Peran keluarga dalam mengembangkan moral

Peran keluarga dalam mengembangkan moral anak

Keluarga adalah tempat ideal penyemaian pendidikan budi pekerti. Didalam keluarga
anak akan banyak belajar secara praktis melalui berlatih dan meniru budi pekerti orang
disekitarnya, lebih-lebih meneladani orang tuanya. Seperti halnya dikemukakan Geertz
(1985:151) bahwa didalam keluarga jawa berkambang nila-nilai tatakrama penghormatan yang
mengarah pada penampilan sosial yang harmonis. Nilai-nilai tata krama ini akan dipelajari anak
secara alamiah dalam keluarga.
Melalui pendidikan moral dalam keluarga yang menjadi basis awal budi pekerti, anak
akan semakin sadar terhadap kehadiran dirinya di dunia. Dalam keluarga normal (harmonis) anak
akan cenderung berperilaku positif, sebaliknya pada keluarga yang tidak normal (rusak) anak
akan cenderung berperilaku sosial negatif. Karena itu, keluarga memang tempat yang sebaikbaiknya untuk melakukan pendidikan sosial dan budi pekerti. Bahkan para pakar pendidikan juga
banyak yang setuju, kalau pendidikan budi pekerti harus ditanamkan sejak anak memasuki masa
peka (govoelige periode), antar 3,5 – 7 tahun.
Peran keluarga dalam mengembangkan moral anak sangatlah penting karena hal tersebut
berpengaruh pada pembentukan moral dimasa depan. Orang tua sebagai peran utama dalam
pembentukan moral. masing-masing orang tua berbeda cara dalam mengajarkan pendidikan
moral. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari, orang tua mengikuti dan mengajaak anakanaknya untuk datang ke pengajian bersama, supaya sang anak mendapatkan ilmu akhlak dan
akidah tentang keagamaan karena hal ini dapat menciptakan etika dan budi pekerti yang baik.
Orang tua memakai pakaian yang sopan dengan maksud mangajarkan kepada anak-anaknya
untuk berpakain sopan didalam dan di luar rumah untuk memperlihatkan jati diri yang baik.

Orang tua mengajarkan bersalaman kepada anak-anaknya sebelum mereka berangkat sekolah
ataupun keluar rumah dengan maksud meminta izin (berpamitan) supaya dalam keluarga tercipta
keteraturan.
Keluarga (orang tua) mendidik anak untuk berperilaku sopan kepada siapa saja yang
lebih tua dan menghargai yang lebih muda, diharapkan anak dapat bersosialisasi dengan
masyarakat. Dimana masyarakat dalam hal ini yaitu kelompok dan lembaga, peran antara
indifidu dalam berkelompok dan lain sebagainya.
Pada kelompok dan lembaga yaitu anak dapat menjalankan kegiatan berorganisasi
dengan baik antar teman kelompok, bersifat demokrasi dan belajar saling menghargai.
Sedangkan peran antara indifidu dalam berkelompok yaitu indifidu belajar untuk menjadi
seorang pemimpin yang bermoral, bijaksana dan adil. Ini semua dapat diwali dari lingkungan
terkecil yaitu keluarga.
Keluarga merupakan media sosialisasi pertama yang dapat membentuk jati diri anak. Jika
keluarga dapat mensosialisasikan hal-hal yang baik (tutur kata, tingkah laku, agama,
keperibadian dan lain sebagainya) maka anak akan tumbuh dan berkembang di masyarakat dan
khususnya dalam keluarga menjadi anak yang baik pula, tetapi anak yang tumbuh dan dibesarkan

pada keluarga yang tidak dapat mensosialisasikan nilai dan norma yang tidak baik dan juga jauh
dari kasih sayang orang tua maka anak tersebut menjadi anak yang tidak dapat diperingati.


Peran Keluarga Dalam Mendidik Anak dari usia dini hingga dewasa
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga masyarakat dan pemerintah.
Sehingga orang tua tidak boleh menganggap bahwa pendidikan anak hanyalah tanggung jawab
sekolah.
Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membina kepribadiannya agar sesuai dengan
norma-norma atau aturan di dalam masyaratakat. Setiap orang dewasa di dalam masyarakat
dapat menjadi pendidik, sebab pendidik merupkan suatu perbuatan sosial yang mendasar untuk
petumbuhan atau perkembangan anak didik menjadi manusia yang mampu berpikir dewasa dan
bijak.
Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga
pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua
berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan
yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga
pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga. Menurut Hasbullah (1997),
dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, bahwa keluarga sebagai lembaga
pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi dalam perkembangan kepribadian anak dan
mendidik anak dirumah; fungsi keluarga/orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah.
Fungsi keluarga dalam pembentukan kepribadian dan mendidik anak di rumah:



sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak



menjamin kehidupan emosional anak



menanamkan dasar pendidikan moral anak



memberikan dasar pendidikan sosial



meletakan dasar-dasar pendidikan agama




bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong keberhasilan anak



memberikan kesempatan belajar dengan mengenalkan berbagai ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang berguna bagi kehidupan kelak sehingga ia mampu menjadi manusia dewasa
yang mandiri.



menjaga kesehatan anak sehingga ia dapat dengan nyaman menjalankan proses belajar yang
utuh.



memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memberikan pendidikan agama sesuai
ketentuan Allah Swt, sebagai tujuan akhir manusia.

Fungsi keluarga/ orang tua dalam mendukung pendidikan anak di sekolah :



orang tua bekerjasama dengan sekolah



sikap anak terhadap sekolah sangat di pengaruhi oleh sikap orang tua terhadap sekolah,
sehingga sangat dibutuhkan kepercayaan orang tua terhadap sekolah yang menggantikan
tugasnya selama di ruang sekolah.



orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalamanpengalamannya dan menghargai segala usahanya.



orang tua menunjukkan kerjasama dalam menyerahkan cara belajar di rumah, membuat
pekerjaan rumah dan memotivasi dan membimbimbing anak dalam belajar.




orang tua bekerjasama dengan guru untuk mengatasi kesulitan belajar anak



orang tua bersama anak mempersiapkan jenjang pendidikan yang akan dimasuki dan
mendampingi selama menjalani proses belajar di lembaga pendidikan.

Untuk dapat menjalankan fungsi tersebut secara maksimal, sehingga orang tua harus memiliki
kualitas diri yang memadai, sehingga anak-anak akan berkembang sesuai dengan harapan.
Artinya orang tua harus memahami hakikat dan peran mereka sebagai orang tua dalam
membesarkan anak, membekali diri dengan ilmu tentang pola pengasuhan yang tepat,
pengetahuan tentang pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang perkembangan anak,
sehingga tidak salah dalam menerapkan suatu bentuk pola pendidikan terutama dalam
pembentukan kepribadian anak yang sesuai denga tujuan pendidikan itu sendiri untuk
mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pendampingan orang tua dalam pendidikan anak diwujudkan dalam suatu cara-cara orang tua
mendidik anak. Cara orang tua mendidik anak inilah yang disebut sebagai pola asuh. Setiap

orang tua berusaha menggunakan cara yang paling baik menurut mereka dalam mendidik anak.
Untuk mencari pola yang terbaik maka hendaklah orang tua mempersiapkan diri dengan beragam
pengetahuan untuk menemukan pola asuh yang tepat dalam mendidik anak.

1. POLA ASUH OTORITATIVE (OTORITER)


Cenderung tidak memikirkan apa yang terjadi di kemudian hari ,fokus lebih pada masa kini.



Untuk kemudahan orang tua dalam pengasuhan.



Menilai dan menuntut anak untuk mematuhi standar mutlak yang ditentukan sepihak oleh orang
tua.

Efek pola asuh otoriter terhadap perilaku belajar anak :



anak menjadi tidak percaya diri, kurang spontan ragu-ragu dan pasif, serta memiliki masalah
konsentrasi dalam belajar.



Ia menjalankan tugas-tugasnya lebih disebabkan oleh takut hukuman.



Di sekolah memiliki kecenderungan berperilaku antisosial, agresif, impulsive dan perilaku mal
adatif lainnya.



Anak perempuan cenderung menjadi dependen

2. POLA ASUH PERMISIVE (PEMANJAAN)
• Segala sesuatu terpusat pada kepentingan anak, dan orang tua/pengasuh tidak berani menegur,
takut anak menangis dan khawatir anak kecewa.

Efek pola asuh permisif terhadap perilaku belajar anak :


Anak memang menjadi tampak responsif dalam belajar, namun tampak kurang matang (manja),
impulsive dan mementingkan diri sendiri, kurang percaya diri (cengeng) dan mudah menyerah
dalam menghadapi hambatan atau kesulitan dalam tugas-tugasnya.



Tidak jarang perilakunya disekolah menjadi agresif.

3. POLA ASUH INDULGENT (PENELANTARAN)


Menelantarkan secara psikis.



Kurang memperhatikan perkembangan psikis anak.




Anak dibiarkan berkembang sendiri.



Orang tua lebih memprioritaskan kepentingannya sendiri karena kesibukan.

Efek pola asuh indulgent terhadap perilaku belajar anak :


Anak dengan pola asuh ini paling potensial telibat dalam kenakalan remaja seperti penggunaan
narkoba, merokok diusia dini dan tindak kriminal lainnya.



Impulsive dan agresif serta kurang mampu berkonsentrasi pada suatu aktivitas atau kegiatan.




Anak memiliki daya tahan terhadap frustrasi rendah.

4. POLA ASUH AUTORITATIF (DEMOKRATIS)


Menerima anak sepenuh hati, memiliki wawasan kehidupan masa depan yang dipengaruhi oleh
tinakan-tidakan masa kini.



Memprioritaskan kepentingan anak, tapi tidak ragu-ragu mengendalikan anak.



Membimbing anak kearah kemandirian, menghargai anak yang memiliki emosi dan pikirannya
sendiri



Efek pola asuh autoritatif terhadap perilaku belajar anak:



Anak lebih mandiri, tegas terhadap diri sendiri dan memiliki kemampuan introspeksi serta
pengendalian diri.



Mudah bekerjasama dengan orang lain dan kooperatif terhadapo aturan.



Lebih percaya diri akan kemampannya menyelesaikan tugas-tugas.



Mantap, merasa aman dan menyukai serta semangat dalam tugas-tugas belajar.



Memiliki keterampilan sosial yang baik dan trampil menyelesaikan permasalahan.



Tampak lebih kreatif dan memiliki motivasi berprestasi.

Menyepakati pola asuh yang paling efektif dalam keluarga adalah penting, karena pola asuh pada
tahun-tahun awal kehidupan seseorang akan melandasi kepribadiannya dimasa datang. Perilaku
dewasa dan ciri kepribadian dipengaruhi oleh berbagai peristiwa yang terjadi selama tahuntahun awal kehidupan, artinya antara masa anak dan dewasa memiliki hubungan
berkesinambungan.
Dengan mengetahui bagaimana pengalaman membentuk seorang individu, akan menjadikan kita
lebih bijaksana dalam membesarkan anak-anak kita. Banyak masalah yang dihadapi disekolah

(agresi, ketidakramahan, negativistik, dan beragam gangguan kesulitan belajar) mungkin dapat
dihindari bila kita lebih memahami perilaku anak dan sikap orang tua mempengaruhi anakanaknya, serta bagaimana menanganinya pada usia dini.
Sebagai orang tua perlu mengetahui tugas-tugas perkembangan anak pada tiap usianya, untuk
mempermudah penerapan pola pendidikan dan mengetahiu kebutuhan optimalisasi
perkembangan anak .


Tugas perkembangan adalah suatu tugas yang muncul pada saat atau suatu periode tertentu
yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa kearah keberhasilan dalam
melaksanakan tugas berikutnya, tetapi kalau gagal akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan
kesulitasn dalam menjalankan tugas-tugas berikutnya (Hurlock, 1991)



Perkembangan manusia dikelompokan menjadi, Masa prenatal, Masa bayi, Masa kanak-kanak,
Masa puber, Masa remaja, Masa dewasa.



Tugas perkembangan yang menitik beratkan pada pendidikan yaitu diusia kanak-kanak, puber
dan remaja.



Setiap tahap perkembangan memilki tugas belajarnya sendiri, mulai dari tugas belajar untuk
perkembangan motorik, intelektual, sosial, emosi dan kreativitas.



Setiap tahap perkembangan anak ada tugas-tugas yang harus dilewati dan ada kebutuhan yang
harus dipenuhi, sehingga orang tua dapat lebih realistis dalam menerapkan suatu pengajaran
dan lebih memahaminya .



Tugas-tugas perkembangan sepanjang rentang kehidupan menurut Havighust (Hurlock, 1994):

Masa bayi dan awal masa kanak-kanak:


belajar memakan makanan padat



belajar berjalan



belajar berbicara



belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh



mempelajari perbedaan jenis kelamin dan tata caranya



mempersiapkan diri untuk belajar membaca



belajar membedakan benar dan salah, dan mulai mengembangkan hati nurani.

Akhir masa kanak-kanak :



Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum



Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk yang sedang tumbuh



Belajar menyesuaikan diri dengan teman seusianya



Mulai mengembangkan peron sosial pria dan wanita yang tepat



Mengembangkan keterampilan- keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung



Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk hidup sehari-hari



Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata tingkatan nilai



Mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga



Mencapai kebebasan pribadi

Masa Remaja :


Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita



Mencapai peran sosial pria dan wanita



Menerima keadaan fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif



Mengharapkan dan mencapai perilaku social yang bertanggung jawab



Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya



Mempersiapkan karir ekonomi



Mempersiapkan perkawinan dan keluarga



Memperoleh peringkat nilai dan etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembnagkan
ideology

Awal masa dewasa :


Mulai bekerja



Memilih pasangan



Belajar hidup dengan tunangan



Mulai membina keluarga



Mengasuh anak



Mengelola rumah tangga



Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara



Mencari kelompok sosial yang menyenangkan.

Masa usia pertengahan :


Mencapai tanggung jawab social dan dewasa sebagai warga Negara.



Membantu anak-anak remaja belajar untuk menjadi orang dewasa dan bertanggung jawab dan
bahagia



Mengembangkan kegiatan-kegiatan mengisi waktu sengang untuk orang dewasa



Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai individu



Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada
tahap ini



Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir pekerjaan



Menyesuaikan diri dengan orang tua yang semakin tua.

Masa Tua :


Menyesuaikan diri dengan menurunnya kesehatan dan kekuatan fisik



Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya icome (penghasilan) keluarga



Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusianya



Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan



Menyesuaikan diri dengan peran sosial yang luwes.

Sedangkan tugas perkembangan anak-anak pada usia sekolah (Wiwit W, Jash, & Metta R, 2003)
:


Belajar keterampilan fisik untuk bermain



Sikap yang sehat untuk diri sendiri



Belajar bergaul



Memainkan peran jenis kelamin yang sesuai



Keterampilan dasar



Konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari



Mengembangkan hati nurani, nilai moral dan nilai social



Mencapai kebebasan social dan kemandirian pribadi



Mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok dan lembaga social.

Beberapa aspek perkembangan yang mempengaruhi pendidikan anak yaitu, perkembangan
kognitif serta perkembangan social (perkembangan nilai-nilai moral).

Peran Fungsi Keluarga dalam Membangun Moral Bangsa

Peran Fungsi Keluarga dalam Membangun Moral Bangsa
Keluarga merupakan institusi terkecil dalam masyarakat. Masyarakat adalah unit yang
membentuk negara. Oleh karena itu, keluarga sangat berperan penting dalam pembentukan setiap
karakter individu. Karakter merupakan kunci bagi sumber daya manusia yang berkualitas.
Sehingga, pendidikan karakter sejak usia dini merupakan hal yang penting.
Berbagai masalah yang dihadapi di negara kita salah satunya diakibatkan oleh adanya krisis
karakter para pejabat negara. Misalnya saja kasus korupsi. Tidak hanya masalah pejabat negara
dengan kasus korupsinya saja, namun juga masalah generasi muda bangsa yang nampaknya
sudah jauh dari perilaku baik. Sebut saja tauran antar pelajar, sex pra nikah atau bahkan hal
terkecil seperti menyontek, berlaku tidak sopan dengan teman, orang tua maupun guru dan
berbicara tidak baik.
Padahal semestinya masalah tersebut tidak akan terjadi jika keluarga melakukan fungsinya
dengan benar. Semakin hari, dapat terlihat bahwa hancurnya nilai luhur yang terkandung dalam
keluarga. Fungsi keluarga menurut Effendi 1998 khususnya fungsi psikologis adalah
memberikan perhatian diantara anggota keluarga, memberikan pendewasaan kepribadian anggota
keluarga dan memberikan identitas keluarga. Fungsi pendidikan yaitu salah satunya adalah
mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya
dalam kehidupan dewasa, serta fungsi sosialisasi yaitu membentuk norma tingkah laku sesuai
dengan perkembangan anak. Sebenarnya, bila keluarga melakukan fungsinya dengan baik, maka
semua masalah yang terkait dengan krisis karakter akan terselesaikan.

Namun, keluarga seringkali melewatkan begitu saja fase kritis dalam pembentukan sikap moral
anak. Kadangkala orang tua tidak memikirkan bagaimana perkembangan moral anaknya
sehingga tidak terlalu fokus dalam membentuk karakter anak agar menjadi seorang pribadi yang
berkualitas di masa yang akan datang.
Dengan tuntutan globalisasi dan perkembangan teknologi saat ini, komunikasi antar anggota
keluarga terkadang sangat sulit dilakukan. Dengan kesibukan orang tua yang bekerja, seringkali
keluarga hanyalah tempat untuk menginap saja. Tidak ada pendidikan dan sosialisasi yang
diberikan orang tua kepada anaknya. Sekarang, juga banyak kasus perceraian yang dapat
berdampak buruk terhadap anak. Anak broken home rentan sekali terbawa arus negatif pergaulan,
apalagi anak tersebut adalah anak remaja.
Media, khususnya media televisi juga dapat menyumbang dampak negatif dalam pengembangan
karakter individu. Sebagian besar pasti setiap keluarga mempunyai televisi di rumahnya.
Sehingga dampak yang diberikan oleh media siaran ini bisa cukup besar. Sekarang ini, sulit
sekali menemukan tayangan-tayangan yang bermanfaat khususnya tayangan untuk anak.
Terkadang, tayangan untuk anak tersebut sebenarnya tidak cocok bila ditonton oleh anak kecil.
Bila tidak ada perhatian orang tua secara khusus terhadap hal ini, anak pun dapat terkena dampak
yang negatif.
Penanaman spiritual pada anak sejak dini juga penting dalam membangun karakternya. Misalnya
saja, anak diajarkan mengaji atau diberiahu tentang aturan-aturan agama dan mulai belajar
menerapkannya. Agar, saat ia remaja atau dewasa, sudah ada pengetahuan dan tertanam dalam
dirinya perilaku apa saja yang baik dan benar. Sehingga orang tua tidak akan khawatir bila
anaknya jauh dari mereka karena pribadinya sudah terbentuk sikap yang baik. Seperti menurut
Ratna Megawangi, bahwa dalam pembentukan karakter, ada tiga hal yang berlangsung secara
terintegrasi. Pertama, anak mengerti baik dan buruk, mengerti tindakan apa yang harus diambil,
mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik. Kemudian, mempunyai kecintaan terhadap
kebajikan, dan membenci perbuatan buruk. Misalnya anak tidak mau berbohong karena
berbohong itu hal yang buruk . Ketiga, anak mampu melakukan kebajikan, dan terbiasa
melakukannya.
Oleh karena itu, pembangunan karakter tidak dapat terlepas dari keluarga, sekolah dan
lingkungan sekitar individu tersebut. Keluarga merupakan hal yang terpenting, karena keluarga
ibarat akar yang menentukan akan menjadi apa dan bagaimana seorang individu tersebut. Bila
keluarga menjalankan fungsinya dengan baik, maka individu-individu yang dilahirkan akan
mempunyai moral dan karakter yang baik sehingga dapat membentuk sumber daya manusia yang
berkualitas. Bukan tidak mungkin bila negara kita dapat terlepas dari berbagai masalah krisis
moral karena disusun oleh masyarakat yang mempunyai keluarga yang berfungsi dengan baik
sumber : http://fendi-rossy.blogspot.com/2012/11/peran-keluarga-dalam-pembangunan-bangsa.html

Tarbiyatul Aulad Fil Islam (Pendidikan Anak Dalam Islam) Penulis : DR.
Abdullah Nashih 'Ulwan
2014.eko Urtarrilak 26(a)ren 03:22(e)tan

RESENSI BUKU TARBIYATUL AULAD ABDULLAH NASHIH ULWAN

Kitab “Tarbiyatul Aulad Fil Islam” memiliki karakteristik tersendiri. Keunikan karakteristik itu
terletak pada uraiannya yang menggambarkan totalitas dan keutamaan Islam. Islam sebagai
agama yang tertinggi dan tidak ada yang melebihi ketinggiannya adalah menjadi obsesi Ulwan
dalam setiap analisa dan argumentasinya, sehingga tidak ada satu bagian pun dalam kitab
tersebut yang uraiannya tidak didasarkan atas dasar-dasar dan kaidah-kaidah nash.

Kitab ini disusun dalam tiga bagian atau “qism” yang kronologis, masing-masing bagian
memuat beberapa pasal dan setiap pasal mengandung beberapa topik pembahasan. Judul-judul
dan pasal-pasal dalam setiap bagian itu akan tersusun sebagai berikut ini :

Bagian pertama terdiri dari empat pasal, yaitu:
a. Pasal pertama adalah perkawinan teladan dalam kaitannya dengan pendidikan.
b. Pasal kedua adalah perasaan psikologis terhadap anak-anak.
c. Pasal ketiga adalah hukum umum dalam hubungannya dengan anak yang lahir.

Pasal ini terdiri dari empat bahasan :
1. Pertama , adalah yang dilakukan oleh pendidik ketika lahir.
2. Kedua , yaitu penamaan anak dan hukumnya.
3. Ketiga , adalah aqiqah anak dan hukumnya.
4. Keempat , adalah menyunatkan anak dan hukumnya.
d. Pasal keempat adalah sebab-sebab kelainan pada anak dan penanggulangannya.

Bagian kedua yaitu tanggung jawab terbesar bagi para pendidik, bagian ini terdiri dari
tujuh pasal adalah sebagai berikut :
a. Pasal pertama adalah tanggung jawab pendidikan Iman.
b. Pasal kedua adalah tanggung jawab pendidikan moral.
c. Pasal ketiga adalah tanggung jawab pendidikan fisik
d. Pasal keempat adalah tanggung jawab pendidikan intelektual.
e. Pasal kelima adalah tanggung jawab pendidikan psikologis.
f. Pasal keenam adalah tanggung jawab pendidikan sosial.
g. Pasal ketujuh adalah tanggung jawab pendidikan seksual.

Bagian ketiga terdiri dari tiga pasal dan penutup :
a. Pasal pertama adalah faktor-faktor pendidikan yang berpengaruh.
b. Pasal kedua adalah dasar-dasar fundamental dalam mendidik anak.
c. Pasal ketiga berisi saran-saran paedagogis.

Bagian pertama sampai dengan bagian ketiga tersebut, terdapat dalam jilid I. Sedangkan
dalam jilid II, meliputi tiga pasal, yaitu :
a. Pasal pertama adalah metode pendidikan yang influentif terhadap anak.
b. Pasal kedua adalah kaidah-kaidah elementer dalam pendidikan anak.
c. Pasal ketiga adalah gagasan edukatif yang sangat esensial.

Fokus kajian skripsi ini terdapat dalam jilid II pasal pertama yang berisi tentang metode
pendidikan yang influentif terhadap anak pada halaman dua dan seterusnya. Ulwan memaparkan
5 metode mendidik moral anak dalam keluarga. Diantara metode-metode pendidikan moral anak
dalam keluarga adalah :
1. Pendidikan dengan keteladanan.

2. Pendidikan dengan adat kebiasaan.
3. Pendidikan dengan nasihat.
4. Pendidikan dengan memberikan perhatian.
5. Pendidikan dengan memberikan hukuman.

Apabila metode-metode tersebut diterapkan dalam pendidikan anak khususnya dalam keluarga,
maka secara bertahap mereka para orang tua mempersiapkan anak-anaknya untuk menjadi
anggota masyarakat yang berguna bagi kehidupan dan pasukan-pasukan yang kuat untuk
kepentingan Islam (sebagai penegak ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan).

C. Metode Pendidikan Moral Anak dalam Keluarga menurut Abdullah Nashih Ulwan

Sarana untuk membentuk keluarga dalam Islam harus melalui ikatan pernikahan. Dengan
melangsungkan pernikahan, maka pasangan suami istri akan memperoleh manfaat dari
pernikahan tersebut. Salah satu manfaatnya adalah memelihara kelangsungan jenis manusia di
dunia yang fana ini. Kelahiran anak merupakan amanat dari Allah SWT kepada bapak dan ibu
sebagai pemegang amanat yang harusnya dijaga, dirawat, dan diberikan pendidikan. Itu semua
merupakan bagian dari tanggung jawab orang tua kepada anaknya.
Anak dilahirkan tidak dalam keadan lengkap dan tidak pula dalam keadaan kosong. Ia dilahirkan
dalam keadaan fitrah. Memang ia dilahirkan dalam keadaan tidak tahu apa-apa, akan tetapi anak
telah dibekali dengan pendengaran, penglihatan, dan kata hati.

Dengan diberikannya penglihatan, pendengaran, dan kata hati tersebut, diharapkan orang tua
harus mampu membimbing, mengarahkan, dan mendidiknya dengan ekstra hati-hati karena anak
sebagai peniru yang ulung. Oleh karena itu semaksimal mungkin orang tua memberikan
pelayanan terhadap anaknya. Pelayanan yang maksimal akan menghasilkan suatu harapan bagi
bapak ibunya, tiada lain suatu kebahagiaan hasil jerih payahnya. Sebab anak adalah sumber
kebahagiaan, kesenangan, dan sebagai harapan dimasa yang akan datang.[8] Harapan-harapan
orang tua akan terwujud, tatkala mereka mempersiapkan sedini mungkin pendidikan yang baik
sebagai sarana pertumbuhan dan perkembangan bagi anak.

Memang diakui bahwa mengemudikan bahtera rumah tangga yang baik, yang sakinah, dan yang
maslahah merupakan tugas kewajiban yang sangat rumit, tidak kalah rumitnya dengan mengelola
sebuah pabrik, dan tidak kalah canggihnya dengan mengemudikan pesawat terbang karena orang

tua harus siap untuk memperpadukan sekian banyak unsur dan dimensi mulai dari dimensi sikap
mental, ilmu pengetahuan, ketrampilan dan lain sebagainya. Sebagai kewajiban dari orang tua,
dalam hal ini adalah pemegang amanat, maka barang siapa yang mampu menjaga amanat
tersebut akan diberi pahala, dan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan janji Allah SWT dalam
firmanya, QS.al-Kahfi (18) : 46.

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal
lagi saleh adalah lebih baik pahala disisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”.
(QS. Al-Kahfi : 46)

Dalam mendidik anak, tentunya harus ada kesepakatan antara bapak ibu sebagai orang tua, akan
dibawa kepada pendidikan yang otoriter atau pendidikan yang demokratis atau bahkan yang
liberal, sebab mereka penentu pelaksana dalam keluarga.

Dalam kehidupan masyarakat terkecil, yaitu keluarga, suami secara fungsional adalah
penanggung jawab utama rumah tangga (keluarga) sedangkan istri adalah mitra setia yang aktif
konstruktif mengelola rumah tangga. Operasionalisasi kehidupan berkeluarga sebaiknya
dilakukan berdasarkan amar makruf nahi munkar.
Salah satu wujud amar makruf nahi munkar dalam kehidupan berkeluarga adalah memberikan
pendidikan kepada putra putrinya berdasarkan ajaran Islam. Antara keluarga satu dengan
keluarga lainnya mempunyai prinsip dan sistem sendiri-sendiri dalam mendidik anaknya. Namun
orang tua jangan terbuai atau melupakan terhadap ajaran-ajaran Islam, terutama dalam hal
pendidikan anak sebagaimana yang telah dicontohkan Rasul saw. sebagai pembawa panji-panji
Islam, Rasul SAW tidak pernah mendidik putra-putrinya dengan pendidikan keras dan tidak
dengan membebaskan anak-anaknya, tetapi beliau dalam mendidik keluarganya terutama kepada
anak-anaknya adalah dengan limpahan kasih sayang yang amat besar. Senada dengan yang
dikatakan oleh sahabat Anas ra. yaitu “aku tidak mendapatkan seseorang yang kasih sayangnya
pada keluarganya melebihi Rasulullah SAW.”

Seorang muslim sepatutunya mencontoh teladan yang telah diberikan Rasul SAW, dalam
memuliakan putra putrinya. Beliau dalam mendidik anak-anaknya melalui ajaran wahyu Ilahi
yaitu dengan penuh kasih sayang terhadap anak-anaknya. Dengan pemberian kasih sayang
tersebut, diharapkan dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebab anak
merupakan aset masa depan. Sebagai orang tua dapat meneladani ajaran-ajaran Rasul SAW
tersebut, melalui para pemikir dan pemerhati pendidikan (anak) dalam Islam. Salah satu
pemerhati pendidikan (anak) dalam Islam yang memberikan gambaran yang benar sesuai dengan
ajaran Islam adalah Ulwan. Ia memberikan pandangannya dalam mendidik anak dalam keluarga

melalui metode-metode yang harus diterapkan dalam pendidikan anak termasuk dalam hal
pendidikan moral. Apabila metode-metode tersebut diterapkan, niscaya apa yang menjadi
harapan bersama sebagai muslimin yaitu tumbuhnya para generasi Islam yang tangguh dan
sebagai penebar kebenaran, dapat direalisasikan.

Untuk mmemperoleh hasil yang baik dalam pelaksanaan pendidikan (moral) maka harus
memenuhi beberapa faktor-faktornya. Salah satu faktornya adalah metode. Metode merupakan
sarana untuk menyampaikan isi atau materi pendidikan tersebut, agar tujuan yang diharapkan
dapat tercapai dengan hasil yang baik.
Diantara metode pendidikan moral anak dalam keluarga yang ditawarkan oleh Abdullah Nashih
Ulwan adalah :

1. Pendidikan dengan keteladanan

Menurut al-Ghazali anak adalah amanat bagi orang tuanya. Hatinya yang suci merupakan
permata tak ternilai harganya, masih murni dan belum terbentuk. Orang tuanya merupakan
arsitek atau pengukir kepribadian anaknya. Sebelum mendidik orang lain, sebaiknya orang tua
harus mendidik pada dirinya terlebih dahulu. Sebab anak merupakan peniru ulung. Segala
informasi yang masuk pada diri anak, baik melalui penglihatan dan pendengaran dari orang di
sekitarnya, termasuk orang tua akan membentuk karakter anak tersebut. Apalagi anak yang
berumur sekitar 3-6 tahun, ia senantiasa melakukan imitasi terhadap orang yang ia kagumi (ayah
dan ibunya). Rasa imitasi dari anak yang begitu besar, sebaiknya membuat orang tua harus ekstra
hati-hati dalam bertingkah laku, apalagi didepan anak-anaknya. Sekali orang tua ketahuan
berbuat salah dihadapan anak, jangan berharap anak akan menurut apa yang diperintahkan. Oleh
karena itu sudah sepantasnya bagi orang tua pemegang amanat, untuk memberikan teladan yang
baik kepada putra putrinya dalam kehidupan berkeluarga. Keluarga merupakan sekolah pertama
bagi anak. Orang tua terutama ibu merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak dalam
membentuk pribadinya.

Ibu mempengaruhi anak melalui sifatnya yang menghangatkan, menumbuhkan rasa diterima, dan
menanamkan rasa aman pada diri anak. Sedangkan ayah mempengaruhi anaknya melalui
sifatnya yang mengembangkan kepribadian, menanamkan disiplin, memberikan arah dan
dorongan serta bimbingan agar anak tambah berani dalam menghadapi kehidupan.

Teladan yang baik dari orang tua kepada anak (sekitar umur 6 tahun) akan berpengaruh besar
kepada perkembangan anak di masa mendatang. Sebab kebaikan di waktu kanak-kanak awal
menjadi dasar untuk pengembangan di masa dewasa kelak. Untuk itu lingkungan keluarga harus
sebanyak mungkin memberikan keteladanan bagi anak. Dengan keteladanan akan memudahkan
anak untuk menirunya. Sebab keteladanan lebih cepat mempengaruhi tingkah laku anak. Apa
yang dilihatnya akan ia tirukan dan lama kelamaan akan menjadi tradisi bagi anak. Hal ini sesuai
firman Allah SWT QS. al-Ahzab ( 33) : 21.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.” (QS. Al-Ahzab : 21)

Dalam hal keteladanan ini, lebih jauh Abdullah Nashih Ulwan menafsirkan dalam beberapa
bentuk, yaitu :
a. Keteladanan dalam ibadah.
b. Keteladanan bermurah hati.
c. Keteladanan kerendahan hati.
d. Keteladanan kesantunan.
e. Keteladanan keberanian.
f. Keteladanan memegang akidah

Karena obyeknya anak (kanak-kanak) tentunya bagi orang tua dalam memberikan teladan harus
sesuai dengan perkembangannya sehingga anak mudah mencerna apa yang disampaikan oleh
bapak ibunya. Sebagai contoh agar anak membiasakan diri dengan ucapan “salam”, maka
senantiasa orang tua harus memberikan ajaran tersebut setiap hari yaitu hendak pergi dan pulang
ke rumah (keteladanan kerendahan hati). Yang penting bagi orang tua tampil dihadapan anak
sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, niscaya semua itu akan ditirunya.

2. Pendidikan dengan adat kebiasaan

Setiap manusia yang dilahirkan membawa potensi, salah satunya berupa potensi beragama.
Potensi beragama ini dapat terbentuk pada diri anak (manusia) melalui 2 faktor, yaitu : faktor
pendidikan Islam yang utama dan faktor pendidikan lingkungan yang baik. Faktor pendidikan
Islam yang bertanggung jawab penuh adalah bapak ibunya. Ia merupakan pembentuk karakter
anak. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abu
Hurairah.

“Dari Abi hurairah ra. telah bersabda Rasulullah SAW. tidak ada anak yang dilahirkan, kecuali
dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai orang
yahudi, nasrani, atau majusi”. (HR. Muslim)

Setelah anak diberikan masalah pengajaran agama sebagai sarana teoritis dari orang tuanya,
maka faktor lingkungan harus menunjang terhadap pengajaran tersebut, yakni orang tua
senantiasa memberikan aplikasi pembiasaan ajaran agama dalam lingkungan keluarganya. Sebab
pembiasaan merupakan upaya praktis dan pembentukan (pembinaan) dan persiapan.

Pada umur kanak-kanak kecenderungannya adalah meniru apa yang dilakukan oleh orang-orang
disekitarnya, baik saudara famili terdekatnya ataupun bapak ibunya. Oleh karena itu patut
menjadi perhatian semua pihak, terutama orang tuanya selaku figur yang terbaik di mata
anaknya. Jika orang tua menginginkan putra putrinya tumbuh dengan menyandang kebiasaankebiasaan yang baik dan akhlak terpuji serta kepribadian yang sesuai ajaran Islam, maka orang
tua harus mendidiknya sedini mungkin dengan moral yang baik. Karena tiada yang lebih utama
dari pemberian orang tua kecuali budi pekerti yang baik. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW
yang diriwayatkan al-Tirmidzi dari Ayyub bin Musa.

"Diceritakan dari Ayyub bin Musa dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah saw bersabda
: Tidak ada pemberian yang lebih utama dari seorang ayah kepada anaknya kecuali budi pekerti
yang baik”. (H.R At-Tirmidzi)

Apabila anak dalam lahan yang baik (keluarganya) memperoleh bimbingan, arahan, dan adanya
saling menyayangi antar anggota keluarga, niscaya lambat laun anak akan terpengaruh informasi
yang ia lihat dan ia dengar dari semua perilaku orang– orang disekitarnya. Dan pengawasan dari
orang tua sangat diperlukan sebagai kontrol atas kekeliruan dari perilaku anak yang tak sesuai
dengan ajaran Islam.

3. Pendidikan dengan Nasihat
Pemberi nasihat seharusnya orang yang berwibawa di mata anak. Dan pemberi nasihat dalam
keluarga tentunya orang tuanya sendiri selaku pendidik bagi anak. Anak akan mendengarkan
nasihat tersebut, apabila pemberi nasihat juga bisa memberi keteladanan. Sebab nasihat saja tidak
cukup bila tidak diikuti dengan keteladanan yang baik.

Anak tidak akan melaksanakan nasihat tersebut apabila didapatinya pemberi nasihat tersebut
juga tidak melaksanakannya. Anak tidak butuh segi teoritis saja, tapi segi praktislah yang akan
mampu memberikan pengaruh bagi diri anak.

Nasihat yang berpengaruh, membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui perasaan.
Setiap manusia (anak) selalu membutuhkan nasihat, sebab dalam jiwa terdapat pembawaan itu
biasanya tidak tetap, dan oleh karena itu kata–kata atau nasihat harus diulang–ulang. Nasihat
akan berhasil atau mempengaruhi jiwa anak, tatkala orangtua mampu memberikan keadaan yang
baik. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah ( 2) : 44.

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kabaktian, sedang kamu melupakan diri
(kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat) ? maka tidakkah kamu
berpikir ? (Q.S al-Baqarah : 44)

Agar harapan orang tua terpenuhi yakni anak mengikuti apa– apa yang telah diperintahkan dan
yang telah diajarkannya, tentunya disamping memberikan nasihat yang baik juga ditunjang
dengan teladan yang baik pula. Karena pembawaan anak mudah terpengaruh oleh kata–kata yang
didengarnya dan juga tingkah aku yang sering dilihatnya dalam kehidupan sehari–hari dari pagi
hari sampai sore hari.

Nasihat juga harus diberikan sesering mungkin kepada anak–anak masa sekolah dasar, sebab
anak sudah bersosial dengan teman sebayanya. Agar apa–apa yang telah diberikan dalam
keluarganya tidak mudah luntur atau tepengaruh dengan lingkungan barunya.

Penyajian atau memberikan nasihat itu ada pembagiannya, yaitu :

a. Menyeru untuk memberikan kepuasan dengan kelembutan atau penolakan.
Sebagai contohnya adalah seruan Lukman kepada anak–anaknya, agar tidak mempersekutukan
Allah SWT. Q.S. Lukman (31) :13.

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya : “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar–benar kezaliman yang besar.” (Q.S Luqman : 13).

b. Metode cerita dengan disertai tamsil ibarat dan nasihat
Metode ini mempunyai pengaruh terhadap jiwa dan akal. Biasanya anak itu menyenangi tentang
cerita-cerita. Untuk itu orang tua sebisa mungkin untuk memberikan masalah cerita yang
berkaitan dengan keteladanan yang baik yang dapat menyentuh perasaannya.Sebagaimana
firman-Nya dalam QS. al-A`raf (7) : 176.

“… Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir”.[24]

c. Pengarahan melalui wasiat
Orang tua yang bertanggung jawab tentunya akan berusaha menjaga amanat-Nya dengan
memberikan yang terbaik buat anak demi masa depannya dan demi keselamatannya.

4. Pendidikan dengan Perhatian
Sebagai orangtua berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan–kebutuhan anaknya, baik kebutuhan
jasmani ataupun kebutuhan yang berbentuk rohani. Diantara kebutuhan anak yang bersifat rohani
adalah anak ingin diperhatikan dalam perkembangan dan pertumbuhannya.

Pendidikan dengan perhatian adalah mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti
perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial,
disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan daya hasil ilmiahnya.

Orang tua yang bijaksana tentunya mengetahui perkembangan-perkembangan anaknya. Dan ibu
adalah pembentuk pribadi putra putrinya lebih besar prosentasenya dibanding seorang ayah. Tiap
hari waktu Ibu banyak bersama dengan anak, sehingga wajar bila kecenderungan anak lebih
dekat dengan para ibunya. Untuk itu ibu diharapkan mampu berkiprah dalam mempersiapkan
pertumbuhan dan perkembangan putra-putrinya.

Orang tua yang baik senantiasa akan mengoreksi perilaku anaknya yang tidak baik dengan
perasaan kasih sayangnya, sesuai dengan perkembangan usia anaknya. Sebab pengasuhan yang
baik akan menanamkan rasa optimisme, kepercayaan, dan harapan anak dalam hidupnya. Dalam
memberi perhatian ini, hendaknya orang tua bersikap selayak mungkin, tidak terlalu berlebihan
dan juga tidak terlalu kurang. Namun perhatian orang tua disesuaikan dengan perkembangan dan
pertumbuhan anak.

Apabila orang tua mampu bersikap penuh kasih sayang dengan memberikan perhatian yang
cukup, niscaya anak-anak akan menerima pendidikan dari orang tuanya dengan penuh perhatian
juga. Namun pangkal dari seluruh perhatian yang utama adalah perhatian dalam akidah.

5. Pendidikan dengan memberikan hukuman
Hukuman diberikan, apabila metode-metode yang lain sudah tidak dapat merubah tingkah laku
anak, atau dengan kata lain cara hukuman merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh
pendidik, apabila ada perilaku anak yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sebab hukuman
merupakan tindakan tegas untuk mengembalikan persoalan di tempat yang benar. Hukuman
sesungguhnya tidaklah mutlak diberikan. Karena ada orang dengan teladan dan nasehat saja
sudah cukup, tidak memerlukan hukuman. Tetapi pribadi manusia tidak sama seluruhnya.
Sebenarnya tidak ada pendidik yang tidak sayang kepada siswanya. Demikian juga tidak ada
orang tua yang merasa senang melihat penderitaan anaknya. Dengan memberikan hukuman,
orang tua sebenarnya merasa kasihan terhadap anaknya yang tidak mau melaksanakan ajaran
Islam. Karena salah satu fungsi dari hukuman adalah mendidik. Sebelum anak mengerti
peraturan, ia dapat belajar bahwa tindakan tertentu benar apabila tidak menerima hukuman dan
tindakan lainnya salah apabila mendapatkan suatu hukuman.

Dalam memberikan hukuman ini diharapkan orang tua melihat ruang waktu dan tempatnya.
Diantara metode memberikan hukuman kepada anak adalah :
a. Menghukum anak dengan lemah lembut dan kasih sayang.
b. Menjaga tabiat anak yang salah.

c. Hukuman diberikan sebagai upaya perbaikan terhadap diri anak, dengan tahapan yang paling
akhir dari metode-metode yang lain.

Memberi hukuman pada anak, seharusnya para orang tua sebisa mungkin menahan emosi untuk
tidak memberi hukuman berbentuk badaniah. Kalau hukuman yang berbentuk psikologis sudah
mampu merubah sikap anak, tentunya tidak dibutuhkan lagi hukuman yang menyakitkan anak
tersebut. Hukuman bentuknya ada dua, yakni hukuman psikologis dan hukuman biologis.

Bentuk hukuman yang bersifat psikologis adalah :
a. Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan.
b. Menunjukkan kesalahan dengan memberikan isyarat.
c. Menunjukkan kesalahan dengan kecaman.

Hukuman bentuk psikologis ini diberikan kepada anak dibawah umur 10 tahun. Apabila
hukuman psikologis tidak mampu merubah perilaku anak, maka hukuman biologis lah yang
dijatuhkan tatkala anak sampai umur 10 tahun tidak ada perubahan pada sikapnya. Hal ini
dilakukan supaya anak jera dan tidak meneruskan perilakunya yang buruk. Sesuai sabda Rasul
SAW yang diriwayatkan Abu Daud dari Mukmal bin Hisyam.

"Suruhlah anak kalian mengerjakan shalat, sedang mereka berumur tujuh tahun, dan pukulilah
mereka itu karena shalat ini, sedang mereka berumut sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat
tidur mereka”. (HR. Abu Daud)

4 tahap bagaimana mendidik anak mengikut sunnah Rasulullah s.a.w adalah :

1) Umur anak-anak 0-6 tahun. Pada masa ini, Rasulullah s.a.w menyuruh kita untuk
memanjakan, mengasihi dan menyayangi anak dengan kasih sayang yg tidak berbatas. Berikan
mereka kasih sayang tanpa mengira anak sulung mahupun bongsu dengan bersikap adil terhadap
setiap anak-anak. Tidak boleh dipukul sekiranya mereka melakukan kesalahan walaupun atas
dasar untuk mendidik.
Sehingga, anak-anak akan lebih dekat dengan kita dan merasakan kita sebagai bagian dari

dirinya saat besar, yang dapat dianggap sebagai teman dan rujukan yang terbaik. Anak-anak
merasa aman dalam meniti usia kecil mereka karena mereka tahu anda (ibu bapak) selalu ada
disisi mereka setiap masa.

2) Umur anak-anak 7-14 tahun. Pada tahap ini kita mula menanamkan nilai DISIPLIN dan
TANGUNGJAWAB kepada anak-anak. Menurut hadits Abu Daud, “Perintahlah anak-anak
kamu supaya mendirikan shalat ketika berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena
meninggalkan shalat ketika berumur sepuluh tahun dan asingkanlah tempat tidur di antara
mereka (lelaki dan perempuan). Pukul itu pula bukanlah untuk menyiksa, cuma sekadar untuk
mengingatkan mereka. Janganlah dipukul bagian muka karena muka adalah tempat
penghormatan seseorang. Allah SWT mencipta sendiri muka Nabi Adam.
Sehingga, anak-anak akan lebih bertanggungjawab pada setiap suruhan terutama dalam
mendirikan sholat. Inilah masa terbaik bagi kita dalam memprogramkan kepribadian dan akhlak
anak-anak mengikut acuan Islam. Terserah pada ibu bapak apakah ingin menjadikan mereka
seorang muslim, yahudi, nasrani ataupun majusi.

3) Umur anak-anak 15- 21 tahun. Inilah fasa remaja yang penuh sikap memberontak. Pada
tahap ini, ibubapa seeloknya mendekati anak-anak dengan BERKAWAN dengan mereka.
Banyakkan berborak dan berbincang dengan mereka tentang perkara yang mereka hadapi. Bagi
anak remaja perempuan, berkongsilah dengan mereka tentang kisah kedatangan ‘haid’ mereka
dan perasaan mereka ketika itu. Jadilah pendengar yang setia kepada mereka. Sekiranya tidak
bersetuju dengan sebarang tindakan mereka, hindari menghardik atau memarahi mereka terutama
dihadapan saudara-saudaranya yang lain tetapi gunakan pendekatan secara diplomasi walaupun
kita adalah orang tua mereka. Sehingga, tidak ada orang ketiga atau ‘asing’ akan hadir dalam
hidup mereka sebagai tempat rujukan dan pendengar masalah mereka. Mereka tidak akan
terpengaruh untuk keluar rumah untuk mencari kesenangan lain karena memandangkan semua
kebahagian dan kesenangan telah ada di rumah bersama keluarga.

4) Umur anak 21 tahun dan ke atas. Fase ini adalah masa ibu bapak untuk memberikan
sepenuh KEPERCAYAAN kepada anak-anak dengan memberi KEBEBASAN dalam membuat
keputusan mereka sendiri. Ibu bapak hanya perlu pantau, menasehati dengan diiringi doa agar
setiap tindakan yang diambil mereka adalah betul. Berawal dari pengembaraan kehidupan
mereka yang benar di luar rumah. InsyaAllah dengan segala displin yang diasah sejak tahap ke-2
sebelum ini cukup menjadi benteng diri buat mereka. Ibu bapak jangan lelah untuk menasihati
mereka, kerana kalimat nasihat yang diucap sebanyak 200 kali atau lebih terhadap anak-anak
mampu membentuk tingkah aku yang baik seperti yang ibu bapak inginkan.

Curahkan Kasih Sayang dengan Bermain Bersama-sama Mereka

Tiada manusia dilahirkan tanpa titik permulaan. Sesungguhnya fase yang terpenting dalam
pertumbuhan setiap anak-anak adalah pada fase yang pertama mengikuti pendidikan Rasulullah
S.A.W seperti di atas. Tahap ini dianggap paling penting karena ketika inilah asas @
foundation dalam kerohanian anak-anak yang sehat terbentuk.
Termasuk perilaku, anak-anak yang diberi perhatian dan kasih sayang yang cukup akan
membesar dengan penuh yakin dan lebih mudah mendengar kata. Sebaliknya bagi anak-anak
yang kurang diberi perhatian, mereka mudah memberontak dengan melakukan perkara yang
dilarang walaupun berulang kali ditegur. Mereka percaya itulah cara terbaik bagaimana untuk
menarik perhatian anda lagi.

Masa Kecil Mereka Takkan Berulang Buat Kali Kedua…

Dipetik kata-kata Prof. Dr. Muhaya dalam siaran langsung di radio IKIM.fm dalam segmen
‘Reset Minda Orang Yang Tenang’ baru-baru ini,

“Carilah aktivititas atau program yang memberi manfaat pada masa yang berkualitas bersama
anak-anak. Program yang menekankan pada ikatan kekeluargaan ataupun ‘family bonding
time’ adalah program terbaik dalam ‘membayar’ semua masa dan tenaga yang kita gunakan
untuk mencari rezeki kepada anak-anak”.