Profil Pelayanan Swamedikasi oleh Petugas Apotek Terhadap Kasus Diare Anak di Apotek Wilayah Kota Medan

(1)

PROFIL PELAYANAN SWAMEDIKASI OLEH PETUGAS

APOTEK TERHADAP KASUS DIARE ANAK DI APOTEK

WILAYAH KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH:

KHADIJAH

NIM 111501033

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PROFIL PELAYANAN SWAMEDIKASI OLEH PETUGAS

APOTEK TERHADAP KASUS DIARE ANAK DI APOTEK

WILAYAH KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

KHADIJAH

NIM 111501033

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PROFIL PELAYANAN SWAMEDIKASI OLEH PETUGAS

APOTEK TERHADAP KASUS DIARE ANAK DI APOTEK

WILAYAH KOTA MEDAN

OLEH:

KHADIJAH NIM 111501033

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 4 Agustus 2015 Disetujui oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. Dr. Wiryanto, M.S., Apt. NIP 197802152008122001 NIP 195110251980021001

Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt

Pembimbing II, NIP 197802152008122001

Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt. Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 197803142005011002 NIP 195807101986012001

Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 19780603200512004

Medan, Agustus 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Profil Pelayanan Swamedikasi oleh

Petugas Apotek terhadap Kasus Diare Anak di Apotek Wilayah Kota Medan”.

Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi USU Medan dan dosen penguji yang telah memberikan fasilitas dan masukan selama masa pendidikan dan penelitian. Penulis juga berterima kasih kepada Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. dan Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, bantuan selama masa penelitian dan penulisan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin. Penghargaan dan ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada dosen penguji, Bapak Dr. Wiryanto, M.S., Apt. dan Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berharga demi kesempurnaan skripsi ini serta kepada Ibu Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt., selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak memberikan bimbingan selama masa pendidikan. Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih serta penghargaan yang tulus dan tak terhingga


(5)

v

kepada orang tua tercinta Ibunda Yenny Afrida Yanti, Ayahanda Za frullah Dikit, serta kakakku tercinta Rahmi, S.E.I., dan Chairunnisa, ST., juga kepada sahabat-sahabat tercinta Marta Puspita, Maulida, Nor Fasilla, Nurul dan teman-teman angkatan 2011 Fakultas Farmasi USU atas do‟a dan dukungannya kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang farmasi.

Medan, Agustus 2015 Penulis

Khadijah


(6)

vi

PROFIL PELAYANAN SWAMEDIKASI OLEH PETUGAS APOTEK TERHADAP KASUS DIARE ANAK DI APOTEK WILAYAH KOTA

MEDAN ABSTRAK

Latar Belakang: Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Diare merupakan salah satu penyakit yang dapat ditangani dengan swamedikasi. Petugas apotek harus mampu melakukan patient a ssessment, penentuan rekomendasi, serta pemberian informasi obat dan non farmakologi yang tepat untuk menjamin kualitas layanan swamedikasi.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menilai profil patient assessment, rekomendasi, serta pemberian informasi obat dan non farmakologi yang dilakukan oleh petugas apotek pada klien yang melakukan swamedikasi dengan keluhan diare.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode simulasi pasien dimana peneliti bertindak sebagai klien apotek (pasien simulasi) mengunjungi 80 apotek di wilayah Medan yang dipilih secara acak dan menyebutkan akan membeli obat diare, sesuai dengan skenario. Profil pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh petugas apotek dicatat dalam lembar checklist dan pengolahan data dilakukan dengan Microsoft Excel.

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa profil patient assessment yang

paling banyak ditanyakan adalah “siapa yang sakit” (n=15; 18,75%), rekomendasi

yang paling banyak diberikan adalah berupa rekomendasi obat (n=80; 100%), yaitu jenis obat adsorben dengan bentuk sediaan suspensi (n=40; 50%). Informasi obat yang paling banyak diberikan yaitu dosis (n=75; 93,75%), serta pemberian informasi non farmakologi berupa makanan, intake cairan dan pola hidup masing-masing memiliki persentase yang samayaitu 2,50% (n=2).

Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa masih banyak profil pa tient a ssessment dan informasi obat serta informasi non farmakologi yang belum digali dan diberikan oleh petugas apotek kepada pasien swamedikasi sehingga pelayanan kefarmasian petugas apotek di wilayah Medan terhadap pasien swamedikasi kasus diare anak masih perlu ditingkatkan.


(7)

vii

SELF-MEDICATION SERVICE PROFILE OF DIARRHEA IN

CHILDREN BY PHARMACIES’ EMPLOYEE AT PHARMACIES IN MEDAN

ABSTRACT

Background: Diarrhea remains a public health problem in developing countries such as Indonesia, since morbidity and mortality are still high. Diarrhea is one of the illnesses that can be relieved with self-medication. Pharmacies‟employee had to do patient assessment, determination of the recommendations, as well as provide medicinal and non-pharmacological information properly to guarantee the quality of self-medication service.

Purpose: This study aims to assess the profile of patient assessment, recommendations, as well as medicinal and non-pharmacological information given by pharmacy employee to a client who requested antidiarrhea medicines. Method: This study used a patient simulation method that researcher acted as observer visited 80 randomly selected pharmacies in Medan and requested antidiarrhea medicines. The observations were recorded in a checklist, then data were analysed using Microsoft Excel.

Results: The research shows that the profile of the patient assessment the most widely asked is "who is sick" (n = 15; 18.75%), most recommendations given are drug recommendation (n = 80; 100%) which is an adsorbent with suspension dosage forms (n = 40; 50%). Types of medicinal information mustly given were dosing (n = 75; 93,75%). Non-pharmacological information included food, liquid intake, and lifestyle each have the same percentage, which is 2.50% (n = 2). Conclusion: Based on the research results obtained that many profile patient assessment and drug information as well as non-pharmacological information

which had not been given by pharmacies‟ employee to self-medication patient, so that the performance of pharmacies‟ employee about pharmaceutical service for self-medication of diarrhea in children needed to be improved.

Key words: pharmaceutical service, self-medication, pharmacy, diarrhea, children


(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Tinjauan Umum Apotek ... 8

2.2 Pelayanan Swamedikasi ... 9

2.2.1 Patient assessment ... 9


(9)

ix

2.2.3 Informasi obat ... 11

2.2.4 Informasi non farmakologi ... 12

2.3 Obat ... 13

2.3.1 Definisi obat ... 13

2.3.2 Penggolongan obat ... 14

2.3.3 Penggunaan obat swamedikasi ... 17

2.4 Diare ... 18

2.4.1 Definisi diare ... 18

2.4.2 Manifestasi klinis ... 19

2.4.3 Penyebab diare ... 19

2.4.4 Klasifikasi diare ... 20

2.4.5 Terapi farmakologi ... 20

2.4.5.1 Opiat dan turunannya ... 21

2.4.5.2 Adsorben ... 21

2.4.5.3 Antisekresi ... 21

2.4.5.4 Produk lain ... 21

2.4.6 Terapi non farmakologi ... 22

2.4.6.1 Perubahan pola makan ... 22

2.4.6.2 Cairan dan elektrolit ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Jenis Penelitian ... 23

3.2 Populasi dan Sampel .. ... 23

3.2.1 Populasi penelitian ... 23


(10)

x

3.2.3 Sampel penelitian ... 24

3.3 Metode Pengambilan Sampel ... 25

3.3.1 Teknik sampling ... 25

3.3.2 Variabel penelitian ... 25

3.3.2.1 Patient assessment ... 26

3.3.2.2 Rekomendasi ... 27

3.3.2.3 Informasi obat ... 27

3.3.2.4 Informasi non farmakologi ... 28

3.3.3 Instrumen penelitian ... 28

3.3.4 Skenario ... 28

3.3.5 Checklist ... 29

3.4 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 30

3.5 Teknik Analisis Data ... 31

3.6 Alur Penelitian ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Profil Pa tient Assessment ... 33

4.2 Profil Rekomendasi ... 37

4.2.1 Jenis obat yang direkomendasikan ... 38

4.2.2 Rentang harga obat yang direkomendasikan ... 43

4.2.3 Golongan obat yang direkomendasikan ... 45

4.3 Profil Informasi Obat ... 46

4.4 Profil Informasi Non Farmakologi ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52


(11)

xi

5.2 Saran ... 52 DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN ... 57


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Variabel Penelitian ... 26

Tabel 4.1 Distribusi Komponen Patient Assessment yang Ditanyakan oleh Petugas Apotek ... 34

Tabel 4.2 Rekomendasi yang Diberikan oleh Petugas Apotek ... 37

Tabel 4.3 Jenis Obat yang Direkomendasikan oleh Petugas Apotek ... 38

Tabel 4.4 Rentang Harga Obat yang Direkomendasikan ... 44

Tabel 4.5 Golongan Obat yang Direkomendasikan ... 45

Tabel 4.6 Distribusi Informasi Obat yang Diberikan oleh Petugas Apotek ... 47

Tabel 4.7 Distribusi Informasi Non Farmakologi yang Diberikan oleh Petugas Apotek ... 49


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian ... 7 Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 32 Gambar 4.1 Persentase Patient Assessment yang Ditanyakan oleh

Petugas Apotek ... 34 Gambar 4.2 Persentase Jenis Obat yang Direkomendasikan oleh

Petugas Apotek ... 41 Gambar 4.3 Persentase Rentang Harga Obat yang

Direkomendasikan oleh Petugas Apotek ... 44 Gambar 4.4 Persentase Golongan Obat yang Direkomendasikan oleh Petugas Apotek ... 46 Gambar 4.5 Persentase Informasi Obat yang Diberikan oleh


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Lembar checklist ... 57 Lampiran 2 Daftar apotek sampel ... 59 Lampiran 3 Keterangan lolos kaji etik penelitian ... 61


(15)

vi

PROFIL PELAYANAN SWAMEDIKASI OLEH PETUGAS APOTEK TERHADAP KASUS DIARE ANAK DI APOTEK WILAYAH KOTA

MEDAN ABSTRAK

Latar Belakang: Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Diare merupakan salah satu penyakit yang dapat ditangani dengan swamedikasi. Petugas apotek harus mampu melakukan patient a ssessment, penentuan rekomendasi, serta pemberian informasi obat dan non farmakologi yang tepat untuk menjamin kualitas layanan swamedikasi.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menilai profil patient assessment, rekomendasi, serta pemberian informasi obat dan non farmakologi yang dilakukan oleh petugas apotek pada klien yang melakukan swamedikasi dengan keluhan diare.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode simulasi pasien dimana peneliti bertindak sebagai klien apotek (pasien simulasi) mengunjungi 80 apotek di wilayah Medan yang dipilih secara acak dan menyebutkan akan membeli obat diare, sesuai dengan skenario. Profil pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh petugas apotek dicatat dalam lembar checklist dan pengolahan data dilakukan dengan Microsoft Excel.

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa profil patient assessment yang

paling banyak ditanyakan adalah “siapa yang sakit” (n=15; 18,75%), rekomendasi

yang paling banyak diberikan adalah berupa rekomendasi obat (n=80; 100%), yaitu jenis obat adsorben dengan bentuk sediaan suspensi (n=40; 50%). Informasi obat yang paling banyak diberikan yaitu dosis (n=75; 93,75%), serta pemberian informasi non farmakologi berupa makanan, intake cairan dan pola hidup masing-masing memiliki persentase yang samayaitu 2,50% (n=2).

Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa masih banyak profil pa tient a ssessment dan informasi obat serta informasi non farmakologi yang belum digali dan diberikan oleh petugas apotek kepada pasien swamedikasi sehingga pelayanan kefarmasian petugas apotek di wilayah Medan terhadap pasien swamedikasi kasus diare anak masih perlu ditingkatkan.


(16)

vii

SELF-MEDICATION SERVICE PROFILE OF DIARRHEA IN

CHILDREN BY PHARMACIES’ EMPLOYEE AT PHARMACIES IN MEDAN

ABSTRACT

Background: Diarrhea remains a public health problem in developing countries such as Indonesia, since morbidity and mortality are still high. Diarrhea is one of the illnesses that can be relieved with self-medication. Pharmacies‟employee had to do patient assessment, determination of the recommendations, as well as provide medicinal and non-pharmacological information properly to guarantee the quality of self-medication service.

Purpose: This study aims to assess the profile of patient assessment, recommendations, as well as medicinal and non-pharmacological information given by pharmacy employee to a client who requested antidiarrhea medicines. Method: This study used a patient simulation method that researcher acted as observer visited 80 randomly selected pharmacies in Medan and requested antidiarrhea medicines. The observations were recorded in a checklist, then data were analysed using Microsoft Excel.

Results: The research shows that the profile of the patient assessment the most widely asked is "who is sick" (n = 15; 18.75%), most recommendations given are drug recommendation (n = 80; 100%) which is an adsorbent with suspension dosage forms (n = 40; 50%). Types of medicinal information mustly given were dosing (n = 75; 93,75%). Non-pharmacological information included food, liquid intake, and lifestyle each have the same percentage, which is 2.50% (n = 2). Conclusion: Based on the research results obtained that many profile patient assessment and drug information as well as non-pharmacological information

which had not been given by pharmacies‟ employee to self-medication patient, so that the performance of pharmacies‟ employee about pharmaceutical service for self-medication of diarrhea in children needed to be improved.

Key words: pharmaceutical service, self-medication, pharmacy, diarrhea, children


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kunci pokok suksesnya sistem kesehatan. Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Depkes RI, 2014). Pelayanan informasi terkait obat penting disampaikan agar masyarakat paham bagaimana menggunakan obat sesuai aturan dan tata cara yang tepat sehingga obat bisa mencapai efek terapi secara optimal.

Salah satu sarana pelayanan kefarmasian di masyarakat adalah apotek. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, apoteker dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker (Menkes RI, 2009). Pelayanan kefarmasian yang dapat dijumpai di apotek adalah pelayanan dengan resep dan tanpa resep.

Definisi swamedikasi menurut WHO adalah pemilihan dan penggunaan obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit (WHO, 1998). Swamedikasi atau pengobatan sendiri berdasarkan Permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993 adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala penyakit tanpa konsultasi dengan


(18)

2

dokter terlebih dahulu (Menkes RI, 1993). Upaya pengobatan sendiri ini dapat berupa pengobatan dengan obat modern atau obat tradisional.

Fakta menunjukkan bahwa persentase pelayanan swamedikasi lebih banyak dibandingkan pelayanan resep, yaitu antara 20–70%. Tingginya kebutuhan masyarakat untuk melakukan swamedikasi menuntut pemerintah Indonesia meningkatkan sarana yang dapat mendukung tindakan swamedikasi secara tepat, aman dan rasional. Dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat untuk melakukan swamedikasi, Menteri Kesehatan RI menerbitkan Surat Keputusan tentang pedoman penggunaan obat bebas dan bebas terbatas di apotek (Depkes RI, 2006; Rinukti, 2005).

Pemberian informasi pada pelayanan resep maupun tanpa resep merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan di apotek. Dalam penyampaian informasi tersebut, petugas apotek harus bisa memberikan informasi kepada klien dengan memperhatikan dengan siapa petugas apotek berinteraksi, sehingga nantinya informasi tersebut dapat diterima oleh klien secara mudah (menggunakan bahasa orang awam). Sebelum memberikan rekomendasi maupun informasi ke klien, sebaiknya petugas apotek menggali dahulu informasi tentang pasien agar penyampaian informasi dapat tepat sasaran dan tidak terjadi salah paham atau salah keputusan. Informasi yang diberikan petugas apotek ke klien itu tidak selalu informasi tentang obat, dapat juga petugas apotek memberikan informasi non farmakologi dan juga bisa memberikan suatu rujukan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas,


(19)

3

mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini (Chua, dkk., 2006; Depkes RI, 2006).

Pada penelitian ini, dilakukan pengamatan pelayanan kefarmasian tanpa resep dengan kasus diare pada anak di apotek wilayah Medan. Pertimbangannya adalah menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, secara global diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun, setiap tahunnya sekitar 760.000 anak di bawah lima tahun meninggal karena diare.

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Pada skala nasional berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013, insiden diare berdasarkan gejala pada seluruh kelompok umur sebesar 3,5% dan insiden diare pada balita sebesar 6,7% (Depkes RI, 2007; Kemenkes RI, 2014).

Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten/Kota 2012, jumlah diare yang ditangani oleh puskesmas di kota Medan adalah sebanyak 30.440 atau 33,90% (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2012). Case Fatality Rate (CFR) akibat diare sebesar 2,67% dengan 2 penderita meninggal dari 75 kasus (Kemenkes RI, 2014).

Pada penelitian ini digunakan simulasi pasien anak karena pada kelompok balita merupakan umur yang rentan dengan risiko, hal ini berkaitan dengan faktor makanan, imunitas terhadap infeksi dan ketergantungan psikologi. Diare pada balita (bawah lima tahun) sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian akibat kekurangan cairan. Balita rentan terhadap diare karena perkembangan sistem pencernaan dan kekebalan tubuhnya yang belum optimal menyebabkan


(20)

4

mereka mudah terserang diare akibat bakteri atau virus (Chiller, dkk., 2006; Ruth, 2007).

Penelitian mengenai penggalian informasi dan rekomendasi pelayanan swamedikasi oleh petugas apotek terhadap kasus diare anak sebelumnya pernah dilakukan di Surabaya, oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui kualitas pelayanan kefarmasian swamedikasi oleh petugas apotek terhadap kasus diare anak di wilayah Medan. Pada pasien diare anak perlu penanganan khusus dalam pemberian obat maupun terapi non farmakologi, sehingga diharapkan petugas apotek dapat melakukan patient assessment, rekomendasi, dan pemberian informasi obat dan non farmakologi yang spesifik kepada pasien swamedikasi agar diperoleh hasil terapi yang optimal.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. Bagaimana profil patient assessment yang dilakukan oleh petugas apotek terhadap pasien swamedikasi kasus diare pada anak?

b. Bagaimana profil rekomendasi yang diberikan oleh petugas apotek terhadap pasien swamedikasi kasus diare pada anak?

c. Bagaimana profil informasi terkait obat dan non farmakologi yang diberikan oleh petugas apotek terhadap pasien swamedikasi kasus diare pada anak?

1.3 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

a. Petugas apotek melakukan patient assessment terhadap pasien swamedikasi yang datang dengan keluhan diare pada anak.


(21)

5

b. Petugas apotek memberikan rekomendasi berupa obat terhadap pasien swamedikasi yang datang dengan keluhan diare pada anak.

c. Petugas apotek memberikan informasi terkait obat dan non farmakologi terhadap pasien swamedikasi yang datang dengan keluhan diare pada anak. 1.4Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. Profil patient assessment yang dilakukan petugas apotek terhadap pasien swamedikasi yang datang dengan keluhan diare pada anak.

b. Profil rekomendasi yang diberikan oleh petugas apotek terhadap pasien swamedikasi yang datang dengan keluhan diare pada anak.

c. Profil informasi terkait obat dan non farmakologi yang diberikan oleh petugas apotek terhadap pasien swamedikasi yang datang dengan keluhan diare pada anak.

1.5Manfaat Penelitian

Berdasarkan penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Memberikan masukan kepada apoteker agar bisa meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di apotek, khususnya pelayanan kefarmasian swamedikasi.

b. Hasil data dari penelitian ini dapat digunakan oleh peneliti lain sebagai bahan referensi untuk dilakukannya penelitian yang lebih lanjut terutama pelayanan kefarmasian swamedikasi.


(22)

6 1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Pada penelitian ini subjek yang digunakan adalah apotek yang berada di sepuluh kecamatan kota Medan. Pada penelitian ini variabel pengamatan yang digunakan adalah profil pelayanan kefarmasian yang terdiri dari patient a ssessment, rekomendasi, dan informasi obat serta informasi non farmakologi.


(23)

7 Profil

Pelayanan Kefarmasian

n

Pa tient Assessment: 1. Siapa yang sakit diare? 2. Berapa usia yang sakit diare? 3. Apa gejala yang dialami

pasien?

4. Berapa lama pasien diare mengalami sakit? 5. Apa tindakan yang sudah

diperbuat selama mengalami gejala diare?

6. Apa obat-obat lain yang sedang digunakan?

Rekomendasi:

1. Apakah berupa rujukan ke dokter?

2. Apakah berupa rekomendasi obat?

Informasi obat: 1. Indikasi 2. Kontraindikasi 3. Efek samping 4. Cara pemakaian 5. Dosis

6. Waktu pemakaian 7. Lama pemakaian 8. Perhatian

9. Terlupa minum obat 10. Cara penyimpanan 11. Cara perlakuan sisa obat 12. Identifikasi obat yang rusak Informasi non farmakologi:

1. Makanan 2. Inta ke Cairan 3. Pola hidup

Parameter

Gambar 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian Variabel


(24)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Apotek

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker (Depkes RI, 2014). Apotek merupakan tempat pengabdian dan praktek profesi apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian untuk membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Untuk menunjang fungsi tersebut apotek dituntut menyelenggarakan pelayanan farmasi yang berkualitas (Hartini dan Sulasmono, 2006). Dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, apoteker dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker (Menkes RI, 2009).

Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Depkes RI, 2014). Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan, pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasin (Depkes RI, 2014). Pelayanan kefarmasian yang dapat dijumpai di apotek adalah pelayanan dengan resep dan tanpa resep atau dikenal sebagai swamedikasi.


(25)

9

2.2 Pelayanan Swamedikasi

Pelayanan swamedikasi merupakan pelayanan terhadap pasien atau klien yang datang dengan keluhan gejala yang timbul atau dengan meminta suatu produk obat tertentu tanpa resep dari dokter. Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obatan yang dibeli bebas di apotek atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter (Indriyanti, 2009).

Pelayanan swamedikasi memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan pelayanan resep, yaitu antara 20–70%. Sekarang ini, masyarakat akan berusaha mengatasi sendiri masalah kesehatannya yang sifatnya sederhana dan umum diderita. Hal itu dilakukan karena pengobatan sendiri (swamedikasi) dianggap lebih murah dan praktis. Kondisi seperti ini merupakan tantangan dan kesempatan bagi pemerintah, para tenaga kesehatan dan institusi yang menyediakan produk-produk untuk swamedikasi sehingga dapat mendukung tindakan swamedikasi secara tepat, aman dan rasional (BPOM, 2004; Depkes RI, 2006; Rinukti, 2005).

Pada pelayanan swamedikasi terdapat beberapa profil pelayanan yang diberikan oleh petugas apotek kepada pasien swamedikasi yang terdiri dari patient assessment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non farmakologi.

2.2.1 Patient assessment

Patient assessment merupakan suatu penilaian terhadap keadaan pasien yang penting dilakukan untuk pertimbangan apoteker dalam penentuan identifikasi pasien sebelum membuat sebuah rekomendasi. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan tindakan oleh apoteker sebelum konseling yang dijadikan referensi untuk rekomendasi adalah sejarah pengobatan, obat untuk siapa, umur pasien, penyebab sakit, durasi sakit, lokasi sakit, gejala sakit,


(26)

10

pengobatan lain yang sedang digunakan, obat sejenis lainnya yang digunakan, alergi obat, apakah pernah terjadi sakit seperti sebelumnya, gejala lain, dan apakah sudah ke dokter (Chua, dkk., 2006).

Kemungkinan pertanyaan yang bisa ditanyakan oleh apoteker

diidentifikasi berdasarkan pada WWHAM (Who the patient?, What are the symptoms?, How long have the symptoms been presents?, Action taken?, Medication being taken?), ASMETHOD (Age/appearance, Self/someone else, Medication, Extra medication, Time symptoms, History, Other accompanying symptoms, Danger symptoms), SITDOWNSIR (Site/location, Intensity/severity, Tipe/nature, Duration, Onset, With other symptoms, Annoyed by, Spread/radiation, Incidence, Relieved by), ENCORE (Explore, No medication option, Care, Observe, Refer, Explain) (Blenkinsopp dan Paxton, 2002).

2.2.2 Rekomendasi

Rekomendasi merupakan saran menganjurkan yang diberikan oleh petugas apotek kepada pasien swamedikasi yaitu dapat berupa rujukan ke dokter ataupun rekomendasi obat. Petugas apotek harus dapat membedakan tingkat keseriusan gejala penyakit yang timbul dan tindakan yang harus diambil sehingga dapat memberikan saran berupa pemberian obat atau rujukan ke dokter. Rekomendasi yang tepat dapat diberikan sesuai dengan patient assessment yang telah ditanyakan oleh petugas apotek. Apoteker dapat memberi rekomendasi rujukan ke dokter jika gejala penyakitnya berat atau parah (Blenkinsopp dan Paxton, 2002; Chua, dkk., 2006).

Pada kasus diare, rujukan ke dokter diperlukan jika (Spruill dan William, 2008): a. Nyeri perut yang hebat dan kram.


(27)

11

c. Dehidrasi (haus, mulut kering, lemas, urin berwarna pekat, jarang buang air kecil, penurunan jumlah urin, kulit kering, nadi yang cepat, napas cepat, kram otot, otot lemah).

d. Demam tinggi (lebih dari 38ºC).

e. Penurunan berat badan lebih dari 5% total berat badan. f. Diare berlangsung lebih dari 48 jam.

2.2.3 Informasi obat

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi secara kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat (Depkes RI, 2014).

Informasi obat yang diberikan pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Adapun informasi yang perlu disampaikan terkait penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas antara lain (Menkes RI, 2004; Depkes RI, 2006):

a. Khasiat obat: Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien.

b. Kontraidikasi: pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontraindikasi dari obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi dimaksud.

c. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada): pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.


(28)

12

d. Cara pemakaian: cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui anus, atau cara lain.

e. Dosis: sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, Apoteker dapat

menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. f. Waktu pemakaian: waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan

jelas kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.

g. Lama penggunaan: lama penggunaan obat juga harus diinformasikan

kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum hilang, padahal sudah memerlukan pertolongan dokter.

h. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan.

i. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat.

j. Cara penyimpanan obat yang baik.

k. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.

l. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak.

2.2.4 Informasi non farmakologi

Dalam pengobatan diare selain informasi mengenai obat, informasi non farmakologi juga penting untuk diberikan oleh petugas apotek karena dapat


(29)

13

menunjang keberhasilan terapi. Beberapa informasi non farmakologi terhadap kasus diare yang dapat diberikan antara lain (Depkes RI, 2006):

a. Minum banyak cairan (air, sari buah, sup bening). Hindari alkohol, kopi/teh, susu.

b. Hindari makanan padat atau makanlah makanan yang tidak berasa (bubur,

roti, pisang) selama 1–2 hari.

c. Minum cairan rehidrasi oral-oralit/larutan gula garam.

d. Cucilah tangan dengan baik setiap habis buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan.

e. Tutuplah makanan untuk mencegah kontaminasi dari lalat, kecoa dan tikus.

f. Simpanlah secara terpisah makanan mentah dan yang matang, simpanlah sisa makanan di dalam kulkas.

g. Gunakan air bersih untuk memasak.

h. Air minum harus direbus terlebih dahulu. i. Jaga kebersihan lingkungan.

2.3 Obat

2.3.1 Definisi obat

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelediki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Depkes RI, 2014).


(30)

14

2.3.2 Penggolongan obat

Obat dapat dibagi menjadi 6 golongan yaitu (Menkes RI, 1990; Menkes RI, 1993; Menkes RI, 1999; Depkes RI, 2006) :

a. Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.

Contoh: parasetamol, vitamin.

b. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Selain tanda khusus obat bebas terbatas, terdapat pula tanda peringatan. Tanda peringatan ini diberikan karena hanya dengan takaran dan kemasan tertentu obat ini aman dipakai untuk pengobatan sendiri. Tanda peringatan berupa empat persegi panjang dengan huruf putih pada dasar hitam yang terdiri dari enam macam, yaitu:


(31)

15 Contoh: CTM, antimo

c. Obat Keras

Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam.

Contoh: asam mefenamat, tetrasiklin, sefalosporin, dsb.


(32)

16

Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter.

Sampai saat ini terdapat tiga daftar obat yang diperbolehkan diserahkan tanpa resep dokter. Peraturan mengenai Daftar Obat Wajib Apotek tercantum dalam :

1) Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/MenKes/SK/VII/1990

tentang Obat Wajib Apotek, berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1

2) Peraturan Menteri Kesehatan nomor 924/Menkes/Per/X/1993

tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2

3) Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999

tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3

Contoh: Asam mefenamat, salep hidrokortison, salep kloramfenikol. e. Obat Psikotropika

Obat psikotropika adalah obat keras alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Contoh: diazepam, fenobarbital.

f. Obat Narkotika

Obat narkotika adalah obat keras yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan.


(33)

17 Contoh: morfin dan petidin.

2.3.2 Penggunaaan obat swamedikasi

Dalam penatalaksanaan swamedikasi, masyarakat memerlukan pedoman yang terpadu agar tidak terjadi kesalahan pengobatan (medication error). Apoteker sebagai salah satu profesi kesehatan sudah seharusnya berperan sebagai pemberi informasi (drug informer) khususnya untuk obat-obat yang digunakan dalam swamedikasi. Obat-obat yang dapat digunakan dalam swamedikasi adalah obat-obat yang termasuk dalam golongan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas dan obat-obat dalam Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) (Depkes RI, 1990; Depkes RI, 2006).

Sebelum menggunakan obat, termasuk obat bebas dan bebas terbatas harus diketahui sifat dan cara pemakaiannya agar penggunaannya tepat dan aman. Informasi tersebut dapat diperoleh dari brosur dan etiket yang tertera pada kemasan obat. Dalam menentukan jenis obat yang akan diberikan kepada pasien swamedikasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu (Depkes RI, 2006):

a. Gejala atau keluhan penyakit.

b. Kondisi khusus misalnya hamil, menyusui, bayi, lanjut usia, diabetes mellitus, dan lain-lain.

c. Riwayat alergi atau reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat tertentu. d. Pilihlah obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak ada

interaksinya dengan obat yang sedang diminum.

Pada pasien swamedikasi terdapat cara penggunaan obat yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut (Depkes RI, 2006):


(34)

18

b. Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera pada etiket atau brosur. c. Bila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan,

hentikan penggunaan dan tanyakan kepada apoteker dan dokter.

d. Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit sama.

e. Untuk mendapatkan informasi penggunaan obat yang lebih lengkap,

tanyakan kepada apoteker.

2.4 Diare

2.4.1 Definisi diare

Diare (diarrheal disease) berasal dari kata diarroia (bahasa Yunani) yang berarti mengalir terus. Diare adalah suatu keadaan kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui tinja, sehingga terjadi perubahan konsistensi tinja (lembek atau cair). Diare juga dapat didefinisikan sebagai kondisi meningkatnya frekuensi buang air besar (BAB) dan menurunnya konsistensi feses dibandingkan pada individu dengan kondisi saluran pencernaan yang normal. Diare yang hanya sekali-sekali tidak berbahaya dan biasanya sembuh sendiri, tetapi diare yang berat bisa menyebabkan dehidrasi dan bisa membahayakan jiwa (Depkes RI, 2006; Gishan, 2003; Spruill dan William, 2008).

Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak yang terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedangkan diare kronis adalah diare yang berlangsung terus menerus selama lebih dari 2 minggu. Diare secara umum terbagi atas tiga karakteristik yaitu: akut cair, persisten dan disentri. Diare cair akut adalah diare yang berlangsung secara tiba-tiba selama kurang dari 14 hari. Persisten diare apabila terjadi lebih dari 14 hari, yang secara umum diikuti kehilangan berat badan secara signifikan dan masalah


(35)

19

nutrisi, sedangkan disentri adalah diare disertai darah pada feses (Partawihardja, 1990; WHO, 2005).

2.4.2 Manifestasi klinis

Pada bayi atau anak terlihat tanda dan gejala berupa gelisah, mudah menangis, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Feses berbentuk cair, mungkin disertai lendir dan darah. Warna feses dapat berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit maka terjadi gejala dehidrasi. Berat badan penderita pun cenderung menurun, serta selaput lendir mulut dan bibir terlihat kering (Ngastiyah, 2005).

2.4.3 Penyebab diare

Penyebab diare berupa infeksi masih merupakan masalah yang cukup serius di negara berkembang, dan dapat berupa infeksi parenteral (infeksi jalur napas, saluran kencing dan infeksi sistemik) maupun infeksi enteral (bakteri, virus, dan parasit). Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar saluran pencernaan yang dapat menyebabkan diare seperti otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia, dsb. Bakteri merupakan penyebab terbesar pada diare akut. Jenis bakteri yang umumnya menjadi penyebab diare antara lain Shigella, Salmonella, Campylobacter, Staphylococcus, dan Escherichia coli. Virus penyebab diare antara lain virus Norwalk dan rotavirus, sedangkan infeksi parasit yang menyebabkan diare antara lain ascaris, giardia lamblia, candida albicans, dll. (Hassan, 2005; Spruill dan William, 2008).

Malabsorpsi juga merupakan salah satu faktor penyebab diare, yaitu malabsorpsi karbohidrat (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), malabsorpsi


(36)

20

protein, dan malabsorpsi lemak. Makanan basi, beracun atau mempunyai alergi terhadap makanan tertentu juga dapat menjadi penyebab diare. Faktor psikologis seperti rasa takut dan cemas walaupun jarang, dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar. Penggunaan obat-obatan dapat menjadi penyebab diare seperti obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang memiliki efek samping berupa diare (Goodman dan Gilman, 2001; Hassan, 2005).

2.4.4 Klasifikasi diare

Klasifikasi diare berdasarkan mekanisme patofisiologinya, yaitu (Sukandar, dkk., 2009):

a. Secretory diarrhea, terjadi ketika senyawa yang strukturnya mirip (contoh: Vasocative Intestinal Peptide (VIP) atau toksin bakteri) meningkatkan sekresi atau menurunkan absorpsi air dan elektrolit dalam jumlah besar. b. Osmotic diarrhea, disebabkan oleh absorpsi zat-zat yang mempertahankan

cairan intestinal.

c. Exudative diarrhea, disebabkan oleh penyakit infeksi saluran pencernaann yang mengeluarkan mukus, protein atau darah ke dalam saluran pencernaan.

d. Motilitas usus dapat berubah dengan mengurangi waktu kontak di usus halus, pengosongan usus besar yang prematur dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan.

2.4.5 Terapi farmakologi

Menurut Spruill dan William (2008), terapi farmakologi pada diare terdiri dari antimotilitas, adsorben, antisekresi, antibiotik, enzim, dan probiotik.


(37)

21

Opiat dan turunannya berfungsi sebagai (a) menunda transit isi intraluminal atau (b) meningkatkan kapasitas saluran cerna, memperpanjang waktu kontak dan absorpsi. Keterbatasan penggunaan opiat adalah potensi terjadinya adiksi dan memperburuk penyakit pada diare yang disebabkan oleh infeksi (Spruill dan William, 2008). Contoh produk: Lopamid®, Imodium®, Lodia®, Diasec®, dan lain-lain (MIMS, 2013).

2.4.5.2 Adsorben

Adsorben bekerja secara tidak spesifik dengan menyerap nutrisi, toksin, maupun obat. Pemberian bersama dengan obat lain akan mengurangi bioavailibilitasnya (Spruill dan William, 2008). Contoh produk: Biodiar®, New Diatabs®, Entrostop®, dan lain-lain (MIMS, 2013).

2.4.5.3 Antisekresi

Bismut subsalisilat sering digunakan untuk pengobatan atau pencegahan diare dan memliki efek antisekresi, antiinflamasi, dan antibakteri. Bismut subsalisilat dapat meringankan keram perut dan mengontrol diare. Oktreotid adalah antisekresi yang digunakan selama diare berat disebabkan kemoterapi kanker, HIV, diabetes, gangguan lambung, dan tumor gastrointestinal (Spruill dan William, 2008). Contoh produk: Stobiol® (MIMS, 2013).

2.4.5.4 Produk lain

Sediaan lactobacillus seperti Lactinex® adalah probiotik yang mengandung bakteri atau khamir (yeast) yang digunakan untuk menormalkan fungsi pencernaan dan menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen pada saluran pencernaan. Selain itu atropin juga dapat membantu memperpanjang transit usus (Spruill dan William, 2008). Contoh produk: L-Bio®, Lacto-B®, Probiokid®, dan lain-lain (MIMS, 2013).


(38)

22

2.4.6 Terapi non farmakologi

Selain terapi farmakologi terdapat pula terapi non farmakolgi yang penting dianjurkan oleh petugas apotek terhadap pasien swamedikasi sehingga hasil terapi yang optimal dapat diperoleh. Menurut Spruill dan William (2008), terapi non farmakologi pada diare terdiri dari perubahan pola makan dan pemberian cairan dan elektrolit.

2.4.6.1 Perubahan pola makan

Kebanyakan klinisi menganjurkan untuk tidak mengonsumsi makanan padat dan produk yang mengandung susu selama 24 jam. Bagi pasien diare yang mengalami mual dan muntah dianjurkan mengonsumsi makanan yang bertekstur lembut dan mudah dicerna selama 24 jam. Pemberian makanan harus tetap diberikan kepada pasien anak dengan diare akut (Spruill dan William, 2008).

2.4.6.2 Cairan dan elektrolit

Pada pasien diare, rehidrasi dan penyeimbangan cairan dan elektrolit merupakan tujuan terapi paling utama yang dilakukan hingga diare berhenti. Rute parenteral dan enteral dapat digunakan untuk memberikan cairan dan elektrolit. Cairan rehidrasi oral sangat direkomendasikan untuk mengatasi dehidrasi berat.

Pada negara berkembang, World Health Organization Oral Rehydration Solution

(WHO-ORS) berhasil menyelamatkan jutaan anak akibat diare setiap tahunnya (Spruill dan William, 2008).


(39)

23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Arikunto, 2010). Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan deskripsi tentang pelayanan kefarmasian swamedikasi di apotek wilayah Medan terhadap kasus diare pada anak. Penelitian ini menggunakan metode simulasi pasien. Metode ini menggunakan seseorang yang dilatih untuk mengunjungi apotek dan memerankan skenario tertentu. Tujuannya adalah untuk menguji perilaku tertentu dari apoteker atau petugas apotek (Watson, 2006).

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi penelitian

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini populasi yang digunakan cukup besar, jumlah apotek di kota Medan menurut Binfar tahun 2013 yaitu 575 apotek (Depkes RI, 2013). Jika diadakan pengamatan ke seluruh apotek di wilayah Medan akan terkendala waktu yang panjang, dana yang banyak, dan juga tenaga. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, maka populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah apotek-apotek di sepuluh kecamatan Medan (Medan Johor, Medan Amplas, Medan Kota, Medan Area, Medan Maimun, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Barat, Medan Denai, dan Medan Petisah) yang dianggap mewakili seluruh apotek di wilayah Medan.


(40)

24

3.2.2 Kriteria inklusi dan eksklusi

Kriteria inklusi sampel penelitian adalah apotek-apotek di sepuluh kecamatan kota Medan yang dianggap mewakili seluruh apotek di wilayah Medan. Sedangkan kriteria eksklusinya yaitu apotek yang dikelola oleh rumah sakit dan klinik.

3.2.3 Sampel penelitian

Sampel penelitian adalah sebagian objek yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Dari sepuluh kecamatan yang terpilih terdapat 327 apotek yang dianggap mewakili seluruh apotek di wilayah Medan karena telah melebihi dari 50% jumlah seluruh apotek di wilayah Medan. Selanjutnya dilakukan perhitungan besar sampel dengan rumus Slovin (Umar, 2004) sebagai berikut:

n =

Keterangan : n = jumlah sampel N = besarnya populasi

e = nilai kritis atau batas ketelitian yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan penarikan sampel)

n =

n =

n =

n = n =


(41)

25

Berdasarkan rumus diatas, dengan tingkat ketepatan 10%, didapatkan jumlah sampel sebanyak 76,58 apotek atau dibulatkan menjadi 80 apotek.

3.3 Metode Pengambilan Sampel 3.3.1 Teknik sampling

Dalam penentuan sampel, digunakan simple random sampling. Teknik simple random sampling yaitu dilakukan secara acak tanpa memperhatikan adanya strata (Notoatmodjo, 2010). Dasar memilih teknik ini karena anggota populasi dianggap sama/homogen. Homogen di sini maksudnya adalah tidak ada kriteria-kriteria tertentu untuk digunakan sampel, sebab tujuan penelitian ini untuk mengetahui profil pelayanan kefarmasian di apotek tanpa mempertimbangkan apotek itu besar atau kecil, terkenal atau tidak, tempatnya di mana, dan yang memberi informasi apoteker atau bukan. Sarana acak yang digunakan dalam

penentuan sampel adalah menggunakan Microsoft Excel, yaitu dengan

memasukkan rumus random pada daftar apotek sehingga didapatkan nomor-nomor acak sebanyak 80 buah.

3.3.2 Variabel penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang maupun objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Variabel pengamatan pada penelitian ini meliputi patient assessment, rekomendasi, dan informasi obat serta informasi non farmakologi (Tabel 3.1).


(42)

26

Tabel 3.1 Variabel Penelitian

Variabel Parameter

Patient assessment Siapa yang sakit diare? Berapa usia yang sakit diare? Apa gejala yang dialami pasien?

Berapa lama pasien diare mengalami sakit? Apa tindakan yang sudah diperbuat selama mengalami gejala diare?

Pengobatan lain yang sedang digunakan?

Rekomendasi Apakah berupa rujukan ke dokter?

Apakah berupa rekomendasi obat?

Informasi obat Indikasi

Kontraindikasi Efek samping Cara pemakaian Dosis

Waktu pemakaian Lama pemakaian Perhatian

Terlupa minum obat Cara penyimpanan Cara perlakuan sisa obat Identifikasi obat yang rusak

Informasi non farmakologi Makanan

Intake cairan Pola hidup

3.3.2.1 Patient assessment

Patient assessment merupakan suatu penilaian terhadap keadaan pasien yang penting dilakukan untuk pertimbangan apoteker dalam penentuan identifikasi pasien sebelum membuat sebuah rekomendasi. Kemungkinan pertanyaan yang bisa ditanyakan oleh apoteker diidentifikasi berdasarkan pada WWHAM (Who the patient?, What are the symptoms?, How long have the symptoms been presents?, Action taken?, Medication being taken?), ASMETHOD (Age/appearance, Self/someone else, Medication, Extra medication, Time symptoms, History, Other accompanying symptoms, Danger symptoms),


(43)

27

SITDOWNSIR (Site/location, Intensity/severity, Tipe/nature, Duration, Onset, With other symptoms, Annoyed by, Spread/radiation, Incidence, Relieved by), ENCORE (Explore, No medication option, Care, Observe, Refer, Explain) (Blenkinsopp dan Paxton, 2002). Patient assessment dalam penelitian ini merujuk pada WWHAM.

3.3.2.2 Rekomendasi

Pada variabel rekomendasi terdapat dua komponen yaitu berupa rujukan ke dokter dan rekomendasi obat. Rekomendasi yang tepat dapat diberikan sesuai dengan patient assessment yang telah ditanyakan oleh petugas apotek, sehingga patient assessment adalah komponen yang mendasari untuk memberikan rekomendasi selanjutnya.

3.3.2.3 Informasi obat

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat (Menkes RI, 2014). Informasi yang perlu disampaikan oleh Apoteker pada masyarakat dalam penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas antara lain khasiat obat, kontraindikasi, efek samping, cara pemakaian, dosis, waktu pemakaian, lama penggunaan obat, hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat, cara penyimpanan obat yang baik, cara memperlakukan obat yang masih tersisa, dan cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak (Depkes RI, 2006).


(44)

28

3.3.2.4 Informasi non farmakologi

Informasi non farmakologi dalam penelitian ini terdiri dari tiga indikator yaitu makanan, intake cairan, dan pola hidup. Informasi non farmakologi berfungsi sebagai penunjang akan keberhasilan terapi.

3.3.3 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian merupakan suatu alat ukur dalam penelitian, yaitu suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2012). Instrumen dalam penelitian ini adalah skenario dan checklist. Sebelum melakukan simulasi pasien di apotek, peneliti harus sudah menyiapkan dahulu skenario yang digunakan dan lembar checklist yang berisi poin-poin yang ingin didapatkan sebagai data pengamatan.

3.3.4 Skenario

Skenario yang digunakan berisi informasi mengenai pasien dan hal-hal yang harus dilakukan pada saat simulasi pasien untuk memperlancar jalannya pengamatan. Skenario disiapkan untuk menghindari kecurigaan dari petugas apotek terhadap simulasi pasien yang dijalankan sehingga pengamatan yang dilakukan dapat optimal.

Skenario kasus diare pada anak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Peneliti datang ke apotek untuk membeli obat diare.

2. Jika petugas apotek melakukan patient assessment, maka skenario yang digunakan peneliti adalah :

 Pasien : Alif

 Jenis Kelamin : Laki-laki

 Usia : 4 tahun


(45)

29

 Alamat : Jln. Teladan No. 47

 Gejala yang dikeluhkan : Buang air besar 5x sehari, konsistensi lembek.

 Lama gejala yang dialami sampai sekarang : 1 hari

 Tindakan yang sudah diperbuat : Belum ada

 Obat lain yang sedang digunakan : Tidak ada

 Makanan yang dikonsumsi kemarin : Makan makanan pedas.

 Alasan ke apotek : Sedang lewat daerah tersebut dari rumah teman.

3. Jika tidak ada informasi obat yang diberikan maka peneliti bertanya : “Berapa

banyak obat yang diminum?”

4. Pencatatan dilakukan di luar apotek tanpa sepengetahuan petugas apotek.

3.3.5 Checklist

Checklist adalah suatu daftar pengecek, berisi nama subjek dan beberapa gejala/identitas lainnya dari sasaran pengamatan (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini, pengumpulan data menggunakan observasi dalam bentuk checklist. Dalam observasi, bentuk checklist data yang digunakan yaitu daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya. Dalam hal ini peneliti hanya akan memberikan tanda

check (√) jika kriteria yang dimaksud dalam format observasi ditunjukkan oleh petugas apotek.

Lembar checklist yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari penelitian terdahulu (Leksono, 2011). Isi lembar checklist adalah patient assessment, rekomendasi, dan informasi terkait obat maupun non farmakologi sebagai pelayanan yang diberikan apotek kepada klien diare pada anak. Lembar checklist dilengkapi oleh peneliti di luar apotek setelah mengunjungi apotek sampel.


(46)

30

3.4 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Uji validitas isi (content validity) digunakan untuk menilai validitas dari skenario dan lembar checklist. Kedua instrumen tersebut dapat dikatakan valid karena isi dari kedua instrumen tersebut mewakili variabel yang akan diteliti yang diperoleh dari pustaka dan sudah pernah digunakan pada penelitian terdahulu.

Dalam penelitian ini digunakan validitas rupa yang didasarkan pada penilaian format tampilan dari alat ukur yang ada (Nisfiannoor, 2009). Validitas ini dianggap terpenuhi apabila penampilan alat ukur atau tes telah meyakinkan dan memberi kesan mampu mengungkapkan apa yang hendak diukur (Nisfiannoor, 2009). Metode simulasi pasien memiliki validitas rupa bila penyedia layanan kesehatan tidak mengetahui adanya simulasi pasien (Watson et al., 2004).

Untuk dapat melakukan validitas rupa (face validity) dan validitas isi (content validity) terhadap peneliti yang berperan sebagai pasien atau keluarga pasien dilakukan kunjungan uji coba langsung ke apotek (pilot visit), kunjungan ini dilakukan sebanyak lima kali.

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010). Agar data yang diperoleh reliabel maka dilakukan kunjungan uji coba langsung ke apotek (pilot visit). Dikatakan reliabel ketika peneliti mampu menjalankan skenario dan menangkap semua informasi yang didapat saat melakukan pilot visit. Kemampuan tersebut dapat dilihat pada saat peneliti melakukan pilot visit ke apotek sebanyak lima kali.


(47)

31

Skenario dan lembar checklist telah memenuhi uji validitas isi (content validity) karena isi dari kedua instrumen tersebut telah mewakili variabel yang akan diteliti yang diperoleh dari pustaka dan sudah pernah digunakan pada penelitian terdahulu (Leksono, 2011). Metode simulasi pasien yang digunakan telah memenuhi uji validitas rupa karena setelah dilakukan pilot visit sebanyak lima kali menunjukkan bahwa petugas apotek tidak mengetahui adanya simulasi pasien. Data yang dikumpulkan dinyatakan reliabel karena peneliti mampu menjalankan skenario dan menangkap semua informasi yang didapat saat melakukan pilot visit.

3.5 Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini digunakan statistik deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum/generalisasi (Sugiyono, 2012). Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel dengan penyajian data melalui tabel, diagram, dan persentase.


(48)

32

3.6 Alur Penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Penyusunan Instrumen

Pengujian Instrumen Studi Pustaka

Pengumpulan Data

Pencatatan Data

Pengolahan Data


(49)

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini telah mendapatkan izin etik dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance) yang bernomor persetujuan etik 24/KOMET/FK USU/2015 (Lampiran 3). Penelitian dilakukan di 80 apotek yang berada di sepuluh kecamatan kota Medan yaitu kecamatan Medan Johor, Medan Amplas, Medan Kota, Medan Area, Medan Maimun, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Barat, Medan Denai, dan Medan Petisah.

4.1 Profil Patient Assessment

Patient assessment merupakan penilaian terhadap keadaan pasien yang terdiri dari beberapa pertanyaan meliputi siapa yang sakit, berapa usia yang sakit, apa gejala yang dialami pasien, berapa lama pasien mengalami sakit, apa tindakan yang sudah dilakukan untuk menangani gejala, dan apa obat lain yang sedang digunakan. Patient assessment dalam penelitian ini merujuk pada WWHAM (Who the patient?, What are the symptoms?, How long have the symptoms been presents?, Action taken?, Medication being taken?) (Blenkinsopp dan Paxton, 2002).

Komponen patient assessment tersebut sudah cukup memberikan petunjuk kepada petugas apotek terhadap kasus swamedikasi diare pada anak dalam melakukan tindakan selanjutnya, yaitu rekomendasi serta pemberian informasi obat dan non farmakologi. Data lengkap mengenai profil patient assessment yang ditanyakan oleh petugas apotek dapat dilihat pada Tabel 4.1.


(50)

34

Tabel 4.1 Distribusi Komponen Patient Assessment yang Ditanyakan oleh Petugas Apotek

Indikator Ya, n (%) Tidak, n (%)

Siapa yang sakit/ mengalami gejala-gejala diare 15 (18,75) 65 (81,25)

Berapa usia yang sakit diare 14 (17,50) 66 (82,50)

Gejala 12 (15,00) 68 (85,00)

Berapa lama pasien diare mengalami sakit 5 (6,25) 75 (93,75)

Apa tindakan yang sudah diperbuat selama 2 (2,50) 78 (97,50)

mengalami gejala diare

Apa obat-obatan lain yang sedang digunakan 2 (2,50) 78 (97,50)

Gambar 4.1 Persentase Patient Assessment yang Ditanyakan oleh Petugas Apotek

Berdasarkan hasil penelitian dari 80 apotek yang dikunjungi, diperoleh hasil yaitu hanya sebanyak 15 apotek (18,75%) yang melakukan penggalian informasi mengenai untuk siapa pengobatan diminta. Informasi mengenai siapa yang akan mendapatkan pengobatan sangat penting untuk diketahui oleh petugas apotek karena belum tentu yang datang ke apotek adalah sang pasien sendiri, sehingga perlu dipastikan untuk siapa pengobatan diminta.

18,75%

17,50%

15,00%

6,25%

2,50% 2,50%

Siapa yang sakit

Berapa usia yang sakit

Gejala Berapa lama pasien mengalami sakit Apa tindakan yang sudah diperbuat Apa obat-obatan lain yang sedang digunakan

Persentase Patient Assessment yang

Ditanyakan oleh Staf Apotek

Persentase

Patient Assessment

yang Ditanyakan


(51)

35

Menurut Hasanah, dkk. (2011) penggalian informasi yang terbanyak dilakukan oleh petugas apotek adalah usia pasien yaitu sebanyak 36 petugas apotek atau sebesar 38,90%. Sedangkan pada penelitian ini, informasi mengenai usia pasien hanya ditanyakan oleh 14 petugas apotek (17,50%). Komponen patient assessment ini penting untuk diketahui karena diare yang terjadi pada bayi dan anak-anak di bawah lima tahun atau lansia sangat berpotensi terjadi dehidrasi (Depkes RI, 2006). Dehidrasi pada anak terjadi karena proporsi tubuh anak yang sebagian besar terdiri atas cairan. Pada kondisi dehidrasi, tubuh tidak hanya kehilangan banyak cairan tetapi juga kehilangan elektrolit seperti Natrium dan Kalium. Hilangnya elektrolit ini dapat menyebabkan penurunan pH darah (asidosis). Kehilangan cairan dan elektrolit akan meningkat apabila penderita mengalami muntah selama diare (Nathan, 2010).

Gejala merupakan pengindikasian keberadaan sesuatu penyakit atau gangguan kesehatan yang tidak diinginkan, berbentuk tanda-tanda atau ciri-ciri penyakit yang dapat dirasakan. Pengenalan gejala perlu dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat keparahan penyakit diare tersebut, apakah perlu dirujuk ke dokter atau tidak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 12 petugas apotek (15,00%) yang menanyakan patient assessment berupa gejala yang dialami pasien dimana 3 petugas apotek yang hanya menanyakan gejala frekwensi BAB (Buang Air Besar) yang tidak normal, 4 petugas apotek yang hanya menanyakan gejala berupa konsistensi feses pasien, dan 5 petugas apotek yang menanyakan kedua gejala tersebut sekaligus. Komponen patien assessment yang tidak ditanyakan sama sekali oleh petugas apotek adalah nyeri perut dan perut kembung/ mual/ muntah.


(52)

36

Komponen patient assessment berupa berapa lama pasien mengalami sakit hanya ditanyakan oleh 5 petugas apotek (6,25%). Komponen ini penting untuk diketahui karena dapat dijadikan sebagai pedoman jenis diare apa yang sedang dialami pasien (diare akut atau kronik) sehingga dapat diketahui apakah penyakit diare yang dialami pasien dapat diobati dengan swamedikasi atau perlu dirujuk ke dokter. Pada umumnya diare akut didefinisikan sebagai diare dengan durasi kurang dari 14 hari, diare persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dan diare kronik adalah diare yang terjadi lebih dari 30 hari (Spruill dan William, 2008). Selanjutnya informasi ini sangat bermanfaat untuk menentukan rekomendasi yang sesuai.

Berdasarkan hasil penelitian hanya 2 apotek (2,50%) yang menanyakan apa tindakan yang diperbuat dan apa obat-obat yang sudah digunakan selama mengalami gejala diare. Penggalian informasi ini penting untuk diketahui agar petugas apotek dapat memastikan bahwa diare yang dialami pasien bukan merupakan efek samping obat yang sedang dikonsumsi, hal ini karena ada beberapa obat yang dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan seperti diare. Selain itu, informasi mengenai obat yang sedang digunakan bermanfaat untuk pengaturan waktu penggunaan obat yang akan direkomendasikan. Obat diare yang termasuk golongan adsorben yang dapat menyerap zat-zat yang terdapat di saluran pencernaan secara tidak spesifik, oleh karena itu jika pasien sedang menggunakan obat lain maka penggunaannya juga harus diatur agar obat yang sedang digunakan tetap efektif.

Penggalian profil patient assessment yang dilakukan oleh petugas apotek terhadap kasus diare anak di wilayah Medan masih dinilai kurang maksimal karena hanya sebagian kecil apotek yang melakukan patient assessment dan masih


(53)

37

terdapat komponen patient assessment yang tidak ditanyakan sama sekali oleh petugas apotek.

3.2 Profil Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian dari 80 apotek yang dikunjungi, diperoleh bahwa seluruh petugas apotek memberikan rekomendasi berupa rekomendasi obat (100,00%). Data lengkap mengenai profil rekomendasi yang diberikan oleh petugas apotek dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2 Rekomendasi yang Diberikan oleh Petugas Apotek

Rekomendasi Ya, n (%) Tidak, n (%)

Berupa rujukan ke dokter 0 (0,00) 80 (100,00)

Berupa rekomendasi obat 80 (100,00) 0 (0,00)

Pada variabel rekomendasi terdapat dua komponen, yaitu berupa rujukan ke dokter dan rekomendasi obat. Rekomendasi yang tepat dapat diberikan sesuai dengan patien assessment yang telah ditanyakan oleh petugas apotek, sehingga patient assessment adalah komponen yang mendasari untuk memberikan rekomendasi selanjutnya.

Beberapa kondisi yang menyebabkan pasien diare harus dirujuk ke dokter, yaitu:

 Muntah terus-menerus sehingga diperkirakan tidak bisa memberikan cairan pengganti melalui minum.

 Diare terus-menerus dan semakin sering atau tidak membaik dalam tiga hari.


(54)

38

 Diare disertai adanya darah dalam tinja, demam maupun kejang

(Kusdwiyono, 2014).

Dari hasil penelitian tidak ada satu pun petugas apotek yang memberikan rujukan ke dokter secara langsung, tetapi ada satu petugas apotek yang menyarankan dirujuk ke dokter jika hari berikutnya pasien masih mengalami diare setelah pemberian obat. Berdasarkan skenario kasus diare yang dibuat pada penelitian ini, yaitu lama gejala diare yang terjadi adalah 1 hari dan tidak ditemukan gejala lain yang menyertai diare sehingga rekomendasi berupa obat yang diberikan oleh seluruh petugas apotek dinilai sudah tepat.

4.2.1 Jenis obat yang direkomendasikan

Berdasarkan hasil penelitian jenis obat yang paling banyak

direkomendasikan adalah adsorben (61,25%) diikuti herbal (23,75%), adsorben + antibiotik (8,75%), probiotik (2,50%), jenis obat lain-lain (2,50%) termasuk zinc sulphate dan oralit, serta rekomendasi obat yang paling sedikit diberikan yaitu antibiotik (1,25%). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3 Jenis Obat yang Direkomendasikan oleh Petugas Apotek

Jenis Obat Kandungan Bahan Aktif Nama Obat n (%)

Adsorben (61,25%)

Kaolin 700 mg, pektin 66 mg (tiap 15 ml)

Neo Kaolana (suspensi)

4 (5,00) Kaolin 985 mg, pektin 22 mg

(tiap 5 ml)

Kaotin (suspensi) 6 (7,50)

Kaolin 986,67 mg, pektin 22 mg (tiap 5 ml)

Omegdiar (suspensi)

14 (17,50) Kaolin 986 mg, pektin 40 mg

(tiap 5 ml)

Guanistrep (suspensi)

14 (17,50) Kaolin 2958 mg, pektin 66

mg (tiap 15 ml)

Kaolimec (suspensi)

1 (1,25) Kaolin 700 mg, pektin 66 mg

(tiap 15 ml)

Neo Kaominal (suspensi)


(55)

39 Lanjutan Tabel 4.3

Jenis

Obat Kandungan Bahan Aktif Nama Obat n (%)

Adsorben (61,25%)

Attapulgite koloid aktif 650 mg, pektin 50 mg

Entrostop (tablet) 2 (2,50)

Attapulgite aktif 600 mg Diatabs (tablet) 6 (7,50)

Attapulgite 42%, karbon aktif 10%, ekstrak psidii folium 10%, ekstrak curcuma domesticae rhizoma 8%, coicis semen 17%, ekstrak chebulae fructus 3%, ekstrak granati pericarpium 3%

Diapet NR (kapsul) 1 (1,25)

Adsorben + Antibiotik

(8,75%)

Kaolin 986 mg & pektin 40 mg (tiap 5 ml) + trimetoprim 40 mg & sulfametoksazol 200 mg

Novadiar (suspensi) + Infatrim (suspensi)

1 (1,25)

Kaolin 986,67 mg, pektin 22 mg (tiap 5 ml) + trimetoprim 40 mg & sulfametoksazol 200 mg Omegdiar (suspensi) + Cotrimoksazole (suspensi) 1 (1,25)

Kaolin 986,67 mg, pektin 22 mg (tiap 5 ml) + trimetoprim 40 mg & sulfametoksazol 200 mg

Omegdiar (suspensi) + Infatrim (suspensi)

2 (2,50)

Kaolin 700 mg, pektin 66 mg (tiap 15 ml) + trimetoprim 40 mg & sulfametoksazol 200 mg

Neo Kaominal (suspensi) + Infatrim (suspensi)

1 (1,25)

Kaolin 986 mg, pektin 40 mg (tiap 5 ml) + trimetoprim 40 mg & sulfametoksazol 200 mg

Guanistrep (suspensi) + Infatrim (suspensi)

1 (1,25)

Furazolidone 50 mg (tiap 5 ml) + trimetoprim 40 mg & sulfametoksazol 200 mg

Diralox (suspensi) + Infatrim (suspensi) 1 (1,25) Herbal (23,75%)

Ekstrak daun jambu 100 mg, ekstrak curcuma

domesticae 80 mg, ekstrak daun teh 45 mg,

ekstrak zingiber officianale rhizoma 50 mg

Entrostop anak (sirup)


(56)

40 Lanjutan Tabel 4.3

Jenis

Obat Kandungan Bahan Aktif Nama Obat n (%)

Herbal (23,75%)

Ekstrak psidii folium 240 mg, ekstrak

curcuma domesticae rhizoma 204 mg,

ekstrak chebulae fructus 84 mg, ekstrak

granati pericarpium 72 mg

Diapet (kapsul) 4 (5,00)

Pericarpium citri R. 236,25 mg, Radix angelicae D. 56,25 mg, Semen Arecae 168,75 mg, Rhizoma Atractylodis M 45 mg, Fructus Citri 112,50 mg, Herba Asari 202,50 mg, Herba Pogostemonis 326,25 mg, Oleum Menthae 2,25 mg, Radix Glycyrrhizae 360 mg, Fructus Chaenomelis 157,50 mg, Fructus Amomi 213,75 mg, Herba Menthae 2,25 mg, Radix Aucklandiae 258,75 mg,Poria 108 mg

Teck Aun „Chi

-Kit‟ Pills 2 (2,50)

Paeoniae Alba 450 mg, Cinnamomi 75 mg,

Glycyrrhizae 450 mg, Fruit of Camphortree 450 mg, Flos Caryophilly 75 mg

Sit Wo Tong

“Ng Po Powder” 1 (1,25)

Probiotik (2,50%)

Rice starch, maltodextrin, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, Lactobacillus salivarius, Bifidobacterium infantis, Bifidobacterium longum, Lactococcus lactis

L-Bio (serbuk) 2 (2,50)

Antibiotik (1,25%)

trimetoprim 40 mg & sulfametoksazol 200 mg

Sanprima (suspensi)

1 (1,25)

Lain-lain (2,50%)

Seng sulfat monohidrat 20mg Binomic (tablet) 1 (1,25)

Natrium klorida 0,52g, kalium klorida 0,30g, trinatrium sitrat dihidrat 0,58g, glukosa

anhidrat 2,7g

Oralit 200 (serbuk)


(57)

41

Gambar 4.2 Persentase Jenis Obat yang Direkomendasikan oleh Petugas Apotek

Berdasarkan hasil penelitian, dari 49 apotek yang merekomendasikan adsorben sebanyak 40 petugas apotek merekomendasikan adsorben dengan kandungan kaolin dan pektin dan 9 apotek lainnya merekomendasikan adsorben dengan kandungan attapulgite. Rekomendasi obat herbal yang berisi ekstrak tanaman yang berkhasiat sebagai antidiare dilakukan oleh 19 petugas apotek (23,75%). Ekstrak tanaman yang digunakan antara lain ekstrak daun jambu, ekstrak Curcuma domesticae, ekstrak daun teh, dan ekstrak Zingiber officianale rhizoma. Komposisi tersebut yang paling dominan memiliki efek antidiare adalah ekstrak daun jambu (psidii folium) dimana ekstrak tersebut memiliki tiga komponen bermanfaat yaitu tanin, pektin, dan minyak essensial (Husin, 2010).

Petugas apotek yang merekomendasikan kombinasi adsorben dan antibiotik sebanyak 7 buah (8,75%) serta terdapat 1 petugas apotek (1,25%) yang hanya merekomendasikan antibiotik saja. Antibiotik merupakan obat yang termasuk golongan obat keras yang hanya boleh diberikan jika disertai dengan resep dokter. Sedangkan obat-obat yang relatif aman digunakan untuk

61,25%

8,75%

1,25% 2,50%

23,75%

2,50%

Adsorben Adsorben + Antibiotik Antibiotik Probiotik Herbal Lain-lain


(58)

42

swamedikasi adalah obat-obat yang termasuk dalam golongan obat bebas dan bebas terbatas (Depkes RI, 2006).

Terdapat 2 petugas apotek (2,50%) yang merekomendasikan probiotik yang berisi Lactobacillus acidophilus. Probiotik merupakan suplemen makanan yang berisi bakteri yang dapat meningkatkan jumlah mikroflora di dalam saluran cerna (Mims dan Clarence, 2008). Penambahan mikroflora ini dapat membantu pasien mencerna makanan yang ada di dalam saluran cerna.

Pada rekomendasi jenis obat lain-lain termasuk di dalamnya adalah zinc sulphate monohydrate dan oralit. Rekomendasi suplemen zinc sulphate monohydrate dilakukan oleh 1 petugas apotek (1,25%). Zinc sulphate monohydrate merupakan terapi tambahan yang digunakan untuk diare anak. Pemberian zinc pada anak dapat mempercepat kesembuhan, mengurangi parahnya diare dan mencegah kambuhnya diare selama 2-3 bulan ke depan (Kemenkes RI, 2011). Pada anak yang berusia di bawah 5 tahun, pemberian zinc selama fase akut diare dapat menurunkan kejadian diare berikutnya serta mengurangi pemakaian antibiotik. Diperkirakan bahwa kesuksesan implementasi rekomendasi dari UNICEF/WHO tentang suplementasi zinc dalam tata laksana diare telah dapat menyelamatkan hampir 400.000 kehidupan setiap tahunnya (Canani dan Ruotolo, 2006).

Rekomendasi berupa oralit tanpa disertai pemberian obat diare dilakukan oleh 1 petugas apotek (1,25%). Pemberian rekomendasi oleh petugas apotek yang hanya berupa oralit dikarenakan kurangnya patient assessment yang dilakukan oleh petugas apotek terhadap pasien yang mengalami diare. Oralit berfungsi sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang selama terjadi diare dan bukan merupakan obat yang menghentikan terjadinya diare (Depkes RI, 2006).


(59)

43

Berdasarkan skenario kasus diare pada penelitian ini yaitu penyebab diare adalah makanan pedas, maka obat diare golongan adsorben merupakan pilihan

terapi yang paling sesuai. Sebanyak 40 petugas apotek (50,00%)

merekomendasikan obat golongan adsorben dengan bentuk sediaan suspensi dinilai merupakan pemberian rekomendasi yang dinilai paling sesuai, sedangkan 9 petugas apotek (11,25%) merekomendasikan obat golongan adsorben dalam bentuk sediaan tablet dan kapsul. Jika dilihat dari mekanisme kerjanya, obat yang direkomendasikan sudah sesuai dengan diare pasien, tetapi mengingat dari sisi usia pasien (4 tahun) rekomendasi ini menjadi tidak sesuai karena bentuk sediaan yang direkomendasikan berupa tablet dan kapsul, dimana kebanyakan anak-anak masih kesulitan untuk menelan tablet atau kapsul.

4.2.2 Rentang harga obat yang direkomendasikan

Berdasarkan hasil penelitian rentang harga obat yang paling banyak direkomendasikan oleh petugas apotek yaitu antara Rp 3.501,00 - Rp 5.000,00. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Pemberian rekomendasi obat dengan harga terjangkau merupakan salah satu aspek penting dalam pengobatan rasional. Menurut WHO disebutkan bahwa penggunaan obat secara rasional oleh masyarakat didasarkan pada aspek klinik, kebutuhan individu dan kecukupan period of time serta harga yang terjangkau. Definisi tersebut fokus pada 4 aspek penting dalam pengobatan rasional yaitu ketepatan obat, ketepatan dosis, ketepatan lama pengobatan dan ketepatan biaya (WHO, 2006).


(60)

44

Tabel 4.4 Rentang Harga Obat yang Direkomendasikan

Rentang Harga n (%)

< Rp 1.501,00 4 (5,00)

Rp 1.501,00 - Rp 3.500,00 24 (30,00)

Rp 3.501,00 - Rp 5.000,00 28 (35,00)

Rp 5.001,00 - Rp 7.000,00 12 (15,00)

Rp 7.001,00 - Rp 9.000,00 3 (3,75)

Rp 9.001,00 - Rp 11.000,00 2 (2,50)

Rp 11.001,00 - Rp 13.000,00 1 (1,25)

Rp 13.001,00 - Rp 15.000,00 4 (5,00)

Rp 15.001,00 - Rp 17.000,00 0 (0,00)

Rp 17.001,00 - Rp 19.000,00 0 (0,00)

> Rp 19.000,00 2 (2,50)

Total 80 (100,00)

Gambar 4.3 Persentase Rentang Harga Obat yang Direkomendasikan oleh

Petugas Apotek

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa mayoritas petugas apotek memberikan rekomendasi obat dengan rentang harga Rp 3.501,00 - Rp 5.000,00 yang merupakan harga yang masih dapat dijangkau oleh masyarakat pada umumnya. Tetapi masih ada petugas apotek yang merekomendasikan obat diare dengan rentang harga > Rp 19.000,00 yaitu sebanyak 2 apotek (2,50%). Hal ini

5%

30% 35%

15%

3,75% 2,50% 1,25% 5% 0% 0% 2,50%

Rentang Harga


(1)

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV Alfabeta.

Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adayana, I.K., Setiadi, A.A.P., dan Kusnandar. (2009). ISO FARMAKOTERAPI. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Trisna, Y. (2008). Aplikasi Farmakoekonomi. http://www.ikatanapoteker

indonesia.net/articles/pharma-update/national-pharmacy/311-aplikasi-farm akoekonomi.html. Diakses pada 23 Maret 2015.

Umar, H. (2004). Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Jakarta: PT. Gramedia Pusaka Utama.

Watson, M.C., Skelton, J.R., Bond, C.M., Croft, P., Wiskin, C.M., Grimshaw, J.M., dan Mollison, J. (2004). Simulated Patient In The Community Pharmacy Setting: Using Simulated Patients to Measure Practice in the Community Pharmacy Setting. Pharm World Sci. 26(1): 32-37.

Watson, M.C., Noris, P., dan Granas, A.G. (2006). A Systematic Review of The Use of Simulated Patients and Pharmacy Practice Research. International Journal of Pharmacy Practice. 14(2): 83-93.

World Health Organization. (1998). The Role of The Pharmacist in Self-Care and Self-Medication. The Hague, The Netherlands: WHO. Pages 1-11.

World Health Organization. (2005). Guidelines for Estimating the Economic Burden of Diarrhoeal Disease with Focus on Assessing the Costs of Rotavirus Diarrhoea. http://www.who.int/vaccine-documents/. Diakses pada 10 Juni 2015.

World Health Organization. (2006).The Role of Education in The Rational Use of Medicines. New Delhi: SEARO Technical Publication Series No. 45. World Health Organization. (2013). Diarrhoeal Disease. http://www.who.int/


(2)

Lampiran 1. Lembar Checklist

PROFIL PELAYANAN SWAMEDIKASI OLEH PETUGAS APOTEK TERHADAP KASUS DIARE ANAK DI APOTEK WILAYAH KOTA MEDAN

Tanggal Pengambilan Data :

Jam Pengambilan Data :

Kode Apotek :

Patient assessment

Pertanyaan Ya Tidak

1. Siapa yang sakit/ mengalami gejala-gejala diare? 2. Berapa usia yang sakit diare?

3. Apa gejala yang dialami pasien diare? - Frekuensi BAB tidak normal - Nyeri perut

- Perut kembung/ mual/ muntah - Konsistensi feses

- Lainnya...

4. Berapa lama pasien diare mengalami sakit? 5. Apa tindakan yang sudah diperbuat selama

mengalami gejala diare?

6. Apa obat-obat lain yang sedang digunakan?

Rekomendasi

7. Apakah berupa rujukan?

8. Apakah berupa rekomendasi obat?

- Keterlibatan pasien dalam menentukan obat. - Nama obat ... - Harga ... - Jenis obat ... - Golongan obat ...


(3)

Informasi obat 9. Indikasi

10.Kontraindikasi 11.Efek samping 12.Cara pemakaian

13.Dosis *

14.Waktu pemakaian 15.Lama pemakaian 16.Perhatian

17.Terlupa minum obat 18.Cara penyimpanan 19.Cara perlakuan sisa obat 20.Identifikasi obat yang rusak

Informasi non-obat 21.Makanan 22.Cairan 23.Pola hidup

24.Lain-lain ...


(4)

Lampiran 2. Daftar Apotek Sampel

No Nama Apotek Alamat

1 Apotek Melati Jl. Iskandar Muda No. 148-I 2 Apotek Rachel Farma Jl. Abdul Haris Nst No. 8

3 Apotek Nasional Jl Aksara No 21

4 Apotek New Harapan Jl.K. L.Yos Sudarso 225 A

5 Apotek Sandi Jaya Jl. Aksara

6 Apotek Medan Baru Jl. Iskandar Muda No. 148 D 7 Apotek Sukaraja Jl. Brigjend Katamso No. 82 A

8 Apotek Samudera Jl Sekip 20

9 Apotek Cipta Jl. Djamin Ginting No 221 10 Apotek Permata Farma Jl. AH. Nasution No. 11 11 Apotek Bersama Jl. Aksara No. 45

12 Apotek Iskandar Muda Jl. Iskandar Muda No. 85-97 13 Apotek Hidup Baru Jl.K. L.Yos Sudarso

14 Apotek Happy Jl. Djamin Ginting No.715 15 Apotek Karya Dharma Jl. Aksara No. 109

16 Apotek Sekip Jaya Jl.Sekip no.63

17 Apotek AA Jl. K. L.Yos Sudarso No 205

18 Apotek Fauza Jl. SM Raja 17 km 15,1

19 Apotek Fajar Jl. Sekip No.52 C

20 Apotek Kimia Farma 388 Jl. AH Nasution No 86 21 Apotek Aisyah Farma Jl Amaliun

22 Apotek Suka farma Jl. B.Z. Hamid No. 28B T.Kuning 23 Apotek Arhani Jl. AH Nasution No 84 F

24 Apotek Harapan Jl. AR Hakim No 189

25 Apotek Kita Sehat Jl. SM Raja 5

26 Apotek Setia Farma Jl. Jamin Ginting No. 80

27 Apotek Sanata Jl. Merbabu No. 5 A

28 Apotek Roma Farma Jl AR. Hakim 98 A 29 Apotek Istana I Jl Iskandar Muda No 97

30 Apotek Esa Jl. AR.Hakim No.99

31 Apotek Age Farma Jl. AR Hakim No. 195 32 Apotek Gunung Sibayak Jl Djamin Ginting No 496 33 Apotek Budiati Jl. K. L. Yos Sudarso No. 76 34 Apotek Hannisah Jl SM Raja km 5 No 51B 35 Apotek Eka Farma Jl Djamin Ginting No 1013 36 Apotek Pulau Bali Jl. K.L. Yos Sudarso No. 162

37 Apotek Aura Jl HM Yamin No 300

38 Apotek Sentosa Jl Gatot Subroto No 103 39 Apotek Global 88 Jl. Sekip No. 50

40 Apotek Bandung Farma Jl Mistar No 39/43

41 Apotek Asia Baru Jl Bogor

42 Apotek Kosela Jl Amaliun

43 Apotek Polonia Jl. Mongonsidi No. 1 44 Apotek Bintang Mulia Jl. SM Raja No. 4H


(5)

46 Apotek Wahid Jl. Sutomo 34 H

47 Apotek Cinta Sehat Jl. K.L. Yos Sudarso No 28H 48 Apotek Sarana Jl. AIP II KS Tubun No. 94 49 Apotek Mariendal Jl SM Raja 26

50 Apotek Aditya Jl Gatot Subroto No 150 E/12 I 51 Apotek Sinar Natural Jl Gatot Subroto

52 Apotek Ulina Jl Djamin Ginting No 567

53 Apotek Agung Jl. Brigjend Katamso No. 324 DD 54 Apotek Wira Farma Jl Cemara No 30 A

55 Apotek Mitha Fatma Jl. Amaliun No. 9

56 Apotek Citra Haganta Jl Djamin Ginting No587

57 Apotek Keluarga Anda Jl. Brigjend Katamso No. 53 C/223 58 Apotek K-24 Iskandar Muda Jl Iskandar Muda No 150 C

59 Apotek Selamat Jl. Sutrisno No.435 D 60 Apotek Yunika Farma Jl. Amaliun No. 18 A 61 Apotek Juan Farma Jl Djamin Ginting No 482 62 Apotek Cendana Jl. K.L. Yos Sudarso No.166 E 63 Apotek Imelda Jl Iskandar Muda No 57 H 64 Apotek Satria Jl. SM Raja km 4,5 No 37 65 Apotek Mulia Jl. Brigjend Katamso No. 156 B 66 Apotek Mbulan Jl Djamin Ginting No757 67 Apotek Merpati Jl Gatot Subroto No 131 68 Apotek Khrisna Jl. K.L. Yos Sudarso No. 211 69 Apotek V Matahari Jl Gatot Subroto No 73 H 70 Apotek Global Farma Jl AR Hakim No 158 71 Apotek Citra Farma Jl. AR. Hakim No. 1567 72 Apotek Dewi 2 Jl. AR. Hakim No. 201

73 Apotek Paten Jl. SM Raja 41 C

74 Apotek Mansur Jl Dr. Mansur No 11

75 Apotek Mulia Baru Jl. K.L.Yos Sudarso No.281 76 Apotek Angel Jl Djamin Ginting No 723 77 Apotek Sumatera Jaya Jl.AIP II KS Tubun No.38-40 78 Apotek Idena Jl. AH. Nasution No. 88/8 A 79 Apotek Generik Jl.K. L.Yos Sudarso


(6)