Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rakut Si Telu: Studi Sosiologis terhadap Rakut Si Telu sebagai Identitas Sosial bagi Masyarakat Karo Diaspora Yogyakarta

Bab Tiga

3. Rakut Si Telu Sebagai Pembentuk Identitas Sosial Bagi Masyarakat Karo di GBKP

Yogyakarta

3.1 Sejarah Singkat & Keadaan Umum GBKP Runggun Yogyakarta.

Sejarah singkat tentang berdirinya GBKP Yogyakarta tidak bisa terlepas dari suatu perkara tanah yang pernah terjadi di Yogyakarta yang melibatkan Lurah Sariharjo Yogyakarta. Beliau bernama Noto Sugio.Selama mengikuti persidangan perkara tanah tersebut diketahui bahwa Jaksa atau Hakim yang melaksanakan sidang perkara tersebut ialah orang bersuku Simalungun. Setelah persidangan selesai dan pembacaan keputusan telah dibacakan, dinyatakan bahwa Noto Sugio menang atas perkara tersebut. Kemudian sebagai ucapan terima kasih kepada Jaksa dan Hakim yang telah membantu perkara tersebut diberikanlah tanah kepada Jaksa atau

Hakim tersebut. 1

Pemberian tanah ini diketahui oleh salah satu Jaksa bernama Tuan Silangit, dan tuan Silangit juga menginginkan agar tanah yang diberikan Lurah tersebut dibagi dua kepada mereka. Dan pada akhirnya tanah itu dibagi menjadi dua. Setelah pembagian tanah itu selesai, kemudian ada inisiatif dari beberapa masyarakat Karo dan Simalungun untuk mendirikan Gereja GBKP dan GKPS. Dan pada akhirnya Gereja GBKP dan GKPS dibangun bersebelahan sesuai dengan pembagian tanah.

Selama proses pembangunan Gereja beberapa orang Karo yang memiliki keuangan yang memadai seperti Masri Singarimbun, Sutradara, Dr Lukas , Tuan Silangit dan Tuan Pandia

1 Wawancara dengan Bp. Soni Surbakti dilakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal 19 Agustus 2017, pukul 15.00-15.45 Wib 1 Wawancara dengan Bp. Soni Surbakti dilakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal 19 Agustus 2017, pukul 15.00-15.45 Wib

bantuan dana. 2

Selama proses penggalangan dana, dana juga diperoleh dari pemuda-pemudi yang ingin berkuliah di Yogyakarta, melalui orang tua mereka yang memberikan dana kepada pihak gereja sebagai ungkapan terima kasih sudah menerima keberadaan anak mereka. Menurut Deta Singarimbun keberadaan orang Karo Di Yogyakarta di mulai dari tahun 1954. Sejak tahun itu sudah mulai banyak masyarakat Karo mulai berdatangan ke Yogyakarta dan turut membantu pembelian tanah serta pembangunan Gereja. Sehingga berdirinya Gereja GBKP Yogyakarta

tidak terlepas dari pergerakan pemuda-pemuda Karo yang berkuliah di Yogyakarta. 3

Pada tanggal 1 Desember 1985 diresmikan untuk pertama kalinya oleh KGPH Mangkubumi. Kemudian direnovasi dan diresmikan kembali pada hari sabtu tanggal 1 Desember 2012 oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Hamengku Buwono X. Dengan diresmikannya Gereja ini oleh pihak Kesultanan Keraton Yogyakarta. Gereja memiliki kekuatan

berbadan hukum untuk berdirinya Gereja dan melaksanakan Kegiatan-kegiatan Gereja. 4

2 Wawancara dengan Bp. Soni Surbakti dilakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal 19 Agustus 2017, pukul 15.00-15.45 Wib.

3 Wawancara dengan Deta Lebe Singarimbun yang dilakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal 20 Agustus 2017, pukul 12-25.13.00 Wib

4 Wawancara dengan Deta Lebe Singarimbun yang dilakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal 20 Agustus 2017, pukul 12-25.13.00 Wib.

Jemaat GBKP Yogyakarta sekarang meliputi pemuda-pemudi yang berasal dari pemuda- pemudi dari Tanah Karo tidak hanya itu mereka juga berasal dari Jakarta, dari Kalimantan, Medan dan ada juga berasal dari suku Jawa Yogyakarta. Dan sekarang sudah 56 Kepala Keluarga yang bergereja di GBKP Yogyakarta dan sekitar 250 jemaat yang bergereja di GBKP Yogyakarta. Secara umum mereka memiliki profesi sebagai Pegawai Negeri Sipil, Wiraswasta, pensiunan dari kedinasan sipil Yogyakarta dan mahasiswa yang berkuliah di Yogyakrta. Secara ekonomi kehidupan jemaat GBKP Yogyakarta cukup mapan. Itu terlihat dari Ibadah Minggu, parkiran mobil dan sepeda motor yang berjejer memenuhi halaman depan gereja GBKP Yogyakarta. Dan dapat dilihat dari kelengkapan alat musik Gereja yang modern seperti drum,

gitar listrik, keyboard., serta keadaan bangunan yang masih terawat dengan baik. 5

Kemudian di dalam Pelayanan Kategorial GBKP Runggun Yogyakarta terdiri Perpulungen Jabu-Jabu ( Ibadah keluarga) yang terbagi menjadi 3 sektor yaitu Korinti yang dilaksanakan tiap hari senin pukul 19.00-21.00 Wib, kemudian tiap hari selasa sektor Filipi pada pukul yang sama dan tiap hari Rabu Sektor Galatia pada pukul yang sama. Kemudian ada pelayanan Kaum Bapa (mamre) dan Kaum Ibu (moria) yang dilaksanakan setiap hari minggu selesai Ibadah Minggu dimulai pada pukul 10.00-12.00 Wib. Kemudian Ibadah Pemuda yang dibagi menjadi tiga sektor yang dilaksanakan pada tiap hari sabtu sesuai dengan kebutuhan sektor masing-masing. Dan kemudian ada ibadah minggu yang dilaksanakan pada pukul 08.00-

10.00. Wib. 6

5 Wawancara dengan Ibu Iriana Br Tarigan di lakukan di Aula GBKP Runggun GBKP Yogyakarta pada tanggal 22 Agustus 2017. Pada pukul 19.20-19.30 & 20.30-21.00. Wib.

6 Wawancara dengan Deta Lebe Singarimbun yang dilakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal 20 Agustus 2017, pukul 12-25.13.00 Wib & Wawancara dengan Jekonia Tarigan, Pt. Em. Madison Ginting & Ibu

Rosdiana B.Sc di lakukan di Aula GBKP Runggun GBKP Yogyakarta pada tanggal 22 Agustus 2017. Pada pukul 19.20- 19.30 & 20.30-21.00. Wib.

Kemudian di Gereja GBKP Yogyakarta jemaat juga tidak hanya berasal dari suku Karo saja melainkan juga sudah terjadi perkawinan campuran antara suku Karo dan suku Jawa dan lainnya. Pada umumnya mereka juga ikut berpartisipasi di dalam ibadah Gereja dan ibadah rumah tangga. Itu penulis lihat ketika di dalam ibadah rumah tangga ada beberapa orangtua yang berasal dari suku Jawa yang mengikuti ibadah rumah tangga tersebut. dan menurut penuturan beberapa informan bahwa jemaat yang mengalami perkawinan campuran pada umumnya aktif di dalam kegiatan gereja dan tidak merasa asing ketika berkumpul dan bersama-sama dengan orang Karo. Karena memiliki kesamaan karakter yang mudah bergaul dan bisa menghormati satu

dengan lainnya. 7

3.2. Konsep Diri Tentang Orang Karo.

Orang Karo pada dasarnya sangat beragam baik secara sifat, karakter dan interaksi yang mereka bangun di dalam suatu komunitas budaya dan masyarakat lainnya. Berbagai pendapat tentang siapa orang Karo dan bagaimana ciri-ciri mereka tidak terlepas pada pengalaman diri Orang Karo dan kontek Kekaroannya. Ada yang beranggapan bahwa orang Karo adalah suatu kelompok budaya yang ada di Sumatera Utara bagian timur.

Dan yang tinggal di dataran tinggi Sumatera Utara, dan yang berada di Kabupaten Karo. Tetapi ada pandangan lain bahwa masyarakat yang bersuku Karo yang berada diluar Tanah Karo juga disebut sebagai orang Karo dengan alasan bahwa mereka masih menyandang

7 Wawancara dengan Bp Ramli Ginting & Ibu Setia Ukur Br Pinem Di lakukan di Aula Gereja GBKP Runggun Yogyakarta Pada Tanggal 21 Agustus 2017. Pukul, 19.05-19.25. WIB.

Merga/Beru 8 dari suku Karo. Kemudian mengidentifikasikan siapa orang Karo bisa dicermati dengan kenyataan bahwa siapapun yang tinggal di daerah Tanah Karo layak disebut sebagai

orang Karo karena mereka bersentuhan langsung dengan praktek budaya dan situasi sosial kekaroan yang muncul di daerah Tanah Karo. 9 . Orang Karo ditandai dengan Merga/beru yang

mereka miliki dan yang mereka dapati dari keturunan orang tua mereka dan orang tersebut yang layak disebut sebagai orang Karo. Mereka juga harus mengenal tutur (budaya

kekerabatan/perkenalan dalam suku Karo) dan mengenal merga Silima 10 (lima dasar marga orang Karo) 11 . Berdasarkan data diatas dapat diambil simpulan sederhana bahwa informan

memandang siapa orang Karo berdasarkan dari lokasi mereka tinggal kemudian melihat masyarakat yang mendiami tanah Karo layak dikatakan sebagai orang Karo dan di tambah lagi dengan masyarakat Karo yang tinggal diluar Tanah Karo dapat dikatakan sebagai orang Karo selama merga/beru dan pemahaman mereka tentang konsep dasar suku Karo seperti tutur tidak pudar berarti mereka masih layak dikatakan orang Karo.

Orang Karo sebenarnya berasal dari kata Haro yang artinya suku pendatang di daerah Tanah Karo. menurut informan orang Karo yang mendiami tanah Karo ialah suku pendatang sebab sebelum mereka mendiami daerah Karo sudah ada masyarakat lainnya yang mendiami, tetapi untuk mendapatkan pengakuan secara khusus, maka daerah yang mereka diami tersebut

8 Merga berasal dari kata “Meherga” yang artinya mahal. Kata merga ini dipakai untuk laki-laki. Di karenakan dalam masyarakat Karo laki-laki menjadi ahli waris dan penerus keturunan maka dari itu kata merga dilabelkan

kepada laki-laki. Sedangkan Beru berasal dari kata “Mberu” yang artinya cantik. Dan akhirnya dilabelkan untuk perempuan yang bersuku Karo. Sehingga di dalam suku Karo ketika ingin menanyakan nama keluarga mereka disesuaikan dengan jenis kelamin mereka laki-laki atau perempuan.

9 Wawancara dengan Diaken Alvia Ezra Natalia Br Tarigan S.Psi, Pt. Bp. Arbi Bangun & Drs. Sinar Sebayang Di lakukan di Aula Gereja GBKP Runggun Yogyakarta Pada Tanggal 18,19&21 Agustus 2017, pukul 18.33-19.01. WIB,

16.15-16.42.WIB & 17.53-18.10. WIB. 10 Merga Silima adalah lima dasar di dalam suku Karo yang terdiri dari Karo-Karo, Ginting. Perangin-Angin,

Sembiring dan Tarigan. Kelima merga ini memiliki sub merga. Tetapi lima merga ini merupakan rumpun merga yang dijadikan sebagai merga dasar dalam masyarakat Karo.

11 Wawancara dengan Drs. Sinar Sebayang Di lakukan di Aula Gereja GBKP Runggun Yogyakarta Pada Tanggal 21 Agustus 2017. Pukul, 17.53-18.10. WIB.

diberi nama Tanh Karo. Kemudian di tambahkan lagi bahwa orang Karo memiliki aksen bahasa yang lebih memakai kata “e” dan logat bahasanya mendayu-dayu seperti logat melayu sehingga orang Karo dalam pengucapan, intonasinya lebih lembut didengar. 12

Varian lainnya tentang siapa orang Karo bisa kita lihat di dalam praktek kehidupannya. Kebiasan orang Karo adalah menjunjung tinggi persaudaraan oleh karena itu orang Karo adalah orang yang menjunjung tinggi budaya dan tidak meninggalkan budayanya meski sudah pergi merantau. Kemudian ciri orang karo selanjutnya tidak meninggalkan merga/berunya dan tidak meninggalkan kekaroannya yaitu kekeluargaan. Orang Karo awal menjunjung tinggi persaudaraan, orang Karo tidak individualis. Sehingga orang karo sangat menjunjung tinggi budaya menolong sesama. Dan orang Karo pasti menemukan Keluarganya dimana pun mereka berada karena mereka sudah diwarisi dengan kemampuan mengambil hati orang Karo yang di

tempat lain 13 . Sehingga ketika orang Karo bertemu dengan sesamanya pasti mereka akan langsung mencari tali persaudaraan melalui tutur (perkenalan), menanyakan merga/beru, asal

kampung dan siapa nama orangtua. Barangkali dengan cara begitu tali persaudaraan dapat ditemukan.

Selanjutnya identifikasi orang Karo ditinjau dari perspektif budaya artinya berbicara tentang identitas personal yang melekat di dalam diri seseorang. Orang Karo bukan hanya dipandang sebagai orang yang memiliki merga suku Karo melainkan orang Karo ialah orang yang tetap menjalankan adat-istiadat Suku Karo Adat istiadat itu tercermin dari peradatan yang terjadi di dalam suku Karo yang dikenal sebagai runggu (musyawarah), mengenal rakut si telu.

12 Wawancara dengan Bp. Soni Surbakti dilakukan di Aula Gereja GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal 19 Agustus 2017, pukul 15.00-15.45. WiB.

13 Wawancara dengan Bp. Bedul Tarigan dan Ibu Idawati Br. Purba S.H. dilakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal 20 Agustus 2017. Pukul 11.10-11.40 & 18.15-18.25.Wib.

Kemudian orang tidak memiliki merga bersuku Karo, tetapi mereka menjalankan dan melestarikan budaya Karo bisa juga dikatakan sebagai Orang Karo. 14

Dengan kata lain Orang Karo lebih tepatnya ialah yang mengimplementasikan budaya Karo. Ciri-ciri orang Karo lainnya ditandai juga dengan orang yang memiliki sangkep Nggeluh (struktur persaudaraan dalam kekerabatan Suku Karo yang dilihat dari garis keturunan Ayah dan Ibu). Sangkep nggeluh itu terdiri dari kalimbubu (Saudara laki-laki dari pihak ibu), senina/sembuyak ( saudara satu merga dan saudara kandung & anak beru ( orang yang memiliki

beru 15 yang merganya sama denga pihak laki-laki.

Di pertegas lagi bahwa Orang Karo ialah yang menghormati kalimbubu, menyayangi senina/sembuyak dan membantu anak berunya dan pada hakekatnya itulah fungsi sosial orang Karo, selalu berelasi dengan tiga hal yang mendasar dalam kekerabatan suku Karo. Sehingga

mereka layak disebut sebagai orang Karo 16 . Berdasarkan temuan di atas, bahwa orang Karo secara umum dapat diketahui dengan cara mereka memiliki merga/beru yang berasal dari lima

merga dasar atau yang disebut sebagai merga silima. Selain itu bisa dicermati melalui praktek budayanya yang masih menjalankan runggu (musyawarah), mengenal sangkep nggeluhnya. Temuan sederhana ini akan mengawali tentang peran nyata rakut si telu bagi masyakat Karo yang merantau.

3.3. Karakteristik dan Sifat Orang Karo Berdasarkan Temuan.

14 Wawancara dengan Ibu Setia Ukur Br Pinem Di lakukan di Aula Gereja GBKP Runggun Yogyakarta Pada Tanggal

21 Agustus 2017. Pukul, 19.05-19.25. WIB. 15 Wawancara dengan Cinta Muli Br Ginting yang dilakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal 21

Agustus 2017. Pukul 19.00-19.15.00 Wib

16 Wawancara dengan Deta Lebe Singarimbun yang dilakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal 20 Agustus 2017, pukul 12-25.13.00 Wib.

Karakteristik dan sifat Orang Karo berarti suatu karakter dan gaya hidup seseorang yang secara alamiah yang melekat dalam dirinya sehingga nilai-nilai tersebut menjadi acuan dalam dirinya untuk berinteraksi dan menjalankan struktur-struktur kehidupan yang seseorang miliki. Kemudian ketika menjelaskan karakteristik dan sifat orang Karo terlebih dahulu kita harus mencantumkan bahwa ciri utama orang Karo ialah fasih berbahasa Karo, dengan fasih berbahasa Karo mereka layak disebut sebagai orang Karo. Tidak terbatas hanya kepada orang yang memiliki merga/beru suku Karo saja. Siapa saja yang memiliki kemampuan berbahasa Karo dapat dikategorikan sebagai orang Karo.

Kemudian ciri orang Karo yang lebih spesifik ialah memahami budaya Karo terkhususnya rakut si telu (kalimbubu, senina/sembuyak dan anak beru). Dengan memiliki dan memahami rakut sitelu, orang tersebut dikatakan sebagai orang Karo. sebab dasar orang Karo menunjukkan kekaroannya ialah mengimplementasikan dan memiliki rakut sitelu. Disitulah letak

identitas awal orang Karo. 17 Pada bagian berikutnya akan dijelaskan secara jelas tentang rakut si telu serta peranannya.

Kemudian dari sisi tindakannya dalam hidup karakteristik orang Karo, kuat dalam bekerja, tekun dalam melakukan sesuatu dan tidak mudah menyerah. Hal ini yang menyebabkan orang Karo yang diaspora pada umumnya memiliki kekuatan sosial yang sangat kuat didalam bertahan disuatu wilayah dikarenakan sifat tekun bekerja dan tidak pantang menyerah menjadi

suatu simbol hidup mereka. 18 Simbol-simbol semacam ini biasanya masih sering dijumpai di kehidupan orang Karo dimana pun mereka berada. Karena ini yang selalu diajarkan dan di tekuni

17 Wawancara dengan Drs. Sinar Sebayang di lakukan di Aula Gereja GBKP Runggun Yogyakarta pada Tanggal 21 Agustus 2017. Pukul, 17.53-18.10. Wib.

18 Wawancara dengan Yanti Br. Pencawan di lakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal 21 Agustus 2017. Pada Pukul, 19.38-19.50 Wib.

mereka sehingga orang Karo biasa pergi merantau karena memiliki modal semacam itu. Selanjutnya orang Karo biasanya gampang curiga, lebih sensitive dan orang Karo mudah

bersosialisasi dan sangat bergantung kepada orang lain termasuk kepada rakut si telu. 19

Masyarakat Karo pada umumnya bergantung kepada orang lain dan terkhususnya kepada kelompok rakut si telu dikarenakan setiap acara peradatan suku Karo rakut si telu yang dimiliki oleh tiap-tiap orang Karo harus hadir dan bertanggung jawab menyelesaikan tugas peradatan ini. Sehingga ini yang membuat orang Karo selalu membutuhkan kehadiran orang lain di dalam kehidupannya dan peradatan yang mereka lakukan. Misalnya di dalam kehidupan sosialnya, ketika ada masalah dan membutuhkan pertolongan orang Karo sudah tahu kemana mereka akan

meminta pertolongan yaitu kepada sangkep nggeluhnya 20 (rakut si telu).

Secara kemasyarakatannya orang Karo terkhusus orang sudah merantau memiliki ciri- ciri sebagai orang yang demokratis. Demokratis disni tidak lagi terfokus kepada orang Karo saja melainkan sudah membuka diri terhadap kehadiran orang lain. Sehingga jiwa tolong menolong dan rasa persatuan sudah dinyatakan kepada masyarakat lainnya. Sehingga orang Karo yang diaspora sudah mulai terbuka dan berkomunitas lebih banyak denga lainnya. Kemudian orang Karo sering labelkan sebagai orang yang anceng, cian, cikurak ( iri, suka menceritakan orang lain, dan suka mencari keributan). Dalam orang Karo diaspora hal ini sudah mulai luntur,karena sudah berbicara tentang bagaimana menolong sesama di daerah rantau. Lebih memperhatikan

sesamasebagai orang Karo yang diaspora dan masyarakat disekitarnya. 21

19 Wawancara dengan Hendri Perangin-Angin di lakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal 21 Agustus 2017. Pada Pukul, 20.00-20.20. Wib.

20 Struktur kekerabatan yang diambil dari garis keturunan Ayah dan Ibu. 21 Wawancara dengan Drs. Bp. Wahyuni Ginting Manik dilakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal

21 Agustus 2017, pada pukul 20.10-20.40 Wib.

Tambahannya orang Karo ditandai dengan memiliki identitas merga Karo. tetapi dengan perjumpaan orang lain ciri-ciri orang Karo yang memiliki merga tidak menjadi jaminan sebagai orang Karo. Tetapi siapa pun yang menghayati dan menghormati nilai-nilai budaya Karo mereka layak disebut sebagai orang Karo. Kemudian ciri-ciri orang Karo biasanya mandiri, rajin tetapi memiliki sifat pendendam dan mudah menjudge orang lain kemudian secara positifnya sangat menghormati orang lain, sopan, ramah, halus dan orang Karo ketika bertemu dengan orang karo yang baru bertemu langsung bisa dijadikan sebagai keluarga dikarenakan orang Karo mudah

bersosialiasi dan mudah mengambil hati orang lain. 22

Selain orang Karo ialah orang yang memiliki merga suku Karo tidak menutup kemungkinan juga orang yang diangkat dan memiliki merga Karo dapat dikatakan sebagai orang Karo. Terkhususnya di GBKP Yogyakarta ini yang bersuku Jawa misalnya. ketika sudah ditabalkan merga Karo dan menjalankan budaya Karo bisa dikatakan sebagai Orang Karo dan memiliki peran dan tugasnya dalam peradatan suku Karo. Hal ini berkaitan dengan kelompok

Sosial di dalam rakut si telu. 23

3.4. Sistem Kekerabatan Orang Karo

Sistem kekerabatan orang Karo sering dikenal dengan sebutan Rakut Si Telu artinya Rakut 24 = ikat Si= yang dan Telu= tiga artinya ikatan yang Berarti ada tiga ikatan yang mendasar

dan kemudian mengikat masyarakat Karo menajdi suatu ikatan yang satu, saling berhubungan dalam suatu ikatan budaya. Rakut si telu di identikkan dengan sangkep nggeluh. Sangkep

22 Wawancara dengan Jekonia Tarigan, Pt. Em. Madison Ginting & Ibu Rosdiana B.Sc di lakukan di Aula GBKP Runggun GBKP Yogyakarta pada tanggal 22 Agustus 2017. Pada pukul 19.20-19.30 & 20.30-21.00. Wib.

23 Wawancara dengan Ibu Iriana Br Tarigan di Aula GBKP Yogyakarta, pada pukul 18.00-18.15. Wib. Pada tanggal 21 Agustus 2017.

24 Pertampilan S. Brahmana, Daliken Si Telu dan Solusi Masalah Sosial Pada Masyarakat Karo ( Medan: Fakultas Sastra Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Sumatera Utara),6.

nggeluh ialah suatu sistem kekeluargaan pada masyarakat Karo yang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu kalimbubu, senina/sembuyak dan anak beru.

Kemudian di tambah lagi dengan keberadaan sukut. Sukut ialah pribadi/keluarga tertentu yang dikelilingi oleh rakut si telu. 25 Ini menandakan bahwa rakut si telu adalah suatu kelompok

sosial yang bertugas untuk melaksanakan adat Karo yang tercermin dari tugas mereka dari kalimbubu, senina/sembuyak dan anak beru sedangkan sangkep nggeluh adalah sistem kekeluargaan yang mengikat individu Karo dan yang dimiliki orang Karo sebagai saudara terdekat mereka yang diambil dari keturunan Ayah dan Ibu.

Sangkep Nggeluh di dalam masyarakat Karo tercermin dari cara orang Karo menarik keturunan baik dari Ayah dan Ibu. Hal inilah yang melekat dalam individu Karo. Dalam hal ini penulis akan mencontohkan sangkep nggeluh yang penulis miliki dari ayah dan ibu.

1. Merga/Beru. Nama keluarga untuk seseorang yang berasal dari Ayahnya. Kalau untuk anak perempuan disebut beru. Dan untuk anak laki-laki merga tersebut akan diturunkan turun temurun. Penulis punya merga Karo-Karo (salah satu merga dasar suku Karo) dan sub merga yang dimiliki penulis ialah Barus. Sehingga merga yang dimiliki penulis ialah barus mengikuti sub merganya. Tetapi untuk penulisan cukup dengan barus saja. Tetapi untuk pengucapan nama karo-karo tetap digunakan.

2. Bere-Bere. Nama keluarga yang diwarisi seseorang dari beru ibunya. Beru ibu penulis adalah Ginting Suka , jadi bere-bere penulis ialah Ginting Suka.

25 Darwan Prints, Adat Karo, ( Medan: Penerbit Kongres Kebudayaan Karo,1996), 35.

3. Binuang. Nama keluarga yang diwarisi seseorang dari bere-bere ayah atau ibu dari ayah. Bere-bere ayah penulis ialah Ginting Munthe. Dapatkan diartikan ini adalah nenek dari penulis (dari ayah)

4. Kempu (perkempun). Nama keluarga yang diwarisi dari bere-bere ibu. Dapat diartikan sebagai nenek dari penulis melalui keturunan ibu. Nenek dari ibu penulis mempunyai beru Sitepu. Jadi penulis merupakan kempu dari Sitepu.

5. Kampah. Nama keluarga yang diwarisi seseorang dari bere-bere kakek ayah penulis. Ibu dari kakek penulis memiliki beru ginting munthe. Sehingga penulis memiliki kampah ginting munthe.

6. Soler. Nama keluarga yang diwarisi seseorang dari beru dari neneknya ibu. Beru dari neneknya ibu penulis ialah beru Sembiring Gurukinayan. 26 Inilah 6 kekerabatan yang dimiliki

oleh tiap individu Karo, hal ini harus diketahui oleh orang Karo sebagai bentuk kekerabatan yang mereka miliki. Dengan ke enam hal ini, inilah saudara terdekat orang Karo atau pada hal ini dikaitkan dengan penulis. Dan siapapun orang Karo yang memiliki merga/beru di atas merupakan saudara dekat meskipun tidak kandung.

Rakut si telu memiliki fungsi sebagai berikut.Pertama, mengikat masyarakat suku Karo menjadi satu, mengikat dan mempersatukan setiap individu-individu masyarakat Karo dalam

setiap kegiatan adat istiadat dan didalam kehidupan sehari-harinya. 27 Artinya orang Karo sudah diikat oleh budaya dan tidak bisa dilepaskan oleh apapun. Hal yang mengikat itu biasanya

berasal dari merga dan kelompok sosial yang individu Karo miliki.

26 Brahmana, Daliken Si Telu, 36-37. 27 Brahmana, Daliken Si Telu, 6.

Pengikatan itu dilakukan agar orang Karo tetap melihat sesamanya sebagai saudara dalam kehidupan sosial dan tidak hanya sebatas praktik-praktik budaya saja. Sebab kelihaatan aneh jika kekuatan budaya begitu mengikat individu Karo tetapi kehidupan sosialnya dengan orang lain sangat minim dengan nilai kemanusiaan dan persaudaraan. Sehingga ikatan ini mencirikan orang Karo yang beridentitas sosial. Kemudian yang kedua, Terikat kepada kepada kekerabatan tiap-

tiap individunya secara terbuka. 28

Polarisasi kekerabatan suku Karo sangat spiral dalam arti tidak terputus. Mungkin hari ini bisa menjadi yang memiliki acara, kemudian hari bisa menjadi kalimbubu, senina/sembuyak & anak beru di dalam struktur kekerabatannya. Sehingga varian peran semacam ini membutuhkan keterbukaan dari tiap individu Karo guna menyadari bahwa dirinya membutuhkan orang lain dan memiliki rasa rendah hati terhadap peran sosial didalam sistem kekerabatan orang Karo. Ketiga, mengikat dalam hubungan sosial sehingga ada rasa gotong royong didalam kehidupannya sehingga memunculkan rasa empati didalam dirinya dan mengutamakan mufakat dan

menghormati pendapat orang lain. 29 hal ini terlihat dalam tradisi orang Karo yang disebut runggu (musyawarah).

Dimana musyawarah ini tempat berkumpulnya tiga kelompok sosial yang ada didalam sistem kekerabatan orang Karo. penjelasan tentang runggu akan dibahas dalam bagian selanjutnya. Rakut si telu adalah ikatan fungsi sosial dalam masyarakat Karo yang mengelompokkan tiap individu Karo ke dalam peran, fungsi dan status didalam sistem kekerabatan orang Karo. Dimana pengelompokkan ini berfungsi dalam peradatan suku Karo dan didalam praktik kehidupannya bersama orang lain.

28 Brahmana, Daliken Si Telu, 6. 29 Pertampilan S.Brahmana. Daliken Si Telu …6.

Kemudian rakut si telu terbagi atas 3 bagian yaitu:

1. Kalimbubu

Kelompok sosial pertama ialah kalimbubu. Kalimbubu adalah kelompok pemberi dara bagi keluarga. Dalam hal ini kalau diilihat dalam keadaan penulis, yang termasuk dalam kalimbubu penulis ialah saudara laki-laki dari ibu penulis (paman). Kalimbubu juga memiliki sebutan sebagai dibata ni idah (Tuhan yang kelihatan). Konsep kalimbubu sebagai Tuhan kelihatan disebabkan oleh tugas dan tanggung jawab mereka yang diidentikan sebagai penasehat dalam peradatan suku Karo, dengan kata lain pada kelompok kalimbubu memiliki tugas mengawal keseluruhan acara yang ada dalam peradatan suku Karo. Selain itu kelompok kalimbubu ini memiliki makna tambahan sebagai kelompok yang begitu mempengaruhi struktur sosial yang ada didalam masyarakat Karo. Pengaruh itu ditandai dengan kalimbubu menjadi tumpuan dan wadah bagi masyarakat Karo ketika ingin melakukan peradatan, mempersiapkan sampai menyelenggarakan peradatan tersebut.

Sehingga kalimbubu sangat disegani didalam sistem kekerabatan suku Karo dikarenakan memiliki peran yang sangat penting didalam peradatan karena dia adalah pemberi dara bagi keluarga. Kalimbubu bisa diartikan sebagai paman dari ibu individu Karo. Biasanya kalimbubu memiliki kewajiban untuk memberikan saran-saran kepada orang Karo disekitarnya dan dapat pula memaksakan kehendaknya sesuai dengan keinginannya. Sehingga kalimbubu menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan adat di Suku Karo. Itu sebabnya menyegani kalimbubu berarti

menghormati peradatan yang sedang berlangsung. 30

30 Wawancara dengan Dyaman Ginting Manik dilaksanakan di Aula GBKP Yogyakarta pada tanggal 21 Agustus 2017, pukul 17.30-17.45 Wib.

Dalam kehidupan sosial masyarakat Karo, kalimbubu dijadikan untuk tetap bertanya pendapat, saran dan nasihat ketika terjadi suatu permasalahan dalam keluarga. Biasanya kalimnbubu akan memberikan saran, nasihat atapun solusi yang tepat untuk suatu permasalahan yang terjadi. Dan menjadi kebiasaan dalam suku Karo untuk mengikuti saran ataupun solusi dari kalimbubu . Karena dianggap saran dan solusi yang diberikan oleh pihak kalimbubu dapat menyelesaikan permasalahan keluarga tersebut.

Kalimbubu juga dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:

Kalimbubu berdasarkan tutur (berdasarkan tradisi sehari-hari).Kalimbubu bena-bena. Kelompok keluarga pemberi dara kepada keluarga tertentu yang dianggap sebagai keluarga pemberi anak dara dari keluarga itu. Atau dengan kata lain kelompok ini sebagai pemberi dara sekurang-kurangnya tiga generasi. Kemudian kalimbubu Simajek lulang yang golongannya mendirikan kampung. Biasanya kelompok ini diberikan secara turun

31 temurun dalam suatu kampung. Kalimbubu iperdemui adalah orangtua/saudara dari isteri orang/keluarga tertentu.

Kalimbubu ini sering disebut sebagai kalimbubu sierkimbang. Artinya kalimbubu berfungsi membawa pakaian adat bagi menantunya dan ini dijalankan pada pesta ada tertentu.

Kalimbubu Simada Dareh (bere-bere) Orang tua (bapa) atau turang (saudara) ibu. Dalam praktek kalimbubu ini dibagi menjadi

lima bagian sesuai dengan keadaan tertentu. 1.kalimbubu singalo ulu emas. Bila bere- bere (keponakan)nya yang laki-laki kawin, maka ia disebut kalimbubu singalo ulu emas .2. Kalimbubu Singalo bere-bere. Bere-berenya yang perempuan kawin, maka ia disebut sebagai kalimbubu singalo bere-bere.3. Kalimbubu Singalo Maneh-Maneh. Apabila anak beru meninggal dunia dalam usia lanjut. Kalimbubu ini berhak untuk menerima utang adat.4. Kalimbubu singalo morah-morah. Anak beru dareh meninggal dunia, umur belum lanjut, anak belum berkeluarga semua, maka ia menerima utang adat berupa morah-morah. Terakhir ialah kalimbubu singalo sapo iluh. anak beru darah yang meninggal dalam usia muda, belum berkeluarga maka utang adatnya bernama sapu

32 iluh . Kalimbubu Bapa (Binuang)

31 Kalvinsius Jawak , “Teologi Agama-Agama GBKP”. (Doktor diss., Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga,2014, 147.

32 Prints, Adat Karo, 44-45.

Kalimbubu dari ayah, kalau dalam tutur ia menjadi binuang, memiliki sub kalimbubunya sesuai dengan fungsinya. 1. Kalimbubu Simajek Diliken. Anak berunya ( yang binuang nya adalah dia yang memasuki rumah baru maka, dia disebut kalimbubu simajek diliken . 2. Kalimbubu Singalo Perninin. anak beru menteri (anak perempuan dari bere- berenya laki-laki) kawin. Maka ia menerima utang adat dari neneknya. 3. Kalimbubu Singalo ciken-ciken. Anak beru menteri (laki-laki yakni anak dari bere-berenya yang perempuan meninggal dunia, maka ia menerima utang adat dari kalimbubu ciken-ciken.

Kalimbubu Nini (Kampah) Kalimbubu dari kakek (ayah dari ayah). Kalimbubu ini sering disebut sebagai kalimbubu

bena-bena. Kalimbubu tua. Kalimbubu ini dibagi menjadi tiga bagian: Kalimbubu Tua Jabu . 1 Kalimbubu yang secara terus-menerus memberi anak daranya

dari empung, kakek sampai ke ayah. 2. Kalimbubu Tua Kesain. Kelompok dari merga

33 34 tertentu yang diangkat menjadi kalimbubu ketika mendirikan kesain tertentu Kalimbubu berperantara ke sukut. Dibagi menjadi beberapa bagian. 1. Puang Kalimbubu

(kalimbubu dari ibu kita) kalau dilihat dari struktur kekerabatan penulis ini, puang kalimbubu penulis adalah ia yang bermerga sitepu. Kemudian, puang kalimbubu yang menerima perkempun dan ciken-ciken, seperti puang ni puang(soler) Dan yang terakhir

35 kalimbubu Sepemeren. Sipemeren dari kakak laki-laki ibu kita.

2. Senina/Sembuyak Kelompok sosial kedua yaitu Sembuyak/Senina. Secara harafiah sembuyak berasal dari kata „se‟ berarti satu dan „mbuyak’ berarti perut/rahim, jadi sembuyak artinya merga/klen asal

usulnya berasal dari satu perut/rahim. 36 Artinya saudara kandung yang berasal dari ibu yang sama. Ini biasanya berasal dari satu garis keturunan yang sama (merga yang sama). Kemudian

peranan sembuyak adalah bertanggung jawab kepada setiap upacara, adat sembuyak- sembuyaknya, baik kedalam maupun keluar. Hal ini menandakan bahwa sembuyak dijadikan sebagai kekuatan keluarga untuk membantu satu keluarga yang sedang bermasalah ataupun ingin melakukan peradatan baik perkawinan dan kematian dan bisa untuk peradatan lainnya. Karena

33 Tempat dilakukannya upacara adat Karo pada zaman dahulu. 34 Prints, Adat Karo, 46-47. 35 Prints, Adat Karo, 48-49. 36 Jawak , “Teologi Agama-Agama GBKP,” 149.

sembuyak merupakan saudara kandung, mereka wajib membantu segala keperluan saudara kandungnya.

Biasanya ini terjadi ketika suatu keluarga yang mengalami permasalahan baik secara ekonomi, sosial, maupun masalah lainnya. Saudara kandung dari Ayah, ibu dan anak-anak mereka wajib untuk memberikan bantuan sesuai dengan apa yang diperlukan. Hal ini harus dilakukan sebagai tanda bahwa mereka bersaudara kandung. Peranan mereka sangat penting

dalam keberlangsungan kehidupan suatu keluarga. 37 Bantuan itu biasanya bersifat mendamaikan jika terjadi perselisihan antar keluarga, selain itu bantuannya berupa memberikan bantuan moril (

keuangan) jika memang permasalahan soal keuangan. Keberadaan Kelompok ini semakin mempertegas bahwa sembuyak menjadi penghibur, pendamai dan penyayang karena tugas mereka sangat berkaitan dengan kesadaran nurani untuk menolong saudara kandungnya.

Kemudian senina berasal dari „se‟ berarti satu dan „nina‟ berarti kata atau pendapat, jadi senina 38 adalah orang-orang yang bersaudara yang satu kata dan satu pendapat. Senina ini bukan

berarti berasal dari saudara kandung, bisa saja itu berasal dari merga/submerga yang sama. Sehingga diangkat menjadi senina dalam satu keluarga. Sehingga senina banyak diambil dari merga yang sama. Demi mempertahankan struktur sosial didalam kekerabatan dan keluarga. Sehingga biasanya persaudaraan terlihat juga dalam senina ini karena sudah dianggap seperti sembuyak yang sama berasal dari perut ibu yang sama. Kemudian ditambahkan lagi bahwa ada senina sikaku ranan. Kelompok ini adalah orang-orang yang mempunyai merga yang sama

37 Wawancara dengan Yanti Br Pencawan dilaksanakan di Aula GBKP Yogyakarta. Pada tanggal 20 Agustus 2017, pukul 18.00-18.15 Wib.

38 Jawak, “Teologi Agama-Agama GBKP”, 149.

tetapi sub merga yang berbeda. Dalam musyawarah (runggu) kelompok ini menjadi juru bicara. 39

Kemudian ditambah lagi dengan Sipemeren. Orang-orang yang bersaudara, karena ibu mereka bersaudara atau beru ibu mereka sama. Selain itu ada siparibanen. Kelompok orang- orang yang bersaudara karena isteri mereka bersaudara (sembuyak) atau beru istri mereka sama. Ada juga jenis senina sepengalon. Persaudaraan yang timbul karena perempuan kita kawin kepada pria yang sudah mengambil istri dari merga tersebut. Dan yang terakhir adalah Sendalanen. Persaudaraan, yang timbul karena menjadi menantu laki-laki dari paman dari ibu

kita. Atau menikah dengan sepupu kandung. 40

Selain itu ada kelompok senina. Tugas senina adalah memimpin permbicaraan dalam musyawarah, bila dikondisikan dengan situasi sebuah organisasi adalah sebagai ketua dewan. Fungsinya adalah sebagai sekaku/sekat dalam pembicaraan adat, agar tidak terjadi kesalahpahaman ketika akan memusyawarahkan pekerjaan yang akan didelegasikan kepada anak

beru 41 . Dengan begitu senina memiliki fungsi juga sebagai media patner antara yang memiliki pesta dengan kerabat keluarga yang datang. Oleh sebab itu, ketika ada hal-hal yang ingin

disampaikan dalam suatu musyawarah, para pemilik pesta sudah terlebih dahulu mendiskusikan hal-hal apa saja yang nantinya mau disampaikan dan didiskusikan.

Kelompok sosial ini semakin memperjelas bahwa orang Karo tidak hanya memiliki rasa hormat dengan kalimbubu saja melainkan harus memiliki rasa peduli dengan senina, sebab mereka jadi penyambung lidah si pemilik pesta. Sehingga kondisi seperti ini, sering membuat orang Karo memiliki senina yang banyak karena itu membuat mereka memiliki teman cerita

39 Prints, Adat Karo, 39. 40 Prints, Adat Karo, 39-40. 41 Jawak, “Teologi Agama-Agama GBKP”, 151.

dalam kehidupan mereka sebagai orang Karo meski senina itu bukan berasal dari saudara kandungnya tetapi bisa saja diambil dari merga yang sama ataupun bebere ( beru ibu) yang sama

dengan orang Karo yang pemilik pesta adat tersebut. 42

Selain itu Kelompok senina dalam konteks bermasyarakat sangat dekat dengan seninanya. Meski tidak satu merga, kedekatan mereka sudah dibangun berdasarkan keinginan dan kebutuhan mereka bahwa suatu saat mereka saling membutuhkan dalam hal peradatan dan berdasarkan kebutuhan lainnya. Pola kekerabatan semacam ini memberikan peluang bagi masyarakat Karo untuk selalu bisa memiliki saudara yang banyak. Selain secara budaya sudah ditentukan siapa saja yang bisa dijadikan sebagai senina mereka.

Tetapi secara konteks bermasyarakat, senina bisa mereka angkat dalam pengertian kerabat dekat yang memiliki hubungan dekat keluarga. Meski dalam peradatan Karo yang mereka tidak bisa memberikan bantuan secara peradatan, tetapi secara kehidupan lainnya diluar budaya, mereka bisa dijadikan sebagai kerabat. Kerabat dalam pekerjaan, kerabat dalam bergereja. Ini menandakan fungsi senina tak terbatas budaya melainkan sudah mulai memiliki peranannya memperlengkapi hubungan keluarga masyarakat Karo dalam hal penyelesaian masalah keluarga maupun sebagai teman sharing.

3. Anak Beru

Kelompok sosial ketiga adalah anak beru. Anak beru ialah para pengambil anak dara atau penerima anak gadis dari klen tertentu untuk diperistri. 43 Atau biasanya anak beru ialah yang

satu merga dengan Ayah si pemilik pesta yang perempuan. Tugas anak beru ini sangat penting

42 Wawancara dengan Setia Br Pinem dilaksanakan di Aula GBKP Yogyakarta pada tanggal 20 Agustus 2017, pukul 19.00.-19.15. Wib.

43 Prints, Adat Karo, 47.

dikarenakan tugas mereka sebagai orang dibalik layar dalam konteks bermasyarakat Karo, memiliki tanggungjawab untuk menyelesaikan acara adat dari kalimbubunya. Oleh sebab itu ketika acara adat berlangsung anak beru wajib hadir sebagai penanggungjawab acara dalam suatu peradatan suku Karo.

Anak beru dibagi menurut dua bagian yaitu:

1. anak beru berdasarkan tutur, terbagi atas: Anak beru tua. Pihak penerima anak wanita dalam tingkatan nenek moyang yang secara

bertingkat terus menerus selama tiga generasi. Tugas anak beru ini ialah kordinator dalam acara adat yang diadakan oleh pihak kalimbubunya. Kemudian anak beru taneh. Penerima wanita pertama, ketika sebuah kampung selesai didirikan

2. Anak beru berdasarkan kekerabatan. Anak beru jabu. Orang yang langsung boleh menyimpan barang simpanan

kalimbubu nya. Dipercaya dan diberi kekuasaan untuk menjaganya. Karena dia merupakan anak kandung saudara perempuan Ayah. Kemudian anak beru langkip. Penerima wanita yang menciptakan jalinan keluarga yang pertama karena di atas generasinya belum pernah mengambil anak wanita dari kalimbubunya. Atau dengan kata lain dia langsung mengawini anak wanita dari keluarga tertentu. Kemudian ada anak beru menteri. Anak beru dari anak beru. Fungsinya untuk menjaga penyimpanan-penyimpanan adat, baik dalam bermusyawarah maupun ketika adat sedang berlangsung. Dan yang terakhir adalah anak beru singukuri. Anak beru dari anak beru menteri, fungsinya memberi saran, petunjuk di dalam landasan adat dan sekaligus memberi dukungan tenaga

44 yang diperlukan. Secara umum anak beru memiliki tugas yaitu:

1.Mengatur jalannya pembicaraan runggu (musyawarah) adat. Anak beru biasanya bertugas dalam mencatat apa saja yang dibicarakan dalam musyawarah. Pembicaraan ini dipersiapkan oleh anak beru. Hal ini mereka lakukan agar persiapan-persiapan pesta bisa berjalan dengan baik. Dan tidak terjadi lagi kekurangan dalam peradatan.

44 Jawak, “Teologi Agama-Agama GBKP”, 152-153.

2.Menyiapkan hidangan pada pesta.Tugas ini mereka lakukan dengan cara mempersiapkan menu makananan, minuman yang sudah disepakati dalam musyawarah. Dimulai dengan membeli bahan makanan, kemudian memasaknya. Bahan makanan biasanya keperluan dapur, beras, dan bahan makanan dan minuman lainnya. Ini yang harus dilakukan oleh anak beru

3.Menyiapkan peralatan dalam pesta. Biasanya mereka bertugas untuk menyiapkan peralatan masak, seperti kuali, sendok, lokasi memasak dan lain sebagainya yang berhubungan dengan peralatan memasak. Kemudian mereka bertugas untuk menyewa jambur (tempat pelaksanan pesta peradatan).

4.Menanggulangi sementara biaya semua pesta. Secara ekonomis, mereka bertanggung jawab untuk menyelesaikan biaya pesta yang masih kurang. Sehingga kelompok anak beru memang sudah mempersiapkan dana jika memang si pemilik pesta kekurangan dana. Kemudian ketika pesta sudah selesai, nantinya keluarga akan mengumpulkan anak berunya untuk membicarakan kekurangan biaya dan mendiskusikan untuk hal pelunasan.

5.Mengawasi harta semua kalimbubu wajib menjaga dan mengetahui harta benda kalimbubu nya. Dalam konteks orang Karo mula-mula, masyarakat Karo dulunya tinggal dalam rumah adat orang Karo atau sekarang dikenal dengan istilah rumah siwaluh jabu (rumah delapan keluarga). Ketika anak beru melihat harta, atau benda milik keluarga tersebut tercecer didalam rumah tersebut, mereka berkewajiban untuk menjaga ataupun menyimpannya terlebih dahulu. Tetapi dalam konteks orang Karo zaman sekarang hal itu tidak dilakukan lagi, karena orang Karo pada umumnya sudah memiliki rumah sendiri.

6.Menjadwalkan pertemuan keluarga. Anak beru berkewajiban mengatur pertemuan keluarga dengan kerabat keluarga lainnya. Biasanya pertemuan keluarga yang diatur ialah pertemuan persiapan peradatan Perkawinan, makan bersama keluarga besar kalimbubu. Kalau secara mendadak, misalnya mengadakan pertemuan untuk peradatan kematian.

7. Memberikan kabar atau menyampaikan undangan kepada para kerabat yang lain bila ada pesta adat kalimbubunya. Mereka menyampaikan undangan kepada kerabat keluarga yang bersangkutan. Undangan ini tidak boleh tidak sampai kepada kerabat keluarga dan benar-benar diterima oleh kerabat bersangkutan. Jika ada yang tertinggal, biasa kerabat yang tidak dapat undangan tetap hadir dan akan memberi tahu bahwa undangan tidak sampai ketika peradatan berlangsung ataupun ketika peradatan sudah selesai dilaksanakan dalam rangka mengingatkan, sebagai bahan evaluasi kepada kalimbubu.

45 8. Menjadi juru damai bagi kalimbubunya. Ketika terjadi perselisihan antara kalimbubu dengan kerabat keluarga lainnya. Anak beru berkewajiban sebagai juru damai. Dengan cara

melakukan musyawarah untuk mempertemukan kalimbubu dengan kerabat yang berselisihan. Di sini anak beru diharapkan netral dan tidak memihak kemanapun. Fungsi mereka sebagai juru damai bukan sebagai pembela atas kalimbubunya.

Oleh sebab itu kalimbubu berkewajiban untuk menyayangi anak berunya. Istilah Karo menyebutnya name-nami ( menyayangi ). Karena kelompok sosial anak beru ini memiliki fungsi yang penting. Tanpa anak beru suatu pesta dari kalimbubu tidak bisa berjalan. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi anak beru ini. Biasanya Orang Karo memiliki rasa empati dan menyayangi anak beru karena posisi mereka banyak memberikan aksi sosial yang sangat besar

45 Jawak,” Teologi Agama-Agama GBKP”, 154.

dibandingkan dengan yang lainnya secara tindakannya. Dengan melihat ketiga kelompok sosial ini, dapat ditemukan suatu jalinan atau jaringan komunikasi yang sangat diatur dalam sendi- sendi kehidupan orang Karo. Terlihat dalam hal peradatan, kebutuhan sosial orang Karo ( ekonomi dan lain sebagainya).

3.5. Pemahaman Jemaat GBKP Runggun Yogyakarta Tentang Rakut Si Telu

Jemaat di GBKP Yogyakarta pada umumnya ialah orang Karo yang hijrah dari Tanah Karo dan Medan. Tujuannya awalnya untuk kuliah di Yogyakarta. Kehidupan yang jauh dari keluarga menuntut mereka untuk bisa bersosialisasi dengan orang lain. Bahkan jika bisa bersosialisasi dengan orang Karo meski tidak memiliki hubungan bersaudara seperti di kampung mereka. sehingga untuk mempersatukan kehidupan mereka antar orang Karo satu dengan lainnya

mereka mencari dan menentukan dan mengangkat siapa yang menjadi sangkep nggeluhnya. 46 Oleh sebab itu sangkep nggeluh yang mereka miliki tidak berasal dari saudara kandungnya

melainkan mereka mencari kedekatan pertalian saudara mereka dari struktur merga, bebere, serta asal kampung mereka.

Hal ini berdasarkan kesepakatan dan kekerabatan yang mereka miliki dan untuk mengetahui dan mengangkat kalimbubu, senina dan anak beru bagi tiap-tiap orang Karo yang berdiaspora biasanya tahapan awalnya berkenalan dan mencari hubungan kekerabatan mereka kemudian sampai pada tahap pertemuan di tiap-tiap peradatan yang dilakukan di Yogyakarta

Rakut si telu sering diidentikkan dengan sangkep nggeluh ( persaudaraan berdasarkan struktur kekerabatan). Mengetahui orang Karo bersaudara dengan sesamanya, biasanya orang Karo harus berkenalan terlebih dahulu sehingga mereka bisa menentukan bagaimana posisi

46 Wawancara dengan Diaken Alvia Ezra Natalia Br Tarigan di lakukan di Aula Gereja GBKP Runggun Yogyakarta Pada Tanggal 18 Agustus 2017, pukul 18.33-19.01. WIB.

mereka didalam hubungan kekerabatan suku Karo. Setelah melakukan perkenalan, mereka bercerita tentang siapa sanak saudara yang ada di kampung ataupun berasal dari kampung mana.

Biasanya kalau memiliki merga yang sama, tingkat kesulitannya tidak terlalu sulit karena disebabkan nenek moyangnya pasti terjalin antara kampung satu dengan lainnya (contohnya barus dengan barus yang memiliki satu merga yang sama di dalam Karo-Karo. Kemudian kalau yang berbeda merga biasanya ditanyakan ibunya beru apa dan berasal darimana. Jika belum ditemukan di tali persaudaraan sampai kepada tahap kakek dan nenek siapa dan berasal dari kampung mana. Jika tidak ditemukan lagi maka diangkatlah sangkep nggeluh secara simbolik. Sehingga tetap memiliki struktur persaudaraan secara budaya dan adat. Di dalam proses ini

jemaat GBKP Yogyakarta menempatkan peran dan posisi mereka dalam struktur rakut si telu. 47

Dengan konteks kemasyarakatan diatas. Jemaat GBKP Runggun Yogyakarta pada umunya memahami struktur rakut si telu. Struktur ini berupa tiga keatas, dua ketengah dan tiga kebawah. 3 keatas itu ialah kalimbubu ( beru ibu), puang kalimbubu ( beru nenek dari ibu), puang ni puang ( beru dari nenek ibu). Kemudian kedua ketengah ialah senina dan sembuyak. Senina ialah marga yang memiliki rumpun merga yang sama. Sedangkan sembuyak ialah

saudara kandung yang satu perut dengan ibu kita. Dan tiga kebawah ialah anak beru. 48 Tiga konsep dasar ini dimiliki oleh oleh jemaat GBKP Runggun Yogyakarta dan masyarakat Karo

pada umumnya. Dengan mengetahui struktur ini orang Karo menemukan suatu ikatan budaya dan ikatan sosial secara kemasyarakatan di dalam menjalankan kehidupannya. Umumnya di Yogyakarta orang Karo sudah memiliki ketiga hal diatas.

47 Wawancara dengan Iriana Br Tarigan, Bp. Bebas Tarigan, Bp.soni Surbakti dilakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal 19,21&23 Agustus 2017. Pada pukul, 20.30-20.50, 20.40-21.00 & 15.00-15.45.Wib.

48 Wawancara dengan Bp. Bedul Tarigan, Bp soni Surbakti dilakukan di Aula GBKP Runggun Yogyakarta pada tanggal 19 & 20 Agustus 2017. Pada pukul 11.10-11.40 & 15.00-15.45. Wib.

Rakut si telu ialah hal yang mendasar dalam budaya Karo dan dijadikan sebagai pengikat yang kuat di dalam kekerabatan suku Karo.Biasanya orang Karo yang merantau langsung mencari sangkep nggeluhnya karena itu merupakan tiga komponen dasar budaya harus

dimiliki oleh orang Karo ketika mereka merantau. 49 Karena ini merupakan suatu hal yang harus dilakukan orang Karo di Yogyakarta maka dari itu mereka mulai membangun komunikasi yang

dengan sangkep nggeluhnya. Komunikasi itu dibangun ketika mereka berada dalam suatu peradatan seperti perkawinan, kematian dan masuk rumah baru dan arisn-arisan Karo yang mereka ikuti bersama. Selain itu pemahaman rakut si telu di Karo diaspora mulai mengarah rakut si telu sebagai fungsi sosial.

Fungsi sosial orang Karo yang harus dilakukan ialaah mereka harus siap dimanapun peran dan posisi mereka dalam suatu struktur kekerabatan. Rakut si telu perannya akan selalu berganti. Orang Karo tidak akan selalu menempati posisi kalimbubu akan ada kalanya mereka akan menduduki posisi senina/sembyak atau anak beru. Sesuai dengan bagaimana hubungan

persaudaran yang dimiliki antara tiap-tiap orang Karo. 50 Ketika kita bertutur atau berkenalan biasanya kita sudah tau dimana status budaya/peradatan kita untuk orang lain yang baru kita

kenal karena kita terlebih dahulu menyampaikan merga dan bebere-bere kita yang melekat di dalam diri kita sebagai konsep dasar ciri orang Karo yang mengetahui asal usul merga ayah dan

ibu. 51

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Noborejo 02 Salatiga Tahun Pelajaran 2010/2011

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Noborejo 02 Salatiga Tahun Pelajaran 2010/2011

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Noborejo 02 Salatiga Tahun Pelajaran 2010/2011

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 50

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Revolusi Hijau dan Kerusakan Lingkungan: Tinjauan Ekoteologi terhadap Pandangan Masyarakat Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi- NTT tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani

0 0 41

Revolusi Hijau dan Kerusakan Lingkungan (Tinjauan Ekoteologi terhadap Pandangan Masyarakat Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi- NTT tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam Bertani) TESIS Diajukan kepada Program Studi: Magister Sosiologi Agama, Fakultas: Teologi

0 0 14

2. IDENTITAS SOSIAL BAGI MASYARAKAT KARO DIASPORA 2.1. Pendahuluan. - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rakut Si Telu: Studi Sosiologis terhadap Rakut Si Telu sebagai Identitas Sosial bagi Masyarakat Karo Diaspora Yogyakarta

0 0 22