Profil Pelayanan Swamedikasi oleh Petugas Apotek Terhadap Penderita Batuk di Apotek pada Sepuluh Kecamatan di Kota Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apotek
Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Dalam menjalani pekerjaan kefarmasian di apotek, apoteker
dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi dan Analis Farmasi (Menkes RI, 2016).
Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya
berfokus kepada pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang menjadi
pelayanan komprehensif meliputi pelayanan Obat dan pelayanan farmasi klinik
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Menkes RI, 2016).
Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker pengelola apotek
dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat
melakukan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain
adalah melaksanakan pelayanan resep, pelayanan obat bebas, obat bebas terbatas,
obat wajib apotek dan perbekalan kesehatan lainnya juga pelayanan informasi
obat dan monitoring penggunaan obat agar tujuan pengobatan sesuai harapan dan

terdokumentasi dengan baik (Depkes RI, 2008).

7
Universitas Sumatera Utara

2.2 Pelayanan Swamedikasi
Pengobatan sendiri diartikan dengan memilih dan menggunakan obat-obatan
oleh seorang individu untuk mengobati penyakit yang diderita atau mengurangi
gejala tanpa pengawasan medis (Izzatin, 2015). Menurut World Health
Organization (WHO) swamedikasi diartikan sebagai pemilihan dan penggunaan
obat, termasuk pengobatan herbal dan tradisional, oleh individu untuk merawat
diri sendiri dari penyakit atau gejala penyakit. Swamedikasi biasanya dilakukan
untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang sering dialami
masyarakat seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag,
kecacingan, diare, penyakit kulit, dan lain-lain (Depkes RI, 2006). Swamedikasi
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain karena perkembangan teknologi
informasi, sehingga masyarakat menjadi lebih mudah mengakses informasi,
termasuk mengenai kesehatan sehingga masyarakat jadi lebih berani melakukan
pengobatan terhadap penyakit yang dideritanya (Izzatin, 2015).
Swamedikasi harus dilakukan sesuai dengan penyakit yang dialami.

Pelaksanaannya harus memenuhi kriteria penggunaan obat yang rasional, antara
lain tepat diagnosis, tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis,
tepat penilaian kondisi pasien, waspada terhadap efek samping, efektif, tepat
tindak lanjut, tepat penyerahan obat dan pasien patuh terhadap perintah
pengobatan yang diberikan (Depkes RI, 2008). Untuk menjamin kualitas
pelayanan swamedikasi di apotek, tenaga kefarmasian perlu melakukan tahapan tahapan pelayanan swamedikasi yang meliputi patient assessment, rekomendasi,
penyerahan obat disertai informasi terkait terapi pada pasien (Hasanah, 2013).

8
Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Patient assessment
Patient assessment merupankan suatu penilaian terhadap keadaan pasien
yang penting dilakukan untuk pertimbangan apoteker dalam penentuan
identifikasi pasien sebelum membuat sebuah rekomendasi. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pengambilan tindakan oleh apoteker sebelum konseling
yang dijadikan referensi untuk rekomendasi adalah sejarah pengobatan, obat
untuk siapa, umur pasien, penyebab sakit, durasi sakit, lokasi sakit, gejala sakit,
pengobatan lain yang sedang digunakan, obat sejenis lainnya yang digunakan,
alergi obat, apakah pernah terjadi sakit seperti sebelumnya, gejala lain,dan apakah

sudah ke dokter (Chua, dkk., 2006).
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam rangka menggali informasi
dari pasien antara lain metode WWHAM (Who is the patient?, What are the
symptoms?, How lon6g have the symptoms been presents?, Action taken?.
Medication being taken?), ASMETHOD (Age/appearance, Self/someone else,
Medication, Extra medication, Time symptoms, history, Other symptoms, Danger
symptoms). Penjelasan tentang metode ASMETHOD adalah sebagai berikut :
1. Age/Appearance (Usia/Tampilan) : Usia pasien penting karena apoteker akan
mempertimbangkan beberapa gejala yang berpotensi lebih serius berdasarkan
usia sehingga apoteker dapat mengambil keputusan apakah dapat diobati
sendiri atau dirujuk ke dokter misalnya, diare akut pada orang dewasa yang
sehat cukup bisa diobati dengan swamedikasi. Namun, pada bayi gejala
dehidrasi dapat lebih cepat muncul, pasien lansia juga berisiko tinggi
mengalami dehidrasi. Tampilan pasien bisa menjadi indikator yang berguna
apakah gejalanya rendah atau lebih serius. Jika pasien terlihat sakit, misalnya

9
Universitas Sumatera Utara

pucat,


keringat,

badan

memerah

atau

kelabu,

apoteker

harus

mempertimbangkannya untuk rujuk ke dokter.
2. Self/someone else (Diri sendiri/orang lain) : untuk mengklarifikasi siapa
pasiennya.
3. Medication (Pengobatan) : obat secara teratur dikonsumsi, dengan resep
ataupun OTC (Obat bebas terbatas).

4. Extra Medication (Pengobatan tambahan) : obat tambahan yang telah
digunakan untuk mengurangi gejala.
5. Time Symptoms (Lamanya gejala) : durasi gejala.
6. History (Riwayat) : ada dua aspek dengan istilah 'riwayat' dalam kaitannya
dengan gejala: pertama, riwayat gejala yang diderita dan kedua, riwayat
penyakit sebelumnya. Misalnya, apakah pasien memiliki penyakit diabetes,
hipertensi atau asma? PMR (Patient Medication Record) harus digunakan
untuk mencatat kondisi yang ada. Bagaimana dan kapan masalah kesehatan
dimulai, bagaimana perkembangannya dan seterusnya. Jika pasien sudah
memiliki masalah kesehatan sebelumnya, harus ditanyakan tentang tindakan
yang diambil oleh pasien dan tingkatnya keberhasilannya.
7. Other

Symptoms

(Gejala

lainnya)

:


penderita

umumnya

cenderung

mengeluhkan gejala yang paling menjadi perhatiannya. Apoteker harus selalu
bertanya apakah pasien memiliki gejala lain, atau sesuatu yang berbeda dari
biasanya. Oleh karena berbagai alasan, pasien mungkin tidak mengatakan
beberapa informasi. Pentingnya gejala mungkin tidak dikenali oleh pasien,
misalnya, mereka yang mengalami konstipasi sebagai efek samping dari
antidepresan trisiklik mungkin tidak akan menyebutkan keringnya mulut

10
Universitas Sumatera Utara

karena mereka tidak mengetahui adanya hubungan yang menjadi masalah
antara keduanya.
8. Danger Symptoms (Gejala yang Berbahaya) : ada gejala atau kombinasi gejala

yang seharusnya menjadi lonceng peringatan bagi apoteker yang wajib dirujuk
ke dokter. Darah dalam dahak, muntah, urin atau feses, penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan, menjadi contoh gejala yang berbahaya tersebut
(Blenkinsopp dan Paxton, 2005)
2.2.2 Rekomendasi
Rekomendasi merupakan saran anjuran yang diberikan oleh petugas apotek
kepada pasien swamedikasi yaitu dapat berupa rujukan ke dokter ataupun
rekomendasi obat. Petugas apotek harus dapat membedakan tingkat keseriusan
gejala penyakit yang timbul dan tindakan yang harus diambil sehingga dapat
memberikan saran berupa pemberian obat atau rujukan ke dokter. Apoteker
memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan kepada pasien
agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan
swamedikasi tidak mencukupi (Depkes RI, 2006).
Pada kasus batuk, rujukan ke dokter dapat diberikan jika pada kasus batuk,
rujukan ke dokter dapat diberikan jika batuk terjadi lebih dari 7 hari dan tidak
membaik setelah pengobatan sendiri, batuk yang disertai panas tinggi (lebih dari
39.4 °C), batuk yang disertai dengan kondisi: (napas pendek, nyeri dada, berdarah,
menggigil, keringat, berkeringat di malam hari, sesak napas, kaki bengkak, warna
kulit menjadi kebiru-biruan, berat badan turun drastis, ruam, atau kepala sakit
berkepanjangan), batuk menghasilkan sputum yang berwarna kuning kental,

cokelat, hijau atau seperti nanah, batuk memburuk setelah demam dan flu

11
Universitas Sumatera Utara

berhenti, batuk yang terjadi karena efek samping obat, memiliki riwayat penyakit
kronis seperti asma, dan bronkitis kronis, batuk yang terjadi karena benda asing
yang masuk dan tertinggal di paru-paru (BPOM RI, 2014).
2.2.3 Informasi obat
Pelayanan

informasi

obat

merupakan kegiatan

yang dilakukan oleh

apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak dan

dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi
kesehatan lain, pasien atau masyarakat (Menkes RI, 2016).
Informasi tentang obat dan penggunaannya yang perlu diberikan kepada
pasien swamedikasi lebih ditekankan pada informasi farmakoterapi yang
disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Adapun informasi yang perlu disampaikan
oleh apoteker pada masyarakat dalam penggunaan obat bebas atau obat bebas
terbatas antara lain :
1. Khasiat obat : Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang
bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatanyang
dialami pasien.
2. Kontraindikasi : pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontra indikasi dari
obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi
dimaksud.
3. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada) : pasien juga perlu diberi
informasi tentang efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang harus
dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.

12
Universitas Sumatera Utara


4. Cara pemakaian : cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada
pasien

untuk

menghindari

salah pemakaian, apakah

ditelan, dihirup,

dioleskan, dimasukkan melalui anus, atau cara lain.
5. Dosis : sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, Apoteker dapat menyarankan
dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk
pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai
dengan pengetahuan yang dimilikinya.
6. Waktu pemakaian : waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas
kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.
7. Lama penggunaan : lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada
pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena

penyakitnya belum hilang, padahal sudah memerlukan pertolongan dokter
8. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan
makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan.
9. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat.
10. Cara penyimpanan obat yang baik.
11. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.
12. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak (Depkes RI, 2006).
2.2.4 Informasi non farmakologi
Informasi non farmakologi merupakan informasi yan diberikan sebagai
terapi tambahan tanpa mengunakan obat guna meningkatkan keberhasilan suatu
efek terapi. Beberapa informasi non farmakologi terhadap kasus batuk yang dapat
diberikan antara lain :

13
Universitas Sumatera Utara

1. Minum banyak cairan (air atau sari buah) akan menolong membersihkan
tenggorokan, jangan minum soda atau kopi.
2. Hentikan kebiasaan merokok.
3. Hindari makanan yang merangsang tenggorokan (makanan dingin atau
berminyak) dan udara malam.
4. Madu dan tablet hisap pelega tenggorokan dapat menolong meringankan iritasi
tenggorokan dan dapat membantu mencegah batuk kalau tenggorokan anda
kering atau pedih.
5. Hirup uap air panas (dari semangkuk air panas) untuk mencairkan sekresi
hidung yang kental supaya mudah dikeluarkan. Dapat juga ditambahkan
sesendok teh balsam/minyak atsiri untuk membuka sumbatan saluran
pernapasan.
6. Minum obat batuk yang sesuai.
7. Bila batuk lebih dari 3 hari belum sembuh segera ke dokter.
8. Pada bayi dan balita bila batuk disertai napas cepat atau sesak harus segera
dibawa ke dokter atau pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2006).

2.3 Penggolongan Obat
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelediki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Menkes RI,
2016). Obat dapat dibagi menjadi 6 golongan yaitu (Asti dan Widya, 2004;
Depkes RI, 2006) :

14
Universitas Sumatera Utara

1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah
lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh : Parasetamol
2. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi
masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan
tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas
adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam, contohnya CTM.
Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berupa
empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima) centimeter,
lebar 2 (dua) centimeter dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai
berikut :

Gambar 2.1. Tanda peringatan khusus obat bebas terbatas

15
Universitas Sumatera Utara

3. Obat Keras dan Psikotropika
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter.
Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah
dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh : Asam Mefenamat
Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku.
Contoh : Diazepam, Phenobarbital
4. Obat Narkotika
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri dan menimbulkan ketergantungan.
Contoh : Morfin, Petidin
5. Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA)
Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA), yaitu obat keras yang dapat diperoleh
tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek. Sampai saat ini
terdapat tiga daftar obat yang diperbolehkan diserahkan tanpa resep dokter.
Peraturan mengenai daftar obat wajib apotek tercantum dalam :
a. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang
Obat Wajib Apotek, berisi daftar Obat Wajib Apotek No 1.

16
Universitas Sumatera Utara

b. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 2.
c. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 3.
Contoh: Asam Mefenamat, Salep Hydrokortison, Natrium Diklofenak.

2.4 Penggunaan Obat Swamedikasi
Pada pasien swamedikasi terdapat cara penggunaan obat yang harus
disampaikan oleh apoteker kepada pasien, antara lain sebagai berikut (Depkes RI,
2006) :
a. Penggunaan obat tidak untuk pemakaian secara terus menerus.
b. Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera pada etiket atau brosur.
c. Bila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan,
hentikan penggunaan dan tanyakan kepada Apoteker dan dokter.
d. Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit sama.

2.5 Batuk
2.5.1 Definisi
Batuk adalah suatu refleks fisologik protektif yang bermanfaat untuk
mengeluarkan dan membersihkan saluran pernafasan dari dahak, debu, zat-zat
perangsang asing yang dihirup, partikel-partikel asing dan unsur-unsur infeksi
(Tan and Raharja, 2010). Batuk merupakan salah satu gangguan kesehatan yang
dianggap ringan atau suatu refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda
asing dari saluran pernafasan. Batuk juga melindungi paru-paru dari aspirasi asing

17
Universitas Sumatera Utara

yaitu masuknya benda asing dari saluran cerna maupun saluran nafas bagian atas
(Djunarko dan Hendrawati, 2011).
2.5.2 Penyebab batuk
Pada banyak gangguan saluran napas, batuk merupakan gejala penting yang
ditimbulkan oleh terpicunya refleks batuk. Misalnya pada alergi (asma), sebabsebab mekanis (asap rokok, debu, tumor paru), perubahan suhu yang mendadak
dan rangsangan kimiawi (gas, bau). Sering kali juga disebabkan oleh peradangan
akibat infeksi virus seperti virus selesma (common cold), influenza, dan cacar air
di hulu tenggorok (bronchitis, pharyngitis). Virus-virus ini dapat merusak mukosa
saluran pernapasan, sehingga menciptakan “pintu masuk” untuk infeksi sekunder
oleh

kuman,

misalnya

Pneumococci

dan

Haemophilus.

Batuk

dapat

mengakibatkan menjalarnya infeksi dari suatu bagian paru ke yang lain dan juga
merupakan beban tambahan pada pasien yang menderita penyakit jantung.
Penyebab batuk lainnya adalah peradangan dari jaringan paru (pneumonia), tumor
dan juga akibat efek samping beberapa obat (penghambat-ACE). Batuk juga
merupakan gejala terpenting pada penyakit kanker paru. Penyakit tuberkulosa di
lain pihak, tidak selalu harus disertai batuk, walaupun gejala ini sangat penting.
Selanjutnya batuk adalah gejala lazim pada penyakit tifus dan pada dekompensasi
jantung, terutama pada manula, begitu pula pada asma. Batuk yang berlarut-larut
merupakan beban serius bagi banyak penderita dan menimbulkan pelbagai
keluhan lain seperti sukar tidur, keletihan dan inkontinensi urin.
Jenis batuk dapat dibedakan menjadi 2, yakni batuk produktif (dengan dahak) dan
batuk non-produktif (kering) :

18
Universitas Sumatera Utara

1. Batuk produktif merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi
mengeluarkan zat-zat asing (kuman, debu, dan sebagainya) dan dahak dari
batang tenggorok. Batuk ini pada hakikatnya tidak boleh ditekan oleh obat
pereda. Tetapi dalam praktek seringkali batuk yang hebat mengganggu tidur
dan meletihkan pasien ataupun berbahaya, misalnya setelah pembedahan.
Untuk meringankan dan mengurangi frekuensi batuk umumnya dilakukan
terapi simtomatis dengan obat-obat batuk (antitussiva), yakni zat pelunak,
ekspektoransia, mukolitika dan pereda batuk.
2. Batuk non-produktif bersifat “kering” tanpa adanya dahak, misalnya pada batuk
rejan (pertussis, kinkhoest), atau juga karena pengeluarannya memang tidak
mungkin, seperti pada tumor. Batuk menggelitik ini tidak ada manfaatnya,
menjengkelkan dan seringkali mengganggu tidur. Bila tidak diobati, batuk
demikian akan berulang terus karena pengeluaran udara cepat pada waktu
batuk akan kembali merangsang mukosa tenggorok dan farynx (Tan and
Raharja, 2010).
2.5.3 Terapi farmakologi
Jenis-jenis obat batuk yang terkait dengan batuk berdahak dan tidak berdahak :
1. Mukolitik
Mukolitik merupakan obat yang bekerja dengan cara mengencerkan sekret
saluran pernafasan dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan
mukopolisakarida dari sputum. Agen mukolitik berfungsi dengan cara mengubah
viskositas sputum melalui aksi kimia langsung pada ikatan komponen
mukoprotein. Agen mukolitik yang terdapat di pasaran adalah bromheksin,
ambroksol, dan asetilsistein (Estuningtyas, 2008).

19
Universitas Sumatera Utara

a. Bromheksin
Bromheksin merupakan derivat sintetik dari vasicine. Vasicine merupakan
suatu zat aktif dari Adhatoda vasica. Obat ini diberikan kepada penderita
bronkhitis atau kelainan saluran pernafasan yang lain. Obat ini juga digunakan di
unit gawat darurat secara lokal di bronkus untuk memudahkan pengeluaran dahak
pasien. Menurut Estuningtyas (2008), data mengenai efektivitas klinis obat ini
sangat terbatas dan memerlukan penelitian yang lebih mendalam pada masa akan
datang. Efek samping dari obat ini jika diberikan secara oral adalah mual dan
peninggian transaminase serum. Bromheksin hendaklah digunakan dengan hatihati pada pasien tukak lambung. Dosis oral bagi dewasa seperti yang dianjurkan
adalah tiga kali, 4-8 mg sehari.
b. Ambroksol
Ambroksol merupakan suatu metabolit bromheksin yang memiliki
mekanisme

kerja

lain

yaitu

menurunkan

tegangan

permukaan

dengan

menstimulasi pembentukan zat aktif permukaan (Surfaktan), sehingga adhesi
lendir pada epitel bronkhus akan berkurang (Mutscler, 1999).
c. Asetilsistein
Asetilsistein

(acetylcycteine)

diberikan

kepada

penderita

penyakit

bronkopulmonari kronis, pneumonia, fibrosis kistik, obstruksi mukus, penyakit
bronkopulmonari akut, penjagaan saluran pernafasan dan kondisi lain yang terkait
dengan mukus yang pekat sebagai faktor penyulit. Ia diberikan secara semprotan
(nebulization) atau obat tetes hidung. Asetilsistein menurunkan viskositas sekret
paru pada pasien radang paru. Kerja utama dari asetilsistein adalah melalui
pemecahan ikatan disulfida. Reaksi ini menurunkan viskositasnya dan seterusnya

20
Universitas Sumatera Utara

memudahkan penyingkiran sekret tersebut. Ia juga bisa menurunkan viskositas
sputum. Efektivitas maksimal terkait dengan pH dan mempunyai aktivitas yang
paling besar pada batas basa kira-kira dengan pH 7 hingga 9. Sputum akan
menjadi encer dalam waktu 1 menit, dan efek maksimal akan dicapai dalam waktu
5 hingga 10 menit setelah diinhalasi. Semasa trakeotomi, obat ini juga diberikan
secara langsung pada trakea. Efek samping yang mungkin timbul berupa spasme
bronkus, terutama pada pasien asma. Selain itu, terdapat juga timbul mual,
muntah, stomatitis, pilek, hemoptisis, dan terbentuknya sekret berlebihan sehingga
perlu disedot (suction) (Estuningtyas, 2008).
2. Ekspektoran
Ekspektoran merupakan obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak
dari saluran pernafasan (ekspektorasi). Penggunaan ekspektoran ini didasarkan
pengalaman empiris. Tidak ada data yang membuktikan efektivitas ekspektoran
dengan dosis yang umum digunakan. Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan
stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara refleks merangsang sekresi
kelenjar saluran pernafasan lewat nervus vagus, sehingga menurunkan viskositas
dan mempermudah pengeluaran dahak. Obat yang termasuk golongan ini ialah
ammonium klorida dan gliseril guaiakoiat (Estuningtyas, 2008).
a. Ammonium Klorida
Menurut Estuningtyas (2008), ammonium klorida jarang digunakan sebagai
terapi obat tunggal yang berperan sebagai ekspektoran tetapi lebih sering dalam
bentuk campuran dengan ekspektoran lain atau antitusif. Apabila digunakan
dengan dosis besar dapat menimbulkan asidosis metabolik, dan harus digunakan
dengan hati-hati pada pasien dengan insufisiensi hati, ginjal, dan paru-paru.

21
Universitas Sumatera Utara

Dosisnya, sebagai ekspektoran untuk orang dewasa ialah 300mg (5mL) tiap 2
hingga 4 jam.
b. Gliseril Guaiakolat
Penggunaan gliseril guaiakolat didasarkan pada tradisi dan kesan subyektif
pasien dan dokter. Tidak ada bukti bahwa obat bermanfaat pada dosis yang
diberikan. Efek samping yang mungkin timbul dengan dosis besar, berupa kantuk,
mual, dan muntah. Ia tersedia dalam bentuk sirup 100mg/5mL. Dosis dewasa
yang dianjurkan 2 hingga 4 kali, 200-400 mg sehari (Estuningtyas, 2008).).
3. Antitusif
Menurut Martin (2007), antitusif atau cough suppressant merupakan obat
batuk yang menekan batuk, dengan menurunkan aktivitas pusat batuk di otak dan
menekan respirasi. Misalnya dekstrometorfan dan folkodin yang merupakan
opioid lemah. Terdapat juga analgesik opioid seperti kodein, diamorfin dan
metadon yang mempunyai aktivitas antitusif.
a. Dekstrometorfan
Menurut

Dewoto

(2008),

dekstrometorfan

atau

D-3-metoksin-N-

metilmorfinan tidak berefek analgetik atau bersifat aditif. Zat ini meningkatkan
nilai ambang rangsang refleks batuk secara sentral dan kekuatannya kira-kira
sama dengan kodein. Berbeda dengan kodein, zat ini jarang menimbulkan
mengantuk

atau

gangguan

saluran

pencernaan.

Dalam

dosis

terapi

dekstrometorfan tidak menghambat aktivitas silia bronkus dan efek antitusifnya
bertahan 5-6 jam. Toksisitas zat ini rendah sekali, tetapi dosis sangat tinggi
mungkin menimbulkan depresi pernafasan. Dekstrometorfan tersedia dalam
bentuk tablet 10 mg dan sebagai sirup dengan kadar 10 mg dan 15 mg/5mL. dosis

22
Universitas Sumatera Utara

dewasa 10-30 mg diberikan 3-4 kali sehari. Dekstrometorfan sering dipakai
bersama antihistamin, dekongestan, dan ekspektoran dalam produk kombinasi
(Corelli, 2007).
b. Kodein
Menurut Corelli (2007) kodein bertindak secara sentral dengan
meningkatkan nilai ambang batuk. Dalam dosis yang diperlukan untuk menekan
batuk, efek aditif adalah rendah. Banyak kodein yang mengandung kombinasi
antitusif diklasifikasikan sebagai narkotik dan jualan kodein sebagai obat bebas
dilarang di beberapa negara.
4. Antihistaminika
Prometazin, oksomemazin, difenhidramindan d-klorfeniramin. Obat-obat ini
sering kali efektif pula berdasarkan efek sedatifnya dan juga dapat menekan
perasaan menggelitik di tenggorrok. Antihistaminika banyak digunakan
terkombinasi dengan obat-obat batuk lain dalam bentuk sirup OTC (Tan and
Raharja, 2010).
2.5.4 Terapi non farmakologi
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi batuk adalah :
1. Menghangatkan daerah leher serta hidung dengan vaporub, balsam atau miyak
penghangat lainnya.
2. Mengkonsumsi permen pelega tenggorokan.
3. Memperbanyak minum air putih, untuk membantu mengencerkan dahak dan
mengurangi iritasi atau rasa gatal.
4. Menghindari paparan debu, rokok, minuman atau makanan yang dapat
merangsang tenggorokan, dan udara malam (BPOM RI, 2014).

23
Universitas Sumatera Utara