mendapat serangan bom tentara sekutu yang menyebabkan tidak dapat digunakan lagi, maka penjara diserahkan kepada pemerintahan setempat yang disebut KPS ( kini disebut Bupati), dan oleh kepala pemerintah setempat dan menunjuk bapak Y.M.Tawa sebagi kepala Penjara yang pada waktu itu disebut “Sipir” sedangkan staf/bawahannya disebut “Mandor Penjara”, sehingga pemerintah setempat memerintahkan dipindahkan ke Tongsi Kepolisian Alor ( kini Asrama Kepolisian) yang berkedudukan di Kopeta Kalabahi.

  Pada tahun 1965 penjara dipindahkan ke kampung Kadelang ( Kalabahi Timur) disebabkan karena Tongsi Kepolisian akan digunakan sebagai tempat untuk menampung orang-orang yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965 atau yang dikenal dengan Gestapu PKI. Istilah Pemasyarakatan untuk pertama kali disampaikan oleh almarhaum Bapak Saharjo,SH Menteri Kehakiman pada saat itu pada 05 Juli 1963, dan satu tahun kemudian, pada tanggal 27 April 1964 dalam konverensi jawatan kepenjaraan yang dilaksanakan di Lembang- Bandung, istilah Pemasyarakatan dibakukan sebagai pengganti Kepenjaraan. Walaupun secara Nasional istilah penjara telah mengalami perubahan namun penjara Kalabahi belum mengalami perubahan secara resmi karena kondisi penjara pada saat itu belum memungkinkan. Kemudian pada tahun 1979 Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Kehakiman mengalokasikan anggaran untuk membangun penjara yang permanen dibawah kepemimpinan Yusuf M.Dusu yang berlokasi di Mola

  • – Kelurahan Welai Timur Kecamatan Teluk Mutiara Kabupaten Alor. (alamat LP Kelas IIB Kalabahi sekarang). Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Kalabahi, mempunyai kapasitas untuk menampung narapidana sebanyak 150 orang. Organisasi dan Tata Rumah Tahanan/ Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi- Alor, berdasarkan organisasi dan Tata Rumah Tahanan Negara. Menteri Kehakiman Republik Indonesia Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Nomor : M.04-PR..07.03 Tahun 1985 Pasal yang pertama : Rumah Tahanan Negara keputusan ini disebut Rutan untuk pelaksanaan teknis dibidang penahanan untuk kepentingan penyelidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepala kantor wilayah Depertemen Kehakiman.

3.1.2. Sarana Prasarana

  Bangunan Gedung Kantor dalam kondisi baik. Bagi narapidana sendiri tersedia blok hunian 2 blok. Blok A sebanyak 29 kamar. Blok ini diperuntukkan bagi narapidana kaum pria. Blok B sebanyak 2 kamar diperuntukkan bagi kaum perempuan. Selain blok hunian bagi narapidana juga tersedia ruang ibadah, dapur, lapangan olaraga, ruang kunjungan sebanyak 1

  3 ruangan.

  

Gambar 1 : Gedung Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor.

  

Sumber : Dokumentasi Pribadi

3.1.3.Visi dan Misi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor

  Visi : “Menjadi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi yang akuntabel, transparan dan profesional dengan didukung oleh petugas yang memiliki kompetensi tinggi yang mampu mewujudkan tertib pemasyarakatan dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan tugas”.

  Misi : “Membangun kebersamaan meningkatkan kedisiplinan serta bekerja ikhlas dan tuntas”.

  4

  3.1.4. Keadaan Warga Binaan

  Berdasarkan data statistik bulan Agustus 2017, jumlah warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor sebanyak 156 orang, yang terdiri dari 151 orang laki-laki dan 5 orang perempuan.

  5 Gambar 2 : Data Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor.

  Sumber : Dokumentasi Pribadi

  3.1.5. Pembinaan Warga Binaan

4 Wawancara dengan Kepala Lembaga Pemasyarakatan pada tanggal 30 Agustus 2017, jam 09.00 WITA.

  Tujuan pidana penjara di samping menimbulkan rasa derita para warga binaan karena hilangnya kebebasan bergerak, juga membimbing para warga binaan agar bertobat serta mendidiknya agar menjadi seorang anggota masyarakat yang berguna. Tujuan Pemenjaraan yang demikian disebut pemasyarakatan. Ide pemasyarakatan tersebut mempunyai dua tujuan yaitu mengayomi masyarakat dari perbuatan jahat dan membimbing warga binaan sehingga dapat kembali menjadi anggota masyarakat yang berguna. Pola, bentuk dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pembinaan kepada narapidana diatur dalam Surat Keputusan

  6 Menteri Kehakiman Republik Indonesia No.82-PK.O4.10. Pola pembinaan yang diatur

  dalam Surat Keputusan tersebut diatas, pada dasarnya bertujuan agar para warga binaan dapat berguna bagi masyarakat, bangsa dan Negara.

  Dalam pembinaan-pembinaan yang dilakukan, ada kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para warga binaan. Kegiatan- kegiatan tersebut terbagi menjadi dua bagian yaitu kegiatan umum dan kegiatan khusus. Kegiatan umum adalah kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh warga binaan. Ada beberapa kegiatan pembinaan yang wajib

  

7

  diikuti oleh para warga binaan diantaranya : 1) membersihkan lingkungan (blok hunian, perkantoran dan fasilitas umum) Lembaga Pemasyarakatan setiap pagi hari; 2) pembinaan keterampilan, yang tenaga pelatih disiapkan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor. Kegiatan khusus disini adalah hal-hal yang dilakukan warga binaan Kristen dalam rangka pembinaan spiritualitas. Kegiatan kerohanian yang rutin dilakukan berupa Ibadah, Penelaan Alkitab (PA), dan juga shering bersama. Ibadah, PA, dan shering bersama diadakan pada hari yang sudah ditentukan yaitu pukul 08.00-10.00 WITA. Dalam rangka

  8

  pembinaan ini, ada beberapa gereja dan juga Lembaga yang terlibat di dalamnya antara lain : 6 7 Depertemen Kehakiman Indonesia : Pola Pembinaan Narapidana , (Jakarta : 1990), hlm 1. 8 Wawancara dengan Seksi Pembinaan pada tanggal 31 Agustus 2017, jam 10.30 WITA.

  Wawancara dengan Seksi Pembinaan pada tanggal 31 Agustus 2017, jam 10.30 WITA.

  1) untuk ibadah hari Minggu dilayani oleh pelayan (pendeta/para misionaris), dan Depertemen Agama Kabupaten Alor. Keduanya mempunyai tugas untuk memimpin ibadah minggu secara bergantian yang sudah ditetapkan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kalabahi-Alor; 2) untuk ibadah hari kamis dilayani dari Depertemen Agama Kabupaten Alor.

3.2. Deskripsi Permasalahan Psikosoial Warga Binaan

3.2.1. Wawancara Mendalam Dengan Warga Binaan

  Pada saat melakukan penelitian lapangan, penulis bertemu dan berkenalan dengan lima orang narasumber pelaku pelecehan seksual. Mereka bersedia diwawancarai oleh penulis sebagai objek penelitian. Masing-masing narasumber berasal dari latar belakang pendidikan dan kehidupan yang berbeda-beda. Melalui uraian biodata ini penulis ingin memperkenalkan ke-lima narasumber yang penulis wawancarai ketika melakukan penelitian lapangan.

1. Bapak MS

  Bapak MS merupakan seorang bapak rumah tangga, berstatus sudah menikah, berusia 38 tahun dan beragama Kristen Protestan, pendidikan terakhir adalah SD (Sekolah Dasar).

  Bapak MS adalah ayah dari 5 orang anak. Pekerjaan sehari-hari bapak MS sebelum masuk ke Lembaga Pemasyarakatan adalah seorang petani dan isterinya juga merupakan seorang petani. Latar belakang kasus yang menyebabkan bapak MS masuk ke dalam Lembaga Pemasyarakatan adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Menurutnya awal mula kejadian tersebut terjadi ketika ia pulang dari bertani dalam keadaan mabuk sehingga ia tidak dapat mengendalikan keinginan biologisnya dan memaksa anak kandungnnya yang pertama (AS, umur 15 Tahun) untuk melakukan hubungan seksual.

  Menurut bapak MS hubungan ini sudah berulang kali dia lakukan dan sudah cukup lama yaitu dari tahun 2014 namun baru terungkap ketika anaknya AS mengandung pada tahun 2017. Bapak MS dilaporkan oleh isterinya dengan tuduhan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, kemudian dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan dihukum selama 12

9 Tahun 6 Bulan. Permasalahan psikososial yang dialmi adalah bapak MS adalah ia merasa

  sangat depresi sehingga hal tersebut membuat ia sulit untuk tidur, merasa bersalah dan pernah berencana untuk mengakhiri hidupnya.

2. Bapak OJ

  Bapak OJ merupakan seorang bapak rumah tangga, berstatus sudah menikah, berusia 38 tahun dan beragama Kristen Protestan, pendidikan terakhir adalah SD (Sekolah Dasar).

  Bapak OJ adalah ayah dari 3 orang anak. Pekerjaan sehari-hari bapak OJ sebelum masuk ke Lembaga Pemasyarakatan adalah seorang petani dan isterinya juga merupakan seorang petani. Latar belakang kasus yang menyebabkan bapak OJ masuk ke dalam Lembaga Pemasyarakatan adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Menurutnya awal mula kejadian tersebut terjadi ketika ia menggendong anaknya (MJ, umur 18 Tahun) untuk dibaringkan di kamarnya, sebab anaknya MJ adalah seorang anak yang sakit-sakitan, sehingga tidak dapat berjalan. Bapak OJ mengatakan bahwa ia sudah beberapa kali melakukan hubungan seksual tersebut dengan anaknya namun baru terungkap ketika anaknya MJ mengandung pada bulan juli 2016. Saat itu bapak OJ dilaporkan dan kemudian

  10

  dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan di hukum selama 15 Tahun. Permasalahan psikososial yang dialami oleh bapak OJ adalah ia merasa dirinya sangat kotor, ia merasa gagal menjadi seorang suami yang baik dan gagal menjadi seorang ayah yang baik untuk anak-anaknya, ia sangat merindukan kehadiran dari isteri dan anak-anaknya. Ia juga mengatakan bahwa sampai saat ini, ia belum bisa mengampuni dirinya sendiri. 9 Wawancara dengan bapak MS pada tanggal 23 Agustus 2017, jam 09.00 WITA.

  3. Bapak RW Bapak RW merupakan seorang bapak rumah tangga, berstatus sudah menikah, berusia 34 tahun dan beragama Kristen Protestan, pendidikan terakhir adalah SMP (Sekolah

  Menengah Pertama). Bapak RW adalah ayah dari 3 orang anak. Pekerjaan sehari-hari bapak RW sebelum masuk ke Lembaga Pemasyarakatan adalah seorang petani dan isterinya juga merupakan seorang petani. Latar belakang kasus yang menyebabkan bapak RW masuk ke Lembaga Pemasyarakatn adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Menurutnya awal mula kejadian tersebut terjadi ketika isterinya ND pergi ke kota (Kalabahi) untuk membeli keperluan untuk menyambut tahun baru. Pada malam hari, bapak RW tidur bersama dengan ketiga anaknya, dan disitulah muncul keinginan untuk melakukan hubungan seksual sehingga ia membangunkankan anakknya yang pertama (FW, 15 tahun) untuk melakukan hubungan seksual dengan dirinya. Bapak RW mengaku bahwa kejadian itu terjadi pada akhir desember 2016 namun baru terungkap pada maret 2017. Dimana isterinnya ND yang melihat kejadian tersebut, sehingga bapak RW dilaporkan dan kemudian dinyatakan

  11

  bersalah oleh pengadilan dan di hukum selama 12 Tahun. Permasalahan psikosoial yang dialami oleh bapak RW adalah ia merasa bersalah, merasa kecewa dengan kehidupan dan perbuatan yang telah dilakukan.

  4. Bapak EL

  Bapak EL merupakan seorang bapak rumah tangga, berstatus sudah menikah, berusia 62 tahun dan beragama Kristen Protestan, pendidikan terakhir adalah tidak sekolah. Bapak EL adalah ayah dari 3 orang anak. Pekerjaan sehari-hari bapak EL sebelum masuk ke Lembaga Pemasyarakatan adalah seorang petani dan isterinya juga merupakan seorang petani. Latar belakang kasus yang menyebabkan bapak EL masuk ke Lembaga Pemasyarakatan adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Menurutnya awal mula kejadian tersebut terjadi ketika ia bersama isteri dan keponakannya R (umur 17 tahun) melakukan perjalanan ke kampung. Di tengah perjalanan (kebun kemiri) mereka beristirahat (makan. minum dan membaringkan tubuh). Ketika bapak EL melihat isterinya sudah tertidur maka bapak EL memanggil R menggunakan bahasa isyarat sebab R merupakan seorang tunawicara. Bapak EL mengajak R untuk berjalan sekitar 10 meter dari tempat isterinya berbaring dan mengajak R untuk melakukan hubungan seksual. Setelah melakukan hubungan seksual bapak EL menggunakan bahasa isyarat untuk berbicara dengan R agar R tidak boleh berbicara dengan siapapun tentang hal yang baru saja terjadi. Setelah itu bapak EL dan R kembali ke tempat semula, dan membangunkan isterinya yang tertidur untuk melanjutkan perjalanan. Namun dalam perjalanan R menceritakan apa yang telah diperbuat oleh bapak EL kepada isterinya. Sesampainnya mereka di kampung, isterinya bapak EL menceritakan kejadian tersebut kepada semua keluarga, sehingga bapak EL dikejar dan ingin dibunuh. Namun bapak EL melarikan diri dan bersembunyi serta menyerahkan dirinya kepada bapak kepala desa. Sebab ia berpikir bahwa jika ia tidak berlari ke rumah bapak kepala desa maka ia akan dibunuh. Setelah itu bapak kepala desa mengantar serta melaporkankan bapak EL kemudian bapak EL dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan

  12

  dijatuhi hukuman 5 Tahun 6 Bulan. Permasalahan psikosoial yang dialami oleh bapak EL adalah ia merasa bersalah, dan merasa tertekan dengan sistem yang berada di dalam Lembaga

  Pemasyarakatan. Sistem yang dimaksudkan di sini adalah tentang waktu berkunjung yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Ia mengatakan bahwa ia berusaha untuk mempersiapakan mentalnya sebab menjadi narapaidana merupakan suatu aib tersendiri di dalam pandangan masyarakat.

5. Sdr. MM

  Sdr.MM merupakan anak pertama dari tiga orang bersaudara, berstatus belum menikah, berusia 21 tahun dan beragama Kristen Protestan, pendidikan terakhir adalah tidak sekolah. Pekerjaan sehari-hari sdr.MM sebelum masuk ke Lembaga Pemasyarakatan adalah seorang sopir truk. Latar belakang kasus yang menyebabkan sdr. MM masuk ke Lembaga Pemasyarakatan adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Menurutnya awal mula kejadian tersebut terjadi ketika ia bersama pacarnya MB (18 tahun) pergi untuk menonton pasar malam. Setelah menonton pasar malam, ia mengantar pacarnya MB untuk pulang ke rumahnya. Narasumber sdr. MM mengatakan bahwa dalam perjalanan pulang ke rumah, ia bersama dengan pacarnya MB melakukan hubungan seksual sebab hal ini bagi MM dan MB merupakan hal yang biasa sebab mereka sudah beberapa kali melakukannya.

  Sdr.MM juga mengatakan bahwa ia dan pacarnya sudah dua kali melakukan aborsi jadi bagi mereka melakukan hubungan seksual merupakan hal yang biasa. Sesampainnya di rumah MB dipukuli oleh orangtuanya dan orangtuanya mulai menanyakan semua hal kepada MB dan dari situlah orangtua MB mengetahui bahwa MB dan MM pernah melakukan hubungan seksual sehingga MM dilaporkan oleh keluarga MB dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan

  13

  dan dijatuhi hukuman 7 tahun 2 bulan. Permasalahan psikososial yang dialami adalah ia merasa bahwa adanya ketidakadilan pada dirinya sehingga ada perasaan marah dan benci kepada korban dan keluarganya. Namun ia berusaha untuk tetap tegar dalam menjalani kehidupannya di dalam Lembaga Pemasyarakatan dan menganggap bahwa kehidupan sekarang yang ia jelani merupakan suatu bentuk teguran dari Tuhan karena Tuhan masih mengasihinya. Ia terkadang berpikir tentang apa yang akan ia kerjakan di luar sana ketika ia telah dinyatakan bebas suatu saat nanti sebab latar belakang kehidupannya sebagai seorang mantan narapidana.

3.2.2. Hasil Diskusi Bersama Dengan Warga Binaan

  Dari wawancara yang dilaksanakan, penulis menemukan berbagai macam pengalaman menyedihkan dari kehidupan narasumber pelaku pelecehan seksual. Ketika menceritakan pengalaman hidupnya berbagai ekspresi mereka tunjukan. Ada yang menceritakan sambil menangis tetapi ada juga yang menyiratkan kebencian atas perilaku mereka sendiri dan rasa penyesalan terhadap sesuatu yang mereka lakukan terlebih rasa bersalah kepada korban. Kelima orang narsumber pelaku pelecehan seksual ini mengatakan

  14

  bahwa mereka sangat merindukan keluarga mereka. Bapak OJ mengatakan bahwa:

  

“Terkadang saya tidak dapat tidur karena selalu memikirkan isteri

dan anak-anak saya, apakah mereka baik-baik saja? Apakah

kebutuhan-kebutuhan mereka bisa terpenuhi? Saya merasa diri saya

sangat kotor, saya tidak bisa mengampuni diri saya sendiri, saya

merasa hukuman yang saya terima tidak sesuai dengan apa yang

telah saya lakukan, saya sudah gagal menjadi seorang suami dan

gagal menjadi seorang ayah yang baik untuk anak saya, saya sangat

merindukan mereka, meskipun mereka sampai saat ini belum bisa

memaafkan saya tapi saya terima semuanya sebab ini kesalahan saya

yang sangat besar dan sulit untuk dimaafkan tapi saya cuma mau

bilang, saya sangat mencintai me reka”.

  15 Ungkapan hati dari bapak OJ juga mewakili ungkapan hati dari bapak RW , sebab ia

  juga merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan oleh bapak OJ. Para warga binaan merasa kecewa dengan kehidupan mereka dan perbuatan yang telah mereka lakukan. Bapak OJ dan bapak RW mengatakan bahwa terkadang ketika mereka melihat ada keluarga warga binaan lain yang datang untuk mengunjungi keluargannya, mereka merasa iri hati sebab dari 14 Wawancara dengan bapak OJ pada tanggal 24 Agustus 2017, jam 10.40 WITA. awal mereka berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan, keluarga mereka tidak pernah datang untuk mengunjungi. Hal tersebut terkadang membuat mereka sedih, kecewa, sakit hati sehingga mereka memilih untuk lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kamar agar supaya mereka tidak melihat hal tersebut. Namun mereka juga berkata bahwa mereka berusaha untuk bisa menerima semuanya dengan ikhlas sebab itulah konsekuensi yang harus mereka terima atas perbuatan yang telah mereka lakukan. Hal yang sama juga dijelaskan oleh bapak seksi pembinaan:

  16

“apa yang dikatakan bapak OJ dan bapak RW memang benar, sampai

saat ini belum ada isteri ataupun anak-anak mereka yang datang

untuk mengunjungi mereka. Mungkin karena mereka belum bisa

dimaafkan oleh keluarga mereka masing-masing. Kalau saya melihat,

terkadang mereka selalu melamun dan lebih banyak menghabiskan

waktu di dalam kamar, mereka adalah orang-orang yang sangat

tertutup”.

  Ketika penulis melakukan wawancara dengan narasumber sdr. MM, ia mengatakan bahwa ia merasa adanya ketidakadilan pada dirinya sebab baginya hubungan seksual yang dilakukan oleh pelaku dengan korban bukanlah sebuah pelecehan sebab keduanya merupakan sepasang kekasih. Tujuan ia melakukan hubungan seksual dengan korban adalah untuk memenuhi kebutuhan seksual namun didasarkan pada prinsip suka sama suka. Sehingga ia siap untuk bertanggungjawab dengan korban namun keluarga korban menginginkan cara yang lain untuk menyelesaikan masalah ini. Narasumber MM mengatakan bahwa :

  17

“saya sangat kecewa dengan korban dan keluarga korban, saya benci

kepada mereka, bagaimana saya tidak marah, bagaimana saya tidak

benci, dalam persidangan korban tidak bisa katakan satu katapun

untuk buat saya punya hukuman ini ringan, dia malah mengatakan

bahwa, saya yang memaksa dia untuk melakukan hubungan seksual

sehingga saya punya hukuman bertambah berat”.

16 Wawancara dengan bagian seksi pembinaan pada tanggal 31 Agustus 2017, jam 10.30 WITA.

  Berbeda dengan bapak EL, dia mengatakan bahwa selama dia berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan, selain ia memiliki penyesalan dan rasa bersalah, ia juga mengalami satu tekanan hidup. Ia mengatakan bahwa :

  18

  “Terkadang saya merasa tertekan dengan kehidupan di dalam sini

  

(Lembaga Pemasyarakatan) dimana saya sangat susah untuk

berbicara banyak dengan isteri dan anak-anak saya sebab jam

berkunjung dibatasi yaitu hanya 15 menit saja, saya terkadang

merasa marah sehingga saya menangis sebab bagi saya waktu yang

diberikan untuk bertemu tidak dapat mengobati rasa rindu saya

terhadap mereka namun saya bersyukur karena isteri dan anak-anak

saya masih mau memaafkan saya meskipun kesalahan yang saya

perbuat sangat melukai mereka”

  Hal yang sama juga dijelaskan oleh bapak kepala seksi pembinaan:

  19

“memang waktu yang diberikan kepada para narapidana untuk dapat

berkomunikasi dengan keluargannya hanyalah 15 menit sebab para

narapidana mempunyai banyak kegiatan-kegiatan yang harus

dilakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan”.

  Narasumber bapak OJ, bapak RW , bapak MS, bapak EL dan sdr. MM mengatakan bahwa ada perasaan penyesalan yang sangat dalam, rasa tidak ingin memaafkan dirinya sendiri, rasa tidak berharga bagi dirinya sendiri dan tidak bisa menerima kenyataan bahwa mereka telah melakukan hal tersebut kepada orang-orang yang berada di dekatnnya. Mereka sangat depresi, dan sangat stres dengan masalah yang dihadapi. Mereka sangat terluka dan mereka juga tidak bisa memahami apa yang sudah mereka lakukan terhadap para korban, keluarga, istri, anak-anak dan kepada diri mereka sendiri. Sdr. MM mengakui bahwa ia seringkali tidak dapat tertidur karena berpikir tentang masa depannya. Apakah nanti setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan ini, ia dapat bekerja lagi. Narasumber bapak MS yang melakukan pelecehan kepada anaknya, mengatakan bahwa ia pernah hampir membunuh dirinya sendiri karena tidak bisa menerima kenyataan dan tidak bisa memaafkan dirinya sendiri. 18 Wawancara dengan bapak EL pada tanggal 26 Agustus 2017, jam 09.00 WITA.

  “Saya merasa terpuruk, saya merasa hidup saya tidak ada gunanya

  

lagi, saya merasa saya gagal menjadi orangtua, saya selalu dihantui

oleh rasa bersalah, saya sadar saya adalah orang yang sangat bodoh

sehingga melakukan hal tersebut dengan anak kandung saya sendiri,

padahal saya sangat menyayangi dia, saya tidak bisa memaafkan diri

saya sendiri, dan saya tidak bisa mengampuni diri saya, saya rasa

hukuman yang saya terima tidak sebanding dengan masa depan anak

saya yang telah saya hancurkan. Saya sulit untuk tidur, saya

terkadang paksa ini mata untuk tertutup tapi susah, jadi saya hanya

baca Alkitab dan berdoa semoga Tuhan bisa ampuni saya punya

kesalahan-kesalahan. mau makan juga kadang-kadang saya rasa itu

makanan ada tertinggal di leher, saya sangat menderita di sini ketika

saya ingat perbuatan yang telah saya lakukan

  ”.

  20 Para warga binaan yang berada di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Kalabahi-Alor berkata bahwa merasa tertekan dengan keadaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan.

  Mereka tertekan dengan kehidupan yang hanya bisa dihabiskan belas tahun di balik jeruji besi. Mereka mengaku kesepian, bosan bahkan sedih jika merenungi dan terkenang dengan masa-masa indah yang pernah dilaluinya bersama keluarga, isteri dan anak-anaknya. Mereka mengungkapkan bahwa tingkat kejenuhan yang tinggi dirasakan sebab mereka hanya bisa melakukan kegiatan di dalam ruangan yang sempit yang dibatasi oleh tembok dan jeruji. Mereka mengungkapkan kesedihan yang mendalam karena tidak dapat lagi melihat keluarga, anak , orangtua, bahkan tidak bisa lagi memberikan kasih sayang kepada mereka.

  Menyandang status sebagai seorang warga binaan telah menjadi aib tersendiri bagi para warga binaan yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Kalabahi-Alor, status yang akan selalu melekat pada diri mereka selama sisa hidup mereka di dunia, mendapatkan pand angan “sebelah mata” dari masyarakat tentunya akan menjadi kendala ketika mereka dibebaskan dan ingin memulai hidupnya yang baru. Seperti yang diungkapkan oleh bapak MS dan bapak EL :

  21

20 Wawancara dengan bapak MS pada tanggal 24 Agustus 2017, jam 09.00 WITA.

  21

  

“masuk ke dalam Lembaga Pemasyarakatan ini, sudah membuat saya

trauma, saya tahu bahwa masuk Lembaga Pemasyarakatan dan

menjadi seorang warga binaan merupakan hal yang memalukan, dan

pasti itu akan sangat mengganggu aktivitas saya dan keluarga saya

nanti ketika saya dinyatakan bebas. Bahkan mungkin saat ini juga

saya sudah menjadi bahan gosip oleh keluarga maupun masyarakat di

sekitar saya. Itulah yang menjadi salah satu beban saya, ya saya

berusaha mempersiapakan mental saja dan fokus ke keluarga karena

mereka yang selalu mendukung saya”.

  Bapak MS dan bapak EL mengakui bahwa menyandang status sebagai warga binaan tentu harus siap untuk mendapat pandangan negatif dari oranglain sehingga mereka berusaha menguatkan diri dengan berpikir yang positif dan juga dukungan dari keluarga yang membuat

  22

  mereka kuat. Demikian juga dengan sdr. MM, ia mengatakan bahwa:

  

“ini sangat memalukan bagi saya, saat masuk di Lembaga

Pemasyarakatan, yang saya pikirkan adalah bagimana orang-orang

akan nilai saya, orangtua saya juga pada awalnya membenci saya,

keluarga besar saya juga seperti itu, bagaimana dengan teman-teman,

apakah mereka masih mau bergaul dengan saya setelah tahu saya

berada di sini. Tapi saya bersyukur karena sekarang orangtua saya

sudah mau memaafkan saya dan masih ada teman-teman yang

mendukung saya. Tapi yang masih menjadi beban pikiran, bagaimana

nanti kalau saya keluar dari sini, saya mau kerja di mana karena

status saya mantan narapidana.

  Berbeda dengan bapak OJ dan bapak RW yang terlihat tidak peduli dengan

  23

  pandangan tentang dirinya, mereka mengatakan bahwa :

  

“saya tidak peduli dengan komentar oranglain di luar sana, bukan mereka yang kasih makan

saya dan keluarga saya, saya hanya berpikir bagaimana keluarga saya, apakah mereka baik-

baik saja, saya hanya berharap bisa keluar cepat dari sini biar saya bisa minta maaf

langsung pada isteri dan anak-anak saya. Saya sangat merindukan isteri dan anak-anak

saya. Saya divonis 15 tahun dan 12 tahun tanpa redmisi, saya tidak bisa melihat

perkembangan anak-anak saya, saya berharap bisa mendapatkan maaf dari isteri dan anak-

anak saya, itu saja yang saya pikirkan”.

  Respon yang diberikan oleh keluarga, kerabat dan masyarakat tempat para warga binaan berasal bermacam-macam tetapi pada umumnya masyarakat memberikan pandangan 22 23 Wawancara dengan sdr MM pada tanggal 29 Agustus 2017, jam 09.00 WITA.

  Wawancara dengan bapak OJ pada tanggal 24 Agustus 2017, jam 10.40 WITA, dan bapak RW pada tanggal 26 Agustus, jam 09.00 WITA. yang neg atif terhadap status “warga binaan” dan hal inilah yang menjadi salah satu masalah bagi para warga binaan harus digumuli selama menjalani masa hukuman di dalam Lembaga Pemasyarakatan dan dalam mempersiapakan diri untuk kembali ke masyarakat ketika dibebaskan nantinya. Seperti yang diungkapkan oleh bapak LP bagian pembinaan bahwa:

  “saya rasa yang penting bagi para warga binaan adalah bagimana

  

mereka harus siapkan mental dengan sebaiknya sebab ketika mereka

bebas nantinya ada begitu banyak pandangan negatif dari masyarakat

24 yang akan mereka terima”.

3.2.3. Wawancara Dengan Keluarga Warga Binaan

  Penulis melakukan wawancara dengan 3 orang dari keluarga pelaku. Penulis mendatangi keluarga pelaku di rumah:

  25 1.

  Isteri Kepada keluarga bapak MS, penulis melakukan wawancara dengan isteri pelaku. pelaku mengungkapkan perasaannya kepada penulis, sambil menangis, ia menceritakan bahwa pada saat kejadian itu terjadi, keluarga besar termaksud saya sendiri tidak dapat menerima hal tersebut. Sebenarnya keluarga bahkan saya sendiri sangat malu dengan apa yang telah pelaku lakukan namun saya berusaha untuk menguatkan hati agar bisa menerima semua ini dengan lapang dada. Istrinya juga mengungkapkan bahwa sekarang ia yang menjadi tulang punggung keluarga menggantikan posisi pelaku yang adalah kepala keluarga dengan bertani. Ia mengatakan ia tetap setia untuk mengunjungi pelaku dan memperhatikan semua kebutuhan pelaku ketika berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Namun tidak setiap hari ia pergi untuk mengunjungi pelaku sebab ia harus bekerja untuk menghidupi ke-lima anaknya. Selain itu jarak antara rumah dan Lembaga Pemasyarakatan terbilang cukup jauh dan memakan biaya yang besar untuk dapat tiba di sana jadi biasanya 2 atau 3 bulan baru saya kesana untuk menjenguk pelaku. 24

  26 Narasumber keluarga mengungkapkan bahwa keluarga sangat kecewa dan berduka dengan

2. Kepada keluarga bapak EL, penulis melakukan wawancara dengan Isteri pelaku.

  perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku. Keluarga merasa malu dan kelaurga merasa terpuruk dari masyarakat akibat perbuatan pelaku. Tetapi kelurga tetap dengan setia memberi dukungan moril kepada pelaku dengan mengunjungi pelaku dan menyediakan setiap kebutuhan pelaku selama berada di Lembaga Pemasyarakatan.

  3. Kepada Keluarga MM, Penulis melakukan wawancara dengan orangtua pelaku. Dalam hal ini adalah ibu dari pelaku

  27

  . Sambil menangis ibunya mengatakan bahwa sebenarnya ia sangat merasa malu dengan masyarakat dan kelurga korban. Ibu pelaku sangat sedih hal tersebut terlihat dari airmata yang berderai ketika penulis melakukan wawancara. Ia sangat kecewa dengan apa yang telah dilakukan oleh anaknya tetapi ia mengungkapkan bahwa bagaimanapun, pelaku adalah anaknya jadi ia tetap memberikan dukungan moril berupa kunjungan yang dilakukan olehnya kepada pelaku di Lembaga Pemasyarakatan.

  

3.3. Upaya Penanggulangan Yang Dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Untuk

Mengatasi Permasalahan Psikososial Warga Binaan

  Upaya penanggulangan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan untuk mengatasi permasalahan psikosoial warga binaan adalah berupa pembinaan. Pembinaan yang dimaksudkan disini adalah pembinaan keterampilan dan pembinaan spiritualitas. Pembinaan keterampilan ini bersifat manual, contohnya seperti menjahit, membuat tas laptop, membuat tutupan gelas, bingkai foto dan sebagainya. Bentuk pembinaan ini disesuaikan dengan bakat masing-masing warga binaan.

28 Dengan tujuan agar ketika mereka keluar dari Lembaga

  Pemasyarakatan, mereka mampu untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat, selain itu 26 Wawancara dengan keluarga narapidana pada tanggal 3 September 2017, jam 11.00 WITA. 27 Wawancara dengan keluarga narapidana pada tanggal 2 September 2017, jam 16.00 WITA. 28 Wawancara dengan bagian seksi pembinaan pada tanggal 31 Agustus 2017, jam 10.30 WITA. pembinaan ini bertujuan untuk mengurangi rasa bosa/jenuh para warga binaan dalam menjalani masa hukuman di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

  Pembinaan spiritualitas khususnya bagi warga binaan yang beragama kristen, pihak Lembaga Pemasyarakatan bekerjasama dengan beberapa denominasi Gereja yang berada di wilayah Kabupaten Alor dan juga Depertemen Keagamaan, agar dapat membantu dalam memberikan pembinaan spiritual. Dengan diberikannya pembinaan spiritualitas ini, diharapkan para warga binaan dapat menyadari dan menyesal atas perbuatan salah yang telah dilakukan dan dapat merubah sikap serta perilakunya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dalam penelitian ini, penulis juga melakukan wawancara dengan salah satu denominasi gereja dan Depertemen Keagamaan yang melakukan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. Selain wawancara, penulis juga ikut serta dalam pelayanan yang dilakukan. Penulis menanyakan bagaimana penatalayanan gereja kepada warga binaan pelecehan seksual dan metode apa yang digunakan dalam pembinaan /pendampingan. Bapak Ev. E

  29

30 Selly dan Depertemen Agama mengatakan bahwa pembinaan/pendampinganyang

  diberikan adalah melalui ibadah-ibadah bersama setiap hari minggu dan kamis, melalui diskusi PA dan shering bersama. Mereka mengatakan dalam melakukan pembinaan/pendampingan belum cukup maksimal dikarenakan beberapa faktor, faktor-faktor tersebut penulis jabarkan sebagai berikut :

  29 30 Wawancara dengan bagian seksi pembinaan pada tanggal 27 Agustus 2017, jam 10.15 WITA.

1. Faktor Situasi

  Wawancara dengan Bimas Kristen pada tanggal 31 Agustus 2017, jam 11.00 WITA. Waktu dan tempat yang tidak ada, tidak memungkinkan untuk memberikan pendampingan (pembinaan) secara maksimal. Waktu berkunjung yang disediakan oleh Lembaga Pemasyarakatan bagi Gereja dan Lembaga Pemasyarakatan adalah 1 kali dalam seminggu selama 2 jam untuk memberikan pelayanan (pembinaan) kepada warga binaan.

  2. Faktor Metode Setiap warga binaan memiliki latar belakang permasalahan yang berbeda-beda.

  Dengan waktu yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan kepada Gereja dan Depertemen Agama selama 2 jam secara otomatis hal yang dapat dilakukan adalah ibadah dan shering bersama sehingga tidak dapat menjawab apa yang menjadi kebutuhan dari warga binaan.

  3. Faktor Komunikasi

  Karakter yang berbeda dari setiap orang dan juga pola komunikasi yang tercipta pada diri masing-masing antara konselor dan konseli dalam proses konseling cukup menyulitkan dalam menjalani komunikasi. Ada dialek-dialek tertentu yang terkadang membuat Gereja dan Depertemen Agama agak lambat untuk mencerna cerita-cerita yang diungkapkan oleh para pelaku. Bukan hanya bahasa melainkan jenis kelamin, latar belakang kehidupan, lingkungan sosial asal, perkembangan kepribadian yang berbeda juga turut mempengaruhi kelancaran berkomunikasi.

3.4. Rangkuman

  Dari hasil wawancara dengan kelima narasumber pelaku pelecehan seksual, penulis dapat simpulkan bahwa masalah kejahatan merupakan masalah yang sangat sulit untuk diatasi. Salah satu dari bentuk untuk memperbaiki adalah dengan hukuman penjara. Namun ketika berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan (penjara), ada permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh warga binaan, baik itu masalah yang bersumber dari diri sendiri maupun dari keluarga atau masyarakat tempat mereka berasal. Disamping itu juga, mereka harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru yang tidak bebas, mereka berhadapan dengan berbagai orang dengan karakter dan latar belakang masalah yang beragam, sehingga hal tersebut menjadi beban tersendiri bagi mereka. Adapun permasalahan-permasalahan psikosoial yang dialmi oleh para warga binaan yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan adalah : 1.

  Lost Of Liberty : keberadaan warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan menyebabkan mereka tidak bebas menjalani kehidupan mereka sebebas ketika mereka masih berada di luar Lembaga Pemasyarakatan karena sebagai orang hukuman, mereka harus menaati setiap aturan dan jadwal yang ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Keadaan fisik yang tidak bebas seringkali menyebabkan adanya perasaan jenuh (bosan) yang dirasakan oleh para warga binaan.

  2. Lost of Personal Comunication : Selama menjalani masa hukuman, kebebasan untuk berkomunikasi dibatasi, hal ini tentu menjadi suatu beban tersendiri bagi para warga binaan, sehingga mereka merasa tertekan dan marah dengan sistem tersebut.

  3. Depresi : Warga binaan mengalami depresi, hal tersebut terlihat ketika para warga binaan mengatakan bahwa mereka merasa bersalah, merasa menyesal, yang mengakibatkan mereka sulit untuk tidur, dan mencoba untuk mengakhiri kehidupannya. Mereka kecewa dengan kehidupan dan perbuatan yang telah mereka lakukan. Selain itu, ditambah lagi dengan stigama negatif dari masyarakat yang seringkali membebani pikiran mereka. Upaya penanggulangan yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan untuk mengatasi permasalahan psikososial bagi warga binaan berupa adalah berupa pembinaan. Pembinaan ini terbagi menjadi dua yaitu pembinaan keterampilan dan pembinaan spiritualitas. Pembinaan ketrampilan bertujuan membekali mereka agar supaya ketika mereka keluar dari Lembaga Pemasyarakatan, mereka dapat melakukan sesuatu yang bermanfaat selain itu dengan bosan ketika berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Pembinaan spiritualitas bertujuan membantu para warga binaan untuk menyadari kesalahan yang telah dilakukan dan merubah sikap dan perilaku mereka untuk menjadi lebih baik lagi namun dalam pembinaan spritualitas yang dilakukan oleh gereja maupun oleh Depertemen Keagamaan, belum menyentuh dengan permasalahan-permasalahan yang dialami oleh para warga binaan hal tersebut dikarenakan 3 faktor yaitu : Faktor Situasi, Faktor Metode dan Komunikasi. Pembinaan yang dilakukan untuk saat ini hanya berupa ibadah-ibadah, Ber - PA dan shering bersama.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 50

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Revolusi Hijau dan Kerusakan Lingkungan: Tinjauan Ekoteologi terhadap Pandangan Masyarakat Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi- NTT tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani

0 0 41

Revolusi Hijau dan Kerusakan Lingkungan (Tinjauan Ekoteologi terhadap Pandangan Masyarakat Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi- NTT tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani) TESIS Diajukan kepada Program Studi: Magister Sosiologi Agama, Fakultas: Teologi

0 0 14

2. IDENTITAS SOSIAL BAGI MASYARAKAT KARO DIASPORA 2.1. Pendahuluan. - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rakut Si Telu: Studi Sosiologis terhadap Rakut Si Telu sebagai Identitas Sosial bagi Masyarakat Karo Diaspora Yogyakarta

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rakut Si Telu: Studi Sosiologis terhadap Rakut Si Telu sebagai Identitas Sosial bagi Masyarakat Karo Diaspora Yogyakarta

0 0 45

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rakut Si Telu: Studi Sosiologis terhadap Rakut Si Telu sebagai Identitas Sosial bagi Masyarakat Karo Diaspora Yogyakarta

0 1 37

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Permasalahan Psikososial Warga Binaan Dikaji dari Perspektif Konseling Masyarakat

0 0 8

2.1. Pemahaman Tentang Konseling Masyarakat - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Permasalahan Psikososial Warga Binaan Dikaji dari Perspektif Konseling Masyarakat

0 0 15