Prinsip prinsip Dalam Pembuatan Akad Sya
PRINSIP-PRINSIP DALAM PEMBUATAN AKAD SYARIAH
Makalah disusun oleh:
Siti Aisyah 1110046100023
Fathiyah Romdhoni 1110046100025
Fajri Hassan 1110046100096
Dosen Pembimbing:
H. Saefuddin Arif, SH, MH
Jurusan Ekonomi Islam
Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
1435 H/2013
PEMBAHASAN
Dalam
penyusunan akta
akad
syariah,
seorang drafter
(penyusun) harus
memperhatikan beberapa prinsip yang diambil dari Al- qur’an dan as-sunnah, perundangundangan, yurispudensi, dan peraturan yang tidak bertentangan dengan syariah. Selain itu,
karena akta akad syariah dibuat diindonesia, ia juga dituntut untuk mematuhi beberapa
prinsip akad atau perjanjian yang selama ini berlaku.
A. Berikut ini akan diuraikan beberapa prinsip pembuatan akta akad syariah:
a. Al- hurriyah (kebebasan)
Asas ini merupakan prinsip dasar dalam hukum perjanjian islam, dalam artian para
pppihak bebas membuat suatu perjanjian atau akad. Bebas dalam menentukan objek
perjanjian dan bebas menentukan dengan siapa ia akan membuat perjanjian, serta
bebas menentukan bagaimana cara menentukan penyelesaian sengketa jika terjadi
dikemudian hari. Asas kebebasan berakad didalam hukum islam dibatasi oleh
ketentuan syariah islam dalam membuat perjanjian ini tidak boleh ada unsur paksaan
kekhilafan dan penipuan.
b. Musawamah (persamaan atau kesetaraan)
Asas ini mengandung pengertian bahwa para pihak mempunyai kedudukan yang
sama, sehingga dalam menentukan term and condition dari suatu akad/ atau perjanjian
setiap pihak mempunyai kesetaraan atau kedudukan yang seimbang. Oleh karena itu,
dilarang penentuan isi akad oleh sepihak atau berdasarkan kemauan pihak yang kuat
posisinya.
c. Al- adalah (keadilan)
Adil adalah memberikan atau meletakkan sesuatu dengan proporsinya atau tempatnya.
Keadilan dalam islam mendapatkan penekanan dalam banyak ayat al- qur’an dan
hadist nabi SAW. Atas dasar prinsip keadilan, para pihak dalam pelaksanaan akad
dituntut untuk melakukan yang benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan.
Keadilan juga menuntut para pihak menerima hak dan melaksanakan kewajiban
secara berimbang sesuai dengan prestasi dan kompensasinya. Disamping itu,
pelaksanaan akad harus senantiasa mendatangkan keuntungan yang adil dan seimbang
serta tidak boleh mendatangkan kerugian bagi salah satu pihak.
d. Al- ridho (kerelaan)
Prinsip ini menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar
kerelaan antara masing- masing pihak, harus didasarkan pada kesepakatan bebas dari
para pihak dan tidak boleh ada unsur paksaan, tekanan dan penipuan.
e. As- shidq (kebenaran dan kejujuran)
Bahwa didalam islam setiap orang dilarang melakukan kebohongan dan penipuan,
karena dengan adanya penipuan/ kebohongan sangat berpengaruh dalam keabsahan
perjanjian/ akad. Perjanjian yang didalamnya mengandung unsur kebohongan/
penipuan, memberikan hak kepada pihak lain untuk proses perjanjian akad tersebut.
f. Al- kitabah (tertulis)
Bahwa setiap perjanjian hendaknya dibuat secara tertulis. Hal ini penting dilakukan
untuk kepentingan pembuktian jika dikemudian hari terjadi sengketa. Dalam islam
ketika seseorang membuat akad atu perjanjian dengan pihak lainnya, dianjurkan untuk
dituangkan dalam bentuk tulisan dan diperlukan kehadiran saksi- saksi. Hal ini sangat
penting khususnya bagi akad- akad yang membutuhkan pengaturan yang komplek
seperti akad bidang perdagangan dan sebagainya. Pembuatan perjanjian secara
tertulis, juga akan sangat bermanfaat ketika dikemudian hari timbul sengketa terhadap
alat bukti tertulis mengenai sengketa yang terjadi.
B. Hal-hal Yang Harus diperhatikan dalam Pembuatan Akad
Dalam pembuatan akad ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh berbagai pihak
yang membuat akta. Baik dari sisi jumlah harta/ objek maupun jenis akadnya. Hal yang perlu
diperhatikan tersebut ada 4 hal yaitu:
1. Identifikasi para pihak
Para pihak yang melakukan akad harus jelas dan memiliki kemampuan dalam
menjalani hukum yang terdapat pada akad. Dalam Islam orang yang boleh
berakad adalah mereka yang baligh dan berakal. Dalam undang-undang KUH
perdata orang yang dianggap cakap dalam hukum adalah mereka yangtelah
dewasa atau sudah kawin. Ukuran dewasa dalam undang-undang adalah berumur
21 tahun.
2. Perpajakan
Dalam melakukan kontrak bisnis dengan kaitannya membuat akta pelu
diperhatikannya perpajakan atas objek barang yang diakadkan. Macam-macam
pajak yang perlu diketahui berkaitan dengan objek barang ialah:
1. Pajak Bumu dan Bangunan (PBB)
2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/ atau Bangunan (BPHTB)
3. Pajak Penghasilan (PPh), dan
4. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
3. Hak kepemilikan yang sah
Dalam melakukan transaksi objek barang, calon pembeli harus mengetahu dengan
jelas informasi mengenai identitas kepemilikan barang oleh penjual. Dalam hal ini
calon pembeli harus teliti dalam memeriksa usrat-surat maupun sertifikat yang
dimiliki oleh penjual. Untuk mobil maupun kendaraan bermotor calon pembeli
dapat memeriksa BPKB. Ataupun untuk memeriksa kepemilikan tanah dapat
memeriksa sertifikat tanah yang telah ditandatangani oleh BPN (Badan Perthanan
Nasional).
4. Pilihan hukum
Dalam melakukan bisnis syariah, sebaiknya pihak yang berakad memperhatikan
syarat dan rukun sahnya melakukan transaksi. Karena yang berakad berada di
Indonesia, maka peraturan yang menyangkut kegiatan berakad perlu diperhatikan
juga agar kelak kedepannya tidak terjadi perselisihan dalam transaksi.
KESIMPULAN
Dalam pembuatan akad syariah sudah selayaknya pihak yang terkait memahami prinsipprinsip akad yang berlaku. Begitu pula dengan ketentuan-ketentuan yang perlu diperhatikan yang
menyangkut sah tidaknya akad suatu kontrak dijalankan, agar kelak dalam masa terjadinya kontrak
tidak terjadi penyelewengan hak dan kewajiban.
Makalah disusun oleh:
Siti Aisyah 1110046100023
Fathiyah Romdhoni 1110046100025
Fajri Hassan 1110046100096
Dosen Pembimbing:
H. Saefuddin Arif, SH, MH
Jurusan Ekonomi Islam
Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
1435 H/2013
PEMBAHASAN
Dalam
penyusunan akta
akad
syariah,
seorang drafter
(penyusun) harus
memperhatikan beberapa prinsip yang diambil dari Al- qur’an dan as-sunnah, perundangundangan, yurispudensi, dan peraturan yang tidak bertentangan dengan syariah. Selain itu,
karena akta akad syariah dibuat diindonesia, ia juga dituntut untuk mematuhi beberapa
prinsip akad atau perjanjian yang selama ini berlaku.
A. Berikut ini akan diuraikan beberapa prinsip pembuatan akta akad syariah:
a. Al- hurriyah (kebebasan)
Asas ini merupakan prinsip dasar dalam hukum perjanjian islam, dalam artian para
pppihak bebas membuat suatu perjanjian atau akad. Bebas dalam menentukan objek
perjanjian dan bebas menentukan dengan siapa ia akan membuat perjanjian, serta
bebas menentukan bagaimana cara menentukan penyelesaian sengketa jika terjadi
dikemudian hari. Asas kebebasan berakad didalam hukum islam dibatasi oleh
ketentuan syariah islam dalam membuat perjanjian ini tidak boleh ada unsur paksaan
kekhilafan dan penipuan.
b. Musawamah (persamaan atau kesetaraan)
Asas ini mengandung pengertian bahwa para pihak mempunyai kedudukan yang
sama, sehingga dalam menentukan term and condition dari suatu akad/ atau perjanjian
setiap pihak mempunyai kesetaraan atau kedudukan yang seimbang. Oleh karena itu,
dilarang penentuan isi akad oleh sepihak atau berdasarkan kemauan pihak yang kuat
posisinya.
c. Al- adalah (keadilan)
Adil adalah memberikan atau meletakkan sesuatu dengan proporsinya atau tempatnya.
Keadilan dalam islam mendapatkan penekanan dalam banyak ayat al- qur’an dan
hadist nabi SAW. Atas dasar prinsip keadilan, para pihak dalam pelaksanaan akad
dituntut untuk melakukan yang benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan.
Keadilan juga menuntut para pihak menerima hak dan melaksanakan kewajiban
secara berimbang sesuai dengan prestasi dan kompensasinya. Disamping itu,
pelaksanaan akad harus senantiasa mendatangkan keuntungan yang adil dan seimbang
serta tidak boleh mendatangkan kerugian bagi salah satu pihak.
d. Al- ridho (kerelaan)
Prinsip ini menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar
kerelaan antara masing- masing pihak, harus didasarkan pada kesepakatan bebas dari
para pihak dan tidak boleh ada unsur paksaan, tekanan dan penipuan.
e. As- shidq (kebenaran dan kejujuran)
Bahwa didalam islam setiap orang dilarang melakukan kebohongan dan penipuan,
karena dengan adanya penipuan/ kebohongan sangat berpengaruh dalam keabsahan
perjanjian/ akad. Perjanjian yang didalamnya mengandung unsur kebohongan/
penipuan, memberikan hak kepada pihak lain untuk proses perjanjian akad tersebut.
f. Al- kitabah (tertulis)
Bahwa setiap perjanjian hendaknya dibuat secara tertulis. Hal ini penting dilakukan
untuk kepentingan pembuktian jika dikemudian hari terjadi sengketa. Dalam islam
ketika seseorang membuat akad atu perjanjian dengan pihak lainnya, dianjurkan untuk
dituangkan dalam bentuk tulisan dan diperlukan kehadiran saksi- saksi. Hal ini sangat
penting khususnya bagi akad- akad yang membutuhkan pengaturan yang komplek
seperti akad bidang perdagangan dan sebagainya. Pembuatan perjanjian secara
tertulis, juga akan sangat bermanfaat ketika dikemudian hari timbul sengketa terhadap
alat bukti tertulis mengenai sengketa yang terjadi.
B. Hal-hal Yang Harus diperhatikan dalam Pembuatan Akad
Dalam pembuatan akad ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh berbagai pihak
yang membuat akta. Baik dari sisi jumlah harta/ objek maupun jenis akadnya. Hal yang perlu
diperhatikan tersebut ada 4 hal yaitu:
1. Identifikasi para pihak
Para pihak yang melakukan akad harus jelas dan memiliki kemampuan dalam
menjalani hukum yang terdapat pada akad. Dalam Islam orang yang boleh
berakad adalah mereka yang baligh dan berakal. Dalam undang-undang KUH
perdata orang yang dianggap cakap dalam hukum adalah mereka yangtelah
dewasa atau sudah kawin. Ukuran dewasa dalam undang-undang adalah berumur
21 tahun.
2. Perpajakan
Dalam melakukan kontrak bisnis dengan kaitannya membuat akta pelu
diperhatikannya perpajakan atas objek barang yang diakadkan. Macam-macam
pajak yang perlu diketahui berkaitan dengan objek barang ialah:
1. Pajak Bumu dan Bangunan (PBB)
2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/ atau Bangunan (BPHTB)
3. Pajak Penghasilan (PPh), dan
4. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
3. Hak kepemilikan yang sah
Dalam melakukan transaksi objek barang, calon pembeli harus mengetahu dengan
jelas informasi mengenai identitas kepemilikan barang oleh penjual. Dalam hal ini
calon pembeli harus teliti dalam memeriksa usrat-surat maupun sertifikat yang
dimiliki oleh penjual. Untuk mobil maupun kendaraan bermotor calon pembeli
dapat memeriksa BPKB. Ataupun untuk memeriksa kepemilikan tanah dapat
memeriksa sertifikat tanah yang telah ditandatangani oleh BPN (Badan Perthanan
Nasional).
4. Pilihan hukum
Dalam melakukan bisnis syariah, sebaiknya pihak yang berakad memperhatikan
syarat dan rukun sahnya melakukan transaksi. Karena yang berakad berada di
Indonesia, maka peraturan yang menyangkut kegiatan berakad perlu diperhatikan
juga agar kelak kedepannya tidak terjadi perselisihan dalam transaksi.
KESIMPULAN
Dalam pembuatan akad syariah sudah selayaknya pihak yang terkait memahami prinsipprinsip akad yang berlaku. Begitu pula dengan ketentuan-ketentuan yang perlu diperhatikan yang
menyangkut sah tidaknya akad suatu kontrak dijalankan, agar kelak dalam masa terjadinya kontrak
tidak terjadi penyelewengan hak dan kewajiban.