Pemurnian Lignin Dengan Metode Klakson Di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis quineensis jack) termasuk golongan tumbuhan palma. Sawit menjadi populer setelah Revolusi Industri pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan industri sabun menjadi tinggi. Kelapa sawit di Indonesia diintroduksi pertama kali oleh Kebun Raya pada tahun 1884 dari Mauritius (Afrika). Saat itu Johannes Elyas Teysmann yang menjabat sebagai Direktur Kebu n Raya. Hasil introduksi ini berkembang dan merupakan induk dari perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara. Pohon induk ini telah mati pada 15 Oktober 1989, tapi anakannya bisa dilihat di Kebun Raya Bogor. Kelapa sawit di Indonesia baru di usahakan sebagai tanaman komersial pada tahun 1912 dan ekspor minyak sawit pertama dilakukan pada tahun 1919. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanah hitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt seorang Jerman pada tahun 1911 (http://www.satuiku.com/).


(2)

Klasifikasi Ilmiah Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales Family : Arecaceae Genus : Elaeis Jack Spesies : Elaeis guineensis

Elaeis oleifera

Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tersier dan kuarter. Kelapa Sawit merupakan tanaman monokotil yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan tanaman.Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter 20 -75 cm. Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan bertula ng sejajar. Daun- daun membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5-9 m. Jumlah pelepah, panjang pelepah dan anak daun lebih banyak. Begitu pula pelepahnya akan lebih panjang dibandingkan dengan tanaman yang masih muda (Fauzi,2002).

Pada dasarnya kelapa sawit diklasifikasikan kedalam 3 varietas yaitu :

1. Dura


(3)

2. Pesifera

Tidak mempunyai cangkang, serat tebal mengelilingi inti yang kecil. Jenis ini tidak dikembangkan untuk tujuan komersil.

3. Tenera

Suatu hibrida yang diperoleh dari hasil penyulingan dura dengan pesifera. Cangkangnya tipis, mempunyai cincin disekelilingi biji hasil ekstraksi minyaknya tinggi berkisar 23-26% ( Respository.usu.ac.id).

2.1.1 Bagian-Bagian Kelapa Sawit

Bagian-bagian yang terpenting dari kelapa sawit adalah sebagai berikut : 1. Mesocarp (Daging buah)

Mesocarp terdiri dari serabut dan daging buah. Serabut terdiri dari tenunan – tenunan serat yang keras dan sels-selanya terdapat tenunan sel yang lunak dan buah yang masak mengandung minyak.

b. Endocarp (temputung atau cangkang)

Pada buah masak, tempurung ini tebal dan keras sekali karena mengandung SiO2. Tempurung (cangkang) dapat digunakan sebagai bahan bakar atau pengeras jalan jalan kebun

dan belakangan ini dapat diolah menjadi “Activated carbon”, yang sangat berguna untuk

mengatasi polusi udara.

c. Kernel (Inti)

Bagian ini terletak disebelah dalam tempurung. Dalam satu buah terdapat satu biji yang mengandung inti. Inti ini mengandung minyak yang warnanya jernih, dan kualitas minyak inti


(4)

lebih jika dibandingkan dengan kualitas minyak daging buah (mesocarp). Hanya saja kandungan minyaknya lebih sedikit dibanding dengan kandungan minyak daging buah. Minyak inti sawit sangat baik digunakan dalam industri, misalnya industri pembuatan minyak margarin. Selain dari minyak inti yang dihasilkan, terdapat juga ampas dari inti sawit yang digunakan pada industri fermentasi alkohol ( Respository.usu.ac.id).

1. Jenis Limbah Kelapa Sawit

Limbah kelapa sawit adalah sisa hasil tanaman kelapa sawit yang tidak termasuk dalam produk utama atau merupakan hasil ikutan dari proses pengolahan kelapa sawit. Berdasarkan tempat pembentukannya, limbah kelapa sawit dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu limbah perkebunan kelapa sawit dan limbah industri kelapa sawit.

1. Limbah perkebunan kelapa sawit

Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perkebunan, peremajaan dan panen kelapa sawit. Jenis limbah ini antara lain kayu,pelepah dan gulma. Dalam setahun setiap satu hektar perkebunan kelapa sawit rata-rata menghasilkan limbah pelepah daun sebanyak 10,4 ton bobot kering.

2. Limbah Industri kelapa sawit

Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas.


(5)

1. Limbah padat

Salah satu jenis limbah padat industri kelapa sawit adalah tandan kosong sawit (TKS).Tempurung kelapa sawit termasuk juga limbah padat hasil pengolahan kelapa sawit. Limbah padat mempunyai ciri khas pada komposisinya. Komponen terbesar dalam limbah padat tersebut adalah selulosa, disamping komponen lain meskipun kecil seperti abu, hemiselulosa, dan lignin.

2. Limbah Cair

Limbah Cair juga dihasilkan pada proses pengolahan kelapa sawit. Limbah kelapa sawit ini memiliki kadar bahan organik yang tinggi. Tingginya kadar tersebut menimbulkan beban pencemaran yang besar, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar pula. Lumpur ( Sludge) disebut juga limpur primer yang berasal dari proses klarifikasi merupakan salah satu limbah cair yang dihasilkan dalam proses pengolahan kelapa sawit, sedangkan lumpur yang telah mengalami proses sedimentasi disebut lumpur sekunder. Kandungan bahan organik lumpur juga tinggi yaitu pH berkisar 3-5.

3. Limbah gas

Selain limbah padat dan cair, industri pengolahan kelapa sawit juga menghasilkan limbah bahan gas. Limbah bahan gas ini antara lain gas cerobong dan uap air buangan pabrik kelapa sawit ( Fauzi,2002).

2.1.3 Perkembangan Industri Kelapa Sawit

Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi


(6)

Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Berkembangnya sub ‐ sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif, terutama kemudahan dalam hal perijinan dan bantuan subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIR‐Bun dan dalam pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta

1. Hasil Kelapa Sawit

Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan bakuminyak goreng. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin. Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90°C. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur. Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.


(7)

2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit

Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah padat lignoselulosa yang dihasilkan dari industri perkebunan kelapa sawit memiliki kandungan serat, komposisi bahan organik dan mineral yang cukup tinggi oleh karena itu tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bagi industri. Seperti industri pulp dan kertas atau industri kimia lainnya yang memanfaatkan bahan baku berbasis serat. Serat tandan kosong kelapa sawit terdiri dari zat organik yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin, pektin, ekstraktif dan juga zat organik yang berbeda -beda. Sebenarnya TKS dapat digunakan sebagai bahan bahan baku baku potensial untuk pengisi atau penguat komposit polimer. Hal ini disebabkan pada TKS kandungan seratnya mencapai sekitar 70% dan komposisi kimia TKS mengandung selulosa yang cukup banyak yaitu 37,76%. Seperti bahan kayu dan jaringan penunjang tumbuh-tumbuhan lainnya. Hasil penelitian selama ini menunjukkan bahwa sifat dan karakteristik serat tandan kosong kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk Kalium,Aseton-butanol-etanol (ABE), jamur pangan, asam glutamate, xylitol, protein sel tunggal, selain itu tandan kosong dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas,hard board, serat kerapatan medium (medium density Fiber,MDF), arang aktif dan lain-lain. Hasil analisa komposisi kimia tandan kosong kelapa sawit dapat dilihat pada tabel dibawah ini.


(8)

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Tandan Kosong Kelapa Sawit.

Komposisi Kimia Komposisi (%)

Lignin 22.23

Holoselulosa 67,88

Pentosa 26,69

α-Selulosa 38,76

Kadar abu 6,59

(Darkono.1992)

Peningkatan produksi pabrik kelapa sawit memiliki konsekuensi berupa peningkatan limbah kelapa sawit yang dihasilkan. Limbah pabrik kelapa sawit dapat digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Salah satu jenis limbah padat yang paling banyak dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yaitu sekitar 22 – 23% dari total tandan buah segar (TBS) yang diolah (Fauzi , 2002). Total jumlah limbah TKKS seluruh Indonesia pada tahun 2009 diperkirakan mencapai 4,2 juta ton. Agar limbah berupa TKKS yang jumlahnya sangat besar ini tidak menimbulkan permasalahan, maka diperlukan manajemen yang baik untuk mengelolanya. Salah satu alternatif cara pengelolaan TKKS adalah dengan melakukan pengomposan. Setelah dikomposkan, limbah berupa TKKS dapat digunakan sebagai pupuk organik.

Pengomposan merupakan proses dekomposisi bahan organik kompleks yang dilakukan oleh mikroorganisme sehingga menjadi bahan organik sederhana yang kemudian mengalami mineralisasi sehingga menjadi tersedia dalam bentuk mineral yang dapat diserap oleh tanaman


(9)

atau ogranisme lain. TKKS merupakan bahan organik kompleks yang komponen penyusunnya adalah material yang kaya unsur karbon (Sellulosa 42,7%, Hemisellulosa 27,3%, lignin 17,2%) (Darnoko,1996). Sellulosa merupakan polimer dari glukosa, proses degradasi sellulosa menjadi glukosa (soluble sugars) yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk proses biosintesis memerlukan waktu yang cukup lama, karena menggunakan setidaknya tiga jenis enzim:

exoglucanase, endoglucanase dan β-glucosidase (cellulase complex). Hal tersebut menyebabkan keseluruhan proses dekomposisi TKKS memerlukan waktu yang lama.

Lamanya waktu yang dibutuhkan pada proses pengomposan TKKS akan menimbulkan permasalahan, karena semakin lama proses pengomposan berlangsung maka semakin luas area yang dibutuhkan untuk pengomposan, biaya yang dikeluarkan untuk pengomposan TKKS juga akan semakin besar. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, maka dibutuhkan suatu teknik pengomposan yang tepat agar proses pengomposan dapat berjalan dengan optimal.

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack.) berasal dari Nigeria. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi (Fauzi, 2002).

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritus dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di


(10)

Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di pantai timur Sumatera (Deli) dan Aceh.Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara Eropa (Fauzi , 2002).

Pada umumnya kelapa sawit tumbuh rata-rata 20 – 25 tahun. Pada 3 tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda, karena pada umur tersebut pohon kelapa sawit belum menghasilkan buah. Pohon kelapa sawit akan mulai berbuah pada umur 4 sampai enam tahun, dan pada usia tujuh tahun disebut sebagai periode matang (the mature periode) dimana pada saat itu tanaman mulai menghasilkan tandan buah segar (fresh fruit bunch). Pada usia 11 sampai 20 tahun pohon kelapa sawit akan mengalami penurunan produksi, dan biasanya pada usia 20 – 25 tahun tanaman kelapa sawit akan mati (Fauzi, 2002).

Semua komponen buah sawit dapat dimanfaatkan. Buah sawit memiliki daging dan biji sawit (kernel), dimana daging sawit dapat diolah menjadi CPO (crude palm oil), sedangkan buah sawit diolah menjadi PK (palm kernel). Ekstraksi CPO rata-rata 20 % sedangkan PK 2.5%. Sementara itu cangkang biji sawit dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar ketel uap (Fauzi, 2002).

Minyak sawit dapat dipergunakan untuk bahan makanan dan industri setelah melalui proses penyulingan, penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO (refine, bleached and Deodorized palm oil). Disamping itu dapat diuraikan untuk produksi minyak sawit padat (RBD stearin) dan untuk produksi minyak sawit cair (RBD olein). RBD olein terutama dipergunakan untuk pembuatan minyak goreng. Sedangkan RBD stearin dipergunakan untuk margarin dan


(11)

shortening, disamping untuk bahan baku industri sabun dan deterjen. Pemisahan CPO dan PK dapat menghasilkan oleokimia dasar yang terdiri dari asam lemak dan gliserol. Secara keseluruhan proses penyulingan minyak sawit dapat menghasilkan 73 % olein, 21 % stearin, 5 % PFAD (Palm fatty Acid Distillate) dan 0,5 % buangan (Fauzi , 2002).

Proses pengolahan kelapa sawit menghasilkan produk ikutan berupa limbah kelapa sawit. Berdasarkan tempat pembentukannya limbah kelapa sawit dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu limbah perkebunan kelapa sawit dan limbah industri kelapa sawit. Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada proses pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas (Fauzi, 2002).

Salah satu alternatif pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit adalah sebagai pupuk organik dengan melakukan pengomposan (Fauzi, 2002).

Pada proses pengomposan tandan kosong kelapa sawit yang dilakukan di sebagian besar industri sawit, hal pertama yang dilakukan adalah pencacahan. TKKS dicacah terlebih dahulu menjadi serpihan-serpihan dengan memakai mesin pencacah. Kemudian bahan yang telah dicacah ditumpuk memanjang dengan ukuran lebar sekitar 2,5 meter dan tinggi 1 meter. Selama proses pengomposan tumpukan tersebut disiram dengan limbah cair yang berasal dari pabrik kelapa sawit. Pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton tandan buah segar per jam dapat memproduksi 60 ton kompos dari 100 ton tandan kosong sawit yang dihasilkan (Fauzi, 2002).

Sebagai sumber bahan kimia tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfatkan untuk bahan baku produksi senyawa lignin dan turunannya. Hemiselulosa dan turunannya serta selulosa dan turunannya. Senayawa-senyawa tersebut diperoleh melalui suatu proses ekstraksi dengan menggunakan larutan asam dan basa sebagai pelarut. Selanjutnya dilakukan modifikasi dari


(12)

senyawa-senyawa tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuatan bahan kimia lainnya.

Sifat lignin kayu sangat bervariasi bergantung pada jenis kayu dan lingkaran usia kayu. Penelitian oleh Danglas Far menunjukkan bahwa dibagian tengah batang memiliki kandungan lignin yang lebih tinggi dari kayu yang berasal daerah yang beriklim sedang. Sedangkan kandungan lignin kayu jarum bervariasi antara 24-23% dan kayu daun tropis 26-35% dalam tanaman non kayu kandungan lignin yang terkandung lignin yang terkandung umumnya antara 12-17% (Supri,2000).

1. Lignin

Lignin adalah suatu produk alami yang dihasilkan oleh semua tumbuhan. Lignin merupakan komponen kimia dan morfologi ciri dari jaringan tumbuhan tingkat tinggi. Kandungan lignin mencapai 15-40% dari berat kayu dengan variasi menurut jenis kayunya, kondisi pertumbuhan, bagian dari tumbuhan dan faktor-faktor lainnya. Dari segi morfologinya, maka lignin merupakan berkayu senyawa amorf yang tedapat dalam lamela tengah, dinding primer maupun dalam dinding sekunder. Selama perkembangan sel, lignin dimasukkan sebagai komponen terakhir didalam dinding sel, menembus diantara fibril dan berfungsi sebagai penguat pada dinding sel. Secara garis besarnya, kegunaan lignin dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu :

1. Sebagai bahan bakar 2. Sebagai produk polimer


(13)

Dalam proses pembuatan pulp, lignin merupakan limbah yang tidak bernilai dan diusahakan untuk dihilangkan, penggunaan pulp sebagai perekat sejak dimulainya pembuatan pulp sulfat.

Pada dasarnya pembuatan lignin sebagai perekat hampir sama seperti pada phenol formaldehida, karena keduanya mempunyai komponen kimia yang hampir sama yaitu dari gugus fenolik, sehingga menyebabkan lignin dapat digunakan untuk mensubtitusi phenol formaldehida.

Lignin merupakan polimer dengan banyak cabang yang terbentuk oleh unit-unit fenil propane (koumaril alkohol, koniferil alkohol, dan atau syringil alkohol) yang berikatan satu sama lain dengan ikatan karbon dengan karbon (C-C), ikatan dengan oksigen (C-O) dan juga adanya ikatan eter.

Dalam kayu, lignin memiliki sifat yang hidrofobik dan tidak larut dalam air. Pada saat pembuatan pulp, perlakuan kayu dengan ion HSO3-akan menyebabkan degradasi parsial pad ikatan eternya, yang menghasilkan gugus asam sulfonik. Dengan proses diatas, lignin yang semula bersifat hidrofobik dan tidak larut dalam air menjadi larut dalam air.

Dinding serat kayu terbentuk oleh beberapa jenis senyawa kimia, yaitu polisakarida, lignin dan ekstraktif. Proporsi bahan-bahan kimia tersebut hanya sedikit variasinya antar jenis kayu. Polisakarida adalah molekul polimer besar yang dibangun oleh molekul gula sederhana dan membentuk rantai panjang. Polisakarida utama yaitu selulosa terdapat sekitar 45% dari berat kering serat. Komposisi polisakarida adalah sekitar 65-75%, lignin 20-30% dan ekstraktif 0-10%. Kandungan gugus hidroksil (OH) yang besar pada polisakarida sangat polar sedangkan pada lignin sedikit polar.


(14)

Ekstraktif memiliki pengaruh yang besar dalam menurunkan higroskopisitas dan permeabilitas serta meningkatkan keawetan kayu. Meskipun jumlahnya sedikit, ekstraktif mempunyai pengaruh yang besar dalam perekatan kayu, yaitu mempengaruhi pH, kontaminasi dan penetrasi. Ekstraktif berupa deposit, memiliki ikatan yang tidak kuat dan relatif bebas untuk berpindah. Ekstraktif berpindah secara difusi, salah satunya sebagai suatu material volatile ( Mudah Menguap) atau sebagai material terlarut. Panas dan gadien air mempercepat perpindahan ekstraktif ini.Ekstraktif juga berpindah dengan gaya kapiler dan gaya tegangan permukaan (Surdiding,2007).

1. Biosintesis dan Struktur

Lignin merupakan polimer dari unit-unit fenilpropana. Banyak aspek dalam kimia lignin yang masih belum jelas, misalnya ciri-ciri struktur spesifik lignin yang terdapat dalam berbagai daerah morfologi dari xylem kayu. Namun unsur – unsur struktur dasar lignin telah banyak dijelaskan sebagai hasil studi yang mendalam pada penyiapan lignin yang diisolasi, seperti lignin kayu yang digiling, dengan menggunakan teknik – teknik degradasi khusus, yang berdasarkan pada oksidasi, reduksi atau hidrolisis dalam suasana asam dan alkali. Banyak usaha telah dilakukan untuk menjelaskan biosintesis lignin. Identifikasi secara rinci terhadap produk – produk reaksi telah dimungkinkan dengan teknik –teknik kromatografi dan metode spektroskopi baru yang dikembangkan selama dua atau tiga dasawarsa terakhir (Sjostrom.1995).

2. Fenilpropana – Unit Struktur Dasar Lignin

Metode yang didasarkan pada kimia organik klasik telah menyimpulkan, sekitar 1940, bahwa lignin terbentuk dari unit-unit fenil propana. Konsep struktur fenil propanoid gagal untuk


(15)

diterima secara bulat, dan sampai 40 tahun yang lalu, sejumlah ilmuwan tidak yakin bahwa lignin dalam keadaan aslinya merupakan senyawa aromatik. Akhirnya, persoalan dipecahkan oleh lange dalam tahun 1954, yang menggunakan mikroskopi UV pada berbagai panjang gelombang yang diarahkan langsung pada irisan-irisan kayu tipis dan memperoleh spektra khas senyawa-senyawa aromatik (Sjostrom,1995).

Lignin tersususun atas unit-unit fenilpropan. Meskipun tersusun atas karbon, hydrogen dan oksigen, lignin bukanlah suatu karbohidrat dan bahkan tidak ada hubungannya dengan golongan senyawa tersebut. Sebaliknya, lignin pada dasarnya adalah suatu fenol. Lignin sangat stabil dan sukar dipisahkan dan mempunyai bentuk yang bermacam-macam. Karenanya susunan lignin yang pasti didalam kayu tetap tidak menentu. Lignin terdapat diantara sel-sel dan didalam dinding sel. Diantara sel-sel, lignin berfungsi sebagai perekat untuk mengikat sel-sel bersama-sama. Dalam dinding sel, lignin sangat erat hubungannya dengan selulosa dan berfungsi untuk memberikan ketegeran pada sel. Lignin juga berpengaruh dalam memperkecil perubahan dimensi sehubungan dengan perubahan kandungan kayu dan juga dikatakan bahwa lignin mempertinggi sulfat racun kayu yang membuat kayu tahan terhadap racun serangga, cendawan dan serangga. Ketegaran yang diberikan oleh lignin merupakan faktor penentu sifat-sifat kayu (hadikusuma,1987).

Penggunaan lignin pada saat sekarang dan masa depan merupakan bidang yang luas dan semakin meningkat kepentingannya. Lignin dapat dimanfaatkan secara komersial sebagai bahan pengikat, perekat, pengisi, surfaktan, produk polimer, dispersan dan sumber bahan kimia lainnya terutama turunan benzen pada berbagai industri. Pada kebanyakan penggunaan kayu, lignin digunakan sebagai bagian integral dari kayu. Hanya dalam hal pembuatan pulp, lignin dilepaskan dari kayu dalam bentuk terdegradasi yang terlarut dalam larutan sisa pemasak (lindi hitam), dan


(16)

merupakan salah satu sumber lignin yang berpotensi besar. Namun adanya perbaharuan teknologi yang berorientasi pada upaya pemanfaatan kembali bahan kimia pemasak yang terkandung didalamnya dan untuk meminimalkan pencemaran lingkungan, menyebabkan pada masa mendatang industri pulp dan kertas tidak lagi menjadi sumber potensial lignin.

Lignin dapat diisolasi dari kayu bukan ekstraktif sebagai sisa yang tidak larut, setelah penghilangan polisakarida dengan hidrolisis. Secara alternatif lignin dapat dihidrolisis dan diekstraksi dari kayu atau diubah menjadi turunan yang larut. Setelah selulosa lignin merupakan zat organik yang banyak dan penting dalam tumbuhan. Penyatuan lignin ke dalam dinding sel tumbuhan memungkinkan lignin menguasai permukaan bumi, lignin menaikkan sifat-sifat kekuatanmekanik.

Lignin merupakan komponen kimia dan morfologi yang karakteristik dari jaringan tumbuhan tingkat tinggi, dimana lignin terdapat dalam jaringan vaskuler yang khusus untuk pengangkutan

cairan dan kekuatan mekanik.

Jumlah lignin yang terdapat dalam tumbuhan yang berbeda sangat bervariasi. Meskipun dalam spesies kayu kandungan lignin berkisar antara 20-40 %. Disamping spesies kayu kandungan lignin dalam dinding sel dan kandungan lignin dalam bagian pohon yang berbeda tidak sama. Sebagai contoh, kandungan lignin paling tinggi adalah pada baatang dan paling rendah terdapat pada cabang dan kulit. Dalam kebanyakan penggunaan kayu, lignin digunakan sebagai bagian internalkayu.

Dalam pembuatan pulp pada proses pengelantangan (bleaching) lignin dilepaskan dari kayu dalam bentuk terdegradasi dan berubah merupakan sumber karbon lebih dari 35 juta ton tiap tahun di seluruh dunia dan sangat potensial untuk keperluan kimia dan energi. Kandungan


(17)

karbon lignin kayu lunak (60 % - 65 %), pada umumnya lebih tinggi dibandingkan karbon lignin pada kayu keras (18 % - 22 %).

Lignin adalah zat yang bersama-sama dengan selulosa adalah salah satu sel yang terdapat dalam kayu. Lignin berguna dalam kayu seperti lem atau semen yang mengikat sel-sel lain dalam satu kesatuan sehingga bisa menambah support dan kekuatan kayu (mechanical strength) agar bisa kelihatan kokoh dan berdiri tegak. Lignin struktur kimiawinya bercabang-cabang dan berbentuk polimer tiga dimensi. Molekul dasar lignin adalah Fenil Propan. Molekul lignin memiliki derajat polimerisasi tinggi. Karena ukuran dan strukturnya yang tiga dimensi bisa memungkinkan lignin berfungsi sebagai semen atau lem bagi kayu yang dapat mengikat serat dan memberikan kekerasan struktur serat. Bagian tengah lamella pada sel kayu, sebagian besar terdiri dari lignin, berikatan dengan sel-sel lain dan menambah kekuatan struktur kayu. Dinding sel juga mengandung lignin. Pada dinding sel, lignin bersama -sama dengan hemiselulosa membentuk matriks (semen) yang mengikat serat-serat halus selulosa. Lignin didalam kayu memiliki persentase yang berbeda tergantung dari jenis kayu:

1. Softwood mengandung 27 – 33% 2. Hardwood mengandung 16 – 24 %

3. Non-wood fibers seperti jerami, baggase, rumput, bamboo mengandung 11 -20%. Ada beberapa test prosedur yang sekarang digunakan untuk menentukan lignin, seperti:


(18)

2. Permanganate Number (K-Number):Jumlah konsumsi permanganat dalam sampel pulp yang mengandung lignin yang belum bereaksi

1. Kappa Number: Jumlah konsumsi permanganat dalam sampel pulp yang mengandung lignin yang belum bereaksi

2. Hypo test :Jumlah konsumsi hypo dalam sample pulp yang mengandung lignin yang belum bereaksi

3. Chlorine Number: Jumlah konsumsi chlorine dalam pulp yang mengandung lignin yang belum bereaksi

1. Nu-Number: Test absorbsi spektrofotometer lignin yang terlarut dalam asam dengan panjang gelombang 425 nm

2. Pulp Permittivity: Dieletric strength atau permititivitas pulp sheet yang berhu bungan dengan kandungan lignin dalam sampel.

3. Spectrophotometric Methods: Absorpsi sinar UV pada sample yang mengandung lignin.

Kappa number menggunakan sejumlah larutan permanganat dengan jumlah tertentu yang ditambahkan ke dalam pulp sampel. Setelah beberapa waktu, permanganat bereaksi dengan pulp yang ditentukan dengan metoda titrasi. Kappa number kemudian ditentukan sebagai jumlah ml 0,1 N larutan KMnO4 yang dikonsumsi oleh 1 gr pulp dalam waktu 10 menit dengan suhu 25 oC. Untuk proses kraft pulp hubungan antara lignin dan kappa number adalah Lignin (%) = 0.147 X Kappa Number. Metoda-metoda yang lain tidak familiar digunakan di Indonesia adalah permanganate number (K-number) yang secara luas digunakan di daerah Amerika Utara.


(19)

Roe number (hypo test) dan chlorine number adalah dua test yang tidak digunakan lagi untuk test lignin karena reagent yang digunakan sangat berbahaya dan banyak permasalahan dalam penanganannya. Kappa number ini sangat berguna untuk menentukan kadar lignin dalam pulp. Semua pulp akan mengalami perubahan brightness (kecerahan) seiring dengan lama waktu penyimpanan. Pulp biasanya akan berubah menjadi kuning. Laju penurunan brightness dengan waktu bervariasi dalam range yang cukup luas. Sebagian pulp akan stabil dan biasanya bertahun-tahun kemudian baru akan berubah menjadi kuning. Sebagian lagi hanya dalam hitungan bulan akan berubah menjadi kuning dan bahkan yang dalam hitungan hari sudah berubah. Lignin bukan penyebab utama pada perubahan warna ini jika pulpnya hanya mengandung sedikit lignin. Tapi walau bagaimanapun lignin yang terkandung dalam jumlah besar sudah pasti menjadi penyebab utama dalam perubahan warna pulp. Oleh karena itu efektivitas penghilangan lignin pada tahap klorinasi juga merupakan faktor yang sangat menentukan dalam proses perubahan warna. Memang pada awalnya ada dugaan perubahan warna pada pulp selama penyimpanan disebabkan oleh lignin. Ternyata setelah dilakukan penelitian, penyebab utamanya adalah kandungan selulosa pulp itu sendiri yang menyebabkan perubahan warna.

Adanya gugus karbonil dan karboksil pada selulosa merupakan penyebab utama terjadinya perubahan warna. Penghilangan gugus karbonil dan karboksil ini dengan proses oksidasi dan reduksi akan meningkatkan kestabilan warna. Perubahan warna juga disebabkan oleh temperatur, humidity, hemiselulosa, resin, logam-logam seperti rosin, alum, lem dan starch (http://www.chem-is-try.org).


(20)

1. Pemanfaatan Lignin

Lignin memiliki nama latin lignum yang memiliki arti kayu, jadi kayu itu sendiri mengandung jumlah lignin yang banyak. Lignin merupakan senyawa kompleks aromatik non karbohidrat yang memiliki struktur polimer organik yang banyak jumlahnya pada tumbuhan.Fungsi lignin sendiri dalam tanaman adalah sebagai pengangkut internal dari air, nutrisi dan zat metabolit. Lignin memberikan kekuatan pada dinding sel dan sebagai penyambung antara sel dan sebagai penyambung antara sel kayu yang senyawanya tahan terhadap tekanan, bersifat fleksibel dan jaringannya tahan terhadap serangan mikroorganisme dan perambatan enzim penghancur dalam dinding sel. Molekul lignin adalah molekul yang memiliki berat molekul besar yang merupakan gabungan dari beberapa asam dan alkohol penilprofilik (koumaril,koniferil,sinafil) yang secara acak radikal memberikan bentuk polimer amorf dari struktur tiga dimensi (Nuryanto,2000).

Lignin dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan kimia, karena senyawa lignin mempunyai gugus aktif yang dapat direaksikan dengan gugus lain, sehingga membentuk senyawa baru dengan struktur dan manfaat yang berbeda dari struktur kimia senyawa asalnya. Senyawa baru ( turunan lignin ) diperoleh dengan melakukan modifikasi struktur lignin dengan menggunakan proses lebih lanjut. Lignin hasil isolasi dapat dimanfaatkan sehingga dispersan, binder, dan surfaktan.Pemanfaatan lignin dan turunannya dapat disajikan pada tabel dibawah ini.


(21)

Tabel 2.2 Pemanfaatan lignin

Jenis Penggunaan Keanekaragaman Aplikasinya

Dispersan 4. Karbonhitam.peptisida,zat

warna,pigmen, keramik

5.Tanah permukaan jalan, aspal

Pengemulsi Lilin, minyak dalam air, karet

Penstabil campuran Sabun, lateks, buih api

Penyaring Logam Industri air,mikronutrisi pertanian

Adiktif Lumpur pengeboran,beton, penggiling

semen,pembersih indutri,bahan penyamak,karet, plastic vinil.

Pengikat dan perekat Butiran pakan tenak,pupuk,tinta cetak,mineral, pelapis,inti pengecoran logam, biji besi

Pereaksi Urea-Formaldehide fenol,

furan,epoksi,urethane

Dan lain-lain Koagulasi protein,pelindung koloid dalam ketel uap,rsin penukar ion,penangkap oksigen,dll

(Fengel dan Wegner,1995).

2.3.4 Isolasi Lignin

Lignin dapat diisolasi dari kayu bebas ekstraktif sebagai sisa yang tidaklarut setelah penghilangan polisakarida dengan hidrolisis. Secara alternatif, lignin dapat dihidrolisis dan diekstraksi dari kayu atau diubah menjadi turunan yang larut. Menurut Achma di (1990), sifat-sifat lignin yang disebabkan oleh struktur molekul dan letaknya dalam dinding sel menyebabkan isolasi lignin dalam bentuk tak berubah, belum dapat dilakukan. Semua metode isolasi


(22)

menunjukkan kekurangan, baik secara mendasar mengubah struktur lignin asli maupun melepaskan bagian lignin yang nisbi tak berubah. Metode isolasi lignin terbagi dalam dua kelompok, yaitu: Metode yang menghasilkan lignin sebagai sisa (residu) dan metode yang melarutkan lignin, baik dengan ekstraksi pelarut atau membentuk turunan yang larut. Metode isolasi yang pertama sering dinamakan lignin asam (lignin Klason) yang diperoleh setelah penghilangan polisakarida dari kayu yangdiekstraksi (bebas damar) dengan hidrolisis H2SO4 68-78% (biasanya 72%). Asam-asam lain (seperti HCl) dapat digunakan juga untuk hidrolisis, tetapi metodenya mempunyai kekurangan yang serius, yaitu struktur lignin berubah secara intensif selama hidrolisis. Semua pemisahan lignin dengan metode asam ini selalu mengakibatkan kondensasi lignin dan masuknya unsur S atau Cl. Polisakarida dapat dihilangkan dengan enzim-enzim dari bubuk kayu yang digiling halus. Metodanya lebih rumit, tetapi lignin enzim-enzim selulotik (CEL) yang dihasilkan pada dasarnya tetap mempertahankan struktur aslinya tanpa perubahan. Lignin juga dapat dihidrolisis dengan dioksana yang mengandung air dan asam klorida tetapi terjadi perubahan struktur yang cukup besar (Sjostrom, 1995).

Berbagai teknik isolasi telah dipelajari, tetapi pada prinsipnya sama yaitu diawali dengan proses pengendapan padatan. Isolasi lignin dibedakan pada tiga metode yaitu isolasi dengan pengasaman yang menggunakan pereaksi anorganik seperti H2SO4 pekat atau HCl pekat,isolasi dengan metode Cellulolytic Enzyme Lignins (CEL), dan Milled WoodLignin (MWL). Isolasi lignin pada berbagai serat umumnya tidak menghasilkan lignin murni karena di dalam kandungan lignin masih terdapat lignoselulosa lainnya seperti hemiselulosa. Adanya unit kompleks dari ikatan lignin dengan hemiselulosa menyebabkan isolasi lignin mengalami kesulitan untuk mendapatkan rendemen lignin murni ( Sjostrom,1995). Untuk mendapatkan lignin yang murni dan kandungan zat anorganik yang lebih sedikit diperlukan kondisi optimum


(23)

pada saat pengasaman dan pemisahan lignin. Kurang lebih setengah dari bahan organik yang terdapat di dalam larutan sisa pemasak pulp kertas adalah lignin dan sisanya terdiri dari asam karboksilik yang terbentuk sebagai hasil degradasi karbohidrat kayu (Rostika,20002). Beberapa cara untuk memisahkan lignin dari bahan baku digunakan pereaksi anorganik yaitu H2SO4 pekat dan HCl pekat dengan tujuan untuk mendestruksi karbohidrat (Sugesty, 1991). Isolasi lignin merupakan tahap pemisahan lignin. Proses pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti pengasaman dan presipitasi dengan gas buang atau CO2, pengasaman dan presipitasi dengan limbah asam, ultrafiltrasi, penukaran ion, elektrodialisa, koagulasi dengan bahan kimia dan flokulasi dengan pemanasan (Setiawan,2001). Isolasi yang dilakukan pada pH rendah akan dihasilkan rendemen yang lebih tinggi, karena reaksi polimerisasi yang terjadi pada pH yang lebih rendah berlangsung lebih sempurna sehingga semakin banyak unit penyusun lignin yang semula larut mengalami polimerisasi lagi dan membentuk polimer lignin. Reaksi kondensasi akan meningkat dengan meningkatnya keasaman. Proses isolasi dengan metode pengasaman banyak digunakan untuk mendapatkan lignin dengan kemurnian tinggi. Urutan prosesnya adalah

sebagaiberikut :

- Pengendapan lignin dengan asam sulfat.

-Pelarutan endapan lignin dengan menggunakan

- Pengendapan lagi dengan menggunakan asam sulfat.

- Pencucian dengan air.


(24)

Lignin hasil isolasi dengan menggunakan H2SO4 dan HCl banyak mengandung asam asetat, asam laktat, asam format dan asam-asam lainnya (Sjostrom,1995). Adanya ikatan lignin-karbohidrat memungkinkan terjadinya degradasi senyawa-senyawa lignin-karbohidrat selama isolasi berlangsung seperti pentosa dan asam-asam uronat menjadi furfural, heksosa menjadi hidroksi metal furfural dan asam format sehingga pH isolat lignin semakin rendah (Kim, 1987).

2.3.5 Karakteristik Isolat Lignin 1. Rendemen Lignin

Rendemen lignin yang dihitung pada penelitian ini didasarkan pada berat serpih TKKS. Rendemen lignin menunjukkan besarnya jumlah padatan lignin (satuan dalam gram) dalam setiap gram serpih TKKS yang digunakan. Rendemen lignin sangat dipengaruhi oleh proses pemasakan bahan baku, perbedaan reaksi polimerisasi dan dikarenakan adanya perlakuan tambahan, yaitu penguapan sebagian kandungan airnya. Faktor konsentrasi asam sulfat memberikan pengaruh yang nyata pada masing-masing rendemen isolat ligninnya. Diketahui bahwa perlakuan konsentrasi asam sulfat yang digunakan pada proses pengasaman lindi hitam, cenderung memberikan hasil yang tidak berbeda nyata pada lindi hitam masing-masing perlakuan penambahan NaOH kedalam larutan. Kombinasi perlakuan faktor penambahan katalis basa (NaOH). Adanya peningkatan rendemen isolate lignin pada proses pengasaman menggunakan asam sulfat dikarenakan pada kondisi proses pengasamanyang lebih asam dimana semakin tinggi konsentrasi asam sulfat maka semakin tinggi pula tingkat keasamannya (pH rendah), diduga terjadireaksi kondensasi yang semakin meningkat pada unit-unit penyusun lignin seperti para-koumaril alkohol, koniferil alkohol dan sinapil alkohol, yang semula larut akan


(25)

mengalami repolimerisasi dan membentuk molekul yang lebih besar yaitu polimer lignin (Damat, 1989).

Pada suasana asam lignin cenderung melakukan kondensasi sehingga lignin yang terkondensasi tersebut akan mengendap dan lignin yang terisolasi semakin banyak. Selain itu, seiring meningkatnya penambahan NaOH pada larutan pemasak organosolv, menyebabkan semakin tinggi padatan total yang mengandung lignin sehingga rendemen isolat lignin yang didapat semakin tinggi pula. Terjadi penurunan rendemen isolat lignin. Hal tersebut diduga disebaban pada kondisi pengasaman yang terlalu kuat (jenuh), polimerlignin akan berikatan dengan polimer non lignin sehingga membentuk senyawa lainnya yang terlarut dalam pelarut, ataupun pada saat proses pengasaman lindi hitam terdapat lignin yang tidak terendapkan (Achmadi,1991). Penambahan asam terlalu kuat pada larutan sisa pemasak pulp (lindi hitam) dapat menyebabkan terjadinya degradasi polisakarida dan dekomposisi komplek lignin-karbohidrat (Barsinai,1976).

Selain itu,lindi hitam TKKS pada kondisi pengasaman dengan konsentrasi tinggi akan menyebabkan rendemen lignin semakin kecil dikarenakan tingkat pengasaman yang tidak merata pada kondisi tersebut. Selain degradasi lignin diduga terjadi degradasi komponen non lignin lainnya yang berlebihan yang larut dalam larutan pemasak (Ibrahim,2003).

Selama berlangsungnya proses delignifikasi tidak hanya lignin yang terpisahkan dari serat-serat selulosa, tetapi juga komponen lainnya seperti polisakarida dan sedikit hemiselulosa. Faktor lain yang menyebabkan perbedaan perolehan rendemen isolat lignin pada masing-masing perlakuan yaitu adanya penambahan asam sulfat berkonsentrasi tinggi pada lindi hitam yang menyebabkan suhu pada saat proses pengendapan lignin semakin tinggi karena adanya reaksi


(26)

kimia antara asam sulfat dengan larutannya sehingga lignin mengalami perubahan struktur menjadi senyawa lain. Hal tersebut ditunjukkan pada saat pengendapan lignin, suhu lindi hitam setelah ditambahkan asam sulfat berkisar antara 60-75°C (Sjostrom,1995).

Pada suhu tinggi lignin dapat mengalami perubahan struktur dengan membentuk asam format, metana, asam asetat dan vanilin sehingga lignin yang terendapkan semakin sedikit (Judoamidjojo,1989).

2. Kadar Lignin

Kadar lignin menunjukkan kandungan lignin murni dalam tepung lignin. Kandungan lignin sangat dipengaruhi oleh interaksi antara jenis larutan sisa pemasak dan pH asam yang digunakan. Perbedaan kandungan lignin murni yang terkandung dalam tepung lignin diduga karena adanya perbedaan kandungan komponen-komponen nonlignin. Kandungan lignin yang rendah menunjukkan bahwa lignin isolate masih mengandung komponen-komponen non lignin dalam jumlah lebihbesar (Damat,1989).

Komponen-komponen non lignin yang terdapat dalam tepung lignin antara lain asam asetat, asam laktat, asamformat, ion Cl, ion SO3, ion SO4, Ca, K, Na, Mg dan S. Diketahui bahwa kadar isolat lignin akibat pengaruh faktor penambahan katalis basa (NaOH) berbedanyata satu sama lainnya. Begitu pula pada faktor konsentrasi asam sulfat memberikan pengaruh yang nyata pada masing-masing kadar isolate ligninnya. Kandungan lignin dengan tingkat kemurnian tertinggi pada kondisi tersebut polimerisasi lignin berjalan sempurna dan kehilangan kemurnian lignin dalam tepung lignin diduga disebabkan selain banyaknya kandungan komponen non lignin di dalam lindi hitam juga masih adanya lignin yang tidak terendapkan karena banyaknya fraksi


(27)

Penambahan basa (NaOH) pada larutan pemasak akan menyebabkan tingginya konsentrasiion OH¯ dalam larutan pemasak sehingga mempercepat pemutusan padaikatan intra molekul lignin saat ekstraksi dan mempercepat delignifikasi. Namun, adanya penurunan kemurnian isolat lignin kedalam larutan pemasak, disebabkan penambahan katalis basa tersebut diduga menyebabkan komponen nonlignin banyak terdegradasi dan terlarut dalam lindi hitam. Kandungan lignin yang rendah menunjukkan bahwa lignin isolat masih mengandung komponen-komponen non lignin dalam jumlah lebih besar. Tingginya komponen-komponen non lignin pada tepung lignin menunjukkan bahwa degradasi dan pemisahan polisakarida beserta komponen non lignin lainnya masih kurang sempurna (Damat,1989). Selama pemasakan dalam digester terjadi reaksi lambat, yaitu adanya reaksi kondensasi dan polimerisasi kembali yang menyebabkan lignin tidak larut dalam larutan pemasak. Hasil analisa kadar lignin TKKS (Bahar,1983).

6. Keasaman Lignin (pH)

Keasaman lignin merupakan salah satu variabel yang digunakan untuk menentukan kualitas suatu bahan pengisi atau perekat. Keasaman lignin dipengaruhi oleh jenis larutan sisa pemasak, pH isolasi dan interaksinya. Tingkat keasaman lignin isolat yang dihasilkan pada delignifikasi (Damat 1989). Tingkat keasaman lignin Indulin AT (lignin standar) berkisar antara pH 3,5 – 5,5. Begitu pula pada faktor konsentrasi asam sulfat memberikan pengaruh yang nyata pada masing-masing tingkat keasaman isolate ligninnya. Pada kombinasi perlakuan antara kedua faktor tersebut diketahui bahwa perlakuan cenderung memberikan hasil yang tidak berbeda nyata satu sama lainnya (Santoso,2004).

lignin hasil isolasi dengan menggunakan H2SO4 dan HCl banyak mengandung asam asetat, asam laktat, asam format dan asam-asam lainnya. Adanya ikatan lignin-karbohidrat


(28)

memungkinkan terjadinya degradasi senyawa-senyawa karbohidrat selama isolasi berlangsung seperti pentosa dan asam-asam uronat menjadi furfural, heksosa menjadi hidroksi metal furfural dan asam format sehingga pH isolat lignin semakin rendah (Kim,1987).

2.3.6 Metode Klakson

Metode klakson termasuk dalam analisis gravimetri atau analisis kuantitatif berdasarkan bobot adalah proses isolasi serta penimbangan suatu unsur atau suatu senyawaan tertentu dari unsur tersebut, dalam bentuk yang semurni mungkin. Analisa secara gravimetri menyangkut pengubahan unsur yang akan dianalisa menjadi sebuah senyawaan yang murni dan stabil, yang dengan mudah dapat menjadi senyawa yang diinginkan (Vogel,1991).

Dimana metode klakson, meggunakan asam sulfat 72%. Perlakuannya anatara lain 1 g kayu dihaluskan dan diayak dengan menggunakan ayakan 60 mesh dan ditambahkan 20ml asam sulfat 72% pada suhu 25oC selama 2 jam, setelah larutan terlarut 3% lignin yang dicernakan dikumpulkan dalam wadah penyaring, dicuci dan diendapkan. Metode klakson tidak baik digunakan untuk kayu-kayu yang keras, karena senyawa senyawanya lebih mudah dipengaruhi dengan asam dan cenderung utnuk menghasilkan karbohidrat terdekomposisi yang tidak larut dengan metode ini (Linsy,1981).


(1)

pada saat pengasaman dan pemisahan lignin. Kurang lebih setengah dari bahan organik yang terdapat di dalam larutan sisa pemasak pulp kertas adalah lignin dan sisanya terdiri dari asam karboksilik yang terbentuk sebagai hasil degradasi karbohidrat kayu (Rostika,20002). Beberapa cara untuk memisahkan lignin dari bahan baku digunakan pereaksi anorganik yaitu H2SO4 pekat dan HCl pekat dengan tujuan untuk mendestruksi karbohidrat (Sugesty, 1991). Isolasi lignin merupakan tahap pemisahan lignin. Proses pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti pengasaman dan presipitasi dengan gas buang atau CO2, pengasaman dan presipitasi dengan limbah asam, ultrafiltrasi, penukaran ion, elektrodialisa, koagulasi dengan bahan kimia dan flokulasi dengan pemanasan (Setiawan,2001). Isolasi yang dilakukan pada pH rendah akan dihasilkan rendemen yang lebih tinggi, karena reaksi polimerisasi yang terjadi pada pH yang lebih rendah berlangsung lebih sempurna sehingga semakin banyak unit penyusun lignin yang semula larut mengalami polimerisasi lagi dan membentuk polimer lignin. Reaksi kondensasi akan meningkat dengan meningkatnya keasaman. Proses isolasi dengan metode pengasaman banyak digunakan untuk mendapatkan lignin dengan kemurnian tinggi. Urutan prosesnya adalah

sebagaiberikut :

- Pengendapan lignin dengan asam sulfat.

-Pelarutan endapan lignin dengan menggunakan

- Pengendapan lagi dengan menggunakan asam sulfat.

- Pencucian dengan air.


(2)

Lignin hasil isolasi dengan menggunakan H2SO4 dan HCl banyak mengandung asam asetat, asam laktat, asam format dan asam-asam lainnya (Sjostrom,1995). Adanya ikatan lignin-karbohidrat memungkinkan terjadinya degradasi senyawa-senyawa lignin-karbohidrat selama isolasi berlangsung seperti pentosa dan asam-asam uronat menjadi furfural, heksosa menjadi hidroksi metal furfural dan asam format sehingga pH isolat lignin semakin rendah (Kim, 1987).

2.3.5 Karakteristik Isolat Lignin

1. Rendemen Lignin

Rendemen lignin yang dihitung pada penelitian ini didasarkan pada berat serpih TKKS. Rendemen lignin menunjukkan besarnya jumlah padatan lignin (satuan dalam gram) dalam setiap gram serpih TKKS yang digunakan. Rendemen lignin sangat dipengaruhi oleh proses pemasakan bahan baku, perbedaan reaksi polimerisasi dan dikarenakan adanya perlakuan tambahan, yaitu penguapan sebagian kandungan airnya. Faktor konsentrasi asam sulfat memberikan pengaruh yang nyata pada masing-masing rendemen isolat ligninnya. Diketahui bahwa perlakuan konsentrasi asam sulfat yang digunakan pada proses pengasaman lindi hitam, cenderung memberikan hasil yang tidak berbeda nyata pada lindi hitam masing-masing perlakuan penambahan NaOH kedalam larutan. Kombinasi perlakuan faktor penambahan katalis basa (NaOH). Adanya peningkatan rendemen isolate lignin pada proses pengasaman menggunakan asam sulfat dikarenakan pada kondisi proses pengasamanyang lebih asam dimana semakin tinggi konsentrasi asam sulfat maka semakin tinggi pula tingkat keasamannya (pH rendah), diduga terjadireaksi kondensasi yang semakin meningkat pada unit-unit penyusun lignin seperti para-koumaril alkohol, koniferil alkohol dan sinapil alkohol, yang semula larut akan


(3)

mengalami repolimerisasi dan membentuk molekul yang lebih besar yaitu polimer lignin (Damat, 1989).

Pada suasana asam lignin cenderung melakukan kondensasi sehingga lignin yang terkondensasi tersebut akan mengendap dan lignin yang terisolasi semakin banyak. Selain itu, seiring meningkatnya penambahan NaOH pada larutan pemasak organosolv, menyebabkan semakin tinggi padatan total yang mengandung lignin sehingga rendemen isolat lignin yang didapat semakin tinggi pula. Terjadi penurunan rendemen isolat lignin. Hal tersebut diduga disebaban pada kondisi pengasaman yang terlalu kuat (jenuh), polimerlignin akan berikatan dengan polimer non lignin sehingga membentuk senyawa lainnya yang terlarut dalam pelarut, ataupun pada saat proses pengasaman lindi hitam terdapat lignin yang tidak terendapkan (Achmadi,1991). Penambahan asam terlalu kuat pada larutan sisa pemasak pulp (lindi hitam) dapat menyebabkan terjadinya degradasi polisakarida dan dekomposisi komplek lignin-karbohidrat (Barsinai,1976).

Selain itu,lindi hitam TKKS pada kondisi pengasaman dengan konsentrasi tinggi akan menyebabkan rendemen lignin semakin kecil dikarenakan tingkat pengasaman yang tidak merata pada kondisi tersebut. Selain degradasi lignin diduga terjadi degradasi komponen non lignin lainnya yang berlebihan yang larut dalam larutan pemasak (Ibrahim,2003).

Selama berlangsungnya proses delignifikasi tidak hanya lignin yang terpisahkan dari serat-serat selulosa, tetapi juga komponen lainnya seperti polisakarida dan sedikit hemiselulosa. Faktor lain yang menyebabkan perbedaan perolehan rendemen isolat lignin pada masing-masing perlakuan yaitu adanya penambahan asam sulfat berkonsentrasi tinggi pada lindi hitam yang menyebabkan suhu pada saat proses pengendapan lignin semakin tinggi karena adanya reaksi


(4)

kimia antara asam sulfat dengan larutannya sehingga lignin mengalami perubahan struktur menjadi senyawa lain. Hal tersebut ditunjukkan pada saat pengendapan lignin, suhu lindi hitam setelah ditambahkan asam sulfat berkisar antara 60-75°C (Sjostrom,1995).

Pada suhu tinggi lignin dapat mengalami perubahan struktur dengan membentuk asam format, metana, asam asetat dan vanilin sehingga lignin yang terendapkan semakin sedikit (Judoamidjojo,1989).

2. Kadar Lignin

Kadar lignin menunjukkan kandungan lignin murni dalam tepung lignin. Kandungan lignin sangat dipengaruhi oleh interaksi antara jenis larutan sisa pemasak dan pH asam yang digunakan. Perbedaan kandungan lignin murni yang terkandung dalam tepung lignin diduga karena adanya perbedaan kandungan komponen-komponen nonlignin. Kandungan lignin yang rendah menunjukkan bahwa lignin isolate masih mengandung komponen-komponen non lignin dalam jumlah lebihbesar (Damat,1989).

Komponen-komponen non lignin yang terdapat dalam tepung lignin antara lain asam asetat, asam laktat, asamformat, ion Cl, ion SO3, ion SO4, Ca, K, Na, Mg dan S. Diketahui bahwa kadar isolat lignin akibat pengaruh faktor penambahan katalis basa (NaOH) berbedanyata satu sama lainnya. Begitu pula pada faktor konsentrasi asam sulfat memberikan pengaruh yang nyata pada masing-masing kadar isolate ligninnya. Kandungan lignin dengan tingkat kemurnian tertinggi pada kondisi tersebut polimerisasi lignin berjalan sempurna dan kehilangan kemurnian lignin dalam tepung lignin diduga disebabkan selain banyaknya kandungan komponen non lignin di dalam lindi hitam juga masih adanya lignin yang tidak terendapkan karena banyaknya fraksi


(5)

Penambahan basa (NaOH) pada larutan pemasak akan menyebabkan tingginya konsentrasiion OH¯ dalam larutan pemasak sehingga mempercepat pemutusan padaikatan intra molekul lignin saat ekstraksi dan mempercepat delignifikasi. Namun, adanya penurunan kemurnian isolat lignin kedalam larutan pemasak, disebabkan penambahan katalis basa tersebut diduga menyebabkan komponen nonlignin banyak terdegradasi dan terlarut dalam lindi hitam. Kandungan lignin yang rendah menunjukkan bahwa lignin isolat masih mengandung komponen-komponen non lignin dalam jumlah lebih besar. Tingginya komponen-komponen non lignin pada tepung lignin menunjukkan bahwa degradasi dan pemisahan polisakarida beserta komponen non lignin lainnya masih kurang sempurna (Damat,1989). Selama pemasakan dalam digester terjadi reaksi lambat, yaitu adanya reaksi kondensasi dan polimerisasi kembali yang menyebabkan lignin tidak larut dalam larutan pemasak. Hasil analisa kadar lignin TKKS (Bahar,1983).

6. Keasaman Lignin (pH)

Keasaman lignin merupakan salah satu variabel yang digunakan untuk menentukan kualitas suatu bahan pengisi atau perekat. Keasaman lignin dipengaruhi oleh jenis larutan sisa pemasak, pH isolasi dan interaksinya. Tingkat keasaman lignin isolat yang dihasilkan pada delignifikasi (Damat 1989). Tingkat keasaman lignin Indulin AT (lignin standar) berkisar antara pH 3,5 – 5,5. Begitu pula pada faktor konsentrasi asam sulfat memberikan pengaruh yang nyata pada masing-masing tingkat keasaman isolate ligninnya. Pada kombinasi perlakuan antara kedua faktor tersebut diketahui bahwa perlakuan cenderung memberikan hasil yang tidak berbeda nyata satu sama lainnya (Santoso,2004).

lignin hasil isolasi dengan menggunakan H2SO4 dan HCl banyak mengandung asam asetat, asam laktat, asam format dan asam-asam lainnya. Adanya ikatan lignin-karbohidrat


(6)

memungkinkan terjadinya degradasi senyawa-senyawa karbohidrat selama isolasi berlangsung seperti pentosa dan asam-asam uronat menjadi furfural, heksosa menjadi hidroksi metal furfural dan asam format sehingga pH isolat lignin semakin rendah (Kim,1987).

2.3.6 Metode Klakson

Metode klakson termasuk dalam analisis gravimetri atau analisis kuantitatif berdasarkan bobot adalah proses isolasi serta penimbangan suatu unsur atau suatu senyawaan tertentu dari unsur tersebut, dalam bentuk yang semurni mungkin. Analisa secara gravimetri menyangkut pengubahan unsur yang akan dianalisa menjadi sebuah senyawaan yang murni dan stabil, yang dengan mudah dapat menjadi senyawa yang diinginkan (Vogel,1991).

Dimana metode klakson, meggunakan asam sulfat 72%. Perlakuannya anatara lain 1 g kayu dihaluskan dan diayak dengan menggunakan ayakan 60 mesh dan ditambahkan 20ml asam sulfat 72% pada suhu 25oC selama 2 jam, setelah larutan terlarut 3% lignin yang dicernakan dikumpulkan dalam wadah penyaring, dicuci dan diendapkan. Metode klakson tidak baik digunakan untuk kayu-kayu yang keras, karena senyawa senyawanya lebih mudah dipengaruhi dengan asam dan cenderung utnuk menghasilkan karbohidrat terdekomposisi yang tidak larut dengan metode ini (Linsy,1981).