Penentuan Kadar Iodium Serta Pengaruh Kenaikan Suhu Terhadap Kadar Iodium Di Dalam Garam Konsumsi Yang Diperoleh Dari Pasar Kota Medan Dengan Menggunakan Titrasi Iodometri

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Garam merupakan bahan tambahan pangan yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari. Hampir seluruh makanan umumnya menggunakan garam sebagai
penyedap / pemberi cita rasa pada makanan, selain itu digunakan juga sebagai
pengawet makanan serta banyak digunakan untuk bahan tambahan dalam industri
pangan. Selain itu, karena harga garam konsumsi yang relatif murah dan
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat maka pemerintah memilih garam
konsumsi sebagai sarana untuk memenuhi angka kecukupan Iodium setiap
harinya, karena Iodium tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh. Iodium yang
terdapat dalam garam tersebut merupakan salah satu dari mineral yang bersifat
sensitif terhadap panas dan cahaya. Iodium yang terdapat dalam bahan makanan
tidak 100% masuk ke dalam sistem pencernaan kita. Proses pengolahan bahan
makanan yakni pemberian garam pada suhu tinggi apalagi sampai masakan
mendidih akan mengurangi ketersediaan Iodium dari garam tersebut dan
hilangnya Iodium selama pengolahan berbanding lurus dengan suhu dan waktu
pengolahan. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu yang digunakan untuk

mengolah suatu bahan makanan, maka akan semakin tinggi jumlah Iodium yang
hilang.

Iodium merupakan mineral esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh
karena memainkan peranan penting pada sistem metabolisme manusia dan hewan
yang jumlahnya sangat sedikit di dalam tubuh, yaitu kurang lebih 0,00004% dari
berat badan atau 15-23 mg. Sekitar 75% terdapat di dalam kelenjar tiroid yang
digunakan untuk mensintesis hormon tiroksin, tetraiodotironin (T4), dan
triiodotironin (T3).

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang telah mendunia karena berhubungan dengan
perkembangan mental dan kecerdasan sehingga berdampak langsung dengan
kualitas sumber daya manusia.

Berdasarkan taksiran WHO dan UNICEF, sekitar satu juta penduduk di
negara yang tengah berkembang berisiko mengalami kekurangan Iodium, semata
karena kesalahan mereka memilih tempat bermukim di tanah yang tidak cukup
mengandung Iodium. Dalam skala global, Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
(GAKI) telah menjadi masalah di lebih kurang 118 negara, yang mencederai 1572

orang. Sekitar 12% (atau sekitar 655 juta orang) menderita gondok, 11,2 juta
mengalami kretin, dan 43 juta menderita gangguan mental dengan berbagai
tingkatan. Sedangkan di Indonesia sendiri (1991) GAKI telah menyengsarakan
lebih dari 14 juta penduduk, sekitar 750 orang menderita kretin, 10 juta
mengalami gondok, dan 3,5 juta terjangkit gangguan bentuk lain. Survei pemetaan
GAKI di Indonesia tahun 1998 menunjukkan peningkatan penderita gondok
endemis sampai 20 juta, sementara penderita kretin membengkak hingga 290.000
orang (Arisman, 2009).

Menurut BPOM RI (2006) untuk mengatasi kurangnya asupan Iodium
dalam makanan, pemerintah telah membuat progam penggunaan garam beriodium
dengan menambahkan Kalium Iodat pada garam dapur dan disesuaikan dengan
standar nasional Indonesia (SNI Nomor 01-3556-2000) yakni mengandung
Iodium sebanyak 30-80 ppm, tetapi kenyataannya masih banyak garam dapur
yang beredar di masyarakat yang belum memenuhi standar. Dibandingkan dengan
model penanggulangan GAKI yang lain, penggunaan garam beriodium memiliki
biaya yang paling murah. Hal ini disebabkan garam merupakan kebutuhan seharihari, tidak ada pengolahan makanan yang tidak menggunakan garam (Departemen
Gizi dan Kesehatan Masyarakat UI, 2007).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan Iodat dalam garam

adalah kelembaban udara, waktu penyimpanan, jenis pengemas, adanya logam
terutama besi, kandungan air, cahaya, keasaman, dan suhu. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Chauhan, S.A., S.A., Bhatt, A.M., Bhatt, M.P., Majeetha, K.M.
(1992), menyimpulkan bahwa kehilangan iodium terbesar terjadi pada garam yang
disimpan dalam kemasan plastik yang mempunyai sifat permeabilitas tinggi dari
pada di dalam botol gelas, dan yang disimpan pada suhu 37OC dan kelembaban
dibawah 76%. Selain itu juga kestabilan iodium akan dipengaruhi oleh jenis
makanan, kandungan air dan suhu pemanasan pada saat pemasakan. Hilangnya
kandungan iodium pada saat pemasakan ini berkisar antara 36,6% sampai 86,1%.
Namun penelitian ini belum menjelaskan berapa suhu pemasakan yang dilakukan
sehingga menyebabkan banyaknya Iodium yang menghilang.

Menurut Steven Shongwe (2007) bahwa pada penentuan spesi Iodium di
dalam garam, metode titrimetri merupakan metode yang memiliki tingkat
keakuratan, tingkat kesensitifan dan tingkat ketelitian yang lebih baik
dibandingkan dengan tes uji kualitatif bahkan dengan metode spektrofotometri
sinar tampak. Hal ini disebabkan karena pembentukan warna larutan yang kurang
stabil dan memerlukan waktu tunggu. Agar pembentukan warna lebih cepat dan
stabil perlu dilakukan pengadukan dan waktu pendiaman akan meningkatkan
sensitifitas analisis.


Atas dasar penjelasan diatas dan mengingat betapa pentingnya Iodium
bagi kelangsungan hidup manusia maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian

yang

berjudul

“PENENTUAN

KADAR

IODIUM

SERTA

PENGARUH KENAIKAN SUHU TERHADAP KADAR IODIUM DI DALAM
GARAM KONSUMSI YANG DIPEROLEH DARI PASAR KOTA MEDAN
DENGAN MENGGUNAKAN TITRASI IODOMETRI”.


1.2. Permasalahan

1. Berapakah kadar Iodium dari Garam konsumsi merek A, B, C, D, E, F, G,
H, I, dan J secara titrasi Iodometri pada suhu ruang, pada suhu pemanasan
500C dan pada suhu pemanasan 750C ?
2. Bagaimana pengaruh kenaikan suhu terhadap kadar Iodium dari Garam
konsumsi merek A, B, C, D, E, F, G, H, I, dan J secara titrasi iodometri ?
3. Apakah Garam-garam tersebut sudah memenuhi standar sesuai kadar yang
direkomendasikan oleh Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan
Republik Indonesia ?

1.3. Pembatasan Masalah

1. Penelitian ini dibatasi pada penentuan kadar Iodium dalam bentuk KIO3
yang terkandung di dalam produk kemasan Garam Konsumsi dengan
merek yang berbeda pada suhu ruang, pada suhu pemanasan 500C, dan
pada suhu pemanasan 750C.
2. Sampel diambil secara acak dari pajak modern dan pajak tradisional di
sekitar kota Medan tanpa mempermasalahkan Kelembaban Relatif (RH),

cara pengangkutan dan kandungan dari wadah sampel.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar Iodium serta pengaruh
kenaikan suhu terhadap kadar Iodium dalam bentuk KIO3 yang terdapat di
dalam Garam Konsumsi dengan merek yang berbeda pada suhu ruang,
pada suhu pemanasan 500C, dan pada suhu pemanasan 750C.
2. Untuk mengetahui apakah semua produk garam konsumsi dengan merek
yang beragam tersebut telah memenuhi persyaratan sesuai standar nasional
yang telah ditetapkan.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada seluruh
masyarakat mengenai kadar Iodium dari produk kemasan Garam Dapur
dengan berbagai merek yang berbeda sehingga dapat dijadikan sebagai
bahan tambahan pangan untuk memenuhi angka kecukupan Iodium setiap
harinya.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh suhu

terhadap hilangnya Iodium selama proses pemasakan sehingga dapat
dijadikan sebagai acuan bahwa cara penambahan atau penggunaan garam
beriodium ke dalam makanan sebaiknya dilakukan setelah pemasakan/
makanan siap untuk disajikan.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

1.7. Metodologi Penelitian

1. Penelitian ini merupakan Penelitian Laboratorium dan bersifat Purposif.
2. Sampel produk kemasan Garam Konsumsi dengan berbagai merek yang
berbeda diperoleh langsung dari pajak modern dan pajak tradisional di
sekitar daerah kota Medan.
3. Sejumlah sampel dilarutkan dengan menggunakan Aquadest destilasi.
4. Penentuan kadar Iodium dilakukan dengan metode titrimetri secara
iodometri pada suhu ruang, pada suhu pemanasan 500C dan pada suhu
pemanasan 750C.

5. Penentuan kadar Iodium dilakukan dengan adanya penambahan indikator
amilum sebagai penunjuk titik akhir titrasi.