Mobilitas Sosial Keluarga Ibu Tunggal (Single Mother) : Dari Buruh Tani Ke Buruh Tani di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Orangtua tunggal (Single Parent)
Definisi keluarga pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak.
Ayah dan ibu berperan sebagai orang tua bagi anak-anaknya. Namun, dalam kehidupan nyata
sering dijumpai salah satu orangtuanya sudah meninggal atau bercerai, yang biasa disebut
orangtua tunggal yaitu keluarga yang hanya terdiri dari seorang ibu ataupun seorang ayah
dimana mereka secara sendirian membesarkan anak - anaknya tanpa kehadiran, dukungan,
tanggung jawab pasangannya dan hidup bersama dengan anak - anaknya dalam satu rumah.
Keadaan ini menimbulkan apa yang disebut dengan keluarga dengan orang tua tunggal
(single parent) Menurut Hurlock (1999:199) orang tua tunggal (single parent) adalah orang
tua yang telah menjanda ataupun menduda dengan mengasumsikan tanggung jawab untuk
memelihara anak-anak tanpa bantuan pasangannya setelah kematian, perceraian dengan
pasangannya ataupun kelahiran anak di luar nikah.

Hal ini sejalan dengan pendapat (Duvall & Miller, 1985) yang menyatakan bahwa
orang tua (single parent) adalah orang tua yang secara sendirian membesarkan anak anaknya tanpa kehadiran, dukungan, dan tanggung jawab pasangannya. Sejalan dengan
pendapat Sager, Perlmutter dan Hall (1985: 362) menyatakan bahwa single parent adalah:
“Parents with out partner who continue to raise their children” (Perlmutter & Hall, 1985).
Macam bentuk single parent Orangtua tunggal yang disebut dengan single parent adalah
orang tua tunggal (ayah atau ibu saja). Ada banyak penyebab yang mengakibatkan peran

orangtua yang lengkap dalam sebuah rumah tangga menjadi tidak sempurna. Hal ini bisa
disebabkan banyak faktor.

9
Universitas Sumatera Utara

Penelitian (Laksono 2006) di antaranya :

1. Jikalau pasangan hidup kita meninggal dunia, otomatis itu akan meninggalkan kita sebagai
orang tua tunggal. 2. Jika pasangan hidup meninggalkan kita baik dalam waktu yang
sementara namun dalam kurun yang panjang. Misalnya seorang suami yang harus pergi ke
pulau lain atau ke kota lain guna mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. 3. Lebih umum
yakni mengakibat perceraian.

Problematika Orang tua Tunggal Kimmel (1980) dan Walsh (2003) menyatakan ada
beberapa permasalahan yang sering timbul di dalam keluarga dengan orang tua tunggal baik
ibu tunggal maupun ayah tunggal yakni mereka merasa kesepian, dan merasa kesulitan
dengan tanggung jawab mengasuh anak dan mencari sumber pendapatan. Selain banyak
kekurangan waktu untuk mengurus diri dan kehidupan seksual sendiri, kelelahan
menanggung tanggung jawab untuk mendukung dan membesarkan anak sendirian, mengatasi

hilangnya hubungan dengan partner special, memiliki jam kerja yang lebih panjang, lebih
banyak masalah ekonomi yang muncul, menghadapi perubahan hidup yang lebih menekan,
lebih rentan terkena depresi, kurangnya dukungan sosial dalam melakukan perannya sebagai
orang tua, dan memiliki fisik yang rentan terhadap penyakit.

Sedangkan masalah khusus yang timbul pada keluarga dengan orang tua tunggal
wanita adalah kesulitan mendapatkan pendapatan yang cukup, kesulitan mendapat pekerjaan
yang layak, kesulitan membayar biaya untuk anak, kesulitan menutupi kebutuhan lainnya.
Sementara pada keluarga dengan orangtua tunggal pria masalah khusus yang timbul hanya
dalam hal memberikan perlindungan dan perhatian pada anak (Kimmel, 1980). Pada kasus
keluarga dengan orang tua tunggal yang terjadi karena perceraian, Duvall & Miller (1985)
menyatakan bahwa baik bagi wanita maupun pria proses setelah terjadinya perceraian seperti
orang yang baru mulai belajar berjalan dengan satu kaki, setelah kaki yang lainnya di potong.
10
Universitas Sumatera Utara

Perceraian adalah proses amputasi pernikahan. Tidak peduli seberapa pentingnya perceraian
tersebut, perceraian tetap saja menyakitkan.

2.2. Ibu tunggal (single mother)


Ibu tunggal adalah wanita yang tanpa suami dan bertanggungjawab mendidik anakanak dengan menjalankan fungsinya yaitu menjaga dan mengurus keluarganya. Hal ini
meliputi mereka yang mendapat anak tanpa pernikahan yang sah dan mendidiknya sendirian,
istri yang telah berpisah dengan suami dan menjaga anak-anak dan isteri yang bercerai hidup
atau mati. Selain itu ibu tunggal harus bekerja untuk menghidupi kelurganya dan terkadang
mereka harus meninggalkan anak - anaknya kepada orangtuanya Tujuannya ialah untuk
memudahkannya mereka bekerja mencari nafkah.

Seperti mana yang kita tahu, golongan ibu tunggal menghadapi berbagai masalah
Seperti masalah stigma, konflik peranan, ekonomi, emosi, dan hubungan dengan anak-anak.
Stigma atau anggapan buruk masyarakat terhadap mereka yang berstatus janda merupakan
hambatan mental yang terbesar untuk mereka bergerak bebas dalam masyarakat.
Pengambilalihan tugas - tugas suami di samping melaksanakan tugas sebagai ibu yaitu
memelihara, mengurus dan membesarkan anak - anaknya. Sedangkan sokongan bagi mereka,
baik dari segi keuangan, maupun emosi, amat sedikit sekali.

Masalah ekonomi merupakan masalah yang utama bagi ibu tunggal. Bagi ibu yang
selama ini merupakan ibu rumahtangga, bukanlah sesuatu yang mudah untuk mereka
memasuki ranah publik. Keadaan ini menjadi lebih buruk jika mereka tidak memiliki
keahlian yang sesuai.


Sebagai pencari rezeki yang tunggal, mayoritas ibu tunggal

berpendapatan kecil. Sumber keuangan mereka sangatlah rendah. Hal ini tergambar dalam
keadaan rumah yang sempit dan kurang terpenuhi kebutuhan keluarga seperti makanan dan

11
Universitas Sumatera Utara

pakaian. Hal ini yang menyebabkan kualitas kehidupan mereka yang rendah. Dari segi emosi,
bagi ibu tunggal yang di tinggal mati suami, mereka terpaksa menyesuaikan diri dengan
kehilangan orang yang dicintai, tempat bergantung, teman suka dan duka. Bagi yang bercerai
hidup, mereka juga terpaksa menerima ‘ketiadaan’ itu. Dalam menghadapi kehilangan ini,
mereka terpaksa memainkan peranan suami yang telah tiada.

2.3. Teori Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang atau kelompok dari lapisan
(strata sosial) yang satu ke lapisan yang lain. Mobilitas berasal dari bahasa Latin, yaitu
mobilis yang berarti mudah dipindahkan dari satu ke tempat ke tempat lain. Dalam bahasa

Indonesia dapat diartikan dengan “gerak” atau “perpindahan”. Mobilitas sosial merupakan
suatu konsep dinamika sosial yang secara harfiah seringkali diartikan sebagai suatu gerakan
yang terjadi akibat berpindah atau berubah posisi sosial seseorang atau sekelompok orang
pada saat yang berbeda.

Berdasarkan tipenya, jenis - jenis mobilitas sosial terbagi menjadi:


Mobilitas sosial vertical

Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan status yang dialami seseorang atau
sekelompok pada lapisan sosial yang berbeda. Ada dua mobilitas vertikal yaitu :
 Mobilitas sosial vertikal ke atas : orang-orang berstatus sosial rendah ke status
sosial yang lebih tinggi, dimana status itu telah tersedia. Contoh: seorang
camat diangkat menjadi bupati. Terbentuknya suatu kelompok baru yang lebih
tinggi dari pada lapisan sosial yang sudah ada. Contoh: Pembentukan

12
Universitas Sumatera Utara


organisasi baru memungkinkan seseorang untuk menjadi ketua dari organisasi
baru tersebut, sehingga status sosialnya naik.

 Mobilitas vertikal ke bawah (Social sinking) :
Sosial sinking merupakan proses penurunan status atau kedudukan seseorang.
Proses sosial sinking sering kali menimbulkan gejolak psikis bagi seseorang
karena ada perubahan pada hak dan kewajibannya.
Social sinking dibedakan menjadi dua bentuk :
Turunnya kedudukan seseorang ke kedudukan lebih rendah. Contoh: seorang
prajurit dipecat karena melakukan tidakan pelanggaran berat ketika
melaksanakan tugasnya.


Mobilitas sosial Horizontal

Mobilitas horizontal merupakan peralihan individu atau objek-objek sosial lainnya
dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Tidak terjadi
perubahan dalam derajat status seseorang ataupun objek sosial lainnya dalam mobilitas sosial
yang horizontal. Mobilitas sosial horizontal bisa terjadi secara sukarela tetapi bisa pula terjadi
karena terpaksa karena ancaman kekeringan. Contohnya seorang buruh petani yang pada

musim paceklik berpindah pekerjaan menjadi buruh bangunan. Hal ini bisa digolongkan
sebagai mobilitas sosial horizontal terpaksa yang artinya, petani tersebut terpaksa pindah ke
pekerjaan lain karena memang di desanya tidak ada lagi pekerjaan yang bisa dilakukan dalam
sektor pertanian dikarenakan ancaman kekeringan. Contoh mobilitas sosial sukarela yaitu,
seorang pegawai bank yang sudah bosan dan jenuh dengan pekerjaannya kemudian berpindah
karier menjadi pengusaha atau pekerjaan lainnya. Contoh lain yaitu : seperti Agama, Ras, dan
Suku.
13
Universitas Sumatera Utara



Mobilitas antargenerasi

Mobilitas antargenerasi secara umum berarti mobilitas dua generasi atau lebih,
misalnya generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi cucu, dan seterusnya. Mobilitas ini
ditandai dengan perkembangan taraf hidup, baik naik atau turun dalam suatu generasi.
Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan itu sendiri, melainkan pada perpindahan
status sosial suatu generasi ke generasi lainnya. Suatu studi yang sering menjadi acuan dalam
bahasan mengenai mobilitas antargenerasi ialah penelitian Blau dan Duncan ( dalam Sunarto,

2004: 214) terhadap mobilitas pekerjaan di Amerika Serikat. Kedua ilmuwan sosial ini
menyimpulkan dari data mereka bahwa masyarakat Amerika merupakan masyarakat yang
relatif terbuka karena di dalamnya telah terjadi mobilitas sosial antargenerasi dan didalam
mobilitas intragenerasi pengaruh pendidikan dan pekerjaan individu yang bersangkutan
lebihbesar daripada pengaruh pendidikan dan pekerjaan orang tua.

Dengan kata lain, dalam tiap-tiap generasi telah terjadi peningkatan status anak
melebihi status orang tuanya, dan dalam tiap generasi pun telah terjadi peningkatan status
anak sehingga melebihi status yang diduduki pada awal kariernya sendiri. Dalam hal ini
pengrajin sepatu Bunut termasuk dalam mobilitas antargenerasi karena dulunya pengrajin
tersebut merupakan pekerja di sebuah perusahaan karet pembuat sepatu. Namun, setelah
pabrik tutup pekerja mulai membuka usaha dengan cara mengembangkan keterampilannya
yang didapat ketika menjadi buruh dengan cara menjadi pengrajin sepatu Bunut dan
keterampilan membuat sepatu tersebut diwariskan secara turun temurun kepada anaknya.


Mobilitas intragenerasi

Mobilitas sosial intragenerasi adalah mobilitas yang dialami oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam satu generasi yang sama. Mobilitas intragenerasi dapat mengacu


14
Universitas Sumatera Utara

pada mobilitas sosial yang dialami seseorang dalam masa hidupnya, misalnya dari status
asisten dosen menjadi guru besar, atau dari perwira pertama menjadi perwira tinggi.

2.4. Faktor-faktor Yang Mendorong Terjadinya Mobilitas Sosial


Motivasi

Setiap individu pasti memiliki keinginan tidak hanya memiliki cara hidup yang baik,
tetapi juga ingin memperbaiki sikap sosialnya. Dalam sistem terbuka ada kemungkinan untuk
mencapai status apapun. Keterbukaan ini memotivasi orang untuk bekerja keras dan
memperbaiki keterampilan sehingga seseorang dapat mencapai status sosial yang lebih tinggi.
Tanpa motivasi tersebut, upaya untuk mobilitas sosial pun akan mustahil.


Prestasi (Achievement)


Prestasi dapat mengacu terjadinya mobilitas sosial. Contohnya, performa positif anda
yang tidak terduga ketika muncul di depan umum, yang dapat menarik perhatian publik yang
lebih luas dengan kemampuan seseorang. Namun tidak semua prestasi akan menghasilkan
mobilitas sosial.


Pendidikan (Education)

Pendidikan tidak hanya membantu seorang individu untuk memperoleh pengetahuan
tetapi juga sebagai kunci untuk menuju prospek kerja yang lebih tinggi. Sebagai contoh,
untuk menjadi dokter, setidaknya orang harus memiliki pendidikan dalam mata pelajaran
sains, dan bisa meneruskan kejenjang perkuliahan.

15
Universitas Sumatera Utara



Keahlian dan Pelatihan (Skills and Training)


Setiap masyarakat membuat ketentuan untuk memberikan keterampilan dan pelatihan
untuk generasi muda. Untuk memperoleh keterampilan dan pelatihan kita harus
membutuhkan banyak waktu serta uang. Mengapa orang-orang membutuhkan waktu dan
uang? Alasannya adalah bahwa masyarakat dapat memberikan dorongan pada orang-orang
tersebut. Masyarakat tidak hanya memberikan status sosial yang lebih tinggi, tetapi juga
memberikan manfaat ekonomi yang lebih tinggi dan hak lainnya kepada orang-orang yang
memiliki pelatihan tersebut. Tetap menjaga orang-orang yang menjalani pelatihan ini dengan
harapan untuk naik di strata sosial. Dengan kata lain, keterampilan dan pelatihan
memudahkan dalam perbaikan posisi, ini menyebabkan mobilitas sosial.


Industrialisasi

Revolusi industri mengawali suatu sistem sosial yang baru di mana orang diberi status
sesuai dengan kemampuan dan pelatihan mereka. Itu tidaklah penting diberikan kepada yang
mempunyai kasta tertentu, ras, agama dan etnis. Industrialisasi mengakibatkan produksi
massal pada harga yang lebih murah. Hal ini memaksa para pengrajin dari pekerjaan mereka.
Dalam mencari pekerjaan, mereka bermigrasi ke kota-kota industri. Mereka mendapatkan
pelatihan keterampilan kerja dan mendapat pekerjaan pada bidang industri. Dengan
pengalaman dan pelatihan, mereka bisa pindah atau naik tingkat pada strata sosial. Dalam
masyarakat industri, status pada pekerjaan meningkat capai dikarenakan pekerjaan dan
pelatihan mereka memumpuni. Sedangkan di masyarakat sebagai contoh pada daerah Bali
yang beragama hindu, status di anggap berasal dan sesuai dengan keturunan mereka.

16
Universitas Sumatera Utara

2.5. Dampak Mobilitas Sosial .

Setiap mobilitas sosial akan menimbulkan peluang terjadinya penyesuaian - penyesuaian
atau sebaliknya akan menimbulkan konflik. Menurut Horton dan Hunt (1987), ada beberapa
konsekuensi negatif dari adanya mobilitas sosial vertikal, di antaranya:

1. Adanya kecemasan akan terjadi penurunan status bila terjadi mobilitas menurun.
2. Timbulnya ketegangan dalam mempelajari peran baru dari status jabatan yang
meningkat.
3. Keterangan hubungan antara anggota kelompok primer, yang semula karena
seseorang berpindah ke status yang lebih tinggi atau ke status yang lebih rendah.

Adapun dampak mobilitas sosial bagi masyarakat, baik yang bersifat positif maupun
negatif antara lain sebagai berikut.


Dampak Positif :

Pertama, mendorong seseorang untuk lebih maju Terbukanya kesempatan untuk
pindah dari strata ke strata yang lain. Menimbulkan motivasi yang tinggi pada diri seseorang
untuk maju dalam berprestasi agar memperoleh status yang lebih tinggi. Kedua mempercepat
tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik mobilitas sosial akan lebih
mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik. Contoh: Indonesia
yang sedang mengalami perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri.
Perubahan ini akan lebih cepat terjadi jika didukung oleh sumber daya yang memiliki
kualitas. Kondisi ini perlu di dukung dengan peningkatan dalam bidang pendidikan. Ketiga
meningkatkan Intergrasi Sosial Terjadi nya mobilitas sosial dalam suatu masyarakat dapat
meningkatkan integrasi sosial. Misalnya, ia akan menyesuaikan diri dengan gaya hidup, nilai-

17
Universitas Sumatera Utara

nilai dan norma - norma yang di anut oleh kelompok orang dengan status sosial yang baru
sehingga tercipta intergrasi sosial.


Dampak Negatif :

Timbulnya Konflik Konflik yang ditimbulkan oleh mobilitas sosial dapat dibedakan
menjadi 3 bagian, yaitu sebagai berikut : Pertama konflik antar kelas. Dalam masyarakat
terdapat lapisan-lapisan. Kelompok dalam lapisan tersebut disebut kelas sosial. Apabila
terjadi perbedaan kepentingan antar kelas sosial, maka bisa memicu terjadinya konflik antar
kelas. Kedua konflik antar kelompok sosial. Konflik yang menyangkut antara kelompok satu
dengan kelompok yang lainnya. Konflik ini dapat berupa konflik antara kelompok sosial
yang masih tradisional dengan kelompok sosial yang modern. Proses suatu kelompok sosial
tertentu terhadap kelompok sosial yang lain yang memiliki wewenang. Ketiga konflik antar
generasi. Konflik yang terjadi karena adanya benturan nilai dan kepentingan antara generasi
yang satu dengan generasi yang lain dalam mempertahankan nilai - nilai dengan nilai - nilai
baru yang ingin mengadakan perubahan. Keempat berkurangnya solidaritas kelompok
penyesuaian diri dengan nilai-nilai dan norma -norma yang ada dalam kelas sosial yang baru
merupakan langkah yang diambil oleh seseorang yang mengalami mobilitas, baik vertikal
maupun horizontal. Hal ini dilakukan agar mereka bisa diterima dalam kelas sosial yang baru
dan mampu menjalankan fungsi - fungsinya. Kelima Timbulnya gangguan psikologis
mobilitas sosial dapat pula mempengaruhi kondisi psikologis seseorang, antara lain sebagai
berikut. : Menimbulkan ketakutan dan kegelisahan pada seseorang yang mengalami mobilitas
menurun. Adanya gangguan psikologis bila seseorang turun dari jabatannya. Mengalami
frustasi atau putus asa dan malu bagi orang-orang yang ingin naik ke lapisan atas, tetapi tidak
dapat mencapainya.

18
Universitas Sumatera Utara

2.6. Penelitian Terdahulu Tentang Mobilitas Sosial

Penelitian (Ravik Kardisi) mengenai tranformasi pekerja buruh petani menjadi
pengrajin industri kecil. Peristiwa ini terjadi akibat keterbatasan pekerjaan di sektor pertanian
dari buruh tani sehingga harus berpindah pekerjaan ke buruh industri kecil. Tidak hanya itu,
keterbatasan jumlah upah sebagai buruh tani juga sangat rendah sedangkan kebutuhan
ekonomi keluarga masih kurang, sehingga mereka memilih bekerja sebagai buruh pengrajin.
Dengan demikian pekerjaan buruh pengrajin industri kecil menjadi pekerjaan yang paling
utama bagi mereka.

Selain itu buruh pengrajin yang masih memiliki lahan pertanian, mereka hanya
bekerja sebagai buruh sambilan. Pekerjaan tersebut hanya untuk menambah pendapatan yang
mereka harapkan. Bagi pengrajin (sering kali disebut sebagai juragan kecil) umumnya masih
bekerja sebagai pengrajin sekaligus mengolah pertanian mereka atau bekerja sebagai buruh
tani untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Karena sebelum mereka bekerja sebagai buruh
pengrajin indutri kecil dahulu mereka bekerja sebagai buruh tani dimana pekerjaan tersebut
adalah pekerjaan utama bagi mereka. Namun sebagian buruh tani tidak mengelola lahan
pertanian mereka maka lahan pertanian tersebut akan disewakan kepada petani lain untuk di
kelola. Meskipun yang terlihat mereka belum sepenuhnya menaruh harapan kepada idustri
kecil yang merupakan pekerjaan utamanya, hal ini dikarenakan lahan pertaniannya dijadikan
penyangga/ alternatif jika terjadi kerugian dalam usaha industri tempatnya bekerja, maka
mereka dapat kembali mengelola lahan pertaniannya. Selain itu ada juga pengrajin pengusaha
yang umumnya tidak lagi mempunyai lahan pertanian, karena lahan pertanian mereka sudah
dijual untuk modal usaha bagi pengembangan usaha industri kecil yang menjadi pekerjaan
utamanya. Mereka hanya tergantung / menggantungkan hidupnya pada industri kecil, karena

19
Universitas Sumatera Utara

pengalaman mereka telah menunjukkan hasil yang sangat menjaminan hidup keluarganya
yang akan datang.

Dari penelitian di atas terdapat orang – orang yang semula bekas petani non pemilik
lahan (buruh tani) dan kini telah mejadi pengrajin pengusaha. Hal ini merupakan suatu sukses
yang menarik perhatian. Dalam penelitian ini ditemukan empat orang, mereka tersebut adalah
tiga orang menjadi pengrajin industri kecil dan seorang menjadi pengrajin pengusaha.
Keempat orang tersebut jika dilihat dari pendidikannya tiga orang berpendidikan SMTA
(Sekolah Menengah Tingkat Atas) dan seorang diantaranya tidak tamat sekolah selain itu
juga di antara mereka ada pernah kuliah diperguruan tinggi tetapi tidak selesai sampai
sarjana. Keempatnya magang menjadi buruh, dan dua diantaranya pernah kursus yang
diselenggarakan oleh depertemen perindustrian setelah yang bersangkutan menjadi pengrajin,
dan seluruhnya menjadi konsultan usaha dengan Lembaga Suadaya Masyarakat (LSM)
pembina pengrajin. Mereka berhubungan dengan bank dan pernah mendapatkan bantuan
pinjaman dari BUMN/PLN. Usia mereka 43 tahun, 48 tahun, 49 tahun dan 52 tahun.
Keempatnya berstatus sebagai pedagang pengumpul sekaligus pengrajin, yaitu menjadi
penghubung pengrajian dengan mengespor, ini merupakan contoh dari mobilitas sosial
vertikal. Mereka menjadi patron dan motivasi bagi petani kecil lain yang beralih ke pekerjaan
industri kecil dan berhasil dalam usaha tersebut.

Dengan menggunakan perbedaan ciri – ciri komunitas masyarakat industri dan
komunitas desa pertanian (Suparlan,1994), komunitas pedesaan sentral industri kecil di
sekitar Surakarta. Dapat diidentifikasi bahwa : pertama desa – desa ini telah banyak
menggunakan alat – alat reproduksi berupa mesin – mesin yang memunculkan berbasis
produksi berupa bengkel atau semacam pabrik/gudang. Kedua telah terjadi hubungan antara
pemberian upah dan buruh yang mencirikhaskan hubungan majikan buruh walaupun belum

20
Universitas Sumatera Utara

seketat birokrasi pabrik. Ketiga telah mulai dominan berkembangnya ekonomi pasar dan
hubungan kekeluargaan semakin mengendor dalam urusan perdagangan. Keempat, pekerjaan
buruh industri lebih menjadi pilihan daripada buruh tani. Kelima, dengan adanya tuntunan
jual produk bagi kebutuhan ekspor menjadikan pembagian waktu bagi pengrajin relatif ketat
batas - batasnya.
Jadi dapat di simpulkan kondisi yang terjadi tersebut dari sisi prosesnya tidak dapat di
lepaskan dengan peranan pendidikan magang. Sebagai yang menjembatani transformasi
pekerjaan yang semula sebagai petani menjadi industri kecil. Motivasi untuk berpindah
pekerjaan merupakan kesempatan belajar berusaha terutama melalui magang, proses
kesinambungan belajar yang di dukung oleh pemilik modal keterampilan dan modal usaha
sebagai pemilik aset usaha dan ini merupakan mobilitas sosial vertikal namun dari segi
pekerjaanya tetap sama. Selain itu tersedianya pasar yang menampung produksinya yang
akan mengantarkan seseorang yang menjadi pengrajin yang berhasil. Demikian juga makna
belajar yang terus menerus diterapkan bagi setiap orang yang ingin meningkatkan diri yang
menjadi pengrajin berhasil.
Selain itu ada penelitian (Arini Fitria Utami) mengenai mobilitas sosial yang terjadi
pada masyarakat nelayan Jangkar baik secara horizontal atau vertikal baik ke atas maupun ke
bawah. Hal ini terjadi dikarenakan adanya perubahan formasi armada penangkapan ikan yaitu
dengan adanya perubahan penggunaan perahu motor yang bermuatan 1