ANALISIS MISKONSEPSI SISWA DENGAN MENGGU
ARTIKEL
ANALISIS MISKONSEPSI SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN INKUIRI PADA POKOK BAHASAN KELARUTAN
DAN HASIL KALI KELARUTAN KELAS XI IPA SMA NEGERI 5
SAMARINDA
Oleh :
EKO JAYANTI
NIM: 1505126001
PASCA SARJANA PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2016
ANALISIS MISKONSEPSI SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN INKUIRI PADA POKOK BAHASAN KELARUTAN
DAN HASIL KALI KELARUTAN KELAS XI IPA SMA NEGERI 5
SAMARINDA
Eko Jayanti, Iis Intan W, Abdul Majid
[email protected]
Jurusan MIPA, Program Studi Pendidikan Kimia
Universitas Mulawarman
Abstrak : Proses pembelajaran di sekolah masih sering menggunakan metode
konvensional yang cenderung membuat siswa menjadi pasif, sehingga dinilai
kurang mampu untuk mendorong peserta didik memahami suatu konsep atau
materi dan berujung kepada miskonsepsi. Miskonsepsi kimia sangat rentan terjadi
pada peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah. Salah satu cara untuk
dapat melihat tingkat miskonsepsi pada siswa yaitu dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri, dimana dalam model pembelajaran ini melibatkan siswa
secara aktif untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan, sehingga
dilakukan penelitian analisis miskonsepsi siswa dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Subjek dalam
penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 5 Samarinda kelas XI IPA. Pengumpulan
data dilakukan menggunakan hasil tes di setiap akhir pertemuan, ulangan harian,
dan observasi. Data penelitian dianalisis dengan menghitung skor dari jawaban
siswa, mengkategorikan jawaban siswa ke dalam tingkat derajat pemahaman
konsep, menghitung jumlah siswa setiap tingkat derajat pemahaman yang diubah
kedalam bentuk persentase sehingga dapat terlihat tingkat miskonsepsi siswa.
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan, dapat
diketahui bahwa tingkat miskonsepsi siswa pada post-test pertemuan I termasuk
rendah yaitu 4,17%; pada post-test pertemuan II termasuk sedang yaitu 34,72%;
pada post-test pertemuan III tidak terjadi miskonsepsi; dan pada ulangan harian
termasuk sedang yaitu 36,63%.
Kata Kunci: Miskonsepsi, Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan, Model
Pembelajaran Inkuiri
PENDAHULUAN
Pendidikan nasional yang
berdasarkan
Pancasila
dan
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
berfungsi
mengembangkan
kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis
serta
bertanggung
jawab.
Pendidikan merupakan salah satu
faktor penting dalam kehidupan
manusia.
Penyelenggaraan
pendidikan di sekolah melibatkan
guru sebagai pendidik dan siswa
sebagai peserta didik yang
dilaksanakan
melalui
suatu
proses interaksi belajar atau yang
biasa
disebut
proses
pembelajaran.
Proses
pembelajaran
dapat dikatakan baik jika antara
guru
dan
siswa
terdapat
hubungan timbal balik. Seorang
guru harus berusaha agar siswa
dapat membentuk tingkah laku
yang diinginkan dengan memberi
kesempatan kepada siswa untuk
berpikir dan memahami apa yang
dipelajari,
sehingga
akan
membentuk suatu perubahan
pada diri siswa sesuai dengan
minat dan kemampuan masingmasing
siswa.
Pelaksanaan
pembelajaran
di
sekolah,
terutama pembelajaran kimia
masih banyak menggunakan
metode konvensional seperti
menggunakan metode ceramah
dalam menyampaikan materi.
Penggunaan metode yang seperti
itu akan membuat siswa menjadi
pasif dalam pembelajaran dan
tidak mendorong siswa untuk
mengembangkan
kemampuan
berpikir mereka. Dalam proses
pembelajaran di kelas hanya
mengarahkan
siswa
kepada
kemampuan
siswa
untuk
menghafal materi atau informasi
saja, tidak mengarahkan siswa
untuk memahami suatu informasi
tersebut.
Sedangkan
kimia
merupakan suatu bidang ilmu
pengetahuan yang menekankan
pada penguasaan konsep, dari
konsep yang sederhana sampai
konsep yang lebih kompleks dan
abstrak.
Dalam
proses
pembelajaran, konsep merupakan
hal yang perlu dipahami,
dipelajari dan dikuasai oleh
siswa. Konsep kimia terbentuk
dalam
diri
siswa
secara
berangsur-angsur
melalui
pengalaman dan interaksi mereka
dengan alam sekitarnya. Namun
hal tersebut tidaklah terjadi di
lapangan, yang terjadi di
lapangan yaitu siswa hanya
mencatat atau menyalin bahkan
menghafal rumus-rumus tanpa
makna dan pengertian. Oleh
karena itu, mata pelajaran MIPA
terutama kimia merupakan mata
pelajaran yang dianggap sulit dan
menjadi momok oleh sebagian
besar siswa, sehingga tidak heran
jika sebagian besar siswa tidak
mencapai ketuntasan minimum
atau tidak berhasil dalam belajar
kimia.
Salah satu materi dalam
mata pelajaran kimia yaitu
kelarutan dan hasil kali kelarutan
yang di dalamnya banyak
memuat pemahaman konseptual
dan pemahaman algoritmik.
Selain itu, materi tersebut bersifat
abstrak dan berurutan, sehingga
untuk
memahami
konsep
kelarutan dan hasil kali kelarutan
siswa harus paham
antar
subkonsep yang saling terkait
dengan materi kelarutan dan hasil
kali kelarutan yaitu diantaranya
stoikiometri, persamaan reaksi,
kesetimbangan kimia, dan pH
larutan. Apabila siswa tidak
paham akan konsep-konsep dasar
tersebut maka siswa akan
kesulitan dalam memecahkan
masalah bahkan siswa akan
mengalami miskonsepsi. Jika
miskonsepsi ini telah terjadi pada
siswa, maka akan sulit untuk
mengubah miskonsepsi yang
terjadi, butuh waktu yang lama
untuk memperbaiki kesalahankesalahan konsep yang diterima
siswa.
Kesalahan
dalam
pemahaman
konsep
(miskonsepsi) merupakan salah
satu masalah besar dalam
pendidikan yang harus segera
diselesaikan.
Miskonsepsi
banyak terjadi tidak hanya pada
siswa saja tetapi dalam buku pun
masih ditemukan miskonsepsi,
akibatnya banyak pemahaman
keliru yang harus segera
dibenarkan. Hal yang menjadi
salah satu penyebab terjadinya
miskonsepsi adalah adanya
penekanan dari guru yang
mengharuskan siswa agar hafal
terhadap suatu konsep, sehingga
siswa cenderung hafal tanpa
paham apa yang dihafalnya,
akibatnya miskonsepsi pun akan
terjadi. Seharusnya, guru lebih
menekankan
dalam
hal
pemahaman konsep, karena
dengan
pemahaman
inilah
materi bisa terkuasai untuk
jangka waktu yang lama dan
miskonsepsi
pun
dapat
diminimalisir.
Usaha
untuk
menganalisis miskonsepsi telah
banyak dilakukan, namun hingga
saat ini masih terdapat kesulitan
dalam membedakan antara siswa
yang mengalami miskonsepsi
dengan yang tidak tahu konsep.
Salah satu upaya yang dinilai
mampu untuk menganalisis
permasalahan tersebut yaitu
dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri. Model
pembelajaran inkuiri merupakan
suatu kegiatan pembelajaran
yang berpusat pada siswa,
sehingga dapat mengembangkan
disiplin
intelektual
dan
keterampilan berpikir dengan
memberikan suatu masalah atau
pertanyaan. Model pembelajaran
inkuiri menekankan kepada
proses mencari dan menemukan
solusi dari sebuah masalah
secara individu. Peran siswa
dalam model ini adalah mencari
dan menemukan sendiri materi
pelajaran,
sedangkan
guru
berperan sebagai fasilitator dan
pembimbing siswa untuk belajar.
Penelitian
tentang
miskonsepsi
telah
banyak
dilakukan diantaranya yang
dilakukan oleh Maharani, dkk
(2012) dengan judul menggali
pemahaman siswa SMA pada
konsep kelarutan dan hasil kali
kelarutan dengan menggunakan
tes diagnostik two-tier . Dari
hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pemahaman siswa pada
konsep kelarutan dan hasil kali
kelarutan tergolong rendah,
ditemukan 19 miskonsepsi pada
konsep kelarutan dan hasil kali
kelarutan, diantaranya yang
menonjol
adalah
siswa
menganggap
penambahan
sedikit garam yang sukar larut
ke dalam larutan jenuh garam
tersebut
akan
menaikkan
konsentrasi larutan jenuh garam
tersebut sehingga nilai Ksp
garam tersebut berubah.
Penelitian lain yang
dilakukan oleh Ghoniyatus dan
Suyono (2012) dengan judul
penerapan strategi pembelajaran
PDEODE (predict, discuss,
explain,
observe,
discuss,
explain)
untuk
mereduksi
miskonsepsi siswa pada materi
pokok hidrolisis garam di
SMAN
2
Bojonegoro,
berdasarkan hasil penelitian
miskonsepsi siswa dominan
pada konsep dan sumber
penyebab miskonsepsi antara
lain prakonsepsi siswa yang
salah.
Berdasarkan
latar
belakang
yang
telah
diungkapkan
diatas,
maka
penulis
termotivasi
untuk
melakukan analisis miskonsepsi
siswa
dengan
model
pembelajaran inkuiri pada pokok
bahasan kelarutan dan hasil kali
kelarutan kelas XI IPA SMA
Negeri 5 Samarinda.
METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian
ini adalah siswa kelas XI IPA
SMA Negeri 5 Samarinda tahun
pelajaran 2013/2014. Sampel
diambil dari populasi yang
dijadikan sumber data dengan
menggunakan teknik purpossive
sampling, yaitu kelas XI IPA 5
sebanyak 24 siswa.
Secara umum prosedur
penelitian dibagi menjadi 3 tahap
yakni : tahap persiapan, tahap
pelaksanaan
dan
tahap
penyelesaian. Tahap persiapan
terdiri dari melakukan observasi
ke sekolah, menganalisis materi
yang
akan
diajarkan,
merencanakan
strategi
pembelajaran yang sesuai dengan
konsep
materi
yang
akan
diajarkan dan memperhitungkan
waktu yang diperlukan, menyusun
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
(RPP)
dan
menyusun materi pelajaran yang
akan
disampaikan.
Serta
mempersiapkan
instrumen
penelitian berupa tes tertulis
berbentuk
uraian.
Tahap
pelaksanaan
terdiri
dari
memberikan perlakuan berupa
model pembelajaran inkuiri pada
materi pembelajarannya, yaitu
kelarutan dan hasil kali kelarutan
dan melaksanakan tes akhir
pertemuan yang berjumlah 5 soal.
Tahap Penyelesaian terdiri dari
analisis
hasil
tes
tertulis,
pengolahan data, analisis dan
pembahasan temuan penelitian
dan penarikan kesimpulan.
Teknik pengumpulan data
terdiri dari dokumentasi tes dan
observasi.
Data yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah data tingkat
derajat pemahaman konsep siswa
yang terdiri dari 6 kategori yaitu
memahami konsep, memahami
sebagian konsep, memahami
sebagian
konsep
dengan
miskonsepsi, miskonsepsi, tidak
memahami, dan tidak ada respon.
Data-data tersebut dikumpulkan
melalui postest di setiap akhir
pertemuan yang berupa soal essay
sebanyak 5 butir soal. Analisis
data pada penelitian ini diperoleh
dari
jawaban
siswa
yang
dikelompokkan
berdasarkan
tingkat
derajat
pemahaman
konsep yang telah ditetapkan oleh
Renner dan Brumby dalam
Abraham et.al. Setelah data
jawaban
dikelompokkan,
kemudian menghitung persentase
untuk masing-masing kriteria
miskonsepsi dengan rumus yang
digunakan oleh Cahyaningsih
(2006), sebagai berikut :
Persentase (%) MK =
Persentase (%) MS =
�
×
%
×
%
×
%
Persentase (%) MSM =
%
Persentase (%) M = ×
%
Persentase (%) TM =
Persentase (%) TR=
×
×
%
Keterangan :
MK : Jumlah siswa yang
memahami
konsep
secara lengkap
MS : Jumlah siswa yang
memahami
sebagian
konsep
MSM: Jumlah siswa yang
memahami
sebagian
dengan miskonsepsi
M : Jumlah siswa yang
mengalami miskonsepsi
TM : Jumlah siswa yang tidak
memahami konsep
TR : Jumlah siswa yang tidak
ada respon
N
: Jumlah total siswa
Data
observasi
untuk
melihat
keefektivitasan
penggunaan model pembelajaran
inkuiri
diperoleh
melalui
pengisian lembar observasi yang
dilakukan pada saat pembelajaran
berlangsung dan diisi oleh
seorang observer. Pengolahan
data hasil lembar observasi
menggunakan rumus :
�=
�
�ℎ
�
�
�
�
�
Hasil Penelitian
Penelitian dilaksanakan di
SMA Negeri 5 Samarinda yang
beralamat di Jalan Juanda
Kelurahan Air Putih Kecamatan
Samarinda Ulu Kota Samarinda.
Hasil penelitian ini digunakan
untuk mengetahui miskonsepsi
siswa
dengan
menggunakan
model pembelajaran inkuiri.
Penelitian
dilakukan
sebanyak 4 kali pertemuan,
dimana
pertemuan
pertama,
kedua, dan ketiga merupakan
kegiatan
perlakuan
dengan
menggunakan
model
pembelajaran inkuiri dan untuk
melihat keefektivitasan model
pembelajaran
inkuiri
pada
penelitian
ini
menggunakan
lembar observasi yang diisi oleh
observer atau pengamat.
Berdasarkan
hasil
dari
lembar observasi, persentase
aktifitas
pelaksanaan
model
pembelajaran inkuiri yaitu sebagai
berikut :
%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel
Pert
ke-
4.1
Aktifitas Pelaksanaan
Model
Pembelajaran
Inkuiri
Kriteria
1
Aktifitas
Guru
(%)
77,14%
Aktifitas
Siswa
(%)
69,00%
Kriteria
2
82,80%
Sangat
Baik
83,33%
Sangat
Baik
3
85,71%
Sangat
Baik
85,57%
Sangat
Baik
Ratarata
81,90%
Sangat
Baik
79,30%
Baik
Baik
Baik
Berdasarkan tabel 4.1, dapat
dilihat bahwa persentase aktifitas
guru
dan
siswa
semakin
meningkat pada setiap pertemuan.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa
aktifitas guru dalam pelaksanaan
model
pembelajaran
inkuiri
memiliki rata-rata sebesar 81,90%
yang termasuk dalam kategori
sangat baik dan aktifitas siswa
memiliki rata-rata sebesar 79,30%
yang termasuk dalam kategori
baik.
Tabel 4.2 Persentase Tingkat Derajat
Miskonsepsi Siswa Setiap
Butir Soal
Jenis
Tes
No.
Soal
PostTest 1
PostTest 2
PostTest 3
UH
Kriteria
MSM
M
1
37,5
0
2
0
0
3
16,67
0
4
41,67
4,17
5
20,83
0
1
0
0
2
29,17
0
3
12,5
29,17
4
0
41,67
5
16,67
33,33
1
0
0
2
45,83
0
3
33,33
0
4
0
0
5
12,5
0
1
0
37,50
2
0
4,17
3
0
54
4
0
66,67
5
45,83
25
Ket :
MSM
M
:
Memahami Sebagian
dengan Miskonsepsi
: Miskonsepsi
Pembahasan
Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui miskonsepsi
siswa
dengan
menggunakan
model pembelajaran inkuiri pada
pokok bahasan kelarutan dan hasil
kali kelarutan kelas XI IPA 5 di
SMA Negeri 5 Samarinda tahun
ajaran 2013/2014. Penelitian ini
dilaksanakan sebanyak 4 kali
pertemuan,
pada
pertemuan
pertama, kedua dan ketiga
dilakukan kegiatan treatment
(perlakuan) dengan menggunakan
model pembelajaran inkuiri dan di
setiap
akhir
pertemuan
dilaksanakan post-test dengan
jenis soal berupa soal essay
sebanyak 5 butir soal dan pada
pertemuan keempat dilaksanakan
kegiatan ulangan harian yang
mencakup materi dari pertemuan
pertama, kedua, dan ketiga.
Kegiatan belajar mengajar
pada pokok bahasan kelarutan dan
hasil kali kelarutan dengan
menggunakan
model
pembelajaran inkuiri, yaitu pada
tahap pertama, guru memberikan
suatu topik permasalahan yang
akan didiskusikan oleh siswa di
dalam kelas. Selanjutnya guru
membagi siswa dalam kelas
menjadi 6 kelompok secara
heterogen.
Kemudian,
siswa
diarahkan
untuk
membuat
jawaban sementara atau hipotesis.
Setelah membuat hipotesis siswa
diberi
kesempatan
untuk
menyimak
animasi
yang
ditayangkan, dengan tujuan agar
mereka dapat mengumpulkan data
atau informasi dari permasalahan
yang telah diberikan. Selanjutnya,
guru mengarahkan siswa untuk
bekerja sama di dalam kelompok,
tujuannya agar siswa bisa mencari
penyelesaian yang tepat untuk
membuktikan hipotesis yang telah
mereka buat. Di dalam tahap ini
yang dicari adalah tingkat
keyakinan siswa atas jawaban
yang diberikan, selain itu juga
mengembangkan
kemampuan
berpikir secara rasional artinya
kebenaran jawaban bukan hanya
berdasarkan argumentasi, akan
tetapi didukung oleh data yang
telah dikumpulkan dan informasiinformasi yang didapat dari
berbagai sumber, misalnya buku
pelajaran. Setelah data dan
informasi-informasi
telah
dikumpulkan, guru mengarahkan
kepada masing-masing kelompok
untuk mempresentasikan dan
menjelaskan jawaban hasil diskusi
mereka. Langkah terakhir dalam
proses pembelajaran inkuiri ini
adalah
guru
memberikan
penguatan
dan
penjelasan
terhadap hasil diskusi yang telah
dipresentasikan oleh masingmasing kelompok.
Miskonsepsi siswa pada
pokok bahasan kelarutan dan hasil
kali
kelarutan
dengan
menggunakan
model
pembelajaran inkuiri dapat dilihat
dari nilai post test setiap akhir
pertemuan dan ulangan harian
dengan jenis soal berupa essay
masing-masing sebanyak 5 butir
soal. Persentase hasil post test
ketiga pertemuan dan ulangan
harian dapat dilihat pada grafik
berikut.
80
66.67
70
54
60
50
40
30
20
10
0
45.83
41.67
41.67
37.5
33.33
33.33
29.17
29.17
20.83
16.67
16.67
12.5
12.5
4.17
4.17
0 00 0
0 0 0 0
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
37.5
1
2
3
4
5
6
7
8
45.83
25
0
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Memahami Sebagian Miskonsepsi
Miskonsepsi
Grafik Persentase Tingkat Derajat
Pemahaman
Siswa
Kategori
Memahami Sebagian Miskonsepsi
dan Miskonsepsi Pada Pokok
Bahasan Kelarutan dan Hasil Kali
Kelarutan
Berdasarkan data tersebut
terlihat bahwa untuk post-test
pertemuan I pada pokok bahasan
kelarutan dan hasil kali kelarutan
yang membahas tentang materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan
yaitu persentase tertinggi pada
tingkat
derajat
pemahaman
memahami
sebagian
dengan
miskonsepsi terjadi pada butir
soal nomor 4 yang merupakan
soal perhitungan yang memuat
materi hubungan kelarutan dengan
hasil
kali
kelarutan. Nilai
persentase yang tinggi ini
dipengaruhi karena pada proses
pembelajaran pertemuan I siswa
masih belum terbiasa dengan
model
pembelajaran
yang
digunakan,
pada
model
pembelajaran yang digunakan
lebih menitikberatkan kegiatan
belajar mengajar kepada siswa
dan siswa belum terbiasa dengan
hal tersebut. Sehingga informasi
yang mereka peroleh pun hanya
sebagian saja yang disertai dengan
miskonsepsi.
Selanjutnya untuk persentase
tingkat
derajat
pemahaman
kategori
miskonsepsi
yang
memiliki persentase tertinggi
yaitu terjadi pada butir soal nomor
4. Dalam pertemuan I ini nilai
persentase tertinggi berada pada
butir soal yang sama, artinya
siswa untuk memahami butir soal
seperti yang ada pada soal nomor
4 masih belum bisa memahami
secara benar dan lengkap. Siswa
masih belum terbiasa untuk
mengerjakan soal yang sifatnya
lebih konkrit yang dalam proses
penyelesaiannya
membutuhkan
langkah-langkah
dalam
pengerjaannya. Selain itu siswa
masih kebingungan dalam proses
pembelajaran yang menggunakan
model pembelajaran inkuiri yang
menitikberatkan proses belajar
mengajar kepada siswa, siswa
selama ini terbiasa hanya menjadi
pendengar sehingga ketika proses
pembelajaran
diubah
siswa
mengalami kebingungan. Bagi
siswa yang memiliki rasa ingin
tahu yang tinggi akan sangat
senang, namun bagi siswa yang
memiliki rasa keingintahuan yang
rendah
akan
menyebabkan
miskonsepsi terjadi dan hal ini
yang terjadi pada pertemuan I.
Berdasarkan
data
yang
diperoleh
terlihat
bahwa
miskonsepsi
siswa
baik
memahami
sebagian
dengan
miskonsepsi atau miskonsepsi
masih terlihat tinggi. Hal ini
dipengaruhi bukan saja dari
kemampuan siswa tetapi strategi
atau metode seorang pengajar
dalam proses pembelajaran juga
sangat penting dalam hal ini
proses
pembelajaran
menggunakan
model
pembelajaran inkuiri. Model
pembelajaran yang menekankan
aktivitas belajar kepada siswa ini
diharapkan akan membantu siswa
untuk memahami konsep, tetapi
kenyataannya pada pertemuan I
jika
dihubungkan
dengan
pengaruh
keefektifan
model
pembelajaran inkuiri dalam proses
pembelajaran dengan hasil yang
diperoleh
yaitu
model
pembelajaran inkuiri belum dapat
membantu
siswa
untuk
memahami konsep. Hal itu terjadi
karena pada pertemuan I ini siswa
masih canggung dan sedikit agak
kebingungan untuk ikut ke dalam
proses pembelajaran karena siswa
belum terbiasa dengan cara atau
metode guru mengajar yang
sedikit diubah dalam proses
pembelajarannya akibatnya siswa
mendapatkan hasil yang rendah
atau masih banyak siswa yang
mengalami miskonsepsi untuk
pertemuan I. Sehingga agar
jumlah siswa yang mengalami
miskonsepsi berkurang, sebaiknya
guru lebih membiasakan dalam
proses
belajar
mengajar
menggunakan
model-model
pembelajaran
yang
dapat
meningkatkan minat belajar siswa
seperti
model
pembelajaran
inkuiri yang menitikberatkan
kegiatan belajar kepada siswa,
siswa
mencari
sendiri
penyelesaian dari masalah yang
diberikan sehingga dalam hal ini
guru hanya sebagai fasilitator saja.
Pada post-test pertemuan
kedua untuk tingkat derajat
pemahaman kategori memahami
sebagian dengan miskonsepsi
persentase tertinggi terdapat pada
butir soal nomor 2 dimana pada
butir soal ini menjelaskan tentang
pengaruh ion senama terhadap
kelarutan. Butir soal nomor 2 ini
merupakan jenis soal konsep yang
sering sekali siswa mengalami
kekeliruan dalam menjelaskan
konsep-konsep yang ada. Hal ini
kurang sebanding pada saat proses
pembelajaran
sebelum
dilaksanakan
post-test
yang
memperlihatkan bahwa siswa
sudah sangat baik dalam proses
pembelajaran. Namun ketika
mengerjakan atau diberikan soal
yang serupa dengan soal latihan
siswa masih banyak mengalami
kesalahpahaman. Artinya siswa
memahami materi hanya pada saat
proses pembelajaran saja dan
ketika diberikan tes kembali siswa
mengalami
ketidakberhasilan
dalam
menjawab.
Hal
ini
menunjukkan bahwa konsep yang
dipahami siswa bersifat hanya
sementara saja, ketika diberikan
tes yang tidak memperbolehkan
siswa untuk melihat dari berbagai
sumber seperti buku, catatan
bahkan bertanya dengan teman
siswa masih mengalami kesulitan
dan
kebingungan
untuk
menjawab. Kemampuan daya
ingat siswa tidak dioptimalkan
secara maksimal, hanya beberapa
konsep yang siswa pahami dengan
baik.
Selanjutnya persentase untuk
tingkat
derajat
pemahaman
miskonsepsi paling tinggi yaitu
pada butir soal nomor 4
merupakan jenis soal yang
membahas
tentang
materi
pengaruh pH terhadap kelarutan.
Dalam soal ini sama dengan butir
soal nomor 2 yaitu soal berupa
konsep, dalam hal ini siswa
banyak
mengalami
kesalahpahaman atau miskonsepsi
karena siswa belum terbiasa untuk
mengerjakan soal yang berupa
konsep
konkrit
yang
membutuhkan pemikiran lebih
untuk menyelesaikannya. Sama
hal nya dengan permasalahan
sebelumnya,
hal
ini
tidak
sebanding dengan yang ada dalam
proses pembelajaran berlangsung.
Ketika
proses
pembelajaran
berlangsung
siswa
dapat
mengerjakan soal yang serupa,
karena dalam latihan siswa
dituntun
oleh
guru
dalam
menyelesaikan masalah, boleh
mencari informasi dari berbagai
sumber, sehingga pada saat
latihan soal sebelum diberikan tes
siswa dapat menjawab. Namun
informasi yang mereka cari tadi
tidak dipahami dengan sungguhsungguh oleh siswa.
Dari data yang diperoleh pada
grafik
menunjukkan
bahwa
tingkat miskonsepsi siswa dalam
memahami
konsep
materi
pertemuan 2 masih termasuk
tinggi. Hal ini jika dihubungkan
dengan pengaruh keefektifan
penggunaan model pembelajaran
inkuiri tidak terlalu signifikan
karena
pada
saat
proses
pembelajaran
berdasarkan
observasi yang dilakukan bahwa
untuk pertemuan II siswa sudah
mulai terbiasa dengan model
pembelajaran
inkuiri
yang
digunakan,
meskipun
sudah
terbiasa
dengan
model
pembelajaran inkuiri namun siswa
masih banyak yang mengalami
miskonsepsi pada pertemuan II ini
yang artinya untuk pertemuan II
penggunaan model pembelajaran
inkuiri masih belum dapat secara
maksimal membantu siswa dalam
memahami materi.
Selanjutnya untuk post-test
pertemuan III pada pokok bahasan
kelarutan dan hasil kali kelarutan
yang membahas tentang materi
reaksi
pengendapan
bahwa
persentase tertinggi untuk kategori
memahami
sebagian
dengan
miskonsepsi terjadi pada butir
soal nomor 2 yang merupakan
soal berupa hitungan reaksi
pengendapan. Tingginya nilai
persentase yang terjadi pada butir
soal nomor 2 ini tidak signifikan
dengan
pada
saat
proses
pembelajaran berlangsung, ketika
proses pembelajaran berlangsung
kegiatan siswa yang dinilai dari
observasi termasuk sangat baik
artinya
siswa
telah
dapat
mengikuti proses pembelajaran
yang baru dengan sangat baik,
akan tetapi pemahaman konsep
siswa juga sangat baik ketika
proses pembelajaran berlangsung,
akan tetapi pada saat diberikan
post-test
siswa
mengalami
kegagalan
dalam
menjawab,
artinya konsep yang dipahami
oleh siswa pada saat pembelajaran
berlangsung
hanya
bersifat
sementara. Siswa juga masih
belum terbiasa dengan soal-soal
yang
memerlukan
langkahlangkah
dalam
proses
penyelesaiannya.
Selanjutnya
untuk kategori miskonsepsi pada
post-test pertemuan ini tidak ada
siswa yang tergolong ke dalam
kategori miskonsepsi.
Pada pertemuan III tingkat
miskonsepsi
siswa
sedikit
menurun jika dibanding dengan
pertemuan-pertemuan sebelumnya
yang hampir di setiap butir soal
mengalami miskonsepsi. Untuk
pertemuan III siswa sudah mulai
banyak memahami materi yang
diberikan, hal tersebut tidak lepas
dari
penggunaan
model
pembelajaran inkuiri pada saat
proses pembelajaran, artinya
pengaruh penggunaan model
pembelajaran inkuiri untuk posttest pertemuan III sangat efektif
untuk membantu siswa dalam
memahami konsep materi.
Pada ulangan harian pokok
bahasan kelarutan dan hasil kali
kelarutan bahwa tidak ada siswa
yang termasuk dalam kategori
memahami
sebagian
dengan
miskonsepsi untuk setiap butir
soal, melainkan siswa termasuk ke
dalam kategori miskonsepsi.
Kategori miskonsepsi tertinggi
terjadi pada soal nomor 4 yaitu
butir soal ini merupakan butir soal
berupa konsep yang membahas
tentang pengaruh pH terhadap
kelarutan. Nilai persentase yang
tinggi ini terjadi karena pada
ulangan
harian
merupakan
evaluasi pemahaman materi dari
mulai pertemuan I hingga
pertemuan II. Siswa dituntut
untuk mengingat kembali atau
me-review ingatannya kepada
soal-soal yang pernah mereka
kerjakan. Disini siswa mengalami
miskonsepsi
karena
pada
pertemuan yang membahas materi
tersebut siswa masih mengalami
miskonsepsi,
sehingga
hal
tersebut
berpengaruh
pada
ulangan harian.
Tingginya nilai persentase
miskonsepsi pada tiap butir soal
ulangan harian ini sangat berbeda
jauh dengan hasil pada post-test
yang terjadi di ketiga pertemuan
sebelumnya. Hal ini terjadi karena
pada ulangan harian siswa
dituntut untuk mengingat kembali
semua materi yang telah mereka
pelajari dan kemampuan daya
ingat siswa tidak terlalu optimal
dalam mengingat kembali materimateri
sebelumnya.
Untuk
ulangan harian tidak diberikan
perlakuan model pembelajaran
inkuiri, sehingga tidak ada
pengaruh dalam ulangan harian
terhadap model pembelajaran.
Selama
proses
belajar
mengajar berlangsung, dilakukan
observasi oleh seorang observer.
Berdasarkan
hasil
observasi
aktivitas guru dan siswa pada
pertemuan
pertama
sampai
pertemuan
ketiga,
diketahui
bahwa aktivitas guru dan siswa
meningkat semakin baik.
Adapun data hasil observasi
aktivitas guru dan siswa disajikan
pada grafik berikut ini.
100.00%
90.00%
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
77.14%
69.00%
82.80%
1
Aktivitas Guru
83.33%
2
85.71%
85.57%
3
Aktivitas Siswa
Grafik hasil observasi guru dan siswa
Pada
treatment
pertama
menunjukkan efektivitas model
pembelajaran inkuiri yang paling
rendah dibandingkan treatment
kedua dan ketiga. Hal ini
dikarenakan
pada
treatment
pertama ini siswa belum terbiasa
dengan cara belajar dengan
menggunakan
model
pembelajaran inkuiri, siswa masih
terlihat canggung dan beberapa
siswa terlihat pasif pada tahapan
menyusun hipotesis dan tanya
jawab
dalam
tahapan
pengumpulan data. Beberapa
siswa
masih
belum
bisa
menyesuaikan
diri
dengan
tahapan-tahapan
model
pembelajaran inkuiri, mereka
belum bisa lepas dari cara belajar
yang biasanya mereka terapkan
(konvensional).
Pada
treatment
kedua
mengalami
peningkatan
efektivitas model pembelajaran
inkuiri
dibandingkan
dari
treatment
pertama,
secara
keseluruhan
tahapan
inkuiri
berjalan dengan sangat baik dan
efektif. Beberapa tahapan inkuiri
mengalami peningkatan menjadi
sangat baik seperti pada tahapan
menguji
hipotesis
dan
mempresentasikan
hasil
uji
hipotesis pada aktivitas siswa,
serta
menyampaikan
permasalahan dan membimbing
dalam membuat kesimpulan pada
aktivitas
guru.
Hal
ini
menunjukkan siswa mulai bisa
menerapkan
tahapan-tahapan
model pembelajaran inkuiri dalam
kegiatan belajar mengajar.
Pada
treatment
ketiga
merupakan pelaksanaan model
pembelajaran
inkuiri
yang
berjalan sangat baik dan efektif
dengan persentase yang paling
tinggi, hal ini menunjukkan model
pembelajaran
inkuiri
sudah
terlaksana dengan sangat baik
diterapkan dalam kegiatan belajar
mengajar. Tahapan-tahapan model
pembelajaran inkuiri mengalami
peningkatan seperti pada tahapan
tanya jawab menjadi sangat baik,
siswa terlibat aktif dalam kegiatan
tanya jawab dalam proses
pengumpulan
data
melalui
tayangan
yang
ditampilkan,
mereka sudah terlihat berani dan
tidak canggung untuk mengajukan
pertanyaan. Begitu juga dalam
membuat
kesimpulan
siswa
dengan arahan dari guru sudah
mampu untuk menemukan poinpoin penting dari materi yang
telah didiskusikan.
Penggunaan
model
pembelajaran inkuiri ini sama
halnya
dengan
model
pembelajaran lain, yakni memiliki
kelebihan
serta
kekurangan.
Adapun kelebihan dari model
pembelajaran
inkuiri
adalah
sebagai berikut:
a. Model pembelajaran inkuiri
yang menekankan kegiatan
belajar mengajar pada siswa
sehingga dapat membuat
siswa menjadi lebih aktif.
b. Memberikan
kesempatan
kepada siswa untuk mencari
penyelesaian atau solusi
dalam memecahkan masalah
secara individu.
c. Memberikan
pengalaman
belajar yang berbeda kepada
siswa.
d. Siswa dilatih untuk bekerja
sama dengan temannya.
Adapun
kelemahan
dari
strategi
synergetic
teaching
berbantukan teka-teki silang,
yaitu:
a. Memerlukan waktu yang
lebih lama untuk dapat
menyesuaikan
kebiasaan
siswa mengikuti kegiatan
belajar dengan menggunakan
model pembelajaran inkuiri.
b. Bagi siswa yang memiliki
kemampuan belajar yang
tidak baik dan pasif akan
semakin pasif karena dalam
hal ini siswa mencari
informasi sendiri, jika tidak
dibimbing dengan baik maka
hal
tersebut
akan
menyebabkan miskonsepsi.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
dan analisis data yang telah
dilakukan didapatkan kesimpulan
bahwa tingkat miskonsepsi siswa
dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri pada pokok
bahasan kelarutan dan hasil
kelarutan di SMA Negeri 5
Samarinda yaitu :
1. Tingkat miskonsepsi siswa
pada post-test pertemuan I
cukup rendah dan hanya
terjadi miskonsepsi pada
butir soal nomor 4 sebesar
4,17%.
2. Tingkat miskonsepsi siswa
pada post-test pertemuan II
cukup tinggi pada butir soal
nomor 3 sebesar 29,17%,
butir soal nomor 4 sebesar
41,67% dan butir soal
nomor 5 sebesar 33,33%.
3. Tingkat miskonsepsi siswa
pada post-test pertemuan III
tidak ada siswa yang
mengalami
miskonsepsi
pada post-test pertemuan III.
4. Tingkat miskonsepsi siswa
pada ulangan harian sangat
tinggi
dan
terjadi
miskonsepsi disetiap butir
soal nomor 1 sebesar
37,50%, butir soal nomor 2
sebesar 4,17%, butir soal
nomor 3 sebesar 54%, butir
soal nomor 4 sebesar
66,67% dan butir soal
nomor 5 sebesar 20,83%.
Daftar Pustaka
Adisendjaja, Y. H. 2007. Identifikasi
Kesalahan dan Miskonsepsi
Buku Teks Biologi SMU .
Jurnal Penelitian. Jurusan
Pendidikan Biologi FMIPA
UPI: Bandung
Ahmadi, A., dan Supriyono, W.,
2004. Psikologi Belajar
Edisi Revisi. PT Rineka
Cipta: Jakarta
Alwi et al. 2005. Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga .
Jakarta:
Pusat
Bahasa, DEPDIKNAS Balai
Pustaka
Arikunto, S. 2009. Dasar – Dasar
Evaluasi Pendidikan. Bumi
Aksara: Jakarta
Asmara, H. 2005. Kesalahan –
Kesalahan Siswa dalam
Pembelajaran
Sistem
Persamaan Linear Dua
Variabel pada Siswa Kelas
II
SLTP
Negeri
27
Samarinda. Skripsi S1 pada
FKIP UNMUL Samarinda:
tidak diterbitkan
Berg, V.D. 1990. Miskonsepsi Fisika
dan
Usaha
Untuk
Menanggulanginya .
Salatiga: Universitas Satya
Wacana Salatiga
Budiningsih, A. 2005. Belajar dan
Pembelajaran. PT Rineka
Cipta: Jakarta
Dahar, R.W. 1996. Teori – Teori
Belajar . Erlangga: Jakarta
__________. 2011. Teori –Teori
Belajar & Pembelajaran.
Erlangga: Jakarta
Dalyono, M. 2009. Psikologi
Pendidikan. PT Rineka
Cipta: Jakarta
Dimyati
dan Mudjiono. 2006.
Belajar dan Pembelajaran.
PT Rineka Cipta: Jakarta
Djamarah,S., dan Zaim. 2006.
Strategi
Belajar
Mengajar .PT Rineka Cipta:
Jakarta
Effendy.
2002. Upaya
untuk
Mengatasi
Kesalahan
Konsep dalam Pengajaran
Kimia
dengan
Menggunakan
Strategi
Konflik Kognitif. Jurnal
Media Komunikasi Kimia.
No. 2, th 6
Enawati, E. Hairida dan Mulyani.
2004.
Meningkatkan
Pemahaman Siswa Melalui
Strategi
Peta
Konsep
disertai Penulisan Jurnal
dalam Setting Pembelajaran
Konsep Kimia Karbon yang
Didasari Konstruktivisme.
Laporan
Penelitian.
Universitas
Pontianak
Tanjungpura:
Beralasan.
Skripsi
S1,
FPMIPA UPI: Bandung
Faridah. 2004. Miskonsepsi dalam
Topik
Elektrolisis
dikalangan
Pelajar
Tingkatan Empat di Daerah
Tanah Merah, Kelantan.
Tesis.
Johor
Bahru:
Universiti
Teknologi
Malaysia. Malaysia
Koentjaraningrat. 1990. Metode –
Metode
Penelitian
Masyarakat.
Gramedia:
Jakarta
Hadi, S. 2009. Model Pembelajaran
Pencapaian
Konsep.
http://hadirukiyah.blogspot.
com/2009/06/ModelPembelajaran-PencapaianKonsep.html,
diakses
tanggal 15 April 2014
Halomoan, M. 2008. Analisis
Persepsi
Guru
Mata
Pelajaran Fisika Madrasah
Aliyah Terhadap Konsep
Gaya pada Benda Diam dan
Bergerak.
Balai Diklat
Keagamaan: Medan
Hasan,
I.
2002.
Metodologi
Penelitian dan Aplikasinya .
Ghalia Indonesia: Jakarta
Hasan, S., D. Bagayoko, D. and
Kelley
E.
L.
1999.
Misconceptions and The
Certainty of Response Index
(CRI). Phys. Educ. 34 (5) p.
294 – 299
Hernawan, H. 2008. Identifikasi
Miskonsepsi Siswa pada
Konsep Sistem Reproduksi
Manusia
dengan
Menggunakan
Tes
Diagnostik Pilihan Ganda
Made,
W.
2009.
Strategi
Pembelajaran
Inovatif
Kontemporer . Bumi Aksara:
Jakarta
Maulana, Aris. 2011. Identifikasi
Miskonsepsi Calon Guru
Kimia
Pada
Konsep
(Pembelajaran)
Ikatan
Kimia SMA Kelas X pada
Mata
Kuliah
Telaah
Kurikulum, Skripsi FKIP
UNMUL: Samarinda tidak
diterbitkan
Muedjiono dan Hasibun. 2006.
Proses Belajar Mengajar .
Remaja
Rosdukarya:
Bandung
Mulyasa, E. 2006. Menjadi Guru
Profesional
Menciptakan
Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. PT Remaja
Rosdakarya: Bandung
Narbuko, Cholid dan Achmadi, A.
2001.
Metodologi
Penelitian. Bumi Aksara:
Jakarta
Nuraini. 2009. Identifikasi Konsep
Sukar
dan
Kesalahan
Konsep
Hukum
Perbandingan Tetap Siswa
MAN 3 Malang. Skripsi.
Jurusan Kimia, FMIPA
Universitas Negeri Malang:
Malang
Oxtoby, D.W., Gillis, H.P. dan
Nachtrieb,
N.H.
2001.
Prinsip – Prinsip Kimia
Modern Edisi Keempat Jilid
1. Erlangga: Jakarta
Purtadi, Sukisman dan Sari, Lis
Permana. 2009. Analisis
Miskonsepsi Konsep Laju
dan Kesetimbangan Kimia
pada Siswa SMA. Jurnal
Penelitian.
Jurusan
Pendidikan Kimia FMIPA
UNY: Yogyakarta
Rusyan, T. 1989. Pendekatan dalam
Proses Belajar Mengajar .
PT Remadja Rosdakarya:
Bandung
Sadia, Wayan I. 1997. Penerapan
Strategi Konflik Kognitif
dalam
Mengatasi
Miskonsepsi.
http://www.google.co.id/Efe
ktivitas+Strategi+Konflik+
Kognitif+dalam+Mengatasi
+Miskonsepsi/,
diakses
tanggal 15 April 2014
Sagala, S. 2005. Konsep Belajar dan
Makna
Pembelajaran.
Alfabeta: Bandung
Sanjaya,
W.
2006.
Strategi
Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses Pendidikan.
Kencana Prenada Media:
Bandung
Sembiring, I. 2004. Miskonsepsi
Siswa Tentang Stoikiometri
pada Siswa Kelas II SMUN
1 Berastagi T.A 2002/2003.
Skripsi. Jurusan Kimia,
Universitas Negeri Medan:
Medan
Simamora, Maruli dan Redhana, I
Wayan. 2007. Identifikasi
Miskonsepsi Guru Kimia
pada Pembelajaran Konsep
Struktur
Atom.
Jurnal
Penelitian.
Jurusan
Pendidikan Kimia FMIPA
Undiksha: Bali
Sudaryanti, Y. 2014. Analisis
Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa
Dengan
Menggunakan
Model
Problem Based Learning
(PBL) Pada Pokok Bahasan
Larutan Penyangga Kelas
XI IPA SMA Negeri 14
Samarinda .
Skripsi.
Pendidikan Kimia, FKIP
Universitas Mulawarman:
Samarinda
Sunarya, Y. 2002. Kimia Dasar II.
Alkemi Garfisindo Press:
Bandung
Suparno,
P.
1997.
Konstruktivisme
Pendidikan.
Yogyakarta
Filsafat
dalam
Kanisius:
___________. 2005. Miskonsepsi
dan Perubahan Konsep
Pendidikan
Fisika .
PT
Gramedia
Widiasarana
Indonesia: Yogyakarta
Susilowati, Endang. 2009. Theory
and
Application
of
Chemistry 2 Bilingual, PT
Tiga Serangkai: Solo
Suyanti,
R.D. 2010. Strategi
Pembelajaran Kimia . Graha
Ilmu: Yogyakarta
Syah, M. 2010. Psikologi Belajar .
PT Raja Grafindo Persada:
Jakarta
Trianto. 2010. Model Pembelajaran
Terpadu. PT Bumi Aksara:
Jakarta
Vaudhi, F. 2009. Identifikasi Konsep
Sukar
dan
Kesalahan
Konsep Mol pada Siswa
SMA Negeri 1 Malang.
Skripsi. Jurusan Kimia,
FMIPA Universitas Negeri
Malang: Malang
Wilantara.
2005.
Implementasi
Model Belajar Konstruktivis
dalam Pembelajaran Fisika
untuk
Mengubah
Miskonsepsi Ditinjau dari
Penalaran Formal Siswa .
Tesis. IKIP Singaraja: Bali
Winarni, S. 2006. Koreksi Kesalahan
Konsep Gaya – Gaya
Antarmolekul
(Intermolecular
Forces)
dengan
Menggunakan
Strategi Konflik Kognitif
pada Mahasiswa Kimia
Universitas Islam Negeri
(UIN)
Malang.
Tesis.
Universitas Negeri Malang:
Malang
ANALISIS MISKONSEPSI SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN INKUIRI PADA POKOK BAHASAN KELARUTAN
DAN HASIL KALI KELARUTAN KELAS XI IPA SMA NEGERI 5
SAMARINDA
Oleh :
EKO JAYANTI
NIM: 1505126001
PASCA SARJANA PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2016
ANALISIS MISKONSEPSI SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN INKUIRI PADA POKOK BAHASAN KELARUTAN
DAN HASIL KALI KELARUTAN KELAS XI IPA SMA NEGERI 5
SAMARINDA
Eko Jayanti, Iis Intan W, Abdul Majid
[email protected]
Jurusan MIPA, Program Studi Pendidikan Kimia
Universitas Mulawarman
Abstrak : Proses pembelajaran di sekolah masih sering menggunakan metode
konvensional yang cenderung membuat siswa menjadi pasif, sehingga dinilai
kurang mampu untuk mendorong peserta didik memahami suatu konsep atau
materi dan berujung kepada miskonsepsi. Miskonsepsi kimia sangat rentan terjadi
pada peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah. Salah satu cara untuk
dapat melihat tingkat miskonsepsi pada siswa yaitu dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri, dimana dalam model pembelajaran ini melibatkan siswa
secara aktif untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan, sehingga
dilakukan penelitian analisis miskonsepsi siswa dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Subjek dalam
penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 5 Samarinda kelas XI IPA. Pengumpulan
data dilakukan menggunakan hasil tes di setiap akhir pertemuan, ulangan harian,
dan observasi. Data penelitian dianalisis dengan menghitung skor dari jawaban
siswa, mengkategorikan jawaban siswa ke dalam tingkat derajat pemahaman
konsep, menghitung jumlah siswa setiap tingkat derajat pemahaman yang diubah
kedalam bentuk persentase sehingga dapat terlihat tingkat miskonsepsi siswa.
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan, dapat
diketahui bahwa tingkat miskonsepsi siswa pada post-test pertemuan I termasuk
rendah yaitu 4,17%; pada post-test pertemuan II termasuk sedang yaitu 34,72%;
pada post-test pertemuan III tidak terjadi miskonsepsi; dan pada ulangan harian
termasuk sedang yaitu 36,63%.
Kata Kunci: Miskonsepsi, Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan, Model
Pembelajaran Inkuiri
PENDAHULUAN
Pendidikan nasional yang
berdasarkan
Pancasila
dan
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
berfungsi
mengembangkan
kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis
serta
bertanggung
jawab.
Pendidikan merupakan salah satu
faktor penting dalam kehidupan
manusia.
Penyelenggaraan
pendidikan di sekolah melibatkan
guru sebagai pendidik dan siswa
sebagai peserta didik yang
dilaksanakan
melalui
suatu
proses interaksi belajar atau yang
biasa
disebut
proses
pembelajaran.
Proses
pembelajaran
dapat dikatakan baik jika antara
guru
dan
siswa
terdapat
hubungan timbal balik. Seorang
guru harus berusaha agar siswa
dapat membentuk tingkah laku
yang diinginkan dengan memberi
kesempatan kepada siswa untuk
berpikir dan memahami apa yang
dipelajari,
sehingga
akan
membentuk suatu perubahan
pada diri siswa sesuai dengan
minat dan kemampuan masingmasing
siswa.
Pelaksanaan
pembelajaran
di
sekolah,
terutama pembelajaran kimia
masih banyak menggunakan
metode konvensional seperti
menggunakan metode ceramah
dalam menyampaikan materi.
Penggunaan metode yang seperti
itu akan membuat siswa menjadi
pasif dalam pembelajaran dan
tidak mendorong siswa untuk
mengembangkan
kemampuan
berpikir mereka. Dalam proses
pembelajaran di kelas hanya
mengarahkan
siswa
kepada
kemampuan
siswa
untuk
menghafal materi atau informasi
saja, tidak mengarahkan siswa
untuk memahami suatu informasi
tersebut.
Sedangkan
kimia
merupakan suatu bidang ilmu
pengetahuan yang menekankan
pada penguasaan konsep, dari
konsep yang sederhana sampai
konsep yang lebih kompleks dan
abstrak.
Dalam
proses
pembelajaran, konsep merupakan
hal yang perlu dipahami,
dipelajari dan dikuasai oleh
siswa. Konsep kimia terbentuk
dalam
diri
siswa
secara
berangsur-angsur
melalui
pengalaman dan interaksi mereka
dengan alam sekitarnya. Namun
hal tersebut tidaklah terjadi di
lapangan, yang terjadi di
lapangan yaitu siswa hanya
mencatat atau menyalin bahkan
menghafal rumus-rumus tanpa
makna dan pengertian. Oleh
karena itu, mata pelajaran MIPA
terutama kimia merupakan mata
pelajaran yang dianggap sulit dan
menjadi momok oleh sebagian
besar siswa, sehingga tidak heran
jika sebagian besar siswa tidak
mencapai ketuntasan minimum
atau tidak berhasil dalam belajar
kimia.
Salah satu materi dalam
mata pelajaran kimia yaitu
kelarutan dan hasil kali kelarutan
yang di dalamnya banyak
memuat pemahaman konseptual
dan pemahaman algoritmik.
Selain itu, materi tersebut bersifat
abstrak dan berurutan, sehingga
untuk
memahami
konsep
kelarutan dan hasil kali kelarutan
siswa harus paham
antar
subkonsep yang saling terkait
dengan materi kelarutan dan hasil
kali kelarutan yaitu diantaranya
stoikiometri, persamaan reaksi,
kesetimbangan kimia, dan pH
larutan. Apabila siswa tidak
paham akan konsep-konsep dasar
tersebut maka siswa akan
kesulitan dalam memecahkan
masalah bahkan siswa akan
mengalami miskonsepsi. Jika
miskonsepsi ini telah terjadi pada
siswa, maka akan sulit untuk
mengubah miskonsepsi yang
terjadi, butuh waktu yang lama
untuk memperbaiki kesalahankesalahan konsep yang diterima
siswa.
Kesalahan
dalam
pemahaman
konsep
(miskonsepsi) merupakan salah
satu masalah besar dalam
pendidikan yang harus segera
diselesaikan.
Miskonsepsi
banyak terjadi tidak hanya pada
siswa saja tetapi dalam buku pun
masih ditemukan miskonsepsi,
akibatnya banyak pemahaman
keliru yang harus segera
dibenarkan. Hal yang menjadi
salah satu penyebab terjadinya
miskonsepsi adalah adanya
penekanan dari guru yang
mengharuskan siswa agar hafal
terhadap suatu konsep, sehingga
siswa cenderung hafal tanpa
paham apa yang dihafalnya,
akibatnya miskonsepsi pun akan
terjadi. Seharusnya, guru lebih
menekankan
dalam
hal
pemahaman konsep, karena
dengan
pemahaman
inilah
materi bisa terkuasai untuk
jangka waktu yang lama dan
miskonsepsi
pun
dapat
diminimalisir.
Usaha
untuk
menganalisis miskonsepsi telah
banyak dilakukan, namun hingga
saat ini masih terdapat kesulitan
dalam membedakan antara siswa
yang mengalami miskonsepsi
dengan yang tidak tahu konsep.
Salah satu upaya yang dinilai
mampu untuk menganalisis
permasalahan tersebut yaitu
dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri. Model
pembelajaran inkuiri merupakan
suatu kegiatan pembelajaran
yang berpusat pada siswa,
sehingga dapat mengembangkan
disiplin
intelektual
dan
keterampilan berpikir dengan
memberikan suatu masalah atau
pertanyaan. Model pembelajaran
inkuiri menekankan kepada
proses mencari dan menemukan
solusi dari sebuah masalah
secara individu. Peran siswa
dalam model ini adalah mencari
dan menemukan sendiri materi
pelajaran,
sedangkan
guru
berperan sebagai fasilitator dan
pembimbing siswa untuk belajar.
Penelitian
tentang
miskonsepsi
telah
banyak
dilakukan diantaranya yang
dilakukan oleh Maharani, dkk
(2012) dengan judul menggali
pemahaman siswa SMA pada
konsep kelarutan dan hasil kali
kelarutan dengan menggunakan
tes diagnostik two-tier . Dari
hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pemahaman siswa pada
konsep kelarutan dan hasil kali
kelarutan tergolong rendah,
ditemukan 19 miskonsepsi pada
konsep kelarutan dan hasil kali
kelarutan, diantaranya yang
menonjol
adalah
siswa
menganggap
penambahan
sedikit garam yang sukar larut
ke dalam larutan jenuh garam
tersebut
akan
menaikkan
konsentrasi larutan jenuh garam
tersebut sehingga nilai Ksp
garam tersebut berubah.
Penelitian lain yang
dilakukan oleh Ghoniyatus dan
Suyono (2012) dengan judul
penerapan strategi pembelajaran
PDEODE (predict, discuss,
explain,
observe,
discuss,
explain)
untuk
mereduksi
miskonsepsi siswa pada materi
pokok hidrolisis garam di
SMAN
2
Bojonegoro,
berdasarkan hasil penelitian
miskonsepsi siswa dominan
pada konsep dan sumber
penyebab miskonsepsi antara
lain prakonsepsi siswa yang
salah.
Berdasarkan
latar
belakang
yang
telah
diungkapkan
diatas,
maka
penulis
termotivasi
untuk
melakukan analisis miskonsepsi
siswa
dengan
model
pembelajaran inkuiri pada pokok
bahasan kelarutan dan hasil kali
kelarutan kelas XI IPA SMA
Negeri 5 Samarinda.
METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian
ini adalah siswa kelas XI IPA
SMA Negeri 5 Samarinda tahun
pelajaran 2013/2014. Sampel
diambil dari populasi yang
dijadikan sumber data dengan
menggunakan teknik purpossive
sampling, yaitu kelas XI IPA 5
sebanyak 24 siswa.
Secara umum prosedur
penelitian dibagi menjadi 3 tahap
yakni : tahap persiapan, tahap
pelaksanaan
dan
tahap
penyelesaian. Tahap persiapan
terdiri dari melakukan observasi
ke sekolah, menganalisis materi
yang
akan
diajarkan,
merencanakan
strategi
pembelajaran yang sesuai dengan
konsep
materi
yang
akan
diajarkan dan memperhitungkan
waktu yang diperlukan, menyusun
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
(RPP)
dan
menyusun materi pelajaran yang
akan
disampaikan.
Serta
mempersiapkan
instrumen
penelitian berupa tes tertulis
berbentuk
uraian.
Tahap
pelaksanaan
terdiri
dari
memberikan perlakuan berupa
model pembelajaran inkuiri pada
materi pembelajarannya, yaitu
kelarutan dan hasil kali kelarutan
dan melaksanakan tes akhir
pertemuan yang berjumlah 5 soal.
Tahap Penyelesaian terdiri dari
analisis
hasil
tes
tertulis,
pengolahan data, analisis dan
pembahasan temuan penelitian
dan penarikan kesimpulan.
Teknik pengumpulan data
terdiri dari dokumentasi tes dan
observasi.
Data yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah data tingkat
derajat pemahaman konsep siswa
yang terdiri dari 6 kategori yaitu
memahami konsep, memahami
sebagian konsep, memahami
sebagian
konsep
dengan
miskonsepsi, miskonsepsi, tidak
memahami, dan tidak ada respon.
Data-data tersebut dikumpulkan
melalui postest di setiap akhir
pertemuan yang berupa soal essay
sebanyak 5 butir soal. Analisis
data pada penelitian ini diperoleh
dari
jawaban
siswa
yang
dikelompokkan
berdasarkan
tingkat
derajat
pemahaman
konsep yang telah ditetapkan oleh
Renner dan Brumby dalam
Abraham et.al. Setelah data
jawaban
dikelompokkan,
kemudian menghitung persentase
untuk masing-masing kriteria
miskonsepsi dengan rumus yang
digunakan oleh Cahyaningsih
(2006), sebagai berikut :
Persentase (%) MK =
Persentase (%) MS =
�
×
%
×
%
×
%
Persentase (%) MSM =
%
Persentase (%) M = ×
%
Persentase (%) TM =
Persentase (%) TR=
×
×
%
Keterangan :
MK : Jumlah siswa yang
memahami
konsep
secara lengkap
MS : Jumlah siswa yang
memahami
sebagian
konsep
MSM: Jumlah siswa yang
memahami
sebagian
dengan miskonsepsi
M : Jumlah siswa yang
mengalami miskonsepsi
TM : Jumlah siswa yang tidak
memahami konsep
TR : Jumlah siswa yang tidak
ada respon
N
: Jumlah total siswa
Data
observasi
untuk
melihat
keefektivitasan
penggunaan model pembelajaran
inkuiri
diperoleh
melalui
pengisian lembar observasi yang
dilakukan pada saat pembelajaran
berlangsung dan diisi oleh
seorang observer. Pengolahan
data hasil lembar observasi
menggunakan rumus :
�=
�
�ℎ
�
�
�
�
�
Hasil Penelitian
Penelitian dilaksanakan di
SMA Negeri 5 Samarinda yang
beralamat di Jalan Juanda
Kelurahan Air Putih Kecamatan
Samarinda Ulu Kota Samarinda.
Hasil penelitian ini digunakan
untuk mengetahui miskonsepsi
siswa
dengan
menggunakan
model pembelajaran inkuiri.
Penelitian
dilakukan
sebanyak 4 kali pertemuan,
dimana
pertemuan
pertama,
kedua, dan ketiga merupakan
kegiatan
perlakuan
dengan
menggunakan
model
pembelajaran inkuiri dan untuk
melihat keefektivitasan model
pembelajaran
inkuiri
pada
penelitian
ini
menggunakan
lembar observasi yang diisi oleh
observer atau pengamat.
Berdasarkan
hasil
dari
lembar observasi, persentase
aktifitas
pelaksanaan
model
pembelajaran inkuiri yaitu sebagai
berikut :
%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel
Pert
ke-
4.1
Aktifitas Pelaksanaan
Model
Pembelajaran
Inkuiri
Kriteria
1
Aktifitas
Guru
(%)
77,14%
Aktifitas
Siswa
(%)
69,00%
Kriteria
2
82,80%
Sangat
Baik
83,33%
Sangat
Baik
3
85,71%
Sangat
Baik
85,57%
Sangat
Baik
Ratarata
81,90%
Sangat
Baik
79,30%
Baik
Baik
Baik
Berdasarkan tabel 4.1, dapat
dilihat bahwa persentase aktifitas
guru
dan
siswa
semakin
meningkat pada setiap pertemuan.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa
aktifitas guru dalam pelaksanaan
model
pembelajaran
inkuiri
memiliki rata-rata sebesar 81,90%
yang termasuk dalam kategori
sangat baik dan aktifitas siswa
memiliki rata-rata sebesar 79,30%
yang termasuk dalam kategori
baik.
Tabel 4.2 Persentase Tingkat Derajat
Miskonsepsi Siswa Setiap
Butir Soal
Jenis
Tes
No.
Soal
PostTest 1
PostTest 2
PostTest 3
UH
Kriteria
MSM
M
1
37,5
0
2
0
0
3
16,67
0
4
41,67
4,17
5
20,83
0
1
0
0
2
29,17
0
3
12,5
29,17
4
0
41,67
5
16,67
33,33
1
0
0
2
45,83
0
3
33,33
0
4
0
0
5
12,5
0
1
0
37,50
2
0
4,17
3
0
54
4
0
66,67
5
45,83
25
Ket :
MSM
M
:
Memahami Sebagian
dengan Miskonsepsi
: Miskonsepsi
Pembahasan
Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui miskonsepsi
siswa
dengan
menggunakan
model pembelajaran inkuiri pada
pokok bahasan kelarutan dan hasil
kali kelarutan kelas XI IPA 5 di
SMA Negeri 5 Samarinda tahun
ajaran 2013/2014. Penelitian ini
dilaksanakan sebanyak 4 kali
pertemuan,
pada
pertemuan
pertama, kedua dan ketiga
dilakukan kegiatan treatment
(perlakuan) dengan menggunakan
model pembelajaran inkuiri dan di
setiap
akhir
pertemuan
dilaksanakan post-test dengan
jenis soal berupa soal essay
sebanyak 5 butir soal dan pada
pertemuan keempat dilaksanakan
kegiatan ulangan harian yang
mencakup materi dari pertemuan
pertama, kedua, dan ketiga.
Kegiatan belajar mengajar
pada pokok bahasan kelarutan dan
hasil kali kelarutan dengan
menggunakan
model
pembelajaran inkuiri, yaitu pada
tahap pertama, guru memberikan
suatu topik permasalahan yang
akan didiskusikan oleh siswa di
dalam kelas. Selanjutnya guru
membagi siswa dalam kelas
menjadi 6 kelompok secara
heterogen.
Kemudian,
siswa
diarahkan
untuk
membuat
jawaban sementara atau hipotesis.
Setelah membuat hipotesis siswa
diberi
kesempatan
untuk
menyimak
animasi
yang
ditayangkan, dengan tujuan agar
mereka dapat mengumpulkan data
atau informasi dari permasalahan
yang telah diberikan. Selanjutnya,
guru mengarahkan siswa untuk
bekerja sama di dalam kelompok,
tujuannya agar siswa bisa mencari
penyelesaian yang tepat untuk
membuktikan hipotesis yang telah
mereka buat. Di dalam tahap ini
yang dicari adalah tingkat
keyakinan siswa atas jawaban
yang diberikan, selain itu juga
mengembangkan
kemampuan
berpikir secara rasional artinya
kebenaran jawaban bukan hanya
berdasarkan argumentasi, akan
tetapi didukung oleh data yang
telah dikumpulkan dan informasiinformasi yang didapat dari
berbagai sumber, misalnya buku
pelajaran. Setelah data dan
informasi-informasi
telah
dikumpulkan, guru mengarahkan
kepada masing-masing kelompok
untuk mempresentasikan dan
menjelaskan jawaban hasil diskusi
mereka. Langkah terakhir dalam
proses pembelajaran inkuiri ini
adalah
guru
memberikan
penguatan
dan
penjelasan
terhadap hasil diskusi yang telah
dipresentasikan oleh masingmasing kelompok.
Miskonsepsi siswa pada
pokok bahasan kelarutan dan hasil
kali
kelarutan
dengan
menggunakan
model
pembelajaran inkuiri dapat dilihat
dari nilai post test setiap akhir
pertemuan dan ulangan harian
dengan jenis soal berupa essay
masing-masing sebanyak 5 butir
soal. Persentase hasil post test
ketiga pertemuan dan ulangan
harian dapat dilihat pada grafik
berikut.
80
66.67
70
54
60
50
40
30
20
10
0
45.83
41.67
41.67
37.5
33.33
33.33
29.17
29.17
20.83
16.67
16.67
12.5
12.5
4.17
4.17
0 00 0
0 0 0 0
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
37.5
1
2
3
4
5
6
7
8
45.83
25
0
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Memahami Sebagian Miskonsepsi
Miskonsepsi
Grafik Persentase Tingkat Derajat
Pemahaman
Siswa
Kategori
Memahami Sebagian Miskonsepsi
dan Miskonsepsi Pada Pokok
Bahasan Kelarutan dan Hasil Kali
Kelarutan
Berdasarkan data tersebut
terlihat bahwa untuk post-test
pertemuan I pada pokok bahasan
kelarutan dan hasil kali kelarutan
yang membahas tentang materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan
yaitu persentase tertinggi pada
tingkat
derajat
pemahaman
memahami
sebagian
dengan
miskonsepsi terjadi pada butir
soal nomor 4 yang merupakan
soal perhitungan yang memuat
materi hubungan kelarutan dengan
hasil
kali
kelarutan. Nilai
persentase yang tinggi ini
dipengaruhi karena pada proses
pembelajaran pertemuan I siswa
masih belum terbiasa dengan
model
pembelajaran
yang
digunakan,
pada
model
pembelajaran yang digunakan
lebih menitikberatkan kegiatan
belajar mengajar kepada siswa
dan siswa belum terbiasa dengan
hal tersebut. Sehingga informasi
yang mereka peroleh pun hanya
sebagian saja yang disertai dengan
miskonsepsi.
Selanjutnya untuk persentase
tingkat
derajat
pemahaman
kategori
miskonsepsi
yang
memiliki persentase tertinggi
yaitu terjadi pada butir soal nomor
4. Dalam pertemuan I ini nilai
persentase tertinggi berada pada
butir soal yang sama, artinya
siswa untuk memahami butir soal
seperti yang ada pada soal nomor
4 masih belum bisa memahami
secara benar dan lengkap. Siswa
masih belum terbiasa untuk
mengerjakan soal yang sifatnya
lebih konkrit yang dalam proses
penyelesaiannya
membutuhkan
langkah-langkah
dalam
pengerjaannya. Selain itu siswa
masih kebingungan dalam proses
pembelajaran yang menggunakan
model pembelajaran inkuiri yang
menitikberatkan proses belajar
mengajar kepada siswa, siswa
selama ini terbiasa hanya menjadi
pendengar sehingga ketika proses
pembelajaran
diubah
siswa
mengalami kebingungan. Bagi
siswa yang memiliki rasa ingin
tahu yang tinggi akan sangat
senang, namun bagi siswa yang
memiliki rasa keingintahuan yang
rendah
akan
menyebabkan
miskonsepsi terjadi dan hal ini
yang terjadi pada pertemuan I.
Berdasarkan
data
yang
diperoleh
terlihat
bahwa
miskonsepsi
siswa
baik
memahami
sebagian
dengan
miskonsepsi atau miskonsepsi
masih terlihat tinggi. Hal ini
dipengaruhi bukan saja dari
kemampuan siswa tetapi strategi
atau metode seorang pengajar
dalam proses pembelajaran juga
sangat penting dalam hal ini
proses
pembelajaran
menggunakan
model
pembelajaran inkuiri. Model
pembelajaran yang menekankan
aktivitas belajar kepada siswa ini
diharapkan akan membantu siswa
untuk memahami konsep, tetapi
kenyataannya pada pertemuan I
jika
dihubungkan
dengan
pengaruh
keefektifan
model
pembelajaran inkuiri dalam proses
pembelajaran dengan hasil yang
diperoleh
yaitu
model
pembelajaran inkuiri belum dapat
membantu
siswa
untuk
memahami konsep. Hal itu terjadi
karena pada pertemuan I ini siswa
masih canggung dan sedikit agak
kebingungan untuk ikut ke dalam
proses pembelajaran karena siswa
belum terbiasa dengan cara atau
metode guru mengajar yang
sedikit diubah dalam proses
pembelajarannya akibatnya siswa
mendapatkan hasil yang rendah
atau masih banyak siswa yang
mengalami miskonsepsi untuk
pertemuan I. Sehingga agar
jumlah siswa yang mengalami
miskonsepsi berkurang, sebaiknya
guru lebih membiasakan dalam
proses
belajar
mengajar
menggunakan
model-model
pembelajaran
yang
dapat
meningkatkan minat belajar siswa
seperti
model
pembelajaran
inkuiri yang menitikberatkan
kegiatan belajar kepada siswa,
siswa
mencari
sendiri
penyelesaian dari masalah yang
diberikan sehingga dalam hal ini
guru hanya sebagai fasilitator saja.
Pada post-test pertemuan
kedua untuk tingkat derajat
pemahaman kategori memahami
sebagian dengan miskonsepsi
persentase tertinggi terdapat pada
butir soal nomor 2 dimana pada
butir soal ini menjelaskan tentang
pengaruh ion senama terhadap
kelarutan. Butir soal nomor 2 ini
merupakan jenis soal konsep yang
sering sekali siswa mengalami
kekeliruan dalam menjelaskan
konsep-konsep yang ada. Hal ini
kurang sebanding pada saat proses
pembelajaran
sebelum
dilaksanakan
post-test
yang
memperlihatkan bahwa siswa
sudah sangat baik dalam proses
pembelajaran. Namun ketika
mengerjakan atau diberikan soal
yang serupa dengan soal latihan
siswa masih banyak mengalami
kesalahpahaman. Artinya siswa
memahami materi hanya pada saat
proses pembelajaran saja dan
ketika diberikan tes kembali siswa
mengalami
ketidakberhasilan
dalam
menjawab.
Hal
ini
menunjukkan bahwa konsep yang
dipahami siswa bersifat hanya
sementara saja, ketika diberikan
tes yang tidak memperbolehkan
siswa untuk melihat dari berbagai
sumber seperti buku, catatan
bahkan bertanya dengan teman
siswa masih mengalami kesulitan
dan
kebingungan
untuk
menjawab. Kemampuan daya
ingat siswa tidak dioptimalkan
secara maksimal, hanya beberapa
konsep yang siswa pahami dengan
baik.
Selanjutnya persentase untuk
tingkat
derajat
pemahaman
miskonsepsi paling tinggi yaitu
pada butir soal nomor 4
merupakan jenis soal yang
membahas
tentang
materi
pengaruh pH terhadap kelarutan.
Dalam soal ini sama dengan butir
soal nomor 2 yaitu soal berupa
konsep, dalam hal ini siswa
banyak
mengalami
kesalahpahaman atau miskonsepsi
karena siswa belum terbiasa untuk
mengerjakan soal yang berupa
konsep
konkrit
yang
membutuhkan pemikiran lebih
untuk menyelesaikannya. Sama
hal nya dengan permasalahan
sebelumnya,
hal
ini
tidak
sebanding dengan yang ada dalam
proses pembelajaran berlangsung.
Ketika
proses
pembelajaran
berlangsung
siswa
dapat
mengerjakan soal yang serupa,
karena dalam latihan siswa
dituntun
oleh
guru
dalam
menyelesaikan masalah, boleh
mencari informasi dari berbagai
sumber, sehingga pada saat
latihan soal sebelum diberikan tes
siswa dapat menjawab. Namun
informasi yang mereka cari tadi
tidak dipahami dengan sungguhsungguh oleh siswa.
Dari data yang diperoleh pada
grafik
menunjukkan
bahwa
tingkat miskonsepsi siswa dalam
memahami
konsep
materi
pertemuan 2 masih termasuk
tinggi. Hal ini jika dihubungkan
dengan pengaruh keefektifan
penggunaan model pembelajaran
inkuiri tidak terlalu signifikan
karena
pada
saat
proses
pembelajaran
berdasarkan
observasi yang dilakukan bahwa
untuk pertemuan II siswa sudah
mulai terbiasa dengan model
pembelajaran
inkuiri
yang
digunakan,
meskipun
sudah
terbiasa
dengan
model
pembelajaran inkuiri namun siswa
masih banyak yang mengalami
miskonsepsi pada pertemuan II ini
yang artinya untuk pertemuan II
penggunaan model pembelajaran
inkuiri masih belum dapat secara
maksimal membantu siswa dalam
memahami materi.
Selanjutnya untuk post-test
pertemuan III pada pokok bahasan
kelarutan dan hasil kali kelarutan
yang membahas tentang materi
reaksi
pengendapan
bahwa
persentase tertinggi untuk kategori
memahami
sebagian
dengan
miskonsepsi terjadi pada butir
soal nomor 2 yang merupakan
soal berupa hitungan reaksi
pengendapan. Tingginya nilai
persentase yang terjadi pada butir
soal nomor 2 ini tidak signifikan
dengan
pada
saat
proses
pembelajaran berlangsung, ketika
proses pembelajaran berlangsung
kegiatan siswa yang dinilai dari
observasi termasuk sangat baik
artinya
siswa
telah
dapat
mengikuti proses pembelajaran
yang baru dengan sangat baik,
akan tetapi pemahaman konsep
siswa juga sangat baik ketika
proses pembelajaran berlangsung,
akan tetapi pada saat diberikan
post-test
siswa
mengalami
kegagalan
dalam
menjawab,
artinya konsep yang dipahami
oleh siswa pada saat pembelajaran
berlangsung
hanya
bersifat
sementara. Siswa juga masih
belum terbiasa dengan soal-soal
yang
memerlukan
langkahlangkah
dalam
proses
penyelesaiannya.
Selanjutnya
untuk kategori miskonsepsi pada
post-test pertemuan ini tidak ada
siswa yang tergolong ke dalam
kategori miskonsepsi.
Pada pertemuan III tingkat
miskonsepsi
siswa
sedikit
menurun jika dibanding dengan
pertemuan-pertemuan sebelumnya
yang hampir di setiap butir soal
mengalami miskonsepsi. Untuk
pertemuan III siswa sudah mulai
banyak memahami materi yang
diberikan, hal tersebut tidak lepas
dari
penggunaan
model
pembelajaran inkuiri pada saat
proses pembelajaran, artinya
pengaruh penggunaan model
pembelajaran inkuiri untuk posttest pertemuan III sangat efektif
untuk membantu siswa dalam
memahami konsep materi.
Pada ulangan harian pokok
bahasan kelarutan dan hasil kali
kelarutan bahwa tidak ada siswa
yang termasuk dalam kategori
memahami
sebagian
dengan
miskonsepsi untuk setiap butir
soal, melainkan siswa termasuk ke
dalam kategori miskonsepsi.
Kategori miskonsepsi tertinggi
terjadi pada soal nomor 4 yaitu
butir soal ini merupakan butir soal
berupa konsep yang membahas
tentang pengaruh pH terhadap
kelarutan. Nilai persentase yang
tinggi ini terjadi karena pada
ulangan
harian
merupakan
evaluasi pemahaman materi dari
mulai pertemuan I hingga
pertemuan II. Siswa dituntut
untuk mengingat kembali atau
me-review ingatannya kepada
soal-soal yang pernah mereka
kerjakan. Disini siswa mengalami
miskonsepsi
karena
pada
pertemuan yang membahas materi
tersebut siswa masih mengalami
miskonsepsi,
sehingga
hal
tersebut
berpengaruh
pada
ulangan harian.
Tingginya nilai persentase
miskonsepsi pada tiap butir soal
ulangan harian ini sangat berbeda
jauh dengan hasil pada post-test
yang terjadi di ketiga pertemuan
sebelumnya. Hal ini terjadi karena
pada ulangan harian siswa
dituntut untuk mengingat kembali
semua materi yang telah mereka
pelajari dan kemampuan daya
ingat siswa tidak terlalu optimal
dalam mengingat kembali materimateri
sebelumnya.
Untuk
ulangan harian tidak diberikan
perlakuan model pembelajaran
inkuiri, sehingga tidak ada
pengaruh dalam ulangan harian
terhadap model pembelajaran.
Selama
proses
belajar
mengajar berlangsung, dilakukan
observasi oleh seorang observer.
Berdasarkan
hasil
observasi
aktivitas guru dan siswa pada
pertemuan
pertama
sampai
pertemuan
ketiga,
diketahui
bahwa aktivitas guru dan siswa
meningkat semakin baik.
Adapun data hasil observasi
aktivitas guru dan siswa disajikan
pada grafik berikut ini.
100.00%
90.00%
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
77.14%
69.00%
82.80%
1
Aktivitas Guru
83.33%
2
85.71%
85.57%
3
Aktivitas Siswa
Grafik hasil observasi guru dan siswa
Pada
treatment
pertama
menunjukkan efektivitas model
pembelajaran inkuiri yang paling
rendah dibandingkan treatment
kedua dan ketiga. Hal ini
dikarenakan
pada
treatment
pertama ini siswa belum terbiasa
dengan cara belajar dengan
menggunakan
model
pembelajaran inkuiri, siswa masih
terlihat canggung dan beberapa
siswa terlihat pasif pada tahapan
menyusun hipotesis dan tanya
jawab
dalam
tahapan
pengumpulan data. Beberapa
siswa
masih
belum
bisa
menyesuaikan
diri
dengan
tahapan-tahapan
model
pembelajaran inkuiri, mereka
belum bisa lepas dari cara belajar
yang biasanya mereka terapkan
(konvensional).
Pada
treatment
kedua
mengalami
peningkatan
efektivitas model pembelajaran
inkuiri
dibandingkan
dari
treatment
pertama,
secara
keseluruhan
tahapan
inkuiri
berjalan dengan sangat baik dan
efektif. Beberapa tahapan inkuiri
mengalami peningkatan menjadi
sangat baik seperti pada tahapan
menguji
hipotesis
dan
mempresentasikan
hasil
uji
hipotesis pada aktivitas siswa,
serta
menyampaikan
permasalahan dan membimbing
dalam membuat kesimpulan pada
aktivitas
guru.
Hal
ini
menunjukkan siswa mulai bisa
menerapkan
tahapan-tahapan
model pembelajaran inkuiri dalam
kegiatan belajar mengajar.
Pada
treatment
ketiga
merupakan pelaksanaan model
pembelajaran
inkuiri
yang
berjalan sangat baik dan efektif
dengan persentase yang paling
tinggi, hal ini menunjukkan model
pembelajaran
inkuiri
sudah
terlaksana dengan sangat baik
diterapkan dalam kegiatan belajar
mengajar. Tahapan-tahapan model
pembelajaran inkuiri mengalami
peningkatan seperti pada tahapan
tanya jawab menjadi sangat baik,
siswa terlibat aktif dalam kegiatan
tanya jawab dalam proses
pengumpulan
data
melalui
tayangan
yang
ditampilkan,
mereka sudah terlihat berani dan
tidak canggung untuk mengajukan
pertanyaan. Begitu juga dalam
membuat
kesimpulan
siswa
dengan arahan dari guru sudah
mampu untuk menemukan poinpoin penting dari materi yang
telah didiskusikan.
Penggunaan
model
pembelajaran inkuiri ini sama
halnya
dengan
model
pembelajaran lain, yakni memiliki
kelebihan
serta
kekurangan.
Adapun kelebihan dari model
pembelajaran
inkuiri
adalah
sebagai berikut:
a. Model pembelajaran inkuiri
yang menekankan kegiatan
belajar mengajar pada siswa
sehingga dapat membuat
siswa menjadi lebih aktif.
b. Memberikan
kesempatan
kepada siswa untuk mencari
penyelesaian atau solusi
dalam memecahkan masalah
secara individu.
c. Memberikan
pengalaman
belajar yang berbeda kepada
siswa.
d. Siswa dilatih untuk bekerja
sama dengan temannya.
Adapun
kelemahan
dari
strategi
synergetic
teaching
berbantukan teka-teki silang,
yaitu:
a. Memerlukan waktu yang
lebih lama untuk dapat
menyesuaikan
kebiasaan
siswa mengikuti kegiatan
belajar dengan menggunakan
model pembelajaran inkuiri.
b. Bagi siswa yang memiliki
kemampuan belajar yang
tidak baik dan pasif akan
semakin pasif karena dalam
hal ini siswa mencari
informasi sendiri, jika tidak
dibimbing dengan baik maka
hal
tersebut
akan
menyebabkan miskonsepsi.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
dan analisis data yang telah
dilakukan didapatkan kesimpulan
bahwa tingkat miskonsepsi siswa
dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri pada pokok
bahasan kelarutan dan hasil
kelarutan di SMA Negeri 5
Samarinda yaitu :
1. Tingkat miskonsepsi siswa
pada post-test pertemuan I
cukup rendah dan hanya
terjadi miskonsepsi pada
butir soal nomor 4 sebesar
4,17%.
2. Tingkat miskonsepsi siswa
pada post-test pertemuan II
cukup tinggi pada butir soal
nomor 3 sebesar 29,17%,
butir soal nomor 4 sebesar
41,67% dan butir soal
nomor 5 sebesar 33,33%.
3. Tingkat miskonsepsi siswa
pada post-test pertemuan III
tidak ada siswa yang
mengalami
miskonsepsi
pada post-test pertemuan III.
4. Tingkat miskonsepsi siswa
pada ulangan harian sangat
tinggi
dan
terjadi
miskonsepsi disetiap butir
soal nomor 1 sebesar
37,50%, butir soal nomor 2
sebesar 4,17%, butir soal
nomor 3 sebesar 54%, butir
soal nomor 4 sebesar
66,67% dan butir soal
nomor 5 sebesar 20,83%.
Daftar Pustaka
Adisendjaja, Y. H. 2007. Identifikasi
Kesalahan dan Miskonsepsi
Buku Teks Biologi SMU .
Jurnal Penelitian. Jurusan
Pendidikan Biologi FMIPA
UPI: Bandung
Ahmadi, A., dan Supriyono, W.,
2004. Psikologi Belajar
Edisi Revisi. PT Rineka
Cipta: Jakarta
Alwi et al. 2005. Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga .
Jakarta:
Pusat
Bahasa, DEPDIKNAS Balai
Pustaka
Arikunto, S. 2009. Dasar – Dasar
Evaluasi Pendidikan. Bumi
Aksara: Jakarta
Asmara, H. 2005. Kesalahan –
Kesalahan Siswa dalam
Pembelajaran
Sistem
Persamaan Linear Dua
Variabel pada Siswa Kelas
II
SLTP
Negeri
27
Samarinda. Skripsi S1 pada
FKIP UNMUL Samarinda:
tidak diterbitkan
Berg, V.D. 1990. Miskonsepsi Fisika
dan
Usaha
Untuk
Menanggulanginya .
Salatiga: Universitas Satya
Wacana Salatiga
Budiningsih, A. 2005. Belajar dan
Pembelajaran. PT Rineka
Cipta: Jakarta
Dahar, R.W. 1996. Teori – Teori
Belajar . Erlangga: Jakarta
__________. 2011. Teori –Teori
Belajar & Pembelajaran.
Erlangga: Jakarta
Dalyono, M. 2009. Psikologi
Pendidikan. PT Rineka
Cipta: Jakarta
Dimyati
dan Mudjiono. 2006.
Belajar dan Pembelajaran.
PT Rineka Cipta: Jakarta
Djamarah,S., dan Zaim. 2006.
Strategi
Belajar
Mengajar .PT Rineka Cipta:
Jakarta
Effendy.
2002. Upaya
untuk
Mengatasi
Kesalahan
Konsep dalam Pengajaran
Kimia
dengan
Menggunakan
Strategi
Konflik Kognitif. Jurnal
Media Komunikasi Kimia.
No. 2, th 6
Enawati, E. Hairida dan Mulyani.
2004.
Meningkatkan
Pemahaman Siswa Melalui
Strategi
Peta
Konsep
disertai Penulisan Jurnal
dalam Setting Pembelajaran
Konsep Kimia Karbon yang
Didasari Konstruktivisme.
Laporan
Penelitian.
Universitas
Pontianak
Tanjungpura:
Beralasan.
Skripsi
S1,
FPMIPA UPI: Bandung
Faridah. 2004. Miskonsepsi dalam
Topik
Elektrolisis
dikalangan
Pelajar
Tingkatan Empat di Daerah
Tanah Merah, Kelantan.
Tesis.
Johor
Bahru:
Universiti
Teknologi
Malaysia. Malaysia
Koentjaraningrat. 1990. Metode –
Metode
Penelitian
Masyarakat.
Gramedia:
Jakarta
Hadi, S. 2009. Model Pembelajaran
Pencapaian
Konsep.
http://hadirukiyah.blogspot.
com/2009/06/ModelPembelajaran-PencapaianKonsep.html,
diakses
tanggal 15 April 2014
Halomoan, M. 2008. Analisis
Persepsi
Guru
Mata
Pelajaran Fisika Madrasah
Aliyah Terhadap Konsep
Gaya pada Benda Diam dan
Bergerak.
Balai Diklat
Keagamaan: Medan
Hasan,
I.
2002.
Metodologi
Penelitian dan Aplikasinya .
Ghalia Indonesia: Jakarta
Hasan, S., D. Bagayoko, D. and
Kelley
E.
L.
1999.
Misconceptions and The
Certainty of Response Index
(CRI). Phys. Educ. 34 (5) p.
294 – 299
Hernawan, H. 2008. Identifikasi
Miskonsepsi Siswa pada
Konsep Sistem Reproduksi
Manusia
dengan
Menggunakan
Tes
Diagnostik Pilihan Ganda
Made,
W.
2009.
Strategi
Pembelajaran
Inovatif
Kontemporer . Bumi Aksara:
Jakarta
Maulana, Aris. 2011. Identifikasi
Miskonsepsi Calon Guru
Kimia
Pada
Konsep
(Pembelajaran)
Ikatan
Kimia SMA Kelas X pada
Mata
Kuliah
Telaah
Kurikulum, Skripsi FKIP
UNMUL: Samarinda tidak
diterbitkan
Muedjiono dan Hasibun. 2006.
Proses Belajar Mengajar .
Remaja
Rosdukarya:
Bandung
Mulyasa, E. 2006. Menjadi Guru
Profesional
Menciptakan
Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. PT Remaja
Rosdakarya: Bandung
Narbuko, Cholid dan Achmadi, A.
2001.
Metodologi
Penelitian. Bumi Aksara:
Jakarta
Nuraini. 2009. Identifikasi Konsep
Sukar
dan
Kesalahan
Konsep
Hukum
Perbandingan Tetap Siswa
MAN 3 Malang. Skripsi.
Jurusan Kimia, FMIPA
Universitas Negeri Malang:
Malang
Oxtoby, D.W., Gillis, H.P. dan
Nachtrieb,
N.H.
2001.
Prinsip – Prinsip Kimia
Modern Edisi Keempat Jilid
1. Erlangga: Jakarta
Purtadi, Sukisman dan Sari, Lis
Permana. 2009. Analisis
Miskonsepsi Konsep Laju
dan Kesetimbangan Kimia
pada Siswa SMA. Jurnal
Penelitian.
Jurusan
Pendidikan Kimia FMIPA
UNY: Yogyakarta
Rusyan, T. 1989. Pendekatan dalam
Proses Belajar Mengajar .
PT Remadja Rosdakarya:
Bandung
Sadia, Wayan I. 1997. Penerapan
Strategi Konflik Kognitif
dalam
Mengatasi
Miskonsepsi.
http://www.google.co.id/Efe
ktivitas+Strategi+Konflik+
Kognitif+dalam+Mengatasi
+Miskonsepsi/,
diakses
tanggal 15 April 2014
Sagala, S. 2005. Konsep Belajar dan
Makna
Pembelajaran.
Alfabeta: Bandung
Sanjaya,
W.
2006.
Strategi
Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses Pendidikan.
Kencana Prenada Media:
Bandung
Sembiring, I. 2004. Miskonsepsi
Siswa Tentang Stoikiometri
pada Siswa Kelas II SMUN
1 Berastagi T.A 2002/2003.
Skripsi. Jurusan Kimia,
Universitas Negeri Medan:
Medan
Simamora, Maruli dan Redhana, I
Wayan. 2007. Identifikasi
Miskonsepsi Guru Kimia
pada Pembelajaran Konsep
Struktur
Atom.
Jurnal
Penelitian.
Jurusan
Pendidikan Kimia FMIPA
Undiksha: Bali
Sudaryanti, Y. 2014. Analisis
Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa
Dengan
Menggunakan
Model
Problem Based Learning
(PBL) Pada Pokok Bahasan
Larutan Penyangga Kelas
XI IPA SMA Negeri 14
Samarinda .
Skripsi.
Pendidikan Kimia, FKIP
Universitas Mulawarman:
Samarinda
Sunarya, Y. 2002. Kimia Dasar II.
Alkemi Garfisindo Press:
Bandung
Suparno,
P.
1997.
Konstruktivisme
Pendidikan.
Yogyakarta
Filsafat
dalam
Kanisius:
___________. 2005. Miskonsepsi
dan Perubahan Konsep
Pendidikan
Fisika .
PT
Gramedia
Widiasarana
Indonesia: Yogyakarta
Susilowati, Endang. 2009. Theory
and
Application
of
Chemistry 2 Bilingual, PT
Tiga Serangkai: Solo
Suyanti,
R.D. 2010. Strategi
Pembelajaran Kimia . Graha
Ilmu: Yogyakarta
Syah, M. 2010. Psikologi Belajar .
PT Raja Grafindo Persada:
Jakarta
Trianto. 2010. Model Pembelajaran
Terpadu. PT Bumi Aksara:
Jakarta
Vaudhi, F. 2009. Identifikasi Konsep
Sukar
dan
Kesalahan
Konsep Mol pada Siswa
SMA Negeri 1 Malang.
Skripsi. Jurusan Kimia,
FMIPA Universitas Negeri
Malang: Malang
Wilantara.
2005.
Implementasi
Model Belajar Konstruktivis
dalam Pembelajaran Fisika
untuk
Mengubah
Miskonsepsi Ditinjau dari
Penalaran Formal Siswa .
Tesis. IKIP Singaraja: Bali
Winarni, S. 2006. Koreksi Kesalahan
Konsep Gaya – Gaya
Antarmolekul
(Intermolecular
Forces)
dengan
Menggunakan
Strategi Konflik Kognitif
pada Mahasiswa Kimia
Universitas Islam Negeri
(UIN)
Malang.
Tesis.
Universitas Negeri Malang:
Malang