HUBUNGAN PANTANG MAKANAN DENGAN PENYEMBU

HUBUNGAN PANTANG MAKANAN DENGAN PENYEMBUHAN
LUKA JAHITAN PERINEUM PADA IBU NIFAS DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS ADAN-ADAN KECAMATAN GURAH
KABUPATEN KEDIRI
Tiara Putri Hardika *), Dwi Ertiana **)
*) STIKES Karya Husada Kediri, Jl Soekarno Hatta No 7, Kediri, 64225
**) STIKES Karya Husada Kediri, Jl Soekarno Hatta No 7, Kediri, 64225
Korespondensi: [email protected]
ABSTRACT
Labor often results in a tear in the birth canal, a tear that occurs almost in all first-time
labor and is not uncommon in subsequent labor. Postpartum women with perineal wound are
very susceptible to infection by not doing abstinence food very influential to the long healing of
perineal wound. The purpose of this research is to know the relationship of food runs with
healing the perineum search watch on the nifas mother in the area work puskesmas adult of
adan-adan puskesmas gurah district kediri regency.
This research uses observational research type and analytic research design. The
approach used is cross sectional that is studying correlation dynamics by way of observation
approach at Puskesmas Adan-Adan District Gurah Kediri Regency on July 26 until August 2,
2017. Independent variable in this research abstinence and dependent variable of wound
healing of perineal suture on postpartum, With a population of 42 postpartum women using
Purposive Sampling technique obtained a sample of 38 respondents postpartum mother.

Instrument used questionnaire sheet and checklist sheet. This study uses Chi-Square statistical
test with a significance level of 0.05.
Results showed the results (71.1%) of respondents have no food abstinence criteria as
much as 27 respondents. While on wound healing of perineal suture obtained most of the
respondents (68,4%) good as much as 26 respondents. Analysis of the results of this study
shows that there is a relationship of abstinence with healing of perineal stitches on the
puerperal mother, the value (p value = 0,000 < α = 5% = 0.05), with a moderate relationship
level of 0.537 between abstinence and healing of perineal stitches wound stitches are sought to
support maximum healing process.
Perinium stitching wound is sought to heal optimally with mothers not abstinence and
dieting berimang, as with balanced diits, enough carbohydrates, proteins, fats, vitamins and
minerals. Nutritional factors, especially protein will greatly affect the healing process of the
perineal wound because the replacement of tissue is in need of protein.
Keywords: food abstinence, perinium suture wound healing, and post partum
ABSTRAK
Persalinan sering kali mengakibatkan robekan jalan lahir, robekan tersebut terjadi hampir
pada semua persalinan pertama kali dan tidak jarang pada persalinan berikutnya.Ibu nifas yang
mengalami luka perineum sangat rentan terhadap terjadinya infeksidengan tidak melakukan
pantang makanan sangat berpengaruh terhadap lama kesembuhan luka perineum.Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui hubungan pantang makanan dengan penyembuhan luka jahitan

perineum pada ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Adan-Adan Kecamatan Gurah Kabupaten
Kediri.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional dan desain penelitian analitik.
Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional dengancara pendekatan observasidi
Puskesmas Adan-Adan Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri pada tanggal 26 Juli - 2 Agustus
2017. Variabel independent dalam penelitian ini pantang makanan dan variabel dependent
penyembuhan luka jahitan perineum pada ibu nifas, dengan populasi sebanyak 42 ibu nifas
mengunakan teknik purposive sampling diperoleh sampel sebanyak 38 responden ibu

1

nifas.Instrument yang digunakan lembar kuesioner dan lembar checklist.Penelitian ini
menggunakan uji statistikChi-Square dengan tingkat signifikansi 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan hasil (71,1%) responden memiliki kriteria tidakpantang
makanan yaitu sebanyak 27 responden. Sedangkan pada penyembuhan luka jahitan perineum
didapatkan sebagian besar responden (68,4%) baik sebanyak 26 responden. Analisis hasil
penelitian ini menunjukkan ada hubungan pantang makanan dengan penyembuhan luka jahitan
perineum pada ibu nifas, nilai (ρ value = 0,000 < α = 0,05), dengan tingkat hubungan sedang
0,537 antara pantang makanan dengan penyembuhan luka jahitan perineum
Luka jahitan perinium diupayakan sembuh secara maksimal dengan ibu tidak pantang

makanan dan melakukan diet seimbang, sebagimana dengan diit berimbang, cukup karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral. Faktor gizi terutama protein akan sangat berdampak pada
proses penyembuhan luka perineum karena penggantian jaringan sangat membutuhkan protein.
Kata kunci : pantang makanan, penyembuhan luka jahitan perineum dan post partum

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Persalinan sering kali mengakibatkan
robekan jalan lahir, robekan tersebut
terjadi hampir pada semua persalinan
pertama kali dan tidak jarang pada
persalinan berikutnya (Sarwono, 2008).
Ibu nifas yang mengalami luka perineum
sangat rentan terhadap terjadinya infeksi,
karena luka perineum yang tidak dijaga
dengan baik dan daerah perineum yang
tidak terjaga kebersihannyaakan sangat
berpengaruh terhadap lama kesembuhan
luka perineum (Sarwono, 2011).
Luka perineum adalah jaringan yang

terletak
disebelah
distal
diafrgma
pelvis.Perinium mengandung sejumlah otot
superfisial, saat persalinan, otot ini sering
mengalami
kerusakan
ketika
janin
dilahirkan (Rohani dkk, 2011).
Masa nifas disebut juga masa post
partum atau puerperium adalah masa atau
waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta
keluar lepas dari rahim sampai enam
minggu berikutnya disertai dengan
pulihnya kembali organ–organ yang
berkaitan
dengan
kandungan

yang
mengalami perubahan seperti perlukaan
dan lain sebagainya (Suherni, 2009). Ibu
nifas dianjurkan untuk makan dengan diit
berimbang, cukup karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral. Faktor gizi
terutama
protein
akan
sangat
mempengaruhi
terhadap
proses
penyembuhan luka perineum karena
penggantian jaringan sangat membutuhkan
protein (Rukiyah, 2010).
Pantang
makanan
tidak
boleh

dilakukan oleh ibu post partum karena
dapat memperlambat proses penyembuhan

luka jahitan perineum sedangkan dalam
proses penyembuhan luka
sangat
membutuhkan protein, maka ibu nifas di
anjurkan untuk makan dalam pola yang
benar sesuai dengan kualitas dan
kuantitasnya (Iskandar, 2010).Namun pada
kenyataannya, masyarakat masih banyak
yang tidak memperhatikan hal tersebut.
Masyarakat masih mem-percayai adanya
pantang makanan, mereka menerima dan
menolak jenis makanan tertentu.Hasil
penelitian Oktavia (2012) menunjukan
bahwa ibu nifas yang tidak berpantang
makanan penyembuhan luka jahitan
perineum baik sebesar 95,7%, sedangkan
ibu

yang
berpantangmakanan
penyembuhan luka kurang baik sebesar
72,7%.Di Jawa timur tahun 2000 angka
kejadian ibu nifas 39,6% yang tarak
(Pantang) terhadap makanan (Depkes RI,
2008).
Berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan peneliti pada tanggal 17 Mei
2017 di wilayah kerja Puskesmas AdanAdan, Kecamatan Gurah, Kabupaten
Kediri didapatkan dari 10 ibu nifas yang
yang didapati hanya 6 ibu nifas pantang
makanan dan 4 ibu nifas yang tidak
melakukan pantang makanan. Sebagian
besar ibu tidak sepenuhnya melakukan
pantang makanan. Hal ini dikarenakan
faktor mitos yang masih berlaku
dilingkungan masyarakat sekitar.
Fenomena ini disebabkan karena
kuatnya pengaruh sosial budaya terhadap

kebiasaan sehari-hari. Adat dan tradisi
merupakan dasar perilaku tersebut. Hal
inilah
yang
masih
mempengaruhi
kebiasaan masyarakat pedesaan dalam

2

memilih dan menyajikan makanan (Marin,
2009). Selain itu, fenomena tersebut juga
disebabkan karena adanya kepercayaan
terhadap larangan-larangan orang tua
zaman dahulu. Orang tua zaman dahulu
mengatakan bahwa ibu dalam masa nifas
dilarang memakan ikan karena makanan
tersebut hanya akan menyebabkan darah
nifas berbau busuk, tidak cepat kering dan
melemahkan daya tahan tubuh baik fisik

maupun mental serta menyebabkan gatal
pada kulit. Selain itu, ibu nifas dilarang
makan sayur karena makanan tersebut
dianggap dapat mengakibatkan lemah
sendi (Alex, 2008).
Dampak dari perilaku pantang
makanan pada ibu nifas adalah kekurangan
zat gizi, yang berdampak ASI tidak lancar,
lambat kembalinya kondisi tubuh paska
nifas, dan lamanya proses penyembuhan
luka akan lebih lama sembuh bahkan bisa
timbul infeksi dan masalah nifas yang lain.
Kebutuhan gizi yang tercukupi akan
membantu ibu nifas untuk mengembalikan
tubuh pada masa nifas dan kelancaran pada
proses menyusui. Banyak masalah pada
masa nifas dikarenakan asupan nutrisi
yang dikonsumsi ibu nifas tidak memenuhi
syarat gizi, adanya budaya pantang
makanan sangat berpengaruh besar

terhadap kesehatan ibu dan bayi pada masa
nifas
(Ardita,
2013).Namun
pada
kenyataanya, masyarakat masih banyak
yang
tidak
memperhatikan
hal
tersebut.Masyarakat masih mempercayai
adanya
pantang
makanan,
mereka
menerima dan menolak jenis makanan
tertentu (Iskandar, 2010).
Untuk mengatasi permasalahan
pantang makanan pada ibu nifas perlu
melakukan beberapa hal agar kesembuhan

luka jahitan berlangsung dengan normal.
Upaya yang diberikan adalah konseling
atau penyuluhan tentang masa nifas dan
pantang
terhadap
makanan
serta
pengaruhnya terhadap penyembuhan luka
perineum maupun yang lainnya sehingga
diharapkan
pengetahuan ibu dapat

ditingkatkan terutama oleh petugas
kesehatan dalam memberikan motivasi
yang positif terhadap ibu. Dengan
meningkatnya
pengetahuan
ibu,
diharapkan pantang makanan tidak lagi
dilakukan oleh ibu nifas. Karena dengan
pantang terhadap makanan ibu nifas tidak
dapat memenuhi kebutuhan gizi sehingga
berdampak pada penyembuhan luka jahitan
perineum yang lebih lama dan dapat
menimbulkan infeksi (Marin, 2009).
Upaya lain yang harus dilakukan agar
ibu hamil tidak menerapkan perilaku
pantang
makanan
yaitu
dengan
penyampaian informasi pada waktu
kehamilan khususnya tentang dampak dari
pantang makanan pada masa nifas untuk
dapat merubah perilaku masyarakat
terutama pada ibu nifas. Pelatihan bagi
tenaga kesehatan dan kader masyarakat
tentang konseling dampak melakukan
pantang makanan melalui kegiatan di
posyandu arisan dan pertemuan di desa
dengan
menyebarkan
leaflet
dan
mengikutsertakan suami dan keluarga
sangat diperlukan untuk menunjang
peningkatan pengetahuan ibu nifas tentang
dampak pantang makanan sehingga ibu
tidak
melakukan
pantang
makanan
(Asiandi, 2009).
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan pantang makanan
dengan
penyembuhan
luka
jahitan
perineum pada ibu nifas.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pantang
makanan dengan penyembuhan luka
jahitan perineum pada ibu nifas di wilayah
kerja Puskesmas Adan-Adan Kecamatan
Gurah Kabupaten Kediri.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasipantang
makanan
dengan penyembuhan luka jahitan
perineum pada ibu nifas di wilayah

3

kerja
Puskesmas
Adan-Adan
Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri.
2. Mengidentifikasi
karakteristik
penyembuhan luka jahitan perineum
pada ibu nifas di wilayah kerja
Puskesmas Adan-Adan Kecamatan
Gurah Kabupaten Kediri.
3. Menganalisis
hubungan
pantang
makanan dengan penyembuhan luka
jahitan perineum pada ibu nifas di
wilayah kerja Puskesmas Adan-Adan
Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri.
JENIS DAN RANCANGAN
PENELITIAN
Desainpenelitianadalahmerupakanca
railmiahuntukmendapatkan
data
dantujuansertakegunaantertentu,
carailmiahberartikegiatanpenelitianini di
dasarkan padaciri-cirikeilmuan, yaitu:
rasional,
empirisdansistematis
(Sugiyono,2011).
Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian observasional dan desain
penelitian analitik. Pendekatan yang
digunakan adalah cross sectional yaitu
mempelajari dinamika korelasi dengan
cara
pendekatan,
observasi
atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu
saat, yang artinya tiap subyek penelitian
hanya diobservasi sekali saja dan
pengukuran dilakukan terhadap status
karakter atau variabel subyek pada saat
pemeriksaan. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui hubungan pantang
makanan dengan penyembuhan luka
jahitan perineum pada ibu nifas (Nursalam,
2011).

HASIL PENELITIAN
DATA UMUM
Karakteristik Responden Berdasarkan
Umur

Berdasarkan diagram 4.1 diketahui bahwa
dari38responden didapat sebagian besar
responden (57,9%) umur 20-35 tahun yaitu
sebanyak 22 responden
Karakteristik Responden Berdasarkan
Penolong Pesalinan

Berdasarkan diagram 4.2 diketahui bahwa
dari38responden didapat sebagian besar
responden (55,3%) penolong persalinan
bidan yaitu sebanyak 21 responden
Karakteristik Responden Berdasarkan
Pendidikan
8
(21,1%)

10
(26,3%)

20
Dasar (SD, MI, SMP, MTs)(52,6%)
Menengah (SMA, MA)
Pendidikan Tinggi (Diploma, Sarjana)

4

Berdasarkan diagram 4.3 diketahui
bahwa dari 38 responden didapat sebagian
besar responden (52,6%) pendikan
menengah (SMA, MA) yaitu sebanyak 20
responden.
Karakteristik Responden Berdasarkan
Pekerjaan
11
(28,9%)

3 (7,9%)
IRT

12
(31,6%)

9
(23,7%)

3 (7,9%)
Swasta

Wiraswasta

PNS

Lain-lain

Berdasarkan diagram 4.4 diketahui
bahwa dari 38 responden didapat hampir
setengah dari responden (31,6%) pekerjaan
IRT yaitu sebanyak 12 responden
Karakteristik Responden Berdasarkan
Jumlah Anak
10
(26,3%)

9
(23,7%)
1 anak

19 (50%)

2 anak

>2 anak

Berdasarkan diagram 4.5 diketahui
bahwa dari38responden didapat setengah
dari responden (50%) jumlah anak 1 yaitu
sebanyak 19 responden.

Karakteristik Responden Berdasarkan
Tinggal Bersama
9
(23,7%)

18
(47,4%)
Suami dan anak Orang tua

11
(28,9%)

Nenek dan kakek

Berdasarkan diagram 4.6 diketahui
bahwa dari 38 responden didapat hampir
setengah dari responden (47,4%) tinggal
bersama orang tua yaitu sebanyak 18
responden
DATA KHUSUS
Distribusi Frekuensi Pantangan
Makanan ibu Nifas
Kriteria Pantang Makanan Frek Persen
Tidak Pantang Makanan
Pantang Makanan
Pantang Makanan
Tertentu
Total

27
7
4

71,1
18,4
10,5

38

100

Berdasarkan hasil penelitian yang
terdapat pada tabel diatas menunjukkan
sebagian
besar
responden
(71,1%)
memiliki kriteria tidak pantang makanan
yaitu sebanyak 27 responden
Distribusi Frekuensi Penyembuhan
Luka Jahitan Perineum
Kriteria Penyembuhan

Frek

%

Sedang
11
28,9
Baik
27
71,1
Total
38
100
Berdasarkan hasil penelitian yang
terdapat pada tabel diatas menunjukkan
bahwa sebagian besar responden (71,1%)
kriteria
penyembuhan
luka
jahitan
perineum baik sebanyak 27 responden

5

Hubungan Pantang Makanan dengan
Penyembuhan Luka Jahitan Perineum
Pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja
Puskesmas Adan-Adan Kecamatan
Gurah Kabupaten Kediri
Kriteria
Penyembuhan
Luka Jahitan
Total
Kriteria Pantang
Perineum
Makanan
Sedang Baik
F % F % F %
Tidak Pantang
4 10,5 23 60,5 27 71,1
Makanan
Pantang Makanan 4 10,5 3 7,9 7 18,4
Pantang Makanan 3 7,9 1 2,6 4 10,5
Tertentu
Jumlah
11 28,9 27 71,1 38 100
ρValue = 0,009
α = 0,05
Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan
pantang makanan responden dari 38
responden
didapat
sebagian
besar
responden kriteria tidak pantang makanan
dengan
penyembuhan
luka
jahitan
perineum baik sebanyak 23 responden
(60,5%) dan sebagian kecil dari responden
kriteria pantang makanan tertentu dengan
penyembuhan luka jahitan perineum baik
sebanyak 1 responden (2,6%).
Hasil analisis penelitian hubungan
pantang makanan dengan penyembuhan
luka jahitan perineum pada ibu nifas di
wilayah kerja Puskesmas Adan-Adan
Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri, yaitu
dari hasil uji statistik menggunakan chikuadrat didapatkan nilai
ρ value =
0,009 < α 0,05 hal ini menunjukkan bahwa
Ho ditolak H1 diterima, artinya ada
hubungan pantang makanan dengan
penyembuhan luka jahitan perineum pada
ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas
Adan-Adan Kecamatan Gurah Kabupaten
Kediri. Besar nilai coeffecient correlation
didapat sebesar 0,446 masuk dalam
kategori hubungan sedang arah hubungan
positif sebab masuk dalam rentang nilai
korelasi 0,40-0,599.

PEMBAHASAN
Identifikasi Pantangan Makanan ibu
Nifas di wilayah kerja Puskesmas AdanAdan Kecamatan Gurah Kabupaten
Kediri
Berdasarkan
penelitian
yang
dilakukan pada bulan Agustus 2017 yang
dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas
Adan-Adan Kecamatan Gurah Kabupaten
Kediri berdasarkan pantang makanan yang
dilakukan responden diketahui bahwa total
38 sampel didapatkan sebagian besar
responden (71,1%) memiliki kriteria tidak
pantang makanan yaitu sebanyak 27
responden.
Pantang makanan tidak boleh
dilakukan oleh ibu post partum karena
dapat memperlambat proses penyembuhan
luka jahitan perineum sedangkan dalam
proses penyembuhan luka
sangat
membutuhkan protein, maka ibu nifas di
anjurkan untuk makan dalam pola yang
benar sesuai dengan kualitas dan
kuantitasnya (Iskandar, 2010).
Dampak dari perilaku pantang
makanan pada ibu nifas adalah kekurangan
zat gizi, yang berdampak ASI tidak lancar,
lambat kembalinya kondisi tubuh paska
nifas, dan lamanya proses penyembuhan
luka akan lebih lama sembuh bahkan bisa
timbul infeksi dan masalah nifas yang lain.
Kebutuhan gizi yang tercukupi akan
membantu ibu nifas untuk mengembalikan
tubuh pada masa nifas dan kelancaran pada
proses menyusui. Banyak masalah pada
masa nifas dikarenakan asupan nutrisi
yang dikonsumsi ibu nifas tidak memenuhi
syarat gizi, adanya budaya pantang
makanan sangat berpengaruh besar
terhadap kesehatan ibu dan bayi pada masa
nifas (Ardita, 2013).
Adanya pantang makanan yang
dilakukan responden diketahui bahwa
sebagian besar responden memiliki kriteria
tidak pantang makanan dalam penelitian
ini membuktikan bahwa ibu mengerti dan
mempercayai dengan tidak melakukan
pantang makanan berarti ibu mau
mengkonsumsi berbagai jenis makanan
yang
bergizi
dapat
mendukung
penyembuhan dimasa nifas, Pantang
makanan pada
masa nifas
dapat
menurunkan asupan gizi ibu yang akan

6

berpengaruh terhadap kesehatan ibu,
pemulihan tenaga, penyembuhan luka
perineum. Selain itu dengan ibu tidak
pantang makanan dapat menepis adanya
budaya
pantang
makanan
sangat
berpengaruh besar terhadap kesehatan ibu
dan bayi pada masa nifas, ibu nifas yang
tidak berpantang makanan ibu lebih sehat
dan penyembuhan luka jahitan perineum
lebih cepat sembuh.
Berdasarkan penelitian Diana (2012)
bahwa didapatkan hasil penelitian ada
hubungan pengetahuan tentang gizi
seimbang
pada
ibu
nifas dengan
penyembuhan luka jahitan perineum, hal
ini karena pengetahuan responden yang
baik tentang gizi seimbang akan
melakukan konsumsi makanan yang
mengandung zat gizi dan tidak melakukan
pantang makanan sehingga luka jahitan
pernium lebih cepat sembuh.
Berdasarkan hasil penelitian dapat
diketahui bahwa dari 38 responden didapat
sebagian besar responden (57,9%) umur
20-35 tahun yaitu sebanyak 22 responden.
Memori atau daya ingat seseorang itu salah
satunya dipengaruhi oleh umur seseorang,
dapat berpengaruh pada bertambahnya
pengetahuan yang diperoleh, akan tetapi
pada umur atau menjelang Umur lanjut
kemampuan penerimaan atau mengingat
suatu
pengetahuan
berkurang
(Notoatmodjo, 2012).
Berdasarkam
hasil
penelitian
diketahui bahwa bahwa dari 38 responden
didapat lebih dari setengah responden
(52,6%) pendidikan menengah (SMA,
MA) yaitu sebanyak 58 responden.
Menurut Notoadmojo (2012) Pendidikan
adalah suatu kegiatan atau proses
pembelajaran untuk mengembangkan atau
meningkatkan
kemampuan
tertentu
sehingga sasaran pendidikan itu dapat
berdiri sendiri pada umumnya semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka
semakin baik pula pengetahuan. Inti dari
kegiatan pendidikan adalah proses belajar
mengajar. hasil dari proses belajar
mengajar adalah seperangkat perubahan
perilaku. dengan demikian pendidikan
sangat besar pengaruhnya terhadap
perilaku seseorang yang berpendidikan
tinggi akan berbeda perilakunya dengan

orang
yang
berpendidikan
rendah(Notoatmodjo, 2012).
Terdapatnya kriteria tidak pantang
makanan pada tingkat pendidikan SMA
yang dimiliki responden yaitu sebagian
besar berpendidikanpendikan menengah
(SMA, MA) dalam penelitian ini tergolong
dalam pendidikan tinggi dibanding
pendidikan SD maupun SMP, hal ini
menunjukkan memang benar bahwa faktor
pendidikan seseorang berdampak pada
pengetahuan dan sikap maupun perilaku
yang ditampilkan seseorang, hal tersebut
terbukti pada hasil penelitian ini yang
sebagian besar responden mau melakukan
tidak pantang makanan. Selain itu menurut
pendapat peneliti faktor pendidikan dapat
berdampak pada segala informasi yang
didapat
maupun
tidak
dapatkanya,
termasuk
didalamnya
mempunyai
informasi tentang kebaikan makanan yang
dibutuhkan oleh ibu nifas selama masa
penyembuhan,
individu
yang
berpendidikan tinggi pengetahuannya akan
lebih luas dan mereka cenderung memiliki
perilaku yang positif seperti mendukung
adanya proses penyembuhan masa nifas
dengan menerapkan tidak menolak segala
makanan yang mengandung gizi yang
memang sangat dibutuhkan oleh ibu nifas.
Identifikasi Penyembuhan Luka Jahitan
Perineum di wilayah kerja Puskesmas
Adan-Adan Kecamatan Gurah
Kabupaten Kediri
Berdasarkan
penelitian
yang
dilakukan pada bulan Agustus 2017 yang
dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas
Adan-Adan Kecamatan Gurah Kabupaten
Kediri berdasarkan penyembuhan luka
jahitan perineum diketahui bahwa total 38
sampel
didapatkan
sebagian
besar
responden (71,1%) kriteria penyembuhan
luka jahitan perineum baik sebanyak 27
responden.
Menurut Ramona (2013), berkaitan
dengan mitos bahwa tidak boleh makan
ikan, telur dan daging supaya jahitan cepat
sembuh. pernyataan ini tidak benar. Pada
ibu nifas, justru pemenuhan kebutuhan
protein
semakin
meningkat
untuk
membantu penyembuhan luka baik pada
dinding rahim maupun pada luka jalan

7

lahir yang mengalami jahitan.Protein ini
dibutuhkan sebagai zat pembangun yang
membentuk jaringan otot tubuh dan
mempercepat pulihnya kembali luka.
Tanpa protein sebagai zat pembangun yang
cukup, maka ibu nifas akan mengalami
keterlambatan
penyembuhan
bahkan
berpotensi infeksi bila daya tahan tubuh
kurang akibat pantang makanan bergizi.
Protein
juga
diperlukan
untuk
pembentukan ASI.
Kesembuhan luka jahitan berlangsung
dengan normal diperlukan oleh ibu nifas
dengan memberikan pemahaman pada ibu,
perlunya konseling atau penyuluhan
tentang masa nifas dan pantang terhadap
makanan serta pengaruhnya terhadap
penyembuhan luka perineum maupun yang
lainnya sehingga diharapkan pengetahuan
ibu dapat ditingkatkan terutama oleh
petugas kesehatan dalam memberikan
motivasi yang positif terhadap ibu. Dengan
meningkatnya
pengetahuan
ibu,
diharapkan pantang makanan tidak lagi
dilakukan oleh ibu nifas. Karena dengan
pantang terhadap makanan ibu nifas tidak
dapat memenuhi kebutuhan gizi sehingga
berdampak pada penyembuhan luka jahitan
perineum yang lebih lama dan dapat
menimbulkan infeksi (Marin, 2009).
Menurut pendapat peneliti, antara
teori dengan fakta dalam penelitian bahwa
sebagian
besar
responden
kriteriapenyembuhan
luka
jahitan
perineum baik. Hal ini disebabkan ibu
tidak lagi mempercayai mitos larangan
adanya pantangan makanan tertentu yang
tidak boleh dikonsumsi saat masa
penyembuhan nifas termasuk adanya luka
jahitan perenium, dan justu ibu melakukan
tidak pantangan makanan sehingga luka
jahitan cepat sembuh dan menjadi baik.
Pemenuhan kebutuhan protein semakin
meningkat untuk membantu penyembuhan
luka baik pada dinding rahim maupun pada
luka jalan lahir yang mengalami jahitan.
Berdasarkam hasil penelitianpada
diagram 4.4 diketahui bahwa dari 38
responden didapat hampir setengah dari
responden (31,6%) pekerjaan IRT yaitu
sebanyak 12 responden.
Menurut Smeltzer (2009) Faktorfaktor eksternal yang mempengaruhi

penyembuhan luka perineum adalah : (1)
Lingkungan, (2) Tradisi, (3) Pengetahuan,.
(3) Sosial ekonomi
(4) Penanganan
petugas, (5) Kondisi ibu, (6) Gizi, Selain
itu faktor internal yang mempengaruhi
penyembuhan luka perineum salah satunya
adalah faktor Usia, Penyembuhan luka
lebih cepat terjadi pada usia muda dari
pada orang tua. Orang yang sudah lanjut
usianya tidak dapat mentolerir stress
seperti trauma jaringan atau infeksi.
Menurut pendapat peneliti adanya
penyembuhan luka jahitan penerenium
dipengaruhi secara tidak langsung oleh
faktor pekerjaan yang dimiliki responden,
sebagaimana pekerjaan erat kaitannya
dengan pengaruh kondisi sosial ekonomi
ibu dengan lama penyebuhan perineum
yaitu keadaan fisik dan mental ibu dalam
melakukan aktifitas sehari-hari pasca
persalinan.
Berdasarkam
hasil
penelitian
diketahui bahwa bahwa dari 38 responden
didapat hampir setengah dari responden
(47,4%) tinggal bersama orang tua yaitu
sebanyak 18 responden. Menurut Helmi
(2011) Komponen dalam lingkup terkecil
sebagai makhluk sosial yaitu keluarga,
didalam keluarga ada orang tua,
merupakan orang yang bertanggung jawab
kepada istri dan anak anaknya serta
mencari nafkah dalam sebuah keluarga
untuk kmelindungi anggota, mencukupi
kebutuhan keluarga dan juga memenuhi
kebutuhan makanan sehat dan bergizi.
Menurut penelitian didapat bahwa
adanya responden yang tinggal bersama
orang tua, hal ini disebabkan peran
keluarga terdapat kondisi yang mendukung
dalam kebutuhan pemenuhan gizi ibu nifas
sehingga luka jahitan menjadi baik melalui
pemenuhan gizi yang diberikan. Dengan
demikian tidak pantang makanan yang
dilakukan responden sesuai dengan
kebutuhan ibu nifas dalam memenuhi
kebutuhan gizi sebagai pendukung
penyembuhan luka jahitan perineum, sebab
semakin ibu tidak pantang makanan luka
jahitan semakin baik dan sembuh lebih
cepat ketimbang ibu nifas yang melakukan
pantang makanan.

8

Berdasarkan diagram 4.2 diketahui
bahwa dari 38 responden didapat sebagian
besar responden (55,3%) penolong
persalinan bidan yaitu sebanyak 21
responden.
Salah satu faktor eksternal yang
mempengaruhi
penyembuhan
luka
perineum adalah penanganan petugas,
Pada saat persalinan, pembersihannya
dilakukan oleh petugas kesehatan, dapat
menentukan lama penyembuhan luka
perineum (Smeltzer, 2009).
Berdasarakn penolong persalinan
dalam penelitian ini yang sebagian besar
dilakukan oleh bidan, Menutut pendapat
peneliti sudah sesuai fakta bahwa hasil
penyembuhan luka jahitan perineum baik
sebagaimana penanganan yang dilakukan
bidan pada saat persalinan dimungkinan
pembersihannya dilakukan dengan baik
sehingga menentukan lama penyembuhan
luka perineum, hal ini sesuai dengan
pendapat
Smeltzer
(2009),
bahwa
Penanganan petugas, Pada saat persalinan,
pembersihannya dilakukan oleh petugas
kesehatan,
dapat
menentukan
lama
penyembuhan luka perineum.
Berdasarkan diagram 4.5 diketahui
bahwa dari 38 responden didapat setengah
dari responden (50%) jumlah anak 1 yaitu
sebanyak 19 responden. Menurut pendapat
pendelitia adanya jumlah anak yang
dimiliki ibu secara tidak langsung
berdampak pada penyembuhan jahitan luka
perineum. Hal ini disebabkan karena
dengan jumlah anak yang sedikit tidak
terlalu repot mengurus dan memikirkan
kondisi anak-anaknya yang lain sehingga
ibu lebih dapat focus pada penyembuhan
luka
jahitan
perenium
ketimbang
melakukan pekerjaan mengurus anakanaknya, dengan jumlah anak yang sedikit
ibu tidak kerepotan mengurusnya hal ini
sebagai pendukung bagi ibu dalam
penyembuhan perineum sehingga dapat
diartikan bila jumlah anak sedikit dapat

menunjang penyembuhannya, begitu pula
sebaliknya.
Hubungan Pantang Makanan dengan
Penyembuhan Luka Jahitan Perineum
Pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja
Puskesmas Adan-Adan Kecamatan
Gurah Kabupaten Kediri.
Hasil analisis penelitian menggunakan
uji
statistik
chi-kuadrat
didapatkan nilai ρ value = 0,009, < α 0,05
hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak,
artinya ada hubungan pantang makanan
dengan
penyembuhan
luka
jahitan
perineum pada ibu nifas di wilayah kerja
Puskesmas Adan-Adan Kecamatan Gurah
Kabupaten Kediri. Besar nilai coeffecient
correlation didapat sebesar 0,446 masuk
dalam kategori hubungan sedang arah
hubungan positif.
Sedangkan berdarkan distribusi pada
tabel silang menunjukkan sebagian besar
responden kriteria tidak pantang makanan
dengan
penyembuhan
luka
jahitan
perineum baik sebanyak 23 responden
(60,5%) dan sebagian kecil dari responden
kriteria pantang makanan sebagian dengan
penyembuhan luka jahitan perineum baik
sebanyak 1 responden (2,6%).
Sesuai hasil penelitian ρ value = 0,009
< α = 0,05 yaitu ada hubungan pantang
makanan dengan penyembuhan luka
jahitan perineum pada ibu nifas di wilayah
kerja Puskesmas Adan-Adan Kecamatan
Gurah Kabupaten Kediri, nilai coeffecient
correlation sebesar 0,446 masuk dalam
kategori hubungan sedang arah hubungan
positif hal ini disebabkan karena responden
tidak pantang makanan benar-benar
berdampak pada penyembuhan luka jahitan
perineum, sebagaimana dapat dijelaskan
bahwa semakin responden tidak pantang
makanan
maka
semakin
baik
penyembuhan luka jahitan perineum.
Hal ini senada dengan hasil penetian
Rahmawati (2015) yang menyebutkan
hasil penelitiannya bahwa sebagian besar
responden (66.7%) terpenuhi kebutuhan
gizinya dan luka jahitan perineumnya
mengalami pemulihan dengan baik dan
hasil analisis menyebutkan terdapat
hubungan antara pemenuhan gizi ibu nifas

9

dengan pemulihan luka jahitan perineum
dalam kategori hubungan kuat, artinya
semakin ibu memenuhi kebutuhan gizi
maka semakin baik penyembuhan luka
jahitan perenium.
Faktor-faktor
eksternal
yang
mempengaruhi
penyembuhan
luka
perineum adalah : (1) Lingkungan,
Dukungan dari lingkungan keluarga,
dimana
ibu
akan
selalu
merasa
mendapatkan perlindungan serta nasihat.
(2) Tradisi, ramuan peninggalan nenek
moyang untuk perawatan pasca persalinan
masih banyak digunakan, masyarakat
tradisional menggunakan daun sirih yang
direbus kemudian dipakai untuk cebok. (3)
Pengetahuan,
Pengetahuan
dapat
menentukan lama penyembuhan luka
perineum. Apabila pengetahuan ibu kurang
terlebih
masalah
kebersihan
maka
penyembuhan lukapun akan berlangsung
lama. (3) Sosial ekonomi, Pengaruh dari
kondisi sosial ekonomi ibu dengan lama
penyebuhan perineum adalah keadaan fisik
dan mental ibu dalam melakukan aktifitas
sehari-hari
pasca
persalinan.
(4)
Penanganan petugas, Pada saat persalinan,
pembersihannya dilakukan oleh petugas
kesehatan,
dapat
menentukan lama
penyembuhan luka perineum. (5) Kondisi
ibu, Kondisi dapat menyebabkan lama
penyembuhan. Jika kondisi ibu sehat,
maka ibu dapat merawat diri dengan baik.
(6) Gizi, Makanan yang bergizi dan sesuai
porsi akan menyebabkan ibu dalam
keadaan sehat dan segar. Dan akan
mempercepat masa penyembuhan luka
perineum (Smeltzer, 2009).
Proses penyembuhan luka perineum
yang dialami ibu nifas selain dengan
dilakukan perawatan rutin dapat pula
ditunjang dengan pemenuhan gizi misalnya
dengan
mempersiapkan
makanan
kesehariannya sehingga luka perineum
dapat cepat sembuh selain itu menurut
peneliti, tidak melakukan pantang dan
selalu makan makanan yang bergizi dan
sesuai porsi akan menyebabkan ibu dalam
keadaan sehat dan segar. Dan akan
mempercepat masa penyembuhan luka
perineum sehingga kondisi kesehatan ibu
baik secara fisik maupun mental dapat
berlangsung dengan baik, hal ini

disebabkan responden tidak melakukan
pantang makanan sebagai penunjang
kesembuhannya. Dapat disimpulkan bahwa
tidak melakukan pantang makanan dapat
berpengaruh pada penyembuhan luka
perineum ibu nifas, semakin pantang maka
semakin lama sembuhya begitu pula
sebaliknya semakin tidak pantang maka
semakin cepat sembuh luka pereniumnya.
KESIMPULAN
1. Sebagian besar responden (71,1%)
memiliki kriteria tidak pantang
makanan yaitu sebanyak 27 responden.
2. Sebagian besar responden (71,1%)
yang penyembuhan luka jahitan
perineum baik sebanyak 27 responden.
3. Didapat nilai ρ value = 0,000