BAB II PERAN DARI MULTILATERAL INVESTMENT GUARANTEE AGENCY (MIGA) DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL ASING SECARA LANGSUNG (FOREIGN DIRECT INVESTMENT) A. Penanaman Modal Asing Secara Langsung (Foreign Direct Investment) - Peran Multilateral Investment Guarant

BAB II PERAN DARI MULTILATERAL INVESTMENT GUARANTEE AGENCY

  

(MIGA) DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL ASING SECARA

LANGSUNG (FOREIGN DIRECT INVESTMENT)

A. Penanaman Modal Asing Secara Langsung (Foreign Direct Investment) 1.

  Tujuan penyelenggaraan dan manfaat penanaman modal asing di Indonesia Keberadaan penanaman modal di suatu negara erat kaitannya dengan tuntutan untuk menyelenggarakan pembangunan nasional di negara tersebut.

  Kesulitan yang umumnya dihadapi dalam menyelenggarakan pembangunan nasional yang menititberatkan pada pembangunan ekonomi meliputi kekurangan modal, kemampuan dalam hal teknologi, ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan. Dalam hal ini, salah satu sumber pembiayaan dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan nasional tersebut adalah penanaman modal yang terselenggara melalui berbagai bentuk penanaman modal baik domestik maupun asing. Dengan demikian, arti penting modal bagi pembangunan ekonomi negara-negara berkembang termasuk Indonesia, pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja, meraih teknologi, dan

  59

  mempercepat pertumbuhan ekonomi. Tujuan penyelenggaraan penanaman

  60

  modal di Indonesia adalah : a.

  Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional Salah satu kebijakan pemerintah khususnya di bidang penanaman modal yang ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional adalah

                                                               59 60 Rosyidah Rakhmawati, Op.cit., hlm. 8.

  Center for Regulatory Research (Pusat kajian Regulasi), “Ikhtisar Ketentuan Penanaman ditetapkan dan dikembangkannya kawasan ekonomi khusus yang dimaksudkan untuk pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah. Dalam hal ini, pemerintah berwenang menetapkan kebijakan penanaman modal sendiri.

  b.

  Menciptakan lapangan kerja Tujuan ini tercermin pada salah satu ketetapan yang mengharuskan perusahaan penanaman modal dalm memenuhi kebutuhan tenaga kerja mengutamakan tenaga kerja warga negara indonesia dan diwajibkan meningkatkan kompetensi tenaga kerja warga negara Indonesia melalui pelatihan kerja serta mewajibkan bagi perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing untuk menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja warga negara Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  c.

  Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan Kebijakan yang terkait secara langsung dengan konsep pembangunan ekonomi berkelanjutan antara lain tercermin dalam ketetapan yang mewajibkan penanam modal untuk melaksankan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR). Kebijakan lain yang juga terkait hal ini adalah mengenai tanggung jawab penanam modal untuk menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak, ikut serta untuk menciptakan iklim usaha persiangan yang sehat, mencegah praktik monopoli, serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.

  d.

  Meningkatkan kemampuan daya saing usaha nasional Hal ini sejalan dengan upaya untuk mendorong perekonomian Indonesia menuju perekonomian global serta untuk mengantisipasi berbagai konsekuensi yang harus dihadapi terkait keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional yang terkait dengan penanaman modal, baik secara bilateral, regional, maupun multilateral (World Trade Organization /WTO).

  e.

  Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional Tujuan ini tercermin secara konkret dalam rumusan kebijakan di bidang penanaman modal, khusunya mengenai kewajiban perusahaan penanaman modal yang mempekerjakan tenaga kerja asing untuk menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja warga negara Indonesia sesuai dnegan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  f.

  Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan Tujuan ini tercermin pada kebijakan yang memberikan perlindungan terhadap pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, dan koperasi, dimana pemerintah diwajibkan menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah, dan koperasi serta bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar dengan syarat harus bekerja sama dengan mikro, kecil, dan menengah, dan koperasi. Disamping itu, pemerintah diwajibkan pula untuk melakukan pembinaan dan pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah, dan koperasi melalui program kemitraan, peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar, serta penyebaran informasi yang seluas-luasnya.

  g.

  Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Hal ini tercermin pada konsiderans menimbang yang menyebutkan bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.

  h.

  Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Tujuan ini tercermin dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

  Selain itu, keberadaan investasi yang ditanamkan oleh investor terutama modal asing ternyata memberikan dampak positif di dalam pembangunan. Adi Harsono mengemukakan dampak dari adanya investasi asing atau perusahaan asing di berbagai negara yang didasarkan bukti-bukti dari keberadaan investasi

  61

  asing atau perusahaan asing, yaitu : a.

  Masalah gaji. Perusahaan asing membayar gaji pegawainya lebih tinggi dibandingkan gaji rata-rata nasional. Di Amerika misalnya, perusahaan asing membayar 4% lebih tinggi pada tahun 1989dan 6% lebih tinggi pada tahun 1996 dibandingkan perusahaan domestik.

  b.

  Perusahaan asing menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan perusahaan domestik sejenis. Di Amerika, jumlah lapangan kerja yang diciptakan perusahaan asing mencapai 1,4% per tahun dari 1989 sampai dengan 1996. Bandingkan dengan 0,8% yang diciptakan oleh perusahaan domestik. di Inggris dan Prancis, lapangan kerja di perusahaan asing naik 1,7% per tahun, sebaliknya lapangan kerja di perusahaan domestik justru menyusut 2,7%. Hanya di jerman dan Belanda, perusahaan asing tidak banyak beda dengan perusahaan domestik.

  c.

  Perusahaan asing tidak segan-segan mengeluarkan biaya di bidang pendidikan. Jumlah pelatihan dan penelitian (R&D) di negara tempat mereka menanakan investasinya mencapai 12% dari total pengeluaran R&D di Amerika Serikat, di Prancis 19%, dan 40% di Inggris.

  d.

  Perusahaan asing cenderung mengekspor lebih banyak dibandingkan perusahaan domestik. Tahun 1996, perusahaan asing di Irlandia mengekspor 89% dari produksinya. Bandingkan dengan 34% yang dilakukan perusahaan domestik. Di Belanda, perbandingannya adalah 64% dan 37%, Prancis 35,2% dan 33,6%, dan Jepang 13,1% dan 10,6%

  John W. Head juga mengemukakan tujuh keuntungan investasi, khususnya

  62

  investasi asing, yaitu: a.

  Menciptakan lowongan kerja bagi penduduk negara tuan rumah sehingga mereka dapat meningkatkan penghasilan dan standar hidup mereka; b. menciptakan kesempatan penanaman modal bagi penduduk negara tuan rumah sehingga mereka dapat berbagi dari pendapatan perusahaan-perusahaan baru; c. meningkatkan ekspor dari negara tuan rumah, mendatangkan penghasilan tambahan dari luar yang dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan bagi kepentingan penduduknya; d. menghasilkan pengalihan pelatihan teknis dan pengetahuan yang dapat digunakan oleh penduduk untuk mengembangkan perusahaan dan industri lain; e. Memperluas potensi keswasembadaan negara tuan rumah dengan memproduksi barang setempat untuk menggantikan barang impor; f. menghasilkan pendapatkan pajak tambahan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, demi kepentingan penduduk negara tuan rumah; g.

  Membuat sumber daya negara tuan rumah baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, agar lebih baik pemanfaatannya daripada semula. Dampak positif penanaman modal asing juga dikemukakan secara sistematis oleh William A. Fennel dan Joseph W Tyler, serta Eric M.Burt.

  Dampak positif itu meliputi :

  63 a.

  Memberi modal kerja; b.

  Mendatangkan keahlian, manajerial, ilmu pengetahuan, modal, dan koneksi pasar; c.

  Meningkatkan pendapatan uang asing melalui aktivitas ekspor oleh perusahaan multinasional (multinational enterprise atau MNE); d. penanaman modal asing tidak melahirkan hutang baru; e. Negara penerima tidak merisaukan atau menghadapi risiko ketika suatu PMA yang masuk ke negaranya, ternyata tidak mendapatkan untung dari modal yang diterimanya, dan; f. Membantu upaya-upaya pembangunan kepada perekonomian negara-negara penerima.

2. Faktor dan teori yang mempengaruhi penanaman modal asing

  Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi investor dalam menanamkan modal di suatu negara. Penanaman modal yang memiliki tujuan primer untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya (profit oriented) dan tujuan sekunder utnuk memproduksi barang selalu mempertimbangkan berbagai hal sebelum memutuskan berinvestasi. Untuk itu, pemerintah harus berupaya memfasilitasi untuk menciptakan suasana yang baik dan kondusif agar investor tertarik menanamkan modalnya. Dalam menarik penanaman modal, pemerintah harus memperhatikan faktor internal dan eksternal penanaman modal sebagai

  64

  berikut : a.

  Faktor internal penanaman modal 1)

  Prosedur penanaman modal harus sederhana Para investor umumnya mengeluhkan prosedur penanaman modal yang dianggap berbelit-belit dan terlalu birokratis. Untuk itu perlu diciptakan pengurusan prosedur yang lebih mudah melalui one gate services atau one top services .

  2) Kondisi politik dan keamanan yang tidak menentu

  Para investor memerlukan jaminan keamanan terhadap modal dan jiwa mereka. Pertikaian antarsuku di beberapa wilayaah di Indonesia seperti kasus Ambon, Sampit, Aceh, dan Papua menjadi ancaman bagi investor asing.

  3) Bidang usaha penanaman modal

  Bidang usaha penanaman modal harus disesuaikan dengan kebijakan pemerintah. Bidang usaha yang terbuka maupun tertutup bagi investor asing harus ditetapkan secara jelas. 4)

  Kualitas kemampuan dan tenaga kerja yang kurang baik Faktor buruh menjadi salah satu faktor pertimbangan penting karena terkait dengan kualitas produksi. Begitu juga dengan upah buruh, etos kerja, perilaku, dan budaya para tenaga kerja. 5)

  Hak kepemilikan tanah

  Hak kepemilikan tanah ini umumnya sangat sulit diperoleh oleh investor asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. Kekhawatiran bila investor asing diberi hak untuk memiliki tanah maka berpeluang untuk menguasai tanah secara besar-besaran yang ditakutkan akan merugikan kepentingan nasional. Sementara negara-negara lain seperti China, Thailand, dan Filipina telah mulai menawarkan berbagai hak atas tanah yang menarik bagi investor asing.

  6) Aspek perlindungan hukum dan kepastian hukum

  Undang-Undang Penanaman Modal dirasa belum menjamin perlindungan dan kepastian hukum bagi para investor dengan baik.

  Apalagi seiring dengan berganti-gantinya aturan dan kurang sinkronnya suatu aturan satu sama lain menjadikan investor asing bingung menafsirkan suatu aturan. 7)

  Kurangnya berbagai fasilitas insentif Berbagai fasilitas berupa insentif sangat penting untuk menarik investor asing. Persaingan semakin ketat di antara negara-negara berkembang untuk saling menarik investor asing agar arus modal asing masuk ke negaranya. Hal tersebut menjadikan berbagai negara menawarkan berbagai insentif.

  b.

  Faktor eksternal penanaman modal 1)

  Interdependensi antarnegara Tidak ada suatu negara di dunia ini yang snggup memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya sendiri. Perbedaan secara geografi, modal, potensi alam, penduduk, kemampuan ilmu pengetahuan, dan lain-lain menjadikan mereka saling membutuhkan satu sama lain, termasuk untuk memenuhi kebutuhan ekonomi negaranya melalui penanaman modal. 2)

  Globalisasi dan liberalisasi ekonomi internasional Dengan adanya kesepakatan masyarakat internasional untuk melakukan globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia maka sektor penanaman modal menjadi meluas dan nyaris tanpa hambatan. Melalui berbagai komitmen perjanjian ekonomi internasional seperti General Agreement on Tariff and Trade (GATT), World Trade Organization (WTO), dan berbagai persekutuan ekonomi regional seperti Europian Union (EU), European Free Trade Area (EFTA), North American Free Trade Area (NAFTA), Asia Pacific Economic Coorporation (APEC), Asean Free Trade Area (AFTA), dan sebagainya, disepakati utnuk tidak saja membentuk kawasan perdagangan bebas namun juga kawasan investasi bebas.

  3) Persaingan sengit antarnegara berkembang

  Komitmen membentuk kawasan perdagangan dan investasi bebas tersebut semakin menyebabkan persaingan di bidang investasi semakin tinggi. Terutama antarnegara berkembang, mereka saling berlomba “mempercantik diri” untuk menarik arus investasi asing negara maju agar masuk ke negaranya.

  Selanjutnya, Soejono menyatakan bahwa sebelum investor asing menanamkan modalnya di sebuah negara, ada beberapa hal yang umumnya harus mereka pelajari terlebih dahulu sebelum menentukan sikap untuk menanamkan modalnya tersebut. Setiap penanaman modal asing umumnya akan dipengaruhi

  65

  oleh : a. sistem politik dan ekonomi negara yang bersangkutan; b. sikap rakyat dan pemerintahnya terhadap orang asing dan modal asing; c. stabilitas politik, stabilitas ekonomi, dan stabilitas keuangan; d. jumlah dan daya beli penduduk sebagai calon konsumennya; e. adanya bahan mentah atau bahan penunjang untuk digunakan dalam pembuatan hasil produksi; f. adanya tenaga buruh yang terjangkau untuk produksi; g. tanah untuk tempat usaha, struktur perpajakan, pabean, dan bea cukai; h. perundang-undangan dan hukum yang mendukung jaminan usaha.

  Pada dasarnya, faktor-faktor yang mempengaruhi investasi dapat dibagi

  66 dalam dua bagian yaitu faktor di dalam negeri dan di luar negeri.

  a.

  Faktor yang mempengaruhi perkembangan investasi di dalam negeri, antara lain adalah: 1)

  Stabilitas politik dan perekonomian yang sudah menunjukkan kestabilan yang mantap selama ini; 2)

  Kebijakan dan langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi yang secara terus-menerus telah diambil oleh pemerintah dalam rangka menggairahkan iklim investasi. Dengan langkah-langkah tersebut berbagai bidang usaha dalam rangka penanaman modal menjadi lebih terbuka;

                                                              

  3) Diberikannya fasilitas perpajakan khusus untuk daerah tertentu, seperti penundaan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia Bagian Timur yang akan semakin merangsang para investor untuk menanamkan modalnya di daerah yang belum begitu berkembang;

  4) Tersedianya sumber daya alam yang berlimpah seperti minyak bumi, gas, bahan tambang, dan hasil hutan maupun iklim daln ketak geografis serta kebudayaan dan keindahan alam Indonesia tetap menajdi daya tarik tersendiri yang telah mengakibatkan tumbuhnya proyek-proyek yang bergerak di bidang industri kimia, industri perkayuan, industri kertas, dan industri perhotelan (turisme) yang sekarang menjadi sektor primadona yang banyak diminati para investor baik dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA);

  5) Tersedianya sumber daya manusia dengan upah yang kompetitif memberikan pengaruh terhadap peningkatan minat investor pada proyek- proyek yang bersifat padat karya, seperti industri tekstil, industri sepatu, dan mainan anak-anak.

  b.

  Faktor luar negeri yang mempengaruhi perkembangan investasi adalah : 1)

  Apresiasi mata uang dari negara-negara yang jumlah investasinya di Indonesia cukup tinggi, yaitu Jepang, Korea Selatan, Hongkong, dan Taiwan;

  2) Pencabutan Generalized System of Preferences (GSP) terhadap 4 negara industri baru Asia (Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapura);

  3) Meningkatnya biaya produksi di luar negeri, terutama di negara-negara (NIC’S).

  New Industrialized Countries

  Selain itu, ada beberapa teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Penanaman Modal Asing

  67 (PMA).

  a.

  Teori Alan M. Rugman Alan M. Rugman menyatakan bahwa Penanaman Modal Asing

  (PMA) atau Foreign Direct Investment (FDI) dipengaruhi oleh variabel lingkungan dan variabel internalisasi. Ada tiga jenis variabel lingkungan yang menjadi perhatian, yaitu ekonomi, nonekonomi, dan pemerintahan. Variabel ekonomi menyusun suatu fungsi produksi keseluruhan suatu bangsa yang didefinisikan meliputi semua masukan faktor yang terdapat dalam masyarakat. Variabel nonekonomi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kondisi budaya dan sosial masyarakat suatu negara. Dalam kenyataannya, setiap negara sesungguhnya mempunyai faktor spesifik negara yang khas; tidak ada dua faktor ekonomi dan ekonomi nasional yang identik. Faktor ketiga adalah variabel pemerintah. Setiap bangsa mempunyai kekhususan merek politisnya sendiri. Para politisi mencerminkan faktor spesifik lokasi bangsa dan bahkan menambahkan dengan suatu cara khusus. Selalu terdapat keragaman dalam campur tangan pemerintah dalam bisnis internasional.

  Variabel lain yang mempengaruhi PMA adalah variabel internalisasi, yaitu keunggulan internal yang dimiliki oleh perusahaan multinasional.

  Setiap perusahaan multinasional mempunyai Keunggulan spesifik Perusahaan (KSP) yang khas yang memberinya suatu keunggulan kompetensi relatif terhadap perusahaan lain. KSP timbul bila perusahaan multinasional telah mengembangkan kecakapan khusus atau suatu keterampilan inti yang tidak terdapat di tempat lain dan tidak dapat diperbanyak kecuali dalam jangka panjang dan dengan biaya yang tinggi.

  b.

  Teori Vernon Vernon menjelaskan penanaman modal asing dengan model yang disebut Model Siklus Produk. Dalam model ini introduksi dan pengembangan produk baru di pasar mengikuti tiga tahap. Dalam tahap pertama, pada waktu produk pertama kali dikembangkan dan dipasarkan, diperlukan suatu hubungan yang erat antara kelompok desain, produksi, dan pemasaran dari perusahaan dan pasar yang akan dilayani produk itu. Dalam tahap kedua, pada waktu pasar di negara lain mengembangkan karakteristik serupa dengan yang di pasar dalam negeri, produk tersebut diekspor ke luar negeri. Perusahaan multinasional akan lebih unggul dari perusahaan lokal di luar negeri karena perusahaan multinasional itu telah mengadakan dan mendapatkan kembali biaya pengembangan produk. Pada saat itu, perusahaan multinasional akan membangun produksi lokal di negara tuan rumah bila hal ini menghasilkan biaya yang lebih rendah. Dalam tahap ketiga, produk telah terbuat dengan baik dengan desain yang distandardisasi dan bagian pasar perusahaan multinasional menurun relatif terhadap perusahaan negara tuan rumah. Dalam hal negara tuan rumah mempunyai keunggulan biaya yang kuat, perusahaan multinasional akan menghentikan produksi di dalam negeri dan mulai mengimpor produk dari negera tuan rumah ke dalam negeri.

  c.

  Teori John Dunning John Dunning menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penanaman modal asing melalui teori ancangan eklektis. Teori eklektis menetapkan suatu set yang terdiri dari tiga persyaratan yang diperlukan bila sebuah perusahaan akan berkecimpung dalam penanaman modal asing.

  Ketiga persyaratan itu, meliputi keunggulan spesifik perusahaan, keunggulan internalisasi, dan keunggulan spesifik negara.

  1) Keunggulan spesifik perusahaan

  Perusahaan harus memiliki keunggulan kepemilikan neto bila berhadapan dengan perusahaan berkebangsaan lain dalam melayani pasar tertentu (terutama pasar luar negeri). Keunggulan spesifik perusahaan meliputi :

  a) teknologi kepemilikan disebabkan karena kegiatan penelitian dan pengembangan;

  b) keterampilan manajerial, pemasaran, atau lainnya yang spesifik untuk fungsi organisasi perusahaan;

  c) deferensiasi produk, merek dagang, atau nama cap; d) ukuran besar yang mencermikan skala ekonomi; dan e) keperluan modal yang besar utnuk pabrik dengan ukuran efisien minimum. 2)

  Keunggulan internalisasi Dengan mengasumsikan bahwa keunggulan spesifik perusahaan terpenuhi, maka akan lebih menguntungkan bagi perusahaan yang memiliki keunggulan internalisasi untuk menggunakannya sendiri, bukannya menjual atau menyewakannya pada perusahaan luar negeri.

  Kondisi yang mendukung internalisasi meliputi :

  a) biaya yang tinggi dalam membuat dan melaksanakan kontrak; b) ketidakpastian pembeli tentang nilai teknologi yang dijual; c) kebutuhan untuk mengendalikan penggunaan atau penjualan kembali produk; dan

  d) keunggulan untuk menggunakan diskriminasi harga atau subsidi ulang. 3)

  Keunggulan spesifik negara Keunggulan spesifik negara (lokasi) dari negara tuan rumah dapat meliputi : a) sumber daya alami; b) kekuatan tenaga kerja biaya rendah yang efisisen dan terampil; c) rintangan perdagangan membatasi impor.

  d.

  Teori David K. Eiteman

  David K. Eiteman mengemukakan tentang penanaman modal asing. Ada tiga motif yang mendasari penanaman modal asing, yaitu motif strategi, motif perilaku dan motif ekonomi. Motif strategi dibedakan dalam hal : 1) mencari pasar; 2) mencari bahan baku; 3) mencari efisiensi produksi; 4) mencari pengetahuan; dan 5) mencari keamanan politik. Motif perilaku merupakan rangsangan lingkungan eksternal dan yang lain dari organisasi didasarkan pada kebutuhan dan komitmen individu atau kelompok. Motif ekonomi merupakan motif untuk mencari keuntungan dengan cara memaksimalkan keuntungan jangka panjang dan harga pasar saham perusahaan.

  e.

  Teori Robock & Simmonds Robock & Simmonds menjelaskan penanaman modal asing melalaui pendekatan global, pendekatan pasar yang tidak sempurna, pendekatan internalisasi, model siklus produk, produksi internasional, model imperialisasi Marxis.

  Menurut pendekatan global, kekuatan intern yang mempengaruhi penanaman modal asing yaitu pengembangan teknologi/produk baru, ketergantungan pada sumber-sumber bahan baku, memanfaatkan mesin- mesin yang sudah usang, mencari pasar yang lebih besar. Sedangkan, kekuatan eksternal yang mempengaruhi penanaman modal asing yaitu pelanggan, pemerintah, ekspansi ke luar negeri dari pesaing dan pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).

  Model siklus produk menerangkan bahwa penanaman modal asing melalui tiga tahap, yaitu tahap produk baru, tahap produk matang, tahap produk yang distandardisasi. Pada tahap produk baru, produk dihasilkan di dalam negeri sedangkan untuk padar luar negeri dilayani dengan ekspor. ada tahap produk matang, harga produk menjadi penting. Pasar luar negeri telah dilayani oleh produk lokal. Pada tahap ketiga, persaingan menjadi lebih penting dan produksi diarahkan pada lokasi/tempat yang biayanya rendah (kecil) dalam lingkup negara yang berpenghasilan rendah. Disini, barang diekspor kembali ke negara asal perusahaan multinasional atau ke pasar lain.

  f.

  Teori Kindleberger Aspek paling sensitif dalam perekonomian internasional adalah aspek investasi langsung. Larangan dan pembatasan ditentukan terhadap investasi dalam garis-garis kegiatan tertentu yang dianggap lemah terhadap pengaruh asing atau yang dianggap memboroskan sumber daya alam, perbankan, surat kabar, perdagangan eceran, minuman ringan. Ditentukan persyaratan-persyaratan bahwa harus ada partisipasi dari pihak dalam negeri, valuta asing harus dibawa masuk, latihan harus diberikan, suku cadang harus dibeli setempat, riset dalam negeri, ekspor, dan sebagainya.

  Disamping itu, juga terdapat dua teori yang menganalisis faktor penyebab negara maju menanamkan investasinya di negara berkembang.

68 Kedua teori itu adalah : a.

  The product cycle theory atau teori siklus produk ini

  The product cycle theory

  dikembangkan Raymond Vernon. Teori ini paling cocok diterapkan pada investasi asing secara langsung (foreign direct investment) dalam bidang manufacturing yang merupakan usaha ekspansi awal perusahaan Amerika atau disebut juga investasi horizontally integrated yakni pendirian pabrik-pabrik untuk mambuat barang-barang yang sama atau serupa dimana-mana. The product cycle theory atau teori siklus produk dinyatakan bahwa setiap teknologi atau produk berevolusi melalui tiga fase, yaitu fase permulaan atau inovasi, fase perkembangan proses, dan fase pematangan atau fase standarisasi.

  Dalam setiap fase tersebut, berbagai tipe perekonomian negara mempunyai keunggilan komparatif (a comparative advantage). Pada fase awal, perusahaan-perusahaan negara maju menikmati suatu posisi monopoli, terutama karena teknologinya. Karena permintaan dari luar negeri akan produk-produk mereka meningkat, perusahaan-perusahaan pertama kali mengekspor produknya ke pasar luar negeri. Namun, tidak lama kemudian terjadinya penyebaran teknologi ke para pesaing luar negeri yang potensial, adanya rintangan-rintangan yang meningkat

  “memaksa” diadakannya usaha produksi barang-barang yang sama di luar negeri. Fase kedua, proses manufacturing terus berkembang dan tempat produksi cenderung berkembang di negara-negara maju lainnya. Dalam fase ketiga, adanya standardisasi proses manufacturing memungkinkan peralihan lokasi-lokasi industri ke negara-negara yang sedang berkembang, terutama negara-negara industri baru (newly

  ) yang mempunyai keunggulan komparatif berupa

  industrilizing countries

  tingkat upah yang rendah. Produk-produk dari negara berkembang ini pun diekspor ke pasar global.

  Singkatnya, The Product Cycle Theory membantu menjelaskan sebab-sebab adanya ciri-ciri penting ekonomi dunia kontemporer, yakni bahwa perusahaan multinasional dan persaingan oligopoli; perkembangan dan penyebaran teknologi industri merupakan unsur penentu utama terjadinya perdagangan dan penempatan lokasi-lokasi aktivitas ekonomi secara global melalui investasi dan timbulnya strategi perusahaan yang mengintegrasikan perdagangan dan produksi di luar negeri.

  b.

  The industrial organization theory of vertical integration Teori ini paling cocok diterapkan pada multinasionalisme baru dan pada investasi yang terintegrasi secara vertikal, yakni produksi barang-barang di beberapa pabrik yang menjadi input bagi pabrik-pabrik lain dari suatu perusahaan. Pendekatan teori ini berawal dari pemahaman bahwa biaya-biaya untuk melakukan bisnis luar negeri (dengan investasi) mencakup biaya-biaya lain yang harus dipikul oleh perusahaan lebih banyak daripada biaya-biaya yang diperuntukkan hanya untuk sekadar mengekspor barang-barang dari pabrik-pabrik dalam negeri. Oleh karena itu, perusahaan itu harus memiliki beberapa keunggulan kompensasi atau keunggulan spesifik bagi perusahaan seperti keahlian teknis manajerial.

  Keadaan perekonomian yang memungkinkan perolehan sewa secara monopoli untuk operasi perusahaannya di negara lain. Aset yang unik yang pada awalnya dibangun di negaranya sendiri, kemudian dapat diperalihkan ke negara luar sehingga memungkinkan biaya produksi di negara luar tersebut menjadi murah dan memberikan kemampuan untuk berkompetensi secara sukses dengan perusahaan-perusahaan tuan rumah.

  Menurut teori organisasi industri integrasi vertikal, investasi dilakukan dengan cara integrasi secara vertikal, yakni dengan menempatkan beberapa tahapan produksi di beberapa lokasi yang berbeda-beda di seluruh dunia. Motivasi utamanya adalah : 1) untuk mendapatkan keuntungan berupa biaya produksi yang rendah; 2) kebijaksanaan pajak lokal; 3) untuk membuat rintangan perdagangan bagi perusahaan-perusahaan lain. Artinya dengan investasi di luar negeri, ini berarti perusahaan- perusahaan multinasional tersebut telah merintangi kedatangan pesaing-pesaing dari negara-negara lain sehingga monopoli dapat dipertahankan.

3. Prinsip-prinsip pengaturan kegiatan penanaman modal asing

  Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbankan, koordinasi antar instansi pemerintah pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi penanaman modal akan membaik

  69 secara signifikan dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.

  a.

  Asas kepastian hukum Yang dimaksud dengan asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dari ketentuan peraturan perundang- undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal.

  b.

  Asas keterbukaan Yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuki memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal.

  c.

  Asas akuntabilitas Yang dimaksud dengan asas akuntabilitas adalah asas yang menetukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai

                                                               pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  d.

  Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara Yang dimaksud dengan asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara adalah asas perlakuan pelayanan non diskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lain.

  e.

  Asas kebersamaan Yang dimaksud dengan asas kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dengan kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

  f.

  Asas efisiensi berkeadilan Yang dimaksud dengan asas efisiensi berkeadilan adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.

  g.

  Asas berkelanjutan Yang dimaksud dengan asas berkelanjutan adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan baik untuk masa kini maupun yang akan datang.

  h.

  Yang dimaksud dengan asas berwawasan lingkungan adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. i.

  Asas kemandirian Yang dimaksud dengan asas kemandirian adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi. j.

  Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional Yang dimaksud dengan asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional adalah asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.

  Dari sekian prinsip-prinsip tersebut, ada satu prinsip yang benar-benar relevan dengan era globalisasi atau pasar bebas, yaitu perlakuan non diskriminasi terhadap penanam modal atau investor yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal atau investasi di Indonesia, kecuali bagi penanam modal atau investor dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia.

  Di samping asas-asas tersebut, undang-undang penanaman modal di Indonesia dibangun di atas prinsip-prinsip penanaman modal sebagai berikut :

  70 a.

  Perlakuan sama dalam bidang usaha

  Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) menetapkan perlakuan sama antara penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri dengan tetap mengacu kepada kepentingan nasional. Kaidah dalam Pasal 4 ayat (2) mengandung dua variabel yang harus dimaknai secara utuh, yakni kewajiban memberikan perlakuan yang sama dan mengacu pada kepentingan nasional. Hal ini berarti perlakuan yang sama tersebut tidak bisa dipidahkan dengan kepentingan nasional. Artinya, dalam keadaan-keadaan tertentu perlakuan sama tersebut tidak dapat diterapkan dalam penanaman modala sing.

  Tentunya pengecualian semacam ini harus disesuaikan dengan kesepakatan internasional.

  Jika dipahami secara menyeluruh, sebenarnya UUPM tidak memberikan perlakuan yang benar-benar sama antara PMA dan PMDN.

  Beberapa ketentuan dari UUPM tersebut membebankan sejumlah pembatasan penanaman modal terhadap PMA, salah satu diantaranya adalah pembatasan bidang usaha pada PMA. Pasal 12 UUPM sebenarnya tidak membuka seluruh bidang usaha kepada investor asing. Bidang usaha yang terkait langsung dengan keamanan negara, seperti produksi senjata, mesin, alat peledak, dan peralatan perang dan bidang usaha yang secara eksplisit dalam undang-undang dinyatakan tertutup, tidak dibenarkan lagi penanaman modal asing.

  b.

  Penerapan syarat penanaman modal

  Pasal 12 ayat (4) UUPM memberikan hak kepada pemerintah untuk menetapkan syarat-syarat penanaman modal pada bidang usaha yang terbuka bagi penanaman modal. Selanjutnya pada ayat (5) ditetapkan kriterian kepentingan nasional yang harus diperhatikan dalam menetapkan persyaratan penanaman modal, yakni perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menegah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.

  Persyaratan-persyaratan yang dikenakan terhadap penanaman modal ini bisa beragam bentuknya, misalnya persyaratan joint venture (pembatasan kepemilikan saham asing), kemitraan dengan usaha kecil, menengah, dan koperasi, alih teknologi, dan persyaratan bidang lingkungan hidup.

  c.

  Perlakuan khusus terhadap negara-negara tertentu

  Pasal 6 ayat (2) UUPM menerapkan perlakuan diskriminatif dengan adanya perlakuan khusus kepada negara-negara tertentu berdasarkan perjanjian dengan Indonesia. sasaran dari perlakuan khusus ini adalah negara-negara yang terikat perjanjian penanaman modal secara bilateral, regional, maupun multilateral dengan Indonesia.

  d.

  Fasilitas penanaman modal UUPM mengatur tentang fasilitas penanaman modal pada Bab X mulai dari Pasal 18 sampai dengan pasal 24. Bentuk fasilitas penanaman modal yang diberikan berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 meliputi kemudahan perpajakan, hak transfer dan repatriasi, amortisasi yang dipercepat, kemudahan perizinan, kemudahan bea masuk, dan fasilitas hak atas tanah.

B. Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) 1.

  Sejarah perkembangan dan tujuan pembentukan MIGA a.

  Sejarah perkembangan MIGA Proposal pembentukan MIGA telah diajukan pada saat berlangsungnya rapat antara World Bank dan International Monetary Fund

  (IMF) pada tahun 1985 di Seoul, Korea Selatan, walaupun rencana pembentukan yang serupa tersebut tidaklah berhasil beberapa tahun yang lalu. Atas desakan Amerika Serikat dan negara maju lainnya, Konvensi MIGA kemudian mendapat mandat langsung dalam mendukung reformasi

  71 kebijakan ekonomi di negara penerima.

  MIGA dibentuk berdasarkan suatu konvensi multilateral yang diorganisasikan oleh Bank Dunia (World Bank). Sebenarnya ide pembentukan MIGA bukanlah ide baru sebab sejak sekitar tahun 1948 telah muncul ide untuk mendirikan badan internasional yang dilakukan terutama di negara-negara berkembang. Ide tersebut kemudian sering dibicarakan dalam forum internasional, seperti : Bank Dunia, OECD, MEE, dan UNCTAD dalam dua dekade yaitu 1960 dan 1970. Setelah melalui serangkaian studi yang mendalam dan konsultasi dari pemerintah negara-

                                                               negara Bank Dunia, kalangan usahawan, serta berbagai asosiasi profesi, maka dimulailah negosiasi penyusunan konvensi pembentukan MIGA dari bulan Juni sampai dengan Desember 1985.

  Pada tanggal 11 Oktober 1985, konvensi tersebut dibuka untuk ditandatangani World Bank’s Governors bersamaan waktunya dengan pertemuan tahunan yang diselenggarakan di Seoul. Pada tanggal 15-19 September 1986, suatu Preparatory Committee yang terdiri dari 44 perwakilan negara-negara penandatanganan Seoul Convention mengadakan pertemuan di Washington. Pada pertemuan tersebut disepakati untuk menyusun suatu perangkat kebijakan operasionalisasi dan keuangan MIGA.

  Diputuskan bahwa MIGA akan mulai beroperasi segera setelah Seoul Convention tersebut enter into force yaitu apabila konvensi tersebut telah diratifikasi oleh 20 negara yaitu 5 negara industri maju (pengekspor modal) dan 15 negara berkembang (pengimpor modal). Sampai dengan tanggal 5 Juni 1987, tercatat 58 negara yang telah menandatangani terdiri dari 12 negara industri dan 46 negara berkembang. Dari negara tersebut, negara yang telah meratifikasi barulah berjumlah 14 negara termasuk di dalamnya Indonesia. Jumlah tersebut belum cukup untuk menghantarkan MIGA ke

  72 tahap operasional.

                                                               72 Kholis Roisah, “Implikasi Hukum Multilateral Investment Guarantee Agency bagi

  Berikut ini adalah sejarah perkembangan MIGA sejak

  73

  pembentukannya (secara kronologis) : 1)

  Tahun 1998 : MIGA didirikan. Yoshio Terasawa terpilih sebagai Wakil Presiden Eksekutif yang pertama, dan Foreign Investment Advisory

  (FIAS) didirikan sebagai hasil joint venture antara MIGA dan

  Services International Finance Corporation (IFC).

  2) Tahun 1990 : MIGA memberikan kontrak jaminan investasi yang pertama dalam mendukung empat proyek dengan nilai sebesar 1,04 milyar dollar AS di bidang penananam modal secara langsung. Kontrak reasuransi yang pertama kali ditandatangani bersama dengan agen nasional yaitu Export Credit Agency of Canada dan the Overseas

  (OPIC). MIGA

  Private Investment Corporation of the United States mengadakan konferensi promosi investasi yang pertama di Ghana.

  3) Tahun 1991 : Jumlah anggota MIGA telah mencapai 100 negara

  4) Tahun 1992 : Akira Iida ditunjuk sebagai Wakil Presiden Eksekutif MIGA.

  5) Tahun 1994 : MIGA bergabung di Berne Union. MIGA memfokuskan diri pada kegiatan bantuan teknis terutama dalam hal promosi investasi.

  6) Tahun 1996 : MIGA meluncurkan IPAnet yaitu sebuah media berbasis internet untuk pertukaran informasi global, jaringan komunikasi, dan dunia perdagangan.

                                                              

  7) Tahun 1997 : Kontrak yang pertama diadakan berdasarkan MIGA’s

  (CUP) untuk proyek pembangkit

  Cooperative Underwriting Program

  listrik di Indonesia. Selain itu, dana jaminan investasi sebesar 12 milyar dollar AS diberikan untuk Bosnia dan Herzegovina dalam membentuk dan 20 juta dollar AS juga diberikan untuk

  EU Investment Trust Fund jaminan West Bank and Gaza Investment Guarantee Trust Fund.

  8) Tahun 1998 : Motomichi Ikawa mengambil alih sebagai Wakil Presiden

  Eksekutif MIGA. Majelis Gubernur mengadopsi sejumlah resolusi untuk peningkatan modal sekitar 850 juta dollar AS, didukung oleh dana sebesar 150 juta dollar AS yang ditransfer dari IBRD ke MIGA. Penggandaan modal MIGA menjadi 2 milyar dollar AS menjadikan MIGA dapat memberikan dan memperluas jasanya ke negara-negara berkembang. Selain itu, MIGA mengadakan simposium pertama dengan Universitas Georgetown mengenai bidang risiko politik internasional. Simposium tersebut menjadi event yang berpengaruh yang diadakan setiap dua tahunan. 9)

  Tahun 1999 : MIGA untuk pertama kali memberikan jaminan yang melebihi 1 milyar dollar AS setiap tahunnya yang secara keseluruhan mencapai 1.3 milyar dollar AS dan MIGA menyetujui Environmental dan menerapkan standar lingkungan

  Assessment and Disclosure Policy untuk semua proyek MIGA yang baru.

  10) Tahun 2000 : Pemerintah Ethiopia menunjuk MIGA sebagai mediator untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah Ethiopia dan investor asing terhadap proyek-proyek yang tidak dijamin oleh MIGA. Pada tahun ini, Keanggotaan MIGA telah mencapai 150 negara dan MIGA membayar ganti rugi atas tuntutan untuk pertama kalinya. 11)

  Tahun 2010 : Pengadaan jaminan mencapai 2 milyar dollar AS. Empat proyek yang didukung MIGA termasuk proyek telekomunikasi di Brazil dan proyek pertambangan di Rusia memperoleh penghargaan industri (industry awards). Investment Promotion Toolkit diluncurkan.

  12) Tahun 2002 : MIGA mengadakan survei investor terhadap penyerangan

  11 September 2001. Disamping itu, Project Finance Magazine menyatakan proyek yang didukung MIGA sebagai “The Asia-Pacific

  Transport Deal of the Year 2001 ".

  13) Tahun 2003 : Dua proyek yang didukung MIGA yaitu proyek pembangkit listrik di Turki dan proyek renovasi rumah sakit di

  Romania menerima penghargaan  “Deal of the Year”. 14)

  Tahun 2004 : Yukiko Omura mengambil alih sebagai Wakil Presiden Eksekutif.

  15) Tahun 2005 : MIGA meluncurkan Program Investasi Kecil untuk mendukung kegiatan investasi di perusahaan-perusahaan kecil dan menengah. MIGA juga meluncurkan Fasilitas Jaminan Investasi Afganistan untuk mendukung kegiatan penanaman modal asing secara langsung di negaranya. Proyek yang didukung MIGA tersebut juga menerima penghargaan “Deal of the Year”.

  16) Tahun 2006 : MIGA mendukung proyek di El Salvador yang menjual gas karbon yang diperoleh dari pengurangan emisi gas rumah kaca.

  MIGA juga mendukung proyek pertamanya dengan fasilitas baru di Afganistan dalam mempromosikan pembangunan di sektor produksi kapas.

  17) Tahun 2007 : MIGA mendukung proyek pertamanya yang didanai melalui sistem pembiayaan Islam dengan memberikan jaminan kepada sebuah pelabuhan di Djibouti. MIGA juga meluncurkan PRI- Center.com, sebuah portal penyediaan informasi risiko politik dan asuransi, untuk meningkatkan pemberian jasa informasi kepada investor yang ada di FDI.net, yang menyediakan akses kepada investor dalam mencari informasi mengenai penanaman modal asing secara langsung.

18) Tahun 2008 : Jaminan yang diberikan mencapai 2.1 milyar dollar AS.

  Empat proyek yang didukung MIGA di Uganda, Djibouti, Costa Rica, and Kazakhstan mendapatkan penghargaan industri terbaik. Selain itu, Jasa Pelayanan Bantuan Teknis MIGA berintegrasi dengan FIAS, sebuah lembaga pembiayaan untuk program perubahan iklim investasi

  World Bank . Pada tahun ini, Izumi Kobayashi terpilih sebagai Wakil Presiden Eksekutif MIGA.

  19) Tahun 2009 : Dewan Direksi MIGA menyetujui perubahan substansi terhadap peraturan operasional MIGA yang meliputi sejumlah tindakan termasuk jenis jaminan baru yaitu jaminan terhadap tindakan pemerintah yang tidak memenuhi kewajiban finansial. Perubahan tersebut mewakili perluasan yang signifikan dari MIGA’s business sejak 1988. Dukungan MIGA terhadap investor tahun ini adalah

  toolkit

  sebesar 1.2 milyar dollar AS dalam pemberian jaminan untuk mendukung ekonomi riil di Kawasan Eropa dan Asia tengah yang terkena serangan krisis finansial. MIGA juga meluncurkan World Investment and Political Risk sebagai laporan tahunan.

  20) Tahun 2010 : Komite Basel dalam Pengawasan Perbankan mengklasifikasi MIGA sebagai “highly-rated multilateral” dengan mengakui nilai kelebihan jaminan MIGA dari perbankan. MIGA juga meluncurkan Asia Hub untuk memperluas kehadiran fisik di dalam kawasan.

  21) Tahun 2011 : Majelis Gubernur menyetujui pengamandemenan