Teori Perkembangan Anak Usia Dini

Teori Perkembangan Anak Usia Dini

A. Hakikat Perkembangan Anak Usia Dini
Perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat kumulatif, yang artinya
perkembangan terdahulu akan menjadi dasar perkembangan selanjutnya. Oleh sebab itu, jika
terjadi hambatan pada perkembangan terdahulu maka perkembangan selanjutnya cenderung
akan menjadi hambatan.
Anak usia dini berada dalam masa keemasan dalam sepanjang perkembangan
manusia. Montessori mengatakan bahwa masa ini merupakan periode sensitif dimana anak
secara mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkungannya. Pada masa peka inilah terjadi
pematangan fungsifungsi fisik dan psikis sehingga anak siap merespon dan mewujudkan semua tugas-tugas
perkembangan yang diharapkan muncul pada pola perilakunya sehari-hari.
Berdasarkan teori perkembangan anak, diyakini bahwa setiap anak lahir dengan lebih
dari satu bakat. Untuk itulah anak perlu diberikan pendidikan yang sesuai dengan
perkembangannya dengan cara memperkaya lingkungan bermainnya. Orang dewasa perlu
memberi peluang pada anak untuk menyatakan diri, berekspresi, berkreasi, dan menggali
sumber-sumber terunggul pada anak. Untuk itu, paradigma baru bagi ana usia dini atau anak
prasekolah adalah harus berorientasi pada anak (student centered) dan prlahan-lahan
menyeimbangkan dominasi pendekatan lama yang berpusat pada guru (teacher centered).
Pada hakitkatnya anak adalah makhluk individu yang membangun sendiri
pengetahuannya. Anak lahir membawa sejumlah potensi yang siap untuk

ditumbuhkembangkan asalkan lingkungan menyiapkan situasi dan kondisi yang dapat
merangsang kemunculan dari potensi yang tersembunyi tersebut.
Berdasarkan tinjauan aspek pedagogis, masa usia dini merupakan masa pondasi awal
bagi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Diyakini bahwa masa kanak-kanak yang
bahagia merupakan dasar bagi keberhasilan di masa mendatang dan sebaliknya. Jadi, agar
tumbuh kembangnya tercapai secara optimal dibutuhkan situasi dan kondisi yang kondusif
pada saat memberikan stimulus dan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan minat
anak.

Secara teoritis berdasarkan aspek perkembangannya, seorang anak dapat belajar
dengan sebaik-baiknya apabila kebutuhan fisiknya terpenuhi dan mereka merasa aman dan
nyaman secara psikologis.

B. Teori Pertumbuhan dan Perkembangan
1. Teori Behaviorisme
Watson, Thorndike, dan Skinner adalah ahli behaviorisme yang terkenal. Skinner
identik dengan teori stimulus-respon dan operant conditioning. Unsur-unsurnya meliputi
bantuan dan hukuman. Kalau dalam classical conditioning, seorang anak diberikan stimulus
dan suatu penghargaan dan mengharapkan penghargaan kapan saja stimulus diperkenalkan.
Kalau dalam operant conditioning perilaku sudah mendahului penguatan tersebut.

Seperti percobaan pada tikus dan pedal dalam skinner box yang sudah kita pelajari
sebelumnya. Jika seorang anak melengkapi suatu tugas dan memperlihatkan perilaku yang
diinginkan, guru dapat menguatkan perilaku tersebut dengan memberi pujian,dsb. Penguatan
negatif dapat diberikan untuk melepaskan anak dari tindakan atau situasi yang tidak
menyenangkan. Contohnya, dengan memberikan “time out” pada anak, atau distrap.
Operant conditioning dapat digunakan untuk membentuk suatu perilaku dengan cara
menyediakan bantuan ketika perilaku anak semakin menjauh dari tujuannya. Membentuk
perilaku melibatkan kompunen berikut:
 Mengarahkan perilaku yang diinginkan tersebut.
 Perbaikan dari suatu dasar terhadap perilaku.
 Memilih penguatan.
 Menerapkan sistem penguatan secara sistematis.
Perilaku negatif dapat dikurangi dengan sikap orang dewasa yang tidak mendukung
atau mengacuhkan perilaku anak yang tidak baik. Tujuan akhir dari teori ini adalah untuk
semakin meningkatkan perilaku yang diinginkan untuk memberikan penghargaan pada anak,
sehingga guru atau orang tua tidak perlu memberikan penghargaan secara terus menerus.
Teori behavioris lebih terkait bagaimana anak berkembang secara sosial, emosional, dan
intelektual.
2. Teori Maturationis
Teori maturationis (kematangan) pertama kali ditemukan oleh Hll, Rousseau dan

Gessel dimana ketiganya percaya bahwa anak harus diberi kesempatan berkembang.
Menurut teori ini, pengalaman memainkan peranan yang sangat penting dalam
perkembangan. Hal ini dipandang lebih baik dari teori behaviorisme.
Teori maturationis meyakini bahwa perkembangan fisik, sosial, intelektual,
emosional, mengikuti tahapan perkembangan dari setiap anak yang pada dasarnya berbedabeda. Mereka percaya bahwa setiap anak akan mengembangkan potensi mereka apabila
mereka ditempatkan pada suatu lingkungan yang optimal dan perkembangan mereka akan
menjadi lambat apabila lingkungan tidak sesuai.
Teori maturationis menyatakan bahwa anak-anak akan mempunyai kesukaran
disekolah apabila mereka “salah ditempatkan” dimana anak ditempatkan pada kelas yang
memiliki tingkatan yang berbeda dengan tingkatan perkembangan si anak. Teori ini
menekankan tahapan perkembangan si anak lebih penting dari sekedar penghargaan,
hukuman, dll.
3. Teori Interaksi
Teori interaksi atau perkembangan ditemukan oleh Piaget. Piaget percaya bahwa
anak-anak itu membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan. Anak-anak

bukan merupakan objek penerima pengetahuan yang pasif, melainkan mereka dengan aktif
melakukan pengaturan pengalaman mereka ke dalam struktur mental yang kompleks.
Selanjutnya Piaget menguraikan tentang pemikiran anak-anak mengenai konsep
asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan. Asimilasi terjadi ketika anak melakukan

pencocokan informasi ke kategori yang ada. Jika anak diberikan pengetahuan tentang anjing,
contoh tersebut akan dimasukkan ke kategori yang sudah ada. Jika kemudian diberikan
pengetahuan tentang kucing, maka anak akan meciptakan suatu kategori baru dimana bukan
hanya anjing hewan berbulu yang dapat digendong dan ditimang. Menciptakan suatu kategori
baru adalah bagian dari akomodasi anak yang mana anak secepatnya menciptakan suatu
struktur mental yang berkaitan dengan semua hewan yang ada.
Keseimbangan adalah merupakan bagian akhir dari sisa yang mencapai semua
informasi dan pengalaman, yang kapan saja dapat dicocokan ke dalam suatu bagan yang baru
diciptakan untuk hal tersebut. Keseimbangan ini berumur sangat pendek, sebagai suatu
informasi dan pengalaman yang baru yang secara konstan ditemui oleh anak. Keseimbangan
adalah proses dari pergerakan dari keadaan ketidakseimbangan kepada keadaan seimbang.
Pendukung teori Piagetian menggolongkan pengetahuan sebagai berikut yaitu
perkembangan fisik, sosial, atau logika-matematika. Istilah yang digunakan dalam literatur
untuk menguraikan kategori ini adalah meta-knowledge. Jika seorang anak memahami
tentang sistem nomor, jumlah, maka ia juga memahami pengetahuan lain yang tidak bersifat
sosial, fisik, atau logika-matematika.
Wadsworth menguraikan tentang defenisi belajar dalam terminologi para pengikut
Piagetian: ada dua penggunaan. Penggunaan pertama, disebut sebagi makna di dalam
pengertian yang luas, dimana bersinonim dengan kata perkembangan. Penggunaan kedua,
adalah mengenai hal-hal yang lebih dangkal. Hal ini mengacu pada pengadaan informasi

yang spesifik dari lingkungan, yang berasimilasi dalam suatu bagan yang ada. Bagi teori
behavioristik, mengatakan memori dihafal tanpa berpikir. Sedangkan pada teori Poaget,
belajar melibatkan konstruksi dan pengertian.
4. Teori Psikoanalisis
Sigmund Freud, bapak dari teori psikoanalitical, yang menggambarkan
perkembangan dan pertumbuhan anak. Di dalam terminologi dikatakan bahwa anak-anak
bergerak melalui langkah-langkah yang berbeda dengan tujuan untuk mencari kepuasan yang
berasal dari sumber yang berbeda, di mana mereka juga harus berusaha untuk
menyeimbangkan keadaan tersebut dengan harapan orang tua. Mekanisme pertahanan diri
diciptakan untuk tujuan agar dapat berhubungan dengan ketertarikan. Kebanyakan orang
belajar untuk mengendalikan perasan mereka dan juga berusaha agar dapat diterima di dalam
lingkungan sosial serta untuk mengintegrasi diri mereka.
5. Teori Pengaruh
Berbagai teori yang berbeda mengemukakan sudut pandang mereka yang berbeda
dalam hal menginterpretasikan pengamatan yang sudah mereka lakukan terhadap anak-anak
ketika mereka tumbuh dan berkembang. Seorang anak akan berkembang secara menyeluruh.
Perkembangan di suatu area pasti memengaruhi perkembangan di area lain. Sebagai contoh,
ketika anak menjadi gesit ia membuka lebih banyak lagi hal-hal lain dari berbagai
kemungkinan untuk melakukan eksplorasi dan belajar tentang lingkungan. Anak-anak yang
merasakan bahwa mereka sedang belajar dengan sukses atau anak-anak yang merasa yakin

tentang kemampuan fisik mereka memiliki kepercayaan diri yang baik. Anak-anak yang
belajar untuk mampu mengendalikan perilaku mereka yang impulsif dapat berinteraksi
dengan orang lain atau alat-alat permainan dalam waktu yang lebih lama, dimana hal ini juga

berpengaruh terhadap perkembangan intelektual mereka. Perkembangan sosial, fisk, dan
intelektual selalu berkaitan.
6. Teori Konstruktivisme
Semiawan berpendapat bahwa pendekatan konstruktivisme bertolak dari suatu
keyakinan bahwa belajar adalah membangun pengetahuan itu sendiri, setelah dicernakan
kemudian dipahami dalam diri individu, dan merupakan perbuatan dari dalam diri seseorang.
Pengetahuan itu diciptakan kembali dari dalam diri seseorang melalui pengalaman,
pengamatan, dan pemahamannya.
Vygotsky dikenal sebagai socialkultural constructivist berpendapat bahwa
pengetahuan tidak diperoleh dengan cara dialihkan dari orang lain, melainkan merupakan
sesuatu yang dibangun dan diciptakan oleh anak. Vygotsky yakin bahwa belajar merupakan
suatu proses yang tidak dapat dipaksa dari luar karena anak adalah pembelajaran aktif dan
memiliki struktur psikologis yang mengendalikan perilaku belajarnya. Prinsip dari teori
Vygotsky adalah bahwa anak melakukan proses konstruksi membangun berbagai
pengetahuannya tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial dimana anak tersebut berada.
Berhubungan dengan proses pembentukan pengetahuan, Vygotsky mengemukakan

konsep Zone of Proximal Development (ZPD) sebagai kapasitas potensial belajar anak yang
dapat erwujud melalui bantuan orang dewasa atau orang yang lebih terampil. Vygotsky
mendefenisikan ZPD sebagai jarak antarab level perkembangan aktual dengan pemecahan
masalah secara mandiri dengan level perkembangan potensial oleh pemecahan masalah
dengan bimbingan orang dewasa.
Stuyf mengatakan bahwa strategi pembelajaran pentahapan memberikan bantuan
secara perseorangan berdasarkan ZPD. Aktifitas-aktifitas yang diberikan dalam pembelajaran
scaffolding hanya melewati tingkatan yang dapat dilalui sendiri. Askep penting dalam
pembelajaran scaffolding adalah bantuan bersifat sementara. Akhirnya anak dapat
menyelesaikan tugas dengan sendirinya tanpa bantuan lagi.
Penerapan teori konstruktivisme dalam program kegiatan bermain pada anak usia dini
haruslah memperlihatkan hal-hal berikut: anak hendknya memperoleh kesempatan luas dalam
kegiatan pembelajaran, pembelajaran pada anak usia diini hendaknya dikaitkan dengan
tingkat perkembangan potensial daripada perkembangan aktualnya, program kegiatan
bermain lebih diarahkan pada penggunaan strategi, anak diberi kesempatan luas untuk
melakukan tugas-tugas dan memecahkan masalah, dan proses belajar tidak sekedar
transfersal tetapi lebih kepada ko-konstruksi.

C. Aspek Perkembangan Anak Usia Dini
Catron Allen (1999 :23-26) menyebutkan bahwa terdapat 6 aspek perkembangan anak

usia dini yaitu kesadaran personal , kesehatan emosional, sosialisasi, komunikasi, kognisi,
dan keterampilan motorik sangat penting dan harus dipertimbangkan sebagai fungsi interaksi.
Kreatifitas tidak dipandang sebagai perkembangan tambahan, melainkan sebagai komponen
yg integral dari lingkungan bermain yang kreatif.
Pertumbuhan anak pada enam aspek perkembangan dibawah ini membentuk fokus
sentral dari pengembangan kurikulum bermain kreatif pada anak usia dini.
Kesadaran Personal
Permainan kreatif memungkinkan perkembangan kesadaran personal.bermain
membantu anak untuk tumbuh secara mandiri dan memiliki kontrol atas lingkungannya.
Melalui bermain anak dapat menemukan hal baru, bereksplorasi, meniru, dan mempraktikkan
kehidupan sehari-hari sebagai sebuah langkah dalam membangun keterampilan menolong
diri sendiri, keterampilan ini membuat anak menjadi berkompeten.
Pengembangan Emosi

Melalui bermain anak dapat belajar menerima, berekspresi dan mengatasi masalah
dengan cara yang positif. Bermain juga memberikan kesempatan pada anak untuk mengenal
diri mereka sendiri dan untuk mengembangkan pola perilaku yang memuaskan dalam hidup.
Membangun Sosialisasi
Bermain memberikan jalan bagi perkembangan sosial anak ketika berbagi dengan
anak lain. Bermain adalah sarana paling utama bagi pengembangan kemampuan

bersosialisasi dan memperluas empati terhadap orang lain serta mengurangi sikap
egosentrisme. Bermain dapat menumbuhkan dan meningkatkan rasa sosialisasi anak. Melalui
bermain anak dapat belajar perilaku prososial seperti menunggu giliran, kerja sama, saling
membantu, dan berbagi.
Pengembangan komunikasi
Bermain merupakan alat yang paling kuat untuk membelajarkan kemampuan
berbahasa anak. Melalui komunikasi inilah anak dapat memperluas kosakata dan
menembangkan daya penerimaan serta pengekspresian kemampuan berbahasa mereka
melalui interaksi dengan anak-anak lain dan orang dewasa pada situasi bermain spontan.
Secara spesifik, bermain dapat memajukan perkembangan dari segi komunikasi berikut ini :
(1) bahasa reseptif (penerimaan), yaitu mengikuti petunjuk-petunjuk dan memahami konsep
dasar, (2) bahasa ekspresif, yaitu kebutuhan mengekspresikan keinginan, perasaan:
penggunaan kata-kata, frase-frase, kalimat: berbicara secara jelas dan terang, (3) komunikasi
nonverbal, yaitu penggunaan komunikasi kongruen, ekspresi muka, isyarat tubuh,isyarat
tangan dan (4) memori pendengaran/perbedaan, yaitu memahami bahasa berbicara dan
membedakan bunyi.
Pengembangan Kognitif
Bermain dapat memenuhi kebutuhan anak untuk secara aktif terlibat dengan
lingkungan, untuk bermain dan bekerja dalam menghasilkan suatu karya, serta untuk
memenuhi tugas-tugas perkembangan kognitif lainnya. Selama bermain, anak menerima

pengalaman baru, memanipulasi bahan dan alat, berinteraksi dengan orang lain dan mulai
memasukkandunia mereka. Bermain adalah awalan dari semua fungsi kognitif selanjutnya,
oleh karenanya bermain sangat diperlukan dalam kehidupan anak-anak.
Pengembangan Kemampuan Motorik
Kesempatan yang luas untuk bergerak, pengalaman belajar untuk menemukan,
aktivitas sensori motor yang meliputi penggunaan otot-otot besar dan kecil memungkinkan
anak untuk memenuhi perkembangan perseptual motorik. Bermain dapat memacu
perkembangan perseptual motorik pada beberapa area yaitu : (1) koordinasi mata-tangan atau
mata-kaki, seperti saat menggambar, menulis, manipulasi objek, mencari jejak secara visual,
melempar, menangkap, menendang. (2) kemampuan motorik kasar, seperti gerak tubuh ketika
berjalan, melompat, berbaris, berlari, berguling-guling, dan merayap. (3) kemampuan bukan
motorik kasar (statis) seperti menekuk, meraih, bergiliran, memutar, meregangkan tubuh,
jongkok, duduk, berdiri, bergoyang. (4) manajemen tubuh dan kontrol seperti menunjukkan
kepekaan tubuh, kepekaan akan tempat, keseimbangan, kemampuan untuk memulai, berhenti
dan mengubah petunjuk.

D. Pola Perkembangan Anak
Bagian ini menjelaskan mengenai ikhtisar dari pola perkembangan fisik, sosial,
emosional, dan intelektual dari setiap anak.
1. Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik berlangsung secara teratur, tidak secara acak, perkembangan bayi
ditandai dengan adanya perubahan dari aktivitas yang tidak terkendali menjadi suatu aktivitas

yang terkendali.
Perkembangan fisik pada masa bayi berjalan dengan cepat. Bayi belajar untuk mengendalikan
kepala, menggapai sebuah objek, dan barangkali berdiri dan berjalan ditahun pertama
tersebut. Ketika anak-anak tumbuh, perkembangan dari keterampilan motor mereka tidaklah
sama cepatnya dengan seperti pada kanak-kanak, tetapi hal tersebut berlangsung terus
sepanjang masa kanak-kanak. Pengamatan atas fisik mengungkapkan bahwa pertumbuhan itu
adalah bersifat cephalocaudal (proses pertumbuhan dimulai dari kepala hingga ke kaki) dan
juga proximo-distal (proses pertumbuhan dimulai berasal pusat badan ke arah luar), dan
perkembangan motorik kasar tersebut mulai berjalan dahulu sebelum motorik halus
berkembang. Kendali terhadap kepala dan otot tangan diperoleh sebelum adanya kendali otot
kaki. Dengan cara yang sama, anak-anak dapat mengendalikan otot dari tangannya sebelum
mereka dapat mengendalikan otot motorik halus pada tangan mereka yang diperlukan untuk
melakukan tugas seperti menulisndan memotong dengan gunting.
Pada saat mereka berusia tiga tahun, kebanyakan anak-anak sudah dapat berjalan mundur,
berjalan pada ujung jari kaki dan dapat berlari. Mereka juga dapat melemparkan suatu bola
dan menangkapnya dengan tangan mereka sendiri. Mereka juga dapat mengendarai sepeda
roda tiga dan memegang krayon atau pensil dengan jari mereka atau dengan genggaman
tangan mereka.








a.

Implikasi dalam Pengembangan Kurikulum
Perkembangan fisik merupakan hal penting dalam rentang kehidupan anak. Anak
memerlukan waktu yang cukup untuk aktivitas secara fisik. Anak-anak sejak lahir sampai
berusia tiga tahun manakala dorongan dari orang tua dan guru dengan memberikan
kesempatan agar anak dapat melakukan kegiatan fisik dengan aman dan tidak mengharapkan
ketrampilan motorik yang akan dicapai oleh anak.
Beberapa hal di bawah ini dapat membantu guru dalam mengembangkan keadaan fisik dari
anak-anak lewat kegiatan-kegiatan.
Menyediakan permainan di luar ruangan. Permainan yang ada sebaiknya merupakan
permainan yang dapat mengembangkan keterampilan memanjat, berlari, melompat, dan
seterusnya.
Meyakinkan anak-anak bahwa mereka memiliki suatu kesempatan untuk berada di dalam
suatu area permainan yang berisi matras, bola karet dan target, dan bahan-bahan lain yang
dapat mendukung perkembangan anak.
Bagi setiap anak, peralatan yang ada di dalam rumah diperuntukkan bagi perkembangan fisik
anak, meliputi perahu goyang, anak tangga bersusun, terowongan dan seluncuran yang
rendah.
Menyediakan bola yang sesuai dengan usia anak. Bagi setiap anak bola harus berukuran
besar dan dibuat dari bahan yang lembut seperti busa dan benang. Ketika anak belajar untuk
menangkap dan melemparkan bola dengan mudah, mereka dapat menggunakan bola yang
terbuat dari karet yang lunak.
Banyak aktivitas kelas yang dapat membantu anak-anak dalam mengendalikan motorik halus
mereka seperti melukis, memotong dengan gunting, bermain plastisin, meronce manikmanik, dan seterusnya.
2. Perkembangan sosial
Perkembangan kepribadian
Salah satu unsur perkembangan sosial adalah perkembangan kepribadian. Eric
Erikson, memandang perkembangan identitas anak sebagai cerminan dari hubungan anak
dengan orangtua dan keluarganya. Orangtua dan lingkungan yang dapat memberikan

kepercayaan dan penghargaan atas prestasi anak akan membentuk karakter anak yang percaya
diri. Buzzelli dan Memfile menyatakan bahwa membangun sebuah persahabatan juga penting
untuk membangun sebuah kepercayaan.
o Perkembangan konsep diri
Konsep diri dikembangkan secara bertahap, dimulai dengan interaksi anak dengan
orangtua, keluarga, dan lingkungan. Kemudian anak secara berangsung-angsur mulai
mengembangkan konsep mengenai siapa dan seperti apa dirinya.
Dalam sebuah studi klasik, mengenai konsep diri anak-anak, Coopersmith
menemukan bahwa anak, terutama anak laki-laki yang memiliki konsep diri yang baik,
memiliki orangtua yang menerima, menyayangi, memperhatikan anak-anaknya dan
memberikan aturan-aturan yang mengarahkan anak untuk memiliki perilaku baik dan
kedisiplinan.
Tugas guru adalah merencanakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
mengembangkan konsep diri anak dengan mengajak anak untuk berpartisipasi dalam
berbagai aktivitas yang bervariasi.
b. Peran dari permainan
Pengalaman bermain sangat penting didalam perkembangan sosial dan emosional
anak. Anak- anak dapat memainkan berbagai peran, seperti berperan sebagai seorang kakak,
ayah, atau sebagi seorang dokter. Disini anak akan belajar bagaimana pola perilaku tokoh
yang mereka perankan.
c. Hubungan sosial dan keterampilan sosial
Tahapan-tahapan perkembangan psikologis menurut erikson :
 Trust vs Mistrust (pada usia 0-1 atau 1 ½ tahun)



Bayi mengembangkan perasaan bahwa dunia merupakan tempat yang baik dan aman.
Disini, orangtua harus dapat membantu anak menumbuhkan dan mengembangkan serta
menyeimbangkan kepercayaan dengana rasa curiga. Nilai lebih yang akan berkembang di
dalam diri anak tersebut yaitu harapan dan keyakinan yang sangat kuat bahwa kalau segala
sesuatu itu tidak berjalan sebagaimana mestinya, tetapi mereka masih dapat mengolahnya
menjadi baik.
Autonomy vs Shame and Doubt (pada usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun)



Pada masa ini, anak mengembangkan kemandirian (otonomi) sekaligus mengurangi
perasaan malu dan ragu-ragu. Orang tua yang terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi
lingkungan dan kemandirian, akan membentuk karakter anak yang mudah menyerah karena
menganggap dirinya tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian.
Initiatif vs Guilt (pada usia 3 sampai 5 atau 6 tahun)



Anak mengembangkan inisiatif ketika mencoba aktivitas baru dan tidak terlalu
terbebani dengan rasa bersalah. Salah satu contoh hal yang dapat dilakukan orangtua atau
guru untuk membantu anak pada tahap ini adalah dengan mengarahkan anak untuk
melakukan pekerjaan sehari-hari. Hal ini dapat membantu mengembangkan inisiatif anak
untuk mengambil keputusan.
Industry vs Inferiority (pada usia 6 sampai 12 tahun)
Anak harus belajar untuk mengembangkan rasa percaya dirinya dan dapat
menghadapi perasaan tidak kompeten. Dalam budaya kita, dimana prestasi sering diukur
sebagai keberhasilan melakukan sesuatu dengan hasil yang lebih baik dari orang lain, maka
anak juga belajar untuk bersaing dan mengukur produktivitas dirinya dengan orang lain.
Di satu sisi anak belajar untuk lebih menghargai prestasi kerja dari hal lain, yang
membuat anak mengasingkan diri dari teman-teman sebayanya karena adanya kompetisi

diantara mereka. Di sisi lain, anak dapat merasakan ketidakmampuannya dalam
melaksanakan suatu tugas yang dapat mengembangkan perasaan rendah diri dan
menyebabkan anak malas berusaha.
d. Agresi
Aspek yang lain tentang pembangunan sosial yang patut mendapat perhatian adalah
agresi. Para guru dan orangtua mempunyai kaitan dengan perilaku agresif anak. Sebuah studi
mengungkapkan bahwa perilaku yang agresif dikelas dapat dikurangi dengan menyediakan
sarana dan fasilitas yang cukup sehingga anak-anak tidak mempunyai alasan untuk bersaing
antara anak yang satu dengan anak yang lain. Studi ini juga menyarankan agar anak tidak
diberikan mainan yang dapat mengarahkan diri anak kearah agresif.
e. Identifikasi peran seks
Identifikasi peran seks adalah hal penting lain dalam pembangunan sosial anak. Anak
harus dapat mengidentifikasi diri mereka sendiri dan diri orang lain sebagai anak laki-laki
atau anak perempuan. Selanjutnya mereka mulai belajar mengembangkan konsep identitas
seksual dan sikap mereka tentang peran yang sesuai bagi pria dan wanita.






Implikasi dalam pengembangan kurikulum
Aktivitas yang dilakukan seharusnya berupa kegiatan yang dapat mendorong anakanak untuk dapat saling bekerja sama, mengembangkan konsep diri mereka, dan untuk
memperoleh ketermpilan dalam interaksi dengan anak-anak yang lain.
Beberapa saran yang dapat dilakukan seorang guru untuk membantu perkembangan
sosial anak, seperti:
Menggunakan boneka sebagai model yang memerankan suatu peran atau suatu tindakan
yang nantinya dapat dicontoh anak
Mendorong anak untuk membuat keputusan sebanyak mungkin dengan mengizinkan anak
untuk memilih dan melakukan sesuatu
Mendorong anak untuk melakukan suatu perilaku
Mintalah anak untuk memainkan suatu peran yang merupakan solusi untuk memecahkan
masalah dalam interaksi sosial
Perkembangan emosional
Perkembangan emosional, sama halnya dengan perkembangan fisik dan sosial yang
berkembang secara bertahap. Dimulai sejak bayi, dimana bayi bereaksi terhadap emosi
apapun dengan mengeluarkan suara tangisan yang tidak dapat dibedakan. Dalam beberapa
bulan kemudian, bayi mulai mengekspresikan emosi mereka dengan menjerit dimana hal ini
disebabkan oleh adanya kesakitan fisik.
Anak memiliki perilaku yang sangat memaksa. Mereka hanya mempunyai sedikit
kendali dari dorongan hati mereka dan mudah merasa putus asa. Pada saat anak mencapai
usia tiga dan empat tahun, mereka sudah menumbuhkan beberapa sikap toleransi untuk
mengatasi hal tersebut. Mereka sudah dapat menunggu untuk beberapa waktu dan sudah
dapat mengendalikan diri. Anak pada usia ini juga mulai mengembangkan selera humor.
Mereka juga sering tertawa ketika mendengar suara dan kata-kata yang lucu.
Bagi anak yang berada dibangku taman kanak-kanak dan anak sd kelas satu, biasanya
sudah dapat menyatakan dan melabelkan suatu emosi yang luas. Mereka menjadi lebih
mampu dalam mengendalikan perasaan agresif mereka. anak-anak yang berusia lima dan
enam tahun ini juga sudah mulai mengembangkan suara hati dan suatu perasaan tentang
benar atau salah. Untuk humor, mereka mengekspresikannya lewat lelucon atau kata-kata
yang tidak masuk akal.
Sedangkan pada anak-anak yang berusia tujuh dan delapan tahun, mereka mulai
menunjukkan ketekunan mereka didalam usaha yang mereka lakukan untuk mencapai tujuan

mereka. pada usia ini anak-anak mengembangkan sikap empati yang lebih kepada oranglain,
dan sudah mulai merasa bersalah ketika melukai oranglain, baik secara fisik maupun
emosional.











Implikasi untuk kurikulum
Beberapa hal berikut ini merupakan salah satu contoh dari aktivitas kelas yang dapat
membantu anak :
Mintalah anak untuk menggambarkan suatu situasi dimana rasa frustasi dan kemarahan
seharusnya ditangani dengan sewajarnya.
Menggunakan boneka sebagai model yang tepat dalam memberikan respon terhadap emosi.
Memberikan rasa empati bagi anak-anak yang merasa ketakutan dan juga yang
membutuhkan perhatian
Perkembangan intelektual
Perkembangan kognitif mengacu pada perkembangan anak dalam berpikir dan
kemampuan untuk memberikan alasan. Menurut Piaget, perkembangan kognitif anak terbagi
dalam empat tahapan, yaitu:
Tahap sensorimotor (dari lahir sampai usia dua tahun)
Bayi mulai dapat melakukan aktivitas yang berhubungan dengan lingkungan melalui aktivitas
sensoris dan motorik. Tugas dari periode ini adalah untuk mengembangkan suatu konsep dari
objek yang tetap, yakni berupa pemikiran dimana objek ada bahkan ketika mereka tidak dapat
dilihat atau didengar.
Tahap praoperasional (dari usia dua sampai tujuh tahun)
Anak mulai menggunakan simbol untuk merepresentasikan orang, tempat, dan peristiwa.
Bahasa dan imajinasi memainkan peranan penting pada tahap ini. Pemikiran masih belum
logis.
Tahap operasional konkret( dari usia tujuh sampai sebelas tahun)
Pada tahap ini, anak sudah dapat memecahkan masalah secara logis tapi belum dapat berpikir
secara abstrak.
Implikasi dalam pengembangan kurikulum
Anak-anak yang berada pada tahapan sensorimotor memerlukan pengalaman yang
berkaitan dengan sentuhan dan gerak. Para guru dapat memberikan anak sebuah mainan baru
yang nantinya anak akan mulai memahami karakteristik dari mainan tersebut melalui indraindra yang berhubungan dengan perasaan. Untuk anak yang berada pada tahap praoperasional
biasanya memiliki pemahaman yang cepat terhadap bahasa. Para guru dapat mendorong
perkembangan bahasa anak dengan memberikan berbagi kosakata baru yang memiliki
makna.

Basis Pendidikan Anak Usia Dini
Terdapat 3 basis pendidikan anak usia dini, yaitu :
1. Berbasis pada keholistikan dan keterpaduan
Pengembangan anak usia dini mempunyai arah pada pengembangan segenap aspek
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak. Pelaksanaannya terintegrasi dalam
suatu kesatuan program yang utuh dan proporsional. Dalam hal ini, diharapkan adanya
keselarasan antara pendidikan yang dilakukan di berbagai unit pendidikan, yaitu antara
keluarga dengan sekolah dan masyarakat.
2. Berbasis pada multi disiplin ilmu dan budaya

Prinsip ini mengandung arti bahwa praktik pendidikan anak usia dini yang tepat perlu
dikembangkan berdasarkan temuan mutakhir dalam bidang keilmuwan yang relevan.
Pendidikan anak usia dini sendiri muncul karena dalam perkembangannya bersinggungan
dengan ilmu lain yang menjadi objek penelaahan yaitu pendidikan untuk anak usia 0-8 tahun
sehingga muncul ilmu baru yang bernama pendidikan anak usia dini.
3. Berbasis pada taraf perkembangan anak
Pendidikan anak usia dini dilaksanakan sesuai dengan karakteristik dan tingkat
perkembangan anak sehingga proses pendidikan bersifattidak terstruktur, informal, dan
responsive terhadap perbedaan individual anak serta melalui aktivitas belajar sambil bermain.
Kajian dalam bidang medis-neurologis, psikososiokultural dan pendidikan menyajikan
pandangan yang komprehensif, secara singkat pandangan tersebut adalah:
a.

Anak usia dini lahir sampai usia enam tahun adalah sosok individu dan makhluk
sosiokultural yang sedang mengalami proses perkembangan yang sangat fundamental dengan
sejumlah potensi dan karakteristik tertentu.
b. Sebagai individu, anak usia dini adalah organisme dalam kesatuan jasmani dan rohani yang
utuh dengan segala struktur dan perangkat biologis dan psikologisnya sehingga menjadi
sosok yang unik.
c. Sebagai makhluk sosiokultural, mereka perlu tumbuh dan berkembang dalam setting sosial
tempat mereka hidup, serta diasuh dan dididik sesuai nilai sosiokultural dan harapan
masyarakat.
a.
b.
c.
d.
e.

Oleh karena itu fungsi pendidikan anak usia dini sendiri adalah, sebagai berikut :
Mengembangkan segenap potensi anak
Penanaman nilai dan norma kehidupan
Pembentukan dan pembiasaan perilaku yang diharapkan
Pengembangan pengetahuan dan keterampilan dasar
Pengembangan motivasi dan sikap belajar yang positif
Diharapkan dengan fungsi tersebut dapat meminimalisir rendahnya sumber daya
manusia, yang berakar dari lemahnya penanganan masalah pendidikan terhadap generasi
muda. Keberadaan PAUD menjadi solusi yang tepat dalam mengatasi masalah tersebut.
F. Pendekatan dalam Pendidikan Anak Usia Dini

1. Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Perkembanga zaman menuntut saat ini menuntut pembelajaran yang memberikan skill
(kemampuan) anak dari segi IPTEK dan menguasai lebih dari satu bahasa. Model ini
menekankan pada kebutuhan anak untuk mendapatkan layanan pendidikan, kesehatan dan
gizi yang dikembangkan secara integratif dan holistik. Sebagai contoh, anak dengan
kemampuan diatas rata-rata dapat diberikan pengayaan, sedangkan anak dengan kemampuan
dibawah rata-rata diberikan bimbingan sesuai dengan kemampuan yang akan dicapai.
2. Berorientasi pada Perkembangan Anak
Jamaris (2006:19), perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat kumulatif,
artinya perkembangan terdahulu akan menjadi dasar perkembangan selanjutnya. Oleh karena
itu, jika terdapat hambatan pada perkembangan sebelumnya, maka perkembangan selanjutnya
cenderung mengalami hambatan.

Masa usia dini menurut Montessori dalam Hainstock merupakan periode sensitif
(sensitive period), selama masa ini anak secara khusus mudah menerima stimulus dari
lingkungan. Pada masa ini lah, terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis sehingga
anak siap merespon dan mewujudkan tugas-tugas perkembangan yang diharapkan muncul
pada pola perilaku sehari-hari. Oleh karena itu anak perlu diberikan pendidikan sesuai dengan
perkembangannya dengan cara memperkaya lingkungan bermainnya.
Pada dasarnya terdapat dua pendekatan utama dalam PAUD yaitu: pendekatan
perilaku dan pendekatan perkembangan. Hainstock (1999:7) mengatakan bahwa pendekatan
perilaku beranggapan bahwa konsep pengetahuan, sikap ataupun keterampilan tidaklah
berasal dari dalam diri anak dan tidak berkembang secara spontan, dengan kata lain harus
ditanamkan pada anak.
Kemudian pendekatan perkembangan mengatakan bahwa perkembanganlah yang
memberikan kerangka untuk memahami dan menghargai pertumbuhan alami anak usia dini.
Wolfgang dan Wolfgang (1992:6) menyatakan beberapa anggapan dalam pendekatan ini,
yaitu:
1.
2.
3.
4.

1.
2.
3.
4.







Anak usia dini adalah pembelajar aktif yang secara terus menerus mendapat informasi
mengenai dunia lewat permainannya.
Setiap anak mengalami kemajuan melelui tahapan-tahapan perkembangan yang dapat
diperkirakan
Anak bergantung pada orang lain dalam hal pertumbuhan emosi dan kognitif melalui
interaksi sosial
Anak adalah individu yang unik, yang tumbuh dan berkembang dengan kecepatan yang
berbeda.
Berdasarkan hal tersebut diatas Wolfgang dan Wolfgang (1992:14) mengatakan bahwa
maka pendidik anak usia dini berkaitan dengan teori perkembangan antara lain:
Tanggap dalam proses yang terjadi dari dalam diri anak dan berusaha mengikuti arus
perkembangan anak yang individual
Mengkreasikan lingkungan dengan materi luas yang beragam dan alat-alat yang
memungkinkan anak belajar
Memperhatikan laju dan kecepatan belajar dari masing-masing anak
Adanya bimbingan dari guru agar anak tertantang untuk melakukan sendiri
Anak usia dini memiliki cirri-ciri seperti berikut:
Anak belajar dengan sebaik-baiknya apabila kebutuhan fisiknya terpenuhi serta merasakan
aman dan tentram secara psikologis. Contoh: membiasakan anak sarapan sebelum memulai
aktivitas, agar anak bebas bermain tanpa ada tuntutan dari dalam dirinya.
Siklus belajar anak berulang, dimulai dari membangun kesadaran, melakukan penjelajahan
(eksplorasi), memperoleh penemuan untuk selanjutnya anak dapat menggunakannya. Contoh:
ada saat dimana anak-anak sangat senang belajar, tetapi ada pula saatnya anak malas dan
mencari-cari perhatian orang dewasa.
Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan teman sebayanya.
Minat anak dan keingintahuannya memotivasi belajarnya.
Perkembangan dan belajar anak harus memperhatikan perbedaan individual. Contoh: belajar
konsep angka 1-5 sesuai dengan usia 3 tahun dengan menghitung bola, namun buat anakanak yang sudah lebih baik, dapat ditambahkan dengan angka 6-10.



Anak belajar dari cara yang sederhana hingga ke yang rumit, dari konkret ke abstrak, dari
gerakan ke verbal, dan dari keakuan ke rasa sosial.

3. Anak Usia Dini Belajar melalui Bermain
Mengutip pernyataan Mayesty (1990:196-197) bagi seorang anak, bermain adalah
kegiatan yang mereka lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan
hidup adalah permainan. Anak-anak tidak membedakan antara bermain, belajar dan bekerja.
Menurut Parten dalam Mayesty (1990:61-62) memandang kegiatan bermain sebagai
sarana sosialisasi, diharapkan melalui bermain dapat memberikan kesepakatan anak
bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara
menyenangkan.
Bermain adalah dunia anak, melalui kegiatan bermain anak mengembangkan berbagai
aspek kecerdasan secara jamak. Bermian edukatif dapat membantu mengoptimalkannya.
Dengan bermain anak dapat mengenal siapa dirinya dan ligkungannya, dan tak kalah penting
anak dikenalkan kepada Tuhannya melalui makhluk ciptaannya.

4. PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan)
Pembelajaran yang aktif, dimaksudkan guru harus mampu membuat suasana
sedemikian rupa agar anak dapat aktif berinteraksi, bertanya, mempertanyakan, dan
mengemukakan gagasan.
Pembelajaran kreatif, memiliki daya cipta, memiliki kemampuan untuk berkreasi
(Silberman, 1996:9). Peran aktif anak akan menghasilkan pola pikir yang kreatif, artinya
mereka mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain kreatif disini
juga ditujukan kepada bentuk pembelajaran yang beragam sehingga memenuhi berbagai
tingkat kemampuan anak.
Efektif, pembelajaran yang efektif adalah pembejalaran yang dapat menimbulkan
daya kreatif dari anak-anak, sehingga akan dapat membekali anak dengan berbagai
kemampuan. Pembelajaran efektif dapat dicapai dengan tindakan nyata (learning by doing).
Menyenangkan, suasana belajar harus menyenangkan sehingga anak dapat
memusatkan perhatian secara penuh untuk belajar. Kondisi menyenangkan, aman dan
nyaman akan mengaktifkan bagian neo-cortex (otak berpikir) dan mengoptimalkan proses
belajar, serta meningkatkan kepercayaan diri anak.
5. Pembelajaran Terpadu
Collin dan Hazel (1991:6-7) menyatakan bahwa pembelajaran terpadu merupakan
suatu bentuk pembelajaran yang memadukan berbagai peristiwa otentik (authentic events)
melalui pemilihan tema yang dapat mendorong rasa keingintahuan anak (driving force) untuk
memecahkan masalah melalui pendekatan eksploratif atau investigasi (inquiry approach).
Pada pembelajaran ini, saat melakukan suatu kegiatan, anak dapat mengembangkan
beberapa aspek pengembangan sekaligus. Sebagai contoh: ketika anak melakukan kegiatan
makan, kemampuan motorik halus anak dilatih untuk memegang sendok dan menyuap nasi,

kemampuan berbahasa dengan mengenal kosa kata tentang nama jenis sayuran dan peralatan
makanan, dan pendidikan moral dengan berdo’a sebelum makan.
Model pembelajaran terpadu beranjak dari tema yang menarik anak (center of
interest), agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga
pembelajaran semakin bermakna dan membangkitkan minat anak.
6. Pengembangan Keterampilan Hidup

1.
2.

Maddaleno dan Infante (2001:5) mengidentifikasi tiga kategori kunci dalam life skill,
yaitu:
Keterampilan sosial dan interpersonal
Keterampilan kognitif

3.

Keterampilan meniru emosi
Metode pembelajaran life skill harus bervariatif, antara lain dengan metode bernyanyi,
bercerita, bermain peran, demonstrasi dan penugasan. Tujuan pembelajaran ini adalah
mempersiapkan anak baik secara akademik, sosial, dan emosional dalam menghadapi
kesulitan dimasa yang akan datang.
Sudiana (2004:3) mendefenisikan keterampilan hidup adalah kecakapan yang dimiliki
seseorang untuk berani menghadapi problematika hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa
merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi
hingga akhirnya mampu mengatasinya. Keterampilan atau kecakapan hidup perlu dipelajari
sejak dini, agar nanti anak dapat bertahan dalam kehidupannya kelak, untuk bertahan hidup
seorang manusia harus memiliki pengetahuan diri (self knowledge).
G. Prinsip Pembelajaran Anak Usia Dini

1. Anak Sebagai Pembelajar Aktif
Pendidikan hendaknya mengusahakan agar anak menjadi pembelajar aktif. Pendidikan
seperti ini bertumpu pada metode pembelajaran John Dewey (learning by doing) dan
dilanjutkan oleh Killpatrik dengan pengajaran proyek.
Proyek pada dasarnya merencanakan suatu pemecahan masalah pada berbagai bidang
studi (pengembangan) yang memungkinkan murid melakukan berbagai bentuk kegiatan
mempelajari, menyimpulkan, dan menyampaikan berbagai temuan yang dilakukan anak-anak
dalam memahami berbagai pengetahuan.
Montessori dalam Seldin (2004:5) menganggap bahwa anak tidak perlu dilatih terus
menerus menulis suatu kata, karena sambil bermain aktif membuat huruf dan mengarsir huruf
itu, suatu saat anak tiba-tiba mengetahui bahwa dia dapat menulis, ini disebut sebagai
eksplorasi menulis.
Metode yang diberikan berupa pemecahan masalah dan penyampaian penemuan
mereka. Sebagai contoh: anak membuat kerajinan tangan sesuai dengan inspirasi (daya
khayal) mereka sendiri, anak mengarang dan membuat puisi sendiri, mengamati suatu
tanaman dan mencari tahu apa nama tanamannya, dll.
2. Anak Belajar Melalui Sensori dan Panca Indera

Menurut pandangan dasar Montessori meyakini bahwa panca indera adalah pintu
gerbang masuknya berbagai pengetahuan ke dalam otak manusia (anak), karena perannya
yang sangat strategis maka seluruh panca indera harus memperoleh kesempatan untuk
berkembang sesuai dengan fungsinya.
Dalam konsep ini, anak mengeksploitasikan seluruh inderanya, mengamati dan
memahami segala hal dengan inderanya lalu dapat menyebutkan fungsi dari masing-masing
panca indera. Misalnya anak melakukan eksperimen tentang aneka rasa (kopi: pahit, gula:
manis, garam: asin, sambal: pedas, dll).
3. Anak Membangun Pengetahuan Sendiri
Pestalozzi dalam Soejono (1988:32), pendidikan pada hakikatnya usaha pertolongan
(bantuan) pada anak agar mampu menolong dirinya sendiri yang dikenal dengan “Hilfe Zur
Selfbsthilfe” ; Pestalozzi berpandangan, pengamatan seorang anak pada sesuatu akan
menimbulkan pengertian, bahkan pengertian tanpa pengamatan merupakan suatu pengertian
kosong.
Pada konsep ini anak dibiarkan belajar melalu pengalaman dan pengetahuan yang
mereka pelajari sejak lahir. Anak diberikan fasilitas yang dapat menunjang untuk membangun
pengetahuan mereka sendiri:


Anak diajak untuk berpikir, percaya diri dan kreatif dalam mencari dan mendapatkan
pengetahuan yang mereka inginkan. Orang tua dan guru hanya lah fasilitator.



Setiap anak diharapkan dapat menambah dan membangun pengetahuan mereka sendiri
melalui media cetak dengan studi literatur (kunjungan kepustaka), dan media elektronik baik
browsing internet maupun menonton VCD edukatif.

4. Anak Berpikir melalui Benda Konkrit
Anak harus diberikan pembelajaran dengan benda-benda yang nyata, agar anak tidak
menerawang dan bingung. Anak akan lebih dapat mengingat benda-benda yang dapat dilihat,
dipegang lebih membekas dan dapat diterima oleh otak dalam sensasi dan memori.

3.
4.

Menurut Lighart dalam Soejono (1988:75-76), langkah dalam pengajaran dengan
barang sesungguhnya:
Menentukan sesuatu yang menjadi pusat minat anak. Mis. Buah jeruk sebagai tema
pembahasan
Melakukan perjalanan sekolah. Mis. Melakukan field trip ke taman buah, untuk melihat
tanaman jeruk
Pembahasan hasil pengamatan. Mis. Buah jeruk dipetik untuk dijual atau dibuat minuman
Menceritakan lingkungan yang diamati. Mis. Mengamati kegiatan petani jeruk.

5.

Kegiatan ekspresi. Mis. Kegiatan ekspresi digambarkan pada bagan jaring laba-laba.

1.
2.

5. Anak Belajar dari Lingkungan
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengoptimalkan potensi anak
sehingga anak mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Disini jelas bahwa tujuan dari
pendidikan adalah kemampuan anak melakukan adaptasi dengan lingkungan dalam arti yang
luas, guna mendekatkan anak dengan lingkungannya.

Out bound learning merupakan salah satu model pembelajaran dimana hamper 90 %
kegiatan dilakukan dengan berinteraksi dengan alam tanpa ada kekangan. Dalam kegiatan ini
anak diajarkan membangun ikatan emosional diantara individu (anak), dengan menciptakan
kesenangan belajar, menjalin hubungan dan memengaruhi memori dan ingatan yang cukup
lama akan bahan yang akan di pelajari.




3 aspek penting dari alam menurut Vaquette (1983:67), yaitu:
Alam merupakan ruang lingkup untuk menemukan kembali jati diri secara kolektif dan
menyusun kembali kehidupan sosial.
Alam merupakan ruang lingkup yang dapat dieksplorasi.
Peranan pendidik di lokasi kegiatan.
H. Asas Pembelajaran Anak Usia Dini
Asas Perbedaan Individu
Setiap anak itu unik, berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sehingga metode
pembelajaran memperhatikan perbedaan individu, misalnya: perbedaan latar belakang
keluarga, perbedaan kemampuan, perbedaan minat, gaya belajar, dan lain-lain agar anak
dapat mencapai hasil belajar secara optimal.
Asas Kekonkretan
Melalui interaksi dengan benda-benda nyata dan pengalaman konkret, pembelajaran
perlu menggunakan berbagai media dan sumber belajar, agar apa yang dipelajari anak
menjadi lebih bermakna, misalnya, menggunakan gambar binatang, atau membawa binatang
hidup ke dalam kelas, menggunakan audio visual, dll.
Asas Apersepsi
Kegiatan mental anak dalam mengolah hasil belajar dipengaruhi oleh pengetahuan
dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Oleh sebab itu dalam pembelajaran,
pendidik hendaknya memperhatikan pengetahuan dan pengalaman awal agar anak dapat
mencapai hasil belajar yang optimal.
Asas Motivasi
Belajar akan optimal jika anak memiliki motivasi untuk belajar. Oleh karena itu
pembelajaran dirancang sedemikian rupa sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kemauan
anak. Misalnya mengapresiasi anak yang berprestasi dengan pujian dan hadiah, memajang
setiap karya dari mereka di kelas, lomba antar kelompok yang membangkitkan semangat,
melibatkan anak dalam berbagai perlombaan, dan melakukan pekan unjuk kemampuan anak.
Asas Kemandirian
Kemandirian adalah upaya yang dilakukan untuk melatih anak dalam memecahkan
masalah dengan mandiri. Pembelajaran yang baik dirancang untuk mewujudkan kemandirian
anak, misalnya bagaimana cara makan yang baik, mengikat tali sepatu, bagaimana memakai
baju, menggosok gigi, buang air kecil dan buang air besar, merapikan mainan setelah dipakai,
dan lain-lain.
Asas Keterpaduan
Keterkaitan antara aspek pengembangan diri anak antara satu dengan yang saling
saling mendukung perkembangan anak. Sehingga pembalajaran anak usia dini harus
dilaksanakan secara terpadu guna meningkatkan potensi diri mereka. Misalnya,

perkembangan bahasa berkaitan dengan perkembangan kognitif mereka, perkembangan
kognitif berkaitan dengan perkembangan diri, dan lain-lain.
Asas Kerja Sama (Kooperatif)
Bekerja sama akan meningkatkan keterampilan sosial anak dengan optimal. Oleh
karena itu praktek berkerja sama harus ditanamkan dalam PAUD untuk memupuk
keterampilan sosial dengan baik, misalnya bertanggung jawab terhadap kelompok,
menghargai pendapat teman, aktif dalam kelompok, membantu anak-anak yang lain, dan lainlain.
Asas Belajar Sepanjang Hayat
Pembelajaran tidak hanya berlangsung pada usia dini, tapi berlangsung sepanjang
hidup. Sehingga PAUD harus dapat mengupayakan pembekalan pada anak, agar anak dapat
belajar disepanjang rentang kehidupan mereka dan mendorong anak untuk selalu ingin
belajar dimanapun dan kapanpun.
Sumber: - Sujiono,Yuliani. 2011. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : PT.
Indeks.
- Patmonodewo, Soemiarti. 2000. Pendidikan Anak Pra sekolah. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Posted by Muhammad Anggy Fajar Purba at 10:38 AM
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook