BAB III TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Kontribusi Soft Skill Dan Hard Skill Terhadap Prestasi Kerja Di PT. Guna Kemas Indah

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Prestasi Kerja

  3.1.1 Defenisi Prestasi Kerja

  Prestasi kerja adalah kinerja yang dicapai oleh seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya, (Sastrohadiwiryo, 2002). Pada umumnya kerja seorang tenaga kerja antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman dan kesanggupan tenaga kerja yang bersangkutan dalam melaksanakan pekerjaannya. Begitu juga menurut Hasibuan Malayu, (2000), prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja dipengaruhi oleh bermacam-macam pribadi dari masing-masing individu.

  Dalam perkembangan yang kompetitif dan mengglobal, perusahaan membutuhkan karyawan yang berprestasi, (Veithzal Rivai, 2003).

  3.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Kerja

  Untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan, maka perusahaan harus memiliki dan mengetahui berbagai hal yang mempengaruhi prestasi kerja. Ada

  

  mempengaruhi prestasi kerja, yaitu : 1.

  Faktor Organisasional Faktor organisasional meliputi sistem imbal jasa, kualitas pengawasan, beban kerja nilai dan minat serta kondisi fisik dari lingkungan kerja. Diantara berbagai faktor organisasional tersebut, faktor yang paling penting adalah faktor sistem imbal jasa, dimana faktor tersebut akan diberikan dalam bentuk gaji, bonus ataupun promosi. Selain itu faktor organisasional kedua yang juga penting adalah kualitas pengawasan (supervision quality), dimana seorang bawahan dapat memperoleh kepuasan kerja jika atasannya lebih kompeten dibandingkan dirinya.

  2. Faktor Personal Faktor personal meliputi sifat kepribadian (personality trait), senioritas, masa kerja, kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan dan kepuasan hidup. Untuk faktor personal, faktor yang juga penting dalam mempengaruhi prestasi kerja adalah faktor status dan masa kerja. Pada umumnya orang yang telah memiliki status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya telah menunjukkan prestasi kerja yang baik. Status pekerjaan tersebut dapat memberikannya kesempatan untuk memperoleh masa kerja yang lebih baik, sehingga kesempatannya untuk semakin menunjukkan prestasi kerja juga semakin besar.

  1 Agustini, Fauzia, ”Manajemen Sumber Daya Manusia Lanjutan”, Madenatera :

  Medan, 2011, Hal.91

  

  diantaranya : 1.

  Motivasi Merupakan faktor utama yang menentukan prestasi kerja pegawai. Dengan memahami motivasi setiap pegawai, akan bisa memberikan perlakuan yang tepat. Motivasi kerja pegawai akan semakin meningkat. Motivasi yang tinggi akan memberikan prestasi yang tinggi pula, demikian sebaliknya.

  2. Kesesuaian Bidang dan Kemampuan Pekerjaan yang sesuai dengan bidang yang dikuasai pegawai akan memberikan hasil yang lebih maksimal. Tak efektif bila melakukan mutasi karyawan ke bidang yang benar-benar tidak dikuasainya.

  3. Atasan Langsung Survey membukt ikan bahwa penyebab tingginya angka pegawai yang resign adalah sikap atasan langsung. Begitu juga halnya dengan prestasi kerja pegawai, dipengaruhi juga oleh dukungan dan sikap atasan langsungnya.

  4. Suasana Kerja Hal ini juga menjadi salah satu pemicu tinggi rendahnya prestasi kerja pegawai. Suasana yang kondusif akan membuat pegawai bisa berprestasi maksimal. Lain halnya jika para pegawai saling sikut dan menjatuhkan. Prestasi kerja juga akan menurun secara signifikan.

  2 Ibid, Hal.90

  Gaji dan Insentif Penghargaan atas prestasi kerja para pegawai juga akan mempengaruhi prestasi kerjanya di tahun berikut. Dengan penghargaan yang tepat, pegawai tersebut akan termotivasi untuk melakukan yang lebih baik lagi dari waktu ke waktu.

  Menurut Amstrong dan Baron (dalam Wibowo, 2007) mengemukakan ada 5 (lima) faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu

   1.

  Personal factors, ditunjukan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.

  : 2.

  Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan tim leader.

  3. Taeam factors, ditentukan oleh kualitas dukunganyang diberikan rekan sekerja.

  4. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi.

  5. Contextual/situsional factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

  3 Wibowo, Manajemen Kinerja, Edisi Ketiga, Rajawali Pers : Jakarta, 2007,

  Hal.100

3.1.3 Penilaian Prestasi Kerja

  Pentingnya penilaian prestasi kerja yang rasional dan diterapkan secara obyektif terlihat pada paling sedikit dua kepentingan, yaitu kepentingan pegawai yang bersangkutan sendiri dan kepentingan organisasi.

  Menurut Andrew F. Sikula (dalam Hasibuan Malayu, 2000), penilaian prestasi kerja adalah evaluasi yang sistematis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan dan ditujukan untuk pengembangan. Sedangkan menurut Dale Yoder (dalam Hasibuan Malayu, 2000), penilaian prestasi kerja merupakan prosedur yang formal dilakukan di dalam organisasi untuk mengevaluasi pegawai

   dan sumbangan serta kepentingan bagi pegawai .

3.1.3.1 Aspek Penilaian Prestasi Kerja

   Pengukuran prestasi kerja diarahkan pada enam aspek yaitu : 1.

  Hasil kerja : Tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah dihasilkan dan sejauh mana pengawasan yang dilakukan.

  2. Pengetahuan Pekerjaan : Tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja.

3. Inisiatif : Tingkat inisiatif selama menjalankan tugas pekerjaan khususnya

  4 dalam hal penanganan masalah-masalah yang timbul.

  Hasibuan Malayu, ”Manajemen Sumber Daya Manusia”, Bumi Akasara : 5 Jakarta, 2000, Hal.87-88 Sutrisno Edy, “Manajemen Sumber Daya Manusia”, Penerbit Kencana : Jakarta,

  2009, Hal.167

  Kecakapan mental : Tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima instruksi kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja serta situasi kerja yang ada.

  5. Sikap : Tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas pekerjaan.

  6. Displin waktu dan absensi : Tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran.

  Menurut Veithzal Rivai (2004), aspek-aspek yang dinilai dalam penilaian prestasi kerja dapat dikelompokkan menjadi

   1.

  Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.

  : 2.

  Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan.

  3. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk berkerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi, dan lain-lain.

  Sedangkan menurut Bernardin dan Russel (dalam Agustini, 2010), menyatakan terdapat enam kriteria untuk menilai prestasi kerja karyawan, yaitu

  

  6 Rivai, Veithzal, “Manajemen Sumber Daya Manusa Untuk Perusahaan Dari Teori Ke Praktek ”, PT. Rajagrafindo Persada : Jakarta, 2004, Hal.324 7 Agustini, Fauzia, Op. Cit, Hal. 94

  :

  Quality, yaitu tingkatan dimana proses atau penyesuaian pada cara yang ideal di dalam melakukan aktivitas atau memenuhi aktivitas yang sesuai harapan.

  2. Quantity, yaitu jumlah yang dihasilkan diwujudkan melalui nilai mata uang, jumlah unit atau jumlah dari siklus aktivitas yang telah diselesaikan.

  3. Timelines, yaitu tingkatan dimana aktifitas telah diselesaikan dengan waktu yang ada untuk aktifitas lain.

  4. Cost effectiveness, yaitu tingkatan dimana penggunaan sumber daya perusahaan berupa manusia, keuangan dan teknologi dimaksimalkan untuk mendapatkan hasil yang tertinggi atau pengurangan kerugian dari tiap unit.

  5. Need for supervision, yaitu tingkatan dimana seorang karyawan dapat melakukan pekerjaannya tanpa perlu meminta pertolongan atau bimbingan atasannya.

  6. Interpersonal impact, yaitu tingakatan dimana seorang karyawan merasa percaya diri, punya keinginan yang baik dan bekerja sama diantara rekan kerja.

3.1.3.2 Manfaat Penilaian Prestasi Kerja Karyawan

  Penilaian prestasi karyawan kerja memiliki manfaat penting bagi sebuah perusahaan. Hal ini dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Adapun kegunaan penilaian prestasi kerja dapat dirinci sebagai berikut

  

  :

8 Ibid, Hal. 95

  Peningkatan motivasi kerja Adanya penilaian prestasi kerja akan dapat meningkatkan motivasi kerja dari para karyawan. Hal ini sangat berhubungan dengan kebutuhan karyawan dimana pada umumnya manusia menginginkan penghargaan terhadap apa yang telah mereka perbuat.

  2. Perbaikan prestasi kerja Hasil penilaian prestasi kerja dapat menjadi umpan balik bagi pelaksanaan kerja berikutnya bagi karyawan dan pihak perusahaan sehingga akan menghasilkan hasil kerja yang lebih baik lagi.

  3. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi Evaluasi prestasi kerja mempunyai hubungan yang sangat erat dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.

  4. Keputusan-keputusan penempatan Promosi, transfer, dan demosi biasanya didasarkan pada hasil prestasi kerja karyawan pada masa lalu.

  5. Kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan pengembangan Hasil prestasi kerja yang kurang baik dapat diperbaiki dengan adanya pelatihan kerja bagi karyawan. Demikian juga, hasil prestasi kerja yang baik pula mencerminkan potensi karyawan yang harus dikembangkan.

  6. Perencanaan dan pengembangan karier Hasil penilaian prestasi kerja karyawan dapat memungkinkan adanya keputusan-keputusan karier bagi karyawan.

  Kesesuaian penempatan karyawan Prestasi kerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur penempatan dari bagian sumber daya manusia.

  8. Evaluasi desain pekerjaan Hasil penilaian terhadap prestasi kerja yang kurang dapat merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.

  9. Kesempatan kerja Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin terjadinya kesempatan- kesempatan kerja yang disesuaikan dengan keahlian, pendidikan dan pengalaman kerja karyawan.

  10. Tantangan-tantangan eksternal Kadang-kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial, atau masalah- masalah pribadi lainnya. Melalui penilaian prestasi kerja departemen personalia mungkin saja dapat menawarkan bantuan bagi karyawan.

3.1.3.3 Metode Penilaian Prestasi Karyawan

  Ada beberapa metode pengukuran prestasi kerja yang dikelompokkan

  

  menjadi dua jenis, yaitu :

9 Rivai, Veithzal, Op. Cit, Hal. 324

  Penilaian prestasi kerja masa lalu.

  Ada beberapa metode untuk menilai prestasi kinerja di waktu yang lalu dan hamper semua teknik tersebut merupakan suatu upaya untuk meminimumkan berbagai masalah tertentu yang dijumpai dalam pendekatan-pendekatan ini. Dengan mengevaluasi prestasi kerja di masa lalu, karyawan dapat memperoleh umpan balik ini selanjutnya bisa mengarah kepada perbaikan perbaikan prestasi. Teknik-teknik penilaian ini meliputi: a.

  Skala peringkat (Rating scale) Merupakan metode yang paling tua dan paling banyak digunakan dalam penilaian prestasi, dimana para penilai diharuskan melakukan sesuatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala- skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

  Penilaian didasarkan pada pendapat para penilai, dan sering sekali kriteria- kriterianya tidak berkaitan langsung dengan hasil kerja.

  b.

  Daftar pertanyaan (Checklist) Dalam metode checklist yang dipersiapkan, segi-segi penyelesaian tugas yang sifatnya kritikal tersebut dalam banyak hal serupa dengan faktor- faktor keberhasilan yang dinilai dengan berbagai teknik lainnya, sedangkan kelemahannya seperti kecenderungan penilai yang bersifat subjektif, interprestasi yang tidak tepat tentang faktor yang dinilai dan cara pembobotan yang kurang.

  Metode dengan pilihan terarah (Forced Choice Methode) Mengandung serangkaian pernyataan, baik yang bersifat positif maupun negatif tentang karyawan yang dinilai. Hal ini logis karena metode ini memang dimaksudkan terutama untuk mengukur hal-hal yang bersifat sikap dan perilaku disamping mengukur prestasi kerja.

  d.

  Metode peristiwa kritis (Critical Incident Methode) Insiden kritikal adalah peristiwa tertentu yang terjadi dalam rangka pelaksanaan tugas seorang pegawai yang menggambarkan perilaku pegawai yang menggambarkan perilaku pegawai yang bersangkutan baik yang sifatnya positif maupun negatif. Agar metode ini bermanfaat bagi organisasi dan karyawan yang dinilai, penilai harus secara kontinu mencatat berbagai insiden yang terjadi. Biasanya yang terjadi ialah bahwa buku catatan yang sengaja di sediakan untuk mencatat berbagai peristiwa itu baru diisi oleh penilai apabila masa penilaian sudah tiba.

  e.

  Metode catatan prestasi Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan yang banyak digunakan terutama para professional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan. Informasi ini secara khusus digunakan untuk menghasilkan detail laporan tabungan tentang kontribusi seorang professional selama satu tahun.

  f.

  Skala peringkat yang dikaitkan dengan tingkah laku (Behaviorally

  anchored rating scale = BARS ) waktu tertentu di masa lalu dengan mengkaitkan skala peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu. Salah satu kelebihan metode ini ialah pengurangan subjektivitas dalam penilaian.

  g.

  Metode peninjauan lapangan (Field review methode) Penggunaan metode ini meletakkan tanggung jawab utama dalam melakukan penilaian para ahli yang bertugas di bagian kepegawaian.

  Kelebihan metode ini adalah bahwa objektivitas lebih terjamin karena penilaian dilakukan oleh para ahli dan juga karena tidak terpengaruh oleh “hallo effect”. Kelemahan metode ini terlihat pada penilaian, meskipun seseorang ahli, tetap tidak bebas dari “bias” tertentu. Serta bagi organisasi besar menjadi mahal karena harus mendatangkan ahli penilai kerja ke tempat pelaksanaan tugas.

  h.

  Tes dan observasi prestasi kerja (Performance test and observation) Untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu penilaian dapat berupa tes dan observasi. Artinya pegawai yang dinilai diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati melalui ujian praktek yang langsung diamati oleh penilai. Kebaikan metode ini terletak pada keterkaitan langsung antara prestasi kerja dengan tugas pekerjaan seseorang. i.

  Pendekatan evaluasi komparatif (Comparative evaluation approach) Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi seseorang dengan pegawai lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. Alasannya ialah dilihat dari sudut prestasi kerjanya.

2. Penilaian prestasi kerja di masa depan.

  a.

  Penilaian diri sendiri (Self appraisal) Penilaian diri sendiri adalah penilaian pegawai untuk diri sendiri dengan harapan pegawai tersebut dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan dating. Pelaksanaannya, organisasi atau atasan penilai mengemukakan harapan-harapan yang diinginkan dari pegawai-pegawai, tujuan organisasi, dan tantangan yang dihadapi organisasi. Metode ini disebut pendekatan masa depan sebab pegawai akan memperbaiki diri dalam rangka melakukan tugas-tugas untuk masa yang akan dating dengan lebih baik.

  b.

  Manajemen berdasarkan sasaran (Management by objective) MBO adalah sebuah program manajemen yang melibatkan pegawai dalam pengambilan keputusan untuk menentukan sasaran-sasaran yang dicapainya yang dapat dilakukan melalui prosedur. MBO sebagai metode penilaian kerja pada masa yang akan datang. Kelebihan dari metode ini adalah standar unjuk kerja jelas, ukuran kinerja juga jelas, dapat dipahami oleh bawahan dan atasan, dapat memotivasi karyawan dan dapat menunjukkan bimbingan dan dukungan yang akan diberikan dalam peningkatan unjuk kerja serta pengembangan pegawai. Kelemahan utama dari metode ini adalah sering kali tujuan-tujuan yang ditentukan oleh para pegawai bisa terlalu sederhana.

  Penilaian secara psikologis Penilaian secara psikologis ialah proses penilaian yang dilakukan oleh para ahli psikologi untuk mengetahui potensi seseorang yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan seperti kemampuan intelektual, motivasi dan lain- lain yang bersifat psikologis.

  d.

  Pusat penilaian (Assesment centre)

  Assesment centre atau pusat penilaian adalah penilaian yang dilakukan

  melalui serangkaian teknik penilaian dan dilakukan oleh sejumlah penilai untuk mengetahui potensi seseorang dalam melakukan tanggung jawab yang lebih besar.

3.2 Skill (Keterampilan)

3.2.1 Pengertian Skill

   Skill (keterampilan) ialah kemampuan (ability) untuk mengubah

  pengetahuan (knowledge) ke dalam tindakan (action) yang menghasilkan tingkat kinerja yang diinginkan, (Silalahi, 2002).

  Skill bisa diartikan sebagai keterampilan atau how-to atau cara untuk melakukan sesuatu (Leksana, 2003),. Landasan dari skill adalah pengalaman dan pembelajaran secara praktek lapangan. Skill memiliki karakter bisa ditransfer dari individu ke individu lainnya melalui proses pembelajaran bertahap. Cara yang paling efektif untuk mentransfer skill adalah dengan mengikutsertakan si pembelajar melakukan tahapan pekerjaan dan membuatnya mempraktekkan tahapan pekerjaan tersebut dalam konteks pelatihan lapangan dan melakukan seseorang untuk mengakuisisi skill yang baru.

  Menurut Sweny dan Towny (dalam Harmein, 2008), manusia jika ditinjau dari segi kemampuannya untuk dapat bekerja dengan baik dan mampu

  

  mengembangkan potensinya dapat dibagi ke dalam dua bagian yang terdiri dari : 3.

  Hard skill merupakan kemampuan akademik yang dimiliki oleh seseorang 4. Soft skill merupakan kemampuan menyesuaikan dengan lingkungan terutama dalam duna kerja, baik sebagai pekerja (produk/jasa maupun wirausaha)

3.2.2 Soft Skill

   Soft skill merupakan keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan

  orang lain (interpersonal skill) dan keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri (personal skill) yang mampu mengembangkan hasil kerja secara maksimal (Iqbal, 2012).

   Soft skill merupakan kesadaran yang membuat seseorang termotivasi dan

  pantang menyerah sehingga bisa menempatkan diri di tengah orang lain secara proporsional (Alhadi, 2012). Pengertian lain dari soft skill adalah kemampuan di luar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan interpersonal.

  Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence) adalah kemampuan memahami diri dan bertindak adaptif berdasarkan pengetahuan tentang diri. 10 Kemampuan berefleksi dan keseimbangan diri, kesadaran diri tinggi, inisiatif dan Nasution, Harmein, Proses Pengolahan Sumber Daya Manusia, USU Press :

  Medan, 2008, Hal. 3 untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intense, motivasi, watak dan temperamen orang lain. Kepekaan dan ekspresi wajah, suara dan gerak tubuh orang lain (isyarat), dan kemampuan untuk menjalin relasi dan komunikasi dengan berbagai orang lain.

  Berdasarkan hasil penelitian, menurut Sailah (dalam Widayanti, 2012),

  

soft skill adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain

  (termasuk dengan dirinya sendiri). Sedangkan penelitian lain menurut Rasmita, dkk (dalam Novita, 2012), soft skill diartikan sebagai kemampuan di luar kemampuan teknis dan akademis, dan sudah dibangun sejak kecil (didikan lingkungan dan keluarga) yang lebih mengutamakan intra dan interpersonal.

3.2.3 Penggolongan Soft Skill

  Menurut Putri (dalam Alhadi, 2012) mengatakan pada dasarnya soft skills

  

  terbagi menjadi 2 jenis, yaitu : 1.

  Kualitas personal a.

  Dapat bertanggung jawab Tanggung jawab adalah kewajiban seseorang untuk melakukan fungsi yang diberikan kepadanya sesuai dengan kemampuan dan arahan, (Flippo, 1994),. Sedangkan menurut Kalbers dan Cenker (dalam Sudarno, 2011), tanggung jawab diyakini sebagai komponen karakter pribadi professional 11 yang memiliki peranan penting terhadap prestasi kerja.

  Alhadi, Esya, Pentingnya Peningkatan Soft Skill Dalam Lingkungan Kerja, Adiministrasi Niaga : Politeknik Negeri Sriwijaya, 2012, Hal.48

  Kepercayaan diri Kepercayaan diri secara bahasa adalah percaya pada kapasitas kemampuan diri dan terlihat sebagai kepribadian yang menunjukkan positif, (Saputro dkk, 2012). Salah satu ciri kepercayaan diri adalah adanya perasaan adekuat atau merasa yakin akan kemampuannya (Afiatin dkk,1998).

  c.

  Mampu bersosialisasi Menurut Harton dan Hunt (dalam Fatmahwati, 2012), mendefenisikan sosialisasi sebagai proses dimana seseorang internalisasikan norma-norma kelompok tempat hidup sehingga berkembang menjadi satu pribadi yang unik. Sedangkan menurut Stewart (dalam Fatmahwati, 2012), menyatakan bahwa sosialisasi adalah proses orang memperoleh kepercayaan sikap, nilai dan kebiasaan dalam kebudayaan.

  d.

  Mampu mengatur diri sendiri (self-management) Manajemen diri adalah suatu prosedur yang menuntut seseorang untuk mengarahkan atau mengatur tingkah lakunya sendiri, (Yunita dkk, 2009),.

  Gie (dalam Yunita dkk, 2009) mengungkapkan, strategi pertama dan utama dalam manajemen diri atau self management adalah berusaha mengetahui diri sendiri dari segala kelebihan dan kekurangan (kelemahan). Dengan mengenali diri sendiri, seorang individu dapat mengetahui apa yang sesungguhnya dibutuhkan dalam hidup ini.

  e.

  Integritas/kejujuran Menurut nilai-nilai Kemenkeu, integritas diartikan sebagai berpikir, berkata, berperilaku dan bertindak dengan baik dan benar serta memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral. Menurut Don Galer (dalam apa yang kita lakukan dan apa yang kita katakan kita lakukan. Seseorang dikatakan tidak memiliki integritas apabila tidak melakukan apa yang dikatakan. Salah satu aspek dari kejujuran adalah adanya konsistensi antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan.

2. Interpersonal skill

   a.

  Leadership (kepemimpinan) Kepemimpinan didefenisikan sebagai proses mempengaruhi orang lain, baik seseorang atau sekelompok orang, agar berperilaku untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Definisi ini menunjukkan : pertama, ada kegiatan mempengaruhi ialah usaha-usaha untuk membuat orang lain bertindak atau berperilaku. Dalam konteks ini ada orang yang mempengaruhi yang disebut pemimpin (leader), dan ada orang-orang lain (seorang atau sekelompok) yang dipengaruhi yang disebut pengikut (follower). Kedua, ada sasaran yang ingin dicapai yang terdiri atas sasaran antara dan sasaran akhir. Sasaran antara ialah agar pengikut menampilkan perilaku tertentu member kontribusi sesuai dengan yang diinginkan dan dibutuhkan yang merupakan tujuan kepemimpinan (leadership goals) sebagai hasil (outcome). Dan ketiga, ada situasi, yaitu berhubungan dengan latar belakang pemimpin, pengikut dan lingkungannya. Yang terakhir ini sangat 12) ditekankan oleh para teorisi situasional atau kontingensi.

  Silalahi, Ulber, “Pemahaman Praktis Asas-Asas Manajemen”, Penerbit Mandar Maju : Bandung, 2002.

13 Kemampuan bernegosiasi

  Negosiasi atau perundingan adalah proses mencapai kepuasan bersama melalui diskusi dan tawar menawar. Seseorang berunding untuk menyelesaikan perselisihan, mengubah perjanjian atau syarat-syarat, atau menilai komiditi atau jasa, atau permasalahan yang lain. Perunding yang baik akan tahu bagaimana menanggulangi konflik. Dengan kata lain bahwa negosiasi merupakan suatu proses yang dilakukan oleh dua pihak/kelompok atau lebih dengan cara berunding untuk mencapai persetujuan yang sesuai dengan karateristik tertentu melalui beberapa tahapan yang saling bertentangan satu sama lain.

   c.

  Mampu bekerja sama dalam tim Secara teoritis, kerja tim adalah kemampuan untuk bekerja sama untuk menuju suatu visi dan misi yang sama, kemampuan mengarahkan pencapaian individu ke arah sasaran organisasi. Dalam kerja sama tim, setiap anggota harus memperlihatkan kompetensi yang kuat untuk berkolaborasi dengan karakter, potensi, bakat, pengetahuan, dan motivasi dari masing-masing individu secara efektif. Kerja sama tim harus berlandaskan pada visi yang berfokus pada tujuan, semangat yang tinggi, sikap ingin tahu, rasa percaya diri yang tinggi. Sebuah kerja sama tim 13) harus memiliki landasan moral dan etika yang kuat. 14) Guntur, Agus, “Strategi Negosiasi”, Stekpi : Jakarta, 2010

  Warsihna, Jaka, ”Modul Pelatihan Budaya Kerja Dan Kerja Sama Tim”, KEMDIKBUD Pusat Teknologi Informasi Dan Komunikasi Pendidikan :

   2013

  Mau berbagi ilmu dengan orang lain Menurut setiarso (2006), berbagi pengetahuan (knowledge sharing) merupakan salah satu metode dalam knowledge management yang digunakan untuk memberikan kesempatan kepada anggota suatu organisasi, instansi atau perusahaan untuk berbagi ilmu pengetahuan, teknik, pengalaman, dan ide yang mereka miliki kepada anggota lainnya. Berbagi pengetahuan hanya dapat dilakukan bilamana setiap anggota memiliki kesempatan yang luas dalam menyampaikan pendapat, ide, kritikan, dan komentarnya kepada anggota lainnya.

  e.

  Dapat melayani klien/pelanggan.

  Menurut Adhiyanto (2012), pelayanan pada dasarnya dapat dikatakan sebagai suatu tindakan dan perlakuan atau cara melayani orang lain untuk memenuhi apa yang menjadi kebutuhan dan keinginannya. Tingkat kepuasan konsumen atas suatu pelayanan dapat diukur dengan membandingkan antara harapan konsumen terhadap kualitas pelayanan yang diinginkannya dengan kenyataan yang diterimanya atau dirasakannya. Menurut Ikhsan (dalam Alhadi, 2012) mengatakan bahwa soft skill yang

  

  perlu diasah dapat dikelompokkan ke dalam 6 kategori, yaitu : 1.

  Keterampilan komunikasi lisan dan tulisan (communication skill) 2. Keterampilan bernegosiasi (organizational skill) 3. 15 Kepemimpinan (Leadership)

  Alhadi, Esya, Op. Cit, Hal. 48

  Kemampuan berfikir kreatif dan logis (logic and creative) 5. Ketahanan menghadapi tekanan (effort) 6. Kerja sama tim dan interpersonal (group skill) dan etika kerja (ethics)

  Berdasarkan hasil penelitian, menurut Sailah (dalam Widayanti, 2012), atribut soft skill meliputi nilai yang dianut, motivasi, perilaku, kebiasaan, karakter dan sikap. Attribut soft skill ini dimiliki oleh setiap orang dengan kadar yang berbeda-beda, dipengaruhi oleh kebiasaan berfikir, berkata, bertindak dan bersikap. Begitu juga dengan penelitian lain, menurut Elfindri, dkk (dalam Novita, 2012), menambahkan bahwa soft skill terdiri dari berbagai macam keterampilan mulai dari talenta yang lengkap, percaya diri, cepat, smart, memiliki keterampilan bahasa dan mendengar.

3.2.4 Hard Skill

  Hard skill merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmu tertentu (Iqbal, 2012).

  

Hard skill adalah kemampuan yang biasa dipelajari di sekolah atau universitas

  yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan intelektual yang berhubungan dengan subyek yang dipelajari (Basyir, 2011). Sedangkan menurut Utomo (2010), hard skill didefenisikan sebagai penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmu tertentu.

  

  dengan technical skill yang diterjemahkan dalam dua hal yaitu : a.

   Pure technical knowledge or functional skill b. Skill to improve the efficiency of technology, that is improvement or problem- solving skill.

  Hard skill sering juga disebut dengan kemampuan intelektual

  (intellectuall ability). Kemampuan intelektual (intellectual ability) adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk menentukan berbagai aktivitas mental- berpikir, menalar dan memecahkan masalah (Robbins, 2008),. Individu dalam sebagian masyarakat menepatkan kecerdasan, dan untuk alasan yang tepat, pada nilai yang tinggi.

  Tujuh dimensi yang membentuk kemampuan intelektual adalah kecerdasan angka, pemahaman verbal, kecepatan persepsi, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi spasial, dan daya ingat, (Robin, 2008), seperti pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Dimensi Kemampuan Intelektual Dimensi Deskripsi Contoh Pekerjaan

  Kecerdasan angka Kemampuan melakukan aritmatika dengan Akuntan : mampu cepat dan akurat membuat laporan

16 Utomo, Cahyo, Implementasi TQM Berorientasi Hard Skill dan Soft Skill Dalam

  Pembelajaran Sejarah SMA di Kota Semarang , Univ. Neg. Semarang, 2010,

  Hal.3

Tabel 3.1 Dimensi Kemampuan Intelektual (Lanjutan)

  Dimensi Deskripsi Contoh Pekerjaan Pemahaman verbal Kemampuan memahami dengan apa yang Manajer pabrik : dibaca atau didengar dan hubungan antara mengikuti kebijakan kata-kata perusahaan pada perekrutan

  Kecepatan persepsi Kemampuan mengidentifikasi kemiripan Penyidik kebakaran : dan perbedaan visual secara cepat dan akurat mengidentifikasi petunjuk untuk mendukung tuntutan kebakaran secara sengaja

  Penalaran indukt if Kemampuan mengidentifikasi urutan logis Periset pasar : mampu dalam sebuah masalah kemudian meramalkan permintaan memecahkan masalah tersebut untuk satu produk pada periode waktu selanjutnya

  Penalaran deduktif Kemampuan menggunakan logika dan Pengawas : memilih menilai implikasi dari sebuah argumen antara dua saran yang berbeda yang ditawarkan oleh karyawan

  Visualisasi spasial Kemampuan membayangkan bagaimana Dekorator interior : sebuah objek akan terlihat bila posisinya mendekorasi ulang akan diubah sebuah kantor

Tabel 3.1 Dimensi Kemampuan Intelektual (Lanjutan)

  Dimensi Deskripsi Contoh Pekerjaan Daya ingat Kemampuan untuk menyimpan dan Tenaga penjual : mengingat pengalaman masa lalu mengingat nama-nama pelanggan

  Sumber: Robbins, 2008 tentang Perilaku Organisasi

  Menurut Fachrunissa dalam (Utomo, 2010), kemampuan hard skill adalah semua hal yang berhubungan dengan pengayaan teori yang menjadi dasar pijakan analisis atau sebuah keputusan. Hard skill menggambarkan perilaku dan keterampilan yang dapat dilihat mata (eksplisit).

  Berdasarkan hasil penelitian, menurut Babic (2011), hard skill terbagi atas kecakapan mengerjakan tugas, kemampuan mengoperasikan komputer (basic

  level ), kemampuan merangkum ide dan informasi, kemampuan bahasa, ahli dalam komputer (advanced level).

3.3 Hubungan Soft Skill dan Hard Skill Terhadap Prestasi Kerja

  Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki karyawan sangat diperlukan dalam bidang kerja. Keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki dapat membuat karyawan tersebut bekerja dengan cepat, kreatif, inovatif. Kemampuan dan keterampilan yang dimiliki tidak saja yang bersifat hard skill, tetapi juga yang bersifat soft skill. Perpaduan soft skill dan hard skill yang dimiliki seseorang sangat diperlukan dalam dunia kerja. Soft skill yang dimilikinya dapat membantunya mudah bergaul dalam lingkungan kerja, karena kejujuran, rasa akan memudahkan orang tersebut diterima di lingkungan kerja. Secara tidak langsung pun akan memudahkan orang tersebut mengembangkan hard skill yang dimilikinya, karena dia merasa lingkungan kerja sangat kondusif.

  Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat mengungkapkan bahwa kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan keterampilan teknis (hard skill) saja, tetapi oleh keterampilan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan prestasi kerja hanya ditentukan sekitar 20% dengan hard skill dan sisanya 80% dengan soft skill , (Utomo, 2010).

  Menurut Widayanti (2011), kemampuan hard skill dan kemampuan soft

  

skill yang baik mampu membuat karyawan bisa terus berkembang dan

  meningkatkan prestasi kerja karyawan tersebut. Begitu juga menurut Novita (2012) menyatakan bahwa dalam dunia pekerjaan, jelas bahwa bukan hanya hard

  

skill yang dibutuhkan oleh setiap karyawan, tetapi juga perlu adanya

  keterampilan-keterampilan lain sebagai aspek penunjang seoerang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Keterampilan yang dimaksud adalah soft skill untuk mendukung setiap bidang pekerjaan.

  Dari penjelasan-penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan hard skill dan kemampuan soft skill yang baik akan mampu meningkatkan prestasi karyawan.

3.4 Penelitian Terdahulu

  Chery Novita Sari (2012), melakukan penelitian dengan judul: Kontribusi

  

Soft Skill Terhadap Prestasi Kerja Karyawan PT. Lottemart Indonesia. Dari hasil

  perhitungan didapatkan nilai koefisien regresi antara skor variabel soft skill dengan skor prestasi kerja sebesar 0,973 dengan taraf signifikan 0,000 (p<0,01).

  Hal tersebut menunjukkan bahwa ada kontribusi yang sangat signifikan antara soft

  

skill terhadap prestasi kerja. Kontribusi soft skill terhadap prestasi kerja karyawan

  yaitu sebesar 94,6%. Meskipun demikian ada faktor lain yang juga memiliki kontribusi terhadap prestasi kerja karyawan yaitu sebesar 5,4%. Faktor lain yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan tersebut yaitu hard skill.

  Baharuddin (2011), melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh Pengetahuan, Keterampilan, Pengalaman, Sikap Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Pada Kantor BAPPEDA Kota Makassar. Penelitian ini menyimpulkan bahwa masing-masing dari pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan sikap sangat berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja pegawai sebesar 0,824 atau 82,40% tingkat hubungan tersebut dan untuk pengaruh nya dilihat dari R square sebesar 0,680 atau 68%. Hasil uji F hitung menunjukkan 41,347 pada taraf nyata dengan alpha 0,05. Dan untuk memberikan kontribusi terbesar terdapat pada variabel pengetahuan dilihat dari uji t sebesar 7,868.

  Sumargono (2012), dalam penelitiannya yang berjudul : Pengembangan

  

Soft Skill dan Hard Skill Dalam Pembelajaran Kewirausahaan Pengaruhnya

  Terhadap Kemampuan Merancang Prospek Usaha. Peneliti menetapkan variabel bebas soft skill (X1) dan hard skill (X2), serta variabel terikat kemampuan merancang prospek usaha (Y). Dari 295 populasi ditetapkan 100 orang sebagai signifikan 5% yang berarti ada pengaruh positif antara pengembangan soft skill dan hard skill dalam pembelajaran kewirausahaan terhadap kemampuan merancang prosepek usaha. Berdasarkan hasil uji t terbukti bahwa variabel (X2)

  

hard skill memiliki pengaruh dominan terhadap variabel (Y) kemampuan

merancang prospek usaha, dengan kontribusi sebesar 0,266 atau 26,6%.

  Sedangkan variabel (X1) soft skill memiliki pengaruh terhadap variabel (Y) kemampuan merancang prospek usaha sebesar 0,192 dengan kontribusi 19,2% Dolage (2013), melakukan penelitian dengan judul: Soft Skill

  

Competency among OUSL Graduates-Employers’ Perspective . Penelitian ini

  dimaksudkan untuk mengetahui apa-apa saja soft skill yang dibutuhkan oleh para pekerja berdasarkan perspektif yang diperlukan, yaitu terdiri atas 18 kategori soft

  skill dan memilih lima terbesar yang berperan penting dalam soft skill,

  berdasarkan Relative Importance Indez (RII) of soft skills OUSL Graduates yaitu : Interpersonal (0,869), kepemimpinan (0,864), komunikasi (0,862), pengambilan keputusan (0,850), kerja kelompok (0,850). Dan bila dilihat berdasarkan Relative

  

Competence Index (RCI) of soft skills OUSL Graduates yaitu : Interpersonal

  (0,724), kepemimpinan (0,710), komunikasi (0,684), pengambilan keputusan (0,666), kerja kelompok (0,728).

  

3.5 Jenis Penelitian Berdasarkan Tujuan

  Jenis – jenis penelitian berdasarkan penelitiannya di bedakan antara lain penelitian deskriptif , prediktif , improftif , dan eksplanatif.

  a. Penelitian Deskriptif

  Penelitian deskriptif (deskriptif research) ditujukan untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena-fenomena apa adanya. Dalam studi ini para peneliti tidak melakukan manipulasi atau memberikan perlakuan-perlakuan tertentu terhadap objek penelitian, semua kegiatan atau peristiwa berjalan seperti apa adanya.

  b. Penelitian Prediktif

  Penelitian prediktif (predictive research) ditujukan untuk memprediksi atau memperkirakan apa yang akan terjadi atau berlangsung pada saat yang akan datang berdasarkan hasil analisis keadaan saat ini. Dapat dilakukan melalui studi kecenderungan dengan melihat perkembangan melalui jangka waktu tertentu, pada saat ini atau pada saat yang lalu dapat dilihat kecenderungannya pada masa yang akan datang.

  c. Penelitian Improftif

  Penelitian inproftif (improvetive reasearch) ditujukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau menyempurnakan suatu keadaan, kegiatan atau pelaksanaan suatu program.

17 Gayul, Macam dan Pengertian Penelitian, WordPress.com, 2009

  Penelitian eksplanatif (explanative research) ditujukan untuk memberikan penjelasan tentang hubungan antar suatu fenomena untuk variabel. Penelitian eksplanatif mencoba untuk mencarai hubungan antar hal tersebut. Hubungan tersebut bisa berbentuk hubungan korelasional atau saling hubungan, sumbangan atau kontribusi suatu variabel terhadap variabel lainnya.

  

3.6 Variabel Penelitian

  Variabel adalah sesuatu yang memiliki nilai yang berbeda-beda atau bervariasi.

  3.6.1 Variabel Dependen ( Dependen Variable)

  Variabel dependen yang sering juga disebut variabel kriteria (criterion

  

variable ) adalah variabel yang nilai atau valuenya dipengaruhi atau ditentukan

oleh nilai variabel lain.

  3.6.2 Variabel Independen ( Independen Variable)

  Variabel independen yang sering juga disebut sebagai variabel prediktor (predictor variable) ialah variabel yang mempengaruhi variabel dependen baik secara positif maupun secara negatif. Perubahan variabel independen yang menimbulkan perubahan pada variabel dependen dapat terjadi karena berbagai faktor, misalnya karena proses alamiah ataupun juga melalui proses manipulasi

18 Sinulingga, Sukaria, Metode Penelitian, USU Press : Medan, 2011, Hal. 79

  dependen dapat dilihat pada gambar 3.1.

  Penawaran Harga Pasar

  Permintaan

  Variabel Dependen Variabel Independen

Gambar 3.1 Variabel Independen Mempengaruhi Variabel Dependen

  

3.7 Sumber Data

  Data diperoleh dari dua sumber utama yaitu sumber primer (primary source of data ) dan sumber sekunder (secondary source of data).

  3.7.1 Data Primer

  Data yang diperoleh dari sumber primer disebut data primer, yaitu data yang diperoleb dengan cara mencari/menggali secara langsung dari sumbernya oleh peneliti bersangkutan.

  3.7.2 Data Sekunder

  Data sekunder ialah data yang telah dikumpulkan dan diolah pihak lain sehingga tidak perlu lagi digali/dicari oleh peneliti bersangkutan.

19 Ibid, Hal. 163

  

3.8 Metode Sampling

  Sampling adalah metode pengumpulan data yang sangat popular karena manfaatnya yang demikian besar dalam penghematan sumber daya, waktu dan biaya dalam kegiatan pengumpulan data.

  3.8.1 Populasi dan Sampel

  Populasi adalah keseluruhan anggota atau kelompok yang membentuk objek yang dikenakan investigasi oleh peneliti.

  Sampel adalah sebuah subset dari populasi. Sebuah subset terdiri dari sejumlah elemen dari populasi ditarik sebagai sampel melalui mekanisme tertentu dengan tujuan tertentu.

  

  3.8.2 Ukuran Sampel

  Ukuran sampel dari suatu populasi dapat ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin yang dikutip dari Sevilla (1994), seperti berikut : Dimana : n = Jumlah sampel yang diperlukan N= Ukuran populasi e = Besarnya kesalahan yang diizinkan/tingkat persentase kelonggaran

  20 Ibid, Hal. 181

  21 Husein, Umar, Riset Akuntansi, PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta, 2001

  Hal. 69

  

3.8.3 Simple Random Sampling

  Setiap elemen populasi mempunyai peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel penelitian. Misalkan, suatu penelitian mempunyai elemen populasi sebanyak 1000, sampel yang dibutuhkan 200, maka setiap elemen dalam populasi mempunyai peluang sebesar 0,2 untuk terpilih menjadi sampel. Metode ini sering digunakan karena sangat mudah dilaksanakan.

  Sampling acak sederhana ini dapat dilakukan dengan menggunakan

  

  metode-metode, yaitu sebagai berikut : a.

  Metode Undian Yaitu metode dimana prosesnya dilakukan dengan menggunakan pola pengundian.

  b.

  Metode Tabel Random Yaitu metode di mana prosesnya dilakukan dengan menggunakan tabel bilangan random yang dibentuk dari bilangan biasa diperoleh secara berturut-turut dengan sebuah proses randomserta disusun ke dalam suatu tabel.

  

3.9 Pembuatan Skala (Nominal, Ordinal, Interval, dan Rasio)

  Salah satu aspek penting dalam pengukuran variabel operasional penelitian ialah cara memberi nilai atas setiap variabel yang akan diukur.

  22 23 Erlina, Metodologi Penelitian, USU Press : Medan, 2011, Hal. 85

  Hasan, M. Iqbal, Pokok-Pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Penerbit 24 Ghalia Indonesia : Jakarta, 2002, Hal. 64 Sinulingga, Sukaria, Op. Cit, Hal. 148 baik sebagai individu, ataupun kelompok atau organisasi dapat dibedakan satu dengan yang lain berdasarkan skala pengukuran terhadap variabel yang berkenaan dengan karateristik masing-masing. Skala-skala pengukuran yang tersedia dan siap untuk dimanfaatkan ini dapat dibedakan atas empat tipe, yaitu : 1.

  Skala Nominal Skala nominal adalah sebuah skala yang memungkinkan peneliti mengelompokkan objek ke dalam dua kelompok yang tidak overlapping (mutual exclusive). Untuk pengolahan dan analisis yang dihasilkan oleh skala nominal, pengkodean (data coding) dilakukan dengan cara memberi kode 1 atau 2, misalnya kode 1 untuk laki-laki dan kode 2 untuk perempuan.

2. Skala Ordinal

  Skala ordinal adalah skala yang mengelempokkan objek dasar berdasarkan jenjang (rank-orders). Penjenjangan dapat diberikan mulai dari terbaik (best) hingga terburuk (worst) atau sebaliknya. Misalnya, kepada responden ditanyakan tentang pilihannya terhadap sejumlah produk dan diminta memberikan jenjang sesuai dengan daya tarik terhadap produk tersebut baginya. Jawabannya akan menghasilkan sebuah daftar tentang urutan produk tersebut disertai dengan jenjang kesukaannya yang dinyatakan dengan sebutan pilihan 1, pilihan 2, pilihan, 3, pilihan 4, dan pilihan 5. Skala Interval Skala interval adalah skala yang mengukur jarak antara dua titik dalam sebuah skala. Misalnya responden diminta untuk memberikan penilaian terhadap kondisi kerja (working condition) di departemen tertentu dalam sebuah perusahaan. Format yang umum digunakan dalam skala ini adalah sebagai berikut : Sangat Setuju (5), Setuju (4), Netral (3), Tidak Setuju (2), Sangat Tidak Setuju (1).

4. Skala Rasio

  Skala rasio merupakan skala pengukuran yang lebih menjelimat dari skala interval. Skala rasio tidak hanya mengukur besaran dan arti perbedaan antar poin dalam skala tetapi juga menangkap data tentang proporsi dari perbedaan tersebut. Skala rasio pada umumnya digunakan apabila besaran sesungguhnya tentang variabel yang diukur perlu diperoleh.

3.10 Jenis Skala Pengukuran Berdasarkan Penggunaannya

  Berdasarkan penggunaannya, skala pengukuran dibedakan atas

  

  beberapa jenis, yaitu sebagai berikut : 1.

  Skala Likert Skala likert merupakan jenis skala yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian (fenomena sosial spesifik) seperti sikap, pendapat, dan 25 persepsi sosial seseorang atau sekelompok orang.