Media untuk mempublikasikan hasil-hasil

Volume 6 Nomor 1 Maret, 2017

Media untuk mempublikasikan hasil-hasil penelitian seluruh dosen dan mahasiswa Kimia FMIPA Unand

Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Andalas

Tim Editorial Jurnal Kimia Unand

Emil Salim, M.Sc, M.Si Dr. Syukri Prof. Dr. Adlis Santoni Prof. Dr. Rahmiana Zein Prof. Dr. Syukri Arief Dr. Mai Efdi

Alamat Sekretariat

Jurusan Kimia FMIPA Unand Kampus Unand Limau Manis, Padang – 25163 PO. Box 143, Telp./Fax. : (0751) 71 681 Website Jurnal Kimia Unand: www.jurnalsain-unand.com Corresponding E-mail: salim_emil17@yahoo.com

syukri@fmipa.unand.ac.id

DAFTAR ISI

JUDUL ARTIKEL Halaman

1. REKAYASA STRUKTUR DONOR PADA ZAT WARNA

1-7

ORGANIK TIPE D – π – A DENGAN KERANGKA TIOFEN PADA

(DSSC) MENGGUNAKAN METODE AB-INITIO Imelda, Riri Rizka Roza, Emdeniz

DYE-SENSITIZED

SOLAR

CELL

2. DEGRADASI SERTA APLIKASI TERHADAP LIMBAH ZAT

8-13

WARNA METHYLENE

FOTOLISIS MENGGUNAKAN

BLUE

SECARA

CLIPNOTILOLIT-Ca SEBAGAI KATALIS Zilfa, Larya Amaliah

TiO 2 /ZEOLIT

3. PENGARUH KADAR CaSO 4 DALAM GIPSUM (ALAM DAN

14-21

SINTETIS) TERHADAP SETTING TIME DAN KUAT TEKAN SEMEN Yulizar Yusuf, Safni, Ade Friska Diana

4. ISOLASI,

KARAKTERISASI

SENYAWA

METABOLIT

22-25

SEKUNDER

DAUN TUMBUHAN PACAR CINA (Aglaia odorata) Mai Efdi, Adlis Santoni, Atik Sofia Wati

DARI FRAKSI ETIL

ASETAT

5. MEMPELAJARI CARA PENENTUAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

26-30

FLAVONOID DAN KAEMPFEROL TERSUBSTITUSI GUGUS PENARIK

PENDONOR ELEKTRON BERDASARKAN METODE SEMIEMPIRIS AUSTIN MODEL 1 (AM1) Imelda, Azuxetullatif, Emdeniz

ELEKTRON

DAN

GUGUS

6. SINTESIS DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF LIMBAH

31-35

CANGKANG KELAPA SAWIT YANG TELAH DIDELIPIDASI Olly Norita Tetra, Admin Alif, Hadi Defri

7. PENGARUH SUHU DAN CAHAYA PADA PROSES

36-40

PELAPISAN KAYU MERANTI MERAH (Shorea Parvifolia) DENGAN ZAT WARNA KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia Mangostana L.) TERHADAP SIFAT ANTIJAMUR

Eldya Mossfika, Hermansyah Aziz, Admin Alif

8 SINTESIS DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF LIMBAH

41-45

CANGKANG

PENGARUH PERLAKUAN SOKLETASI SEBAGAI BAHAN ELEKTRODA SUPERKAPSITOR

KELAPA

SAWIT

DARI

Hermansyah Aziz, Olly Norita Tetra, Rydi Elpika

9 MODIFIKASI SILIKA MESOPORI DENGAN ANILIN

46-56

SEBAGAI SUPPORT KATALIS TEMBAGA(II); SINTESIS DAN KARAKTERISASINYA Admi, Putri Yani, Syukri

ii

REKAYASA STRUKTUR DONOR PADA ZAT WARNA ORGANIK TIPE D – π – A DENGAN KERANGKA TIOFEN PADA DYE-SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) MENGGUNAKAN METODE AB-INITIO

Imelda*, Riri Rizka Roza, Emdeniz

Laboratorium Kimia Komputasi Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas

*E-mail: imeldai@ymail.com Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163

Abstract: Nowadays, dye-sensitized solar cell (DSSC) is an interesting object to be developed because it uses energy from the sun. Dyes is the important indicator for DSSC performance’s improvement. Therefore, donor chain is varied towards organic color substance type D- π-a in this research to look for the most potential organic color substance to improve DSSC’s performance. This research is carried out by using ab-initio method with basis set minimum (STO- 3G) . From nine donor’s variations, dye 9 is one of color substance that have the most potential with narrow band gap (6,920336 eV). This research prove that dye 9 is more potential to be used in DSSC because it’s ability to absorb light in the longer long wave area. Moreover, this research

is carried out the test to look for the influence of electron withdrawing and electron donor. –NO 2 is the strongest electron withdrawing and CH 3 as the strongest electron donor.

donor-pi-acceptor, ab-initio, band gap

matahari untuk dikonversi menjadi energi Energi fosil merupakan energi yang lebih

I. Pendahuluan

listrik 1,2,3 .

banyak digunakan saat ini. Kebutuhan masyarakat

Efek fotovoltaik merupakan dasar dari meningkat

akan bahan

bakar

fosil

proses konversi sinar matahari (foton) diperkirakan umur cadangan bahan bakar

menjadi energi listrik. Perkembangan yang fosil diseluruh dunia saat ini hanya sekitar 40

menarik dari teknologi sel surya saat ini tahun untuk minyak, 60 tahun untuk gas

salah satunya adalah sel surya yang alam dan 200 tahun untuk batu bara. Oleh

dikembangkan oleh Grätzel pada tahun 1991. karena

Sel ini terdiri dari sebuah lapisan partikel pengembangan teknologi energi terbarukan.

itu, bermunculan

himbauan

nano (biasanya TiO 2 ) yang direndam dalam Di negara maju seperti Uni Eropa,

sebuah fotosensitizer (pemeka cahaya). Sel menargetkan persentase energi terbarukan

ini sering juga disebut dengan sel Grätzel harus tercatat sebanyak 27% dari konsumsi

atau dye sensitized solar cells (DSSC). energi terakhir Uni Eropa pada 2030. Lalu,

Tingginya efisiensi konversi energi surya United States telah menginvestasikan lebih

menjadi energi listrik dari DSSC merupakan dari $90 milyar dalam pengembangan energi

salah satu daya tarik berkembangnya riset bersih melalui Recovery Act. Sedangkan di

mengenai DSSC di berbagai negara akhir- negara berkembang seperti Indonesia, energi

akhir ini. Selain itu, proses produksinya juga terbarukan baru dimanfaatkan sekitar 6,8% 4,5 sederhana dan biaya produksinya murah .

pada 2017. Permasalahannya terletak pada

anggapan bahwa energi terbarukan masih Pemeka cahaya atau fotosensitizer menjadi mahal dan hanya cocok digunakan oleh

penentu dalam pengembangan sel surya negara-negara maju, padahal tidak. Diantara

organik ini. Zat warna (dye) merupakan zat semua teknologi energi terbarukan, ada salah

yang digunakan sebagai sensitizer pada satunya yang bisa dikembangkan dengan

Sebelumnya, ilmuwan telah biaya yang lebih murah dan sumbernya bisa

DSSC.

zat warna yang didapatkan dengan mudah, yaitu teknologi

mengembangkan

mengandung logam dengan efisiensi tinggi fotovoltaik yang memanfaatkan cahaya

(mencapai 11%), namun kelemahannya (mencapai 11%), namun kelemahannya

paket Hyperchem 8.0 Release for windows 12 sehingga ditemukannya zat warna organik

dengan metode ab-initio. yang lebih murah dan lebih ramah lingkungan.

Struktur yang diamati zat warna organik tipe dengan proses fotosintesis alami pada

D- π-A dengan variasi donor sebanyak 9 tumbuhan. Lapisan mono zat warna

buah. Untuk membantu menurunkan nilai sensitizer menyerap cahaya yang datang

band gap , ditambahkan gugus penarik pada (seperti klorofil) sehingga menimbulkan

rantai akseptor dan gugus pendorong pada muatan positif dan negatif dalam sel. DSSC

rantai π konyugasi.

secara langsung mengubah sinar matahari menjadi arus listrik. Berbeda dengan sistem konvensional,

dimana

semikonduktor

memiliki dua peran yaitu menyerap cahaya dan membawa sebagian muatan, dua fungsi itu terpisah pada DSSC 6,7,8 .

Saat ini, zat warna organik memiliki efisiensi [2,2’]Bitiofenil 2-Metilen- dibawah zat warna yang mengandung

malononitril logam. Untuk

π – konyugasi) (akseptor) ( peningkatan

itu, dilakukan

upaya

Gambar 1. Struktur dasar molekul zat warna mengubah tipe molekulnya menjadi Donor –

organik tipe D- π-A

π konyugasi – Akseptor (D-π-A). Sistem D-π-

A menjadi desain dasar dalam zat warna organik tersensitasi bebas logam, karena karakter transfer muatan intramolekular fotoinduksi yang efektif dan memiliki banyak pilihan untuk mengatur karakter fotovoltaik yang dirumuskan dengan D (donor), jembatan- π, dan unit A (akseptor). Transfer muatan intramolekular dari donor ke

Zat warna organik 1 menginjeksi fotoelektron kedalam pita

akseptor pada

fotoeksitasi

akan

(2,6,10-Trimetil-4H,8H,12H-4,8,12,12c- konduksi dari semikonduktor melalui grup

tetraaza-dibenzo[cd,mn]piran) akseptor elektron. Dengan mengganti donor,

akseptor, dan/atau ikatan- π konyugasi, HOMO dan LUMO bisa

direkayasa

menggunakan metode

komputasi,

absortivitas dan energi eksitasi elektronik zat warna bisa diatur. Diantara variasi sensitizer

D- π-A yang terdapat di literatur, zat warna Zat warna organik 2 berbasis

(9-tert-Butil-3-metil-9H-karbazol) trifenilamin, fenotiazin, dan indolin menjadi

gugus yang paling menjanjikan dengan efisiensi konversi yang cukup baik. Hal ini dikarenakan, struktur elektroniknya yang menjadikannya sebagai pendonor elektron yang baik 9,10,,11 .

Zat warna organik 3 II. Metodologi Penelitian 13

(4-(4-tert-Butil-fenil)-1,2,3,3a,4,8b-heksahidro-

2.1. Peralatan dan Struktur yang diamati siklopenta[β]indol) Seperangkat komputer dengan prosesor

intel® CORE TM i5-5200U CPU @ 2.20GHz

2.2. Prosedur Penelitian

2.2.1. Mengoptimasi zat warna organik tipe D- π-A dengan variasi rantai donor Molekul zat warna organik digambarkan menggunakan aplikasi hyperchem 8.0 dan

Zat warna organik 4 dilakukan optimasi dengan metode ab-initio (Trifenil metil)

dan basis set minimal (STO-3G). Selanjutnya dipilih algoritma polak ribiere (conjugate

gradient) , RMS gradient diatur menjadi 0,1 dan maximum cycles disesuaikan dengan kebutuhan. Setelah itu, molekul zat warna organik dioptimasi dan ditunggu sampai muncul tulisan YES di kiri bawah jendela hyperchem . Langkah terakhir, molekul zat

Zat warna organik 5 warna organik di single point-kan dengan ab- (2,6,10-Trimetil-4H,8H,12H-4,8,12-triaza-12c-

Initio dan didapatkan luaran berupa nilai pospa-dibenzo[cd,mn]piran)

energi HOMO dan LUMO; counter HOMO dan LUMO dan energi total molekul zat

warna organik tersebut. Nilai band gap dapat dihitung dengan rumus:

E gap =E LUMO –E HOMO

2.2.2. Mengoptimasi zat warna organik 9 Zat warna organik 6

dengan variasi gugus penarik dan gugus (Trifenil silanil)

pendorong Molekul zat warna organik dengan band gap

paling kecil, diambil untuk ditambahkan variasi gugus penarik pada rantai π, yaitu

NO 2 ; F dan gugus pendorong pada rantai donor yaitu NH 2 ; CH 3 . Salah satu gugus

penarik ditambahkan pada ujung rantai π Zat warna organik 7

Sedangkan untuk gugus (5-tert-Butil-2-metil-5H-dibenzofospol) pendorong ditambahkan pada pangkal

konyugasi.

molekul donor. Selanjutnya dilakukan optimasi dengan metode ab-initio dan basis set minimal (STO-3G) . Selanjutnya dipilih algoritma polak ribiere (conjugate gradient), RMS gradient diatur menjadi 0,1 dan maximum

cycles disesuaikan dengan Zat warna organik 8

kebutuhan. Setelah itu, molekul zat warna (8-(4-tert-Butil-fenil)-1,2,3,3a,8,8a-heksahidro-

organik dioptimasi dan ditunggu sampai 8-fospa- siklopenta[α]inden)

muncul tulisan YES di kiri bawah jendela hyperchem. Langkah terakhir, molekul zat

warna organik di single point-kan dengan ab- Initio dan didapatkan luaran berupa nilai energi HOMO dan LUMO; counter HOMO dan LUMO dan energi total molekul zat warna organik tersebut.

Zat warna organik 9

(2-{4-[(6-Metil-piridin-3-yl)-piridin-4-yl-

silanil]-4H-piridin-1-yl}-etenol)

Gambar 2. Variasi rantai donor pada zat

warna organik tipe D- π-A

III. Hasil dan Pembahasan

3.1. Optimasi Geometri Molekul Zat Warna Organik Tipe D- π-A

a. Struktur 3 dimensi molekul zat warna organik 9

b. Struktur 2 dimensi molekul zat warna

organik 9 Gambar 4. Muatan atom zat warna organik 9

Atom O di pangkal donor memiliki muatan yang paling negatif sehingga mampu mendorong elektron untuk beresonansi sepanjang ikatan konyugasi. Sedangkan muatan negatif pada atom N di ujung akseptor menunjukkan disitulah berakhir resonansi elektron dari molekul ini. Angka dari muatan berfungsi untuk melihat arah

Gambar 3.

Molekul zat warna organik 9 resonansi elektron π dalam molekul zat setelah dioptimasi

warna organik 9 ini. Berdasarkan muatan atom, diperkirakan mekanisme resonansi

Energi total = -1575087.4892639 (kcal/mol) elektron π sebagai berikut:

E HOMO = -3,411748 eV

E LUMO = 3,508588 eV Band gap = 6,920336 eV

Energi total menunjukkan energi yang dimiliki oleh semua atom dalam molekul zat warna organik 9 ini untuk membentuk ikatan. Energi HOMO adalah tingkat energi orbital tertinggi yang diisi oleh elektron. Sedangkan energi LUMO adalah tingkat

energi terendah yang tidak diisi oleh Gambar 5. Resonansi elektron molekul zat elektron. Terdapat berbagai tingkat energi

warna organik 9

pada tiap-tiap orbital, tapi disini diambil HOMO 0 dan LUMO 0 sebagai yang

Elektron mengalir dari molekul donor ke mewakili.

molekul akseptor melalui rantai π konyugasi. Dimulai dari atom O sebagai penyumbang

Berdasarkan hasil optimasi, didapatkan

bebas, kemudian muatan atom sebagai berikut:

pasangan

elektron

resonansi elektron π berlanjut sampai ke atom N pada ujung akseptor. Semakin panjang ikatan rangkap berkonyugasi, semakin banyak terjadi resonansi elektron π sehingga panjang gelombang bergeser ke arah redshift. Hal inilah yang mempengaruhi kemampuan zat warna sebagai sensitizer.

3.2. Sifat Elektronik Zat Warna Organik Tipe

D- π-A

Tabel 1. Hasil perhitungan zat warna organik tipe D- π-A

Zat

E HOMO E LUMO Band gap

warna (kJ mol -1 ) (kj mol -1 )

Counter LUMO zat warna organik 9

Gambar 6. Counter HOMO dan LUMO zat

warna organik tipe D- π-A

Counter HOMO dan LUMO menunjukkan

density elektron pada pita HOMO dan

LUMO. Perbedaan warna pada counter menunjukkan salah satunya adalah awan

Berdasarkan data pada tabel 1, zat warna elektron pada orbital molekul bonding dan dengan nilai band gap yang paling rendah

pada orbital molekul adalah zat warna 9 yaitu 6,920336 eV. Hal ini

menunjukkan bahwa zat warna 9 lebih

potensial digunakan pada DSSC karena dia Berdasarkan gambar 6, counter HOMO lebih mampu untuk menyerap sinar pada

berada pada rantai donor dan counter LUMO daerah panjang gelombang yang lebih

berada pada rantai akseptor, hal ini sesuai panjang. Nilai band gap yang lebih rendah

dengan teori bahwa pita HOMO merupakan dari zat warna yang lain ini dikarenakan zat

pita pendonor elektron dan pita LUMO warna 9 memiliki resonansi yang lebih

merupakan akseptor elektron. panjang dibandingkan delapan zat warna lainnya. Selain itu, terlihat juga kalau zat

3.4. Pengaruh Gugus Pendorong pada Rantai warna 9 memiliki panjang gelombang yang

Donor dan Gugus Penarik Elektron pada lebih panjang dari 8 zat warna lainnya. Hal

Rantai π

ini sesuai dengan persamaan energi

3.4.1. Gugus penarik elektron berbanding

gelombang. Berikut ini adalah hasil optimasi zat warna 9 yang merupakan zat warna paling potensial sebagai sensitizer pada DSSC.

3.3. Counter HOMO dan LUMO Zat Warna Organik

Dimana: X 1 =F

X 2 = NO 2

Gambar 7. Struktur zat warna organik 9 dengan penambahan gugus penarik elektron

pada rantai π

Counter HOMO zat warna organik 9

Tabel 2. Pengaruh gugus penarik pada zat menurunkan Egap dari zat warna 9. Untuk warna organik 9

counter HOMO dan LUMO nya juga memperlihatkan kalau daerah HOMO

Zat Gugus

E LUMO E HOMO E Gap (daerah kaya elektron) terdapat di daerah

Warna Penarik (eV)

(eV)

(eV)

donor dan daerah LUMO (daerah kurang

elektron) terdapat di daerah akseptor.

V. Ucapan Terima Kasih

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada analis laboratoriun kimia komputasi

jurusan kimia FMIPA universitas andalas

3.4.2. Gugus pendorong elektron yang telah banyak membantu dalam

penelitian ini.

Referensi

1. Gonga, J.; Sumathya, K.; Qiaob, Q.; Zhoub, Z.: Review on dye-sensitized solar

cells

(DSSCs): Advanced

research trends, Renewable and Sustainable Energy Reviews 2017, 68, 234 –246. Dimana: X 1 = CH 3 2. Rachman, F., F., RI baru pakai energi

techniques

and

X 2 = NH 2 terbarukan 6,8% ini saran pengusaha, 2017, https://m.detik.com/finance/energi/d-

Gambar 8. Struktur zat warna organik 9 3447433/ri-baru-pakai-energi-terbarukan- dengan penambahan gugus pendorong

68-ini-saran-pengusaha , 15 Maret 2017. elektron pada rantai π

3. Lidya, P.; Syafsir, A.:Peranan elektrolit pada

performa sel surya pewarna Tabel 3. Pengaruh gugus pendorong pada

(SSPT) , FMIPA ITS, zat warna organik 9

E LUMO E HOMO E Gap Surabaya.

Zat Gugus

Warna Pendoron (eV)

(eV)

(eV)

4. Srinivas, K.; Sivakumar, G.; Ramesh, K.

C.; Anath, R. M.; Bhanuprakash, K.; Jayathirta, R. V.; Chen, C. W.; Hsu, Y. C.;

Jian, T. L.: Novel 1,3,4-oxadiazole derivatives as efficient sensitizers for

dye-sensitized solar cells: A combined experimental and computational study,

Berdasarkan tabel 3, gugus CH lebih kuat Synthetic Metals 3 2011, 161, 1671-1681. untuk mendorong elektron karena lebih

5. Surawatanawong, P.; Aleksander, K. W.; bersifat elektropositif dari atom N, sehingga

Supavadee, K.: Density functional study lebih mampu untuk mendorong elektron

of mono-branched and di-branched di- dari molekul donor 9. Akibatnya, resonansi

anchoring triphenylamine cyanoacrylic elektron π dari molekul donor ke akseptor

dyes for dye-sensitized solar cells, jadi lebih mudah sehingga band gap zat

Journal of Photochemistry and Photobiology warna 9 jadi berkurang.

A: Chemistry 2013, 253, 62-71.

6. Safia, A. K.; Salman, H.; Arham, S. A.;

Mohd, A., Ameer, A.: Electrical and Berdasarkan hasil penelitian yang telah

IV. Kesimpulan

optical properties of graphene-TiO 2 dilakukan, zat warna tipe D- π-A dengan

nanocomposite and its applications in variasi rantai donor yang potensial sebagai

dye sensitized solar cells (DSSC), Journal sensitizer pada DSSC adalah zat warna 9.

of Alloys and Compounds 2016, 691, 659- Penambahan gugus penarik elektron, NO 2 665.

dan gugus pendorong elektron, CH 3 dapat

7. Cavallo, C.; Di Pascasio F.; Latini, A.; Journal of Photochemistry and Photobiology Bonomo, M.; Dini, D.: Nanostructured

A: Chemistry 2013, 253, 62-71. semiconductor materials

11. Babu, D. D.; Gachumale, S. R.; Anandan, sensitized solar

for

dye-

S.; Adhikari, A. V.:New D- π-A type Nanomaterials 2017.

cells, Journal

of

indole based chromogens for DSSC:

8. Chen, S.L.; Yang, L. N.; Li, Z. S.: How to Design, synthesis and performance design more efficient organic dyes for

studies, Dyes and Pigments 2014, 112, dye-sensitized solar cells? Adding more

183-191.

12. Allinger, N.: HyperChem release 5.0 for triphenylamine donor, Journal of Power

sp 2 -hybridized

windows reference manual . Hypercube, Source 2013, 223, 86-93.

Inc. Canada, 1996.

9. Srinivas, K.; Sivakumar, G.; Ramesh, K.

13. Sheng-Liu, D.; Wei-Lu, D.; Kai-Li, Z.; C.; Anath, R. M.; Bhanuprakash, K.;

Zhi-Yuan, G.; Dong-Mei, W.; Xiao-Ling, Jayathirta, R. V.; Chen, C. W.; Hsu, Y. C.;

Z.: The master factors influencing the Jian, T. L.: Novel 1,3,4-oxadiazole

efficiency of D-A- π-A configurated derivatives as efficient sensitizers for

organic sensitizers in dye-sensitized dye-sensitized solar cells: A combined

via theoritically experimental and computational study,

solar

cell

characterization: design and verification, Synthetic Metals 2011, 161, 1671-1681.

Dyes and Pigments 2014, 105, 192-201.

10. Surawatanawong, P.; Aleksander, K. W.; Supavadee, K.: Density functional study of mono-branched and di-branched di-

anchoring triphenylamine cyanoacrylic dyes for dye-sensitized solar cells,

DEGRADASI SERTA APLIKASI TERHADAP LIMBAH ZAT WARNA

METHYLENE BLUE SECARA FOTOLISIS MENGGUNAKAN TiO 2 /ZEOLIT

CLIPNOTILOLIT-Ca SEBAGAI KATALIS

Zilfa, Larya Amaliah *

Laboratorium Analisis Terapan, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas

*E-mail: laryaamaliah.17@gmail.com Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163

Abstract: Zeolite Clinoptilolite-Ca was succesfully supported TiO 2 in synthesis TiO 2 /zeolite Clinoptilolite-Ca as photocatalyst in degradation of Methylene Blue 20 mg/L and a application waste of Methylene Blue under UV light irradiation 254 nm. TiO 2 /zeolite Clinoptilolite-Ca were characterized by Fourier Transform Infra Red (FTIR) and X-Ray Diffraction (XRD). The result of FTIR showed the structure fungsional of TiO 2 /zeolit Clinoptilolite-Ca not change before and after degradation. The XRD patterns showed TiO 2 /zeolite photocatalyst were succesfully formed, it proved with the highest peaks at 2 θ = 24.950 0 , which were corresponded to anatase peaks and 26.594 0 to SiO 2 peaks. The persentage degradation showed 20 g TiO 2 /zeolite Clinoptilolite-Ca degradated Methylene Blue 20 mg/L under UV light irradiation 254 nm with 60 minute reached 97,61 % and a waste application waste of Methylene Blue reached 77,48 %.

Keywords: TiO 2 /zeolite Clinoptilolite-Ca, Photocatalyst, Methylene Blue, A application waste of Methylene Blue

sebenarnya dapat digunakan, antara lain Industri

I. Pendahuluan

kemampuannya sebagai katalis, senyawa berkembang sangat pesat. Air, zat warna

tekstil di

Indonesia

telah

pengemban ataupun adsorben. Zeolit alam

tekstil dan bahan lainnya banyak dipakai harus dimodifikasi terlebih dahulu untuk dalam

dapat memiliki aktivitas yang baik. Telah sebahagiannya

proses industri

tekstil

yang

banyak diteliti berbagai cara modifikasi pengolahan yang dibuang sebagai limbah.

zeolit alam. Modifikasi zeolit alam yang Proses

telah dilakukan yaitu dengan kalsinasi atau menghasilkan limbah cair yang berwarna.

pengemban logam [3] ; modifikasi dengan Apabila limbah cair tersebut di buang ke

larutan asam dan surfaktan [4] ; dan badan air dan air yang tercemari tersebut

modifikasi dengan TiO 2 melalui metoda sol dikonsumsi

gel [5] .

menimbulkan dampak

negatif

bagi

kesehatan mereka. Limbah zat warna itu Jika katalis semikonduktor dikenai sinar biasanya berasal dari proses pencelupan

dengan energi yang lebih besar, maka kain dari industri tekstil [1] .

elektron (e-) pada pita valensi bereksitasi menuju

konduksi dan akan Keberadaan zeolit alam cukup melimpah di

pita

meninggalkan hole (h+) pada pita valensi. Indonesia namun pemanfaatannya masih

Hole (h+) akan berinteraksi dengan H2O belum banyak dilakukan. Mineral zeolit

dan OH- yang berada pada permukaan didefinisikan sebagai suatu alumino silikat

katalis membentuk OH radikal (•OH) yang yang mempunyai struktur berongga dan

bersifat sebagai oksidator kuat. Elektron (e-) biasanya rongga itu diisi oleh air dan kation

akan bereaksi dengan O 2 yang berada pada yang dapat dipertukarkan, serta memiliki

katalis membentuk radikal superoksida ukuran pori tertentu [2] .

(•O 2 -) yang bersifat sebagai reduktor. Oksidator dan reduktor tersebut menyerang Berdasarkan potensi yang dimiliki zeolit,

metilen biru sehingga maka

zat

warna

cukup banyak

aplikasi yang

menghasilkan CO 2 dan H 2 O serta beberapa menghasilkan CO 2 dan H 2 O serta beberapa

dengan variasi konsentrasi 4, 8, 12, 16 dan

20 mg/L lalu diukur masing - masing

II. Metodologi Penelitian

larutan menggunakan Spektofotometer Uv-

2.1 Bahan kimia,

Bahan yang digunakan adalah zat warna

2.2.4 Penentuan Pengaruh Waktu Degradasi Methylene Blue yang merupakan zat

Tanpa Penambahan Katalis

Larutan Methylene Blue 20 mg/L sebanyak zeolit clipnotilolit-Ca , akuades, akuabides

pewarna tekstil, Titanium Dioksida (TiO 2 ),

20 mL dimasukkan kedalam 5 buah cawan (Pirogen), HCl (Merck), NaCl (Merck), AgNO 3 petri kemudian larutan pada masing- (Merck).

masing cawan petri difotolisis dengan variasi waktu 5, 15, 30, 45, 60 dan 75 menit

dibawah lampu Uv, kemudian hasil Spektrofotometer UV-Vis (Thermo Scientific),

Peralatan yang

digunakan

adalah

absorban dengan kotak irridiasi yang dilengkapi lampu UV

degradasi

diukur

Spektrofotometer Uv-Vis pada panjang

10 watt dengan λ = 254 nm (Germichal CEG

gelombang 650 nm.

13 Base 8FCI11004 ), sentrifus dengan kecepatan 1300 rpm (Thermo Scientific), hot

Pengaruh Penambahan plate stirrer (Thermo Scientific), kertas pH

2.2.5 Penentuan

Katalis TiO 2 /Zeolit clipnotilolit-Ca meter, oven, XRD, FTIR, dan peralatan gelas

Larutan Methylene Blue 20 mg/L sebanyak seperti, beaker glass, test tube, gelas ukur,

20 mL dimasukkan kedalam 5 buah cawan pipet tetes, corong, batang pengaduk, labu

petri

lalu

masing-masing tabung ukur. . ditambahkan katalis TiO 2 /zeolit sebanyak

0,04; 0,08; 0,12; 0,16; dan 0,2g lalu masing-

2.2 Prosedur penelitian masing cawan petri difotolisis dibawah

2.2.1 Sintesis TiO 2 /Zeolit clipnotilolit-Ca lampu Uv, kemudian larutan disentrifus 15 Zeolit yang telah jenuh sebanyak 17,4208

filtratnya diukur nilai dilarutkan menggunakan aquabides lalu

menit,

lalu

absorbannya dengan Spektrofotometer Uv- distirrer

Vis pada panjang gelombang 650 nm.

ditambahkan TiO 2 dengan perbandingan (1:25 = g TiO 2 : g zeolit) secara bertahap.

2.2.6 Penentuan Pengaruh Waktu dengan Setelah 5 jam campuran disaring lalu dioven

Adanya Cahaya Setelah Penambahan selama 1 jam pada suhu 100 o

C, setelah

Katalis TiO 2 /Zeolit Clipnotilolit-Ca

Larutan Methylene Blue 20 mg/L sebanyak selama 10 jam pada suhu 350 o

dioven kemudian TiO 2 /zeolit difurnace

20 mL dimasukkan kedalam 5 buah cawan difurnace TiO 2 /zeolit diayak menjadi

C, setelah

petri lalu masing-masing cawan petri berukuran lolos saringan 125 mesh.

ditambahkan katalis TiO 2 /zeolit dengan massa optimum 0,2g lalu difotolisis dengan

2.2.2 Karakterisasi variasi waktu 5, 15, 30, 45, 60 menit Sampel

dibawah lampu UV. Kemudian disentrifus menggunakan FTIR yang bertujuan melihat

hasil sintesis

dikarakterisasi

selama 15 menit. Lalu filtrat diukur gugus

absorban dengan Spektrofotometer Uv-Vis TiO 2 /zeolit serta pada sampel Methylene

fungsi yang

terdapat

pada

pada panjang gelombang 650 nm. Blue yang telah terdegradasi untuk mengetahui struktur dan ukuran kristal

2.2.7 Aplikasi TiO 2 /Zeolit Pada Limbah partikel sampel TiO 2 /zeolit diukur dengan

Methylene Blue kondisi Optimum XRD.

Larutan Methylene Blue 50 mg/L sebanyak 200 mL dipanaskan hingga 100 o

C. Lalu dicelupkan kain katun putih yang telah

2.2.3 Penentuan Panjang Gelombang Serapan dicuci dengan ukuran 20x20 cm. Kemudian Optimum Methylene Blue

didiamkan terendam selama 1 jam. Setelah 1 jam kain dikeluarkan dari larutan dan didiamkan terendam selama 1 jam. Setelah 1 jam kain dikeluarkan dari larutan dan

TiO 2 /zeolit dibawah lampu Uv 254 nm

selama 1 jam. Hasil didegradasi dianalisa

a.u s(

zeolit aktif

menggunakan spektrofotometer Uv-Vis.

ta te nsi

TiO 2 In

III. Hasil dan Pembahasan

3.1 Penentuan Panjang Gelombang Serapan

TiO 2 /zeolit

Optimum Methylene Blue

Angka Gelombang (cm Pengukuran spektrum serapan Methylene -1 ) Blue dilakukan dengan berbagai variasi

konsentrasi dengan tujuan untuk melihat Gambar 2 . Kurva Spektrum FTIR zeolit, zeolit teraktivasi, TiO 2 , dan TiO 2 /zeolit

hubungan antara

absorban

dengan

konsentrasi. Hubungan linear

antara

absorban dan konsentrasi Methylene Blue Dapat dilihat bahwa puncak serapan yang

dapat dilihat pada lampiran 1 kurva

spesifik muncul pada angka gelombang kalibrasi -1 standar. Dimana persamaan 675,71-1008,24 cm yang

merupakan regresi yang didapatkan untuk senyawa

serapan regangan asimetris dan asimetris Methylene Blue yaitu y = 0,0904x – 0,0064 dan

eksternal O-T-O (T=Al atau Si) selanjutnya

juga muncul beberapa puncak pada angka diperoleh maka dapat diperoleh hubungan

R² = 0,9777. Berdasarkan nilai R 2 yang

gelombang 1634 cm -1 adalah serapan dari yang

(O-H tekuk) dari molekul H 2 O teradsorbsi. konsentrasi. Konsentrasi yang digunakan -1 3406,43 cm adalah serapan ikatan O-H.

linear antara

absorban

dan

untuk perlakuan yaitu pada 20 mg/L Carrado et al… (2001) melaporkan bahwa

karena diperkirakan masih ada satu persen

H 2 O yang terserap memberikan pita serapan pada daerah 3435 dan 1628 cm -1 , 2335,73

yang masih bisa terbaca di absorban .

cm -1 adalah serapan C-H (gugus senyawa karbon pengganggu), dan 3630,02 cm -1

e adalah serapan C-C stretching.

TiO 2 c /zeolit setelah degradasi

b .) a.u s( ta

In te nsi

TiO 2 /zeolit

Gambar 1. Spektrum serapan Methylene Blue pada variasi konsentrasi (a) 4 mg/L, (b) 8

Angka Gelombang (cm -1 )

Gambar 3 . Spektrum FTIR TiO 2 /zeolit dan mg/L, (c) 12 mg/L, (d) 16 mg/L, (e) 20

TiO 2 /zeolit setelah degradasi mg/L.

Dapat diamati bahwa pada gugus fungsi

3.2 Karakterisasi TiO 2 /zeolit tidak terjadi perubahan puncak

3.2.1 FTIR (Fourier Transform Infra Red) serapan yang signifikan setelah degradasi, Pada proses ini senyawa yang dianalisa

pada gambar dapat dilihat bahwa hanya menggunakan FTIR yaitu zeolit murni,

terjadi pengurangan puncak serapan pada

daerah serapan OH yang mana hal ini Clipnotilolit-Ca

zeolit teraktivasi, TiO 2 , dan TiO 2 /zeolit

disebabkan oleh proses degradasi yang gelombang 500-4000 cm -1. membutuhkan

gugus OH• dalam

mendegradasi Methylene Blue.

3.2.2 XRD (X-Ray Diffraction) sama yaitu pada waktu 60 menit dengan Dari gambar dapat diamati bahwa sintesis

persentase degradasi 13,57%.

pembentukan TiO 2 /zeolit telah berhasil

dilakukan yang

dibuktikan

dengan

terbentuknya beberapa puncak pada 2 θ

yaitu 24.950 0 (101), 38.017 0 (004), 47.176 0

(200) yang menandakan puncak sesuai dengan puncak anatase berdasarkan ICDD 01-075-2551 dan terbentuk juga beberapa

puncak pada 2 θ yaitu 20.827 0 (100), 26.594 0 (101), 50.047 0 (112), 59.854 0 (211) yang

menandakan puncak sesuai dengan puncak SiO 2 berdasarkan ICDD 01-083-0539.

Setelah itu juga dilakukan karakterisasi XRD Gambar 5 . Kurva Pengaruh waktu terhadap persentase

degradasi Methylene Blue terhadap TiO 2 /zeolit yang telah digunakan

dalam mendegradasi

yang

bertujuan

20mg/L

mengamati apakah terjadinya perubahan

3.4 Penentuan

Pengaruh Penambahan

bentuk kristal dari TiO 2 /zeolit setelah

Katalis TiO 2 /Zeolit clipnotilolit-Ca penggunaan dan sebelum penggunaan. Pada Gambar 6 dapat diamati bahwa

dengan semakin meningkatnya jumlah

zeolit zeolit aktif TiO

katalis yang ditambahkan maka akan

TiO 2 /zeolit

semakin

meningkat pula persentase degradasi Methylene Blue.

telah melakukan

mengenai fotodegradasi Methylene Blue dengan sinar ultraviolet dan

katalis ZnO dengan hasil persentase dari

larutan Methylene Blue semakin naik seiring

dengan kenaikan jumlah ZnO hingga jumlah optimumnya yaitu 0,2 g. Pada

20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 penelitian ini menggunakan TiO 2 /zeolit

sebagai katalis yang mana mengalami kenaikan jumlah katalis TiO 2 /zeolit hingga

Gambar 4 . Pola XRD (a) zeolit, (b) zeolit jumlah optimumnya yaitu 0,2 g. Hal ini

aktif, (c) TiO 2 dan (d) TiO 2 /zeolite

menunjukkan bahwa dengan adanya radiasi sinar UV dan dan semakin bertambahnya

3.3 Penentuan Pengaruh Waktu Degradasi jumlah katalis, proses terbentuknya radikal

Tanpa Penambahan Katalis hidroksida dan ion superoksida semakin Pada

cepat dan jumlah yang terbentuk semakin kecenderungan meningkatnya presentasi

Gambar

5 memperlihat

meningkat [7, 8]. Persentase degradasi degradasi zat warna Methylene Blue seiring

terbesar yaitu 98,09 % dengan penambahan bertambahnya lama penyinaran, hal ini

0,2 g katalis TiO 2 /zeolit dengan penyinaran disebabkan

lampu UV panjang lamanya waktu penyinaran yang dilakukan

gelombang 254 nm selama 60 menit. menyebabkan

Semakin besar jumlah TiO 2 /zeolit yang pembentukan radikal hidroksi (●OH) yang

semakin

banyaknya

digunakan, persentase degradasi sudah akan menyerang gugus fungsi pada

konstan. Hal ini disebabkan kejenuhan dari Methylene Blue selama proses degradasai

larutan yang mengakibatkan besar absorban oleh sinar UV. Dari hasil yang diperoleh

dan degradasi.

didapatkan perubahan persentase degradasi

yang signifikan dengan interval waktu yang

Gambar 6. Pengaruh persentase degradasi Gambar 8 . Spektrum Serapan Aplikasi Methylene Blue terhadap penambahan katalis

Limbah Methylene Blue (a) Methylene Blue 50 TiO 2 /zeolit

mg/L (b) Limbah Methylene Blue (c) Limbah Setelah degradasi

3.5 Penentuan Pengaruh Waktu dengan

Adanya Cahaya Setelah Penambahan Pada proses ini Aplikasi limbah Methylene Katalis TiO 2 /Zeolit Clipnotilolit-Ca

Blue dihasilkan dari proses perendaman Pada perlakuan Methylene Blue dengan

kain katun berukuran 20x20 cm ke dalam

larutan zat warna Methylene Blue dengan disinari

penambahan katalis TiO 2 /zeolit yang

konsentrasi 50 mg/L. Pada Gambar 8 dapat Methylene Blue sebesar 97,61%. Hal ini

UV didapatkan

persentase

diamati bahwa terjadinya penurunan dari menunjukkan bahwa dengan pengembanan

nilai serapan yang sangat drastis dari maka kemampuan degradasi dari katalis

larutan Methylene Blue 50 mg/L hingga ke TiO 2 /zeolit dapat meningkat karena terjadi

terbentuk dari hasil proses fotokatalitik dan proses adsorpsi

ini membuktikan

pada permukaan katalis TiO 2 /zeolit.

terjadinya pengurangan kadar konsentrasi dari larutan zat warna yang disebabkan

karena penyerapan dari kain hingga 56,94%. Dari hasil penyerapan kain dapat dikatakan bahwa kain tidak dapat menyerap 100 % zat warna. Untuk menanggulangi limbah tersebut pada penelitian ini digunakan metode fotokatalisis dengan menggunakan

sebagai katalis dengan penyinaran dibawah sinar lampu UV panjang gelombang 254 nm selama 1 jam.

TiO 2 /zeolit

Dari hasil tersebut didapatkan hasil Gambar 7 . Penentuan lama penyinaran

persentase degradasi sebesar 77,48 %. terhadap % degradasi Methylene Blue 20

mg/L dengan penambahan

katalis

IV. Kesimpulan

TiO /zeolit dengan Sinar UV. TiO 2 /zeolit Clipnotilolit-Ca telah berhasil

disintesis dengan menambahkan TiO 2 ke dalam zeolit dengan perbandingan (1:25). TiO 2 /zeolit Clipnotilolit-Ca sebanyak 0,2 g dapat mendegradasi Methylene Blue 20 mg/L dan aplikasi limbah Methylene Blue sebanyak 20 mL dibawah sinar lampu UV 254 nm selama 60 menit hingga mencapai

3.6 Aplikasi TiO 2 /Zeolit Pada Limbah persentase degradasi Methylene Blue 77,48 % Methylene Blue kondisi Optimum

dan diperoleh hasil persentase degradasi pada waktu 60 menit tanpa katalis, zeolit,

5. Slamet, Ellyana, M., Bismo, S., 2008, %, 54,76 %, 60,95 % dan 97,61%.

TiO 2 dan katalis secara berturut yaitu 13,75

Modifikasi Zeolit Alam Lampung Dengan Fotokatalisis TiO 2 Melalui

Referensi

Metode Sol Gel dan Aplikasinya Untuk

1. Suwarsa, S. 1998. Penyerapan Zat Warna Penyisihan Fenol, Jurnal Teknologi, Tekstil BR Red HE 7B Oleh Jerami Padi ,

Departemen Teknik Kimia, Fakultas Majalah JMS, 3 (1)32-40.

Teknik Universitas Indonesia, Depok.

6. Aritonang, S.P., 2009, Bahan Penyalut Aktif Dari Turen Malang Untuk

2. Muliasari, E., 2006, Pemanfaatan Zeolit

Pada Zeolit Alam Untuk Menurunkan Pertukaran Ion Timbal (II), Skripsi,

Konsentrasi Ion Cu2+ Dalam Larutan Jurusan Kimia, FMIPA Universitas

The Hitam, Tesis, Universitas Sumatera Airlangga, Surabaya, 1-70.

Utara, Medan, 1-70.

7. Pengolahan Limbah Cair Industri Pirolisis

3. Suyanti, L., 2000, Kinetika Reaksi

secara Adsorpsi- Menggunakan Katalis, Tesis, Program

Fotodegradasi, Teknoin, Vol. 10 (4), pp. Pasca Sarjana, Ju rusan Kimia, FMIPA

257-267.

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,

2012, Degradasi 1-80.

Zat Warna Tekstil

Rhodamin B Menggunakan Zeolit Permetrin dengan Menggunakan TiO2-

4. Zilfa, 2013, Degradasi

Senyawa

TiO 2 ,Universitas Anatasi Dan Zeolit Alam Secara

Terimpregnasi

Airlangga 2012.

Sonolisis, Vol 5, No 1. 194 - 199.

PENGARUH KADAR CaSO 4 DALAM GIPSUM (ALAM DAN SINTETIS)

TERHADAP SETTING TIME DAN KUAT TEKAN SEMEN

Yulizar Yusuf*, Safni, Ade Friska Diana

Laboratorium Kimia Analisis Terapan, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas

*E-mail: yulizaryusuf59@gmail.com Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163

Abstract: A research on the effect of adding gypsum to be used as an additive in the manufacture of cement has been conducted to improve the cement products quality. The purpose of gypsum addition is to retarding the setting time of cement. The most important physical properties of cement are setting time and compressive strength of cement. Cement with good quality is one that has great compressive strength and long setting time in accordance with prescribed standards (SNI 15-2049- 2004). There are three types of gypsum used in this study named natural gypsum, purified gypsum and granules gypsum. In this research, total chemistry analysis of gypsum compered to standard analysis of ASTM C 471M-01 (2012), analysis of compound cemen with gypsum used XRF, analysis of compressive strength used compressive strength tool, and analysis of setting time with automatic

vicat. The result shown compotition of SO 3 and P 2 O 5 from three kind of gypsum with the highest compotition of P 2 O 5 was gypsum purified. The setting time of gypsum purified was longer 171 minutes for initial setting time and 221 minutes for final setting time. However the compressive strength of cement with natural gypsum was higher then gypsum purified and gypsum granular at

3, 7 and 28 days with 218, 291 and 383 kg/cm 2 .

Keywords: Cement type 1, gypsum, compressive strength, setting time

meningkatkan kuat tekan dari produk semen, Indonesia sebagai negara tropis dengan

I. Pendahuluan

maka semen digiling menjadi lebih halus. kondisi tanah yang sangat beragam sehingga

Pada umumnya semakin halus semen maka perlu diperhatikan konstruksi bangunan yang

kuat tekannya. akan dibuat. Konstruksi bangunan yang

semakin

bertambah

Sedangkan karakter yang mempengaruhi diperlukan yaitu tahan terhadap gempa,

waktu pengikatan adalah kandungan CaSO 4 senyawa

yang biasanya didapatkan dari penambahan sebagainya. Industri semen yang ada di

sulfat, daerah

Indonesia telah memikirkan agar konstruksi bangunan tidak menimbulkan masalah

Fungsi dari penambahan gypsum pada dengan cara meningkatkan kualitas semen,

adalah untuk salah satu cara yang digunakan adalah

pembuatan

semen

memperlambat terjadinya proses pengerasan penggunaan bahan aditif (gypsum dan

semen atau “setting time” ketika ditambahkan grinding

dengan air, atau disebut juga sebagai retarder. diperlukan dari industri semen adalah setting

aid). Kualitas

yang

sangat

Pada proses pembuatan semen, gypsum time dan kuat tekan semen. 1 (CaSO 4 .2H 2 O) ditambahkan sekitar 3% dari total kebutuhan dasar semen. 3 Semen tipe 1 adalah semen yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari

Gypsum terbagi menjadi gypsum alam dan kalsium silikat hidrat. Sifat yang cukup

gypsum pabrikan, gypsum alam terbentuk penting dari semen adalah kuat tekan dan

secara alami di alam sedangkan gypsum waktu

pabrikan merupakan hasil samping dari mempengaruhi kuat tekan semen adalah

proses industri. Gypsum alam dan pabrikan komposisi kimia dan kehalusan partikel

memiliki kemurnian atau kandungan CaSO 4 semen.

Dalam industri semen untuk yang berbeda, dimana kandungan CaSO 4

desikator dan ditimbang dengan neraca akan berpengaruh juga terhadap mutu dan

analitik.

kualitas semen, dimana salah satu syarat

Perhitungan :

mutu semen yang bagus adalah yang

e at an an

x 100% memiliki waktu pengikatan yang panjang dan

%kadar air =

e at sampe

memiliki nilai kuat tekan yang besar Gypsum bekas uji kadar air permukaan

4 (tergantung pada penggunaannya). digiling sampai halus dalam pulverizer sampai

m (ayakan No. 60). Setelah Berdasarkan hal di atas, untuk menghasilkan

lolos ayakan 250

itu sampel gypsum direndam dalam air suling

dua hari kemudian semen dengan kualitas yang bagus, dilakukan

selama

penelitian mengenai pengaruh jenis gypsum dikeringkan. Sampel dihomogenkan dalam kantong plastik dan dimasukkan ke dalam

yang digunakan dalam proses pembuatan semen. Gypsum yang digunakan adalah

botol sampel yang bersih dan kering yang gypsum alam, gypsum purified dan gypsum

dilegkapi dengan kode sampel, sampel ini siap digunakan untuk penentuan kadar air

granular serta di lakukan uji terhadap setting time dan kuat tekannya.

kristal, SiO 2 + bagian tak larut, golongan hidroksida (R O ), CaO, MgO dan SO

II. Metode Penelitian

b. Penentuan kadar air kristal Bahan-bahan yang digunakan adalah klinker

2.1 Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi

Sampel ditimbang 1.0000 gram dalam petri dan pasir yang diperoleh dari PT. Semen

dish. Dipanaskan di dalam oven pada suhu Padang, Gypsum (alam, purified, granular)

225°C sampai berat konstan. Dinginkan yang diperoleh dari PT. Semen Padang, air

dalam desikator dan ditimbang. Dihitung suling, HCl p.a, kertas saring, NH

4 Cl p.a, HNO 3 p.a, NH 4 NO 3 , NH 4 OH, H 2 SO 4 , KMnO4,

persentase kadar air kristal.

Perhitungan:

e at an an

x 100% indikator metil merah, ammonium molibdat,

ammonium oksalat, NaNH 4 HPO 4 , BaCl 2 ,

% air kristal =

e at sampe

c. Penentuan SiO 2 + bagian tak larut dalam yang digunakan adalah kaca arloji, neraca

ammonium vanadate, HClO 4 ,P 2 O 5 . Alat-alat

asam

analitik, oven, desikator, petridish, pulverizer, Setengah gram sampel dimasukkan dalam ayakan No. 60, gelas piala, corong, batang

gelas piala, ditambah 10 mL larutan HCl 1:1, pengaduk, krus platina, penangas pasir,

diuapkan sampai kering di atas penangas furnace , magnetik stirrer, magnetik bar, buret

pasir. Didinginkan dan diteteskan HCl 1:1 coklat volume 50 mL, hot plate, labu ukur,

kemudian ditambahkan air suling sampai 75 pipet

mL. Didihkan dan disaring dengan kertas spektrofotometer UV-Vis, mill mini, X-ray,

saring berpori medium dan dicuci endapan pengukur sieving (air jet), automatic blaind, alat

dengan air suling dingin (temperatur pengukur kuat tekan (compressive strength),

ruangan) tidak kurang dari 100 mL sampai alat pengukur setting time semen.

bersih atau bebas Cl - . Endapan dilipat dan dimasukkan ke dalam krus platina. Filtrat

2.2 Prosedur penelitian

digunakan

untuk

penentuan R 2 O 3. .

2.2.1 Pengujian komposisi kimia sampel gipsum Dikeringkan endapan dan dibakar perlahan- Proses pengujian sampel gypsum dilakukan

lahan dalam furnace. Dipijarkan pada suhu berdasarkan mertoda ASTM C 471M-01

1000°C selama 15 menit. Didinginkan dalam (2012).

desikator dan ditimbang. Perhitungan :

a. Penentuan kadar air permukaan

e at en apan - e at an o

Gypsum (alam, purified dan granular) masing- x masingnya ditimbang sebanyak 50 gram di 100%

% SiO 2 + bagian tak larut =

e at sampe

atas kaca arloji dan dipanaskan dalam oven pada suhu 50°C ± 3°C sampai beratnya

d. Penentuan Fe dan Al Oksida (R 2 O 3 ) dari

(NaNH 4 ) 2 HPO 4 ,

terbentuk endapan. Endapan dibiarkan

selama satu malam. Endapan disaring dengan ditambah beberapa tetes indikator metil

Filtrat dari penetapan SiO 2 dipanaskan dan

kertas saring berpori halus dan dicuci dengan

larutan NH 4 NO 3 . Endapan dimasukkan ke setetes sambil diaduk sampai terbentuk

merah. Ditambahkan NH 4 OH 1:1 setetes demi

dalam krus platina, dipijarkan dalam furnace endapan coklat (larutan berubah menjadi

pada suhu 1000°C selama 2 jam sampai berat kuning). Endapan disaring dengan kertas

konstan. Didinginkan dalam desikator dan saring berpori medium dan endapan dicuci

ditimbang. Dilakukan penetapan yang sama

dengan larutan NH 4 NO 3 panas. Filtrat

untuk blanko.

digunakan untuk penentuan CaO. Endapan

Perhitungan :

e at en apan

x 100% dikeringkan dan bakar perlahan-lahan.

dimasukkan ke dalam

e at sampe

Dipijarkan pada suhu 1000°C selama 30 menit

Dimana : 0,36207 =

sampai berat konstan, kemudian didinginkan

dalam desikator dan ditimbang. Dilakukan

penetapan yang sama untuk blanko.

g. Penentuan SO 3

Perhitungan : Sebanyak 0.5 gram sampel dimasukkan ke

dalam gelas piala 400 mL, ditambahkan %R 2 O 3 =

e at en apan - e at an o

e at sampe

x 100%

dengan 50 mL HCl 1:5. Dididihkan dan ditambahkan 100 mL air suling panas dan

e. Penentuan CaO dilanjutkan pemanasan selama 15 menit.

Disaring dengan kertas saring berpori sampai

Fitrat dari penentapan R 2 O 3 dipanaskan

medium ke dalam gelas piala 600 mL dan ammonium oksalat 5% sebanyak 30 mL.

dicuci endapan dengan air suling panas. kemudian ditambah HCl sampai jernih.

Filtrat diencerkan sampai volume 400-500 mL Diteteskan NH 4 OH sampai larutan menjadi

dan ditambah dengan 1-2 tetes indikator metil basa dan bewarna kuning, dibiarkan selama

merah. Filtrat dididihkan dan ditambah

60 menit di atas penangas, disaring dengan dengan 20 mL larutan BaCl 2 10% panas, kertas saring berpori halus dan dicuci

dilanjutkan pemanasan 10-15 menit untuk endapan dengan air suling. Kertas saring

pembentukan endapan. Disaring dengan yang berisi endapan dipindahkan ke dalam

kertas saring berpori halus, dicuci endapan gelas piala, dan ditambah dengan H 2 SO 4 dengan 125-150 mL air suling panas sampai

bebas klor. Endapan beserta kertas saring dipanaskan

1:6.Kertas saring

dihancurkan

dan

dalam krus platina. Diletakkan di atas magnetik stirrer dan

dimasukkan ke

Kemudian dipijarkan dalam furnace pada diaduk,

larutan dipanaskan kemudian suhu 800°C selama 20 menit. Didinginkan dititrasi selagi masih panas dengan larutan

dalam desikator dan ditimbang beratnya. KMnO 4 . Apabila warna larutan berubah

Dilakukan penetapan yang sama untuk menjadi merah muda (pink) berarti titik akhir

blanko.

titrasi telah tercapai, dicatat pemakaian.

Perhitungan :

Dilakukan penetapan yang sama untuk

e at en apan

x 100% blanko.

% SO 3 =

e at sampe

a % CaO =

vo ume n n a Dimana : 0.3429 =

e at sampe

h. Penentuan P 2 O 5 Total Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke

f. Penentuan MgO dalam gelas piala 250 mL, dibasahi dengan Filtrat dari CaO ditambahkan air sampai

sedikit akuadest lalu ditambahkan 15 mL volumenya 600 mL, didinginkan dan

HClO 4 p.a dan 9 mL HNO 3 p.a, dipanaskan di

ditambahkan 10 mL NH 4 OH dan 5 gram

atas penangas selama 5 menit. Didinginkan

Al 2 O 3 , Fe 2 O 3 , CaO dan MgO. kertas saring medium. Filtrat dipipet 25 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL,

b. Penentuan hilang pijar (Lost on Ignition) ditambahkan 25 mL akuadest dan 5 mL

dari semen

pereaksi campuran. Ditambahkan akuadest Dimasukkan 1 gram sampel ke dalam cawan sampai volume 100 mL dan dikocok,

porselen, kemudian dimasukkan ke dalam kemudian dibiarkan 10 menit. Larutan baku

furnace selama 1 jam, didinginkan dan dipipet sebanyak 5 mL, dimasukkan ke

ditimbang.

dalam labu ukur 100 mL, ditambahkan 25 mL

Perhitungan :

akuadest dan 5 mL pereaksi campuran.

e at - e at s

x 100% Ditambah akuadest sampai tanda batas,

% LOI =

e at sampe

dikocok homogen dan dibiarkan 10 menit dan Dimana : C.k = berat cawan platina kosong diukur absorban pada panjang gelombang

(g)

440 µm. C.s = berat cawan platina ditambah Perhitungan :

sampel setelah furnace (g)

a so an onto %P 2 O 5 a so an a utan a u

Total =

x 100

c. Penentuan bagian tak larut (BTL) semen

Dimana : Sampel sebanyak 1 gram ditambahkan HCl 1:1 10 mL dan 20 mL air suling, diaduk.

B = Larutan baku P 2 O 5 (1 mL = 0,5 mg

sampai hampir mendidih, disaring dan dicuci dengan air

Larutan

dipanaskan

F = Faktor Pengenceran W

= Berat contoh suling panas. NaOH 1% dimasukkan ke dalam gelas piala lain sebanyak 100 mL.

i. Penentuan P O Terlarut

yang berisi endapan

Kertas

saring

Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dimasukkan ke dalam gelas piala dan dalam lumpang porselen, dibasahi dengan

dihancurkan. Larutan tersebut dipanaskan sedikit air lalu digerus dan dibiarkan

kembali, ditambahkan indikator metil merah mengendap. Cairan dimasukkan ke dalam

dan ditambahkan HCl 1:1 sampai bewarna labu ukur 250 mL, pekerjaan ini diulangi

merah muda. Larutan disaring dengan kertas sampai semua contoh masuk ke dalam labu,

saring dan dicuci dengan NH 4 NO 3 panas. Kertas saring tersebut dimasukkan ke dalam