KAJIAN PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PUPUK KA
PEMBERIAN PUPUK KANDANG DAN MIKORIZA TERHADAP BIODIVERITAS
MIKROBA TANAH DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI KEDELAI DI
LAHAN MARJINAL
Shalahuddin Mukti Prabowo1, Samanhudi2*, Supyani2
1
2
Mahasiswa Program Studi Agronomi, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Staf Pengajar Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
*
Penulis untuk korespondensi, email : samanhudi@uns.ac.id
ABSTRAK
Lahan marjinal khususnya di Indonesia, terus meningkat setiap tahunnya.
Sementara itu usaha untuk mereklamasi lahan-lahan marjinal tersebut masih terbatas dan
belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut
perlu diusahakan suatu teknologi alternatif yang dapat dilakukan diantaranya pemanfatan
mikroorganisme yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman kedelai dan aplikasi
pemberian bahan organik. Aspek-aspek tersebut saling berkaitan, sehingga perlu dilakukan
penelitian secara berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh
penggunaan macam pupuk kandang (sapi, kambing, puyuh) dan mikoriza terhadap
biodiversitas mikroba tanah, serta pengaruhnya terhadap hasil kedelai di lahan marjinal.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) teridiri atas dua
faktor perlakuan yaitu perlakuan mikoriza dengan dua taraf dan perlakuan jenis pupuk
kandang dengan lima taraf, sehingga didapatkan 10 kombinasi perlakuan yang masingmasing diulang 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan
tidak berpengaruh nyata namun ada perbedaan yang cukup signifikan antara perlakuan
tanpa mikoriza dengan yang diberi mikoriza. Populasi dan biodiversitas mikroba lebih
tinggi pada perlakuan dengan mikoriza dibandingkan tanpa mikoriza. Jumlah bakteri pada
semua sampel ada 22 jenis, sedangkan jamur yang teridentifikasi berasal dari 4 genus yaitu
Aspergillus sp, Penicillium sp, Rhizopus sp, dan Mucor sp. Perlakuan yang diberikan
belum mampu menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap hasil panen kedelai,
namun pada perlakuan mikoriza memberikan hasil panen yang lebih tinggi daripada tanpa
mikoriza.
Kata kunci: Kedelai, mikoriza, lahan marjinal, biodiversitas mikroba tanah.
1. PENDAHULUAN
Sumber daya lahan merupakan salah
satu faktor yang sangat menentukan
keberhasilan
suatu
sistem
usaha
pertanian, karena hampir semua usaha
pertanian berbasis pada sumber daya
lahan. Lahan adalah suatu wilayah
daratan dengan cirri mencakup semua
watak yang melekat pada atmosfer,
tanah, geologi, timbulan, hidrologi dan
populasi tumbuhan dan hewan, baik
yang bersifat mantap maupun yang
bersifat mendaur, serta kegiatan manusia
di atasnya. Jadi, lahan mempunyai ciri
alami dan budaya (Notohadiprawiro,
1996).
Lahan
marginal
dapat
diartikan
sebagai lahan yang memiliki mutu
rendah karena memiliki beberapa faktor
pembatas jika digunakan untuk suatu
keperluan tertentu. Sebenarnya faktor
pembatas tersebut dapat diatasi dengan
masukan,
atau
dibelanjakan.
biaya
Tanpa
yang
masukan
harus
yang
berarti budidaya pertanian di lahan
marginal
tidak
keuntungan.
akan
memberikan
Di
Indonesia
lahan
marginal
dijumpai baik pada lahan basah maupun
lahan kering. Lahan basah berupa lahan
gambut, lahan sulfat masam dan rawa
pasang surut seluas 24 juta ha, sementara
lahan kering kering berupa tanah Ultisol
47,5 juta ha dan Oxisol 18 juta ha
(Suprapto, 2003). Indonesia memiliki
panjang garis pantai mencapai 106.000
km dengan potensi luas lahan 1.060.000
ha,
secara
marginal.
umum
termasuk
Berjuta-juta
hektar
lahan
lahan
marginal tersebut tersebar di beberapa
pulau,
prospeknya
pengembangan
baik
untuk
pertanian
namun
sekarang ini belum dikelola dengan baik.
Lahan-lahan
tersebut
kondisi
kesuburannya
rendah,
sehingga
diperlukan
inovasi
teknologi
untuk
memperbaiki produktivitasnya.
Dalam
kaitannya
dengan
memposisikan
sebagai
lahan
kering
sumberdaya pertanian masa depan, maka
pemanfaatan
lahan
kering
perlu
diperluas dan lebih memberikan aspek
penting, utamanya untuk pengembangan
pertanian
tanaman
penopang
pangan
sebagai
kehidupan
berbagai
tofografinya
menjaga
produktifitasnya
masyarakat,
dengan
tetap
peranannya
sebagai
stabilisasi
dan
peningkatan fungsi ekosistem.
Untuk mencegah dan mengurangi
kerusakan lingkungan yang lebih parah,
maka
perlu
dicari
berbagai
upaya
pengendalian
yang
mengarah
pada
kegiatan
rehabilitasi
kenyataannya,
lahan.
untuk
terbatas, solum tanahnya tipis dan
Dalam
melakukan
kegiatan rehabilitasi pada lahan-lahan
yang telah rusak tersebut adalah sukar.
Hal ini terutama disebabkan oleh kondisi
berbukit-bukit
rendah.
sehingga
Kesuburan
tanah alami (Suharta, 2010) sangat
bergantung
pada komposisi
mineral
bahan induk tanah atau cadangan hara
tanah. Semakin tinggi cadangan hara
tanah, semakin tinggi pula tingkat
kesuburan tanahnya. Cadangan hara di
dalam tanah sangat bergantung pada
komposisi, jumlah, dan jenis mineralnya.
Tanah marginal dari batuan sedimen
masam mempunyai cadangan mineral
lahan yang tidak menguntungkan untuk
atau cadangan hara yang rendah.
Lahan kering merupakan
menyokong
marjinal
pertumbuhan
tanaman.
yang
perlu
pengelolaan
daya
Untuk
dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian.
dalam
Utomo (2002) melaporkan bahwa lahan
merehabilitasi lahan-lahan yang rusak
kering di Indonesia cukup luas, dengan
tersebut, maka berbagai upaya seperti
taksiran sekitar 60,7 juta hektar atau
perbaikan lahan pratanam, pemilihan
88,6% dari luas lahan, sedangkan luas
jenis yang cocok, aplikasi silvikultur
lahan sawah hanya 7,8 juta hektar atau
yang benar, dan penggunaan pupuk
11,4% dari luas lahan, sebagian besar
biologis cendawan mikoriza arbuskular
banyak tersebar pada dataran rendah
menunjang
yang
rendah.
keberhasilan
perlu dilakukan (Setiadi, 1993).
2. KAJIAN
LITERATUR
tepat
dilakukan
Tanaman sukar tumbuh dan mempunyai
hidup
yang
lahan
agar
bisa
yakni hamparan lahan yang berada pada
DAN
PEGEMBANGAN HIPOTESIS
Karda
dan
Spudiati
(2005)
ketinggian 0–700 m dpl (60,65%) dan
dataran
tinggi
yang
terletak
pada
marginal
ketinggian >700 m dpl (39,35%) dari
merupakan lahan yang miskin unsur
total luasan lahan kering di Indonesia.
hara, ketersediaan air dan curah hujan
Data terbaru, menyebutkan Indonesia
menyatakan
bahwa
lahan
memiliki lahan kering sekitar 148 juta ha
pertumbuhan tanaman, serangan hama
(78%) dan lahan basah seluas 40,20 juta
dan penyakit (Yulipriyanto, 2010).
Cendawan mikoriza arbuskular
ha (22%) dari 188,20 juta ha total luas
daratan
(Abdulrachman
dan
Sutono
2005).
Bakteri dan jamur tanah mempunyai
dapat
meningkatkan
kemampuan
tanaman dalam pengambilan unsur hara
(K, Mg, Ca, O, H, C, dan S) terutama
peranan penting dalam berbagai siklus
fosfor (Yusnaini, 1998) yang berguna
biologis,
untuk dapat merangsang pertumbuhan
geologis,
(biogeochemical).
dan
kimiawi
Mikroorganisme
dan
perkembangan
akar.
Vesicular-
tanah juga mempengaruhi ekosistem
Arbuskular Mikorhiza (VAM) adalah
dengan kontribusinya terhadap nutrisi
suatu jamur atau fungi non patogenik
tanaman, kesehatan tanaman, struktur
yang
tanah
dan kesuburan tanah. Tanah
tumbuhan tertentu. Selain itu VAM
mengandung sejumlah besar bakteri
mampu memberikan ketahanan terhadap
yang terdiri dari berbagai spesies, akan
kekeringan karena hifa cendawan masih
tetapi lebih dari 99% spesies ini masih
mampu untuk menyerap air pada pori-
belum diketahui dan tidak dapat dikultur
pori tanah dan penyebaran hifa di dalam
(Amann
tanah
et
al,
1995).
Di
bidang
berasosiasi
sangat
dengan
luas
kelompok
sehingga
dapat
pertanian menjaga kesuburan tanah dan
mengambil air relatif lebih banyak (Imas
penanggulangan penyakit sangat penting
et al., 1989). Hal ini dibuktikan pada
untuk
yang
penelitian Karti (2004) bahwa pemberian
berkualitas tinggi dan berkelanjutan.
VAM meningkatkan pertumbuhan dan
Sehubungan dengan hal tersebut perlu
produksi rumput Setaria splendida.
Penelitian ini bertujuan untuk
mencapai
produksi
dievaluasi tidak hanya sifat fisik dan
kimia tanah saja akan tetapi sifat
biologis yang akan digunakan untuk
pengelolaan tanah. Hal ini terutama
penting untuk menjelaskan jenis mikroba
yang ada di dalam tanah dan bagaimana
mikroba tanah terlibat dalam fenomena
di lahan pertanian sehubungan dengan
mempelajari
pengaruh
penggunaan
macam pupuk kandang (sapi, kambing,
puyuh)
dan
biodiversitas
mikoriza
mikroba
terhadap
tanah,
serta
pengaruhnya terhadap hasil kedelai di
lahan marjinal. Hipotesis peneliti yaitu
pemberian pupuk kandang dan mikoriza
dapat
meningkatkan
biodiversitas
perakaran kedelai, pengambilan sampel
mikroba tanah
3. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan
dengan
metode isolasi tanah rhizosfer secara
langsung
dari
daerah
perakaran/
rhizosfer beberapa tanaman kedelai.
Identifikasi dilakukan di Laboratorium
Biologi
Tanah
Fakultas
Pertanian,
Universitas Sebelas Maret.
Penelitian menggunakan Rancangan
Acak
Kelompok
untuk setiap petak perlakuan di dekat
Lengkap
(RAKL)
tanah diulang sebanyak 3 kali, setiap
sampel tanah diambil ± 200 g, sampel
tanah di masukan kedalam kantong plastik
dan diberi kode. Memasukkan 10 g
sampel tanah ke dalam 90 ml garam
fisiologis, lalu digojog hingga homogen
(pengenceran 10-1). Mengambil 1 ml
larutan 10-1, memasukkan ke dalam 9 ml
garam fisiologis, lalu digojog hingga
10-2),
teridiri atas dua faktor perlakuan yaitu
homogeny
perlakuan mikoriza dengan dua taraf
melakukan
(M0: tanpa inokulasi mikorhiza dan M1:
pengenceran 10-5. Mengambil 0,1 ml
inokulasi mikorhiza) dan perlakuan jenis
larutan 10-5 dan menuangkan ke dalam
pupuk kandang dengan lima taraf (P0:
media NA untuk bakteri dan media PDA
tanpa
untuk jamur, lalu ratakan ke seluruh
pupuk
kandang,
P1:
pupuk
(pengenceran
hal
yang
media,
kandang kambing 10 tonHa-1, P3: pupuk
terhadap
kandang puyuh 10 tonHa-1, P4: jerami 5
Menginkubasi
tonHa-1)
10
pada suhu kamar, dengan posisi petridish
masing-
terbalik, disimpan dalam suhu kamar,
masing diulang 3 kali.
Pelaksanaan penelitian ini meliputi:
Isolat setelah berumur 4–7 hari dilakukan
persiapan lahan, aplikasi pupuk kandang,
morfologis
aplikasi
penanaman
kemudian menghitung koloni bakteri
kedelai, pemeliharaan, panen, isolasi dan
Pengambilan sampel tanah dilakukan
maupun jamur yang tumbuh.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identifikasi Mikroba Tanah
Hasil isolasi dari rhizosfer
untuk proses isolasi dan identifikasi
kedelai didapatkan jumlah bakteri
mikroba tanah. Sampel tanah diambil
pada semua sampel ada 22 jenis,
kombinasi
perlakuan
mikoriza
didapatkan
yang
dan
identifikasi biodiveristas mikroba tanah.
semua
hal
hingga
kandang sapi 10 tonHa-1, P2: pupuk
sehingga
melakukan
sama
yang
sama
pengenceran.
isolate-isolat
tersebut
pemurnian. Isolat diidentifikasi secara
setelah
berumur
3
hari,
sedangkan jamur yang teridentifikasi
morfologi makroskopi
ada 12 jenis yang berasal dari 4
mikroskopi.
Isolat
genus
teridentifikasi
memiliki
yaitu
Aspergillus
sp,
dan
yang
ciri
Penicillium sp, Rhizopus sp, dan
morfologi makroskopi yang berbeda-
Mucor sp. Semua isolat bakteri
beda seperti yang tersaji pada Tabel 1
diidentifikasi
dan Tabel 2.
secara
morfologi
makroskopi sedangkan isolat jamur
diidentifikasi secara
Tabel 1. Morfologi Jamur
Isola
t
1
2
3
4
8
Warna
koloni
hijau
hijau putih
hijau
hijau biru
coklat
kehitaman
jingga
hijau
kuning
putih
Colony
reverse
putih
putih
hijau
putih
coklat
kehitaman
putih
hijau
kuning
putih
9
kuning
putih
10
putih
hitam
putih
kuning
Permukaan
koloni
halus
halus
serabut
seperti beludru
seperti jarum
pentul
kasar
serabut agak
kasar
seperti beludru
serabut agak
kasar
seperti beludru
hitam
serabut
mucor sp2
putih
putih
seperti benang
halus
mucor sp3
5
6
7
11
12
Genus
penicillium
penicillium
penicillium
penicillium
rhizopus sp
aspergillus sp1
aspergillus sp2
aspergillus sp3
aspergillus sp4
Sumber: Data Pengamatan
Tabel 2 Morfologi bakteri
Isolat
Ukuran Bentuk
Elevasi
Margin
sp1
sp2
sp3
sp4
Warna
mucor sp1
isolat 1
kecil
circular
isolat 2
sedang circular
isolat 3
sedang circular
isolat 4
kecil
circular
isolat 5
besar
irregular
isolat 6
titik
circular
isolat 7
sedang circular
isolat 8
besar
irregular
isolat 9
kecil
filament
isolat 10 besar
circular
isolat 11 sedang circular
isolat 12 titik
circular
isolat 13 besar
filament
isolat 14 sedang irregular
isolat 15 sedang circular
isolat 16 sedang irregular
isolat 17 sedang irregular
isolat 18 besar
irregular
isolat 19 sedang circular
isolat 20 sedang irregular
isolat 21 sedang circular
isolat 22 sedang circular
Sumber: Data Pengamatan
raised
raised
umbunate
flat
flat
flat
flat
flat
flat
flat
convex
convex
flat
umbunate
raised
raised
flat
flat
umbunate
raised
raised
umbunate
entire
lobate
undulate
entire
lobate
entire
serate
undulate
serate
lobate
entire
entire
entire
undulate
undulate
lobate
serate
serate
lobate
undulate
entire
entire
bening
bening
bening
kuning
keruh
keruh
keruh
keruh
keruh
keruh
keruh
kuning
bening
bening
keruh
keruh
keruh
keruh
keruh
bening
keruh
keruh
Buée et al, (2009) menyatakan bahwa
penghuni rizosfir yang dapat dibiakkan
mikroba yang menghuni rizosfir umumnya
pada media buatan.
Jamur yang teriidentifikasi yaitu
dibedakan
menjadi
kelompok
bakteri,
archaea dan fungi. Namun demikian ketiga
berasal
Aspergillus
sp,
kelompok tersebut ketika ditumbuhkan
Penicillium sp, Rhizopus sp,
dan
pada media buatan di laboratorium jumlah
Mucor sp. Keempat genus tersebut
yang bisa ditumbuhkan sangat sedikit.
tergolong sebagai dekomposer didalam
Goodman et al, (1998) menyatakan bahwa
tanah, dekomposer berperan penting
dari total mikroba yang menghuni rizosfir
yang bisa diobservasi dengan mikroskop,
didalam proses kesuburan tanah.
Mikroorganisme yang menghuni
90% diantaranya tidak dapat dikulturkan
rizosfir
memainkan
pada media buatan. Dengan demikian
sangat
penting
hanya sekitar 10% saja mikroba hidup
pertumbuhan
dari
genus
peranan
dalam
dan
yang
membantu
meningkatkan
kesehatan ekologi tanaman inangnya,
baik secara langsung maupun tidak
strain bakteri dari empat daerah yang
langsung. Secara langsung mikroba di
mempunyai letak geografis berbeda,
rizosfir menghasilkan berbagai vitamin,
hasil
antibiotik,
dan
spesies bakteri yang paling melimpah di
molekul-molekul lain yang tentu saja
rizosfir adalah Chitinobacteria sp.,
menguntungkan
Acidobacterium
hormon
tanaman
bagi
pertumbuhan
analisis
menunjukkan
bahwa
sp.
dan
tanaman (Hasanuddin, 2003). Secara
Acidovorax sp. dengan kelimpahan
tidak
mikroba
antara 13-20%. Hasil penelitian lain
dapat
menunjukkan bahwa terdapat 10 genera
mikroba
yang selalu ditemukan pada berbagai
langsung
melepaskan
melawan
beberapa
sekresi
yang
patogenitas
merugikan sehingga dapat melindungi
rizosfir,
tanaman dari serangan penyakit (Kent
melimpah
and Triplett 2002). Akibat adanya
Flavobacterium,
Pseudomonas,
interaksi mikroba yang menghasilkan
Proteobacteria,
Bacteroidetes,
senyawa
Acidobacteria,
anti
mengendalikan
patogen
populasi
dapat
mikroba
parasit di rizosfir.
Tabel 2 menunjukkan bakteri yang
urutan
dari
yang
paling
Bacillus,
adalah
Firmicutes
dan
Gemmatimonades (Kielak et al,
2009).
Peran Mikoriza pada penelitian ini
berhasil diidentifikasi dari semua sampel
berpengaruh pada keberadaan mikroba
tanah secara morfologi ada 22 jenis.
tanah, hal ini telah dibuktikan oleh Curl
Sayangnya belum bisa diketahui secara
dan Bryan (1985) menjelaskan bahwa,
pasti jenis bakteri karena identifikasi
tanaman
hanya sebatas morfologi saja. Menurut
mikoriza dan bakteri pemfiksasi N
Prihastuti (2011) bakteri merupakan
memiliki
kelompok mikroba tanah yang paling
Actinomycetes yang lebih tinggi pada
dominan,
rhizosfirnya
mencapai
separuh
dari
yang
diinokulasi
populasi
dengan
bakteri
dibandingkan
dan
tanaman
biomassa mikroba dalam tanah. Jumlah
yang diinokulasi tunggal. Kerjasama
populasi dan jenis bakteri ditentukan
antara mikoriza dan bakteri penambat
oleh kondisi tanahnya, yang berfungsi
N akan menghasilkan suatu kondisi
sebagai lingkungan tumbuhnya.
Kemudian Fulthorpe et al, (2008)
yang menguntungkan bagi mikroba
telah menganalisis sejumlah 139.819
tanah
disekitarnya
sehingga
mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
bahwa keberadaan mikroba di dalam tanah
Seberapa besar sumbangan N tersebut
secara alami mempunyai peranan untuk
belum
karena
menjaga fungsi tanah dan mengendalikan
lanjut
produktivitasnya, karena sebagai kunci
bisa
diperlukan
dipastikan
penelitian
lebih
mengenai hal ini.
Lahan marjinal yang digunakan
dalam berbagai proses kehidupan tanah,
seperti
pembentukan
struktur
tanah,
pada penelitian ini merupakan lahan
dekomposisi bahan organik, mengubah zat
yang miskin unsur hara dan bahan
racun, siklus C, N, P dan S.
Tanah dapat dipandang sebagai suatu
organik yang rendah, sehingga apabila
kesatuan kehidupan daripada hanya suatu
digunakan untuk kegiatan pertanian
tubuh tanah saja. Komponen organik tanah
maka sudah dipastikan hasilnya akan
mengandung semua bentuk kehidupan
rendah. Pemberian bahan organik dan
dalam tanah dan yang sudah mati maupun
mikoriza
yang
diharapkan
dapat
memperbaiki kesehatan tanah sehingga
tanah menjadi sehat dan subur. Bahan
sedang
mengalami
proses
dekomposisi (Loreau et al, 2001).
B. Hasil Panen
Hasil
pengujian
menunjukkan
organik merupakan makanan mikroba
bahwa
tanah, jika tanah memiliki bahan
nyata terhadap jumlah total polong per
organik yang cukup maka keberadaan
tanaman. Rata-rata jumlah total polong
mikroba tanah akan tinggi. Menurut
per tanaman akibat pengaruh perlakuan
van Elsas dan Trevors (1997) menyatakan
ditunjukkan pada Gambar 1.
perlakuan
berpengaruh
tidak
Gambar
1. Grafik
rata-rata
jumlah polong per tanaman
Hasil pengujian menunjukkan
isi dan hampa per tanaman akibat
bahwa perlakuan berpengaruh tidak
pengaruh
perlakuan
nyata terhadap jumlah polong isi
pada Gambar 2.
ditunjukkan
dan hampa. Rata-rata jumlah polong
Gambar 2. Rata-rata jumlah polong isi dan polong hampa
Jumlah polong per tanaman
Penilitian yang dilakukan oleh Sasli
(Gambar 1) dan polong isi (Gambar 2)
(2013) menyatakan bahwa pemberian
paling tinggi pada perlakuan inokulasi
mikoriza
mikoriza
meningkatkan
dengan
organik
berupa
masukan
jerami,
bahan
sedangkan
pada
kedelai
serapan
berdampak
membantu
hara
pada
perbaikan
polong hampa paling tinggi pada
pertumbuhan
perlakuan inokulasi mikoriza dengan
Sehingga jelas fungsi mikoriza dapat
pupuk
meningkatkan hasil kedelai. Bahan
kandang
kotoran
puyuh.
dan
yang
kedelai.
Perlakuan berpengaruh tidak nyata
organik
pada komponen hasil panen, meskipun
berpengaruh nyata,
tidak berpengaruh nyata namun pada
dosis yang diberikan rendah karena
perlakuan
mikoriza
lahan merupakan lahan marjinal yang
menunjukkan hasil yang lebih tinggi
miskin hara sehingga perlu lebih
daripada perlakuan tanpa mikoriza.
banyak masukan bahan organik.
inokulasi
yang
hasil
diberikan
tidak
hal ini diduga
Menurut Irdiawan dan Rahmi
(2002)
bahwa
memerlukan
pengisian
sinar
tersedia, seimbang, dan dalam jumlah
yang optimum.
Dartius
polong
matahari
yang
yang dibutuhkan tanaman berada dalam
bila terlalu banyak air maka proses
polong
Adisarwanto
akan
(2000)
keadaan
terganggu.
pengisian
polong
cukup,
metabolismenya
menambahkan
maka
akan
hasil
membentuk
protein, enzim, hormon dan karbohidrat,
bahwa penyinaran yang kurang pada
masa
menjelaskan
bahwa apabila ketersediaan unsur-unsur
maksimal dan air yang cukup, tetapi
pengisian
(1990)
sehingga pembesaran, perpanjangan, dan
akan
pembelahan sel akan berlangsung dengan
menurunkan jumlah dan berat polong
cepat.
serta akan menambah jumlah polong
menyatakan bahwa unsur hara yang
hampa.
berasal dari pupuk organik sebagian kecil
Kemudian
diperkuat
oleh
Kemudian
Novizan
(2005)
Adisarwanto (2005) bahwa tidak semua
dapat
polong yang terbentuk terisi penuh oleh
tanaman, namun sebagian lagi terurai
biji, hal tersebut dapat disebabkan oleh
dalam jangka waktu yang lama. Unsur
berbagai
hara yang terurai tersebut kemudian
gangguan
diantaranya
langsung
dimanfaatkan
keadaan iklim yang kurang mendukung
dapat
pada fase generatif (pembungaan) dan
Dengan bantuan jasad renik di dalam
adanya gangguan hama dan penyakit.
Pemberian bahan organik pada
tanah
penelitian ini tidak berpengaruh nyata
diserap tanaman (Musnamar, 2006). Oleh
hal ini diduga karena dosis yang
karena
diberikan
mengalami
mengingat
masih
belum
riwayat
yang
digunakan merupakan lahan marjinal
yang miskin unsur hara sehingga perlu
masukan bahan organik yang cukup.
Pertumbuhan tanaman yang optimal
dapat tercapai apabila unsur hara yang
dibutuhkan
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan berada dalam bentuk
bahan
oleh
organik
tanaman.
akan
diubah
menjadi bentuk sederhana yang dapat
optimal,
lahan
dimanfaatkan
oleh
sempurna
5.
itu,
pupuk
organik
harus
dekomposisi
terlebih
dahulu
secara
sebelum
tersedia bagi tanaman di dalam tanah.
KESIMPULAN
Perlakuan yang diberikan tidak
berpengaruh
nyata
namun
ada
perbedaan yang cukup signifikan antara
perlakuan tanpa mikoriza dengan yang
diberi
mikoriza.
Populasi
dan
biodiversitas mikroba lebih tinggi pada
perlakuan
dengan
mikoriza
dibandingkan tanpa mikoriza. Jumlah
bakteri pada semua sampel ada 22
jenis,
sedangkan
jamur
yang
teridentifikasi berasal dari 4 genus
yaitu Aspergillus sp, Penicillium sp,
Rhizopus sp, dan Mucor sp. Perlakuan
yang
diberikan
belum
mampu
menunjukkan pengaruh yang signifikan
terhadap hasil panen kedelai, namun
pada perlakuan mikoriza memberikan
hasil panen yang lebih tinggi daripada
tanpa mikoriza.
6. REFERENSI
Abdulrachman, A. dan S. Sutono. 2005.
Teknologi pengendalian erosi
lahan
berlereng.
dalam
Teknologi Pengelolaan Lahan
Kering : Menuju pertanian
produktif dan ramah lingkungan.
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Tanah
dan
Agroklimat, Bogor.
Adisarwanto, T. 2000. Meningkatkan
Produksi Kacang Tanah di Lahan
Sawah dan Lahan kering. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Adisarwanto, T. 2005. Budidaya dengan
Pemupukan yang Efektif dan
Pengoptimalan Peran Bintil Akar
Kedelai. Penebar Swadaya. Bogor.
Amann, RI., W. Ludwig, and K.H.
Schleifer. 1995. Phylogenetic
identification
and
in
situ
detection of individual microbial
cells
without
cultivation.
Microbial Review 59: 143-169
Buée, M., W. De Boer, F. Martin, L. Van
Overbeek and E. Jukervith. 2009.
The
Rhizosphere
Zoo: An
Overview of Plant-associated
Communities of Microorganisms,
including
Phages,
Bacteria,
Archaea, and Fungi, and of Some
of Their Structuring Factors. Plant
Soil (2009) 321:189212.
Curl, E dan T. Bryan. 1985. The
Rhizosphere.
Springer-Verlag.
Berlin Heidelberg New York.
Tokyo. Pp 290
Dartius. 1990. Fisiologi Tumbuhan 2.
Fakultas Pertanian Universitas
Sumatra Utara, Medan. 125 hlm.
Fulthorpe R.R., Roesch L.F.W., Riva A.
and Triplett E.W. 2008. Distantly
Sampled Soils Carry few Species
in Common. ISME J 2:901910.
Goodman
R.M.,
Bintrim
S.B.,
Handelsman J., Quirino B.F.,
Rosas J.C., Simon H.M. and Smith
K.P. 1998. A Dirty Look: Soil
Microflora
and
Rhizosphere
Microbiology. In: Flores H.E.,
Lynch J.P., Eissenstat D. (eds)
Radical biology: Advances and
Perspectives on the Function of
Plant Roots.American Society of
Plant Physiologists, Rockville, pp
219231.
Hasanuddin. 2003. Peningkatan Peranan
Mikroorganisme dalam Sistem
Pengendalian Penyakit Tumbuhan
secara
Terpadu.
Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera
Uatara.
Imas, T., Hadioetomo, R. S., Gunawan,
A.W., dan Setiadi, Y., 1989,
Mikrobiologi tanah II, Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan
Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas
Bioteknologi
Bogor.
Institut
Pertanian
Aplikasi.
Penebar
Jakarta. 72 hlm
Swadaya,
Irdiawan, R. dan A. Rahmi. 2002.
Pengaruh
jarak
tanam
dan
pemberian bokhasi pupuk kandang
ayam terhadap pertumbuhan dan
hasil kacang tanah (Arachis
hypogaea L.). J. Agrifor. 1 (2) :
31-36
Notohadiprawiro, T. 1996. Lahan Kritis
Dan
Bincangan
Pelestarian
Lingkungan Hidup. Seminar
Nasional Penanganan Lahan
Kritis di Indonesia tanggal 7-8
November 1996. PT. Intidaya
Agrolestari. Bogor.
Karda
Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang
Efektif.
Agromedia
Pustaka.
Jakarta. 114 hlm.
IW
dan
Spudiati,
2005. Meningkatkan Produktivitas
Lahan Marginal Melalui Integrasi
Tanaman Pakan dan Ternak
Ruminansia. Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
– Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian
Karti, P D., 2004, Pengaruh Pemberian
Cendawan Mikoriza Arbuskula
Terhadap
Pertumbuhan
dan
Produksi
Rumput
Setaria
splendida Stapf yang Mengalami
Cekaman Kekeringan. Jurnal
Media Peternakan, 27 (2).
Kent A.D., Triplett E.W. 2002. Microbial
Communities and their Interaction
in
Soil
and
Rhizozphere
Ecosystem. Annu. Rev. Microbiol.
56: 211- 236.
Kielak A., Pijl A.S., vanVeen J.A. And
Kowalchuk
G.A.
2009.
Phylogenetic
Diversity
ofAcidobacteria
in
a
FormerAgricultural Soil. ISME J
3:378-382.
Loreau, M., S. Naeem, P. Inchausti, J.
Bengtsson, J. P. Grime, A. Hector,
D. U. Hooper, M. A. Huston, D.
Raffaelli, B. Schimid, D. Tilman and
D. A. Wardle. 2001. Biodiversity
and Ecosystem Funtioning: Current
Knowledge and Future Challenges.
Science (294): 804-808
Musnamar, E. I. 2006. Pupuk Organik :
Cair &Padat, Pembuatan dan
Prihastuti. 2011. Struktur komunitas
mikroba tanah dan implikasinya
dalam mewujudkan sistem pertanian
berkelanjutan.
El-Hayah
Vol
1(4):174-181
Sasli, I. 2013. Respon Tanaman Kedelai
Terhadap Pupuk Hayati Mikoriza
Arbuskula
Hasil
Rekayasa
Spesifik Gambut. J. Agrovigor
vol 6(1):73-80
Setiadi, Y.
1993.
Mycorrhiza for
reforestation. Makalah presentasi
di Biodiversity- Biotechnology
Inovation Symposium. British
Council. Jakarta, 3 Mei 1993
Suharta.
2010. Karakteristik
dan
Permasalahan Tanah Marginal di
Kalimantan
139-146. Jurnal
Litbang Pertanian, 29(4), 2010.
Suprapto, A. (2003) Land and water
resources
development
in
Indonesia.
dalam.
FAO.
Investment in Land and Water.
Proceedings of the Regional
Consultation.
Utomo M. 2002. Pengelolaan Lahan
Kering
untuk
Pertanian
Berkelanjutan. Makalah utama
pada Seminar Nasional IV
pengembangan wilayah lahan
kering dan pertemuan ilmiah
tahunan himpunan ilmu tanah
Indonesia di Mataram, 27-28 Mei
2002.
van Elsas J. D dan J. T. Trevors. 1997.
Modern Soil Microbiology. New
York: MarcelDekker
Yulipriyanto H., 2010, Biologi Tanah
dan Strategi Pengelolaannya,
Graha Ilmu, Yogyakarta
Yusnaini S. 1998. Pengaruh Inokulasi
Ganda Rhizobium dan Mikoriza
Vesikular Arbuskular terhadap
Nodulasi dan Produksi Kedelai
pada Tanah Ultisol Lampung.
Jurnal Tanah Tropika. No. 7:103108.
MIKROBA TANAH DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI KEDELAI DI
LAHAN MARJINAL
Shalahuddin Mukti Prabowo1, Samanhudi2*, Supyani2
1
2
Mahasiswa Program Studi Agronomi, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Staf Pengajar Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
*
Penulis untuk korespondensi, email : samanhudi@uns.ac.id
ABSTRAK
Lahan marjinal khususnya di Indonesia, terus meningkat setiap tahunnya.
Sementara itu usaha untuk mereklamasi lahan-lahan marjinal tersebut masih terbatas dan
belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut
perlu diusahakan suatu teknologi alternatif yang dapat dilakukan diantaranya pemanfatan
mikroorganisme yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman kedelai dan aplikasi
pemberian bahan organik. Aspek-aspek tersebut saling berkaitan, sehingga perlu dilakukan
penelitian secara berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh
penggunaan macam pupuk kandang (sapi, kambing, puyuh) dan mikoriza terhadap
biodiversitas mikroba tanah, serta pengaruhnya terhadap hasil kedelai di lahan marjinal.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) teridiri atas dua
faktor perlakuan yaitu perlakuan mikoriza dengan dua taraf dan perlakuan jenis pupuk
kandang dengan lima taraf, sehingga didapatkan 10 kombinasi perlakuan yang masingmasing diulang 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan
tidak berpengaruh nyata namun ada perbedaan yang cukup signifikan antara perlakuan
tanpa mikoriza dengan yang diberi mikoriza. Populasi dan biodiversitas mikroba lebih
tinggi pada perlakuan dengan mikoriza dibandingkan tanpa mikoriza. Jumlah bakteri pada
semua sampel ada 22 jenis, sedangkan jamur yang teridentifikasi berasal dari 4 genus yaitu
Aspergillus sp, Penicillium sp, Rhizopus sp, dan Mucor sp. Perlakuan yang diberikan
belum mampu menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap hasil panen kedelai,
namun pada perlakuan mikoriza memberikan hasil panen yang lebih tinggi daripada tanpa
mikoriza.
Kata kunci: Kedelai, mikoriza, lahan marjinal, biodiversitas mikroba tanah.
1. PENDAHULUAN
Sumber daya lahan merupakan salah
satu faktor yang sangat menentukan
keberhasilan
suatu
sistem
usaha
pertanian, karena hampir semua usaha
pertanian berbasis pada sumber daya
lahan. Lahan adalah suatu wilayah
daratan dengan cirri mencakup semua
watak yang melekat pada atmosfer,
tanah, geologi, timbulan, hidrologi dan
populasi tumbuhan dan hewan, baik
yang bersifat mantap maupun yang
bersifat mendaur, serta kegiatan manusia
di atasnya. Jadi, lahan mempunyai ciri
alami dan budaya (Notohadiprawiro,
1996).
Lahan
marginal
dapat
diartikan
sebagai lahan yang memiliki mutu
rendah karena memiliki beberapa faktor
pembatas jika digunakan untuk suatu
keperluan tertentu. Sebenarnya faktor
pembatas tersebut dapat diatasi dengan
masukan,
atau
dibelanjakan.
biaya
Tanpa
yang
masukan
harus
yang
berarti budidaya pertanian di lahan
marginal
tidak
keuntungan.
akan
memberikan
Di
Indonesia
lahan
marginal
dijumpai baik pada lahan basah maupun
lahan kering. Lahan basah berupa lahan
gambut, lahan sulfat masam dan rawa
pasang surut seluas 24 juta ha, sementara
lahan kering kering berupa tanah Ultisol
47,5 juta ha dan Oxisol 18 juta ha
(Suprapto, 2003). Indonesia memiliki
panjang garis pantai mencapai 106.000
km dengan potensi luas lahan 1.060.000
ha,
secara
marginal.
umum
termasuk
Berjuta-juta
hektar
lahan
lahan
marginal tersebut tersebar di beberapa
pulau,
prospeknya
pengembangan
baik
untuk
pertanian
namun
sekarang ini belum dikelola dengan baik.
Lahan-lahan
tersebut
kondisi
kesuburannya
rendah,
sehingga
diperlukan
inovasi
teknologi
untuk
memperbaiki produktivitasnya.
Dalam
kaitannya
dengan
memposisikan
sebagai
lahan
kering
sumberdaya pertanian masa depan, maka
pemanfaatan
lahan
kering
perlu
diperluas dan lebih memberikan aspek
penting, utamanya untuk pengembangan
pertanian
tanaman
penopang
pangan
sebagai
kehidupan
berbagai
tofografinya
menjaga
produktifitasnya
masyarakat,
dengan
tetap
peranannya
sebagai
stabilisasi
dan
peningkatan fungsi ekosistem.
Untuk mencegah dan mengurangi
kerusakan lingkungan yang lebih parah,
maka
perlu
dicari
berbagai
upaya
pengendalian
yang
mengarah
pada
kegiatan
rehabilitasi
kenyataannya,
lahan.
untuk
terbatas, solum tanahnya tipis dan
Dalam
melakukan
kegiatan rehabilitasi pada lahan-lahan
yang telah rusak tersebut adalah sukar.
Hal ini terutama disebabkan oleh kondisi
berbukit-bukit
rendah.
sehingga
Kesuburan
tanah alami (Suharta, 2010) sangat
bergantung
pada komposisi
mineral
bahan induk tanah atau cadangan hara
tanah. Semakin tinggi cadangan hara
tanah, semakin tinggi pula tingkat
kesuburan tanahnya. Cadangan hara di
dalam tanah sangat bergantung pada
komposisi, jumlah, dan jenis mineralnya.
Tanah marginal dari batuan sedimen
masam mempunyai cadangan mineral
lahan yang tidak menguntungkan untuk
atau cadangan hara yang rendah.
Lahan kering merupakan
menyokong
marjinal
pertumbuhan
tanaman.
yang
perlu
pengelolaan
daya
Untuk
dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian.
dalam
Utomo (2002) melaporkan bahwa lahan
merehabilitasi lahan-lahan yang rusak
kering di Indonesia cukup luas, dengan
tersebut, maka berbagai upaya seperti
taksiran sekitar 60,7 juta hektar atau
perbaikan lahan pratanam, pemilihan
88,6% dari luas lahan, sedangkan luas
jenis yang cocok, aplikasi silvikultur
lahan sawah hanya 7,8 juta hektar atau
yang benar, dan penggunaan pupuk
11,4% dari luas lahan, sebagian besar
biologis cendawan mikoriza arbuskular
banyak tersebar pada dataran rendah
menunjang
yang
rendah.
keberhasilan
perlu dilakukan (Setiadi, 1993).
2. KAJIAN
LITERATUR
tepat
dilakukan
Tanaman sukar tumbuh dan mempunyai
hidup
yang
lahan
agar
bisa
yakni hamparan lahan yang berada pada
DAN
PEGEMBANGAN HIPOTESIS
Karda
dan
Spudiati
(2005)
ketinggian 0–700 m dpl (60,65%) dan
dataran
tinggi
yang
terletak
pada
marginal
ketinggian >700 m dpl (39,35%) dari
merupakan lahan yang miskin unsur
total luasan lahan kering di Indonesia.
hara, ketersediaan air dan curah hujan
Data terbaru, menyebutkan Indonesia
menyatakan
bahwa
lahan
memiliki lahan kering sekitar 148 juta ha
pertumbuhan tanaman, serangan hama
(78%) dan lahan basah seluas 40,20 juta
dan penyakit (Yulipriyanto, 2010).
Cendawan mikoriza arbuskular
ha (22%) dari 188,20 juta ha total luas
daratan
(Abdulrachman
dan
Sutono
2005).
Bakteri dan jamur tanah mempunyai
dapat
meningkatkan
kemampuan
tanaman dalam pengambilan unsur hara
(K, Mg, Ca, O, H, C, dan S) terutama
peranan penting dalam berbagai siklus
fosfor (Yusnaini, 1998) yang berguna
biologis,
untuk dapat merangsang pertumbuhan
geologis,
(biogeochemical).
dan
kimiawi
Mikroorganisme
dan
perkembangan
akar.
Vesicular-
tanah juga mempengaruhi ekosistem
Arbuskular Mikorhiza (VAM) adalah
dengan kontribusinya terhadap nutrisi
suatu jamur atau fungi non patogenik
tanaman, kesehatan tanaman, struktur
yang
tanah
dan kesuburan tanah. Tanah
tumbuhan tertentu. Selain itu VAM
mengandung sejumlah besar bakteri
mampu memberikan ketahanan terhadap
yang terdiri dari berbagai spesies, akan
kekeringan karena hifa cendawan masih
tetapi lebih dari 99% spesies ini masih
mampu untuk menyerap air pada pori-
belum diketahui dan tidak dapat dikultur
pori tanah dan penyebaran hifa di dalam
(Amann
tanah
et
al,
1995).
Di
bidang
berasosiasi
sangat
dengan
luas
kelompok
sehingga
dapat
pertanian menjaga kesuburan tanah dan
mengambil air relatif lebih banyak (Imas
penanggulangan penyakit sangat penting
et al., 1989). Hal ini dibuktikan pada
untuk
yang
penelitian Karti (2004) bahwa pemberian
berkualitas tinggi dan berkelanjutan.
VAM meningkatkan pertumbuhan dan
Sehubungan dengan hal tersebut perlu
produksi rumput Setaria splendida.
Penelitian ini bertujuan untuk
mencapai
produksi
dievaluasi tidak hanya sifat fisik dan
kimia tanah saja akan tetapi sifat
biologis yang akan digunakan untuk
pengelolaan tanah. Hal ini terutama
penting untuk menjelaskan jenis mikroba
yang ada di dalam tanah dan bagaimana
mikroba tanah terlibat dalam fenomena
di lahan pertanian sehubungan dengan
mempelajari
pengaruh
penggunaan
macam pupuk kandang (sapi, kambing,
puyuh)
dan
biodiversitas
mikoriza
mikroba
terhadap
tanah,
serta
pengaruhnya terhadap hasil kedelai di
lahan marjinal. Hipotesis peneliti yaitu
pemberian pupuk kandang dan mikoriza
dapat
meningkatkan
biodiversitas
perakaran kedelai, pengambilan sampel
mikroba tanah
3. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan
dengan
metode isolasi tanah rhizosfer secara
langsung
dari
daerah
perakaran/
rhizosfer beberapa tanaman kedelai.
Identifikasi dilakukan di Laboratorium
Biologi
Tanah
Fakultas
Pertanian,
Universitas Sebelas Maret.
Penelitian menggunakan Rancangan
Acak
Kelompok
untuk setiap petak perlakuan di dekat
Lengkap
(RAKL)
tanah diulang sebanyak 3 kali, setiap
sampel tanah diambil ± 200 g, sampel
tanah di masukan kedalam kantong plastik
dan diberi kode. Memasukkan 10 g
sampel tanah ke dalam 90 ml garam
fisiologis, lalu digojog hingga homogen
(pengenceran 10-1). Mengambil 1 ml
larutan 10-1, memasukkan ke dalam 9 ml
garam fisiologis, lalu digojog hingga
10-2),
teridiri atas dua faktor perlakuan yaitu
homogeny
perlakuan mikoriza dengan dua taraf
melakukan
(M0: tanpa inokulasi mikorhiza dan M1:
pengenceran 10-5. Mengambil 0,1 ml
inokulasi mikorhiza) dan perlakuan jenis
larutan 10-5 dan menuangkan ke dalam
pupuk kandang dengan lima taraf (P0:
media NA untuk bakteri dan media PDA
tanpa
untuk jamur, lalu ratakan ke seluruh
pupuk
kandang,
P1:
pupuk
(pengenceran
hal
yang
media,
kandang kambing 10 tonHa-1, P3: pupuk
terhadap
kandang puyuh 10 tonHa-1, P4: jerami 5
Menginkubasi
tonHa-1)
10
pada suhu kamar, dengan posisi petridish
masing-
terbalik, disimpan dalam suhu kamar,
masing diulang 3 kali.
Pelaksanaan penelitian ini meliputi:
Isolat setelah berumur 4–7 hari dilakukan
persiapan lahan, aplikasi pupuk kandang,
morfologis
aplikasi
penanaman
kemudian menghitung koloni bakteri
kedelai, pemeliharaan, panen, isolasi dan
Pengambilan sampel tanah dilakukan
maupun jamur yang tumbuh.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identifikasi Mikroba Tanah
Hasil isolasi dari rhizosfer
untuk proses isolasi dan identifikasi
kedelai didapatkan jumlah bakteri
mikroba tanah. Sampel tanah diambil
pada semua sampel ada 22 jenis,
kombinasi
perlakuan
mikoriza
didapatkan
yang
dan
identifikasi biodiveristas mikroba tanah.
semua
hal
hingga
kandang sapi 10 tonHa-1, P2: pupuk
sehingga
melakukan
sama
yang
sama
pengenceran.
isolate-isolat
tersebut
pemurnian. Isolat diidentifikasi secara
setelah
berumur
3
hari,
sedangkan jamur yang teridentifikasi
morfologi makroskopi
ada 12 jenis yang berasal dari 4
mikroskopi.
Isolat
genus
teridentifikasi
memiliki
yaitu
Aspergillus
sp,
dan
yang
ciri
Penicillium sp, Rhizopus sp, dan
morfologi makroskopi yang berbeda-
Mucor sp. Semua isolat bakteri
beda seperti yang tersaji pada Tabel 1
diidentifikasi
dan Tabel 2.
secara
morfologi
makroskopi sedangkan isolat jamur
diidentifikasi secara
Tabel 1. Morfologi Jamur
Isola
t
1
2
3
4
8
Warna
koloni
hijau
hijau putih
hijau
hijau biru
coklat
kehitaman
jingga
hijau
kuning
putih
Colony
reverse
putih
putih
hijau
putih
coklat
kehitaman
putih
hijau
kuning
putih
9
kuning
putih
10
putih
hitam
putih
kuning
Permukaan
koloni
halus
halus
serabut
seperti beludru
seperti jarum
pentul
kasar
serabut agak
kasar
seperti beludru
serabut agak
kasar
seperti beludru
hitam
serabut
mucor sp2
putih
putih
seperti benang
halus
mucor sp3
5
6
7
11
12
Genus
penicillium
penicillium
penicillium
penicillium
rhizopus sp
aspergillus sp1
aspergillus sp2
aspergillus sp3
aspergillus sp4
Sumber: Data Pengamatan
Tabel 2 Morfologi bakteri
Isolat
Ukuran Bentuk
Elevasi
Margin
sp1
sp2
sp3
sp4
Warna
mucor sp1
isolat 1
kecil
circular
isolat 2
sedang circular
isolat 3
sedang circular
isolat 4
kecil
circular
isolat 5
besar
irregular
isolat 6
titik
circular
isolat 7
sedang circular
isolat 8
besar
irregular
isolat 9
kecil
filament
isolat 10 besar
circular
isolat 11 sedang circular
isolat 12 titik
circular
isolat 13 besar
filament
isolat 14 sedang irregular
isolat 15 sedang circular
isolat 16 sedang irregular
isolat 17 sedang irregular
isolat 18 besar
irregular
isolat 19 sedang circular
isolat 20 sedang irregular
isolat 21 sedang circular
isolat 22 sedang circular
Sumber: Data Pengamatan
raised
raised
umbunate
flat
flat
flat
flat
flat
flat
flat
convex
convex
flat
umbunate
raised
raised
flat
flat
umbunate
raised
raised
umbunate
entire
lobate
undulate
entire
lobate
entire
serate
undulate
serate
lobate
entire
entire
entire
undulate
undulate
lobate
serate
serate
lobate
undulate
entire
entire
bening
bening
bening
kuning
keruh
keruh
keruh
keruh
keruh
keruh
keruh
kuning
bening
bening
keruh
keruh
keruh
keruh
keruh
bening
keruh
keruh
Buée et al, (2009) menyatakan bahwa
penghuni rizosfir yang dapat dibiakkan
mikroba yang menghuni rizosfir umumnya
pada media buatan.
Jamur yang teriidentifikasi yaitu
dibedakan
menjadi
kelompok
bakteri,
archaea dan fungi. Namun demikian ketiga
berasal
Aspergillus
sp,
kelompok tersebut ketika ditumbuhkan
Penicillium sp, Rhizopus sp,
dan
pada media buatan di laboratorium jumlah
Mucor sp. Keempat genus tersebut
yang bisa ditumbuhkan sangat sedikit.
tergolong sebagai dekomposer didalam
Goodman et al, (1998) menyatakan bahwa
tanah, dekomposer berperan penting
dari total mikroba yang menghuni rizosfir
yang bisa diobservasi dengan mikroskop,
didalam proses kesuburan tanah.
Mikroorganisme yang menghuni
90% diantaranya tidak dapat dikulturkan
rizosfir
memainkan
pada media buatan. Dengan demikian
sangat
penting
hanya sekitar 10% saja mikroba hidup
pertumbuhan
dari
genus
peranan
dalam
dan
yang
membantu
meningkatkan
kesehatan ekologi tanaman inangnya,
baik secara langsung maupun tidak
strain bakteri dari empat daerah yang
langsung. Secara langsung mikroba di
mempunyai letak geografis berbeda,
rizosfir menghasilkan berbagai vitamin,
hasil
antibiotik,
dan
spesies bakteri yang paling melimpah di
molekul-molekul lain yang tentu saja
rizosfir adalah Chitinobacteria sp.,
menguntungkan
Acidobacterium
hormon
tanaman
bagi
pertumbuhan
analisis
menunjukkan
bahwa
sp.
dan
tanaman (Hasanuddin, 2003). Secara
Acidovorax sp. dengan kelimpahan
tidak
mikroba
antara 13-20%. Hasil penelitian lain
dapat
menunjukkan bahwa terdapat 10 genera
mikroba
yang selalu ditemukan pada berbagai
langsung
melepaskan
melawan
beberapa
sekresi
yang
patogenitas
merugikan sehingga dapat melindungi
rizosfir,
tanaman dari serangan penyakit (Kent
melimpah
and Triplett 2002). Akibat adanya
Flavobacterium,
Pseudomonas,
interaksi mikroba yang menghasilkan
Proteobacteria,
Bacteroidetes,
senyawa
Acidobacteria,
anti
mengendalikan
patogen
populasi
dapat
mikroba
parasit di rizosfir.
Tabel 2 menunjukkan bakteri yang
urutan
dari
yang
paling
Bacillus,
adalah
Firmicutes
dan
Gemmatimonades (Kielak et al,
2009).
Peran Mikoriza pada penelitian ini
berhasil diidentifikasi dari semua sampel
berpengaruh pada keberadaan mikroba
tanah secara morfologi ada 22 jenis.
tanah, hal ini telah dibuktikan oleh Curl
Sayangnya belum bisa diketahui secara
dan Bryan (1985) menjelaskan bahwa,
pasti jenis bakteri karena identifikasi
tanaman
hanya sebatas morfologi saja. Menurut
mikoriza dan bakteri pemfiksasi N
Prihastuti (2011) bakteri merupakan
memiliki
kelompok mikroba tanah yang paling
Actinomycetes yang lebih tinggi pada
dominan,
rhizosfirnya
mencapai
separuh
dari
yang
diinokulasi
populasi
dengan
bakteri
dibandingkan
dan
tanaman
biomassa mikroba dalam tanah. Jumlah
yang diinokulasi tunggal. Kerjasama
populasi dan jenis bakteri ditentukan
antara mikoriza dan bakteri penambat
oleh kondisi tanahnya, yang berfungsi
N akan menghasilkan suatu kondisi
sebagai lingkungan tumbuhnya.
Kemudian Fulthorpe et al, (2008)
yang menguntungkan bagi mikroba
telah menganalisis sejumlah 139.819
tanah
disekitarnya
sehingga
mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
bahwa keberadaan mikroba di dalam tanah
Seberapa besar sumbangan N tersebut
secara alami mempunyai peranan untuk
belum
karena
menjaga fungsi tanah dan mengendalikan
lanjut
produktivitasnya, karena sebagai kunci
bisa
diperlukan
dipastikan
penelitian
lebih
mengenai hal ini.
Lahan marjinal yang digunakan
dalam berbagai proses kehidupan tanah,
seperti
pembentukan
struktur
tanah,
pada penelitian ini merupakan lahan
dekomposisi bahan organik, mengubah zat
yang miskin unsur hara dan bahan
racun, siklus C, N, P dan S.
Tanah dapat dipandang sebagai suatu
organik yang rendah, sehingga apabila
kesatuan kehidupan daripada hanya suatu
digunakan untuk kegiatan pertanian
tubuh tanah saja. Komponen organik tanah
maka sudah dipastikan hasilnya akan
mengandung semua bentuk kehidupan
rendah. Pemberian bahan organik dan
dalam tanah dan yang sudah mati maupun
mikoriza
yang
diharapkan
dapat
memperbaiki kesehatan tanah sehingga
tanah menjadi sehat dan subur. Bahan
sedang
mengalami
proses
dekomposisi (Loreau et al, 2001).
B. Hasil Panen
Hasil
pengujian
menunjukkan
organik merupakan makanan mikroba
bahwa
tanah, jika tanah memiliki bahan
nyata terhadap jumlah total polong per
organik yang cukup maka keberadaan
tanaman. Rata-rata jumlah total polong
mikroba tanah akan tinggi. Menurut
per tanaman akibat pengaruh perlakuan
van Elsas dan Trevors (1997) menyatakan
ditunjukkan pada Gambar 1.
perlakuan
berpengaruh
tidak
Gambar
1. Grafik
rata-rata
jumlah polong per tanaman
Hasil pengujian menunjukkan
isi dan hampa per tanaman akibat
bahwa perlakuan berpengaruh tidak
pengaruh
perlakuan
nyata terhadap jumlah polong isi
pada Gambar 2.
ditunjukkan
dan hampa. Rata-rata jumlah polong
Gambar 2. Rata-rata jumlah polong isi dan polong hampa
Jumlah polong per tanaman
Penilitian yang dilakukan oleh Sasli
(Gambar 1) dan polong isi (Gambar 2)
(2013) menyatakan bahwa pemberian
paling tinggi pada perlakuan inokulasi
mikoriza
mikoriza
meningkatkan
dengan
organik
berupa
masukan
jerami,
bahan
sedangkan
pada
kedelai
serapan
berdampak
membantu
hara
pada
perbaikan
polong hampa paling tinggi pada
pertumbuhan
perlakuan inokulasi mikoriza dengan
Sehingga jelas fungsi mikoriza dapat
pupuk
meningkatkan hasil kedelai. Bahan
kandang
kotoran
puyuh.
dan
yang
kedelai.
Perlakuan berpengaruh tidak nyata
organik
pada komponen hasil panen, meskipun
berpengaruh nyata,
tidak berpengaruh nyata namun pada
dosis yang diberikan rendah karena
perlakuan
mikoriza
lahan merupakan lahan marjinal yang
menunjukkan hasil yang lebih tinggi
miskin hara sehingga perlu lebih
daripada perlakuan tanpa mikoriza.
banyak masukan bahan organik.
inokulasi
yang
hasil
diberikan
tidak
hal ini diduga
Menurut Irdiawan dan Rahmi
(2002)
bahwa
memerlukan
pengisian
sinar
tersedia, seimbang, dan dalam jumlah
yang optimum.
Dartius
polong
matahari
yang
yang dibutuhkan tanaman berada dalam
bila terlalu banyak air maka proses
polong
Adisarwanto
akan
(2000)
keadaan
terganggu.
pengisian
polong
cukup,
metabolismenya
menambahkan
maka
akan
hasil
membentuk
protein, enzim, hormon dan karbohidrat,
bahwa penyinaran yang kurang pada
masa
menjelaskan
bahwa apabila ketersediaan unsur-unsur
maksimal dan air yang cukup, tetapi
pengisian
(1990)
sehingga pembesaran, perpanjangan, dan
akan
pembelahan sel akan berlangsung dengan
menurunkan jumlah dan berat polong
cepat.
serta akan menambah jumlah polong
menyatakan bahwa unsur hara yang
hampa.
berasal dari pupuk organik sebagian kecil
Kemudian
diperkuat
oleh
Kemudian
Novizan
(2005)
Adisarwanto (2005) bahwa tidak semua
dapat
polong yang terbentuk terisi penuh oleh
tanaman, namun sebagian lagi terurai
biji, hal tersebut dapat disebabkan oleh
dalam jangka waktu yang lama. Unsur
berbagai
hara yang terurai tersebut kemudian
gangguan
diantaranya
langsung
dimanfaatkan
keadaan iklim yang kurang mendukung
dapat
pada fase generatif (pembungaan) dan
Dengan bantuan jasad renik di dalam
adanya gangguan hama dan penyakit.
Pemberian bahan organik pada
tanah
penelitian ini tidak berpengaruh nyata
diserap tanaman (Musnamar, 2006). Oleh
hal ini diduga karena dosis yang
karena
diberikan
mengalami
mengingat
masih
belum
riwayat
yang
digunakan merupakan lahan marjinal
yang miskin unsur hara sehingga perlu
masukan bahan organik yang cukup.
Pertumbuhan tanaman yang optimal
dapat tercapai apabila unsur hara yang
dibutuhkan
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan berada dalam bentuk
bahan
oleh
organik
tanaman.
akan
diubah
menjadi bentuk sederhana yang dapat
optimal,
lahan
dimanfaatkan
oleh
sempurna
5.
itu,
pupuk
organik
harus
dekomposisi
terlebih
dahulu
secara
sebelum
tersedia bagi tanaman di dalam tanah.
KESIMPULAN
Perlakuan yang diberikan tidak
berpengaruh
nyata
namun
ada
perbedaan yang cukup signifikan antara
perlakuan tanpa mikoriza dengan yang
diberi
mikoriza.
Populasi
dan
biodiversitas mikroba lebih tinggi pada
perlakuan
dengan
mikoriza
dibandingkan tanpa mikoriza. Jumlah
bakteri pada semua sampel ada 22
jenis,
sedangkan
jamur
yang
teridentifikasi berasal dari 4 genus
yaitu Aspergillus sp, Penicillium sp,
Rhizopus sp, dan Mucor sp. Perlakuan
yang
diberikan
belum
mampu
menunjukkan pengaruh yang signifikan
terhadap hasil panen kedelai, namun
pada perlakuan mikoriza memberikan
hasil panen yang lebih tinggi daripada
tanpa mikoriza.
6. REFERENSI
Abdulrachman, A. dan S. Sutono. 2005.
Teknologi pengendalian erosi
lahan
berlereng.
dalam
Teknologi Pengelolaan Lahan
Kering : Menuju pertanian
produktif dan ramah lingkungan.
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Tanah
dan
Agroklimat, Bogor.
Adisarwanto, T. 2000. Meningkatkan
Produksi Kacang Tanah di Lahan
Sawah dan Lahan kering. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Adisarwanto, T. 2005. Budidaya dengan
Pemupukan yang Efektif dan
Pengoptimalan Peran Bintil Akar
Kedelai. Penebar Swadaya. Bogor.
Amann, RI., W. Ludwig, and K.H.
Schleifer. 1995. Phylogenetic
identification
and
in
situ
detection of individual microbial
cells
without
cultivation.
Microbial Review 59: 143-169
Buée, M., W. De Boer, F. Martin, L. Van
Overbeek and E. Jukervith. 2009.
The
Rhizosphere
Zoo: An
Overview of Plant-associated
Communities of Microorganisms,
including
Phages,
Bacteria,
Archaea, and Fungi, and of Some
of Their Structuring Factors. Plant
Soil (2009) 321:189212.
Curl, E dan T. Bryan. 1985. The
Rhizosphere.
Springer-Verlag.
Berlin Heidelberg New York.
Tokyo. Pp 290
Dartius. 1990. Fisiologi Tumbuhan 2.
Fakultas Pertanian Universitas
Sumatra Utara, Medan. 125 hlm.
Fulthorpe R.R., Roesch L.F.W., Riva A.
and Triplett E.W. 2008. Distantly
Sampled Soils Carry few Species
in Common. ISME J 2:901910.
Goodman
R.M.,
Bintrim
S.B.,
Handelsman J., Quirino B.F.,
Rosas J.C., Simon H.M. and Smith
K.P. 1998. A Dirty Look: Soil
Microflora
and
Rhizosphere
Microbiology. In: Flores H.E.,
Lynch J.P., Eissenstat D. (eds)
Radical biology: Advances and
Perspectives on the Function of
Plant Roots.American Society of
Plant Physiologists, Rockville, pp
219231.
Hasanuddin. 2003. Peningkatan Peranan
Mikroorganisme dalam Sistem
Pengendalian Penyakit Tumbuhan
secara
Terpadu.
Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera
Uatara.
Imas, T., Hadioetomo, R. S., Gunawan,
A.W., dan Setiadi, Y., 1989,
Mikrobiologi tanah II, Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan
Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas
Bioteknologi
Bogor.
Institut
Pertanian
Aplikasi.
Penebar
Jakarta. 72 hlm
Swadaya,
Irdiawan, R. dan A. Rahmi. 2002.
Pengaruh
jarak
tanam
dan
pemberian bokhasi pupuk kandang
ayam terhadap pertumbuhan dan
hasil kacang tanah (Arachis
hypogaea L.). J. Agrifor. 1 (2) :
31-36
Notohadiprawiro, T. 1996. Lahan Kritis
Dan
Bincangan
Pelestarian
Lingkungan Hidup. Seminar
Nasional Penanganan Lahan
Kritis di Indonesia tanggal 7-8
November 1996. PT. Intidaya
Agrolestari. Bogor.
Karda
Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang
Efektif.
Agromedia
Pustaka.
Jakarta. 114 hlm.
IW
dan
Spudiati,
2005. Meningkatkan Produktivitas
Lahan Marginal Melalui Integrasi
Tanaman Pakan dan Ternak
Ruminansia. Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
– Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian
Karti, P D., 2004, Pengaruh Pemberian
Cendawan Mikoriza Arbuskula
Terhadap
Pertumbuhan
dan
Produksi
Rumput
Setaria
splendida Stapf yang Mengalami
Cekaman Kekeringan. Jurnal
Media Peternakan, 27 (2).
Kent A.D., Triplett E.W. 2002. Microbial
Communities and their Interaction
in
Soil
and
Rhizozphere
Ecosystem. Annu. Rev. Microbiol.
56: 211- 236.
Kielak A., Pijl A.S., vanVeen J.A. And
Kowalchuk
G.A.
2009.
Phylogenetic
Diversity
ofAcidobacteria
in
a
FormerAgricultural Soil. ISME J
3:378-382.
Loreau, M., S. Naeem, P. Inchausti, J.
Bengtsson, J. P. Grime, A. Hector,
D. U. Hooper, M. A. Huston, D.
Raffaelli, B. Schimid, D. Tilman and
D. A. Wardle. 2001. Biodiversity
and Ecosystem Funtioning: Current
Knowledge and Future Challenges.
Science (294): 804-808
Musnamar, E. I. 2006. Pupuk Organik :
Cair &Padat, Pembuatan dan
Prihastuti. 2011. Struktur komunitas
mikroba tanah dan implikasinya
dalam mewujudkan sistem pertanian
berkelanjutan.
El-Hayah
Vol
1(4):174-181
Sasli, I. 2013. Respon Tanaman Kedelai
Terhadap Pupuk Hayati Mikoriza
Arbuskula
Hasil
Rekayasa
Spesifik Gambut. J. Agrovigor
vol 6(1):73-80
Setiadi, Y.
1993.
Mycorrhiza for
reforestation. Makalah presentasi
di Biodiversity- Biotechnology
Inovation Symposium. British
Council. Jakarta, 3 Mei 1993
Suharta.
2010. Karakteristik
dan
Permasalahan Tanah Marginal di
Kalimantan
139-146. Jurnal
Litbang Pertanian, 29(4), 2010.
Suprapto, A. (2003) Land and water
resources
development
in
Indonesia.
dalam.
FAO.
Investment in Land and Water.
Proceedings of the Regional
Consultation.
Utomo M. 2002. Pengelolaan Lahan
Kering
untuk
Pertanian
Berkelanjutan. Makalah utama
pada Seminar Nasional IV
pengembangan wilayah lahan
kering dan pertemuan ilmiah
tahunan himpunan ilmu tanah
Indonesia di Mataram, 27-28 Mei
2002.
van Elsas J. D dan J. T. Trevors. 1997.
Modern Soil Microbiology. New
York: MarcelDekker
Yulipriyanto H., 2010, Biologi Tanah
dan Strategi Pengelolaannya,
Graha Ilmu, Yogyakarta
Yusnaini S. 1998. Pengaruh Inokulasi
Ganda Rhizobium dan Mikoriza
Vesikular Arbuskular terhadap
Nodulasi dan Produksi Kedelai
pada Tanah Ultisol Lampung.
Jurnal Tanah Tropika. No. 7:103108.