Perbedaan Jumlah Ekstrusi Debris Antara Kitosan Blangkas Molekul Tinggi Dengan Sodium Hipoklorit Pada TindakanIrigasi Saluran Akar (Penelitian In Vitro)

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeliminasi sisa jaringan nekrotik
pulpa dan dentin serta bakteri dalam saluran akar sehingga tidak terjadi infeksi
rekuren. Perawatan saluran akar dapat dibagi dalam tiga fase, yakni preparasi saluran
akar (cleaning & shaping), desinfeksi, dan obturasi. Langkah pertama untuk
pembersihan dan pembentukan saluran akar adalah jalan masuk yang benar ke kamar
pulpa yang menghasilkan penetrasi garis lurus ke orifisi saluran akar. Langkah
selanjutnya adalah eksplorasi saluran akar, ekstirpasi jaringan pulpa yang masih
tertinggal dan debridemen jaringan nekrotik, dan verifikasi/pembuktian kedalaman
instrumen. Langkah ini diikuti oleh instrumentasi, irigasi dan debridemen yang benar,
serta desinfeksi (sanitize) saluran akar. Obturasi merupakan pengisian saluran akar
dengan bahan guta percha yang melengkapi prosedur.1-4
Irigasi saluran akar berperan penting dalam perawatan saluran akar karena
setiap saluran akar memiliki kanal-kanal aksesori yang tidak dapat dicapai dan
dibersihkan dengan instrumen serta tubulus-tubulus dentin yang telah diinvasi oleh
mikroorganisme.3,5 Oleh karena itu, pembersihan dan desinfeksi saluran akar

dilakukan secara chemomechanical, dimana chemical berarti pembersihan saluran
akar secara kimiawi dengan irigasi dan medikamen; mechanical berarti pembersihan
saluran akar secara instrumentasi dengan menggunakan file dan reamer.1,3,5
Menurut Zehnder (2006), larutan irigasi yang ideal digunakan harus memiliki
spektrum antibakteri, mampu mengangkat smear layer, toksisitasnya rendah, tidak
mengiritasi jaringan periodontal, jarang menyebabkan reaksi anafilaktik, mampu
menginaktifkan endotoksin dan dapat melarutkan jaringan pulpa yang nekrotik.1,4,6
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menemukan larutan irigasi yang
mampu memenuhi seluruh kriteria tersebut, namun hingga saat ini belum ditemukan
larutan irigasi ideal yang dapat memenuhinya.1,4-6

2

Sodium hipoklorit (NaOCl) merupakan bahan irigasi yang dianggap paling
efektif dan sering digunakan karena lebih banyak memenuhi beberapa dari kriteria
tersebut.1,3-7 Larutan ini memiliki spektrum antibakteri paling baik, mampu
menginaktifkan endotoksin, dan tidak seperti larutan lainnya, sodium hipoklorit
mampu melarutkan jaringan nekrotik dan mengangkat komponen organik smear
layer.3-7 Prabaswari et al (2010) telah membandingkan pengaruh konsentrasi larutan
NaOCl terhadap kebersihan dinding saluran akar. Penelitian tersebut membuktikan

bahwa larutan NaOCl 2,5% cukup aman digunakan dan mempunyai efek melarutkan
jaringan pulpa yang efektif sehingga penggunaan konsentrasi yang disarankan adalah
2,5%.8 Akan tetapi, NaOCl memiliki toksisitas yang dapat menyebabkan iritasi dan
inflamasi yang parah di sekitar jaringan bila terjadi ekstrusi bahan saat tindakan
irigasi.9 Larutan ini mampu merusak dan menekan jaringan periapikal, bersifat
korosif, dan menyebabkan reaksi alergi.1,4-6,9
Ekstrusi larutan NaOCl dapat terjadi karena adanya tekanan balik dari apikal
gigi saat cairan irigasi dialirkan pada saat tindakan irigasi saluran akar.9 Banyak
penelitian yang telah dilakukan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ekstrusi
bahan irigasi, yaitu kecepatan aliran, tekanan jarum irigasi, jarak penetrasi jarum
dalam saluran akar serta teknik irigasi yang digunakan. Boutsioukis et al (2007) telah
melakukan penelitian tentang kecepatan aliran bahan irigasi dalam saluran akar
dengan 3 jarum berukuran berbeda, yaitu 25G, 27G dan 30G dengan jarak penetrasi
jarum adalah 3mm dari panjang kerja dan NaOCl 1% sebagai bahan irigasi. Hasilnya
menunjukkan semakin besar diameter jarum, semakin kecil kecepatan alirannya, yaitu
0,39ml/detik pada jarum ukuran 25G, 0,29ml/detik pada jarum ukuran 27G dan
0,22ml/detik pada jarum ukuran 30G.10
Boutsioukis et al (2010) telah membandingkan tekanan apikal pada desain
ujung jarum irigasi yang berbeda, yaitu jarum ujung terbuka (open-ended needle) dan
jarum ujung tertutup (closed-ended needle). Jarum ujung terbuka meliputi flat, bevel,

dan notched; jarum ujung tertutup meliputi side-vented, double side-vented, dan
multivented. Ukuran jarum dan jarak penetrasi jarum disamakan, yaitu ukuran 30G
dan jarak penetrasi 3mm dari panjang kerja dengan bahan irigasi NaOCl 1%.

3

Hasilnya menunjukkan bahwa jarum ujung terbuka rata-rata mempunyai tekanan
apikal yang lebih tinggi dibanding jarum ujung tertutup, yaitu flat 18kPa, bevel
17kPa, notched 16kPa, side-vented 10kPa, double side-vented 9kPa dan yang terkecil
adalah multivented 2kPa.11 Sedangkan untuk tekanan rata-rata yang dapat diberikan
saat irigasi saluran akar menggunakan jarum one side-vented 30G adalah 153,62
kPa.10
Boutsioukis et al (2012) telah meneliti hubungan antara jarak penetrasi jarum
dan desain ujung jarum terhadap tekanan apikal pada saluran akar. Jarak penetrasi
jarum yang diteliti adalah 1, 2, 3, 4, dan 5 mm dengan desain ujung jarum terbuka
(bevel) dan side-vented. Hasilnya menunjukkan bahwa tekanan apikal semakin
berkurang apabila ujung jarum diletakkan semakin jauh dari foramen apikal dan
tekanan yang lebih rendah didapat dengan jarum berujung side-vented. Hal ini terjadi
karena jumlah vortex yang terbentuk dalam saluran akar akan berkurang. Vortex
merupakan aliran yang berpola siklus yang dapat meningkatkan tekanan shear

dinding dan kadar penggantian bahan irigasi.12
Parirokh et al (2012) pertama kali meneliti hubungan antara bahan irigasi
serta konsentrasi bahan irigasi dengan ekstrusi debris. Bahan irigasi yang digunakan
adalah klorheksidin 2%, NaOCl 2,5% dan 5%, dengan teknik preparasi disamakan
yaitu crown-down menggunakan Hero rotary instrument dan teknik irigasi manual
dengan jarum irigasi side-vented ukuran 28G dan jarak penetrasi jarum 2mm dari
panjang kerja. Hasilnya menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara NaOCl
konsentrasi 5% dengan 2 kelompok lainnya dimana NaOCl 5% memiliki ekstrusi
debris tertinggi dibanding NaOCL 2,5% dan klorheksidin. Hal ini membuktikan
bahwa konsentrasi bahan irigasi memberi pengaruh terhadap jumlah ekstrusi debris.13
Meskipun demikian, ekstrusi bahan irigasi yang kecil pun tetap dapat
menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan selama ataupun sesudah perawatan. Oleh
karena itu, diperlukan suatu bahan alami yang dapat dikembangkan sebagai bahan
irigasi alternatif saluran akar yang memiliki khasiat lebih baik, lebih biokompatibel
dan mudah didapat sehingga meski terdapat ekstrusi bahan irigasi, tidak
menimbulkan reaksi toksik. Hal ini sesuai dengan fokus area kegiatan penelitian,

4

pengembangan dan rekayasa untuk pembangunan nasional (JAKSTRA 2000-2004)

antara lain menyangkut penggunaan tanaman tradisional dan limbah alam.
Salah satu bahan alami yang dapat digunakan sebagai alternatif bahan irigasi
saluran akar adalah kitosan. Kitosan [2-amino-2-deoxy-D-glucan] adalah suatu
polisakarida derivat kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan
basa kuat (NaOH) yang dihasilkan dari proses N-deasetilasi dan merupakan
biopolimer alami dengan struktur molekul menyerupai selulosa. Kitosan dapat
dibedakan menjadi dua golongan, yaitu kitosan bermolekul rendah: kulit udang,
kepiting, cepalospoda, dan lain-lain, dan yang bermolekul tinggi: kulit keras, seperti
kulit blangkas.14
Kitosan telah banyak dikembangkan menjadi bahan biomaterial yang bersifat
alami, biodegradable, dan biokompatibel, seperti kitosan sebagai pasta gigi
(Chitodent), larutan mouthwash, permen karet, dan lainnya.14 Salah satu jenis kitosan
yang saat ini sedang dikembangkan adalah kitosan blangkas (Tachypleus gigas)
molekul tinggi sebagai bahan irigasi alternatif. Beberapa penelitian mengenai kitosan
blangkas molekul tinggi yang menunjukkan efeknya terhadap dentin dan daya
antibakterinya dalam bidang kedokteran gigi telah dilakukan. Trimurni et al (2006)
pertama kali menggunakan kitosan blangkas molekul tinggi (DD 84,20% dan berat
molekul 893.000 Mv) dalam bidang medis kedokteran gigi.15 Penelitian yang
dilakukan oleh Tarigan G dan Trimurni (2008) membuktikan bahwa kitosan blangkas
dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.16 Penelitian Banurea dan

Trimurni (2008) menunjukkan bubuk kitosan blangkas molekul tinggi bereaksi positif
sebagai antibakteri terhadap bakteri Fusobacterium nucleatum.17 Rahmy dan
Trimurni (2009) meneliti larutan kitosan blangkas 1% dan 0,5% yang diaplikasikan
dengan pelarut gliserin ternyata mampu menghambat bakteri Fusobacterium
nucleatum.18 Ivanti dan Trimurni (2009) menyatakan bahwan kitosan blangkas
molekul tinggi dengan pelarut gliserin memiliki efek antifungal dan dapat
menghambat pertumbuhan Candida albicans.19
Silva et al (2012) pertama kali memperkenalkan kitosan molekul rendah
(Acros Organics, Geel, Belgium) sebagai bahan irigasi alternatif saluran akar. Kitosan

5

molekul rendah dijadikan larutan chelator dan irigan akhir pada 25 sampel kaninus
dan membandingkannya dengan EDTA. Hasilnya menunjukkan efek smear layer
removal yang hampir sama antara kitosan dengan EDTA.20 Palma-Dibb et al (2012)
juga melakukan penelitian terhadap kitosan molekul rendah yang sama namun
dengan pelarut dan konsentrasi yang berbeda, yaitu pelarut asam asetat dan asam
hidroklorik dengan konsentrasi 0,2%; 0,3%; dan 0,4%. Palma-Dibb melihat efek
larutan kitosan terhadap permukaan dentin dan erosi yang terjadi. Hasilnya larutan
kitosan dalam asam hidroklorik menghasilkan permukaan dentin tanpa smear layer

dan terdapat collagen fiber.21
Kemampuan daya antibakterinya membuat kitosan blangkas dapat digunakan
sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar yang biokompatibel. Namun, hingga saat
ini belum ada penelitian mengenai kitosan blangkas (Tachypleus gigas) molekul
tinggi (DD 84,20% dan berat molekul 893.000 Mv) sebagai alternatif bahan irigasi
saluran akar dilihat dari efeknya terhadap ekstrusi debris pada tindakan irigasi yang
dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah
Jika kitosan blangkas bermolekul tinggi dijadikan sebagai alternatif bahan
irigasi, maka didapat rumusan masalah, yaitu apakah ada perbedaan jumlah debris
yang ekstrusi antara bahan kitosan molekul tinggi konsentrasi 0,1% dan 0,2% dengan
NaOCl 2,5%?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan jumlah ekstrusi
debris antara larutan kitosan blangkas molekul tinggi 0,1%, dan 0,2% dengan larutan
NaOCl 2,5% pada tindakan irigasi saluran akar.

6


1.4 Manfaat Penelitian
1.

Sebagai dasar penelitian lebih lanjut dalam pemanfaaatan kitosan

blangkas bermolekul tinggi sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar
2.

Sebagai informasi bagi dokter gigi tentang kitosan blangkas sebagai

bahan irigasi alternatif saluran akar
3.

Meningkatkan pelayanan kesehatan gigi dengan pemanfaatan bahan alami

yang bersifat biokompatibel sebagai material kedokteran gigi

Dokumen yang terkait

Efek Antibakteri Kitosan Blangkas Molekul Tinggi Sebagai Perancah Dengan Ekstrak Batang Kemuning Terhadap Fusobacterium Nucleatum Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar(In Vitro)

3 56 72

Pengaruh Tindakan Irigasi Dengan Kitosan Blangkas (Tachypleus Gigas), Sodium Hipoklorit Dan Edta Terhadap Penyingkiran Smear Layer (Penelitian In Vitro)

8 107 128

Efek Antifungal Kitosan Blangkas (Limulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Terhadap Candida Albicans Sebagai Alternatif Bahan Dressing Saluran Akar (Penelitian In Vitro)

0 63 69

Perbedaan Jumlah Ekstrusi Debris Antara Kitosan Blangkas Molekul Tinggi Dengan Sodium Hipoklorit Pada TindakanIrigasi Saluran Akar (Penelitian In Vitro)

0 8 13

Perbedaan Jumlah Ekstrusi Debris Antara Kitosan Blangkas Molekul Tinggi Dengan Sodium Hipoklorit Pada TindakanIrigasi Saluran Akar (Penelitian In Vitro)

0 0 2

Perbedaan Jumlah Ekstrusi Debris Antara Kitosan Blangkas Molekul Tinggi Dengan Sodium Hipoklorit Pada TindakanIrigasi Saluran Akar (Penelitian In Vitro)

0 0 26

Perbedaan Jumlah Ekstrusi Debris Antara Kitosan Blangkas Molekul Tinggi Dengan Sodium Hipoklorit Pada TindakanIrigasi Saluran Akar (Penelitian In Vitro) Chapter III VII

1 13 33

Perbedaan Jumlah Ekstrusi Debris Antara Kitosan Blangkas Molekul Tinggi Dengan Sodium Hipoklorit Pada TindakanIrigasi Saluran Akar (Penelitian In Vitro)

0 0 4

Perbedaan Jumlah Ekstrusi Debris Antara Kitosan Blangkas Molekul Tinggi Dengan Sodium Hipoklorit Pada TindakanIrigasi Saluran Akar (Penelitian In Vitro)

0 0 12

Efek Antibakteri Kitosan Blangkas Molekul Tinggi Sebagai Perancah Dengan Ekstrak Batang Kemuning Terhadap Fusobacterium Nucleatum Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar(In Vitro)

0 0 14