PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MA

1

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN
KEMAMPUAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMK MELALUI
PEMBELAJARAN KONFLIK KOGNITIF
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat mana yang lebih baik
peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis dan kemampuan disposisi
matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran konflik kognitif dan siswa
yang memperoleh pembelajaran konvensional. Penelitian ini merupakan
penelitian yang menggunakan mix method dengan strategi embedded konkuren,
merupakan metode penelitian yang mengkombinasikan penggunaan metode
penelitian kuantitatif dan kualitatif secara simultan/ bersama-sama (atau
sebaliknya), tetapi bobot metodenya berbeda. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh peserta didik kelas XI Multimedia SMK Pelita Jatibarang, Kabupaten
Indramayu. Instrumen yang digunakan meliputi soal tes kemampuan berpikir
kritis matematis, skala angket kemampuan disposisi matematis siswa, observasi
dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Terdapat perbedaan
peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran konflik kognitif dan siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional, 2) Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran konflik kognitif lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajarankonvensiona dilihat dari kemampuan awal matematika
(tinggi, sedang, dan rendah), 3) Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konflik kognitif
dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, dan 4) Peningkatan
kemampuan diposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konflik
kognitif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional
dilihat dari hasil skor angket.
Kata kunci : Berpikir kritis, Disposisi, Konflik Kognitif
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Slettenhaar (Komalasari, 2011), mengemukakan
pembelajaran matematika kurang melibatkan siswa belajar aktif, kurang
menekankan pada pemahaman siswa dan siswa hanya menerima penjelasan
guru. Kegiatan belajar seperti ini membuat siswa cenderung rote learning
atau menghafal dan tanpa memahami atau tanpa mengerti apa yang diajarkan
oleh gurunya.
Sebagian besar siswa tampak mengikuti dengan baik setiap
penjelasan atau informasi dari guru, siswa sangat jarang mengajukan
pertanyaan kepada guru sehingga guru asyik sendiri menjelaskan apa yang
telah disiapkannya, dan siswa hanya menerima saja yang disampaikan oleh

guru. Padahal yang diinginkan adalah manusia Indonesia yang mandiri,
mampu untuk memunculkan gagasan ide yang kreatif serta mau dan mampu
menghadapi tantangan atau permasalahan yang dihadapinya.
Pembelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran
yang sangat penting untuk dipelajari oleh setiap siswa di sekolah. Hal ini

2

mengingat bahwa matematika dapat mengembangkan daya nalar dan daya
pikir yang merupakan bekal utama dalam mengembangkan potensi diri.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 dinyatakan
bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai
dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Seperti diungkapkan di atas, bahwa salah satu kemampuan yang
harus dimiliki siswa dalam mempelajari matematika adalah berpikir kritis.
Hal ini sangat memungkinkan sebab antara belajar matematika dan
keterampilan berpikir kritis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan,
seperti yang diungkapkan Lambertus (2009), bahwa materi matematika
dipahami melalui berpikir kritis, dan berpikir kritis dilatih melalui belajar

matematika.
Kenyataan di lapangan, pembelajaran masih didominasi oleh
keterampilan manipulatif dan sistem evaluasinya juga masih menekankan
pada keterampilan berhitung sehingga siswa kurang menguasai konsepkonsep matematika dan mengalami kesulitan dalam penyelesaian soal-soal
yang bersifat konseptual. Penguasaan konsep yang lemah inilah yang akan
berdampak pada kurangnya berpikir kritis siswa. Ini sesuai dengan penelitian
Tall dan Bakar (2000), bahwa siswa dan mahasiswa yang telah mempelajari
konsep fungsi kurang kritis dan kreatif dalam menelaah masalah-masalah
konjektur. Selanjutnya berdasarkan pengalaman penulis dalam mengajar
matematika di kelas XI pada siswa SMK Pelita Jatibarang dari tahun 2010
kebanyakan siswa yang nilainya di atas KKM (Kriterian Ketuntasan Minimu)
adalah siswa yang pemahaman konsepnya bagus dan mereka mampu
mengkoneksikan materi-materi yang telah diajarkan secara baik. Berbeda
halnya dengan siswa tersebut kurang memahami konsep dan siswa tidak
mampu mengkoneksikan konsep dari materi-materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Tidak memahami konsep dengan benar menyebabkan siswa
mudah lupa dengan materi yang diajarkan sebelumnya.
Data Nilai Ulangan Harian Siswa Kelas XI
Siswa SMK Pelita Jatibarang
Tahun

Rata-rata NUH
Rata-rata NUH
KKM
KKM
Pelajaran
Kelas XI MM
Kelas XI PM
2012 / 2013
73
72
73
71
2013 / 2014
75
74
75
74
Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin melakukan penelitian
dengan judul “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan
Kemampuan Disposisi Matematis Siswa SMK melalui Pembelajaran Konflik

Kognitif”.

3

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diambil rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang
belajar dengan pembelajaran konflik kognitif lebih baik dibandingkan
dengan pembelajaran konvensional berdasarkan kemampuan prasyarat
siswa (tinggi, sedang dan rendah)?
2. Bagaimana kualitas kemampuan berpikir kritis matematis siswa
berdasarkan kemampuan prasyarat siswa (tinggi, sedang dan rendah)?
3. Apakah peningkatan kemampuan disposisi matematis siswa yang belajar
dengan pembelajaran konflik kognitif lebih baik dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional berdasarkan kemampuan prasyarat siswa
(tinggi, sedang dan rendah)?
4. Bagaimana kualitas kemampuan disposisi matematis siswa berdasarkan
kemampuan prasyarat siswa (tinggi, sedang dan rendah)?
5. Bagaimana aktivitas siswa pada pembelajaran dengan menggunakan

pembelajaran konflik kognitif?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis
siswa yang belajar dengan pembelajaran konflik kognitif lebih baik
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional berdasarkan
kemampuan prasyarat siswa (tinggi, sedang dan rendah).
2. Untuk memperoleh deskripsi kualitas kemampuan berpikir kritis
matematis siswa berdasarkan kemampuan prasyarat siswa (tinggi, sedang
dan rendah).
3. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan disposisi matematis siswa
yang belajar dengan pembelajaran konflik kognitif lebih baik
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional berdasarkan
kemampuan prasyarat siswa (tinggi, sedang dan rendah).
4. Untuk memperoleh deskripsi kualitas kemampuan disposisi matematis
siswa berdasarkan kemampuan prasyarat siswa (tinggi, sedang dan
rendah).
5. Untuk memperoleh deskripsi aktivitas pembelajaran kemampuan berpikir
kritis matematis siswa yang belajar dengan pembelajaran konflik kognitif

dengan pembelajaran konvensional.
D. Kajian Pustaka
1. Disposisi Matematis
Wardani (2008), mendefinisikan disposisi matematis adalah
ketertarikan dan apresiasi terhadap matematika yaitu kecenderungan
untuk berpikir dan bertindak dengan positif, termasuk kepercayaan diri,
keingintahuan ketekunan, antusias dalam belajar, gigih menghadapi
permasalahan fleksibel, mau berbagi dengan orang lain, dan reflektif

4

dalam kegiatan matematik (doing math). Sedangkan menurut Mulyana
(2008), disposisi terhadap matematika adalah perubahan kecenderungan
siswa dalam memandang dan bersikap terhadap matematika, serta
bertindak ketika belajar matematika. Misalnya, ketika siswa dapat
menyelesaikan permasalahan non rutin, sikap dan keyakinannya sebagai
seorang pelajar menjadi lebih positif. Makin banyak konsep matematika
dipahami makin yakinlah bahwa matematika itu dapat dikuasainya.
Menurut Sumarmo (2010), disposisi matematis adalah keinginan,
kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar

matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika. Menurut
Maxwell (2001), disposisi terdiri dari (a) inclination (kecenderungan),
yaitu bagaimana sikap siswa terhadap tugas-tugas; (b) sensitivity
(kepekaan), yaitu bagaimana kesiapan siswa dalam menghadapi tugas; (c)
ability (kemampuan), yaitu bagaimana siswa fokus untuk menyelesaikan
tugas secara lengkap; dan (d) enjoyment (kesenangan), yaitu bagaimana
tingkahlaku siswa dalam menyelesaikan tugas.
Disposisi matematis siswa dikatakan baik jika siswa tersebut
menyukai masalah-masalah yang merupakan tantangan serta melibatkan
dirinya secara langsung dalam menemukan atau menyelesaikan masalah.
Selain itu, siswa merasakan dirinya mengalami proses belajar saat
menyelesaikan tantangan tersebut. Dalam prosesnya siswa merasakan
munculnya kepercayaan diri, pengharapan dan kesadaran untuk melihat
kembali hasil berpikirnya.
Untuk mengukur disposisi matematis siswa diperlukan beberapa
indikator. Adapun beberapa indikator yang dinyatakan oleh NCTM (1989)
adalah:
a) Kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah matematika,
mengkomunikasikan ide-ide dan memberi alasan
b) Fleksibilitas dalam mengeksplorasi ide-ide matematis dan mencoba

berbagai metode alternatif untuk memecahkan masalah
c) Bertekad kuat untuk menyelesaikan tugas-tugas matematika
d) Ketertarikan, keingintahuan, dan kemampuan untuk menemukan
dalam mengerjakan matematika
e) Kecenderungan untuk memonitor dan merefleksi proses berpikir dan
kinerja diri sendiri
f) Menilai aplikasi matematika dalam bidang lain dan dalam kehidupan
sehari-hari
g) Penghargaan peran matematika dalam budaya dan nilanya, baik
matematika sebagai alat, maupun matematika sebagai bahasa
Sedangkan menurut Syaban (2008) menyatakan, untuk mengukur
disposisi matematis siswa indikator yang digunakan adalah sebagai
berikut :
a) Menunjukkan gairah atau antusias dalam belajar matematika
b) Menunjukkan perhatian yang serius dalam belajar matematika
c) Menunjukkan kegigihan dalam menghadapi permasalahan

5

d) Menunjukkan rasa percaya diri dalam belajar dan menyelesaikan

masalah
e) Menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi
f) Menunjukkan kemampuan untuk berbagi dengan orang lain
Berdasarkan indikator-indikator disposisi matematis yang
dikemukakan di atas, indikator disposisi matematis dapat disimpulkan
sebagai berikut :
a) Kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah matematika,
mengkomunikasikan ide-ide dan memberi alasan
b) Fleksibel dalam mengeksplorasi ide-ide matematis dan mencoba
berbagai metode untuk memecahkan masalah
c) Bertekad kuat untuk menyelesaikan tugas-tugas matematika
d) Ketertarikan dan keingintahuan untuk menemukan sesuatu yang baru
dalam mengerjakan matematika
e) Kecenderungan untuk memonitor dan merefleksi proses berpikir dan
kinerja
f) Mengaplikasikan matematika dalam bidang lain dan dalam kehidupan
sehari-hari
g) Penghargaan peran matematika dalam kultur dan nilai, baik
matematika sebagai alat, maupun matematika sebagai bahasa.
2. Kemampuan Berpikir Kritis

Kemampuan berpikir kritis mempunyai berbagai macam, salah
satunya adalah berpikir kritis. Kata kritis berasal dari bahasa Yunani, yaitu
kritikos dan kriterion (Ennis dalam Komalasari, 2011). Kritikos bermakna
mempertimbangkan, sedangkan kriterion bermakna standar atau ukuran
baku. Sehingga secara etimologis kritis bermakna pertimbangan yang
didasarkan pada suatu standar. Bila dikaitkan dengan kata berpikir, maka
kata berpikir kritis secara etimologi, bermakna berpikir yang ditujukan
untuk memberi pertimbangan dengan menggunakan standar tertentu.
Banyak pendapat atau definisi tentang berpikir kritis yang
dijelaskan oleh para ahli. Menurut Ennis, berpikir kritis adalah berpikir
rasional dan reflektif yang difokuskan pada apa yang diyakini dan
dikerjakan. Rasional berarti memiliki keyakinan dan pandangan yang
didukung oleh bukti yang tepat, aktual, cukup, dan relevan. Sedangakan
reflektif berarti mempertimbangkan secara aktif, tekun dan hati-hati
segala alternatif sebelum mengambil keputusan.
Menurut Halpern (Syukur, 2004), berpikir kritis merupakan
penggunaan strategi kognitif. Oleh karena itu, beberapa definisi berpikir
kritis menyebutkan aspek kognitif yang digunakan dalam berpikir kritis.
Paul dan Scriven (Haussobah, 2004), menjelaskan aspek-aspek kognitif
yang digunakan dalam berpikir kritis, yaitu komponen aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi, sebagaimana dikemukakannya bahwa :
...critical thinking is the disciplined process of actively and
skillfully conceptualizing, applying, analyzing, synthesizing, and/or
evaluating information gathered from or generated by observation,

6

experience, reflection, reasoning, or communication, as guide to belief
and action.
Glazer (Komalasari, 2011), menyatakan bahwa berpikir kritis
dalam matematika adalah keterampilan kognitif dan disposisi untuk
menggabungkan pengetahuan, penalaran, serta strategi kognitif dalam
membuat generalisasi, membuktikan, dan mengevaluasi situasi matematik
yang tidak dikenali dengan cara reflektif.
Menurut Glaser, indikator-indikator berpikir kritis adalah sebagai
berikut :
a. Mengenal masalah
b. Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalahmasalah itu
c. Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan
d. Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan
e. Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas
f. Menganalisa data
g. Menilai fakta dan mengevaluasi pertanyaan-pertanyaan
h. Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah
i. Menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang
diperlukan
j. Menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang
seseorang ambil
k. Menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan
pengalaman yang lebih luas.
l. Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas
tertentu dalam kehidupan sehari-hari
Menurut Ennis, indikator kemampuan berpikir kritis dapat
diturunkan dari aktivitas kritis siswa meliputi :
a. Mencari pertanyaan yang jelas dari pertanyaan
b. Mencari alasan
c. Berusaha mengetahui informasi dengan baik
d. Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya
e. Memerhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan
f. Berusaha tetap relevan dengan ide utama
g. Meningat kepentingan yang asli dan mendasar
h. Mencari alternatif
i. Bersikap dan berpikir terbuka
j. Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan
sesuatu
k. Mencari penjelasaan sebanyak mungkin
l. Bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian dari keseluruhan
masalah

7

3. Pembelajaran Konflik Kognitif
Piaget (Meika, 2013), menyatakan bahwa perkembangan manusia
dikendalikan oleh dua fungsi biologis utama yaitu organization dan
adption. Piaget (Meika, 2013), mendefinisikan organization sebagai usaha
mengelompokkan perilaku yang terpisah-pisah ke dalam urutan yang
teratur, ke dalam sistem fungsi kognitif, dimana organization membentuk
struktur kognitif yang disebut skema. Sedangkan adaption menurut Piaget
(Meika, 2013), merupakan sebuah fungsi untuk menyesuaikan individu
terhadap lingkungan dimana individu itu tinggal dan didalamnya meliputi
dua proses yang tak terpisahkan yaitu asimilasi dan akomodasi. Piaget
berpendapat bahwa ketika seorang siswa menyadari adanya konflik
kognitif (disequilibrium) maka kesadarannya itu akan mendorong siswa
untuk menyelesaikan konflik tersebut. Proses penyelesaian konflik
tersebut sebagai proses equilibrasi yang terjadi melalui proses asimilasi
dan akomodasi.
Piaget (Meika, 2013), mendefinisikan asimilasi sebagai sebuah
proses yang menggabungkan pengetahuan yang baru ke dalam skema
yang dimiliki individu yang sudah ada. Sementara akomodasi diartikan
sebagai usaha untuk menyelesaikan skema yang sudah ada atau
menciptakan skema yang baru untuk menyesuaikan pengalaman atau
informasi yang baru. Piaget (Meika, 2013), berpendapat bahwa ada
gerakan yang kuat antara keadaan ekuilibrium kognitif dan disekuilibrium
saat asimilasi dan akomodasi bekerjasama dalam menghasilkan perubahan
kognitif.
Mischel (Ismaimuza, 2010), mendefinisikan konflik kognitif adalah
suatu situasi dimana kesadaran seorang individu mengalami
ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan terjadi karena adanya informasi
yang bertentangan dengan informasi yang telah dimilikinya dan tersimpan
dalam struktur kognitifnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat didefinisikan bahwa
pembelajaran konflik kognitif merupakan pembelajaran yang
memanfaatkan konflik pada kognitif siswa untuk menuju ekuilibrium baru
melalui proses asimilasi dan akomodasi. Adapun langkah-langkah
pembelajaran konflik kognitif adalah sebagai berikut :
a. Orientasi
Pada tahap ini, guru membuka pelajaran dengan memberikan uraian
singkat mengenai materi dan tujuan pembelajaran.
b. Pemunculan gagasan
Pada tahap ini, siswa mengekploitasi mengenai konsep tentanng
materi. Gagasan ini merupakan konsepsi awal siswa.
c. Penyusunan gagasan
Pada tahap ini, guru memunculkan situasi konflik dengan mengajukan
pertanyaan yang multi representasi.
d. Penyusunan ulang gagasan
Pada tahap ini, siswa menyusun kembali gagasan yang diperoleh dari
langkah ketiga melalui pertukaran gagasan (diskusi) dengan teman

8

belajarnya, jika belum menemukan hasil maka guru membantu
mengarahkan pada konsep yang benar.
e. Penerapan gagasan
Pada tahap ini, siswa menerapkan konsep untuk menyelesaikan
masalah-masalah rutin dan non-rutin yang terkait dengan konsep yang
diperoleh pada langkah keempat.
E. Metode Penelitian
1. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode
penelitian mix-method dengan strategi embedded konkuren. Mix-method
adalah perpaduan antara metode kualitatif dan kuantitatif. Mix-method
dengan strategi embedded konkuren adalah mix-method yang
menggunakan prosedur-prosedur dalam penelitiannya mempertemukan
atau menyatukan data kualitatif dan kuantitatif untuk memperoleh analisis
komprehensip dari masalah penelitian. Dalam strategi ini, pengumpulan
data dalam satu waktu, kemudian menggabungkannya menjadi satu
informasi dalam interprestasi hasil keseluruhan.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih metode kualitatif sebagai
metode sekunder yang ditancapkan (embedded) ke dalam metode
kuantitatif sebagai metode yang lebih domain. Untuk lebih jelasnya
berikut diberikan model visual dari strategi metode penelitian embedded
konkuren pada gambar 2 berikut (Sugiono, 2012) :
kuan
kual

Analisis penemuan
Gambar 2. Strategi Embedded Konkuren
Adapun desain penelitian disajikan pada tabel berikut :
Tabel 1. Desain Penelitian Randomized Control Group Pretest-Postest
Kelompok
Pretest
Treatment
Postest
Eksperimen
O
X
O
Kontrol
O
O
Sumber: Ruseffendi, 1998

2. Variabel Penelitian
Data yang akan dikumpulkan berupa data nilai skor tes kemampuan
disposisi matematis dan berpikir kritis matematik dengan pembelajaran
konflik kognitif, oleh karena itu variabel-variabel dalam penelitian ini
terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Adapun yang menjadi
variabel bebas dari penelitian ini adalah pembelajaran konflik kognitif dan

9

pembelajaran konvensional, sedangkan variabel terikat adalah
kemampuan disposisi matematis dan berpikir kritis matematik.
3. Instrumen Penelitian
a. Tes
Tes dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pretes dan postes. Uji
coba instrument dilakukan terhadap kelas XI MM di sekolah yang
dijadikan tempat penelitian dengan mempertimbangkan kemampuan
siswa yang serupa dengan kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. Analisis Data Uji Coba
Setelah hasil uji coba terkumpul, lalu dilakukan analisis atas
data itu untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda, indeks
kesukaran tiap butir soal (Ruseffendi, 1998).
c. Teknik Analisis Data Penelitian
1) Data kuantitatif
a) Tes
Data tes diperoleh dari hasil tes yang dilaksanakan diawal
pembelajaran (pretest) dan tes diakhiri pembelajaran (postest),
dari kedua hasil ini kemudian dilihat peningkatan aspek
kognitif siswa. Analisis statistik atas data pretes dan postes
adalah uji normalitas, uji homogenitas, dan ANOVA dua jalur.
b) Pengolahan Data Korelasi
Hasil perhitungan berdasarkan data postes dan daya kreatif
matematik, adapun alat untuk mengolahnya adalah melalui
program SPSS 17 for windows.
c) Data Gain Normal
Untuk memberikan mutu peningkatan prestasi belajar,
digunakan gain normal dengan menggunakan rumus (Hake,
1998):
s k∨ postes−s k∨ pretes
Gain Normal ( N −g )=
s k∨ideal−s k∨ pretes
Tabel 2. Indikator Gain Normal
Skor
Interprestasi
N−g ≤ 0,7
Tinggi
0,3 ≤ N −g