Optimasi Ekstraksi Spent Bleaching Earth (Sbe) Dengan Pelarut N-Heksana Menggunakan Reaktor Ekstraksi Chapter III V

31
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Alat- alat

-

Reaktor 30 kg

-

Selang air

-

Botol plastik

-


Corong plastik

-

Timbangan

-

Goni

-

Rotary evaporator

Buchi

-

Beaker glass


Pyrex

-

Buret

Pyrex

-

Pipet tetes

-

Erlenmeyer

-

Kertas saring


-

Soxhlet apparatus

-

Heating mantle

-

Gelas ukur

-

Botol aquades

-

Pipet volume


-

Botol vial

-

Bola karet

Pyrex

Pyrex

Pyrex

Universitas Sumatera Utara

32
-

Transferpett


-

Labu ukur

Pyrex

-

Oven

Memmert

-

Neraca analitis

-

Spatula


-

Jerigen

3.2.Bahan

-

Spent bleaching earth (SBE)

-

N-heksana

-

Aquades

-


Alkohol netral

-

Indikator penolftalein

-

KOH 0,1 N

-

Sikloheksanaa : Asam asetat glasial (1 :1)

-

KI 15 %

-


Na 2 S 2 O 3 0,1 N

-

Indikator amilum

-

Larutan wij’s

Teknis

Teknis

P.A merck

P.A merck

Universitas Sumatera Utara


33
3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Penentuan Kadar Minyak Pada SBE

1. Penentuan Kadar Minyak Pada SBE dengan Ekstraksi Menggunakan Reaktor

-

Ditimbang sampel SBE sebanyak 30 kg

-

Dimasukkan ke dalam reaktor

-

Ditambahkan pelarut n-heksana sebanyak ± 85 liter


-

Dipanaskan di dalam reaktor pada suhu 55 oC disertai pengadukan dengan
kecepatan 12 rpm selama 1 sampai 10 jam

-

Ditampung fraksi pertama pada saat suhu reaktor berada pada suhu ruangan dan
fraksi kedua pada saat suhu reaktor mencapai 55 oC dengan menggunakan botol
plastik

-

Ditampung fraksi berikutnya dengan botol plastik selama satu jam sekali sampai
10 jam sehingga diperoleh 12 fraksi

-

Diuapkan ekstrak minyak-heksana yang tersisa di dalam reaktor dengan cara
pemanasanan pada suhu 70 oC sampai pelarut n-heksana habis menguap


-

Ditampung pelarut n-heksana yang diuapkan di dalam jerigen

-

Ditampung minyak yang diperoleh dari reaktor dan ditimbang massanya

-

Dihitung persen rendemen yang diperoleh dari 30 kg sampel SBE dan dinyatakan
dalam satuan persen b/b

Persen (%) rendemen =

����� ������ ���� �������� ℎ
����� ������ (30 �� )

× 100 %

Universitas Sumatera Utara

34
2. Penguapan Fraksi Minyak-Heksana

-

Diukur 100 ml fraksi minyak-heksana yang ditampung di dalam botol plastik

-

Dimasukkan ke dalam labu rotary evaporator dan diuapkan pelarutnya pada suhu
45 oC

-

Dimasukkan minyak ke dalam botol vial yang telah diketahui massanya

-

Diuapkan kembali minyak dengan pemanasan di dalam oven pada suhu 70 oC
sampai n-heksana benar-benar habis menguap

-

Dimasukkan ke dalam desikator selama 1 jam

-

Ditimbang minyak yang diperoleh

-

Dihitung persen rendemen minyak yang dinyatakan dalam satuan persen b/ 100
ml volume (v) dari ekstrak minyak-heksanaa yang diuapkan

Perhitungan persen rendemen:
Persen (%) rendemen =

����� ������ ���� �������� ℎ
������ ������ (100 �� )

× 100 %

3. Penentuan Kadar Minyak Pada SBE dengan Metode Sokletasi

-

Ditimbang sampel SBE sebanyak 100 g

-

Dibungkus SBE dengan menggunakan kertas saring biasa

-

Dimasukkan ke dalam timbel sokletasi

-

Ditambahkan pelarut n-heksana pada labu sokletasi

-

Dirangkai alat soklet dengan kondensor dan heating mantle

-

Dipanaskan pada suhu 65 oC sampai pelarut pada timbel sokletasi menjadi bening

-

Diuapkan ekstrak minyak-heksana yang diperoleh dengan menggunakan alat
rotary evaporator

-

Ditimbang massa minyak yang diperoleh

Universitas Sumatera Utara

35
-

Dihitung persen rendemen minyak yang dinyatakan dalam satuan persen b/b

Perhitungan persen rendemen :
Persen (%) rendemen =

����� ������ ���� �������� ℎ
����� ������ (100 �)

× 100 %

3.3.2. Prosedur Pembuatan Larutan

1. Pembuatan Alkohol Netral
- diukur alkohol sebanyak 500 ml
- dimasukkan ke dalam botol reagen kaca
- ditambahkan 3 tetes indikator penolftalein
- dititrasi dengan larutan standar KOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah
lembayung

2. Pembuatan Larutan KI 15 %
- ditimbang kristal KI sebanyak 15 g
- dimasukkan ke dalam beaker glass dan dilarutkan dengan aquades
- dimasukkan larutan ke dalam labu ukur 100 ml
- ditepatkan volume larutan hingga tanda batas
- dihomogenkan campuran
- dimasukkan ke dalam botol yang telah dilapisi dengan aluminium foil

3. Pembuatan Larutan Sikloheksanaa : Asam Asetat Glasial (1 : 1)
- diukur 100 ml sikloheksana dengan pipet volume
- dimasukkan ke dalam labu takar 200 ml
- diukur 100 ml asam asetat glasial

Universitas Sumatera Utara

36
- dimasukkan ke dalam labu takar 200 ml
- dihomogenkan campuran

4. Pembuatan Larutan Natrium Tiosulfat (Na 2 S 2 O 3 ) 0,1 N
- ditimbang 2,48 g kristal Na 2 S 2 O 3 . 5 H 2 O
- dimasukkan ke dalam beaker glass dan dilarutkan dengan aquades
- dimasukkan larutan ke dalam labu ukur 100 ml
- ditepatkan volume hingga garis batas
- dihomogenkan campuran
5.

Pembuatan Larutan KOH 0,1 N
- ditimbang 5,6 g kristal KOH
- dimasukkan ke dalam beaker glass dan dilarutkan dengan aquades
- dimasukkan larutan ke dalam labu ukur 1 L
- ditepatkan volume hingga garis batas
- dihomogenkan campuran

6.

Pembuatan Larutan KI jenuh
- ditimbang 10 g kristal KI
- dimasukkan ke dalam botol kaca yang telah dilapisi aluminium foil
- ditambahkan dengan 1 ml aquades
- distirer hingga larutan homogen

Universitas Sumatera Utara

37
3.3.3. Prosedur Penentuan Kualitas Minyak SBE

3.3.3.1. Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)
1. Standarisasi Larutan KOH 0,1 N
-

Ditimbang 0,1 g kristal asam oksalat (H 2 C 2 O 4 ) ke dalam erlenmeyer

-

Ditambahkan 50 ml aquades

-

Ditambahkan 3 tetes indikator PP

-

Dititrasi dengan larutan standar KOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
menjadi merah lembayung

-

Dihitung normalitas KOH

Perhitungan Standarisasi :
N KOH =

����� ���� ������� (�)×2
0,126 ������ ��� (�� )

2. Penentuan Kadar ALB (AOCS Official Method Ca Sa-40 2012)
-

Ditimbang 2,5 g sampel di dalam erlenmeyer

-

Ditambahkan 50 ml alkohol netral

-

Ditambahkan 3 tetes indikator PP

-

Dititrasi dengan larutan standar KOH 0,1 N yang telah distandarisasi sampai
terbentuk warna merah lembayung yang bertahan selama lebih kurang 30 detik

-

Dilakukan percobaan yang sama sebanyak 2 kali
Perhitungan kadar ALB :
Kadar ALB (%) =

�.�.25,6


(%)

Dimana: V: volume larutan KOH 0,1 N yang terpakai (ml)
N: normalitas KOH
W: massa sampel (g)

Universitas Sumatera Utara

38
3.3.3.2.

Penentuan Bilangan Iodin Metode Wij’s

1. Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N

-

Ditimbang 0,02 g kristal kalium dikromat ( K2 Cr 2 O 7 )ke dalam erlenmeyer

-

Ditambahkan 25 ml aquades

-

Ditambahkan 5 ml HCl pekat

-

Ditambahkan 20 ml KI 15 % dan 50 ml aquades

-

Dikocok sampai homogen

-

Dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N sampai terbentuk warna
kuning

-

Ditambahkan 1 ml indikator amilum

-

Dititrasi kembali dengan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N sampai warnanya
menjadi jernih

-

Dihitung normalitas larutan natrium tiosulfat
Perhitungan standarisasi :
N Na 2 S 2 O 3 =

20,3957 ����� K2Cr 2O7
������ Na 2S2O3

2. Titrasi Blanko (AOCS Official Method CD 1-25 2012 )
-

Ditambahkan 15 ml Larutan Sikloheksana : Asam Asetat Glasial dan 25 ml
pereaksi wij’s

-

Dikocok sampai homogen

-

Disimpan dalam tempat gelap selama 30 menit pada suhu kamar

-

Ditambahkan 20 ml KI 15 % dan 100 ml aquades

-

Dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N sampai terbentuk warna
kuning

Universitas Sumatera Utara

39
-

Ditambahkan 2 ml indikator amilum

-

Dititrasi kembali dengan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N sampai larutan
menjadi jernih

-

Dilakukan percobaan yang sama sebanyak 2 kali

3. Penentuan Bilangan Iodin (AOCS Official Method CD 1-25 2012)
-

Ditimbang 0,5 g sampel ke dalam erlenmeyer

-

Ditambahkan 15 ml Larutan Sikloheksana : Asam Asetat Glasial dan 25 ml
pereaksi wij’s

-

Dikocok sampai homogen

-

Disimpan dalam tempat gelap selama 30 menit pada suhu kamar

-

Ditambahkan 20 ml KI 15 % dan 100 ml aquades

-

Dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N sampai terbentuk warna
kuning

-

Ditambahkan 2 ml indikator amilum

-

Dititrasi kembali dengan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N sampai larutan
menjadi jernih

-

Dilakukan percobaan yang sama sebanyak 2 kali

Perhitungan bilangan iodin:
Bilangan iod =

(�−�).�.12,69


Dimana: B: volume titrasi blanko (ml)
S: volume titrasi sampel (ml)
N: normalitas larutan Na2S2O3
W: massa sampel (g)

Universitas Sumatera Utara

40
3.3.3.3.

Penentuan Kadar Air (AOCS Official Method Ca 2c-25 2012)
-

Ditimbang 5 g sampel

-

Dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang telah diketahui beratnya

-

Dipanaskan di dalam oven pada suhu 110 oC selama 60 menit

-

Didinginkan di dalam desikator selama 30 menit

-

Ditimbang beratnya hingga diperoleh bobot konstan
Perhitungan kadar air:
% Kadar Air =

����� ����� ℎ ������� �� ���� −����� ����� ℎ ������ ℎ �� ����
����� ��� �� ℎ ������� �� ����

× 100 %

3.3.3.4. Penentuan Kadar Kotoran (AOCS Ca 3a- 46 2012)
-

Dilarutkan minyak yang telah dihilangkan kadar airnya dengan n-heksana

-

Disaring dengan kertas saring biasa

-

Dicuci kertas saring dengan n-heksana sampai benar-benar bersih

-

Dikeringkan kertas saring di dalam oven

-

Ditimbang berat kertas saring
Perhitungan kadar kotoran:
% Kadar Kotoran =

������ ℎ ����� ���������
����� ����� ℎ

(%)

3.3.3.5. Uji Warna (SNI – 01 – 2901 – 2006)
-

Uji warna dilakukan dengan mengamati langsung warna sampel dengan kasat
mata.

Universitas Sumatera Utara

41
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Hasil Penentuan Kadar Minyak Pada SBE dengan Ekstraksi Menggunakan
Reaktor

Tabel 4.1 : Hasil penentuan kadar minyak pada SBE dengan ekstraksi menggunakan
reaktor
Massa Sampel

Suhu

Waktu

Massa Minyak

Rendemen

(Kg)

(oC)

(Jam)

(Kg)

Minyak
(% b/b)

30

55

10

3,54

11,8

Perhitungan persen rendemen minyak hasil ekstraksi dengan menggunakan reaktor:
% Rendemen =

����� ������
����� ������

% Rendemen =

3,54
30

× 100 %
× 100 %

% Rendemen = 11,8 %

4.1.2. Hasil Penentuan Kadar Minyak Pada SBE dengan Metode Sokletasi
Tabel 4.2 : Hasil penentuan kadar minyak pada SBE dengan menggunakan metode
sokletasi
Massa Sampel
(g)

Suhu
(oC)

Waktu
(Jam)

Massa Minyak
(g)

100

65

5

12,35

Rendemen
Minyak
(% b/b)
12,35

Universitas Sumatera Utara

42

Perhitungan persen rendemen minyak hasil ekstraksi dengan menggunakan metode
sokletasi:
% Rendemen =

����� ������

× 100 %

����� ������

% Rendemen =

12,35
100

× 100 %

% Rendemen = 12,35 %

4.1.3. Hasil Penguapan Fraksi Minyak-Heksana
Tabel 4.3 : Hasil penguapan fraksi minyak-heksana
Fraksi

Waktu

Suhu

Massa Minyak
(g)

Rendemen Minyak

(Jam)

(oC)

1

0

25 (suhu ruang)

0,7278

0,7278

2

0

55

0,9285

0,9285

3

1

55

1,2292

1,2292

4

2

55

1,2299

1,2299

5

3

55

1,3997

1,3997

6

4

55

1,6118

1,6118

7

5

55

1,6773

1,6773

8

6

55

1,7647

1,7647

9

7

55

1,9417

1,9417

10

8

55

2,0693

2,0693

11

9

55

2,1141

2,1141

12

10

55

2,3101

2,3101

(% b/v)

Perhitungan % rendemen minyak hasil penguapan fraksi minyak-heksana:
Contoh fraksi nomor 1 pada tabel 4.3
% Rendemen =

0,7278
100

× 100 %

% Rendemen = 0,7278 %

Universitas Sumatera Utara

43
4.1.4. Hasil Penentuan Kualitas Minyak SBE
Tabel 4.4 : Hasil Penentuan Kualitas Minyak SBE
Kualitas Minyak Hasil Ekstraksi SBE
Pengujian

Uji Pertama

Kadar

Kadar

Bilangan

Kadar Asam

Air

Kotoran

Iodin

Lemak Bebas

(%)

(%)

(g/ 100 g)

(%)

8,21

0,678

44,911

16,308

Warna

Jingga –
Kecokelatan

Uji Kedua

8,39

0,672

45, 052

16,623

-

Jumlah Rata-rata

8,30

0,675

44,981

16,465

-

Standar Mutu CPO

< 0,50

< 0,50

50 – 55

< 5,00

Jingga-

(SNI – 01- 2901-

Kemerah-

2006)

merahan

4.1.4.1. Perhitungan Kadar Asam Lemak Bebas
-

Perhitungan Standarisasi Larutan KOH 0,1 N
N KOH =

����� ���� ������� (�)×2
0,126 ������ ��� (�� )
0,2011

N KOH =

0,126 × 15,55

N KOH = 0,1029 N

-

Perhitungan Kadar Asam Lemak Bebas
�.�.25,6

Kadar ALB (%) =



(%)

Universitas Sumatera Utara

44
Uji Pertama : Kadar ALB =

15,50 ×0,1029 ×25,6
2,5037

=

Uji Kedua : Kadar ALB =

16,308 %

15,80 ×0,1029 ×25,6
2,5037

= 16,623 %
4.1.4.2.

Perhitungan Bilangan Iodin
-

Perhitungan Standarisasi Larutan Natrium tiosulfat 0,1
20,3957 ����� K2Cr 2O7

N Na2S2O3 =

������ Na 2S2O3

N Na2S2O3=

20,3957 ×0,0201
4,025

= 0,1018 N

-

Perhitungan Bilangan Iodin
Bilangan Iodin =

(�−�).�.12,69


Uji Pertama : Bilangan Iodin =

(45−27,60)×0,1018 ×12,69
0,5005

= 44,911 g/100 g
Uji Kedua : Bilangan Iodin

=

(45−27,75) ×0,1018 ×12,69
0,5018

= 45,052 g/100 g

4.1.4.3. Perhitungan Kadar Air dan Kadar Kotoran
-

Perhitungan Kadar Air
Rumus perhitungan kadar air yaitu sebagai beriku:
% Kadar Air =

����� ����� ℎ ������� �� ���� −����� ����� ℎ ������ ℎ �� ����
����� ����� ℎ ������� �� ����

× 100 %

Universitas Sumatera Utara

45
Uji Pertama : % Kadar Air =

5,0106 −4,5990
5,0106

× 100 %

= 8,21 %
Uji Kedua : % Kadar Air =

5,0126 −4,5916
5,0126

× 100 %

= 8,39 %

-

Perhitungan Kadar Kotoran
Rumus perhitungan kadar kotoran yaitu sebagai berikut :
% Kadar Kotoran =

������ ℎ ����� ���������
����� ����� ℎ

× 100 %

Uji Pertama : % Kadar Kotoran =

0,0340
5,0106

× 100 %

= 0,678 %
Uji Kedua : % Kadar Kotoran =

0,337
5,0126

× 100 %

= 0,672 %

4.1.4.4. Hasil Uji Warna
Minyak hasil ekstraksi dari SBE memiliki warna jingga kecokelatan.

4.2. Pembahasan

1. Penentuan Kadar Minyak Pada SBE dengan Menggunakan Reaktor dan Metode
Sokletasi

Dari tabel 4.1 dan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pada penentuan kadar minyak dalam
SBE dengan meggunakan reaktor diperoleh persen rendemen sebesar 11,8 % sedangkan pada
penentuan kadar minyak pada SBE dengan metode sokletasi diperoleh persen rendemen
sebesar 12,35 %. Pada penentuan kadar minyak dengan kedua metode ini diperoleh hasil
yang berbeda dimana pada penentuan kadar minyak menggunakan reaktor persen rendemen

Universitas Sumatera Utara

46
minyak yang diperoleh lebih rendah hal ini disebabkan karena kandungan minyak dalam
SBE tidak seluruhnya dapat diekstrak oleh pelarut heksana dalam reaktor karena proses
ekstraksi pada reaktor bukanlah ekstraksi yang kontinu seperti ekstraksi dengan sokletasi,
sehingga pada ekstraksi sokletasi rendemen yang diperoleh lebih tinggi karena proses
ekstraksi dengan sokletasi adalah ekstraksi yang kontinu dimana pelarut dapat mengekstrak
sampel secara berulang-ulang dan berkelanjutan. Sehingga pada proses sokletasi seluruh
kandungan minyak pada SBE sudah terekstrak oleh pelarut, hal ini ditandai dengan warna
pelarut pada timbel sokletasi telah menjadi bening.

2. Pengaruh Lama Waktu Pemanasan Terhadap Kadar Minyak Pada Ekstraksi
SBE dengan Menggunakan Reaktor

Pada penelitian ini dilakukan variasi lama waktu pemanasan yang digunakan untuk
mengekstraksi minyak yang terkandung dalam SBE supaya diperoleh lama waktu ekstraksi
yang optimal yang akan menghasilkan kadar minyak yang paling tinggi.
Pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa rendemen minyak yang paling tinggi yaitu pada
waktu ekstraksi selama 10 jam dengan rendemen minyak yang dihasilkan yaitu 2,3101 % dan
persen rendemen minyak yang paling rendah yaitu pada waktu ekstraksi 0 jam dan suhu 25
o

C (suhu ruang) dengan kadar minyak 0,7278 %. Hal ini disebabkan karena semakin lama

waktu ekstraksi maka persen rendemen yang diperoleh juga akan semakin banyak. Sehingga
dari variasi waktu ekstraksi pada proses ekstraksi minyak dari SBE dapat diambil kesimpulan
bahwa kondisi ekstraksi SBE yang paling baik digunakan yaitu ekstraksi pada suhu 55 oC
yang disertai pengadukan dengan kecepatan 12 rpm selama 10 jam. Dimana semakin lama
waktu ekstraksi akan menghasilkan rendemen yang semakin tinggi karena lamanya waktu
ekstraksi yang disertai dengan pemanasan akan memungkinkan pelarut heksana untuk lebih

Universitas Sumatera Utara

47
maksimal dalam menarik kandungan minyak pada SBE shingga kandungan minyak tersebut
dapat terekstrak secara lebih optimal.

3. Penentuan Kualitas Minyak SBE
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa kadar air yang diperoleh pada minyak dari SBE
yaitu 8,30 %, nilai ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan kadar air yang disyaratkan pada
CPO yaitu < 0,50 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar air pada minyak dari SBE
tidak memenuhi persyaratan mutu untuk diolah menjadi minyak goreng. Tingginya kadar air
dalam minyak SBE ini disebabkan karena minyak SBE terlalu lama didiamkan di udara
terbuka sebelum dilakukan analisa. Sehingga minyak akan terkontak dengan uap air di udara
terbuka yang menyebabkan kandungan air pada minyak menjadi lebih tinggi.
Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa kadar kotoran rata-rata pada minyak dari SBE yaitu
0,675 % sedangkan untuk CPO kadar kotoran yang disyaratkan yaitu < 0,5 %. Tingginya
kadar kotoran pada minyak SBE disebabkan karena adanya abu bleaching earth yang terikut
kedalam minyak pada saat proses ekstraksi dalam reaktor, yang seharusnya disaring terlebih
dahulu sebelum melakukan uji kadar kotoran. Selain itu tingginya kadar kotoran ini juga
disebabkan karena adanya zat-zat pengotor yang tidak dapat disaring dalam CPO yang
kemudian diadsorbsi oleh bleaching earth dan tertahan bersama bleaching earth saat proses
pemucatan CPO, sehingga saat SBE disaring dan dipisahkan dari minyak maka zat-zat
pengotor tersebut sudah terperangkap di dalam SBE. Sehingga saat proses ekstraksi SBE
maka zat-zat pengotor ini juga akan ikut terekstrak bersama minyak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kadar kotoran dari minyak hasil ekstraksi SBE yang diperoleh tidak
memenuhi persyaratan mutu menjadi bahan baku pada pembuatan minyak goreng.
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa bilangan iodin rata-rata yang diperoleh dari minyak
hasil ekstraksi SBE yaitu 44,981 g/ 100 g sedangkan bilangan iodin untuk syarat mutu CPO
yaitu 50 – 55 g/100 g. Bilangan iodin yang diperoleh dari minyak hasil ekstraksi SBE tidak

Universitas Sumatera Utara

48
memenuhi nilai bilangan iodin untuk syarat mutu CPO. Hal ini disebabkan karena minyak
yang diperoleh dari ekstraksi SBE yaitu minyak yang bersifat jenuh yang kandungan terbesar
di dalamnya merupakan asam-asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap, dimana
jumlah iod yang terserap hanyalah sedikit karena jumlah minyak berikatan rangkap yang
terdapat dalam minyak juga sedikit. Rendahnya nilai bilangan iodin yang diperoleh dari
minyak SBE ini mengindikasikan bahwa minyak SBE mengandung lebih banyak asam-asam
lemak yang jenuh. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bilangan iodin yang diperoleh dari
minyak hasil ekstraksi SBE, tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi bahan baku pada
pembuatan minyak goreng.
Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa kadar asam lemak bebas rata-rata yang diperoleh
dari minyak hasil ekstraksi SBE yaitu sebesar 16,465 % sedangkan kadar asam lemak bebas
yang ditetapkan pada syarat mutu CPO yaitu < 5,00 %. Kadar asam lemak bebas dalam
minyak tersebut tergolong sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena minyak SBE memiliki
kualitas yang tidak baik. Menurut Fattah et al, (2013) minyak hasil ekstraksi SBE memiliki
kualitas yang rendah yang memiliki jumlah asam lemak bebas yang tinggi. Selain itu
tingginya kadar ALB ini juga dipengaruhi oleh tingginya kandungan air pada minyak hasil
ekstraksi SBE yang mencapai 8,30 % sehingga menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis pada
kandungan trigliserida dalam minyak tersebut sehingga trigliserida dalam minyak akan
terpecah menghasilkan asam-asam lemak bebas dalam jumlah yang banyak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kadar asam lemak bebas yang diperoleh dari minyak hasil ekstraksi SBE
tidak memenuhi persyaratan mutu untuk menjadi bahan baku pada pembuatan minyak
goreng.

Universitas Sumatera Utara

49
Berikut adalah reaksi hidrolisis trigliserida.

Gambar 4.1 Reaksi hidrolisis trigliserida
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa warna yang diperoleh dari minyak hasil ekstraksi
SBE pada uji warna yaitu jingga kecokelatan. Sedangkan warna yang dipersyaratkan untuk
CPO yaitu jingga kemerah-merahan. Hal ini disebabkan karena SBE banyak mengadsorbsi
kandungan pigmen warna dari CPO saat proses pemucatan dengan menggunakan bleaching
earth tersebut pada industri pengolahan minyak goreng. Kandungan pigmen yang diadsorbsi
yaitu seperti pigmen karotenoid, xantofil dan klorofil, dimana pigmen-pigmen ini merupakan
pigmen yang kepolarannya rendah dan bersifat larut dalam minyak sehingga saat proses
ekstraksi minyak dari SBE maka pigmen warna ini ikut dilarutkan oleh pelarut heksana.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa warna dari minyak hasil ekstraksi dari SBE tidak
memenuhi persyaratan mutu untuk menjadi bahan baku pada pembuatan minyak goreng.
Sehingga minyak tersebut tidak tergolongfood grade atau tidak dapat digunakan lagi untuk
menjadi minyak goreng, karena tidak memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan yang
ditetapkan pada syarat mutu CPO yang merupakan bahan baku pada pembuatan minyak
goreng.

Universitas Sumatera Utara

50
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Lamanya waktu yang digunakan untuk mengekstraksi SBE mempengaruhi banyaknya
rendemen minyak yang diperoleh. Rendemen yang paling banyak dihasilkan yaitu
pada proses ekstraksi dengan pemanasan selama 10 jam pada suhu 55 oC dengan
pengadukan berkecapatan 12 rpm. Sehingga hasil akhir diperoleh persen rendemen
sebesar 2,3101 % b/ 100 ml v.
2. Hasil analisa minyak hasil ekstraksi yang dilakukan berdasarkan lima parameter yaitu
diperoleh kadar air sebesar 8,30 %, kadar kotoran sebesar 0,675%, bilangan iodin
sebesar 44,981 g/100 g dan kadar asam lemak bebas sebesar 16,465 % dengan warna
minyak yaitu jingga kecoklatan.
3. Minyak hasil ekstraksi dari SBE jika dibandingkan dengan syarat mutu CPO, maka
minyak tersebut tidak layak lagi digunakan atau diolah kembali menjadi minyak
goreng.

5.2. Saran
Perlu adanya penelitian lanjut untuk mengetahui parameter- parameter yang ditetapkan
sebagai standar mutu minyak yang akan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
biodiesel serta untuk mengetahui proses pengolahan minyak hasil ekstraksi SBE menjadi
biodiesel.

Universitas Sumatera Utara