Perbedaan Jumlah Ekstrusi Debris Antara Kitosan Blangkas Molekul Tinggi Dengan Sodium Hipoklorit Pada TindakanIrigasi Saluran Akar (Penelitian In Vitro)
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kompleksitas
anatomi
saluran
akar;
tubulus-tubulus
dentin,
invasi
mikroorganisme ke dalam tubulus dentin, cul-de-sacs, fins dan saluran lateral,
merupakan hambatan terbesar dalam proses pembersihan dan pembentukan (cleaning
and shaping) saluran akar dengan metode mekanik secara instrumentasi.22 Irigasi
saluran akar merupakan tahap penting yang menunjang keberhasilan perawatan
saluran akar karena irigasi mampu mencapai daerah-daerah saluran akar yang tidak
dapat dicapai dengan preparasi saluran akar. Larutan irigasi mampu berpenetrasi ke
dalam tubulus-tubulus dentin dan mematikan mikroorganisme di dalamnya.1,3,5-7,22
Larutan irigasi memudahkan pengeluaran smear layer, yaitu jaringan
nekrotik, mikroorganisme dan serpihan dentin yang terbentuk selama tahap
pembersihan dan pembentukan (cleaning and shaping) saluran akar dengan aksi
bilasan larutan irigasi. Keberadaan smear layer dalam saluran akar dapat
menyebabkan obturasi tidak hermetis karena debris organik dalam smear layer dapat
menjadi tempat berkembangnya bakteri dan mencegah sealer berkontak dengan
dinding saluran akar yang dapat menyebabkan kebocoran.1,5 Pengangkatan smear
layer pada tindakan irigasi membuat bahan pengisi dapat beradaptasi dengan baik
pada dinding saluran akar dan meningkatkan adhesi sealer ke dentin serta
berpenetrasi ke tubulus dentin.1,3,6,5,22
2.1 Syarat Bahan Irigasi Saluran Akar
Zehnder (2006) menyatakan bahwa larutan irigasi yang ideal harus memenuhi
syarat sebagai berikut:1,4-6,22
a. Memiliki spektrum antimikroba yang luas dan efektifitas tinggi terhadap
mikroorganisme aerobik dan fakultatif.
b. Mampu melarutkan jaringan nekrotik dan vital.
c. Menginaktifkan endotoksin.
8
d. Mencegah pembentukan smear layer selama instrumentasi atau melarutkannya.
e. Memiliki tegangan permukaan yang rendah sehingga dapat mencapai tubulus
dentin dengan mudah.
f. Efektif mendesinfeksi saluran akar.
g. Tidak toksik atau toksisitas rendah
h. Dapat menjadi pelumas yang baik.
Sebagai tambahannya, bahan irigasi yang ideal harus mudah didapatkan,
harga terjangkau, mudah digunakan dan disimpan dalam waktu lama, tidak
menyebabkan lesi periapikal dan reaksi anafilaktik. Selain itu, terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi efektifitas larutan irigasi, yaitu:4
a. Konsetrasi; semakin tinggi konsentrasi larutan, semakin baik efektifitasnya
sebagai larutan irigasi. Namun hal ini dapat menyebabkan sitotoksisitas yang lebih
tinggi pula.
b. Kontak; larutan irigasi harus dapat berkontak dengan substrat (mikroba, jaringan
organik) agar mampu melarutkan atau mengangkat debris keluar saluran akar.
c. Adanya jaringan organik; jaringan organik mampu mengurangi efektifitas
medikamen,
karena
itu
jaringan
organik
harus
disingkirkan
secara
chemomechanical dengan instrumentasi dan irigasi secara simultan.
d. Jumlah larutan yang digunakan; Baber et al membuktikan bahwa semakin banyak
larutan yang diirigasikan kedalam saluran akar, semakin tinggi pula efektifitasnya
untuk mengangkat smear layer.
e. Ukuran jarum irigasi; umumnya, ukuran jarum yang digunakan dalam irigasi
saluran akar adalah 27G dan 28G karena dapat masuk ke saluran akar lebih dalam
untuk debridemen yang lebih baik.
f. Tegangan permukaan larutan irigasi; semakin rendah tegangan permukaan larutan
tersebut, maka efek basah yang ditimbulkannya semakin baik.
g. Temperatur larutan irigasi; menghangatkan larutan irigasi (NaOCl) dapat
meningkatkan efektifitasnya.
h. Frekuensi irigasi; semakin sering irigasi dilakukan, maka pembersihan yang
dilakukan semakin baik.
9
i. Diameter saluran akar; semakin besar saluran akar yang dibentuk, akan
memudahkan jarum untuk masuk lebih dalam dan cairan irigasi dapat
membersihkan dari sepertiga apikal.
Pada umumnya, untuk meningkatkan efek basah dan penetrasi ke tubulus
dentin, bahan irigasi sering dimodifikasi dengan penambahan bahan detergen.
Detergen dapat mengurangi tegangan permukaan bahan irigasi sehingga bahan irigasi
dapat berpenetrasi ke daerah yang sulit dicapai dan meningkatkan efek
pembersihan.3,4
2.2 Tipe Bahan Irigasi Saluran Akar
Hingga saat ini, belum ada bahan irigasi tunggal yang mampu memenuhi
kriteria bahan irigasi ideal di atas sehingga bahan-bahan irigasi sering dikombinasi
penggunaannya agar dapat memenuhi kriteria tersebut. Ada empat tipe bahan irigasi
yang digunakan, yaitu bahan irigasi bersifat desinfektan, bahan irigasi bersifat
oksidasi, bahan irigasi chelator dan bahan irigasi yang dimodifikasi.
2.2.1 Sodium hipoklorit
Sodium hipoklorit pertama kali diperkenalkan oleh Henry Drysdale Dakin
pada Perang Dunia I. Dakin memperkenalkan sodium hipoklorit dengan konsentrasi
0,5%. Kemudian sodium hipoklorit digunakan oleh Wakler (1936) sebagai perawatan
untuk saluran akar dan pada tahun 1941 Grossman menggunakan 5% larutan ini
sebagai medikamen.3-6
Sodium hipoklorit merupakan larutan irigasi yang paling sering digunakan
oleh endodontis karena larutan ini mampu memenuhi karakter bahan irigasi ideal
paling banyak. Sodium hipoklorit memiliki spektrum antimikroba yang luas, dapat
menjadi pelumas yang baik, mampu melarutkan jaringan nekrotik, ekonomis dan
banyak tersedia.4,6 Akan tetapi, sodium hipoklorit memiliki tegangan permukaan
yang tinggi sehingga kemampuannya untuk membasahi dentin rendah, toksisitasnya
terhadap jaringan tinggi dan memiliki bau dan rasa yang kurang enak.3-6,22-24
10
Dalam air, sodium hipoklorit berionisasi menjadi sodium hidroksida (NaOH)
dan asam hipoklorit (HOCl).5,6,24,25 Saat sodium hipoklorit berkontak dengan materi
organik, beberapa reaksi kimiawi terjadi, seperti fatty acids bereaksi dengan sodium
hidroksida membentuk sabun dan gliserol (reaksi saponifikasi), asam amino bereaksi
sodium hidroksida membentuk garam dan air (reaksi netralisasi) dan juga bereaksi
dengan asam hipoklorit membentuk chloramine dan air.24,25 Semua produk akhir
tersebut dapat larut dalam bahan irigasi sehingga dapat dieliminasi melalui orifisi
saluran akar.17 Mekanismenya dapat dilihat pada Gambar 1-3.24,25
Gambar 1. Reaksi saponifikasi
Reaksi saponifikasi mampu melarutkan asam lemak dan jaringan organik
menjadi sabun (soap) dan gliserol (alkohol), yang mengurangi tegangan permukaan
larutan.
Gambar 2. Reaksi netralisasi asam amino
Reaksi netralisasi asam amino mampu menurunkan pH dengan cara
mengeluarkan ion hidroksil.
11
Gambar 3. Reaksi kloraminasi
Hypochlorous acid yang terdapat dalam larutan ini mampu menghasilkan
chlorine yang kemudian berekasi dengan gugus asam amino membentuk chloramines
yang mampu menghambat metabolisme sel mikroba.
Mekanisme antibakteri larutan sodium hipoklorit bergantung pada ion
klornya. Ion klor akan mengoksidasi kelompok –SH pada enzim-enzim utama bakteri
secara irreversibel sehingga menghambat fungsi metabolik pada bakteri. Selain itu,
ion klor juga dapat berikatan dengan komponen sitoplasmik bakteri dan membentuk
senyawa N-chloro yang merupakan kompleks bertoksik sehingga dapat merusak
mikroorganisme.
Konsentrasi yang umum digunakan adalah 0,5-5,2%. Efek antimikroba dan
efek melarutkan jaringan organik akan meningkat seiring dengan meningkatnya
konsentrasi larutan, begitu pula dengan sifat toksisitasnya.6,22-23 Sodium hipoklorit
dengan konsentrasi tinggi 5,2% mampu mengurangi modulus elastik dan kekuatan
dentin, tetapi tidak demikian dengan konsentrasi rendah 0,5%. Hal ini karena aksi
proteolitik 5,25% sodium hipoklorit tidak hanya melarutkan jaringan pulpa, tetapi
juga melarutkan kolagen dentin. Namun, sodium hipoklorit 5% lebih toksik
dibandingkan dengan 0,5%.5,6 Penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa sodium
hipoklorit 1% lebih biokompatibel dan juga memiliki kemampuan untuk melarutkan
sisa jaringan dengan sempurna, namun perlu waktu aplikasi yang lebih lama sehingga
kurang praktis dan efektif.5
Konsentrasi
larutan
bukan
faktor utama yang mempengaruhi
efek
antimikrobial dan efek melarutkan jaringan organik dari sodium hipoklorit. Hal ini
12
karena ion klor tidak stabil dan dapat dengan cepat habis digunakan dalam
membunuh bakteri dan melarutkan jaringan. Dalam tempo dua menit, konsentrasi ion
klor bebas akan berkurang hingga berada di bawah konsentrasi efektif. Dengan
demikian, kecepatan aliran larutan sodium hipoklorit dalam saluran akar dan
penggantian larutan sodium hipoklorit yang baru lebih penting dalam meningkatkan
efek larutan sodium hipoklorit.24
Stojicic et al (2010) meneliti pengaruh konsentrasi, temperatur, agitasi dan
penambahan surfaktan terhadap kemampuan sodium hipoklorit melarutkan jaringan.23
Hasilnya, menunjukkan meningkatnya temperatur dan agitasi kontinu dapat
meningkatkan efek sodium hipoklorit dalam melarutkan jaringan. Oleh karena itu,
konsentrasi sodium hipoklorit yang dianjurkan adalah 2,5% karena dengan
menghangatkan temperatur larutan konsentrasi rendah, efektifitasnya untuk
melarutkan jaringan dan antimikrobial pun meningkat seperti konsentrasi tinggi pada
temperatur ruangan.4,5,6,23
Vahdaty et al (1993) cit Estrella et al (2003) menganalisa efektifitas sodium
hipoklorit 2% dengan klorheksidin 2% pada tubulus dentin yang terinfeksi E.
faecalis. Hasilnya menunjukkan bahwa sodium hipoklorit dan klorheksidin memiliki
efektifitas yang hampir sama dalam membunuh mikroorganisme. Sedangkan, sodium
hipoklorit 5% memiliki efektifitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
klorheksidin 2% namun perbedaannya tidak signifikan.27
Banyak penelitian yang
telah dilakukan untuk mengkombinasi sodium hipoklorit dengan bahan lain dalam
tindakan irigasi dan medikamen saluran akar. Sodium hipoklorit sering dikombinasi
dengan kalsium hidroksida, EDTA atau klorheksidin. Kombinasi sodium hipoklorit
sebagai irigasi dan EDTA sebagai final irrigation menunjukkan efek entimikroba
yang lebih efektif dihubungkan dengan kemampuan mengangkat smear layer oleh
EDTA.4,22,27
13
2.2.2 Klorheksidin
Klorheksidin merupakan bahan kimiawi antiplak yang efektif dan sering
digunakan untuk perawatan periodontal dan pencegahan karies. Klorheksidin efektif
membunuh Streptococcus mutans dan Lactobacillus. Klorheksidin glukonat
merupakan molekul kation yang bertindak dengan cara mengabsorbsi kedalam
dinding sel mikroorganisme dan merusak integrasi membran plasma yang dapat
menyebabkan kebocoran pada komponen intraselularnya.4-6
Klorheksidin yang digunakan dalam perawatan endodonti sebagai larutan
irigasi adalah klorheksidin 2%.3 Pada penelitian in vitro menguji efek antimikroba
antara klorheksidin dengan sodium hipoklorit, menunjukkan bahwa waktu yang
dibutuhkan klorheksidin 1% dan 2% untuk mengeliminasi mikroorganisme hampir
sama dengan waktu yang dibutuhkan oleh sodium hipoklorit 5,2%. Gomes et al,
menyatakan bahwa klorheksidin (0,2%, 1% dan 2%) sama efektifnya dengan sodium
hipoklorit 5,2% dalam membunuh E.faecalis. Yesilsoy et al menemukan bahwa
klorheksidin 2% sama efektifnya dengan sodium hipoklorit 5,2% dalam Petri dish
test menggunakan S.mutans, Peptostreptococcus micros, Prevotella intermediate, dan
Porphyromonas gingivalis.5
Klorheksidin mempunyai efek yang unik, yaitu substantivitas. Dengan adanya
efek substantivitas, klorheksidin mempunyai efek antimikrobial yang terus menerus
dan durasi efek yang lebih panjang 72 jam hingga 21 hari, yang mampu membunuh
bakteri yang berpenetrasi hingga 382 micron dalam tubulus. Hal ini disebabkan oleh
sifat kationik klorheksidin yang dapat berikatan dengan dentin dan enamel gigi.5
Meski efek antimikroba klorheksidin tidak jauh berbeda dengan sodium
hipoklorit dan memiliki durasi yang lebih panjang, klorheksidin tetap tidak mampu
menggantikan larutan sodium hipoklorit sebagai bahan irigasi utama karena
klorheksidin tidak mampu melarutkan jaringan organik. Oleh karena itu, klorheksidin
sering dijadikan sebagai pembilas terakhir (final irrigation).6
14
2.2.3 Hidrogen peroksida
Secara umum, hidrogen peroksida (H2O2) digunakan untuk desinfeksi dan
sterilisasi. Larutan ini jernih, tidak berwarna dan memiliki variasi konsentrasi (1%
hingga 30%) yang digunakan dalam kedokteran gigi. Dalam lingkungan, hidrogen
peroksida aman digunakan karena dapat diurai menjadi hidrogen dan air.4,5
Hidrogen peroksida aktif membunuh virus, bakteri, jamur, dan spora.
Hidrogen peroksida memproduksi gugus hidroksil (-OH) yang mampu melawan
komponen protein dan DNA bakteri. Hidrogen peroksida juga dapat mengoksidasi
gugus sulfhydryl yang mampu mengganggu reaksi metabolisme bakteri.5
Konsentrasi yang sering digunakan pada irigasi saluran akar adalah hidrogen
peroksida 3%.4,5 Siquera et al menunjukkan bahwa hidrogen peroksida tidak lebih
efektif bila dibandingkan dengan sodium hipoklorit dalam membunuh bakteri
E. Faecalis. Karena itu, hidrogen peroksida lebih populer dalam membersihkan
saluran akar dari sisa-sisa darah dan jaringan.5
2.2.4 EDTA
Ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) merupakan bahan irigasi chelator
yang paling sering digunakan dalam saluran akar.1,3,4-7 Bahan irigasi chelator amat
penting dalam pembersihan saluran akar karena kemampuannya mengeliminasi
jaringan anorganik, seperti debris dentin dan smear layer. Konsentrasi yang sering
digunakan dalam endodonti adalah EDTA 17% dengan pH 7. EDTA mengeliminasi
jaringan anorganik dengan cara mendemineralisasi jaringan anorganik, menggantikan
ion kalsium dengan ion natrium sehingga membentuk senyawa baru yang larut dalam
bahan irigasi. Oleh karena itu, dengan membersihkan dan mengangkat jaringan yang
terinfeksi mikroorganisme, EDTA memiliki peran dalam mengeliminasi bakteri
dalam saluran akar.5,6
Meskipun demikian, EDTA tetap saja tidak memiliki efek antimikroba dan
tidak mampu mengeliminasi jaringan organik dari smear layer. Oleh karena itu,
EDTA sering dikombinasikan dengan sodium hipoklorit secara bergantian atau
digunakan sebagai lubrikan saat instrumentasi mekanik.5,6
15
Manfaat EDTA dalam mengangkat jaringan anorganik dari smear layer dan
sodium hipoklorit dalam antimikroba dan mengangkat jaringan organik telah
membuat kombinasi baru dalam irigasi saluran akar yang mampu membersihkan
hingga tubulus-tubulus dentin dan menghasilkan permukaan dentin yang lebih bersih
saat sodium hipoklorit digunakan sebagai pembilas terakhir.3 Meskipun demikian,
penggunaan kombinasi keduanya dapat menyebabkan perubahan pada struktur
dentin.27,28 Pengunaan EDTA dalam kurun waktu 1 menit mampu mengangkat smear
layer dengan baik, namun penggunaan EDTA dalam kurun waktu 10 menit dapat
membuat erosi yang parah pada peritubular dan intertubular dentin.28
2.2.5 MTAD
Bahan irigasi baru yang saat ini sedang dikembangkan adalah Mixture of
Tetracyclin, Acid and Detergent (MTAD). MTAD pertama kali diperkenalkan oleh
Torabinejad et al (2000) sebagai bahan smear layer removal. MTAD merupakan
bahan irigasi yang dimodifikasi untuk meningkatkan efek pembersihan dan efek
antimikrobial. Torabinejad et al menunjukkan bahwa MTAD mampu mengangkat
smear layer dengan lebih aman dan efektif melawan bakteri E. Faecalis.1,3-5
MTAD terdiri dari tetracycline (dosisiklin 3%) yang mengandung spektrum
antibiotik, substantivitas dari dosisiklin, dan mengangkat smear layer; asam organik
(citric acid 4,25%) yang bakterisidal; dan detergen (Tween 80) yang mengurangi
tegangan permukaan.4,5 MTAD memiliki efek samping toksik yang lebih rendah jika
dibandingkan
dengan
larutan
sodium
hipoklorit
karena
mempunyai
sifat
biokompatibilitas yang tinggi sehingga tidak mengiritasi jaringan periapikal.3-5
2.3 Teknik Irigasi Saluran Akar
Penggunaan bahan irigasi yang efektif dan efisien pada perawatan saluran
akar tidak terlepas dari jenis teknik irigasi yang digunakan selama proses cleaning
and shaping.29-31 Teknik irigasi dengan agitasi dapat menggunakan manual atau
dengan bantuan mesin. Penggunaan teknik tersebut memiliki keunggulan dalam
16
menghantarkan bahan irigasi hingga ke struktur anatomi saluran akar yang kompleks
dan sulit.
2.3.1 Teknik irigasi manual
Teknik irigasi dengan agitasi manual adalah teknik pemberian bahan irigasi ke
saluran akar menggunakan tangan tanpa menggunakan bantuan mesin. Contoh teknik
irigasi tersebut adalah irigasi spuit dengan jarum, brushes¸dan irigasi dinamik
manual.29-31
2.3.1.1 Teknik irigasi spuit dan jarum
Irigasi konvensional menggunakan spuit telah dianjurkan sebagai metode
yang efisien dalam pemberian bahan irigasi sebelum ditemukan aktivasi ultrasonik
pasif. Teknik ini masih digunakan secara luas baik oleh dokter gigi umum maupun
dokter gigi spesialis. Teknik tersebut dilakukan dengan pemberian bahan irigasi ke
saluran akar melalui jarum dengan diameter yang bervariasi baik secara pasif atau
dengan agitasi. Agitasi bahan irigasi dalam teknik ini dilakukan dengan menggeser
jarum dengan gerakan naik-turun sehingga menimbulkan aliran bahan irigasi yang
lebih agresif.29-31
Desain
jarum
terbaru
dikembangkan
untuk
meningkatkan
aktivasi
hidrodinamik bahan irigasi dan menurunkan ekstrusi bahan irigasi dan debris dari
apeks. Beberapa jenis jarum tersebut memiliki desain ujung yang terbuka dan
beberapa lainnya memiliki desain closed-ended; side-vented channels yang
memungkinkan cairan irigasi keluar ke arah aspek lateral.11-12,30 (Gambar 4) Setiap
desain jarum memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing. Jarum ujung terbuka
dapat menghasilkan tekanan shear dinding yang tinggi sehingga dapat meningkatkan
kemampuan membersihkan debris dentin pada dinding saluran akar.11 Jarum ujung
terbuka juga dapat memasukkan bahan irigasi ke jarak yang lebih dalam dan jauh dari
ujung jarum sehingga penggantian bahan irigasi dalam saluran akar lebih efisien jika
dibandingkan dengan jarum ujung tertutup.12 Akan tetapi, jarum ujung terbuka dapat
meningkatkan tekanan pada apikal sehingga menyebabkan ekstrusi debris dan bahan
17
irigasi ke jaringan periapikal sedangkan jarum ujung tertutup dapat menghindari
ekstrusi bahan irigasi ke jaringan periapikal karena lubang jarum berada di lateral
sehingga tekanan larutan tidak menuju ke arah apikal, tetapi ke arah dinding saluran
akar.10-12 Ketika melakukan irigasi, jarum harus dalam keadaan terbebas di dalam
saluran akar. Hal tersebut memungkinkan bahan irigasi untuk refluks dan
menyebabkan debris bergerak ke arah korona serta mencegah terdorongnya bahan
irigasi ke jaringan periapeks.29-30
Gambar 4. (A-C) Jarum ujung terbuka : (A) flat, (B) bevel, (C)
notched; (D-E) Jarum ujung tertutup: (D) side vented, (F)
double side vented, (E) multivented11
Pembilasan
mekanis
menggunakan
jarum
irigasi
dan
spuit
secara
konvensional relatif lemah karena penggunaan spuit tersebut masih memungkinkan
debris dan bakteri terjebak karena percabangan dan bentuk ireguler saluran akar yang
sulit dicapai cairan irigasi sehingga debridemen lebih sulit dilakukan. Penggunaan
EDTA dikombinasikan dengan NaOCl pada spuit khusus jenis closed-ended¸ sidevented yang dimasukkan hingga jarak 1 mm dari panjang kerja, masih meninggalkan
banyak smear layer pada daerah sepertiga apeks saluran akar.29-30
Faktor yang dapat meningkatkan efisiensi teknik ini adalah mengatur jarak
ujung jarum terhadap ujung apeks, volume cairan irigasi yang digunakan dan ukuran
jarum irigasi. Pemberian cairan irigasi yang pelan dan kombinasi pergerakan tangan
18
yang kontinyu (in and out) dapat mengurangi kecelakaan NaOCl yang terdorong ke
periapeks. Diameter jarum yang kecil dapat dipilih untuk mencapai kedalaman hingga
apeks saluran akar dan memungkinkan penetrasi cairan irigasi yang lebih efisien serta
debridemen yang efektif. 29-30 Akan tetapi, penetrasi jarum dalam saluran akar yang
lebih dalam meningkatkan kemungkinan ekstrusi bahan irigasi. Hal ini disebabkan
oleh jumlah vortex yang terbentuk dalam saluran akar akan berkurang. Vortex
merupakan aliran berpola siklus yang dapat meningkatkan tekanan shear dinding dan
kadar penggantian.(Gambar 5) Kecepatan aliran akan berkurang dengan setiap vortex
ke arah apikal sehingga dengan bertambahnya vortex yang terbentuk, kecepatan aliran
pada foramen apikal berkurang, kemungkinan ekstrusi bahan irigasi dan debris ikut
berkurang.11
a
b
c
d
e
Gambar 5. Jumlah vortex yang terbentuk pada jarak: (a) 1 mm, (b) 2 mm,
(c) 3 mm, (d) 4 mm, (e) 5 mm, dari panjang kerja11
2.3.1.2 Teknik irigasi manual dengan brushes
Teknik irigasi manual dengan brushes tidak secara langsung dapat
mengeluarkan cairan irigasi ke dalam saluran akar. Teknik ini digunakan sebagai
pelengkap untuk debridemen saluran akar atau agitasi cairan irigasi. Penggunaan alat
ini secara tidak langsung mempengaruhi perpindahan cairan irigasi di dalam saluran
19
akar. Pada studi dilaporkan adanya peningkatan kebersihan sepertiga tengah dinding
saluran akar yang dipreparasi dan agitasi antara jarum Navitip FX® (Ultradent
Products
Inc,
South
Jordan,
UT)
dengan
brushes
dibandingkan
tanpa
brushes.(Gambar 6) Namun, perbedaan tingkat kebersihan pada daerah apeks dan
sepertiga tengah tidak berbeda secara signifikan.30-31
Gambar 6. Instrumen Navitip FX® dengan brushes31
2.3.1.3 Teknik agitasi dinamik manual
Untuk memberikan efek pembersihan dan antimikrobial, bahan irigasi harus
berkontak langsung dengan dinding saluran akar. Namun, dalam suatu sistem tertutup
(apikal saluran akar ditutup oleh jaringan periapikal dan tulang) akan terbentuk gas
yang terkurung pada ujung sistem tersebut apabila diberikan cairan dari atas. Efek
tersbeut dikenal sebagai efek vapour lock, dimana biasanya terjadi pada perawatan
saluran akar sewaktu irigasi terutama pada 0-2 mm dari apeks.30-32
Gas yang terkurung pada 1/3 apikal saluran akar akan mencegah bahan irigasi
untuk mencapai ke 1/3 apikal saluran akar sehingga pembersihan tidak dapat terjadi
pada daerah tersebut. Hal ini menyebabkan 1/3 apikal tetap mengandung smear layer
dan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kontak antara bahan sealer dengan
dinding saluran akar berkurang karena berkurangnya adhesi sealer ke dentin dan
tubulus dentin sehingga terjadi infeksi sekunder.1,3,5,6,22,33 Teknik agitasi dinamik
manual telah terbukti efektif dalam menghilangkan efek vapour lock sehingga
meningkatkan pembersihan dan antimikrobial pada 1/3 apikal saluran akar.30,32-33
20
Dalam teknik ini, suatu bahan obturasi saluran akar seperti gutta-percha yang
sesuai dengan ukuran saluran akar yang dipreparasi dimasukkan sampai ke panjang
kerja setelah bahan irigasi diberikan pada saluran akar. Kemudian, bahan irigasi
diagitasi dengan menggeserkan gutta-percha tersebut dengan gerakan naik-turun.31,32
Suatu aliran hidrodinamik akan terbentuk dengan gerakan naik-turun yang berulangulang sehingga terjadi penggantian bahan irigasi pada daerah apikal saluran akar.
Dengan penggantian bahan irigasi tersebut, gas yang terkurung turut teragitasi
sehingga dibebaskan melalui orifisi saluran akar.32,33
2.3.2 Teknik irigasi dengan bantuan mesin
Teknik irigasi dengan agitasi bantuan mesin adalah teknik pemberian bahan
irigasi ke saluran akar menggunakan mesin. Beberapa contoh teknik irigasi tersebut
adalah teknik irigasi getaran sonik, getaran ultrasonik, dan EndoVac®.
2.3.2.1 Teknik Irigasi Sonik
Irigasi sonik berbeda dengan irigasi ultrasonik karena dioperasikan dengan
frekuensi yang lebih rendah (1-6 kHz) dan menghasilkan shear stress lebih rendah.
Energi sonik juga menghasilkan amplitudo yang lebih besar secara signifikan atau
pergerakan ujung instrumen back-and-forth yang lebih baik. Hal ini akan membentuk
daerah noda dan antinoda, dimana noda merupakan daerah tip yang mempunyai
pergerakan lateral yang minimal dan antinoda adalah pergerakan lateral yang
maksimal. Daerah antinoda terletak pada ujung tip dan daerah noda terletak pada
pemegang tip. Apabila tip sonik dipaksa ke arah 1/3 apikal saluran akar yang sempit,
pergerakan lateral akan terhambat sehingga menimbulkan vibrasi longitudinal.
Vibrasi longitudinal tersebut sangat efektif dalam membersihkan dinding saluran
akar.34 Contoh alat yang menggunakan teknik agitasi sonik adalah EndoAktivator®
(Dentsply Tulsa Dental Specialties, Tulsa, OK). (Gambar 7).
21
Gambar 7. Instrumen EndoActivator®31
2.3.2.2 Teknik irigasi ultrasonik
Dibandingkan dengan energi sonik, energi ultrasonik menghasilkan frekuensi
tinggi namun dengan amplitudo rendah. File tersebut didesain untuk osilasi dengan
frekuensi ultrasonik antara 25-30 kHz. Teknik agitasi ultrasonik yang biasanya
digunakan adalah irigasi ultrasonik pasif. Irigasi ultrasonik pasif dapat mentransfer
energi ultrasonik melalui suatu file yang berukuran kecil dan diletakkan sampai ke
panjang kerja. Oleh karena ukuran saluran akar dipreparasi lebih besar dari file
tesebut, file tersebut bebas bervibrasi sehingga menimbulkan aliran acoustic yang
dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi pembersihan bahan irigasi.35
Teknik agitasi ultrasonik dapat meningkatkan efisiensi bahan irigasi dalam
pembersihan dan efek antimikrobial dengan adanya aliran accoustic dan kavitasi.
Aliran accoustic merupakan suatu pergerakan cairan yang cepat dalam bentuk
sirkuler atau gerakan vortex di sekitar suatu file yang bervibrasi. (Gambar 8) Dengan
bertambahnya kecepatan aliran bahan irigasi, gesekan antara bahan irigasi dengan
dinding saluran akar akan meningkat sehingga tekanan shear pada dinding ikut
meningkat dan debris dentin dapat dibersihkan dari dinding saluran akar. Gerakan
sirkuler atau vortex juga dapat meningkatkan kadar penggantian bahan irigasi dalam
saluran akar sehingga debris tersebut dapat dikeluarkan dari orifisi dengan lebih
mudah dan cepat.30
22
Gambar 8. Aliran acoustic yang terjadi sekitar file4
2.3.2.3 Teknik irigasi dengan EndoVac® (Tekanan negatif)
EndoVac® didesain oleh Dr G.John Schoeffel dengan tujuan untuk irigasi dan
membersihkan debris pada daerah kontriksi apeks tanpa menyebabkan cairan keluar
ke jaringan periapeks. Sistem ini menggunakan prinsip tekanan negatif apeks melalui
sistem evakuasi bertekanan tinggi yang memungkinkan lewatnya bahan irigasi
dengan volume yang besar.36
Sistem EndoVac® (Discus Dental, Culver City, CA) terdiri dari mikrokanula
dan makrokanula yang terkoneksi melalui tabung ke syringe bahan irigasi dan highspeed suction pada dental unit. Makrokanula plastik memiliki ukuran sesuai dengan
K-file no 55 yang terbuka dengan tingkat keruncingan 2% dan terpasang pada
titanium handle untuk pembilasan pada bagian korona saluran akar. Mikrokanula
terbuat dari bahan stainless steel dan memiliki ukuran sesuai dengan K-file no 32
serta terdapat lubang kecil berjumlah empat dan berada pada posisi lateral dengan
ujung tertutup. Mikrokanula tersebut terpasang pada titanium fingerpiece untuk
irigasi pada bagian apeks saluran akar dengan posisi sepanjang kerja. (Gambar 9).
23
Gambar 9. (A) Makrokanula (B) Mikrokanula dengan 12 lubang berukuran 100µm pada ujungnya36
Mikrokanula dapat digunakan pada saluran akar yang dibersihkan dengan
K-file ukuran 35 atau lebih besar. Ketika irigasi, tip delivery/evacuation
mengeluarkan bahan irigasi ke dalam kamar pulpa dan menghisap sisa bahan irigasi
untuk mencegah kelebihan cairan. Kanula pada saluran akar secara simultan
menimbulkan tekanan negatif yang menarik bahan irigasi dari kamar pulpa masuk ke
saluran akar hingga ke ujung kanula, masuk ke kanula dan keluar melalui saluran
hisap. Aliran bahan irigasi yang baru secara konstan terjadi karena tekanan negatif
pada mikrokanula sepanjang kerja. Studi terbaru menunjukkan bahwa volume bahan
irigasi yang dialirkan oleh sistem EndoVac® secara signifikan lebih besar
dibandingkan volume cairan yang dialirkan dari irigasi jarum dan spuit konvensional
pada periode waktu yang sama. Penggunaan sistem EndoVac® untuk pembersihan
debris secara signifikan lebih baik hingga 1 mm dari panjang kerja dibanding teknik
irigasi konvensional. 30-32,36
2.4 Ekstrusi Bahan Irigasi dan Debris ke Jaringan Periapikal
Ekstrusi adalah keluarnya bahan irigasi melewati foramen apikal ke jaringan
periapikal dan menimbulkan komplikasi yang merugikan sewaktu melakukan proses
pembersihan serta irigasi.9 Bahan irigasi seperti larutan NaOCl mempunyai efek
toksisitas yang tinggi sehingga dapat menimbulkan komplikasi apabila berkontak
dengan jaringan vital, seperti kulit, mukosa, mata dan jaringan periapikal. Bahan
irigasi akan ekstrusi ke jaringan periapikal dengan mudah apabila teknik irigasi
berdasarkan konsep tekanan positif digunakan dalam perawatan saluran akar.9,37
24
2.4.1 Faktor penyebab ekstrusi bahan irigasi
Ekstrusi bahan irigasi ke jaringan periapikal akan terjadi apabila tekanan pada
apikal saluran akar lebih besar daripada back-pressure. Pada waktu memasukkan
bahan irigasi ke dalam saluran akar, tekanan dalam saluran akar akan meningkat,
terutama pada sepertiga apikal karena tekanan yang diberikan menuju apikal. Suatu
tekanan yang dinamakan back-pressure akan mencegah terjadinya ekstrusi jaringan
pulpa dan larutan irigasi melalui keseimbangan antara tekanan apikal dan backpressure.37
Salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan apikal adalah kecepatan aliran
(flow rate) bahan irigasi saluran akar.10 Boutsioukis et al (2010) telah menunjukkan
hubungan antara kecepatan aliran bahan irigasi dengan tekanan apikal pada saluran
akar. Apabila kecepatan aliran bahan irigasi semakin meningkat, maka tekanan apikal
dalam saluran akar akan meningkat sehingga kemungkinan terjadinya ekstrusi bahan
irigasi ke jaringan periapikal pun meningkat.10
Boutsioukis et al (2007) telah melakukan penelitian tentang kecepatan aliran
bahan irigasi dalam saluran akar dengan 3 jarum berukuran berbeda, yaitu 25G, 27G
dan 30G dengan jarak penetrasi jarum adalah 3mm dari panjang kerja dan NaOCl 1%
sebagai bahan irigasi. Hasilnya menunjukkan semakin besar diameter jarum, semakin
kecil kecepatan alirannya, yaitu 0,39ml/detik pada jarum ukuran 25G, 0,29ml/detik
pada jarum ukuran 27G dan 0,22ml/detik pada jarum ukuran 30G.11 Sedangkan untuk
tekanan rata-rata yang dapat diberikan saat irigasi saluran akar adalah 153,62 kPa
untuk jarum one side-vented 30G. 10
Selain itu, tipe desain ujung jarum yang digunakan dan jarak penetrasi jarum
dalam saluran akar juga ikut mempengaruhi tekanan apikal dalam saluran akar. Tipe
jarum yang berdesain ujung terbuka terbukti dapat menimbulkan tekanan apikal lebih
tinggi daripada jarum ujung tertutup.11-12 Penetrasi jarum irigasi semakin dekat ke
foramen apikal, maka efek pembersihan semakin meningkat, tetapi kemungkinan
ekstrusi bahan irigasi juga ikut meningkat.12 Tekanan apikal akan meningkat apabila
preparasi saluran akar tidak cukup lebar untuk penetrasi jarum irigasi sehingga
tersangkut dalam dalam saluran akar sebelum mencapai kedalaman yang diinginkan
25
dan tidak memberikan ruang yang cukup untuk aspirasi bahan irigasi ke orifisi.38
(Gambar 11)
Gambar 11. Jarum irigasi yang tidak tersangkut
dapat menyediakan ruang untuk aliran
larutan NaOCl ke koronal30
Parirokh et al (2012) pertama kali meneliti hubungan antara bahan irigasi
serta konsentrasi bahan irigasi dengan ekstrusi debris. Bahan irigasi yang digunakan
adalah klorheksidin 2%, NaOCl 2,5% dan 5%, dengan teknik preparasi disamakan
yaitu crown-down menggunakan Hero rotary instrument dan teknik irigasi manual
dengan jarum irigasi side-vented ukuran 28G dan jarak penetrasi jarum 2 mm dari
panjang kerja. Hasilnya menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara NaOCl
5% dengan 2 kelompok lainnya dimana NaOCl 5% memiliki ekstrusi debris tertinggi
dibanding NaOCL 2,5% dan khlorheksidin. Hal ini membuktikan bahwa bahan irigasi
dan konsentrasinya memberi pengaruh terhadap jumlah ekstrusi debris. Hal ini dapat
disebabkan oleh kemampuan larutan irigasi untuk melarutkan jaringan dan dinding
dentin dan nekrotik. 13
2.4.2 Komplikasi ekstrusi debris dan bahan irigasi
Jika terjadi ekstrusi debris dan bahan irigasi, maka bahan irigasi akan
menembus jaringan dan mengaktivasi mekanisme sistem pertahanan tubuh untuk
mengeliminasi bahan asing tersebut, seperti perubahan vaskularisasi dan aktivasi
26
mekanisme inflamasi. Dengan adanya proses inflamasi dan pembentukan
prostaglandin E2, pasien akan merasa sakit dan terjadi edema. Bila larutan sodium
hipoklorit ekstrusi ke jaringan periapikal, dapat menyebabkan luka pada jaringan.1,5,9
hal ini dapat disebabkan oleh sifat basa kuat dari larutan NaOCl yang iritatif dan
korosif sehingga menyebabkan luka pada jaringan periapikal.9,37 Iritasi parah pada
nervus mentalis atau nervus alveolaris inferior dapat menyebabkan parastesi. Infeksi
sekunder seperti sinusitis maksilaris sering terjadi apabila ekstrusi bahan irigasi ke
sinus maksilaris.9,37,39 (Gambar 12)
Oleh karena itu, diperlukan suatu bahan alami yang dapat dikembangkan
sebagai bahan irigasi alternatif saluran akar yang memiliki khasiat lebih baik, lebih
biokompatibel dan mudah didapat sehingga meski terdapat ekstrusi bahan irigasi,
tidak menimbulkan reaksi toksik. Hal ini sesuai dengan fokus area kegiatan
penelitian, pengembangan dan rekayasa untuk pembangunan nasional (JAKSTRA
2000-2004) antara lain menyangkut penggunaan tanaman tradisional dan limbah
alam.
Gambar 12. Pembengkakan dan ekimosis pada pipi dan dagu kiri
pasien yang disebabkan ekstrusi NaOCl 3% sewaktu
melakukan perawatan saluran akar pada gigi 33.8
27
2.5 Kitosan
Kitosan poly-ß-1,4-glukosamin merupakan produk deasetilasi dari kitin dalam
larutan NaOH pekat yang merupakan biopolimer alami kedua terbanyak di alam
setelah selulosa. Kitin banyak terkandung pada hewan laut berkulit keras seperti
udang, rajungan, kepiting, blangkas, serangga, moluska, dan dinding jamur seperti
klas zygomycetes.14,40
Kitosan hanya dapat larut dalam pelarut asam seperti asam, asam formiat,
asam laktat, asam sitrat dan asam hidrokolat. Kitosan tidak dapat larut dalam air,
alkali dan asam mineral encer kecuali dibawah kondisi tertentu, yaitu dengan adanya
sejumlah pelarut asam. Adanya gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat
menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan menyumbang
sifat polielektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai amino penanti.14-15,40
Disamping itu, kitosan dapat berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti
protein sehingga kitosan relatif banyak digunakan dalam bidang kesehatan karena
mempunyai sifat istimewa yaitu biokompatibilitas, biodegradabilitas, bioadhesi, tidak
bersifat toksik dan bioaktif, tidak menyebabkan reaksi imunologi, dan tidak
menyebabkan kanker.14 Berikut adalah struktur bangun kitin dan kitosan yang
menunjukkan bahwa kandungan utama kitin dan kitosan adalah polimer polisakarida
dan gugus amino dan reaksi deasetilisasi. (Gambar 13)
Gambar 13. Reaksi deasetilisasi kitin menjadi kitosan14
28
Berdasarkan viskositasnya, berat molekul kitosan terbagi menjadi tiga, yaitu
kitosan bermolekul rendah, bermolekul sedang, dan bermolekul tinggi. Kitosan
bermolekul rendah yaitu kitosan dengan berat molekul di bawah 400.000 MV.
Kitosan bermolekul sedang yaitu kitosan dengan berat molekul antara 400.000800.000 MV yang berasal dari hewan laut dengan cangkang atau kulit yang lunak,
misalnya udang, cumi-cumi, dan rajungan. Kitosan bermolekul tinggi yaitu kitosan
dengan berat molekul antara 800.000-1.100.000 MV yang berasal dari hewan laut
berkulit keras seperti kepiting, kerang dan blangkas.14,15
2.5.1 Sifat antibakteri kitosan
Dalam beberapa literatur, dinyatakan bahwa berat molekul kitosan
mempengaruhi kemampuan daya larut dan aktivitas antibakterialnya. Kitosan dengan
berat molekul rendah berpenetrasi ke dalam sel bakteri dan memasuki DNA bakteri
untuk menghambat transkripsi dan akibatnya translasi, serta lebih mudah larut.
Sementara kitosan bermolekul tinggi bekerja sebagai agen chelating, berikatan
dengan membran sel.40
Mekanisme antimikrobial dari kitosan hingga saat ini belum dapat dijelaskan
sepenuhnya karena terdapat beberapa mekanisme dalam berbagai literatur. Beberapa
menyatakan bahwa gugus amino dari kitosan akan terprotonasi ketika berkontak
dengan cairan fisiologis dan jika berikatan dengan gugus anion, akan menyebabkan
aglutinasi sel mikroba dan menghambat pertumbuhan sel. Yadav, Bhise (2004)
melaporkan bahwa ketika kitosan berinteraksi dengan sel bakteri, kitosan
menyebabkan pemindahan ion Ca++ dari anion membran yang dapat merusak sel
bakteri. Literatur lain menyebutkan terdapat interaksi antara kandungan positif
kitosan dan kandungan negatif dinding sel bakteri yang menyebabkan hancur dan
hilangnya unsur intraseluler yang penting dari mikroorganisme.40 Chung et al (2004)
melaporkan bahwa kitosan (2.500 pm) dan derivatnya (75% DD dan 95%) terbukti
lebih efektif untuk bakteri gram negatif dibanding dengan gram positif. Aktivitas
antibakteri kitosan berhubungan dengan karakteristik dari struktur permukaan dinding
29
sel bakteri, dimana kitosan akan lebih mudah berikatan dengan bahan yang
mengandung protein. Selain itu, suasana lebih asam (pH=4) dan derajat deasetilisasi
tinggi (95% DD), kitosan akan bermuatan positif dan lebih mudah mengangkat grup
amino (NH3+). Hal ini akan mempermudah penyerapan bakteri terhadap kitosan,
dibandingkan dengan kitosan dalam suasana pH=5 dan derajat deasetilisasi rendah
(75% DD). Semakin besar kitosan yang diserap bakteri, maka semakin besar pula
perubahan struktur dinding sel bakteri dan perubahan permeabilitas membran sel
bakteri.14,42
2.5.2 Kitosan blangkas molekul tinggi
Kitosan blangkas bermolekul tinggi pertama kali digunakan oleh Trimurni et
al sebagai biomaterial untuk perawatan kaping pulpa pada pulpa yang terbuka dan
mengalami inflamasi reversible. Sebanyak 500 gram kulit blangkas diproses sehingga
menghasilkan 1200 gram kitin yang kemudian menjadi kitosan sebanyak 70,8%.
Berat molekul kitosan blangkas yang diperoleh adalah 870.000 MV.15
Penelitian Tarigan G dan Trimurni (2008) membuktikan bahwa kitosan
blangkas dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans. Penelitian Banurea
dan Trimurni (2008) menunjukkan bubuk kitosan blangkas bermolekul tinggi
bereaksi positif sebagai antibakteri terhadap bakteri Fusobacterium nucleatum.
Rahmy dan Trimurni (2009) meneliti larutan kitosan blangkas 1% dan 0,5% yang
diaplikasikan dengan pelarut gliserin ternyata mampu menghambat bakteri
Fusobacterium nucleatum jika digunakan sebagai pengembangan bahan dressing
saluran akar. Ivanti dan Trimurni (2009) menyatakan bahwan kitosan blangkas
bermolekul tinggi dengan pelarut gliserin memiliki efek antifungal dan dapat
menghambat pertumbuhan Candida albicans.15-19
2.5.3 Aplikasi klinis kitosan
Penggunaan kitosan di bidang kedokteran gigi sudah mulai dikembangkan,
seperti kitosan sebagai pasta gigi (Chitodent), larutan mouthwash, permen karet, dan
lainnya.14 Tarsi et al (1997) mengembangkan obat kumur yang mengandung kitosan
30
dalam menghambat bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut.40 Penelitian
lain oleh Sano et al (2003) juga menunjukkan penggunaan sehari-hari obat kumur
yang mengandung kitosan 5% mampu mengurangi plak pada gigi dan bakteri
Streptococcus mutans pada saliva secara signifikan bila dibandingkan dengan
plasebo.41
Silva et al (2012) meneliti larutan kitosan sebagai bahan chelator pada
tindakan irigasi saluran akar dilihat dari kemampuan kitosan sebagai smear layer
removal dan konsentrasi ion kalsium yang terdapat pada larutan ini setelah digunakan
untuk irigasi. Silva melakukan penelitian terhadap 25 kaninus yang dibagi menjadi
lima grup dan masing-masing diberi bilasan akhir yang berbeda dengan EDTA 15%;
0,2 kitosan; asam sitrat 10%; asam asetat 1% dan terakhir tanpa bilasan akhir.
Hasilnya menunjukkan bahwa 0,2% kitosan efektif mengangkat smear layer
anorganik pada setengah dan sepertiga apikal saluran akar dan memberi efek yang
sama baiknya dengan 15% EDTA pada demineralisasi dentin dengan waktu irigasi
selama 3 menit.20 Hal ini memberi kesimpulan bahwa kitosan memiliki fungsi dan
efek yang sama seperti EDTA pada tindakan irigasi saluran akar.
Palma-Dibb et al (2012) meneliti efek kitosan pada konsentrasi dan larutan
yang berbeda terhadap permukaan dentin setelah diberi perlakuan selama 10 detik.
Palma-Dibb membagi sampel menjadi sembilan kelompok, yaitu kelompok kontrol
(35% phosphoric acid gel – pH= 1,5); K2- asam asetat (pH=3); K3- asam hidroklorik
(pH=1,5); K4-0,2% larutan kitosan dalam asam asetat; K5-0,3% larutan kitosan
dalam asam asetat; K6-0,4% larutan kitosan dalam asam asetat; K7-0,2% larutan
kitosan dalam asam hidroklorik; K8-0,3% larutan kitosan dalam asam hidroklorik;
K9-0,4% larutan kitosan dalam asam hidroklorik. Hasilnya menunjukkan larutan
kitosan dalam asam asetat tidak memberikan efek demineralisasi yang baik dan hanya
mengangkat smear layer saja, sedangkan kitosan 0,4% dalam asam hidroklorik
memberi hasil yang lebih baik yaitu menghasilkan permukaan dentin tanpa smear
layer dan terdapat collagen network.21
31
Namun hingga saat ini belum ada penelitian mengenai kitosan blangkas
(Tachypleus gigas) molekul tinggi (DD 84,20% dan berat molekul 893.000 Mv)
sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar dilihat dari jumlah ekstrusi debris yang
terjadi.
32
2.6 Kerangka Teori
TINDAKAN IRIGASI
SALURAN AKAR
Molekul
Rendah
Molekul
Sedang
TEKNIK
IRIGASI
BAHAN
IRIGASI
KITOSAN
Molekul
Tinggi
1. Memiliki
spektrum
antimikroba
2. Dapat
dikembangkan
menjadi
biomaterial alami
3. Biokompatibel
4. Biodegradable
5. Mudah didapat
6. Memiliki efek
chelator
7. Mampu
melarutkan
jaringan
Syarat
TIPE
1. Memiliki
spektrum
antimikroba &
desinfektan
2. Mampu
melarutkan
jaringan nekrotik
3. Mengangkat
smear layer
4. Tegangan
permukaan rendah
5. Toksisitas rendah
6. Pelumas yang
baik
1. NaOCl
2. Klorheksidin
3. Hidrogen
peroksida
4. EDTA
5. MTAD
1. Manual
1. Konvensional
spuit & jarum
2. Manual
dinamik
3. Manual brushes
2. Bantuan mesin
1. Rotary brushes
2. Sonik
3. Ultrasonik
4. Alternasi
tekanan
5. Tekanan negatif
6. Pressure-action
EKSTRUSI
BAHAN IRIGASI
1. Faktor penyebab
1. Tekanan
apikal
2. Kecepatan
aliran
3. Desain ujung
jarum
4. Teknik
instrumentasi
5. Bahan irigasi
2. Komplikasi
ekstrusi bahan
irigasi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kompleksitas
anatomi
saluran
akar;
tubulus-tubulus
dentin,
invasi
mikroorganisme ke dalam tubulus dentin, cul-de-sacs, fins dan saluran lateral,
merupakan hambatan terbesar dalam proses pembersihan dan pembentukan (cleaning
and shaping) saluran akar dengan metode mekanik secara instrumentasi.22 Irigasi
saluran akar merupakan tahap penting yang menunjang keberhasilan perawatan
saluran akar karena irigasi mampu mencapai daerah-daerah saluran akar yang tidak
dapat dicapai dengan preparasi saluran akar. Larutan irigasi mampu berpenetrasi ke
dalam tubulus-tubulus dentin dan mematikan mikroorganisme di dalamnya.1,3,5-7,22
Larutan irigasi memudahkan pengeluaran smear layer, yaitu jaringan
nekrotik, mikroorganisme dan serpihan dentin yang terbentuk selama tahap
pembersihan dan pembentukan (cleaning and shaping) saluran akar dengan aksi
bilasan larutan irigasi. Keberadaan smear layer dalam saluran akar dapat
menyebabkan obturasi tidak hermetis karena debris organik dalam smear layer dapat
menjadi tempat berkembangnya bakteri dan mencegah sealer berkontak dengan
dinding saluran akar yang dapat menyebabkan kebocoran.1,5 Pengangkatan smear
layer pada tindakan irigasi membuat bahan pengisi dapat beradaptasi dengan baik
pada dinding saluran akar dan meningkatkan adhesi sealer ke dentin serta
berpenetrasi ke tubulus dentin.1,3,6,5,22
2.1 Syarat Bahan Irigasi Saluran Akar
Zehnder (2006) menyatakan bahwa larutan irigasi yang ideal harus memenuhi
syarat sebagai berikut:1,4-6,22
a. Memiliki spektrum antimikroba yang luas dan efektifitas tinggi terhadap
mikroorganisme aerobik dan fakultatif.
b. Mampu melarutkan jaringan nekrotik dan vital.
c. Menginaktifkan endotoksin.
8
d. Mencegah pembentukan smear layer selama instrumentasi atau melarutkannya.
e. Memiliki tegangan permukaan yang rendah sehingga dapat mencapai tubulus
dentin dengan mudah.
f. Efektif mendesinfeksi saluran akar.
g. Tidak toksik atau toksisitas rendah
h. Dapat menjadi pelumas yang baik.
Sebagai tambahannya, bahan irigasi yang ideal harus mudah didapatkan,
harga terjangkau, mudah digunakan dan disimpan dalam waktu lama, tidak
menyebabkan lesi periapikal dan reaksi anafilaktik. Selain itu, terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi efektifitas larutan irigasi, yaitu:4
a. Konsetrasi; semakin tinggi konsentrasi larutan, semakin baik efektifitasnya
sebagai larutan irigasi. Namun hal ini dapat menyebabkan sitotoksisitas yang lebih
tinggi pula.
b. Kontak; larutan irigasi harus dapat berkontak dengan substrat (mikroba, jaringan
organik) agar mampu melarutkan atau mengangkat debris keluar saluran akar.
c. Adanya jaringan organik; jaringan organik mampu mengurangi efektifitas
medikamen,
karena
itu
jaringan
organik
harus
disingkirkan
secara
chemomechanical dengan instrumentasi dan irigasi secara simultan.
d. Jumlah larutan yang digunakan; Baber et al membuktikan bahwa semakin banyak
larutan yang diirigasikan kedalam saluran akar, semakin tinggi pula efektifitasnya
untuk mengangkat smear layer.
e. Ukuran jarum irigasi; umumnya, ukuran jarum yang digunakan dalam irigasi
saluran akar adalah 27G dan 28G karena dapat masuk ke saluran akar lebih dalam
untuk debridemen yang lebih baik.
f. Tegangan permukaan larutan irigasi; semakin rendah tegangan permukaan larutan
tersebut, maka efek basah yang ditimbulkannya semakin baik.
g. Temperatur larutan irigasi; menghangatkan larutan irigasi (NaOCl) dapat
meningkatkan efektifitasnya.
h. Frekuensi irigasi; semakin sering irigasi dilakukan, maka pembersihan yang
dilakukan semakin baik.
9
i. Diameter saluran akar; semakin besar saluran akar yang dibentuk, akan
memudahkan jarum untuk masuk lebih dalam dan cairan irigasi dapat
membersihkan dari sepertiga apikal.
Pada umumnya, untuk meningkatkan efek basah dan penetrasi ke tubulus
dentin, bahan irigasi sering dimodifikasi dengan penambahan bahan detergen.
Detergen dapat mengurangi tegangan permukaan bahan irigasi sehingga bahan irigasi
dapat berpenetrasi ke daerah yang sulit dicapai dan meningkatkan efek
pembersihan.3,4
2.2 Tipe Bahan Irigasi Saluran Akar
Hingga saat ini, belum ada bahan irigasi tunggal yang mampu memenuhi
kriteria bahan irigasi ideal di atas sehingga bahan-bahan irigasi sering dikombinasi
penggunaannya agar dapat memenuhi kriteria tersebut. Ada empat tipe bahan irigasi
yang digunakan, yaitu bahan irigasi bersifat desinfektan, bahan irigasi bersifat
oksidasi, bahan irigasi chelator dan bahan irigasi yang dimodifikasi.
2.2.1 Sodium hipoklorit
Sodium hipoklorit pertama kali diperkenalkan oleh Henry Drysdale Dakin
pada Perang Dunia I. Dakin memperkenalkan sodium hipoklorit dengan konsentrasi
0,5%. Kemudian sodium hipoklorit digunakan oleh Wakler (1936) sebagai perawatan
untuk saluran akar dan pada tahun 1941 Grossman menggunakan 5% larutan ini
sebagai medikamen.3-6
Sodium hipoklorit merupakan larutan irigasi yang paling sering digunakan
oleh endodontis karena larutan ini mampu memenuhi karakter bahan irigasi ideal
paling banyak. Sodium hipoklorit memiliki spektrum antimikroba yang luas, dapat
menjadi pelumas yang baik, mampu melarutkan jaringan nekrotik, ekonomis dan
banyak tersedia.4,6 Akan tetapi, sodium hipoklorit memiliki tegangan permukaan
yang tinggi sehingga kemampuannya untuk membasahi dentin rendah, toksisitasnya
terhadap jaringan tinggi dan memiliki bau dan rasa yang kurang enak.3-6,22-24
10
Dalam air, sodium hipoklorit berionisasi menjadi sodium hidroksida (NaOH)
dan asam hipoklorit (HOCl).5,6,24,25 Saat sodium hipoklorit berkontak dengan materi
organik, beberapa reaksi kimiawi terjadi, seperti fatty acids bereaksi dengan sodium
hidroksida membentuk sabun dan gliserol (reaksi saponifikasi), asam amino bereaksi
sodium hidroksida membentuk garam dan air (reaksi netralisasi) dan juga bereaksi
dengan asam hipoklorit membentuk chloramine dan air.24,25 Semua produk akhir
tersebut dapat larut dalam bahan irigasi sehingga dapat dieliminasi melalui orifisi
saluran akar.17 Mekanismenya dapat dilihat pada Gambar 1-3.24,25
Gambar 1. Reaksi saponifikasi
Reaksi saponifikasi mampu melarutkan asam lemak dan jaringan organik
menjadi sabun (soap) dan gliserol (alkohol), yang mengurangi tegangan permukaan
larutan.
Gambar 2. Reaksi netralisasi asam amino
Reaksi netralisasi asam amino mampu menurunkan pH dengan cara
mengeluarkan ion hidroksil.
11
Gambar 3. Reaksi kloraminasi
Hypochlorous acid yang terdapat dalam larutan ini mampu menghasilkan
chlorine yang kemudian berekasi dengan gugus asam amino membentuk chloramines
yang mampu menghambat metabolisme sel mikroba.
Mekanisme antibakteri larutan sodium hipoklorit bergantung pada ion
klornya. Ion klor akan mengoksidasi kelompok –SH pada enzim-enzim utama bakteri
secara irreversibel sehingga menghambat fungsi metabolik pada bakteri. Selain itu,
ion klor juga dapat berikatan dengan komponen sitoplasmik bakteri dan membentuk
senyawa N-chloro yang merupakan kompleks bertoksik sehingga dapat merusak
mikroorganisme.
Konsentrasi yang umum digunakan adalah 0,5-5,2%. Efek antimikroba dan
efek melarutkan jaringan organik akan meningkat seiring dengan meningkatnya
konsentrasi larutan, begitu pula dengan sifat toksisitasnya.6,22-23 Sodium hipoklorit
dengan konsentrasi tinggi 5,2% mampu mengurangi modulus elastik dan kekuatan
dentin, tetapi tidak demikian dengan konsentrasi rendah 0,5%. Hal ini karena aksi
proteolitik 5,25% sodium hipoklorit tidak hanya melarutkan jaringan pulpa, tetapi
juga melarutkan kolagen dentin. Namun, sodium hipoklorit 5% lebih toksik
dibandingkan dengan 0,5%.5,6 Penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa sodium
hipoklorit 1% lebih biokompatibel dan juga memiliki kemampuan untuk melarutkan
sisa jaringan dengan sempurna, namun perlu waktu aplikasi yang lebih lama sehingga
kurang praktis dan efektif.5
Konsentrasi
larutan
bukan
faktor utama yang mempengaruhi
efek
antimikrobial dan efek melarutkan jaringan organik dari sodium hipoklorit. Hal ini
12
karena ion klor tidak stabil dan dapat dengan cepat habis digunakan dalam
membunuh bakteri dan melarutkan jaringan. Dalam tempo dua menit, konsentrasi ion
klor bebas akan berkurang hingga berada di bawah konsentrasi efektif. Dengan
demikian, kecepatan aliran larutan sodium hipoklorit dalam saluran akar dan
penggantian larutan sodium hipoklorit yang baru lebih penting dalam meningkatkan
efek larutan sodium hipoklorit.24
Stojicic et al (2010) meneliti pengaruh konsentrasi, temperatur, agitasi dan
penambahan surfaktan terhadap kemampuan sodium hipoklorit melarutkan jaringan.23
Hasilnya, menunjukkan meningkatnya temperatur dan agitasi kontinu dapat
meningkatkan efek sodium hipoklorit dalam melarutkan jaringan. Oleh karena itu,
konsentrasi sodium hipoklorit yang dianjurkan adalah 2,5% karena dengan
menghangatkan temperatur larutan konsentrasi rendah, efektifitasnya untuk
melarutkan jaringan dan antimikrobial pun meningkat seperti konsentrasi tinggi pada
temperatur ruangan.4,5,6,23
Vahdaty et al (1993) cit Estrella et al (2003) menganalisa efektifitas sodium
hipoklorit 2% dengan klorheksidin 2% pada tubulus dentin yang terinfeksi E.
faecalis. Hasilnya menunjukkan bahwa sodium hipoklorit dan klorheksidin memiliki
efektifitas yang hampir sama dalam membunuh mikroorganisme. Sedangkan, sodium
hipoklorit 5% memiliki efektifitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
klorheksidin 2% namun perbedaannya tidak signifikan.27
Banyak penelitian yang
telah dilakukan untuk mengkombinasi sodium hipoklorit dengan bahan lain dalam
tindakan irigasi dan medikamen saluran akar. Sodium hipoklorit sering dikombinasi
dengan kalsium hidroksida, EDTA atau klorheksidin. Kombinasi sodium hipoklorit
sebagai irigasi dan EDTA sebagai final irrigation menunjukkan efek entimikroba
yang lebih efektif dihubungkan dengan kemampuan mengangkat smear layer oleh
EDTA.4,22,27
13
2.2.2 Klorheksidin
Klorheksidin merupakan bahan kimiawi antiplak yang efektif dan sering
digunakan untuk perawatan periodontal dan pencegahan karies. Klorheksidin efektif
membunuh Streptococcus mutans dan Lactobacillus. Klorheksidin glukonat
merupakan molekul kation yang bertindak dengan cara mengabsorbsi kedalam
dinding sel mikroorganisme dan merusak integrasi membran plasma yang dapat
menyebabkan kebocoran pada komponen intraselularnya.4-6
Klorheksidin yang digunakan dalam perawatan endodonti sebagai larutan
irigasi adalah klorheksidin 2%.3 Pada penelitian in vitro menguji efek antimikroba
antara klorheksidin dengan sodium hipoklorit, menunjukkan bahwa waktu yang
dibutuhkan klorheksidin 1% dan 2% untuk mengeliminasi mikroorganisme hampir
sama dengan waktu yang dibutuhkan oleh sodium hipoklorit 5,2%. Gomes et al,
menyatakan bahwa klorheksidin (0,2%, 1% dan 2%) sama efektifnya dengan sodium
hipoklorit 5,2% dalam membunuh E.faecalis. Yesilsoy et al menemukan bahwa
klorheksidin 2% sama efektifnya dengan sodium hipoklorit 5,2% dalam Petri dish
test menggunakan S.mutans, Peptostreptococcus micros, Prevotella intermediate, dan
Porphyromonas gingivalis.5
Klorheksidin mempunyai efek yang unik, yaitu substantivitas. Dengan adanya
efek substantivitas, klorheksidin mempunyai efek antimikrobial yang terus menerus
dan durasi efek yang lebih panjang 72 jam hingga 21 hari, yang mampu membunuh
bakteri yang berpenetrasi hingga 382 micron dalam tubulus. Hal ini disebabkan oleh
sifat kationik klorheksidin yang dapat berikatan dengan dentin dan enamel gigi.5
Meski efek antimikroba klorheksidin tidak jauh berbeda dengan sodium
hipoklorit dan memiliki durasi yang lebih panjang, klorheksidin tetap tidak mampu
menggantikan larutan sodium hipoklorit sebagai bahan irigasi utama karena
klorheksidin tidak mampu melarutkan jaringan organik. Oleh karena itu, klorheksidin
sering dijadikan sebagai pembilas terakhir (final irrigation).6
14
2.2.3 Hidrogen peroksida
Secara umum, hidrogen peroksida (H2O2) digunakan untuk desinfeksi dan
sterilisasi. Larutan ini jernih, tidak berwarna dan memiliki variasi konsentrasi (1%
hingga 30%) yang digunakan dalam kedokteran gigi. Dalam lingkungan, hidrogen
peroksida aman digunakan karena dapat diurai menjadi hidrogen dan air.4,5
Hidrogen peroksida aktif membunuh virus, bakteri, jamur, dan spora.
Hidrogen peroksida memproduksi gugus hidroksil (-OH) yang mampu melawan
komponen protein dan DNA bakteri. Hidrogen peroksida juga dapat mengoksidasi
gugus sulfhydryl yang mampu mengganggu reaksi metabolisme bakteri.5
Konsentrasi yang sering digunakan pada irigasi saluran akar adalah hidrogen
peroksida 3%.4,5 Siquera et al menunjukkan bahwa hidrogen peroksida tidak lebih
efektif bila dibandingkan dengan sodium hipoklorit dalam membunuh bakteri
E. Faecalis. Karena itu, hidrogen peroksida lebih populer dalam membersihkan
saluran akar dari sisa-sisa darah dan jaringan.5
2.2.4 EDTA
Ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) merupakan bahan irigasi chelator
yang paling sering digunakan dalam saluran akar.1,3,4-7 Bahan irigasi chelator amat
penting dalam pembersihan saluran akar karena kemampuannya mengeliminasi
jaringan anorganik, seperti debris dentin dan smear layer. Konsentrasi yang sering
digunakan dalam endodonti adalah EDTA 17% dengan pH 7. EDTA mengeliminasi
jaringan anorganik dengan cara mendemineralisasi jaringan anorganik, menggantikan
ion kalsium dengan ion natrium sehingga membentuk senyawa baru yang larut dalam
bahan irigasi. Oleh karena itu, dengan membersihkan dan mengangkat jaringan yang
terinfeksi mikroorganisme, EDTA memiliki peran dalam mengeliminasi bakteri
dalam saluran akar.5,6
Meskipun demikian, EDTA tetap saja tidak memiliki efek antimikroba dan
tidak mampu mengeliminasi jaringan organik dari smear layer. Oleh karena itu,
EDTA sering dikombinasikan dengan sodium hipoklorit secara bergantian atau
digunakan sebagai lubrikan saat instrumentasi mekanik.5,6
15
Manfaat EDTA dalam mengangkat jaringan anorganik dari smear layer dan
sodium hipoklorit dalam antimikroba dan mengangkat jaringan organik telah
membuat kombinasi baru dalam irigasi saluran akar yang mampu membersihkan
hingga tubulus-tubulus dentin dan menghasilkan permukaan dentin yang lebih bersih
saat sodium hipoklorit digunakan sebagai pembilas terakhir.3 Meskipun demikian,
penggunaan kombinasi keduanya dapat menyebabkan perubahan pada struktur
dentin.27,28 Pengunaan EDTA dalam kurun waktu 1 menit mampu mengangkat smear
layer dengan baik, namun penggunaan EDTA dalam kurun waktu 10 menit dapat
membuat erosi yang parah pada peritubular dan intertubular dentin.28
2.2.5 MTAD
Bahan irigasi baru yang saat ini sedang dikembangkan adalah Mixture of
Tetracyclin, Acid and Detergent (MTAD). MTAD pertama kali diperkenalkan oleh
Torabinejad et al (2000) sebagai bahan smear layer removal. MTAD merupakan
bahan irigasi yang dimodifikasi untuk meningkatkan efek pembersihan dan efek
antimikrobial. Torabinejad et al menunjukkan bahwa MTAD mampu mengangkat
smear layer dengan lebih aman dan efektif melawan bakteri E. Faecalis.1,3-5
MTAD terdiri dari tetracycline (dosisiklin 3%) yang mengandung spektrum
antibiotik, substantivitas dari dosisiklin, dan mengangkat smear layer; asam organik
(citric acid 4,25%) yang bakterisidal; dan detergen (Tween 80) yang mengurangi
tegangan permukaan.4,5 MTAD memiliki efek samping toksik yang lebih rendah jika
dibandingkan
dengan
larutan
sodium
hipoklorit
karena
mempunyai
sifat
biokompatibilitas yang tinggi sehingga tidak mengiritasi jaringan periapikal.3-5
2.3 Teknik Irigasi Saluran Akar
Penggunaan bahan irigasi yang efektif dan efisien pada perawatan saluran
akar tidak terlepas dari jenis teknik irigasi yang digunakan selama proses cleaning
and shaping.29-31 Teknik irigasi dengan agitasi dapat menggunakan manual atau
dengan bantuan mesin. Penggunaan teknik tersebut memiliki keunggulan dalam
16
menghantarkan bahan irigasi hingga ke struktur anatomi saluran akar yang kompleks
dan sulit.
2.3.1 Teknik irigasi manual
Teknik irigasi dengan agitasi manual adalah teknik pemberian bahan irigasi ke
saluran akar menggunakan tangan tanpa menggunakan bantuan mesin. Contoh teknik
irigasi tersebut adalah irigasi spuit dengan jarum, brushes¸dan irigasi dinamik
manual.29-31
2.3.1.1 Teknik irigasi spuit dan jarum
Irigasi konvensional menggunakan spuit telah dianjurkan sebagai metode
yang efisien dalam pemberian bahan irigasi sebelum ditemukan aktivasi ultrasonik
pasif. Teknik ini masih digunakan secara luas baik oleh dokter gigi umum maupun
dokter gigi spesialis. Teknik tersebut dilakukan dengan pemberian bahan irigasi ke
saluran akar melalui jarum dengan diameter yang bervariasi baik secara pasif atau
dengan agitasi. Agitasi bahan irigasi dalam teknik ini dilakukan dengan menggeser
jarum dengan gerakan naik-turun sehingga menimbulkan aliran bahan irigasi yang
lebih agresif.29-31
Desain
jarum
terbaru
dikembangkan
untuk
meningkatkan
aktivasi
hidrodinamik bahan irigasi dan menurunkan ekstrusi bahan irigasi dan debris dari
apeks. Beberapa jenis jarum tersebut memiliki desain ujung yang terbuka dan
beberapa lainnya memiliki desain closed-ended; side-vented channels yang
memungkinkan cairan irigasi keluar ke arah aspek lateral.11-12,30 (Gambar 4) Setiap
desain jarum memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing. Jarum ujung terbuka
dapat menghasilkan tekanan shear dinding yang tinggi sehingga dapat meningkatkan
kemampuan membersihkan debris dentin pada dinding saluran akar.11 Jarum ujung
terbuka juga dapat memasukkan bahan irigasi ke jarak yang lebih dalam dan jauh dari
ujung jarum sehingga penggantian bahan irigasi dalam saluran akar lebih efisien jika
dibandingkan dengan jarum ujung tertutup.12 Akan tetapi, jarum ujung terbuka dapat
meningkatkan tekanan pada apikal sehingga menyebabkan ekstrusi debris dan bahan
17
irigasi ke jaringan periapikal sedangkan jarum ujung tertutup dapat menghindari
ekstrusi bahan irigasi ke jaringan periapikal karena lubang jarum berada di lateral
sehingga tekanan larutan tidak menuju ke arah apikal, tetapi ke arah dinding saluran
akar.10-12 Ketika melakukan irigasi, jarum harus dalam keadaan terbebas di dalam
saluran akar. Hal tersebut memungkinkan bahan irigasi untuk refluks dan
menyebabkan debris bergerak ke arah korona serta mencegah terdorongnya bahan
irigasi ke jaringan periapeks.29-30
Gambar 4. (A-C) Jarum ujung terbuka : (A) flat, (B) bevel, (C)
notched; (D-E) Jarum ujung tertutup: (D) side vented, (F)
double side vented, (E) multivented11
Pembilasan
mekanis
menggunakan
jarum
irigasi
dan
spuit
secara
konvensional relatif lemah karena penggunaan spuit tersebut masih memungkinkan
debris dan bakteri terjebak karena percabangan dan bentuk ireguler saluran akar yang
sulit dicapai cairan irigasi sehingga debridemen lebih sulit dilakukan. Penggunaan
EDTA dikombinasikan dengan NaOCl pada spuit khusus jenis closed-ended¸ sidevented yang dimasukkan hingga jarak 1 mm dari panjang kerja, masih meninggalkan
banyak smear layer pada daerah sepertiga apeks saluran akar.29-30
Faktor yang dapat meningkatkan efisiensi teknik ini adalah mengatur jarak
ujung jarum terhadap ujung apeks, volume cairan irigasi yang digunakan dan ukuran
jarum irigasi. Pemberian cairan irigasi yang pelan dan kombinasi pergerakan tangan
18
yang kontinyu (in and out) dapat mengurangi kecelakaan NaOCl yang terdorong ke
periapeks. Diameter jarum yang kecil dapat dipilih untuk mencapai kedalaman hingga
apeks saluran akar dan memungkinkan penetrasi cairan irigasi yang lebih efisien serta
debridemen yang efektif. 29-30 Akan tetapi, penetrasi jarum dalam saluran akar yang
lebih dalam meningkatkan kemungkinan ekstrusi bahan irigasi. Hal ini disebabkan
oleh jumlah vortex yang terbentuk dalam saluran akar akan berkurang. Vortex
merupakan aliran berpola siklus yang dapat meningkatkan tekanan shear dinding dan
kadar penggantian.(Gambar 5) Kecepatan aliran akan berkurang dengan setiap vortex
ke arah apikal sehingga dengan bertambahnya vortex yang terbentuk, kecepatan aliran
pada foramen apikal berkurang, kemungkinan ekstrusi bahan irigasi dan debris ikut
berkurang.11
a
b
c
d
e
Gambar 5. Jumlah vortex yang terbentuk pada jarak: (a) 1 mm, (b) 2 mm,
(c) 3 mm, (d) 4 mm, (e) 5 mm, dari panjang kerja11
2.3.1.2 Teknik irigasi manual dengan brushes
Teknik irigasi manual dengan brushes tidak secara langsung dapat
mengeluarkan cairan irigasi ke dalam saluran akar. Teknik ini digunakan sebagai
pelengkap untuk debridemen saluran akar atau agitasi cairan irigasi. Penggunaan alat
ini secara tidak langsung mempengaruhi perpindahan cairan irigasi di dalam saluran
19
akar. Pada studi dilaporkan adanya peningkatan kebersihan sepertiga tengah dinding
saluran akar yang dipreparasi dan agitasi antara jarum Navitip FX® (Ultradent
Products
Inc,
South
Jordan,
UT)
dengan
brushes
dibandingkan
tanpa
brushes.(Gambar 6) Namun, perbedaan tingkat kebersihan pada daerah apeks dan
sepertiga tengah tidak berbeda secara signifikan.30-31
Gambar 6. Instrumen Navitip FX® dengan brushes31
2.3.1.3 Teknik agitasi dinamik manual
Untuk memberikan efek pembersihan dan antimikrobial, bahan irigasi harus
berkontak langsung dengan dinding saluran akar. Namun, dalam suatu sistem tertutup
(apikal saluran akar ditutup oleh jaringan periapikal dan tulang) akan terbentuk gas
yang terkurung pada ujung sistem tersebut apabila diberikan cairan dari atas. Efek
tersbeut dikenal sebagai efek vapour lock, dimana biasanya terjadi pada perawatan
saluran akar sewaktu irigasi terutama pada 0-2 mm dari apeks.30-32
Gas yang terkurung pada 1/3 apikal saluran akar akan mencegah bahan irigasi
untuk mencapai ke 1/3 apikal saluran akar sehingga pembersihan tidak dapat terjadi
pada daerah tersebut. Hal ini menyebabkan 1/3 apikal tetap mengandung smear layer
dan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kontak antara bahan sealer dengan
dinding saluran akar berkurang karena berkurangnya adhesi sealer ke dentin dan
tubulus dentin sehingga terjadi infeksi sekunder.1,3,5,6,22,33 Teknik agitasi dinamik
manual telah terbukti efektif dalam menghilangkan efek vapour lock sehingga
meningkatkan pembersihan dan antimikrobial pada 1/3 apikal saluran akar.30,32-33
20
Dalam teknik ini, suatu bahan obturasi saluran akar seperti gutta-percha yang
sesuai dengan ukuran saluran akar yang dipreparasi dimasukkan sampai ke panjang
kerja setelah bahan irigasi diberikan pada saluran akar. Kemudian, bahan irigasi
diagitasi dengan menggeserkan gutta-percha tersebut dengan gerakan naik-turun.31,32
Suatu aliran hidrodinamik akan terbentuk dengan gerakan naik-turun yang berulangulang sehingga terjadi penggantian bahan irigasi pada daerah apikal saluran akar.
Dengan penggantian bahan irigasi tersebut, gas yang terkurung turut teragitasi
sehingga dibebaskan melalui orifisi saluran akar.32,33
2.3.2 Teknik irigasi dengan bantuan mesin
Teknik irigasi dengan agitasi bantuan mesin adalah teknik pemberian bahan
irigasi ke saluran akar menggunakan mesin. Beberapa contoh teknik irigasi tersebut
adalah teknik irigasi getaran sonik, getaran ultrasonik, dan EndoVac®.
2.3.2.1 Teknik Irigasi Sonik
Irigasi sonik berbeda dengan irigasi ultrasonik karena dioperasikan dengan
frekuensi yang lebih rendah (1-6 kHz) dan menghasilkan shear stress lebih rendah.
Energi sonik juga menghasilkan amplitudo yang lebih besar secara signifikan atau
pergerakan ujung instrumen back-and-forth yang lebih baik. Hal ini akan membentuk
daerah noda dan antinoda, dimana noda merupakan daerah tip yang mempunyai
pergerakan lateral yang minimal dan antinoda adalah pergerakan lateral yang
maksimal. Daerah antinoda terletak pada ujung tip dan daerah noda terletak pada
pemegang tip. Apabila tip sonik dipaksa ke arah 1/3 apikal saluran akar yang sempit,
pergerakan lateral akan terhambat sehingga menimbulkan vibrasi longitudinal.
Vibrasi longitudinal tersebut sangat efektif dalam membersihkan dinding saluran
akar.34 Contoh alat yang menggunakan teknik agitasi sonik adalah EndoAktivator®
(Dentsply Tulsa Dental Specialties, Tulsa, OK). (Gambar 7).
21
Gambar 7. Instrumen EndoActivator®31
2.3.2.2 Teknik irigasi ultrasonik
Dibandingkan dengan energi sonik, energi ultrasonik menghasilkan frekuensi
tinggi namun dengan amplitudo rendah. File tersebut didesain untuk osilasi dengan
frekuensi ultrasonik antara 25-30 kHz. Teknik agitasi ultrasonik yang biasanya
digunakan adalah irigasi ultrasonik pasif. Irigasi ultrasonik pasif dapat mentransfer
energi ultrasonik melalui suatu file yang berukuran kecil dan diletakkan sampai ke
panjang kerja. Oleh karena ukuran saluran akar dipreparasi lebih besar dari file
tesebut, file tersebut bebas bervibrasi sehingga menimbulkan aliran acoustic yang
dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi pembersihan bahan irigasi.35
Teknik agitasi ultrasonik dapat meningkatkan efisiensi bahan irigasi dalam
pembersihan dan efek antimikrobial dengan adanya aliran accoustic dan kavitasi.
Aliran accoustic merupakan suatu pergerakan cairan yang cepat dalam bentuk
sirkuler atau gerakan vortex di sekitar suatu file yang bervibrasi. (Gambar 8) Dengan
bertambahnya kecepatan aliran bahan irigasi, gesekan antara bahan irigasi dengan
dinding saluran akar akan meningkat sehingga tekanan shear pada dinding ikut
meningkat dan debris dentin dapat dibersihkan dari dinding saluran akar. Gerakan
sirkuler atau vortex juga dapat meningkatkan kadar penggantian bahan irigasi dalam
saluran akar sehingga debris tersebut dapat dikeluarkan dari orifisi dengan lebih
mudah dan cepat.30
22
Gambar 8. Aliran acoustic yang terjadi sekitar file4
2.3.2.3 Teknik irigasi dengan EndoVac® (Tekanan negatif)
EndoVac® didesain oleh Dr G.John Schoeffel dengan tujuan untuk irigasi dan
membersihkan debris pada daerah kontriksi apeks tanpa menyebabkan cairan keluar
ke jaringan periapeks. Sistem ini menggunakan prinsip tekanan negatif apeks melalui
sistem evakuasi bertekanan tinggi yang memungkinkan lewatnya bahan irigasi
dengan volume yang besar.36
Sistem EndoVac® (Discus Dental, Culver City, CA) terdiri dari mikrokanula
dan makrokanula yang terkoneksi melalui tabung ke syringe bahan irigasi dan highspeed suction pada dental unit. Makrokanula plastik memiliki ukuran sesuai dengan
K-file no 55 yang terbuka dengan tingkat keruncingan 2% dan terpasang pada
titanium handle untuk pembilasan pada bagian korona saluran akar. Mikrokanula
terbuat dari bahan stainless steel dan memiliki ukuran sesuai dengan K-file no 32
serta terdapat lubang kecil berjumlah empat dan berada pada posisi lateral dengan
ujung tertutup. Mikrokanula tersebut terpasang pada titanium fingerpiece untuk
irigasi pada bagian apeks saluran akar dengan posisi sepanjang kerja. (Gambar 9).
23
Gambar 9. (A) Makrokanula (B) Mikrokanula dengan 12 lubang berukuran 100µm pada ujungnya36
Mikrokanula dapat digunakan pada saluran akar yang dibersihkan dengan
K-file ukuran 35 atau lebih besar. Ketika irigasi, tip delivery/evacuation
mengeluarkan bahan irigasi ke dalam kamar pulpa dan menghisap sisa bahan irigasi
untuk mencegah kelebihan cairan. Kanula pada saluran akar secara simultan
menimbulkan tekanan negatif yang menarik bahan irigasi dari kamar pulpa masuk ke
saluran akar hingga ke ujung kanula, masuk ke kanula dan keluar melalui saluran
hisap. Aliran bahan irigasi yang baru secara konstan terjadi karena tekanan negatif
pada mikrokanula sepanjang kerja. Studi terbaru menunjukkan bahwa volume bahan
irigasi yang dialirkan oleh sistem EndoVac® secara signifikan lebih besar
dibandingkan volume cairan yang dialirkan dari irigasi jarum dan spuit konvensional
pada periode waktu yang sama. Penggunaan sistem EndoVac® untuk pembersihan
debris secara signifikan lebih baik hingga 1 mm dari panjang kerja dibanding teknik
irigasi konvensional. 30-32,36
2.4 Ekstrusi Bahan Irigasi dan Debris ke Jaringan Periapikal
Ekstrusi adalah keluarnya bahan irigasi melewati foramen apikal ke jaringan
periapikal dan menimbulkan komplikasi yang merugikan sewaktu melakukan proses
pembersihan serta irigasi.9 Bahan irigasi seperti larutan NaOCl mempunyai efek
toksisitas yang tinggi sehingga dapat menimbulkan komplikasi apabila berkontak
dengan jaringan vital, seperti kulit, mukosa, mata dan jaringan periapikal. Bahan
irigasi akan ekstrusi ke jaringan periapikal dengan mudah apabila teknik irigasi
berdasarkan konsep tekanan positif digunakan dalam perawatan saluran akar.9,37
24
2.4.1 Faktor penyebab ekstrusi bahan irigasi
Ekstrusi bahan irigasi ke jaringan periapikal akan terjadi apabila tekanan pada
apikal saluran akar lebih besar daripada back-pressure. Pada waktu memasukkan
bahan irigasi ke dalam saluran akar, tekanan dalam saluran akar akan meningkat,
terutama pada sepertiga apikal karena tekanan yang diberikan menuju apikal. Suatu
tekanan yang dinamakan back-pressure akan mencegah terjadinya ekstrusi jaringan
pulpa dan larutan irigasi melalui keseimbangan antara tekanan apikal dan backpressure.37
Salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan apikal adalah kecepatan aliran
(flow rate) bahan irigasi saluran akar.10 Boutsioukis et al (2010) telah menunjukkan
hubungan antara kecepatan aliran bahan irigasi dengan tekanan apikal pada saluran
akar. Apabila kecepatan aliran bahan irigasi semakin meningkat, maka tekanan apikal
dalam saluran akar akan meningkat sehingga kemungkinan terjadinya ekstrusi bahan
irigasi ke jaringan periapikal pun meningkat.10
Boutsioukis et al (2007) telah melakukan penelitian tentang kecepatan aliran
bahan irigasi dalam saluran akar dengan 3 jarum berukuran berbeda, yaitu 25G, 27G
dan 30G dengan jarak penetrasi jarum adalah 3mm dari panjang kerja dan NaOCl 1%
sebagai bahan irigasi. Hasilnya menunjukkan semakin besar diameter jarum, semakin
kecil kecepatan alirannya, yaitu 0,39ml/detik pada jarum ukuran 25G, 0,29ml/detik
pada jarum ukuran 27G dan 0,22ml/detik pada jarum ukuran 30G.11 Sedangkan untuk
tekanan rata-rata yang dapat diberikan saat irigasi saluran akar adalah 153,62 kPa
untuk jarum one side-vented 30G. 10
Selain itu, tipe desain ujung jarum yang digunakan dan jarak penetrasi jarum
dalam saluran akar juga ikut mempengaruhi tekanan apikal dalam saluran akar. Tipe
jarum yang berdesain ujung terbuka terbukti dapat menimbulkan tekanan apikal lebih
tinggi daripada jarum ujung tertutup.11-12 Penetrasi jarum irigasi semakin dekat ke
foramen apikal, maka efek pembersihan semakin meningkat, tetapi kemungkinan
ekstrusi bahan irigasi juga ikut meningkat.12 Tekanan apikal akan meningkat apabila
preparasi saluran akar tidak cukup lebar untuk penetrasi jarum irigasi sehingga
tersangkut dalam dalam saluran akar sebelum mencapai kedalaman yang diinginkan
25
dan tidak memberikan ruang yang cukup untuk aspirasi bahan irigasi ke orifisi.38
(Gambar 11)
Gambar 11. Jarum irigasi yang tidak tersangkut
dapat menyediakan ruang untuk aliran
larutan NaOCl ke koronal30
Parirokh et al (2012) pertama kali meneliti hubungan antara bahan irigasi
serta konsentrasi bahan irigasi dengan ekstrusi debris. Bahan irigasi yang digunakan
adalah klorheksidin 2%, NaOCl 2,5% dan 5%, dengan teknik preparasi disamakan
yaitu crown-down menggunakan Hero rotary instrument dan teknik irigasi manual
dengan jarum irigasi side-vented ukuran 28G dan jarak penetrasi jarum 2 mm dari
panjang kerja. Hasilnya menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara NaOCl
5% dengan 2 kelompok lainnya dimana NaOCl 5% memiliki ekstrusi debris tertinggi
dibanding NaOCL 2,5% dan khlorheksidin. Hal ini membuktikan bahwa bahan irigasi
dan konsentrasinya memberi pengaruh terhadap jumlah ekstrusi debris. Hal ini dapat
disebabkan oleh kemampuan larutan irigasi untuk melarutkan jaringan dan dinding
dentin dan nekrotik. 13
2.4.2 Komplikasi ekstrusi debris dan bahan irigasi
Jika terjadi ekstrusi debris dan bahan irigasi, maka bahan irigasi akan
menembus jaringan dan mengaktivasi mekanisme sistem pertahanan tubuh untuk
mengeliminasi bahan asing tersebut, seperti perubahan vaskularisasi dan aktivasi
26
mekanisme inflamasi. Dengan adanya proses inflamasi dan pembentukan
prostaglandin E2, pasien akan merasa sakit dan terjadi edema. Bila larutan sodium
hipoklorit ekstrusi ke jaringan periapikal, dapat menyebabkan luka pada jaringan.1,5,9
hal ini dapat disebabkan oleh sifat basa kuat dari larutan NaOCl yang iritatif dan
korosif sehingga menyebabkan luka pada jaringan periapikal.9,37 Iritasi parah pada
nervus mentalis atau nervus alveolaris inferior dapat menyebabkan parastesi. Infeksi
sekunder seperti sinusitis maksilaris sering terjadi apabila ekstrusi bahan irigasi ke
sinus maksilaris.9,37,39 (Gambar 12)
Oleh karena itu, diperlukan suatu bahan alami yang dapat dikembangkan
sebagai bahan irigasi alternatif saluran akar yang memiliki khasiat lebih baik, lebih
biokompatibel dan mudah didapat sehingga meski terdapat ekstrusi bahan irigasi,
tidak menimbulkan reaksi toksik. Hal ini sesuai dengan fokus area kegiatan
penelitian, pengembangan dan rekayasa untuk pembangunan nasional (JAKSTRA
2000-2004) antara lain menyangkut penggunaan tanaman tradisional dan limbah
alam.
Gambar 12. Pembengkakan dan ekimosis pada pipi dan dagu kiri
pasien yang disebabkan ekstrusi NaOCl 3% sewaktu
melakukan perawatan saluran akar pada gigi 33.8
27
2.5 Kitosan
Kitosan poly-ß-1,4-glukosamin merupakan produk deasetilasi dari kitin dalam
larutan NaOH pekat yang merupakan biopolimer alami kedua terbanyak di alam
setelah selulosa. Kitin banyak terkandung pada hewan laut berkulit keras seperti
udang, rajungan, kepiting, blangkas, serangga, moluska, dan dinding jamur seperti
klas zygomycetes.14,40
Kitosan hanya dapat larut dalam pelarut asam seperti asam, asam formiat,
asam laktat, asam sitrat dan asam hidrokolat. Kitosan tidak dapat larut dalam air,
alkali dan asam mineral encer kecuali dibawah kondisi tertentu, yaitu dengan adanya
sejumlah pelarut asam. Adanya gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat
menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan menyumbang
sifat polielektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai amino penanti.14-15,40
Disamping itu, kitosan dapat berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti
protein sehingga kitosan relatif banyak digunakan dalam bidang kesehatan karena
mempunyai sifat istimewa yaitu biokompatibilitas, biodegradabilitas, bioadhesi, tidak
bersifat toksik dan bioaktif, tidak menyebabkan reaksi imunologi, dan tidak
menyebabkan kanker.14 Berikut adalah struktur bangun kitin dan kitosan yang
menunjukkan bahwa kandungan utama kitin dan kitosan adalah polimer polisakarida
dan gugus amino dan reaksi deasetilisasi. (Gambar 13)
Gambar 13. Reaksi deasetilisasi kitin menjadi kitosan14
28
Berdasarkan viskositasnya, berat molekul kitosan terbagi menjadi tiga, yaitu
kitosan bermolekul rendah, bermolekul sedang, dan bermolekul tinggi. Kitosan
bermolekul rendah yaitu kitosan dengan berat molekul di bawah 400.000 MV.
Kitosan bermolekul sedang yaitu kitosan dengan berat molekul antara 400.000800.000 MV yang berasal dari hewan laut dengan cangkang atau kulit yang lunak,
misalnya udang, cumi-cumi, dan rajungan. Kitosan bermolekul tinggi yaitu kitosan
dengan berat molekul antara 800.000-1.100.000 MV yang berasal dari hewan laut
berkulit keras seperti kepiting, kerang dan blangkas.14,15
2.5.1 Sifat antibakteri kitosan
Dalam beberapa literatur, dinyatakan bahwa berat molekul kitosan
mempengaruhi kemampuan daya larut dan aktivitas antibakterialnya. Kitosan dengan
berat molekul rendah berpenetrasi ke dalam sel bakteri dan memasuki DNA bakteri
untuk menghambat transkripsi dan akibatnya translasi, serta lebih mudah larut.
Sementara kitosan bermolekul tinggi bekerja sebagai agen chelating, berikatan
dengan membran sel.40
Mekanisme antimikrobial dari kitosan hingga saat ini belum dapat dijelaskan
sepenuhnya karena terdapat beberapa mekanisme dalam berbagai literatur. Beberapa
menyatakan bahwa gugus amino dari kitosan akan terprotonasi ketika berkontak
dengan cairan fisiologis dan jika berikatan dengan gugus anion, akan menyebabkan
aglutinasi sel mikroba dan menghambat pertumbuhan sel. Yadav, Bhise (2004)
melaporkan bahwa ketika kitosan berinteraksi dengan sel bakteri, kitosan
menyebabkan pemindahan ion Ca++ dari anion membran yang dapat merusak sel
bakteri. Literatur lain menyebutkan terdapat interaksi antara kandungan positif
kitosan dan kandungan negatif dinding sel bakteri yang menyebabkan hancur dan
hilangnya unsur intraseluler yang penting dari mikroorganisme.40 Chung et al (2004)
melaporkan bahwa kitosan (2.500 pm) dan derivatnya (75% DD dan 95%) terbukti
lebih efektif untuk bakteri gram negatif dibanding dengan gram positif. Aktivitas
antibakteri kitosan berhubungan dengan karakteristik dari struktur permukaan dinding
29
sel bakteri, dimana kitosan akan lebih mudah berikatan dengan bahan yang
mengandung protein. Selain itu, suasana lebih asam (pH=4) dan derajat deasetilisasi
tinggi (95% DD), kitosan akan bermuatan positif dan lebih mudah mengangkat grup
amino (NH3+). Hal ini akan mempermudah penyerapan bakteri terhadap kitosan,
dibandingkan dengan kitosan dalam suasana pH=5 dan derajat deasetilisasi rendah
(75% DD). Semakin besar kitosan yang diserap bakteri, maka semakin besar pula
perubahan struktur dinding sel bakteri dan perubahan permeabilitas membran sel
bakteri.14,42
2.5.2 Kitosan blangkas molekul tinggi
Kitosan blangkas bermolekul tinggi pertama kali digunakan oleh Trimurni et
al sebagai biomaterial untuk perawatan kaping pulpa pada pulpa yang terbuka dan
mengalami inflamasi reversible. Sebanyak 500 gram kulit blangkas diproses sehingga
menghasilkan 1200 gram kitin yang kemudian menjadi kitosan sebanyak 70,8%.
Berat molekul kitosan blangkas yang diperoleh adalah 870.000 MV.15
Penelitian Tarigan G dan Trimurni (2008) membuktikan bahwa kitosan
blangkas dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans. Penelitian Banurea
dan Trimurni (2008) menunjukkan bubuk kitosan blangkas bermolekul tinggi
bereaksi positif sebagai antibakteri terhadap bakteri Fusobacterium nucleatum.
Rahmy dan Trimurni (2009) meneliti larutan kitosan blangkas 1% dan 0,5% yang
diaplikasikan dengan pelarut gliserin ternyata mampu menghambat bakteri
Fusobacterium nucleatum jika digunakan sebagai pengembangan bahan dressing
saluran akar. Ivanti dan Trimurni (2009) menyatakan bahwan kitosan blangkas
bermolekul tinggi dengan pelarut gliserin memiliki efek antifungal dan dapat
menghambat pertumbuhan Candida albicans.15-19
2.5.3 Aplikasi klinis kitosan
Penggunaan kitosan di bidang kedokteran gigi sudah mulai dikembangkan,
seperti kitosan sebagai pasta gigi (Chitodent), larutan mouthwash, permen karet, dan
lainnya.14 Tarsi et al (1997) mengembangkan obat kumur yang mengandung kitosan
30
dalam menghambat bakteri Streptococcus mutans dalam rongga mulut.40 Penelitian
lain oleh Sano et al (2003) juga menunjukkan penggunaan sehari-hari obat kumur
yang mengandung kitosan 5% mampu mengurangi plak pada gigi dan bakteri
Streptococcus mutans pada saliva secara signifikan bila dibandingkan dengan
plasebo.41
Silva et al (2012) meneliti larutan kitosan sebagai bahan chelator pada
tindakan irigasi saluran akar dilihat dari kemampuan kitosan sebagai smear layer
removal dan konsentrasi ion kalsium yang terdapat pada larutan ini setelah digunakan
untuk irigasi. Silva melakukan penelitian terhadap 25 kaninus yang dibagi menjadi
lima grup dan masing-masing diberi bilasan akhir yang berbeda dengan EDTA 15%;
0,2 kitosan; asam sitrat 10%; asam asetat 1% dan terakhir tanpa bilasan akhir.
Hasilnya menunjukkan bahwa 0,2% kitosan efektif mengangkat smear layer
anorganik pada setengah dan sepertiga apikal saluran akar dan memberi efek yang
sama baiknya dengan 15% EDTA pada demineralisasi dentin dengan waktu irigasi
selama 3 menit.20 Hal ini memberi kesimpulan bahwa kitosan memiliki fungsi dan
efek yang sama seperti EDTA pada tindakan irigasi saluran akar.
Palma-Dibb et al (2012) meneliti efek kitosan pada konsentrasi dan larutan
yang berbeda terhadap permukaan dentin setelah diberi perlakuan selama 10 detik.
Palma-Dibb membagi sampel menjadi sembilan kelompok, yaitu kelompok kontrol
(35% phosphoric acid gel – pH= 1,5); K2- asam asetat (pH=3); K3- asam hidroklorik
(pH=1,5); K4-0,2% larutan kitosan dalam asam asetat; K5-0,3% larutan kitosan
dalam asam asetat; K6-0,4% larutan kitosan dalam asam asetat; K7-0,2% larutan
kitosan dalam asam hidroklorik; K8-0,3% larutan kitosan dalam asam hidroklorik;
K9-0,4% larutan kitosan dalam asam hidroklorik. Hasilnya menunjukkan larutan
kitosan dalam asam asetat tidak memberikan efek demineralisasi yang baik dan hanya
mengangkat smear layer saja, sedangkan kitosan 0,4% dalam asam hidroklorik
memberi hasil yang lebih baik yaitu menghasilkan permukaan dentin tanpa smear
layer dan terdapat collagen network.21
31
Namun hingga saat ini belum ada penelitian mengenai kitosan blangkas
(Tachypleus gigas) molekul tinggi (DD 84,20% dan berat molekul 893.000 Mv)
sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar dilihat dari jumlah ekstrusi debris yang
terjadi.
32
2.6 Kerangka Teori
TINDAKAN IRIGASI
SALURAN AKAR
Molekul
Rendah
Molekul
Sedang
TEKNIK
IRIGASI
BAHAN
IRIGASI
KITOSAN
Molekul
Tinggi
1. Memiliki
spektrum
antimikroba
2. Dapat
dikembangkan
menjadi
biomaterial alami
3. Biokompatibel
4. Biodegradable
5. Mudah didapat
6. Memiliki efek
chelator
7. Mampu
melarutkan
jaringan
Syarat
TIPE
1. Memiliki
spektrum
antimikroba &
desinfektan
2. Mampu
melarutkan
jaringan nekrotik
3. Mengangkat
smear layer
4. Tegangan
permukaan rendah
5. Toksisitas rendah
6. Pelumas yang
baik
1. NaOCl
2. Klorheksidin
3. Hidrogen
peroksida
4. EDTA
5. MTAD
1. Manual
1. Konvensional
spuit & jarum
2. Manual
dinamik
3. Manual brushes
2. Bantuan mesin
1. Rotary brushes
2. Sonik
3. Ultrasonik
4. Alternasi
tekanan
5. Tekanan negatif
6. Pressure-action
EKSTRUSI
BAHAN IRIGASI
1. Faktor penyebab
1. Tekanan
apikal
2. Kecepatan
aliran
3. Desain ujung
jarum
4. Teknik
instrumentasi
5. Bahan irigasi
2. Komplikasi
ekstrusi bahan
irigasi