Penentuan Kadar Iodium Serta Pengaruh Kenaikan Suhu Terhadap Kadar Iodium Di Dalam Garam Konsumsi Yang Diperoleh Dari Pasar Kota Medan Dengan Menggunakan Titrasi Iodometri

(1)

PENENTUAN KADAR IODIUM SERTA PENGARUH KENAIKAN

SUHU TERHADAP KADAR IODIUM DI DALAM GARAM

KONSUMSI YANG DIPEROLEH DARI PASAR

KOTA MEDAN DENGAN MENGGUNAKAN

TITRASI IODOMETRI

SKRIPSI

Ena Bellia O. Munthe

110802027

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

PENENTUAN KADAR IODIUM SERTA PENGARUH KENAIKAN

SUHU TERHADAP KADAR IODIUM DI DALAM GARAM

KONSUMSI YANG DIPEROLEH DARI PASAR

KOTA MEDAN DENGAN MENGGUNAKAN

TITRASI IODOMETRI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

ENA BELLIA O. MUNTHE

110802027

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(3)

PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR IODIUM SERTA PENGARUH KENAIKAN SUHU TERHADAP KADAR IODIUM DI DALAM GARAM

KONSUMSI YANG DIPEROLEH DARI PASAR KOTA MEDAN DENGAN MENGGUNAKAN

TITRASI IODOMETRI

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2015

ENA BELLIA O. MUNTHE 110802027


(4)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas cinta kasih, berkah dan penyertaannya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini tepat pada waktunya.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga untuk Ayahku tersayang O.Munthe dan Ibu yang selalu kurindukan Alm.R.Sihotang yang telah memberikan kasih sayang dan doa yang tiada berkesudahan serta dukungan moril dan materi, dan juga kepada kakakku Intan Munthe dan abangku Bg Jeriko dan Bg Julwanri, dan seluruh keluarga yang turut mendukung hingga penelitian ini dapat diselesaikan.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Harlem Marpaung selaku pembimbing 1 sekaligus Kepala Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU dan Bapak Jamahir Gultom, Ph. D selaku pembimbing 2 yang telah memberikan waktu dan bimbingan serta saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS. dan Bapak Drs.Albert Pasaribu, M.Sc, dan juga kepada Ibu Dra. Tirena B. Siregar, M.Eng selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan selama kuliah kepada penulis.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada K’Tiwi, selaku laboran yang telah memberikan saran-saran kepada penulis. Dan kepada sahabat-sahabat sekaligus menjadi rekan seperjuangan Asisten Lab.Analitik Andy, Berta, Wiwi, Fatya, Emi yang telah memberikan dukungan semangat yang luar biasa dan bantuan kepada penulis, juga kepada Bg Royman, K’Juli, K’Desta, K’Emil, K’Malem, Bg Zul, K’Dorkas dan adik-adik Asisten stambuk 2012. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua sahabat terbaikku Debi dan Yulia selama perkuliahan, dan rekan-rekan seperjuangan mahasiswa kimia stambuk 2011. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu menyertai kita.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Lampiran ix

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 4

1.3 Pembatasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 5

1.6 Lokasi Penelitian 5

1.7 Metodologi Penelitian 5

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Garam 6

2.1.1 Garam Beriodium 7

2.2 Iodium 8

2.2.1 Angka kecukupan Iodium 10

2.2.2 Absorpsi Iodium di dalam Tubuh 11

2.2.3 Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) 12

2.3 Analisis Penentuan Iodium 14

2.3.1 Analisis Kimia 14

2.3.1.1 Titrimetri 15

2.3.1.2 Titrasi Redoks 17

2.3.1.3 Titrasi Yang Melibatkan Iodium 18

2.3.2. Analisis Instrumental 20

2.4 Indikator Amilum 23

2.5 Larutan Baku Na2S2O3 24

Bab 3. Metode Penelitian

3.1 Alat 25

3.2 Bahan 25

3.3 Prosedur Penelitian 26

3.3.1 Penyediaan Reagent 26

3.3.1.1 Larutan standar Na2S2O3 0,005 N 26

3.3.1.2 Larutan KI 10% 26

3.3.1.3 Larutan Indikator Amilum 0,5% 26


(6)

3.3.1.5 Larutan H2SO4 2 N 26

3.3.2 Preparasi Larutan Sampel 27

3.3.3 Standarisasi Larutan Standar Na2S2O3 27

3.3.4 Penentuan Iodium dengan metode titrasi Iodometri 28

3.3.4.1 Penentuan Kadar Iodium pada suhu ruang 28

3.3.4.2 Penentuan Kadar Iodium pada suhu pemanasan 28 500C dan suhu pemanasan 750C

3.4 Bagan Penelitian 29

3.4.1 Preparasi Sampel 29

3.4.2 Standarisasi Larutan Standar Na2S2O3 30

3.4.3 Penentuan Iodium dengan metode titrasi Iodometri 31

3.4.3.1 Penentuan Kadar Iodium pada suhu ruang 31

3.4.3.2 Penentuan Kadar Iodium pada suhu pemanasan 32 500C dan suhu pemanasan 750C

Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Penelitian 33

4.1.1 Perhitungan Kadar Iodium pada garam merek A untuk 35 suhu ruang

4.1.2 Perhitungan Kadar Iodium pada garam merek A untuk 36 suhu 500C

4.1.3 Perhitungan Kadar Iodium pada garam merek A untuk 38

suhu 750C

4.2 Pembahasan 40

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 44

5.2 Saran 44

Daftar Pustaka 45


(7)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1 Angka kecukupan Iodium yang dianjurkan 10

2.2 Spektrum Gangguan Akibat kekurangan Iodium 12

4.1 Data Volume larutan standar Na2S2O3 0,0050 N untuk 33


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1 Data Hasil perhitungan konsentrasi Iodium dalam sampel 47

garam konsumsi pada suhu ruang

2 Data Hasil perhitungan konsentrasi Iodium dalam sampel 47

garam konsumsi pada suhu pemanasan 500C

3 Data Hasil perhitungan konsentrasi Iodium dalam sampel 48

garam konsumsi pada suhu pemanasan 750C

4 Syarat Mutu Garam konsumsi sesuai 48

SNI 01-3556-2000

5 Sebaran-t 49

6 Gambar produk kemasan Garam konsumsi dari berbagai 50

macam merek yang dianalisis

7 Contoh larutan sampel garam yang Memenuhi standar 50

(gambar kiri dengan kode sampel A) dan yang Tidak memenuhi standar (gambar kanan dengan kode sampel G)

8 Perbandingan jumlah Iodium yang dilepaskan melalui warna 51

larutan dari Garam konsumsi yang memenuhi standar (gambar kiri) dengan yang tidak memenuhi standar (kanan)

9 Perbandingan jumlah Iodium yang dilepaskan melalui warna 51

larutan dari salah satu merek garam konsumsi secara berurutan dari kiri ke kanan pada suhu ruang, pada suhu pemanasan 500C dan suhu pemanasan 750C

10 Perbandingan warna larutan sampel sebelum dititrasi (kiri) 52

dan setelah mendekati titik akhir titrasi (kanan) sebelum penambahan indikator amilum

11 Perbandingan warna larutan sampel setelah penambahan 52

indikator amilum (kiri) dan setelah mencapai titik akhir titrasi (kanan)


(9)

PENENTUAN KADAR IODIUM SERTA PENGARUH KENAIKAN SUHU TERHADAP KADAR IODIUM DI DALAM GARAM

KONSUMSI YANG DIPEROLEH DARI PASAR KOTA MEDAN DENGAN MENGGUNAKAN

TITRASI IODOMETRI

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang penentuan kadar Iodium serta pengaruh kenaikan suhu terhadap kadar Iodium di dalam garam konsumsi yang diperoleh dari pasar kota Medan. Sampel garam konsumsi diambil secara acak dari pasar modern dan pasar tradisional di kota Medan. Penelitian ini menggunakan metode Titrasi Iodometri. Sampel yang ditambahkan dengan larutan KI pada suasana asam akan membebaskan I2 yang akan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3

dan dengan penambahan indikator amilum yang bertindak sebagai penunjuk titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi ditandai dengan hilangnya warna biru kehitaman dari larutan. Dari hasil penelitian diperoleh kadar Iodium pada suhu ruang berada pada kisaran 9,9036 ± 1,5208 hingga 49,1650 ± 1,5190 mg/kg, pada suhu 500C kadar Iodium berada pada kisaran 7,0740 ± 1,5208 hingga 42,7977 ± 1,5208 mg/kg dan pada suhu 750C kadar Iodium berada pada kisaran 3,5370 ± 1,5208 hingga 36,7848 ± 3,0417 mg/kg.


(10)

DETERMINATION OF IODINE AND EFFECT OF TEMPERATURE INCREASE FOR IODINE CONCENTRATION IN SALT

CONSUMPTION OBTAINED FROM MEDAN’S MARKET BY USING IODOMETRIC

TITRATION

ABSTRACT

Iodine is an essential element which occured in thyroid gland, used for the synthesis of triiodotyronin (T3) and tetraiodotyronin (T4) hormones. The research

has been done about determination of iodine and effect of temperature increase in salt consumption obtained from Medan’s market. Sample salt consumption taken randomly from both modern and traditional market in Medan. This research used Iodometric titration method. Sample was added with KI solution in acidic condition will release I2 and followed by addition starch indicator will result the

blue color. End point titration reached by the color change from blue into colorless. The result obtained that concentration of Iodine at room temperature are 9,9036 ± 1,5208 to 46,1650 mg/kg and concentration of iodine at 500C are 7,0740 ± 1,5208 to 42,7977 ± 1,5208 mg/kg and concentration of iodine at 750C are 3,5370 ± 1,5208 to 36,7848 ± 3,0417 mg/kg.


(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Garam merupakan bahan tambahan pangan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Hampir seluruh makanan umumnya menggunakan garam sebagai penyedap / pemberi cita rasa pada makanan, selain itu digunakan juga sebagai pengawet makanan serta banyak digunakan untuk bahan tambahan dalam industri pangan. Selain itu, karena harga garam konsumsi yang relatif murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat maka pemerintah memilih garam konsumsi sebagai sarana untuk memenuhi angka kecukupan Iodium setiap harinya, karena Iodium tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh. Iodium yang terdapat dalam garam tersebut merupakan salah satu dari mineral yang bersifat sensitif terhadap panas dan cahaya. Iodium yang terdapat dalam bahan makanan tidak 100% masuk ke dalam sistem pencernaan kita. Proses pengolahan bahan makanan yakni pemberian garam pada suhu tinggi apalagi sampai masakan mendidih akan mengurangi ketersediaan Iodium dari garam tersebut dan hilangnya Iodium selama pengolahan berbanding lurus dengan suhu dan waktu pengolahan. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu yang digunakan untuk mengolah suatu bahan makanan, maka akan semakin tinggi jumlah Iodium yang hilang.

Iodium merupakan mineral esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh karena memainkan peranan penting pada sistem metabolisme manusia dan hewan yang jumlahnya sangat sedikit di dalam tubuh, yaitu kurang lebih 0,00004% dari berat badan atau 15-23 mg. Sekitar 75% terdapat di dalam kelenjar tiroid yang digunakan untuk mensintesis hormon tiroksin, tetraiodotironin (T4), dan


(12)

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang telah mendunia karena berhubungan dengan perkembangan mental dan kecerdasan sehingga berdampak langsung dengan kualitas sumber daya manusia.

Berdasarkan taksiran WHO dan UNICEF, sekitar satu juta penduduk di negara yang tengah berkembang berisiko mengalami kekurangan Iodium, semata karena kesalahan mereka memilih tempat bermukim di tanah yang tidak cukup mengandung Iodium. Dalam skala global, Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) telah menjadi masalah di lebih kurang 118 negara, yang mencederai 1572 orang. Sekitar 12% (atau sekitar 655 juta orang) menderita gondok, 11,2 juta mengalami kretin, dan 43 juta menderita gangguan mental dengan berbagai tingkatan. Sedangkan di Indonesia sendiri (1991) GAKI telah menyengsarakan lebih dari 14 juta penduduk, sekitar 750 orang menderita kretin, 10 juta mengalami gondok, dan 3,5 juta terjangkit gangguan bentuk lain. Survei pemetaan GAKI di Indonesia tahun 1998 menunjukkan peningkatan penderita gondok endemis sampai 20 juta, sementara penderita kretin membengkak hingga 290.000 orang (Arisman, 2009).

Menurut BPOM RI (2006) untuk mengatasi kurangnya asupan Iodium dalam makanan, pemerintah telah membuat progam penggunaan garam beriodium dengan menambahkan Kalium Iodat pada garam dapur dan disesuaikan dengan standar nasional Indonesia (SNI Nomor 01-3556-2000) yakni mengandung Iodium sebanyak 30-80 ppm, tetapi kenyataannya masih banyak garam dapur yang beredar di masyarakat yang belum memenuhi standar. Dibandingkan dengan model penanggulangan GAKI yang lain, penggunaan garam beriodium memiliki biaya yang paling murah. Hal ini disebabkan garam merupakan kebutuhan sehari-hari, tidak ada pengolahan makanan yang tidak menggunakan garam (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat UI, 2007).


(13)

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan Iodat dalam garam adalah kelembaban udara, waktu penyimpanan, jenis pengemas, adanya logam terutama besi, kandungan air, cahaya, keasaman, dan suhu. Penelitian yang telah dilakukan oleh Chauhan, S.A., S.A., Bhatt, A.M., Bhatt, M.P., Majeetha, K.M. (1992), menyimpulkan bahwa kehilangan iodium terbesar terjadi pada garam yang disimpan dalam kemasan plastik yang mempunyai sifat permeabilitas tinggi dari pada di dalam botol gelas, dan yang disimpan pada suhu 37OC dan kelembaban dibawah 76%. Selain itu juga kestabilan iodium akan dipengaruhi oleh jenis makanan, kandungan air dan suhu pemanasan pada saat pemasakan. Hilangnya kandungan iodium pada saat pemasakan ini berkisar antara 36,6% sampai 86,1%. Namun penelitian ini belum menjelaskan berapa suhu pemasakan yang dilakukan sehingga menyebabkan banyaknya Iodium yang menghilang.

Menurut Steven Shongwe (2007) bahwa pada penentuan spesi Iodium di dalam garam, metode titrimetri merupakan metode yang memiliki tingkat keakuratan, tingkat kesensitifan dan tingkat ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan tes uji kualitatif bahkan dengan metode spektrofotometri sinar tampak. Hal ini disebabkan karena pembentukan warna larutan yang kurang stabil dan memerlukan waktu tunggu. Agar pembentukan warna lebih cepat dan stabil perlu dilakukan pengadukan dan waktu pendiaman akan meningkatkan sensitifitas analisis.

Atas dasar penjelasan diatas dan mengingat betapa pentingnya Iodium bagi kelangsungan hidup manusia maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “PENENTUAN KADAR IODIUM SERTA PENGARUH KENAIKAN SUHU TERHADAP KADAR IODIUM DI DALAM GARAM KONSUMSI YANG DIPEROLEH DARI PASAR KOTA MEDAN DENGAN MENGGUNAKAN TITRASI IODOMETRI”.


(14)

1.2. Permasalahan

1. Berapakah kadar Iodium dari Garam konsumsi merek A, B, C, D, E, F, G, H, I, dan J secara titrasi Iodometri pada suhu ruang, pada suhu pemanasan 500C dan pada suhu pemanasan 750C ?

2. Bagaimana pengaruh kenaikan suhu terhadap kadar Iodium dari Garam konsumsi merek A, B, C, D, E, F, G, H, I, dan J secara titrasi iodometri ? 3. Apakah Garam-garam tersebut sudah memenuhi standar sesuai kadar yang

direkomendasikan oleh Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan Republik Indonesia ?

1.3. Pembatasan Masalah

1. Penelitian ini dibatasi pada penentuan kadar Iodium dalam bentuk KIO3

yang terkandung di dalam produk kemasan Garam Konsumsi dengan merek yang berbeda pada suhu ruang, pada suhu pemanasan 500C, dan pada suhu pemanasan 750C.

2. Sampel diambil secara acak dari pajak modern dan pajak tradisional di sekitar kota Medan tanpa mempermasalahkan Kelembaban Relatif (RH), cara pengangkutan dan kandungan dari wadah sampel.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar Iodium serta pengaruh kenaikan suhu terhadap kadar Iodium dalam bentuk KIO3 yang terdapat di

dalam Garam Konsumsi dengan merek yang berbeda pada suhu ruang, pada suhu pemanasan 500C, dan pada suhu pemanasan 750C.

2. Untuk mengetahui apakah semua produk garam konsumsi dengan merek yang beragam tersebut telah memenuhi persyaratan sesuai standar nasional yang telah ditetapkan.


(15)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada seluruh masyarakat mengenai kadar Iodium dari produk kemasan Garam Dapur dengan berbagai merek yang berbeda sehingga dapat dijadikan sebagai bahan tambahan pangan untuk memenuhi angka kecukupan Iodium setiap harinya.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh suhu terhadap hilangnya Iodium selama proses pemasakan sehingga dapat dijadikan sebagai acuan bahwa cara penambahan atau penggunaan garam beriodium ke dalam makanan sebaiknya dilakukan setelah pemasakan/ makanan siap untuk disajikan.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

1.7. Metodologi Penelitian

1. Penelitian ini merupakan Penelitian Laboratorium dan bersifat Purposif. 2. Sampel produk kemasan Garam Konsumsi dengan berbagai merek yang

berbeda diperoleh langsung dari pajak modern dan pajak tradisional di sekitar daerah kota Medan.

3. Sejumlah sampel dilarutkan dengan menggunakan Aquadest destilasi. 4. Penentuan kadar Iodium dilakukan dengan metode titrimetri secara

iodometri pada suhu ruang, pada suhu pemanasan 500C dan pada suhu pemanasan 750C.

5. Penentuan kadar Iodium dilakukan dengan adanya penambahan indikator amilum sebagai penunjuk titik akhir titrasi.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Garam

Garam merupakan bahan tambahan pangan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, dapat digunakan sebagai penyedap dan pengawet makanan. Garam pernah menjadi barang pujaan dan pernah pula digunakan sebagai alat pembayaran, sebagai pengganti mata uang di Tibet dan Mongolia. Penyaluran garam digunakan sebagai senjata politik oleh pemerintah-pemerintah zaman dahulu dan di negara-negara Timur garam dikenakan pajak yang tinggi. Istilah “salary” (gaji) dalam bahasa inggris sesungguhnya berasal dari kata “salt” (garam) (George T. Austin, 1996).

Terdapat 2 jenis garam yang dikonsumsi oleh masyarakat yaitu : 1. Garam Dapur

Garam dapur merupakan garam yang diperoleh dari air laut dengan cara diuapkan dan dikeringkan di bawah terik matahari.

2. Garam Meja

Garam meja merupakan garam konsumsi yang diolah sedemikian rupa baik menggunakan maupun tanpa menggunakan bahan-bahan anti gumpalan atau bahan pengering sehingga menjadi halus dan putih bersih.

Garam dapat diperoleh dengan 3 cara :

1. Penguapan air laut dengan sinar matahari di pesisir pasifik atau dari air danau asin di daerah barat.

2. Penambangan batuan garam (rock salt). 3. Dari sumur air garam (brines).


(17)

Kemurnian garam yang dibuat dengan penguapan air garam biasanya lebih dari 99%, Garam hasil tambang berbeda-beda komposisinya tergantung pada lokasi, namun biasanya mengandung lebih dari 95% dan beberapa garam batuan dapat mencapai kemurnian hingga 99,5 %, larutan yang didapat dari sumur biasanya mempunyai kemurnian 98 % dan lebih banyak bergantung pada kemurnian air yang diinjeksikan ke dalam sumur untuk melarutkan garam dari lapisan batuan (George T. Austin, 1996).

2.1.1. Garam Beriodium

Garam beriodium merupakan garam yang telah mengalami proses fortifikasi (penambahan) Iodium. Penggunaan garam beriodium di Indonesia dimulai pada tahun 1927 di daerah Tengger dan Dieng yang merupakan daerah pegunungan yang endemis GAKI. Di Indonesia Iodium yang ditambahkan adalah dalam bentuk KIO3. Penggunaan KIO3 pada proses fortifikasi disebabkan oleh kestabilan

KIO3 lebih baik dibanding dengan KI sehingga tidak diperlukan stabilizier, selain

itu kelarutan KIO3 lebih kecil dibanding dengan KI, oleh karenanya kemungkinan

terjadinya leaching akan lebih kecil. Leaching adalah peristiwa dimana partikel atau senyawa terlarut dalam cairan dan ikut terbawa bersama cairan tersebut melewati padatan tempat partikel atau senyawa tadi berada. Iodat garam-garam alkali larut dalam air, iodat logam-logam lainnya sangat sedikit larut, dan umumnya kurang larut dari klorat dan bromat padanannya. Beberapa kelarutan dalam g/L pada 200C adalah : timbel iodat 0,03 (250C), Perak iodat 0,06, barium iodat 0,22, kalsium iodat 3,7, kalium iodat 81,3 dan natrium iodat 90,0 (Vogel, A.I., 1979). Pemilihan KIO3 juga berdasarkan pada kemudahan KIO3 terurai

dalam tubuh manusia dan dibawa ke kelenjar tiroid, KIO3 tidak bersifat racun dan

telah disetujui serta direkomendasikan oleh FAO/WHO. Dibandingkan dengan cara menanggulangi masalah GAKI yang lain, penggunaan garam beriodium paling murah dan paling sederhana karena garam merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan setiap harinya.


(18)

Meskipun merupakan cara yang paling murah dan sederhana, beberapa kendala yang muncul yang dihadapi oleh pemerintah dalam penyediaan garam beriodium di lapangan, yaitu :

1. Produksi garam tidak tersentralisasi sehingga menyulitkan dalam memonitoring. Dari 1 juta ton garam yang diproduksi hanya 30% yang diproduksi oleh PN garam, sisanya tersebar di berbagai daerah. Kadar Iodium ternyata sangat rendah, hanya 58% dari garam beriodium yang dikomsumsi di RT yang memenuhi persyaratan.

2. Cara pengolahan garam beriodium sebaiknya ditambahkan pada saat makanan akan disantap untuk mengurangi kehilangan. Pada umumnya masyarakat menambahkan garam saat mempersiapkan bumbu, terutama bumbu-bumbu yang dihaluskan. Masakan yang pedas dan asam ternyata akan menghilangkan Iodium.

3. Penerimaan masyarakat. Masyarakat belum semua mengonsumsi garam biasa. Hasil SKRT 1996, rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium baru 85%, yang memenuhi persyaratan hanya 58%, kurang 27% dan tidak beriodium 15%. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa garam beriodium kurang asin dibanding dengan garam biasa, selain itu ada yang mengatakan garam beriodium rasanya pahit (Dept.Gizi dan Kes.Mas FKM UI).

2.2. Iodium

Iodium merupakan anion monovalen yang berada dalam golongan VIIA dalam sistem periodik. Iodium berwarna ungu, memiliki titik didih 1830C serta memiliki titik leleh 1130C dengan keelektronegatifan sebesar 2,5. Iodium ini pertama kali diisolasi oleh Courtais pada tahun 1811, dia menuliskan bahwa selain berwarna ungu, Iodium memiliki bau seperti klorin (Henrietta Fleck dan Elizabeth Munves, 1962). Iodium merupakan mineral esensial yang jumlahnya sangat sedikit di dalam tubuh, yaitu kurang lebih 0,00004% dari berat badan atau 15-23 mg. Sekitar 75% terdapat di dalam kelenjar tiroid yang digunakan untuk mensintesis hormon tiroksin, tetraiodotironin (T4), dan triiodotironin (T3).


(19)

Hormon-hormon ini diperlukan untuk pertumbuhan normal, perkembangan fisik dan mental hewan dan manusia. Hormon tiroid mengontrol kecepatan tiap sel menggunakan oksigen. Dengan demikian, hormon tiroid mengontrol kecepatan pelepasan energi dari zat gizi yang menghasilkan energi. Tiroksin dapat merangsang metabolisme hingga 30%, disamping itu kedua hormon ini mengatur suhu tubuh, reproduksi, pembentukan sel darah merah serta fungsi otot dan syaraf. Iodium juga berperan dalam perubahan karoten menjadi bentuk aktif Vitamin A, sintesis protein dan absorpsi karbohidrat dari saluran cerna, selain itu Iodium juga berperan dalam sintesis kolesterol darah. Sisa Iodium berada dalam jaringan lain, terutama di dalam kelenjar-kelenjar ludah, payudara, lambung dan di dalam ginjal. Didalam darah Iodium terdapat dalam bentuk iodium bebas atau terikat dengan protein (Sunita Almatsier, 2009).

Iodium merupakan salah satu dari mineral yang bersifat sensitif terhadap panas dan cahaya. Iodium yang terdapat dalam bahan makanan tidak 100% masuk ke dalam sistem pencernaan kita. Proses pengolahan bahan makanan akan mengurangi ketersediaan Iodium dari makanan kita. Hilangnya Iodium selama pengolahan berbanding lurus dengan suhu dan waktu pengolahan. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu yang digunakan untuk mengolah suatu bahan makanan, maka akan semakin tinggi jumlah Iodium yang hilang. Proses penggorengan akan mengurangi kandungan Iodium sekitar 20%, pemanggangan sekitar 23% dan perebusan sebesar 58% (Dept. Gizi dan Kes.Mas FKM UI, 2007). Kerusakan selama proses memasak dapat diperkecil dengan cara menambahkan garam setelah selesai memasak, serta mengganti garam yang telah biasa digunakan dengan garam beriodium. Di Indonesia, berdasarkan penelitian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 1999), lebih dari separuh garam yang beredar di pasar tidak mengandung Iodium (Arisman, 2009).


(20)

2.2.1. Angka Kecukupan Iodium

Rata-rata jumlah Iodium yang dianjurkan biasanya dipatok sebesar 100-150 µg/hari, suatu jumlah yang telah terbukti cukup untuk mempertahankan fungsi normal kelenjar tiroid, asupan Iodium ini berbeda untuk masing-masing usia dan kebutuhannya. Angka kecukupan Iodium sehari yang dianjurkan berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1. Angka kecukupan Iodium yang dianjurkan

Golongan Umur

AKI* (mg)

Golongan Umur

AKI* (mg)

0-6 bulan 90 Wanita

7-11 bulan 120 10-12 tahun 120

1-3 tahun 120 13-15 tahun 150

4-6 tahun 120 16-18 tahun 150

7-9 tahun 120 19-29 tahun 150

Pria 30-49 tahun 150

10-12 tahun 120 50-64 tahun 150

13-15 tahun 150 ≥ 65 tahun 150

16-18 tahun 150

19-29 tahun 150 Hamil : +50

30-49 tahun 150

50-64 tahun 150 Menyusui :

≥ 65 tahun 150 0-6 bulan +50

7-12 bulan +50

Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004 *Angka kecukupan Iodium


(21)

2.2.2. Absorpsi Iodium di dalam tubuh

Proses penyerapan Iodium di dalam tubuh dimulai dari saluran pencernaan. Iodium dalam makanan berupa Iodat, Iodida, Iodium, dan kompleks Iodium yang akan diubah menjadi iodida sebelum diserap oleh usus halus, tetapi tidak semua Iodium akan diserap oleh usus halus melainkan beberapa diantaranya langsung masuk ke dalam saluran darah melalui dinding lambung (Winarno, 1992). Setelah diabsorpsi, iodida akan masuk ke dalam aliran darah dan diserap oleh kelenjar tiroid sebanyak 1/3 dan sisanya diekskresikan melalui ginjal, pernapasan dan feses. Dalam bentuk ikatan organik di dalam makanan hewani hanya separuh dari Iodium yang dapat dikomsumsi dan diabsorpsi. Di dalam darah, Iodium terdapat dalam bentuk bebas atau terikat protein. Ternyata penyerapan Iodium ini berlangsung sangat cepat, yaitu dalam waktu 3-6 menit setelah makanan dicerna dalam mulut (Freind, 1972).

Membran tiroid mempunyai kapasitas spesifik untuk memindahkan iodida ke bagian belakang kelenjar. Dalam kelenjar tiroid, Iodium bergabung dengan molekul tirosin membentuk tiroksin (tetraiodotironin) dan triiodotironin. Hormon tersebut dikeluarkan ke dalam saluran darah menurut kebutuhan dan permintaan tubuh. Tiroksin merupakan lebih dari 95% dari hormon tiroid yang ada dalam darah. Dalam kelenjar gondok, tiroksin dan triiodotironin bergabung dengan sebuah molekul protein menjadi tiroglobulin dan merupakan bentuk iodium untuk disimpan. Pembuangan Iodium dilakukan melalui ginjal, dalam jumlah yang kecil dikeluarkan juga melalui usus dan keringat, dan yang dikeluarkan melalui feses biasanya merupakan Iodium yang tidak dapat diserap atau yang berasal dari empedu (Winarno, 1992).

2.2.3. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)

Terjadinya kekurangan Iodium terutama diakibatkan rendahnya kadar Iodium dalam tanah sehingga air dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di daerah tersebut rendah kadar Iodiumnya (Sjahmien Moehji, 1992). Hal ini dapat memberikan dampak yang sangat serius, seperti yang akan dijelaskan pada tabel 2.2 dibawah ini.


(22)

Tabel 2.2. Spektrum Gangguan Akibat kekurangan Iodium

Tahap Perkembangan Bentuk Gangguan

Janin Keguguran (Aborsi)

Lahir mati

Kelainan Kongenital Kematian Perinatal Kematian bayi Kretinisme syaraf Kretinisme miksedema Kerusakan psikomotor

Bayi baru lahir Gondok neonatus

Hipotiroidisme neonatus

Anak dan Remaja Gondok

Hipotiroidisme juvenile Fungsi mental

Perkembangan fisik terhambat

Dewasa Gondok dan penyulit

Hipotiroidisme Fungsi mental

Hipertiroidisme diimbas oleh Iodium

Semua Usia Kepekaan terhadap radiasi Iodium


(23)

(Dikutip dari : Trace elements in human nutrition and health, WHO 1996)

Bila kekurangan berlanjut, sel kelenjar tiroid akan membesar dalam usaha meningkatkan pengambilan Iodium oleh kelenjar tersebut. Bila pembesaran ini menampak disebut dengan gondok sederhana dan bila terdapat secara meluas di suatu daerah maka dinamakan gondok endemik. Gondok dapat diperlihatkan dalam bentuk yang berbeda, yaitu dalam bentuk kretinisme di satu sisi dan pembesaran kelenjar tiroid di sisi lain. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) disebabkan karena kurangnya asupan Iodium yang masuk ke dalam tubuh sehingga konsentrasi hormon tiroid menurun dan hormon perangsang tiroid/TSH meningkat agar kelenjar tiroid mampu menyerap lebih banyak Iodium.

Program penanggulangan GAKI dilakukan yakni dengan mengadakan pendekatan dan pembuatan program jangka pendek dan jangka panjang. Program jangka pendek meliputi distribusi kapsul Iodium kepada kelompok sasaran di daerah endemik sedang dan berat . Sedangkan program jangka panjang meliputi Iodisasi garam, promosi penganekaragaman pangan dan menu gizi seimbang, dan penurunan konsumsi pangan goitrogenik. Terdapat 10 indikator pada program penanggulangan GAKI secara berkelanjutan, yaitu adanya tim penanggulangan GAKI di tingkat kabupaten yang efektif, komitmen politis penanggulangan GAKI dan garam beriodium untuk semua, adanya eksekutif yang ditunjuk untuk bertanggung jawab dalam mengeliminasi IDD, adanya peraturan daerah yang resmi tentang peredaran garam beriodium, surveilans GAKI, penyuluhan massal dan mobilisasi sosial terhadap konsumsi garam beriodium dan pentingnya IDD (Iodine Deficiency Disorder) atau GAKI, ketersediaan data reguler garam beriodium dari pabrik, pedagang, dan rumah tangga, data reguler ekskresi Iodium dalam urin kelompok rawan, menjalin kerjasama dengan produsen garam untuk mempertahankan kualitas garam, data base hasil monitoring beriodium, UIE, dan TSH neonatal yang dilaporkan terbuka kepada masyarakat secara berkala.


(24)

2.3 Analisis Penentuan Iodium

2.3.1. Analisis Kimia

Analisis Kimia merupakan cara penetapan atau pengujian adanya suatu zat atau unsur di dalam suatu bahan/sampel. Disebut analisis kimia kualitatif, bila pengujian itu bertujuan hanya untuk mengidentifikasi jenis zat atau konstituen dalam bahan itu, sedangkan disebut analisis kimia kuantitatif bila bertujuan untuk menetapkan jumlah (kuantitas) dari zat atau konstituen dalam suatu bahan (Mulyono HAM, 2006).

Faktor-faktor penting yang harus diperhitungkan dalam memilih suatu metode analisis yang tepat adalah :

a. sifat informasi yang dicari

b. ukuran contoh yang tersedia dan proporsi penyusun yang ditetapkan c. tujuan diperlukannya data analitis itu.

Tehnik utama yang digunakan dalam analisis anorganik kuantitatif didasarkan pada :

a) penampilan kuantitatif reaksi-reaksi kimia yang cocok atau pengukuran banyaknya reagensia yang diperlukan untuk menyempurnakan reaksi atau pemastian banyaknya hasil reaksi yang mungkin.

b) pengukuran listrik yang sesuai.

c) pengukuran sifat optis tertentu (misalnya spektra serapan) gabungan pengukuran optis atau listrik dan reaksi kimia kuantitatif (J.Basset, 1994). Prosedur analisa yang ideal sebaiknya memenuhi beberapa syarat yaitu : sahih, tepat, cermat, cepat, hemat, selamat, dapat diulang, khusus, andal dan mantap (Slamet Sudarmadji, 1989). Suatu hasil dari analisis kimia dikatakan akurat apabila hasil yang diperoleh sangat mendekati nilai sebenarnya dari suatu besaran terukur, dan dikatakan teliti apabila terdapat kesesuaian diantara seperangkat hasil untuk satu kuantitas.


(25)

2.3.1.1. Titrimetri

Dalam analisis titrimetri, zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan, konsentrasi larutan yang tidak diketahui kemudian dihitung (S.M.Khopkar, 2008). Tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu reaksi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Berlangsung sempurna, tunggal, dan menurut persamaan yang jelas (dasar teoritis).

2. Cepat dan reversible (dasar praktis). Bila tidak cepat, titrasi akan memakan waktu terlalu banyak. Lebih-lebih menjelang titik akhir, reaksi akan semakin lambat karena konsentrasi titran mendekati nol (kecepatan reaksi sebanding dengan konsentrasi). Bila reaksi tidak reversible, penentuan titik akhir titrasi tidak tegas.

3. Ada penunjuk titik akhir titrasi (indikator). Penunjuk itu dapat :

a) Timbul dari reaksi itu sendiri, misalnya : titrasi campuran asam oksalat dan asam sulfat oleh KMnO4, selama titrasi belum selesai

titrat tidak berwarna, tetapi setelah titik akhir titrasi tercapai, larutan berubah menjadi berwarna karena kelebihan setetes saja dari titran akan menyebabkan warna yang jelas.

b) Berasal dari luar, dan dapat berupa suatu zat yang dimasukkan ke dalam titrat. Zat itu disebut indikator dan menunjukkan titik akhir titrasi karena: a) menyebabkan perubahan warna titrat.

b) menimbulkan perubahan kekeruhan dalam titrat (larutan jernih menjadi keruh atau sebaliknya). 4. Larutan baku yang direaksikan dengan analat harus mudah didapat dan

sederhana menggunakannya, juga harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah apabila disimpan (W.Hardjadi, 1985).

Semua metode titrimetri tergantung pada larutan standar yang mengandung sejumlah reagen persatuan volume larutan dengan ketetapan yang tinggi. Reaksi antara zat yang dipilih sebagai standar primer harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut :


(26)

- Harus mudah didapat dalam bentuk murni atau dalam keadaan kemurnian yang diketahui. Pada umumnya jumlah semua zat pengotor tidak boleh melebihi 0,01 sampai 0,02% dan harus mungkin untuk mengujinya terhadap kotoran dengan uji kualitatif yang kepekaannya diketahui.

- Zat harus mudah dikeringkan dan tidak boleh higroskopis sehingga tidak menarik air ketika ditimbang. Tidak boleh kehilangan berat sewaktu terkena udara. Garam hidrat biasanya tidak digunakan sebagai standar primer.

- Standar primer sepatutnya mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk dapat mengurangi akibat kesalahan dalam penimbangannya.

- Asam dan basanya, sebaliknya yang kuat yaitu terdisosiasi tinggi. Akan tetapi asam atau basa lemah dapat digunakan sebagai standar primer tanpa kerugian yang besar, apabila larutan standar harus digunakan untuk analisis contoh asam atau basa lemah (R.A.Day dan A.L.Underwood, 1992)

Titrasi dapat digolongkan menjadi :

A. Titrasi berdasarkan reaksi-reaksi metatetik, yaitu reaksi pertukaran ion, dalam reaksi ini tak terjadi perubahan keadaan oksidasi-reduksi tetapi hanya bergantung pada bersenyawanya ion-ion yang terlibat. Titrasi ini dapat dibedakan menjadi :

a) Titrasi asidimetri-alkalimetri, yaitu titrasi yang menyangkut asam atau basa. Pada titrasi ini perubahan terpenting yang mendasari penentuan titik akhir dan cara perhitungan ialah perubahan pH titrat.

b) Titrasi presipitasi, yaitu titrasi berdasarkan pembentukan endapan. c) Titrasi kompleksiometri, yaitu titrasi berdasarkan pembentukan

persenyawaan kompleks.

B. Titrasi berdasarkan reaksi redoks, yaitu titrasi yang melibatkan suatu perubahan keadaan oksidasi atau didasarkan pada perpindahan elektron, disini terdapat unsur-unsur yang mengalami perubahan tingkat oksidasi.


(27)

2.3.1.2. Titrasi Redoks

Titrasi redoks dapat dibedakan berdasarkan cara pemakaiannya :

1. Na2S203 sebagai titran, dikenal juga sebagai titrasi tak langsung

(Iodometri)

2. I2 sebagai titran, dikenal sebagai titrasi langsung (Iodimetri)

3. Suatu oksidator kuat sebagai titran, yang paling sering digunakan adalah: a) KMnO4 b) K2Cr2O7 c) Ce (IV)

4. Suatu reduktor kuat sebagai titran.

Banyak pengerjaan titrasi redoks yang dilakukan dengan menggunakan indikator warna. Ada beberapa macam indikator yang dapat digunakan dalam titrasi redoks yaitu :

1. Suatu zat berwarna yang dapat bekerja sebagai indikator sendiri. Contoh : KMnO4

2. Indikator spesifik yaitu suatu zat yang bereaksi dengan membentuk warna yang khusus dengan salah satu pereaksi dalam suatu reaksi.

contoh : Amilum, KSCN

3. Indikator luar atau uji noda, indikator ini digunakan apabila tidak ada diperoleh indikator dalam. Contoh : ion feri sianida untuk meneliti adanya ion besi (II) dengan pembentukan warna biru turnbull diatas sebuah piring noda diluar bejana titrasi.

4. Potensial redoks dapat diikuti selama titrasi dan titik ekivalennya ditemukan dari perubahan yang besar dari potensial pada kurva titrasi. contoh : pada titrasi potensiometri

5. Suatu indikator yang sendirinya mengalami oksidasi-reduksi, zat demikian dapat ditunjuk sebagai suatu indikator indeks yang benar (R.A.Day dan A.L.Underwood, 1992).

Biasanya dua jenis indikator digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi redoks, dimana indikator tersebut adalah indikator eksternal maupun indikator internal. Indikator redoks ini tidak terlalu banyak karena molekul organik dapat mengalami perubahan yang lebih radikal dalam titrasi tersebut (S.M.Khopkar, 2008).


(28)

2.3.1.3. Titrasi yang melibatkan Iodium

Titrasi yang melibatkan Iodium dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: a) Titrasi langsung (iodimetri)

Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial oksidasi sebesar +0,535 V. Dalam metode ini, analat dioksidasi oleh I2 sehingga I2

tereduksi menjadi ion Iodida. Iod (I2) merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat,

sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor yang cukup kuat dapat dititrasi, salah satu penggunaan dari titrasi ini memanfaatkan kesanggupan ikatan rangkap zat organik untuk meng-addisi Iod, misalnya untuk penentuan bilangan Iod lemak dan minyak. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini dapat dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan menghasilkan warna biru pada titik akhir titrasi (Abdul Rohman, 2007).

b) Titrasi tidak langsung (Iodometri)

Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam metoda ini analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga terbentuk I2 :

Oksanalat + I- Redanalat + I2

2S2O3= + I2 S406= + 2I- (W.Hardjadi, 1985)

Reaksi S2O3= dengan I2 berlangsung baik dari segi kesempurnaannya, berdasarkan

potensial redoks masing-masing :

S4O6= + 2e- 2S2O3= E0 = 0,08 volt

I2 + 2e- 2I- E0 = 0,536 volt

Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I2 yang dititrasi itu

akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat agak tua, menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning muda dan seterusnya sampai akhirnya lenyap. Namun lebih mudah dan lebih jelas bila ditambahkan amilum sebagai indikator (W.Hardjadi, 1985). Pada titrasi ini, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan Kalium Iodida berlebih yang akan membebaskan Iodium yang selanjutnya akan dititrasi dengan larutan baku Natrium Tiosulfat. Banyaknya volume Natrium Tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel. Reaksi ini lambat dalam


(29)

larutan netral, tetapi lebih cepat dalam larutan asam dan dipercepat dengan adanya cahaya matahari. Setelah penambahan Kalium iodida pada larutan yang asam dari suatu pereaksi oksidasi, larutan tidak boleh dibiarkan terlalu lama berhubungan dengan udara, karena iodium akan terbentuk oleh reaksi terdahulu. Kalium Iodida yang digunakan harus bebas Iodat karena kedua zat ini bereaksi dalam suasana asam menghasilkan Iodium.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam titrasi Iodometri yang dapat bertindak sebagai sumber kesalahan titrasi adalah:

1). Kesalahan Oksigen, adanya Oksigen di udara dapat menyebabkan hasil titrasi tidak akurat (terlalu tinggi), karena Oksigen dapat mengoksidasi ion Iodida menjadi I2 dan reaksi ini mengarah pada pH rendah. Selain hal itu reaksi ini

dikatalisis oleh cahaya dan panas. O2 + 4I- + 4H+ ↔ 2I2 + 2H2O

2). Pada pH tinggi akan muncul bahaya lain, yaitu bereaksinya I2 yang terbentuk

dengan air (hidrolisa) dan hasil reaksinya bereaksi lanjut:

4 ×{I2 + H2O ↔ HOI + I- + H+} (a)

4 × HOI + S2O3= + H2O ↔ 2SO4= + 4I- + 6H+ (b)

Tentu saja hal ini akan menyebabkan penggunaan Na2S203 menurun. Konstanta

kesetimbangan reaksi (a) lebih kecil, yaitu 10-13, namun pada pH tinggi kesetimbangan akan bergeser ke kanan sehingga pada pH sekitar 11,5 terjadi kesalahan sampai 4%.

3). Penambahan Amilum terlalu awal

Banyak reaksi analat dengan KI yang berjalan agak lambat, karena itu perlu ditunggu agar mencapai reaksi yang optimum sebelum dititrasi, tetapi tidak disarankan untuk membiarkan larutan terlalu lama karena akan menyebabkan Iodium menguap. Iodium merupakan zat padat yang sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam larutan KI membentuk ion I3-. Jadi KI yang ditambahkan

selain mereduksi analat, juga melarutkan I2 dari hasil reaksi, oleh karena itu KI


(30)

2.3.2. Analisis Instrumental

Analisis instrumental dikenal juga sebagai analisis fisiko-kimia, sebab pada pengerjaannya, dalam penentuan sampel yang akan dianalisis dipakai instrumen yang memadai dan yang ditentukan adalah sifat-sifat fisiko-kimia dari molekul atau atom dalam sampel yang dianalisis. Analisis instrumental mengalami perkembangan yang pesat karena kemajuan tehnik elektronika. Beberapa hal yang membuat perkembangan yang pesat pada analisis instrumental ini yaitu adanya tuntutan dan kebutuhan analisis terhadap matriks sampel yang sulit serta diperlukannya waktu analisis yang singkat. Kesahihan analisis instrumental didukung oleh kecermatan, ketelitian, keterulangan, sensitivitas, kelurusan, kepemilahan, kemantapan, atau ketahanan dan kestabilan dari suatu metode analisis yang digunakan (M. Mulja, 1995).

Terdapat beberapa tehnik atau metode analisis instrumental yang dapat digunakan pada penentuan kadar Iodium dalam garam konsumsi, diantaranya adalah :

1. Potensiometri

Potensial sel galvani bergantung pada aktivitas spesies ion tertentu dalam larutan sel, oleh karenanya pengukuran potensial sel menjadi cukup penting dalam kimia analisis. Dalam banyak kasus suatu sel dapat direka sehingga potensialnya bergantung pada aktifitas suatu spesies ion tunggal dalam larutan itu. Salah satu elektrode haruslah sedemikian rupa sehingga potensialnya bergantung pada aktifitas ion yang akan ditetapkan, elektrode itu disebut elektrode indikator, dan elektrode yang lain adalah pembanding yang potensialnya diketahui dan tetap konstan selama penetapan (Day,R.A. dan Underwood,A.L. 1992). Pada penentuan kadar Iodat dengan metode potensiometri ini menggunakan Elektroda selektif ion iodat. Perkembangan elektroda selektif ion ini berkembang sangat pesat karena kelebihan-kelebihan yaitu memberikan respon secara selektif terhadap spesi ion tertentu dan bagian luarnya akan mengadakan kontak dengan spesi yang akan ditentukan, serta waktu analisis yang cepat. Kinerja elektroda ion selektif ini secara umum ditunjukkan oleh kisaran


(31)

konsentrasi analit yang dapat diukur, bilangan Nernst, dan batas deteksi. Kisaran konsentrasi yang dapat diukur adalah batasan bawah dan atas konsentrasi iodat yang masih memenuhi persamaan Nernst. Harga bilangan Nernst ditentukan pada kisaran konsentrasi tersebut, sehingga kedua parameter tersebut saling berkaitan. Ketiga parameter di atas sangat dipengaruhi oleh keadaan fisik dari elektroda yaitu kerapatan dan homogenitas ionofor pada lapisan membran.

2. Spektrofotometri Sinar Tampak

Tehnik spektrofotometri adalah salah satu tehnik analisis fisiko-kimia yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik (M. Mulja, 1995). Di dalam metode spektrofotometri, larutan sampel mengabsorpsi radiasi elektromagnetik dari suatu sumber cahaya tertentu dan jumlah sinar yang diabsorpsi adalah sebanding dengan konsentrasi analit yang ada di dalam larutan. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan kadar Iodium berdasarkan intensitas serapan pada panjang gelombang yang dibentuk oleh warna larutan yang mengandung sampel Iodium tersebut. Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang maksimum yang memberikan absorbansi serapan maksimum. Alasan dilakukan pengukuran pada panjang gelombang tersebut adalah perubahan absorban untuk setiap satuan konsentrasi adalah paling besar pada panjang gelombang maksimum sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimal. Disamping itu pita serapan di sekitar panjang gelombang maksimum datar dan pengukuran ulang dengan kesalahan yang kecil yang dengan demikian akan memenuhi hukum Lambert-Beer. Kelemahan dari metode ini yaitu metode ini membutuhkan suatu zat yang dapat menghasilkan warna yang spesifik ketika ditambahkan pada larutan yang mengandung Iodium.


(32)

3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Pasangan Ion

Pada umumnya metode kromatografi untuk pemisahan spesi ion digunakan dengan cara pertukaran ion, namun sekarang menggunakan metode yang lebih mudah yaitu menggunakan metode kromatografi pasangan ion. Metode kromatografi cair kinerja tinggi pasangan ion umumnya menggunakan sistem pelarut air dicampur dengan metil alkohol ataupun asetonitril. Kolom yang digunakan adalah kolom fase balik dengan gugus alkil C18. Agar senyawa ini mempunyai sifat lipofil yang

memadai sehingga dapat tertahan dalam kolom, ditambahkan ion lawan ke dalam eluen. Senyawa yang terionisasi (R-)aq yang larut dalam air dapat

diekstraksi ke dalam pelarut organik dengan menggunakan ion lawan yang cocok (TBA+)aq dan bergabung membentuk suatu pasangan ion

(R-TBA+)aq yang mempunyai afinitas yang memadai terhadap kolom fase

balik sehingga terjadi retensi yang berbeda. Penentuan kadar Iodium dapat dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi pasangan ion, dimana metode ini mempunyai selektivitas yang tinggi, handal dan lebih baik dibandingkan dengan metode lain untuk penentuan sampel ionik. Selain itu metode ini mempunyai daya pisah yang sangat baik antara semua senyawa bukan ionik sehingga tidak ada gangguan antara elusi senyawa ionik dan bukan ionik. Oleh karena itu metode ini dapat digunakan untuk memisahkan senyawa ionik dan bukan ionik dalam sampel (Ahuja,S. 1989).

4. X-Ray Fluorescence

Metode X-ray Fluorescence dapat dipergunakan untuk menganalisis unsur iodium dalam sampel yang berwarna seperti halnya iodium dalam bumbu dapur. Prinsip pengukuran X-ray Fluorescence berdasarkan atas terjadinya proses eksitasi elektron pada kulit atom bagian dalam ketika atom suatu unsur tersebut ditembaki sinar-X, kekosongan elektron tersebut akan diisi oleh elektron bagian luar dengan melepaskan energi yang spesifik untuk setiap unsur. Pengujian dengan metode X-ray Fluorescence dilakukan berdasarkan pada perbandingan besarnya intensitas dari unsur iodium


(33)

dalam sampel dengan besarnya intensitas iodium dalam larutan standar menggunakan perhitungan garis regresi. Intensitas yang diukur oleh alat X-ray Fluorescence berasal dari proses eksitasi elektron pada kulit bagian dalam dari atom iodium. Oleh karena itu metode X-Ray Fluorescence ini akan memberikan nilai intensitas secara total dari iodium dalam semua bentuk senyawa baik itu iodat (IO3-), iodida (I-), iodium (I2), dan

sebagainya. Metode X-ray Fluorescence adalah metode yang lebih tepat dibandingkan metode iodometri untuk menganalisis iodat dalam matrik bumbu dapur, karena X-ray Fluorescence dapat menganalisis iodat dalam berbagai bentuk dan analisisnya tidak dipengaruhi oleh warna sedangkan iodometri hanya dapat menganalisis dalam bentuk iodat saja disamping analisisnya dipengaruhi oleh perubahan warna (Nelson Saksono, 2002).

2.4. Indikator Amilum

Amilum dapat dipisahkan menjadi 2 komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin, yang terdapat dalam proporsi berbeda dalam berbagai tumbuh-tumbuhan. Amilosa adalah suatu senyawa berantai lurus dan terdapat melimpah pada pati kentang, memberi warna biru ketika berikatan dengan iod dan rantainya mengambil bentuk spiral. Amilopektin merupakan senyawa yang mempunyai struktur rantai bercabang, membentuk suatu produk berwarna ungu-merah, mungkin dengan adsorpsi (J.Basset, 1994). Keunggulan Indikator ini terutama terletak pada harganya yang murah dan warna biru dari kompleks kanji-iodium dapat dipakai untuk suatu uji yang sangat peka terhadap iodium. Kepekaan akan lebih besar terhadap larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan lebih besar lagi dengan hadirnya ion iodida (R.A.Day dan A.L.Underwood, 1992). Beberapa kelemahan dari indikator Amilum yaitu : (1) tidak dapat larut dalam air dingin, (2) suspensinya tidak stabil dalam air, (3) dengan iod menghasilkan suatu kompleks yang tidak dapat larut dalam air sehingga Amilum tidak dapat ditambahkan terlalu awal dalam titrasi karena itu dalam titrasi iodometri ini penambahan indikator dilakukan mendekati titik akhir ketika warna mulai memudar dan hal ini juga dimaksudkan supaya amilum tidak membungkus Iod


(34)

dan menyebabkannya sukar terlepas yang akan menyebabkan warna biru sulit hilang sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi, dan bahkan apabila Iod masih banyak sekali akan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir (W.Hardjadi, 1985), (4) Kadang-kadang terdapat titik akhir yang sulit diamati bila larutan encer (R.A.Day dan A.L.Underwood, 1992).

2.5. Larutan Baku Na2S2O3

Larutan standar yang umumnya digunakan dalam titrasi iodometri adalah Natrium Tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia dalam bentuk pentahidratnya Na2S2O3.5H2O. Larutan ini bukanlah merupakan suatu larutan standar primer

sehingga harus distandarisasi terlebih dahulu sebelum penggunaannya, dan larutan ini tidak stabil untuk waktu yang lama. Kestabilan larutan mudah dipengaruhi oleh pH rendah, sinar matahari, dan terutama adanya bakteri yang memanfaatkan Sulfur hingga terbentuk SO32-, SO42- dan belerang koloidal. Tiosulfat dapat terurai

dalam larutan asam, membentuk belerang sebagai endapan seperti susu (R.A.Day dan A.L.Underwood, 1992).

S2O32- + 2H+ H2S203 H2SO3 + S(P)

akan tetapi reaksinya lambat dan tidak akan terjadi apabila tiosulfat dititrasi dalam larutan asam dari iodium jika larutannya diaduk dengan baik, karena reaksi antara tiosulfat dengan iodium lebih cepat dari reaksi peruraian.

I2 + 2S2032- 2I- + S4O62-

Reaksi itu cepat dan berlangsung sampai lengkap dan tidak ada reaksi samping. Apabila pH larutan diatas 9, maka tiosulfat akan dioksidasi sebagian menjadi sulfat: 4I2 + S2O32- + 5H2O 8I- + 2SO42-+ 10H+

Pada pembuatan larutan Natrium Tiosulfat air yang digunakan dididihkan terlebih dahulu untuk membuatnya bebas dari kuman dan seringkali ditambahkan kloroform, boraks, natrium karbonat sebagai pengawet. Beberapa larutan standar primer yang umumnya digunakan untuk standarisasi Natrium Tiosulfat yaitu Kalium Iodat, Kalium Bromat, Kalium Dikromat, Larutan iod standar, Serium (IV) Sulfat, Tembaga.


(35)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat

− Neraca Analitik Shimadzu ATX 224

− Buret Pyrex

− Statif dan Klem

− Termometer Fisons

− Hot plate Fisher

− Beaker Glass Pyrex

− Labu Erlenmeyer Pyrex

− Pipet Volume Pyrex

− Maat Pipet Pyrex

− Labu ukur Pyrex

− Oven

− Cawan Krusibel

3.2. Bahan

Garam konsumsi dengan kode sampel A, B, C, D, E, F, G, H, I, dan J

− Na2S2O3.5H2O p.a.E.Merck

− KI p.a.E.Merck

− KIO3 p.a.E.Merck

− H2SO4(p) p.a.E.Merck


(36)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Penyediaan Reagen

a) Larutan standar Na2S2O3 0,005 N

Sebanyak 1,2400 gram Na2S2O3.5H2O dilarutkan dengan aquadest dan

diencerkan dengan aquadest dalam labu ukur 1000 mL sampai garis tanda, kemudian ditambahkan 3 tetes kloroform lalu dihomogenkan. Larutan ini disimpan dalam botol kaca borosilikat yang gelap.

b) Larutan KI 10%

Sebanyak 10 gram KI dilarutkan dengan aquadest dan diencerkan dengan aquadest dalam labu ukur 100 mL sampai garis tanda kemudian dihomogenkan. Larutan ini disimpan dalam botol kaca borosilikat yang gelap.

c) Larutan Indikator Amilum 0,5 %

Sebanyak 0,5 gram Amilum dilarutkan dengan aquadest dan diencerkan dengan aquadest dalam labu ukur 100 mL sampai garis tanda lalu dihomogenkan kemudian dididihkan selama 2 menit hingga larutan jernih.

d) Larutan baku KIO3 0,005 N

Sebanyak 0,1783 gram kristal KIO3 yang telah dikeringkan dari dalam

oven pada suhu 1050C selama 2 jam dilarutkan dengan aquadest dan diencerkan dengan aquadest dalam labu ukur 1000 mL sampai garis tanda kemudian dihomogenkan.

e) Larutan H2SO4 2N

Sebanyak 13,8 mL H2SO4(p) dimasukkan secara perlahan-lahan ke dalam

labu ukur 250 mL yang telah berisi aquadest, kemudian diencerkan dengan aquadest hingga garis tanda kemudian dihomogenkan.


(37)

3.3.2. Preparasi Larutan Sampel

Sebanyak 50 gram sampel dilarutkan dengan aquadest dan diencerkan dengan aquadest dalam labu ukur 250 mL hingga garis tanda kemudian dihomogenkan. Larutan ini disimpan dalam botol kaca borosilikat yang gelap.

3.3.3. Standarisasi Larutan standar Na2S2O3

Dipipet sebanyak 10 mL larutan baku KIO3 0,005 N dan dimasukkan ke dalam

labu Erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan 5 mL KI 10% dan 2 mL H2SO4 2 N.

Disimpan pada tempat gelap tanpa paparan cahaya selama 5-10 menit untuk mencapai reaksi yang optimal. Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 hingga

terjadi perubahan warna dari kuning menjadi kuning lemah. Kemudian ditambahkan 2 mL indikator amilum 0,5% lalu dititrasi kembali dengan larutan standar Na2S2O3 hingga warna larutan hilang. Lalu dicatat volume larutan standar

Na2S2O3 yang digunakan. Diulangi prosedur yang sama sebanyak 3 kali dan

dihitung Normalitas Na2S2O3 dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

���2�2�3 =

����3 ����3

���2�2�3

Dimana: ���223 adalah Normalitas larutan standar Na2S2O3 (mek/mL)

��223 adalah volume rata-rata larutan standar Na2S2O3 (mL)

���3 adalah normalitas larutan KIO3 yang digunakan (mL)


(38)

3.3.4. Penentuan I2 pada suhu ruang dengan metode titrasi Iodometri

Dipipet sebanyak 10 mL larutan sampel dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Ditambahkan 5 mL KI 10% dan 2 mL H2SO4 2N. Disimpan pada

tempat gelap tanpa paparan cahaya selama 5-10 menit untuk mencapai reaksi yang optimal. Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,0050 N hingga terjadi

perubahan warna dari kuning menjadi kuning lemah. Kemudian ditambahkan 2 mL indikator amilum 0,5% lalu dititrasi kembali dengan larutan standar Na2S2O3

0,0050 N hingga warna biru dari larutan hilang. Lalu dicatat volume larutan standar Na2S2O3 0,0050 N yang digunakan. Diulangi prosedur yang sama

sebanyak 3 kali.

3.3.5. Penentuan I2 pada suhu pemanasan 500C dan suhu pemanasan 750C

dengan metode titrasi Iodometri

Dipipet sebanyak 10 mL larutan sampel dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, ditambahkan 5 mL KI 10%. Kemudian campuran larutan dipanaskan diatas hotplate yang telah diatur dan diukur suhunya dengan menggunakan termometer hingga suhu 500C. Ditambahkan 2 mL H2SO4 2 N yang telah

dipanaskan hingga suhu 500C. Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,0050 N

hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi kuning lemah. Kemudian ditambahkan 2 mL indikator amilum 0,5% lalu dititrasi kembali dengan larutan standar Na2S2O3 0,0050 N hingga warna biru dari larutan hilang. Lalu dicatat

volume larutan standar Na2S2O3 0,0050 N yang digunakan. Diulangi prosedur

yang sama sebanyak 3 kali. Dilakukan prosedur yang sama untuk penentuan kadar I2 pada suhu pemanasan 750C.


(39)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Preparasi sampel

dimasukkan ke dalam beaker glass 100 mL dilarutkan dengan aquadest

dipindahkan ke dalam labu ukur 250 mL diencerkan dengan aquadest hingga garis tanda

dihomogenkan

50 gram sampel garam


(40)

3.4.2. Standarisasi larutan standar Na2S2O3

dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer ditambahkan 5 mL KI 10%

ditambahkan 2 mL H2SO4 2 N

disimpan pada tempat gelap tanpa paparan cahaya selama 5-10 menit untuk mencapai reaksi yang optimal

dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 hingga

terjadi perubahan warna dari kuning hingga kuning lemah

ditambahkan 2 mL indikator amilum 0,5% dititrasi kembali dengan menggunakan larutan standar Na2S2O3 hingga warna biru larutan hilang

dicatat volume larutan standar Na2S2O3 yang

terpakai

diulangi sebanyak 3 kali 10 mL larutan KIO3 0,005 N


(41)

3.4.3. Penentuan kadar I2 dengan metode titrasi Iodometri

a) Penentuan kadar I2 pada suhu ruang

dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer ditambahkan 5 mL KI 10%

ditambahkan 2 mL H2SO4 2 N

disimpan pada tempat gelap tanpa paparan cahaya selama 5-10 menit untuk mencapai reaksi yang optimal

dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,0050 N

hingga terjadi perubahan warna dari kuning hingga kuning lemah

ditambahkan 2 mL indikator amilum 0,5% dititrasi kembali dengan menggunakan larutan standar Na2S2O3 0,0050 N hingga warna biru

larutan hilang

dicatat volume larutan standar Na2S2O3 0,0050 N

yang terpakai

diulangi sebanyak 3 kali 10 mL larutan sampel


(42)

b) Penentuan kadar I2 pada suhu pemanasan 500C

dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer ditambahkan 5 mL KI 10%

dipanaskan hingga suhu 500C

ditambahkan 2 mL H2SO4 2 N yang telah

dipanaskan pada suhu 500C

dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,0050 N

hingga terjadi perubahan warna dari kuning hingga kuning lemah

ditambahkan 2 mL indikator amilum 0,5% dititrasi kembali dengan menggunakan larutan standar Na2S2O3 0,0050 N hingga warna biru

larutan hilang

dicatat volume larutan standar Na2S2O3 0,0050 N

yang terpakai

diulangi sebanyak 3 kali

dilakukan prosedur yang sama untuk sampel dengan pemanasan pada suhu 750C

10 mL sampel larutan garam


(43)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka data hasil pengamatan volume titrasi larutan standar Na2S2O3 0,0050 Ndalam sampel yang dapat dilihat pada

tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.1. Data Volume larutan standar Na2S2O3 0,0050 N untuk penentuan

Iodium No Kode

Sampel

Volume Larutan standar Na2S2O3 0,005 N yang digunakan

dalam titrasi (mL) Tanpa pemanasan Pemanasan pada

Suhu 500C

Pemanasan pada

Suhu 750C

V1 V2 V3 V1 V2 V3 V1 V2 V3

1 A 0,94 0,92 0,92 0,80 0,82 0,80 0,72 0,68 0,66

2 B 0,90 0,88 0,90 0,76 0,72 0,74 0,66 0,68 0,66

3 C 0,82 0.80 0,80 0,72 0,72 0,70 0,64 0,62 0,62

4 D 0,80 0,76 0,78 0,64 0,66 0,64 0,60 0,58 0,60

5 E 0,78 0,80 0,80 0,70 0,70 0,68 0,64 0,64 0,62

6 F 0,72 0,70 0,66 0,52 0,54 0,54 0,48 0,44 0,46

7 G 0,44 0,48 0,46 0,38 0,36 0,38 0,30 0,28 0,32

8 H 0,34 0,36 0,34 0,28 0,26 0,26 0,20 0,22 0,20

9 I 0,20 0,22 0,20 0,14 0,16 0,14 0,06 0,08 0,08


(44)

Keterangan Kode Sampel :

A = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak modern, di dalam kemasan tercantum SNI 01-3556-2000 dengan waktu kadaluarsa Desember 2016. B = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak modern, di dalam kemasan

tercantum SNI 01-3556-2000 dengan waktu kadaluarsa Desember 2016. C = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak modern, di dalam kemasan

tercantum SNI 01-3556-1999 dengan waktu kadaluarsa Desember 2016. D = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak modern, di dalam kemasan

tercantum SNI 01-3556-2000 dengan waktu kadaluarsa Desember 2020. E = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak tradisional, di dalam kemasan tercantum SNI 01-3556-2000 tetapi tidak ada tercantum waktu kadaluarsa.

F = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak modern, di dalam kemasan tercantum SNI 01-3556-2000 dengan waktu kadaluarsa Oktober 2019. G = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak tradisional, di dalam kemasan tercantum SNI 01-3556-2000 tetapi tidak ada mencantumkan waktu kadaluarsa.

H = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak modern, di dalam kemasan tercantum SNI 01-3556-2000 dengan waktu kadaluarsa Desember 2020. I = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak tradisional, di dalam kemasan tercantum SNI 01-3556-2000 tetapi tidak ada tercantum waktu kadaluarsa.

J = Garam konsumsi yang diperoleh dari pajak tradisional, di dalam kemasan tercantum SNI 01-3556-2000 tetapi tidak ada tercantum waktu kadaluarsa.


(45)

4.1.1. Perhitungan Kadar Iodium pada garam merek A untuk suhu ruang

Penentuan kadar Iodium dapat dihitung sebagai berikut : (Shongwe, S. 2007)

I (mg/kg) = N Na2S2O3 (eq L⁄ ) ×V Na2S2O3 (mL )×21,222 (g eq L) ×Volume awal (mL )⁄

w (kg )×V.sampel (mL )

Keterangan :

N Na2S2O3 : Normalitas larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi

(N)

V Na2S2O3 : Volume larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi

(mL)

W : Berat sampel yang digunakan (kg)

V sampel : Volume sampel yang digunakan dalam titrasi (mL) V awal : Volume sampel keseluruhan (mL)

Maka diperoleh:

X1 = 49,8717 mg/kg

X2 = 48,8106 mg/kg

X3 = 48,8106 mg/kg

X = ∑ ��

� = 49,1643 mg/kg

Kemudian dihitung simpangan baku (Miller,J.C., Miller J.N., 1991) sebagai berikut :


(46)

(X1 − X )2 = (49,8717 – 49,1643)2 = 0,5004

(X2 − X )2 = (48,8106 – 49,1643)2 = 0,1251

(X3 − X )2 = (48,8106 – 49,1643)2 = 0,1251

Σ(Xi − X )2 = 0,7506

Maka, S =

Σ�X1 − x� 2

n −1

= �0,7506 2

= 0,6126

Dari harga simpangan baku (S) yang diperoleh diatas dapat dihitung konsentrasi Iodium (I2) dengan batas kepercayaan melalui persamaan berikut:

µ = X ± ��

√�

dimana: µ = populasi rata-rata

X = kadar Iodium rata-rata t = harga t distribusi S = Simpangan baku n = jumlah perlakuan

dari data distribusi untuk n = 3, derajat kepercayaan (dk) = n – 1 = 2. Untuk derajat kepercayaan 95% (p = 0,05) nilai t = 4,30 (Lampiran 4). Sehingga diperoleh:

µ = 49,165 ±4,30 (0,6126)

√3

= 49,165 ± 1,5208 mg/kg

Perhitungan yang sama dilakukan untuk sampel garam merek B, C, D, E, F, G, H, I, dan J. Hasil yang diperoleh terlampir pada lampiran 1.


(47)

4.1.2. Perhitungan Kadar Iodium pada garam merek A untuk suhu 500C

Penentuan kadar Iodium dapat dihitung sebagai berikut :

I (mg/kg) = N Na2S2O3 (eq L⁄ ) ×V Na2S2O3 (mL )×21,222 (g eq L) ×Volume awal (mL )⁄

w (kg )×V.sampel (mL )

Keterangan :

N Na2S2O3 : Normalitas larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi

(N)

V Na2S2O3 : Volume larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi

(mL)

W : Berat sampel yang digunakan (kg)

V sampel : Volume sampel yang digunakan dalam titrasi (mL) V awal : Volume sampel keseluruhan (mL)

Maka diperoleh:

X1 = 42,4440 mg/kg

X2 = 43,5051 mg/kg

X3 = 42,4440 mg/kg

X = ∑ ��

� = 42,7977 mg/kg

Kemudian dihitung simpangan baku sebagai berikut :

(X1 − X )2 = (42,4440 – 42,7977)2 = 0,1251

(X2 − X )2 = (43,5051 – 42,7977)2 = 0,5004

(X3 − X )2 = (42,4440 – 42,7977)2 = 0,1251


(48)

Maka, S =

Σ�X1 − x� 2

n −1

= 0,7506 2

= 0,6126

Dari harga simpangan baku (S) yang diperoleh diatas dapat dihitung konsentrasi Iodium (I2) dengan batas kepercayaan melalui persamaan berikut:

µ = X ± ��

√�

dimana: µ = populasi rata-rata

X = kadar Iodium rata-rata t = harga t distribusi S = Simpangan baku n = jumlah perlakuan

dari data distribusi untuk n = 3, derajat kepercayaan (dk) = n – 1 = 2. Untuk derajat kepercayaan 95% (p = 0,05) nilai t = 4,30. Sehingga diperoleh:

µ = 42,7977 ±4,30 (0,6126)

√3

= 42, 7977 ± 1,5208 mg/kg

Perhitungan yang sama dilakukan untuk sampel garam merek B, C, D, E, F, G, H, I, dan J. Hasil yang diperoleh terlampir dalam lampiran 2.


(49)

4.1.3. Perhitungan Kadar Iodium pada garam merek A untuk suhu 750C

Penentuan kadar Iodium dapat dihitung sebagai berikut :

I (mg/kg) = N Na2S2O3 (eq L⁄ ) ×V Na2S2O3 (mL )×21,222 (g eq L) ×Volume awal (mL )⁄

w (kg )×V.sampel (mL )

Keterangan :

N Na2S2O3 : Normalitas larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi

(N)

V Na2S2O3 : Volume larutan standar Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi

(mL)

W : Berat sampel yang digunakan (kg)

V sampel : Volume sampel yang digunakan dalam titrasi (mL) V awal : Volume sampel keseluruhan (mL)

Maka diperoleh:

X1 = 35,0163 mg/kg

X2 = 36,0774 mg/kg

X3 = 35,0163 mg/kg

X = ∑ ��

� = 35,3700 mg/kg

Kemudian dihitung simpangan baku sebagai berikut :

(X1 − X )2 = (35,0163 – 35,3700)2 = 0,1251

(X2 − X )2 = (36,0774 – 35,3700)2 = 0,5004

(X3 − X )2 = (35,0163 – 35,3700)2 = 0,1251


(50)

Maka, S =

Σ�X1 − x� 2

n −1

= 0,7506 2

= 0,6126

Dari harga simpangan baku (S) yang diperoleh diatas dapat dihitung konsentrasi Iodium (I2) dengan batas kepercayaan melalui persamaan berikut:

µ = X ± ��

√�

dimana: µ = populasi rata-rata

X = kadar Iodium rata-rata t = harga t distribusi S = Simpangan baku n = jumlah perlakuan

dari data distribusi untuk n = 3, derajat kepercayaan (dk) = n – 1 = 2. Untuk derajat kepercayaan 95% (p = 0,05) nilai t = 4,30. Sehingga diperoleh:

µ = 35,3700 ±4,30 (0,6126)

√3

= 35,3700 ± 1,5208 mg/kg

Perhitungan yang sama dilakukan untuk sampel garam merek B, C, D, E, F, G, H, I, dan J. Hasil yang diperoleh terlampir pada lampiran 3.


(51)

4.2 Pembahasan

Telah dilakukan penentuan kadar Iodium di dalam garam konsumsi yang diperoleh dari pasar kota Medan dengan menggunakan metode titrasi Iodometri pada suhu ruang, suhu pemanasan 500C, dan suhu pemanasan 750C. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap kadar Iodium di dalam berbagai merek garam konsumsi yang berbeda A, B, C, D, E, F, G, H, I, dan J (Lampiran 6) pada suhu ruang, suhu 500C, dan suhu 750C diperoleh hasil masing-masing secara berturut-turut adalah (49,1650 mg/kg; 42,7977 mg/kg; 35,3700 mg/kg); (47,3958 mg/kg; 39,2607 mg/kg; 36,7848 mg/kg); (41,3830 mg/kg; 34,3090 mg/kg; 31,4790 mg/kg); (42,7980 mg/kg; 37,8460 mg/kg; 33,2480 mg/kg); (42,0900 mg/kg; 36,7850 mg/kg; 33,6010 mg/kg); (36,7850 mg/kg; 28,2960 mg/kg; 24,4050 mg/kg); (24,4050 mg/kg; 19,8070 mg/kg; 15,9170 mg/kg); (18,3924 mg/kg; 14,1480 mg/kg; 10,9647 mg/kg); (10,9647 mg/kg; 7,7814 mg/kg; 3,8907 mg/kg); (9,9036 mg/kg; 7,0740 mg/kg; 3,3570 mg/kg).

Penentuan kadar Iodium pada penelitian ini dilakukan menggunakan titrasi Iodometri dengan larutan standar Na2S2O3 0,0050 N, karena tehnik titrasi

merupakan tehnik yang sederhana, tetapi memiliki keakuratan yang tinggi. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Novita Anggraini (2001) mengenai penentuan kandungan iodat dalam garam pasar yang menyimpulkan bahwa dengan metode spektrofotometri walaupun menurut prinsip analisisnya lebih baik, daripada iodometri, ternyata kurang akurat karena pembentukan warna larutan yang kurang stabil dan memerlukan waktu tunggu. Agar pembentukan warna lebih cepat dan stabil perlu dilakukan pengadukan, dan waktu pendiaman yang akan meningkatkan sensitifitas analisis. Pada titrasi ini, sampel yang bersifat oksidator akan direduksi dengan Kalium Iodida berlebih yang selanjutnya akan membebaskan Iodium (Lampiran 10) yang selanjutnya akan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3. Karena reaksi akan cepat berlangsung dalam kondisi

asam, maka diperlukan pengaturan pH yang sesuai. Penentuan Iodium pada suasana asam dengan indikator amilum (Lampiran 11) dikendalikan dengan penambahan H2SO4 2 N. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Riyanto


(52)

dan asam klorida dan untuk memperoleh asam yang paling baik tela1h dilakukan optimasi, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa asam sulfat merupakan asam yang paling baik karena memberikan hasil Absorbansi yang tinggi dibandingkan dengan asam nitrat dan asam klorida pada pH 2.

Menurut Buckle, K.A; R.A. Edwards; G.H. Fleet; and M. Wooton (1987) plastik jenis PE mempunyai daya tembus uap air yang tinggi. Selain itu warna terang plastik dapat mempercepat oksidasi iodium lebih banyak. Di samping itu jenis plastik ini tidak tahan terhadap oksigen, dimana permeabilitas oksigen dapat terjadi melalui pori-pori plastik. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya oksidasi kalium iodat yang ada pada garam yang kemudian membebaskan I2

berupa gas ke udara. Kehilangan kadar iodium terbanyak pada garam yang dikemas dengan menggunakan plastik yang berwarna bening dan kehilangan kadar iodium paling sedikit adalah pada garam yang dikemas dengan menggunakan gelas berwarna merah gelap. Kadar iodium garam setelah disimpan selama 8 minggu adalah berkisar antara 31.40 ppm dan 39.43 ppm atau berkurang sebanyak 7.70 % sampai 22.60 % (Anies Irawati, 1993), dan menurut Mutchadi (1992) ; Diosady, L.L; Alberti, J.O; Venkatesh Mannar, M.G and Stone, T (1997) bahwa garam beriodium yang dikemas dalam karung plastik dan disimpan selama 3 bulan pada suhu ruang, kandungan Iodatnya dapat dipertahankan sekitar 75%, dan setelah disimpan selama 9 bulan turun sampai 50% dari kadar semula.

Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa kadar Iodium pada produk garam dengan merek yang berbeda memiliki kadar yang berbeda juga, hal ini juga dapat terlihat dari warna kuning larutan sampel (Lampiran 8). Dari 10 sampel yang dianalisis pada suhu ruang, ditemukan bahwa terdapat 6 sampel yang memenuhi SNI 01-3556-2000 (Lampiran 5) dan terdapat 4 sampel yang belum memenuhi standar yang telah ditetapkan. Secara fisik warna larutan sampel yang memenuhi standar juga berbeda dengan larutan sampel yang tidak memenuhi standar (Lampiran7). Hal ini disebabkan karena :

1. Jumlah Iodium yang ditambahkan pada proses fortifikasi yang tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan.


(53)

3. Penurunan kadar selama peredaran yang mungkin dipengaruhi oleh bahan pembungkus, kondisi dan situasi pembungkus dan lamanya penyimpanan. Iodium merupakan mineral mikro esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh dan berperan penting dalam pembentukan hormon tiroksin yang terdapat di dalam kelenjar tiroid yang sangat diperlukan pada perkembangan fisik dan mental manusia. Tubuh tidak mampu memproduksi Iodium, oleh karenanya kebutuhan akan Iodium ini dapat terpenuhi dari asupan makanan sehari-hari.

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah serius yang berkembang di Indonesia dan juga di dunia, karena dampak ini berpengaruh pada masalah kecerdasan terutama berdampak bagi perkembangan Sumber Daya Manusia. Untuk menanggulangi masalah GAKI dalam jangka panjang, di Indonesia sendiri pemerintah telah mencanangkan program fortifikasi Iodium ke dalam garam konsumsi beriodium. Tentunya program ini perlu pengawasan yang ketat dari pihak yang berkaitan serta evaluasi seperti pada program yang lainnya. Banyaknya jumlah garam konsumsi dengan merek berbeda yang beredar di masyarakat harus perlu pengawasan yang ketat dari pemerintah karena masih banyak ditemukan garam-garam yang belum memenuhi standar sekalipun sebagian besar garam-garam tersebut telah mencantumkan SNI pada kemasannya. Adanya kebiasaan masyarakat kita khususnya para kaum ibu yang lebih sering menggunakan garam dapur dibandingkan dengan garam meja yang disebabkan karena faktor harga garam dapur yang relatif lebih murah serta kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai syarat mutu garam konsumsi sehingga masyarakat kurang memperhatikan hal tersebut. Selain hal diatas, garam yang terlalu cepat dimasukkan pada saat memasak dan pada suhu yang tinggi pada saat pengolahannya sangat berpengaruh terhadap kadar Iodium yang ada.

Di Indonesia, berdasarkan penelitian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 1999), lebih dari separuh garam yang beredar di pasar tidak mengandung Iodium (Arisman, 2009). Dari hasil penelitian juga dapat dilihat bahwa kenaikan suhu akan mengakibatkan penurunan kadar Iodium dalam masing-masing sampel yang dianalisis, hal ini juga dapat dilihat dari warna larutan sampel (Lampiran 9) . Hal ini disebabkan karena Iodium merupakan salah


(54)

satu dari mineral yang bersifat sensitif terhadap panas dan cahaya. Iodium yang terdapat dalam bahan makanan tidak 100% masuk ke dalam sistem pencernaan kita. Proses pengolahan bahan makanan akan mengurangi ketersediaan Iodium dari makanan kita. Hilangnya Iodium selama pengolahan berbanding lurus dengan suhu dan waktu pengolahan. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu yang digunakan untuk mengolah suatu bahan makanan, maka akan semakin tinggi jumlah Iodium yang hilang. Proses penggorengan akan mengurangi kandungan Iodium sekitar 20%, pemanggangan sekitar 23% dan perebusan sebesar 58% (Dept. Gizi dan Kes.Mas FKM UI, 2007). Kerusakan selama proses memasak dapat diperkecil dengan cara menambahkan garam setelah selesai memasak, serta mengganti garam yang telah biasa digunakan dengan garam beriodium. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Cahyadi, W (2008) yang menyimpulkan bahwa persentase penurunan kadar Iodat menjadi Iodium terbesar terjadi pada kondisi suhu 400C yaitu sebesar 66,86% dan 50,85% pada RH 60% dan 100% dengan waktu penyimpanan selama 14 hari, sedangkan pada kondisi ruang (suhu 25,50C) dengan RH 60-65% menunjukkan persentase penurunan kadar Iodat sebesar 46,51%. Apabila kondisi pengepakan, penyimpanan dan penanganannya kurang baik, setelah disimpan selama 9 bulan, kandungan Iodatnya yang tertinggal hanyalah sekitar 10% dari kadar semula (Diosady, L.L; Alberti, J.O; Venkatesh Mannar, M.G and Stone, T, 1997).


(55)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kadar Iodium pada sampel garam konsumsi merek A, B, C, D, E, F, G, H, I, dan J pada suhu ruang secara berturut-turut adalah 49,1650 mg/kg, 47,3958 mg/kg, 41,3830 mg/kg, 42,7980 mg/kg, 42,0900 mg/kg, 36,7850 mg/kg, 24,4050 mg/kg, 18,3924 mg/kg, 10,9647 mg/kg, dan 9,9036 mg/kg, pada suhu pemanasan 500C secara berturut-turut adalah 42,7977 mg/kg, 39,2607 mg/kg, 34,3090 mg/kg, 37,8460 mg/kg, 36,7850 mg/kg, 28,2960 mg/kg, 19,8070 mg/kg, 7,0740 mg/kg, 7,7814 mg/kg, dan 14,1480 mg/kg, dan pada suhu pemanasan 750C secara berturut-turut adalah 35,3700 mg/kg, 36,7848 mg/kg, 31,4790 mg/kg, 33,2480 mg/kg, 33,6010 mg/kg, 24,4050 mg/kg, 15,9170 mg/kg, 10,9647 mg/kg, 3,8907 mg/kg, dan 3,3570 mg/kg.

2. Hasil kadar Iodium yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar Iodium dalam garam konsumsi dari 10 merek yang dianalisis pada suhu ruang didapatkan 6 merek garam konsumsi yang memenuhi SNI 01-3556-2000, dan 4 merek garam lainnya tidak memenuhi persyaratan SNI 01-3556-2000 sekalipun pada kemasan telah tercantum memenuhi Standar Nasional Indonesia.

5.2. Saran

Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan analisis kadar Iodium menggunakan metode potensiometri dengan Elektroda selektif ion iodat karena waktu analisis yang lebih cepat tanpa adanya penggunaan indikator.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi keempat. Jakarta : EGC

Ahuja, S. 1989. Selectivity and Detectability Optimizations in HPLC. New York: John Wiley & Sons

Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Anggraini, N. 2001. Perbandingan Metode Titrasi Iodometri dan Spektrofotometri

Sinar Tampak untuk Penentuan Kandungan Iodat dalam Garam Pasar. [Skripsi] Jakarta : FT. UI

Arisman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan. Edisi kedua. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Austin, G.T. 1996. Industri Proses Kimia. Jilid 1. Edisi kelima. Jakarta : Erlangga BPOM RI. 2006. Penentuan Spesi Iodium dalam Garam Beriodium dan Makanan

dengan Metode HPLC Pasangan Ion. Volume 7. No.3. ISSN 1829-9334 Buckle, K.A., R.A.Edwards., G.H.Fleet., and M.Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: UI

Cahyadi, W. 2008. Pengaruh Lama Penyimpanan, Kelembaban Relatif (RH), dan Suhu Terhadap Kestabilan Garam Beryodium. [Jurnal Teknologi dan Indudtri Pangan] Bandung: FT. Universitas Pasundan

Chauhan, S.A., Bhatt, A.M., Bhatt, M.P., Majeetha K.M. 1992. Stability of Iodized Salt with Respect to Iodine Salt. [Journal of Research and Industry] India

Day,R.A. dan Underwood,A.L. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Edisi Pertama. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Diosady, L.L., Alberti,J.O., Venkantesh Mannar, M.G and Stone,T. 1997. Stability of Iodine in Iodized Salt Used for Correction of Iodine Deficiency Disorder Food and Nutrition. [Bulletin] 18 (4): 388-96

Fleck,H. dan Elizabeth, M. 1962. Introduction to Nutrition. New York : The Macmillan Company

Freind, B. 1972. Nutritional Review, National Food Situation Nov. Washington : Dept. Agric


(57)

Hardjadi, W. 1985. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Irawati, A. 1993. Kadar Zat Iodium dari Garam Beriodium Selama Proses

Pengemasan, Penyimpanan, dan Penanganan di Rumahtangga di wilayah Bogor. [Jurnal Penelitian Gizi Makanan]

Khopkar, S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press

Miller, J.C dan Miller, J.N. 1991. Statistik Untuk Kimia Analitik. Bandung : Penerbit ITB

Moehji, S. 1992. Ilmu Gizi. Jakarta : Penerbit Bhratara

Muchadi, D. 1992. Masalah-masalah Fortifikasi Iodium dalam Penangggulangan GAKI. PAU Pangan dan Gizi. Bogor : IPB

Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Bandung: Airlangga Universitas Press Mulyono, HAM. 2006. Kamus Kimia. Jakarta : PT Bumi Aksara

Riyanto. 2004. Optimasi Metode Penentuan Kandungan Iodium dalam Garam Dapur dengan Spektrofotometri UV-VIS. [Jurnal Ilmiah] FMIPA Universitas Islam Indonesia

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka belajar

Saksono, N. 2002. Analisis Iodat Dalam Bumbu Dapur Dengan Metode Iodometri Dan X-Ray Fluorescence. [Jurnal teknologi] FT UI

Shongwe, S. 2007. Manual of Laboratory Methods for fortified Food (Vitamin A, Riboflavin, Iron and Iodine ). Part 1 (Determination of Iodine in Salt). Tanzania : ECSA-HC

SNI 01-3556-2000. Kadar spesi Iodium dalam Garam dapur

Sudarmadji, S. 1989. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Liberty Yogyakarta

Vogel, A. I. 1979. Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis. London: Longman Group Limited

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004

WHO. 1996. Trace elements in human nutrition and health


(58)

Lampiran 1. Data Hasil perhitungan konsentrasi Iodium dalam sampel garam konsumsi pada suhu ruang

No Kode Sampel Konsentrasi (mg/kg) Keterangan

1 A 49,165 ± 1,5190 MS

2 B 47,3958 ± 1,5208 MS

3 C 42,7980 ± 1,5208 MS

4 D 41,3829 ± 2,6340 MS

5 E 42,0903 ± 1,5208 MS

6 F 36,7848 ± 4,0238 MS

7 G 24,4053 ± 2,6340 TMS

8 H 18,3924 ± 1,5208 TMS

9 I 10,9647 ± 1,5208 TMS

10 J 9,9036 ± 1,5208 TMS

Keterangan:

MS : Memenuhi Standar TMS : Tidak Memenuhi Standar

Lampiran 2. Data Hasil perhitungan konsentrasi Iodium dalam sampel garam konsumsi pada suhu pemanasan 500C

No Kode Sampel Konsentrasi (mg/kg) Keterangan

1 A 42,7977 ± 1,5208 MS

2 B 39,2607 ± 2,6343 MS

3 C 37,8460 ± 1,5208 MS

4 D 34,3089 ± 1,5208 MS

5 E 36,7848 ± 1,5208 MS


(59)

7 G 19,8072 ± 1,5208 TMS

8 H 14,1480 ± 1,5208 TMS

9 I 7,7814 ± 1,5208 TMS

10 J 7,0740 ± 1,5208 TMS

Keterangan:

MS : Memenuhi Standar TMS : Tidak Memenuhi Standar

Lampiran 3. Data Hasil perhitungan konsentrasi Iodium dalam sampel garam konsumsi pada suhu pemanasan 750C

No Kode Sampel Konsentrasi (mg/kg) Keterangan

1 A 36,7848 ± 3,0417 MS

2 B 35,3700 ± 1,5208 MS

3 C 33,2480 ± 1,5208 MS

4 D 31,4793 ± 1,5208 MS

5 E 33,6010 ± 1,5208 MS

6 F 24,4053 ± 2,6340 TMS

7 G 15,9165 ± 2,6340 TMS

8 H 10,9647 ± 1,5208 TMS

9 I 3,8907 ± 1,5208 TMS

10 J 3,5370 ± 1,5208 TMS

Keterangan:

MS : Memenuhi Standar TMS : Tidak Memenuhi Standar


(60)

Lampiran 4. Syarat Mutu Garam konsumsi sesuai SNI 01-3556-2000

No Parameter Satuan Persyaratan Mutu

1 Kadar Air (H2O) % (b/b) maks. 7,0

2 Kadar NaCl

(dihitung dari jumlah Klorida (Cl-)

% (b/b) min. 94,7

3 Iodium dihitung sebagai KIO3 mg/kg min. 30

4 Cemaran Logam

Timbal (Pb) mg/kg maks. 10,0

Tembaga (Cu) mg/kg maks. 10,0

Raksa (Hg) mg/kg maks. 0,1


(61)

Lampiran 5. Sebaran-t

Nilai t untuk selang kepercayaan 90% 95% 98% 99%

Nilai gawat t untuk nilai P 0,10 0,05 0,02 0,01

Banyaknya derajat kebebasan

1 6,31 12,71 31,82 63,66

2 2,92 4,30 6,96 9,92

3 2,35 3,18 4,54 5,84

4 2,13 2,78 3,75 4,60

5 2,02 2,57 3,36 4,03

6 1,94 2,45 3,14 3,71

7 1,89 2,36 3,00 3,50

8 1,86 2,31 2,90 3,36

9 1,83 2,26 2,82 3,25

10 1,81 2,23 2,76 3,17

12 1,78 2,18 2,68 3,05

14 1,76 2,14 2,62 2,98

16 1,75 2,12 2,58 2,92

18 1,73 2,10 2,55 2,88

20 1,72 2,09 2,53 2,85

30 1,70 2,04 2,46 2,75

50 1,68 2,01 2,40 2,68

∞ 1,64 1,96 2,33 2,58

Keterangan:

Nilai gawat t cocok untuk uji dua arah. Untuk uji satu arah, nilai diambil dari lajur untuk nilai P yang diinginkan lalu dikalikan dua, misalnya untuk uji satu-arah P = 0,05 dengan 5 derajat kebebasan, nilai gawat dibaca dari lajur P = 0,10 dan diperoleh 2,02.


(62)

Lampiran 6. Gambar produk kemasan Garam konsumsi dari berbagai macam merek yang dianalisis

Lampiran 7. Contoh larutan sampel garam yang memenuhi standar (gambar kiri dengan kode sampel A) dan yang Tidak memenuhi standar


(63)

Lampiran 8. Perbandingan jumlah Iodium yang dilepaskan melalui warna larutan dari Garam konsumsi yang memenuhi standar (gambar kiri) dengan yang tidak memenuhi standar (kanan)

Lampiran 9. Perbandingan jumlah Iodium yang dilepaskan melalui warna larutan dari salah satu merek garam konsumsi secara berurutan dari kiri ke kanan pada suhu ruang, pada suhu pemanasan 500C dan suhu pemanasan 750C.


(64)

Lampiran 10. Perbandingan warna larutan sampel sebelum ditiitrasi (kiri) dan setelah mendekati titik akhir titrasi (kanan) sebelum penambahan indikator amilum

Lampiran 11. Perbandingan warna larutan sampel setelah penambahan indikator amilum (kiri) dan setelah mencapai titik akhir titrasi (kanan)


(1)

7 G 19,8072 ± 1,5208 TMS

8 H 14,1480 ± 1,5208 TMS

9 I 7,7814 ± 1,5208 TMS

10 J 7,0740 ± 1,5208 TMS

Keterangan:

MS : Memenuhi Standar

TMS : Tidak Memenuhi Standar

Lampiran 3. Data Hasil perhitungan konsentrasi Iodium dalam sampel garam

konsumsi pada suhu pemanasan 750C

No Kode Sampel Konsentrasi (mg/kg) Keterangan

1 A 36,7848 ± 3,0417 MS

2 B 35,3700 ± 1,5208 MS

3 C 33,2480 ± 1,5208 MS

4 D 31,4793 ± 1,5208 MS

5 E 33,6010 ± 1,5208 MS

6 F 24,4053 ± 2,6340 TMS

7 G 15,9165 ± 2,6340 TMS

8 H 10,9647 ± 1,5208 TMS

9 I 3,8907 ± 1,5208 TMS

10 J 3,5370 ± 1,5208 TMS

Keterangan:

MS : Memenuhi Standar


(2)

Lampiran 4. Syarat Mutu Garam konsumsi sesuai SNI 01-3556-2000

No Parameter Satuan Persyaratan Mutu

1 Kadar Air (H2O) % (b/b) maks. 7,0

2 Kadar NaCl

(dihitung dari jumlah Klorida (Cl-)

% (b/b) min. 94,7

3 Iodium dihitung sebagai KIO3 mg/kg min. 30

4 Cemaran Logam

Timbal (Pb) mg/kg maks. 10,0

Tembaga (Cu) mg/kg maks. 10,0

Raksa (Hg) mg/kg maks. 0,1


(3)

Lampiran 5. Sebaran-t

Nilai t untuk selang kepercayaan 90% 95% 98% 99%

Nilai gawat t untuk nilai P 0,10 0,05 0,02 0,01

Banyaknya derajat kebebasan

1 6,31 12,71 31,82 63,66

2 2,92 4,30 6,96 9,92

3 2,35 3,18 4,54 5,84

4 2,13 2,78 3,75 4,60

5 2,02 2,57 3,36 4,03

6 1,94 2,45 3,14 3,71

7 1,89 2,36 3,00 3,50

8 1,86 2,31 2,90 3,36

9 1,83 2,26 2,82 3,25

10 1,81 2,23 2,76 3,17

12 1,78 2,18 2,68 3,05

14 1,76 2,14 2,62 2,98

16 1,75 2,12 2,58 2,92

18 1,73 2,10 2,55 2,88

20 1,72 2,09 2,53 2,85

30 1,70 2,04 2,46 2,75

50 1,68 2,01 2,40 2,68

∞ 1,64 1,96 2,33 2,58

Keterangan:

Nilai gawat t cocok untuk uji dua arah. Untuk uji satu arah, nilai diambil dari lajur untuk nilai P yang diinginkan lalu dikalikan dua, misalnya untuk uji satu-arah P = 0,05 dengan 5 derajat kebebasan, nilai gawat dibaca dari lajur P = 0,10 dan diperoleh 2,02.


(4)

Lampiran 6. Gambar produk kemasan Garam konsumsi dari berbagai macam merek yang dianalisis

Lampiran 7. Contoh larutan sampel garam yang memenuhi standar (gambar kiri dengan kode sampel A) dan yang Tidak memenuhi standar


(5)

Lampiran 8. Perbandingan jumlah Iodium yang dilepaskan melalui warna larutan dari Garam konsumsi yang memenuhi standar (gambar kiri) dengan yang tidak memenuhi standar (kanan)

Lampiran 9. Perbandingan jumlah Iodium yang dilepaskan melalui warna larutan dari salah satu merek garam konsumsi secara berurutan dari

kiri ke kanan pada suhu ruang, pada suhu pemanasan 500C dan


(6)

Lampiran 10. Perbandingan warna larutan sampel sebelum ditiitrasi (kiri) dan setelah mendekati titik akhir titrasi (kanan) sebelum penambahan indikator amilum

Lampiran 11. Perbandingan warna larutan sampel setelah penambahan indikator amilum (kiri) dan setelah mencapai titik akhir titrasi (kanan)