PHP File Tree Demo NARASI BAB II

(1)

BAB II

TEMA DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN NASIONAL TAHUN 2011

A. KONDISI UMUM

1. Pencapaian Tahun 2009 dan Perkiraan Tahun 2010

Pelaksanaan pembangunan tahun 2009 dan perkiraan tahun 2010 merupakan pelaksanaan pembangunan tahun terakhir RPJMN 2004-2009 dan tahun pertama RPJMN 2010-2014. Berbagai upaya dan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dan diperkirakan akan dicapai merupakan landasan bagi pelaksanaan pembangunan RPJMN 2010-2014.

Perkembangan Perekonomian

Perkembangan perekonomian nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia yang sedang mengalami krisis ekonomi yang dipicu oleh kasus subprime mortgage di Amerika Serikat. Krisis ini telah menyebabkan perekonomian Amerika mengalami resesi yang dalam yang telah menjalar ke negara maju lainnya sehingga berimbas pula ke berbagai negara di dunia termasuk Indonesia.

Dampak krisis global mulai dirasakan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sejak triwulan IV tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV tahun 2008 menurun minus 3,6 persen jika dibandingkan dengan triwulan III tahun 2008 (q-t-q) dan meningkat 5,2 persen (y-o-y). Sementara itu, pada triwulan sebelumnya ekonomi tumbuh cukup tinggi, yaitu 6,2 persen pada triwulan I; 6,4 persen pada triwulan II; dan 6,4 persen pada triwulan III (y-o-y). Krisis global-yang berdampak pada turunnya permintaan dunia, menurunnya harga minyak dan komoditas-menyebabkan ekspor barang dan jasa tumbuh negatif 5,5 persen pada triwulan IV 2008 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dampak global juga mendorong pembalikan aliran modal dari Indonesia ke luar negeri sehingga investasi/Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) hanya tumbuh 0,8 persen pada triwulan IV jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Penurunan pertumbuhan ekonomi berlanjut sampai dengan triwulan II tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2009 adalah 4,5 persen dan pada triwulan II laju pertumbuhan menurun menjadi 4,1 persen. Sejak triwulan III tahun 2009 laju pertumbuhan ekonomi meningkat kembali menjadi 4,2 persen dan pada triwulan IV meningkat menjadi 5,4 persen yang menunjukkan tanda-tanda pemulihan ekonomi nasional sejalan dengan membaiknya ekonomi dunia.

Pertumbuhan ekonomi selama tahun 2009 tumbuh 4,5 persen (y-o-y). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi didorong oleh pengeluaran pemerintah dan pengeluaran masyarakat yang masing-masing tumbuh 15,7 persen dan 4,9 persen. Sementara itu ekspor masih tumbuh negatif, yaitu -9,7 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor pertanian yang meningkat sebesar 4,1 persen; dan sektor tersier, yaitu sektor listrik, gas, dan air; serta pengangkutan dan telekomunikasi yang masing masing tumbuh 13,8 persen dan 15,5 persen. Sementara itu, industri pengolahan nonmigas hanya tumbuh 2,1 persen, uraian yang lebih rinci disajikan dalam Tabel 2.1.


(2)

TABEL 2.1

KONDISI UMUM PEREKONOMINAN NASIONAL

Uraian 2008 2009

TW I

TW II

TW III

TW

IV Total

TW I

TW II

TW III

TW IV Total Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,2 6,3 6,2 5,3 6,0 4,5 4,1 4,2 5,4 4,5

SISI PENGELUARAN

Konsumsi Masyarakat 5,7 5,5 5,3 4,8 5,3 6,0 4,8 4,7 4,0 4,9 Konsumsi Pemerintah 3,6 5,3 14,1 16,3 10,4 19,2 17,0 10,3 17,0 15,7 Investasi 13,9 12,2 12,3 9,4 11,9 3,5 2,4 3,2 4,2 3,3 Ekspor Barang dan Jasa 13,7 12,4 10,6 2,0 9,5 -18,7 -15,5 -7,8 3,7 -9,7 Impor Barang dan Jasa 18,0 16,1 11,1 -3,7 10,0 -24,4 -21,0

-14,7 1,6 -15,0 SISI PRODUKSI

Pertanian, Perkebunan, Peternakan,

Kehutanan, dan Perikanan 6,4 4,8 3,2 5,1 4,8 5,9 2,9 3,3 4,6 4,1 Pertambangan dan Penggalian -1,6 -0,4 2,3 2,4 0,7 2,6 3,4 6,2 5,2 4,4 Industri Pengolahan 4,3 4,2 4,3 1,8 3,7 1,5 1,5 1,3 4,2 2,1 Industri Bukan Migas 4,6 4,6 4,9 2,1 4,0 1,9 1,8 1,5 4,9 2,5 Listrik, Gas dan Air 12,3 11,8 10,4 9,3 10,9 11,3 15,3 14,5 14,0 13,8 Konstruksi 8,2 8,3 7,8 5,9 7,5 6,2 6,1 7,7 8,0 7,1 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 6,7 7,7 7,6 5,5 6,9 0,6 0,0 -0,2 4,2 1,1 Pengangkutan dan Telekomunikasi 18,1 16,6 15,6 16,1 16,6 16,8 17,0 16,4 12,2 15,5 Keuangan, Real Estat, dan Jasa

Perusahaan

8,3 8,7 8,6 7,4 8,2 6,3 5,3 4,9 3,8 5,0 Jasa-jasa 5,5 6,5 6,9 5,9 6,2 6,7 7,2 6,0 5,7 6,4

Pada tahun 2010 untuk mempercepat pemulihan ekonomi, berbagai upaya untuk meningkatkan ekspor dan pertumbuhan investasi perlu ditingkatkan. Di samping itu, konsumsi masyarakat diupayakan untuk tetap dijaga dengan memelihara daya beli masyarakat melalui pengendalian inflasi ketersediaan pasokan komoditas terutama, kebutuhan pokok dan berbagai program pemberdayaan masyarakat dan bantuan sosial. Efektivitas pengeluaran pemerintah juga ditingkatkan dengan program stimulus untuk menjaga daya beli masyarakat dan peningkatan investasi. Dengan memperhatikan pengaruh eksternal dan berbagai kebijakan yang diambil, pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diperkirakan sebesar 5,5 persen.

Sementara itu, inflasi tahun 2009 mencapai 2,78 persen (y-o-y) jauh lebih rendah dibanding inflasi tahun 2008 yang sebesar 11,06 persen (y-o-y) bahkan lebih rendah dibanding sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah sekitar 5,0 persen. Anomali realisasi inflasi dibandingkan dengan sasaran tersebut tidak terlepas dari berubahnya kondisi ekonomi makro dibandingkan dengan asumsi yang mendasarinya. Krisis


(3)

keuangan ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 menyebabkan permintaan global terkontraksi cukup dalam yang dampaknya masih berlanjut di tahun 2009. Sejalan dengan perkembangan tersebut pertumbuhan ekonomi dunia dan domestik mengalami penurunan yang berarti, seiring dengan penurunan harga komoditas internasional.

Rendahnya inflasi IHK pada tahun 2009 terutama disumbangkan oleh harga kelompok barang dan jasa yang harganya dapat dikendalikan oleh Pemerintah (administered prices). Penurunan harga komoditas global terutama harga BBM telah mendorong Pemerintah untuk menu runkan harga BBM dalam negeri yang kemudian diikuti oleh penurunan tarif angkutan. Pada tahun 2009, Pemerintah menurunkan harga BBM dan tarif angkutan masing-masing 14,1 persen dan 12,1 persen. Selain oleh faktor-faktor tersebut, rendahnya inflasi tahun 2009 juga didukung oleh penurunan inflasi bahan pokok yang harganya mudah bergejolak, khususnya pangan (volatile food) yang cenderung menurun. Di samping itu, menguatnya nilai tukar rupiah, melambatnya permintaan domestik dan membaiknya ekspektasi inflasi juga berkontribusi pada rendahnya laju inflasi pada tahun 2009.

Seiring dengan pemulihan kegiatan ekonomi dunia dan domestik, tekanan inflasi pada tahun-tahun mendatang diperkirakan cenderung meningkat. Inflasi tahun 2010 diperkirakan kembali pada pola normalnya yaitu sekitar 5,0 – 6,0 persen. Dari sisi eksternal, membaiknya perekonomian global mendorong peningkatan harga komoditas dan tekanan inflasi mitra dagang. Dengan kondisi tersebut tekanan inflasi melalui perubahan harga barang yang diimpor (imported inflation) diperkirakan meningkat dibanding tahun 2009. Sementara itu, tekanan eksternal tampaknya masih akan cukup terkendali dengan meningkatnya pemasukan modal asing baik melalui pasar modal maupun penanaman modal langsung (PMA).

Kondisi Keuangan Negara pada tahun 2009 banyak dipengaruhi oleh dampak krisis ekonomi global. Sampai dengan 31 Desember 2009, realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2009 adalah Rp 866,8 triliun (16,3 persen PDB) atau turun sebesar Rp114,8 triliun dibandingkan dengan realisasi di tahun 2008. Penurunan tersebut didorong oleh menurunnya penerimaan perpajakan dari sebesar Rp658,7 triliun di tahun 2008 menjadi sebesar Rp641,2 triliun (12 persen PDB) di tahun 2009. Penurunan juga terjadi pada penerimaan bukan pajak, yang turun sebesar Rp96,1 triliun, dari sebelumnya sebesar Rp320,6 triliun (6,5 persen PDB) di tahun 2008 menjadi Rp224,5 triliun (4,2 persen PDB) di tahun 2009. Penurunan pendapatan negara dan hibah pada tahun 2009 disebabkan antara lain oleh adanya penurunan pertumbuhan ekonomi dan lebih rendahnya realisasi harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia sebagai dampak dari krisis ekonomi global.

Dari sisi pengeluaran, realisasi belanja negara hingga 31 Desember 2009 mencapai Rp 954,0 triliun (17,9 persen terhadap PDB) atau turun sebesar Rp31,7 triliun bila dibandingkan dengan realisasi APBN Tahun 2008. Penurunan tersebut terutama didorong oleh turunnya belanja penerimaan pusat, dari sebelumnya Rp693,4 triliun (14,0 persen PDB) di tahun 2008 menjadi Rp645,4 triliun (12,1 persen PDB) di tahun 2009. Sementara itu, belanja ke daerah mengalami peningkatan dari Rp293,4 (6,9 persen PDB) di tahun 2008 menjadi Rp308,6 triliun (5,8 persen PDB) di tahun 2009.


(4)

Sementara itu, sejalan dengan upaya untuk mendorong perekonomian domestik, defisit APBN meningkat menjadi 1,6 persen PDB, dari sebelumnya sebesar 0,1 persen PDB di tahun 2008. Walau demikian, pemerintah mampu menjaga surplus pada keseimbangan primer sebesar Rp6,6 triliun (0,1 persen PDB) sehingga tingkat stok utang pemerintah di akhir tahun 2009 berkurang menjadi sekitar 30 persen PDB.

Pada tahun 2010, pulihnya perekonomian domestik diperkirakan akan berdampak positif terhadap kinerja APBN. Seiring dengan pulihnya perekonomian domestik tersebut, pendapatan negara dan hibah diperkirakan meningkat menjadi Rp949,7 triliun (15,9 persen PDB) di tahun 2010 atau lebih tinggi Rp82,9 triliun dibandingkan realisasinya di tahun 2009. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh penerimaan perpajakan yang diperkirakan meningkat sebesar Rp101,6 triliun dari realiasinya di tahun 2009, yakni menjadi sebesar Rp742,7 triliun (12,4 persen PDB) . Sementara itu, penerimaan bukan pajak diperkirakan sebesar Rp205,4 triliun (3,4 persen PDB), sedikit lebih rendah dibandingkan realisasinya di tahun 2009.

Dari sisi pengeluaran negara, alokasi belanja negara pada APBN Tahun 2010 diperkirakan meningkat sebesar Rp93,7 triliun dibanding realisasi APBN Tahun 2009. Total belanja negara yang ditetapkan sebesar Rp1.047,7 triliun (17,5 persen terhadap PDB). Peningkatan belanja negara didorong oleh peningkatan pada belanja pemerintah pusat sebesar Rp79,8 triliun dan alokasi belanja ke daerah sebesar Rp13,9 triliun bila dibandingkan dengan realisasi APBN tahun 2009.

Terkait defisit anggaran, mengingat masih strategisnya peran kebijakan fiskal dalam upaya percepatan pemulihan perekonomian domestik, dalam APBN tahun 2010 defisit anggaran ditetapkan sebesar 1,6 persen PDB. Dengan defisit anggaran sebesar 1,6 persen PDB, APBN diharapkan mampu memberikan stimulus terhadap aktivitas perekonomian domestik. Peningkatan defisit tersebut rencananya sebagian besar, yakni sebesar Rp104,4 triliun di tahun 2010, akan dibiayai melalui penerbitan Surat Berharga Negara,. Sementara itu, dilihat dari keseimbangan primer, APBN tahun 2010 diperkirakan akan mengalami surplus sebesar 0,3 persen PDB. Dengan demikian, stok utang pemerintah diharapkan akan turun secara bertahap menjadi lebih rendah dari 30 persen PDB di akhir tahun 2010.

Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola

Reformasi birokrasi dan tata kelola dimaksudkan untuk memantapkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik, yang dilakukan melalui: (1) terobosan kinerja secara terpadu, penuh integritas, akuntabel, taat kepada hukum dan berwibawa, transparan; dan (2) peningkatan kualitas pelayanan publik yang ditopang oleh efisiensi struktur pemerintah di pusat dan di daerah, kapasitas pegawai pemerintah yang memadai, dan data kependudukan yang baik. Hal itu diharapkan dapat dicapai melalui: (a) penataan struktur kelembagaan instansi pemerintah; (2) penataan otonomi daerah; (3) penyempurnaan kebijakan pengelolaan SDM aparatur; (4) peningkatan sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan; (5) peningkatan sinergi antara pusat dan daerah; (5) peningkatan penegakan hukum, melalui peningkatan integritas dan sinergi antar lembaga penegak hukum; dan (7) tersedianya data kependudukan yang akurat dan up to date.


(5)

Kebijakan penataan kelembagaan instansi pemerintah ditujukan untuk mewujudkan organisasi pemerintah yang proporsional, efektif, dan efisien. Untuk mencapai hal tersebut pemerintah telah menetapkan UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kementerian Negara. Adanya Undang-Undang ini telah menjadi acuan yang baku bagi Presiden dalam menyusun Kementerian Negara. Di samping itu, Pemerintah juga telah menetapkan PP No. 41 Tahun 2007 tentang Perubahan atas PP No 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Merujuk kepada PP ini, pada dasarnya seluruh Pemerintah Daerah telah menyusun organisasinya secara lebih proporsional, efektif, dan efisien.

Pelaksanaan reformasi birokrasi instansi (RBI) hingga tahun 2009, terus disempurnakan, dimantapkan, dan diperluas pelaksanaannya secara nasional. Kerangka kebijakan sebagai landasan pelaksanaan reformasi birokrasi telah disiapkan, dalam bentuk Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional (GDRB). Grand Design tersebut mengatur kebijakan nasional maupun kerangka implementasinya, hingga pada tingkat operasional. Hingga tahun 2009, instansi yang telah melaksanakan reformasi birokrasi adalah Depkeu, MA, BPK dan Setneg/Seskab. Pada tahun 2010, diharapkan 12 instansi akan melaksanakan reformasi birokrasi.

Dalam rangka penataan struktur kelembagaan instansi pemerintah pusat, pada tahun 2010 diharapkan telah diselesaikan konsolidasi struktural dan peningkatan kapasitas kementerian/lembaga yang menangani aparatur negara yaitu Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Lembaga Administrasi Negara (LAN). Selanjutnya, Pemerintah akan melakukan penyusunan Grand Design Kelembagaan Instansi Pemerintah, yang selanjutnya akan dipergunakan sebagai landasan penataan kelembagaan instansi pemerintah secara menyeluruh.

Pada aspek penataan otonomi daerah, beberapa capaian sampai dengan tahun 2009 adalah telah diterbitkannya PP No. 78 tahun 2007 tentang Tatacara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah yang menjadi pedoman dalam mengevaluasi usulan pembentukan daerah otonom baru. Selain itu, sebagai implementasi dari PP No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah telah dilakukannya evaluasi terhadap 31 Daerah Otonomi Baru dari 57 DOB yang usia pembentukannya kurang dari tiga tahun (2007-2009) dengan hasil 17 Kabupaten/Kota termasuk kategori baik dan 14 Kabupaten/Kota termasuk kategori kurang baik. Beberapa capaian terkait peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana perimbangan daerah, sampai dengan tahun 2009 telah diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Alokasi Khusus di Daerah, dilakukannya sosialisasi SEB Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas, Menkeu dan Mendagri tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi Pemanfaatan DAK.

Pada tahun 2010, prakiraan pencapaian terkait aspek penataan otonomi daerah adalah tersusunnya Strategi Dasar Penataan Daerah. Sedangkan terkait peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana perimbangan daerah diperkirakan 70% daerah dapat memanfaatkan DAK sesuai dengan petunjuk pelaksanaan serta optimal dalam penyerapannya. Disamping itu peningkatan kualitas belanja daerah diperkirakan 30% daerah memiliki proporsi belanja langsungnya lebih besar dari belanja tidak langsung


(6)

serta 26% daerah memiliki persentase rata-rata belanja modal terhadap total belanja daerah.

Sumber daya manusia (SDM) aparatur memiliki peran strategis sebagai pendorong reformasi birokrasi. Dalam rangka mewujudkan birokrasi yang profesional, kompeten dan berkinerja tinggi dengan prinsip tata kelola yang baik, hingga tahun 2009 telah dilakukan upaya-upaya peningkatan kapasitas SDM aparatur melalui berbagai jenis pendidikan dan pelatihan. Penerapan sistem merit dalam manajemen kepegawaian telah makin meningkat, antara lain melalui penerapan assesment center untuk menilai kemampuan, kualifikasi dan kompetensi PNS. Sedangkan untuk memperbaiki prosedur atau tatalaksana dalam manajemen SDM aparatur disusun beberapa pedoman seperti pedoman penyusunan standar kompetensi jabatan struktural maupun fungsional PNS; pedoman pelaksanaan evaluasi jabatan dalam rangka penyusunan klasifikasi jabatan nasional PNS, dan lain-lain.

Kebijakan pengelolaan SDM aparatur terus dilakukan dengan menyempurnakan berbagai kebijakan agar lebih berbasis merit. Pada tahun 2010 diharapkan telah dapat dihasilkan penyempurnaan kebijakan yang ada, antara lain: kebijakan sistem pengadaan atau rekruitmen dan seleksi PNS secara lebih fair, sesuai kompetensi dan kebutuhan, kebijakan yang mengatur formasi pegawai, kebijakan tentang pola dasar karir PNS, kebijakan tentang penilaian, pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam jabatan struktural, dan dan kebijakan tentang pengelolaan dana pensiun PNS. Di samping itu, dalam tahun 2010 diharapkan dapat disempurnakan penyusunan naskah RUU SDM Aparatur Negara, sebagai landasan pengaturan yang lebih komprehensif atas SDM aparatur.

Pembangunan hukum meliputi pembangunan substansi hukum, pembangunan kelembagaan hukum dan pembangunan budaya hukum. Selama tahun 2009 DPR telah membentuk 193 undang-undang dari 284 rancangan undang-undang yang tertuang dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2004-2009. Capaian pembangunan substansi hukum yang selama ini menjadi instrumen penting untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan, khususnya untuk pencegahan dan penindakan terhadap berbagai penyimpangan pengelolaan keuangan Negara pada berbagai sektor, antara lain, penetapan UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, UU Nomor 50 Tahun2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, UU Nomor 51 TAhun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Di samping itu, untuk mendorong penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik, khususnya transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan, telah ditetapkan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Di bidang politik, telah ditetapkan UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Derah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Sementara itu pada tahun 2010 sebagaimana dituangkan dalam dokumen Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010, telah disepakati baik oleh Pemerintah maupun DPR 70 rancangan undang-undang yang akan menjadi prioritas untuk dibahas pada tahun ini.


(7)

Pada tahun 2010, rancangan undang-undang yang sangat mendasar untuk memantapkan penegakan hukum dan hak asasi manusia adalah RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, RUU tentang Undang-undang Hukum Pidana, RUU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, RUU, dan RUU tentang Bantuan Hukum.

Sinergi antara pusat dan daerah sangat penting untuk mendukung peningkatan kualitas pelayanan publik. Disadari bahwa ujung tombak pelayanan kepada masyarakat berada pada pemerintahan daerah. Pemerintah telah melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan sinergi antara pusat dan daerah, dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik. Sampai akhir tahun 2009 terdapat 339 pemerintah daerah yang telah membentuk unit pelayanan satu pintu atau dikenal dengan one stop services (OSS). Kemudian, pemanfaatan TIK sebagai upaya memberikan pelayanan yang cepat, murah, akurat, dan akuntabel sudah diterapkan pada berbagai sektor pelayanan, seperti pelayanan pengadaan barang dan jasa (e-procurement), kepabeanan, perpajakan, pertanahan, sisminbakum, e-learning, keimigrasian, pelayanan SIM, kependudukan, pelayanan haji dan lain sebagainya.

Dari sisi kebijakan, telah diterbitkan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang diharapkan dapat lebih memperkuat landasan hukum dalam memberikan jaminan pelayanan yang lebih berkualitas kepada masyarakat. Dalam rangka menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif, khususnya guna mempermudah pelayanan di bidang penanaman modal, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang menstandarkan pelayanan penanaman modal di provinsi dan kabupaten/kota, disertai dengan sistem pelayanan berbasis TIK.

Selain itu, pencapaian terkait SPM sampai dengan tahun 2009 adalah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM, dan sebagai petunjuk teknis dan pedoman penyusunan telah diterbitkan Permendagri No. 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan SPM, Permendagri No. 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian SPM, Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 100.05-76 Tahun 2007 tentang Pembentukan Tim Konsultasi Penyusunan SPM dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur/Bupati/Walikota tentang Pelaksanaan SPM di daerah. Terkait penyusunan SPM sampai dengan tahun 2009 telah tersusun 6 (enam) dokumen SPM Bidang, yaitu: 1) Bidang Kesehatan; 2) Bidang Lingkungan Hidup; 3) Bidang Pemerintahan Dalam Negeri; 4) Bidang Sosial; 5) Bidang Perumahan Rakyat; dan 6) SPM Bidang Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Pada tahun 2010, diharapkan telah dapat diterbitkan berbagai kebijakan sebagai pelaksanaan dari UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yaitu: PP tentang Ruang Lingkup Pelayanan publik; PP tentang Sistem Pelayanan Terpadu; PP tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan; PP tentang Proporsi Akses dan Kategori Kelompok Masyarakat; PP tentang Tata Cara Pengikutsertaan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik; dan Perpres tentang Mekanisme dan Ketentuan Pemberian Ganti Rugi. Dalam tahun 2010 juga diharapkan dapat tersusun kebijakan dalam bentuk Inpres yang mengatur percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik.


(8)

Pemerintah akan terus mendorong penerapan OSS di berbagai daerah, disertai peningkatan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik oleh unit penyelenggara pelayanan publik, disertai dengan pelaksanaan sistem reward and punishment. Prakiraan pencapaian tahun 2010 terkait SPM adalah ditetapkannya SPM pada bidang pendidikan dan 7 (tujuh) bidang lainnya yang belum ditetapkan pada tahun 2009, yaitu 1) SPM Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera; 2) SPM Bidang Pelayanan Terpadu bagi anak dan perempuan korban kekerasan; 3) SPM Bidang Ketenagakerjaan; 4) SPM Bidang Pekerjaan Umum; 5) SPM Bidang Ketahanan; 6) SPM Bidang Perhubungan; 7) SPM Bidang Budaya. Selain itu pada tahun2010 juga diperkirakan akan diterapkan 5 (lima) bidang SPM di daerah.

Pemantapan penegak hukum selain melalui pembenahan substansi hukum, juga pembangunan kelembagaan hukum pada lingkup peradilan, dengan pengadilan percontohan pada 5 (lima), yaitu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Semarang, Pengadilan Negeri Makassar, dan Pengadilan Negeri Medan, sebagai pelaksanaan SKMA 144 Tahun 2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan. Dengan fokus pada penyediaan meja informasi agar masyarakat pencari keadilan lebih mudah memperoleh data informasi mengenai perkara yang sedang ditangani oleh pengadilan. Pada tahun 2009, pelayanan meja informasi juga dilaksanakan pada Pengadilan Agama Jakarta Utara dan Pengadilan Tinggi Bandung. Terkait kinerja penanganan perkara pada empat lingkungan pengadilan, pada tahun 2009 telah diputus 11.985 perkara dari 20.820 perkara yang ada.

Sinergitas penegakan hukum telah dilakukan pula antara Mahkamah Agung dengan Kejaksaan Agung, melalui penandatanganan MoU untuk meningkatkan kualitas koordinasi pengawasan antara kedua instansi tersebut. Lingkup MoU terkait mekanisme tukar menukar informasi mengenai adanya penyimpangan yang dilakukan oleh personil dari kedua istansi tersebut. Di samping itu, pada tahun 2009 juga telah dikembangkan dan diterapkan sistem pengaduan masyarakat pada empat pengadilan yaitu Pengadilan Agama dan Tinggi Agama Bandung, serta Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Bandung.

Pemberantasan korupsi merupakan bagian dari upaya penegakan hukum, yang meliputi penindakan dan pencegahan. Terkait pencegahan, upaya untuk meningkatkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) pada tahun 2009 dari 2,6 menjadi 2,8. Peningkatan IPK tersebut terutama dengan dilakukannya reformasi birokrasi secara mendasar di Departemen Keuangan, Mahkamah Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan. Sekretariat Negara, dan MENPAN. Upaya pencegahan juga dilakukan melalui Konsultasi dan Kampanye Publik Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) dan fasilitasi penyusunan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi (RAD PK). Isu rawan korupsi selama tahun 2005-2009 adalah perbaikan sistem pengadaan barang dan jasa, perijinan, dan pelayanan publik pada berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, dan kependudukan. Pada tahun 2009 telah dilakukan fasilitasi penyusunan RAD PK pada empat Provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Jambi, Provinsi Tengah, dan DKI Jaya. Pendidikan anti korupsi terutama ditujukan kepada generasi muda melalui kegiatan training of trainers (TOT) kepada Guru untuk meningkatkan pemahaman Antikorupsi. Pada tahun 2010, berdasarkan Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas PK), pemberantasan korupsi terfokus untuk mendukung pelaksanaan reformasi birokrasi pada kementerian/lembaga, pembentukan single identity number (SIN), dan


(9)

reformasi keuangan Negara serta percepatan penyusunan rancangan undang-undang tentang Penyitaan Aset (assets recovery).

Terkait penindakan korupsi, pada tahun 2009, Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), telah melakukan investigasi mendadak kepada rumah tahanan (Rutan) Pondok Bambu, dan menemukan penyimpangan terhadap perlakuan istimewa narapidana terhadap fasilitas Rutan Pondok. Pada tahun 2010, pelaksanaan debottlenecking, terfokus antara lain pada peningkatan kepastian hukum investasi dan kepastian hukum penggunaan lahan.

Pada aspek data kependudukan, beberapa capaian sampai dengan tahun 2009 telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, selain itu telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional. Terkait dengan penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), sampai dengan tahun 2009 telah dilakukan penyempurnaan Sistem Koneksi (interfase) Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terintegrasi antar instansi untuk 4 (empat) instansi, serta implementsi SIAK untuk pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil yang telah dilakukan di 312 kabupaten/kota dari 465 daerah yang telah menerima bantuan stimulan sarana dan prasarana SIAK. Perkiraan pencapaian pada tahun 2010 untuk aspek data penduduk, adalah tercapainya pemberian NIK kepada penduduk di 497 Kabupaten/Kota serta pemberian e-KTP kepada 4,2 juta penduduk di 6 Kabupaten/Kota.

Pendidikan

Pencapaian pembangunan pendidikan sampai dengan tahun 2009, telah berhasil meningkatkan taraf pendidikan masyarakat Indonesia yang ditandai dengan menurunnya proporsi buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas menjadi 5,3 persen, serta meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM) pada semua jenjang pendidikan. APM SD/MI/sederajat mencapai 95,2 persen, APM SMP/MTs/sederajat mencapai 73,3 persen; APK SMA/SMK/MA/sederajat mencapai 69,6 persen, dan APK PT mencapai 23,5 persen.

Pada tahun 2010, berbagai kegiatan sedang dilakukan guna meningkatkan daya jangkau dan daya tampung sekolah seperti pembangunan sekolah baru dan penambahan ruang kelas baru. Selain itu disediakan pula bantuan operasional sekolah (BOS) untuk seluruh sekolah, madrasah, pesantren salafiyah, dan sekolah keagamaan non-Islam yang menyelenggarakan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Program BOS dimaksudkan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan beban biaya bagi siswa yang lain. Di samping itu, untuk meningkatkan kemampuan masyarakat miskin menyekolahkan anaknya disediakan pula beasiswa bagi siswa miskin untuk semua jenjang pendidikan. Oleh karena itu, pada tahun 2010 taraf pendidikan diperkirakan akan meningkat yaitu; APM SD/MI/sederajat mencapai 95,2 persen, APM SMP/MTs/sederajat mencapai 74,0 persen; APK SMA/SMK/MA/sederajat mencapai 73,0 persen, dan APK PT mencapai 24,8 persen.


(10)

Peningkatan taraf pendidikan masyarakat tergantung pada kualitas guru dan dosen. Peningkatan kualitas guru dan dosen terus dilakukan antara lain melalui pelaksanaan program kualifikasi dan sertifikasi guru dan dosen sesuai amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Pada tahun 2009, program ini telah berhasil meningkatkan kualitas guru memenuhi kualifikasi akademik D4/S1 menjadi 24,6 persen untuk SD, 73,4 persen untuk SMP, dan 91,2 persen untuk SMA.

Kesehatan

Status kesehatan dan gizi masyarakat. Status kesehatan dan gizi masyarakat terus ditingkatkan melalui perluasan akses penduduk terhadap fasilitas pelayanan kesehatan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Hal tersebut dapat dilihat dari pencapaian empat sasaran dampak pembangunan kesehatan, antara lain meningkatnya umur harapan hidup menjadi 70,7 tahun (2009); menurunnya angka kematian ibu menjadi 228 per 100 ribu kelahiran hidup (2007); menurunnya angka kematian bayi menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup (2007); dan menurunnya prevalensi kurang gizi pada anak balita menurun menjadi 18,4 persen (2007).

Selanjutnya, kinerja upaya kesehatan terus menunjukkan perbaikan, dapat diamati dari berbagai indikator upaya kesehatan, antara lain: meningkatnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menjadi 74,9 persen (2008); meningkatnya cakupan kunjungan kehamilan keempat (cakupan K4) menjadi 86,04 persen (2008); dan meningkatnya cakupan imunisasi lengkap anak balita menjadi 58,6 persen (2007).

Demikian halnya dengan cakupan jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) yang meningkat dari 36,4 juta orang (2005) menjadi 76,4 juta orang (2008). Sementara itu, jumlah, kualitas, dan penyebaran sumberdaya manusia kesehatan terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di seluruh wilayah terutama pada daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan kepulauan. Upaya untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan, mutu, penggunaan serta pengawasan obat dan makanan juga terus ditingkatkan. Namun, pengawasan obat dan makanan masih belum berjalan secara optimal, terkait dengan keterbatasan sumber daya, sarana dan prasarana pemeriksaan obat dan makanan.

Data Sensus Penduduk (SP) 2000 dan Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) 2005 menunjukkan bahwa rata-rata laju pertumbuhan (LPP) penduduk Indonesia menurun dari 1,49 persen pada periode tahun 1990-2000 menjadi 1,30 persen pada periode tahun 2000-2005. Sedangkan LPP pada periode tahun 2005-2010 diperkirakan terus menurun menjadi 1,27 persen. Namun secara absolut jumlah penduduk masih tetap besar dan masih akan meningkat. Pada tahun 2000 jumlah penduduk sebanyak 205,8 juta jiwa dan meningkat menjadi 218,9 juta jiwa pada tahun 2005. Kemudian berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia 2005−2025, jumlah penduduk diperkirakan terus bertambah menjadi 234,2 juta jiwa pada tahun 2010

Pembangunan kependudukan yang didukung oleh program keluarga berencana (KB) telah berhasil menurunkan angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) dan angka kelahiran pada wanita usia 15-19 tahun (ASFR 15-19 Thn). Berdasarkan hasil koreksi nilai TFR survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002−2003 dan 2007,


(11)

TFR menurun dari 2,4 menjadi 2,3 per perempuan usia reproduksi. Sedangkan ASFR 15-19 tahun menurun dari 39 menjadi 35 per 1.000 perempuan usia 15-15-19 tahun. Penurunan tersebut antara lain, disebabkan oleh meningkatnya median usia kawin pertama perempuan dari sekitar 19,2 tahun (SDKI 2002−2003) menjadi 19,8 tahun (SDKI 2007) dan peningkatan pemakaian kontrasepsi, meskipun tidak signifikan peningkatannya, yaitu dari 56,7 persen menjadi 57,4 persen (SDKI 2002/03 dan 2007).

Kemiskinan

Program penanggulangan kemiskinan yang sudah direncanakan, terutama yang tercakup di dalam 3 (tiga) klaster penanggulangan kemiskinan dapat terlaksana dengan baik, sebagaimana diuraikan berikut ini. Untuk meringankan beban pemenuhan kebutuhan dasar dan agar rumah tangga miskin dan anggotanya dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya, maka berbagai program dalam Klaster 1 dilaksanakan secara optimal. Hal ini dapat dilihat pada realisasi penyaluran subsidi Raskin per 29 Desember 2009 sebesar 3,24 juta ton atau 97,37 % dari pagu Januari-Desember 2009, sehingga rencana distribusi sebesar 3,33 juta ton kepada 18,5 juta rumah tangga sasaran dapat dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaan Jamkesmas pada akhir Desember 2009, adalah sebesar Rp 4,41 Triliun (99%) dari alokasi sebesar Rp 4,46 Triliun. Peserta Jamkesmas 2009 tetap 76,4 juta orang, disesuaikan dengan hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2008. Penyediaan Jamkesmas terus disediakan sebagai upaya kuratif, sehingga pada tahun 2010 sasaran Jamkesmas direncanakan masih melayani 76,4 juta orang, walaupun jumlah orang miskin sudah menurun. Sementara itu, pemberian beasiswa pendidikan untuk siswa miskin juga ditingkatkan seiring dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya pembangunan nasional. Rencana pemberian beasiswa untuk siswa miskin pada tahun 2009 sebanyak 5,3 juta siswa, dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga mereka dapat menikmati pendidikan dengan tenang dan menyelesaikannya sebagai bekal kehidupan ke depan serta dapat membantu masyarakat miskin memenuhi kebutuhan dasarnya.

Pelaksanaan program keluarga harapan (PKH) yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan program pendidikan dan kesehatan terutama pada masyarakat miskin terus ditingkatkan kualitas pelaksanaannya. Lebih jauh PKH dimaksudkan agar masyarakat miskin tetap menjaga anak mereka di sekolah dan menyelesaikan wajib belajar serta memelihara kesehatan balita mereka, sehingga pertumbuhan anak balita pada masa golden years dapat dilakukan secara optimal. Pada tahun 2009, pelaksanaan PKH pada rumah tangga sangat miskin, baru dapat dilakukan pada 726 ribu rumah tangga sangat miskin di 70 Kabupaten pada 13 Provinsi. Jumlah ini pada tahun 2010 ditingkatkan menjadi 816 ribu rumah tangga sangat miskin, di 88 Kabupatan pada 20 Provinsi. Selanjutnya penanganan masyarakat dengan masalah kesejahteraan sosial juga semakin diperluas cakupannya. Pada tahun 2010 diharapkan pelayanan terhadap sekitar 300 ribu jiwa dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga tekad pemerintah untuk mewujudkan pembangunan inklusif dapat dilakukan dengan bertahap dan semakin baik kualitasnya.

Sementara itu, pelaksanan program Klaster II Pemberdayaan Masyarakat terus diperluas dan ditingkatkan kualitasnya, agar semakin efektif meningkatkan kemandirian


(12)

dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Pada tahun 2009 sudah dapat dilaksanakan pelayanan PNPM Mandiri Inti di 6.408 Kecamatan di seluruh Indonesia. Untuk melanjutkan upaya ini, pada tahun 2010 PNPM Mandiri Inti dilaksanakan dan akan mencakup pemberdayaan masyarakat di lebih dari 6.321 Kecamatan. Untuk melaksanakan PNPM Mandiri Inti di kecamatan-kecamatan tersebut dilakukan dengan penempatan 17.890 fasilitator sebagai pendamping masyarakat dan didukung dengan penyaluran bantuan langsung masyarakat sebesar 11 Triliun yang berasal dari APBN dan APBD. Pelaksanaan PNPM Mandiri, selain dilakukan oleh PNPM Mandiri Inti, juga didukung oleh pelaksanaan PNPM pendukung yaitu diantaranya: (i) PNPM Generasi sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas generasi penerus, yang pada tahun 2009 dilakukan di 164 Kecamatan di 21 kabupaten pada 5 provinsi, dan pada tahun 2010 akan dilaksanakankan di 189 Kecamatan, 25 Kabupaten dan 5 Provinsi; (ii) PNPM Perikanan dan kelautan pada tahun 2009 dilaksanakan di 133 Kecamatan, 120 Kabupaten dan 33 Provinsi; (iii) PNPM agribisnis (PUAP) yang pada tahun 2009 dilaksanakan di 9.884 Desa, dan pada tahun 2010 akan menjangkau 10.000 Desa, ditujukan agar usaha agribisnis berkembang dan meningkat kualitasnya

Pelaksanan Klaster III yang berupa Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sampai pada periode 2008-2009 mencapai hampir Rp 17,19 triliun, dan mencakup sekitar 2,37 juta nasabah, dengan rata-rata pembiayaan/kredit sebesar Rp 7,24 juta per debitur. Sektor yang menyerap KUR terbesar adalah sektor perdagangan, restoran, dan hotel, dengan proporsi KUR mencapai 70,33 persen, dan proporsi debitur 81,68 persen. Sektor lainnya yang cukup besar menyerap KUR yaitu pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan sebesar 15,31 persen, dengan proporsi debitur sebesar 10,04 persen.

Sebagai hasil dari pelaksanaan berbagai program di atas, tingkat kemiskinan yang pada tahun 2008 sebesar 15,42 persen, dapat diturunkan menjadi sebesar 14,15 persen pada tahun 2009. Dengan tingkat kemiskinan pada tahun 2009 yang mencapai 14,15 persen tersebut, berarti terjadi kecenderungan penurunan kemiskinan, baik secara absolut maupun persentase. Meskipun demikian, pada tahun 2009 masih terdapat sebanyak 32,5 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan, sehingga masih memerlukan kerja keras kita semua. Dengan pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang diudkung dengan stabilitas harga kebutuhan pokok dan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan yang efektif di daerah maka sasaran tingkat kemiskinan tahun 2010 sebesar 12-13,5 persen dapat dicapai.

Ketahanan Pangan

Pada tahun 2009, produksi komoditas pangan meningkat dibandingkan tahun 2008. Produksi padi meningkat sekitar 6,6 persen dari .. menjadi 64,3 juta ton GKG. Produksi jagung meningkat sekitar 7,8 persen dari ... menjadi 17,6 juta ton. Produksi kedele meningkat sekitar 25,4 persen dari ... menjadi 973 ribu ton. Produksi perikanan meningkat 11 persen dari 9,05 juta ton menjadi 10,17 juta ton. Produksi daging meningkat 1,2 persen dari 1,68 juta ton menjadi 1,70 juta ton. Produksi susu meningkat 4,9 persen dari 647 juta ton menjadi 679 juta ton. Pada tahun 2010, produksi komoditas bahan pangan pokok tersebut diprakirakan akan terus meningkat dengan jumlah produksi mencapai 64,9 juta ton GKG, 18,1 juta ton jagung, 962,5 ribu ton kedelai, dan 10,8 juta ton perikanan.


(13)

Peningkatan produksi bahan pangan mampu menjaga stabilitas harga pangan dalam negeri. Kondisi harga beras tahun 2008 relatif stabil dibandingkan fluktuasi harga pangan internasional. Pada akhir tahun 2009 dan awal tahun 2010, terjadi gejolak harga pangan. Berdasarkan perkembangan harga sampai saat ini, telah terjadi kecenderungan harga. Untuk harga beras misalnya, lonjakan harga terjadi selama bulan Januari 2010, dan saat ini mulai cenderung stabil kembali.

Kondisi harga pangan mempengaruhi konsumsi pangan masyarakat. Berdasarkan hasil Susenas, terjadi penurunan konsumsi kalori penduduk Indonesia dari rata-rata 2.038,2 kalori per kapita per hari pada tahun 2008 menjadi sekitar 1.927,6 kalori per kapita per hari pada tahun 2009. Dari konsumsi ikan, ketersediaan ikan untuk konsumsi meningkat sebesar 0,6 persen dari 29,98 kg/kapita/tahun tahun 2008 menjadi 30,17 kg/kapita/tahun pada tahun 2009. Pada tahun 2010, skor pola pangan harapan (PPH) ditargetkan akan mencapai skor 86,4. Sedangkan, konsumsi ikan masyarakat Indonesia diperkirakan akan mencapai 30,50 kg/kapita/tahun pada tahun 2010.

Selain itu, pertanian, perikanan, dan kehutanan juga berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan ketenagakerjaan nasional. Pada tahun 2009, pertumbuhan PDB sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan mencapai 3,6 persen. Pada tahun 2010, pertumbuhan PDB sektor ini ditargetkan untuk dapat tumbuh sekitar 3,7 persen. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian, perikana, dan kehutanan masih menjadi tumpuan utama lapangan kerja nasional. Pada tahun 2009, sektor ini mampu menyerap sekitar 41,2 persen total tenaga kerja atau sekitar 43,0 juta orang. Pada tahun 2010, diprakirakan masih akan terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor ini menjadi sekitar 43,7 juta orang. Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) juga menunjukkan adanya peningkatan, yang pada tahun 2009 nilainya mencapai 100,79.

Pada tahun 2009, dukungan infrastruktur irigasi terhadap ketahanan pangan diwujudkan melalui: 1) tercapainya peningkatan luas layanan jaringan irigasi seluas 73,09 ribu hektar; 2) berfungsinya kembali jaringan irigasi seiring dengan direhabilitasinya jaringan irigasi seluas 611,5 ribu hektar; 3) meningkatnya fungsi jaringan irigasi setelah dilakukan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi seluas 2,09 juta hektar. Selain itu, dukungan juga dilakukan melalui: 1) upaya peningkatan/ rehabilitasi jaringan rawa untuk meningkatkan layanan jaringan rawa seluas 102,97 ribu hektar; dan 2) meningkatnya layanan jaringan rawa seiring dengan telah dilaksanakannya operasi dan pemeliharaan jaringan rawa seluas 376,32 ribu hektar. Selain meningkatkan dan mempertahankan fungsi jaringan irigasi dan rawa, juga telah dilakukan upaya peningkatan pemanfaatan air tanah untuk irigasi melalui: 1) pengeboran sumur air tanah sebanyak 80 94 titik; 2) pembangunan jaringan irigasi air tanah untuk mengairi lahan seluas 2.548 hektar; 3) rehabilitasi jaringan irigasi air tanah seluas 3.033 hektar; dan 4) operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi air tanah seluas 3.000 hektar.

Pada tahun 2010, diperkirakan dapat dicapai antara lain: 1) meningkatnya luas layanan jaringan irigasi seluas 117,27 ribu hektar; 2) terehabilitasinya jaringan irigasi untuk mengairi lahan seluas 310,83 ribu hektar; 3) beroperasi dan terpeliharanya jaringan irigasi yang mengairi lahan seluas 2,34 juta hektar; 4) meningkatnya luas layanan jaringan rawa seluas 8.100 hektar; 5) terehabilitasinya jaringan rawa yang mengairi lahan seluas 83,94 ribu hektar; 6) beroperasi dan terpeliharanya jaringan rawa yang mengairi lahan seluas 1,2 juta hektar; 7) meningkatnya luas layanan irigasi air tanah seluas 2.617


(14)

hektar; 8) terehabilitasinya prasarana irigasi air tanah untuk mengairi lahan seluas 5.013 hektar; dan 9) beroperasi dan terpeliharanya jaringan irigasi air tanah yang mengairi lahan seluas 6.785 hektar.

Dalam rangka meningkatkan dukungan terhadap ketahanan pangan juga dilakukan melalui upaya peningkatan kelestarian dan ketersediaan air. Upaya tersebut diwujudkan melalui kegiatan pembangunan, rehabilitasi, operasi, dan pemeliharaan waduk/embung/situ. Beberapa capaian penting yang telah dihasilkan pada tahun 2009 antara lain: 1) penyelesaian pembangunan 2 buah waduk dan 12 embung; 2) beroperasi dan terpeliharanya 54 buah waduk, embung, dan situ. Pada tahun 2010 diperkirakan akan dapat dicapai beberapa sasaran antara lain: 1) pembangunan waduk, embung, situ dan bangunan penampung lainnya dengan kapasitas tampung sebesar 10,65 juta meter kubik; 2) terehabilitasinya waduk, embung, situ dan bangunan penampung air lainnya dengan kapasitas tampung sebesar 4,13 miliar meter kubik; dan 3) beroperasi dan terpeliharanya waduk, embung, situ dan bangunan penampung air lainnya dengan kapasitas tampung sebesar 5,42 miliar meter kubik.

Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur dimaksudkan untuk meningkatkan daya dukung dan daya gerak bagi pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan. Untuk itu pembangunan infrastruktur mencakup bidang pertanahan dan tataruang, jalan, perhubungan, perumahan rakyat, pengendalian banjir, telekomunikasi, dan transportasi umum.

Pencapaian utama dalam bidang tata ruang di tahun 2009 adalah : a) disahkannya 2 (dua) Perda RTRW Provinsi, 7 (tujuh) Perda RTRW Kabupaten dan 1 (satu) Perda RTRW Kota sesuai dengan amanat UU No. 26 Tahun 2007; b) disahkannya PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang sebagai peraturan pelaksana UU No. 26 Tahun 2007; c) diterbitkannya Keppres No. 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) sebagai revisi dari Keppres No. 62 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penataan Ruang Nasional.

Perkiraan pencapaian utama dalam bidang tata ruang di tahun 2010 adalah : a) disahkannya 17 (tujuh belas) Perda RTRW Provinsi, 36 (tiga puluh enam) Perda RTRW Kabupaten dan 20 (dua puluh) Perda RTRW Kota sesuai dengan amanat UU No. 26 Tahun 2007 dan Inpres No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010; b) disahkannya RPP Sumber Daya Alam, RPP tentang Tata Cara dan Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang, RPP tentang Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang, dan RPP tentang Penataan Ruang Kawasan Pertahanan amanat UU No. 26 Tahun 2007; c) disahkannya Raperpres Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau yaitu RTR Pulau Sumatera, RTR Pulau Jawa-Bali, RTR Pulau Kalimantan, RTR Pulau Sulawesi, RTR Pulau Papua, RTR Kepulauan Maluku, dan RTR Kepulauan Nusa Tenggara; d) penguatan koordinasi dalam rangka mendukung upaya pengendalian pemanfaatan ruang di Pusat dan Daerah melalui penyelenggaraan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKPRN; e) tersedianya peta dasar sebagai basis perencanaan; f) diimplementasikannya zoning regulation sebagai instrumen pengendalian pemanfaatan


(15)

ruang; g) penguatan dukungan sistem informasi dan monitoring penataan ruang dalam rangka mendukung upaya pengendalian pemanfaatan ruang.

Sedangkan pada tahun 2009 dalam bidang pertanahan dilakukan kembali upaya akselerasi pelaksanaan pendaftaran tanah demi meningkatkan jaminan kepastian hukum hak atas tanah disamping melakukan penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T). Kegiatan tersebut antara lain mencakup pelaksanaan pendaftaran tanah di 1.245.291 bidang tanah melalui PRONA dan LMPDP sebanyak 1.065.000 bidang, RALAS sebanyak 120.000 bidang, sertifikasi tanah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebanyak 47.500 bidang, petani sebanyak 8.065 bidang, nelayan sebanyak 1.500 bidang, peserta Transmigrasi sebanyak 3.226 bidang, pembuatan peta pendaftaran tanah pada 500.000 ha lahan dan pemasangan Kerangka Dasar Kadastral Nasional (KDKN) di 3.072 titik. Sedangkan dalam hal pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dilakukan melalui pelaksanaan konsolidasi tanah (di luar DKI) sebanyak 10.000 bidang, redistribusi tanah (termasuk pemetaan untuk mendukung PPAN) sebanyak 300.000 bidang, Inventarisasi (P4T) pada 750.000 bidang, dan pembuatan Neraca Penatagunaan Tanah (PGT) di 100 kabupaten/kota. Neraca Penatagunaan Tanah merupakan instrumen yang menggambarkan kesesuaian antara penggunaan tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah / RTRW.

Pada tahun 2010 dalam bidang pertanahan masih dilakukan upaya akselerasi pelaksanaan pendaftaran tanah demi meningkatkan jaminan kepastian hukum hak atas tanah disamping melakukan penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T). Kegiatan tersebut antara lain mencakup pelaksanaan pendaftaran tanah di 1.046.335 bidang tanah melalui PRONA sebanyak 960.355 bidang, sertifikasi tanah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebanyak 30.000 bidang, petani sebanyak 23.000 bidang, nelayan sebanyak 3.000 bidang, peserta Transmigrasi sebanyak 30.000 bidang, pembuatan peta pendaftaran tanah pada 1.000.000 ha lahan dan pemasangan Kerangka Dasar Kadastral Nasional (KDKN) di 2.500 titik. Secara umum, terdapat penurunan target sertifikasi tanah dikarenakan tidak diperpanjangnya Reconsruction of Aceh Land Administration System (RALAS) dan Land Management and Policy Development Project (LMPDP). Sedangkan dalam hal pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dilakukan melalui pelaksanaan konsolidasi tanah sebanyak 10.000 bidang, redistribusi tanah sebanyak 210.000 bidang, Inventarisasi (P4T) pada 200.000 bidang, dan pembuatan Neraca Penatagunaan Tanah (PGT) di 100 kabupaten/kota

Untuk lebih menarik minat swasta / badan usaha melakukan investasi di bidang infrastruktur pemerintah telah merevisi Perpres 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Untuk mempermudah pelaksanaa, Revisi Perpres ini akan disertai dengan lampiran pedoman teknis pelaksanaannya untuk tingkat pusat dan daerah. Di samping itu, telah disahkan UU Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

Pembangunan infrastruktur transportasi diperlukan untuk meningkatkan kelancaran pergerakan penumpang dan barang ke seluruh wilayah Nusantara. Percepatan pertumbuhan ekonomi membutuhkan peningkatan kuantitas dan kapasitas serta perbaikan kualitas infrastruktur transportasi yang mampu memberikan pelayanan dan menghubungkan seluruh wilayah Nusantara (domestic connectivity). Walaupun produksi


(16)

dan pembiayaan fasilitas transportasi telah meningkat seiring dengan peningkatan kualitas, kuantitas dan kapasitas infrastruktur transportasi, namun permintaan terhadap infrastruktur transportasi masih belum mampu dipenuhi, sehingga kesenjangan transportasi sangat terasa tidak hanya di wilayah yang telah berkembang dengan pesat, namun juga di wilayah pedalaman, pulau-pulau luar dan terpencil serta perbatasan.

Pencapaian pembangunan transportasi pada tahun 2009 antara lain: (1) peningkatan jalan nasional 2.365,8 km jalan dan 6.243,9 m jembatan pada lintas utama yaitu Lintas Timur Sumatera, Pantura Jawa, lintas selatan Kalimantan, lintas barat Sulawesi, dan lintas lainnya serta non lintas sehingga total lajur jalan menjadi 84.985 lajur km; (2) peningkatan jalan rel sepanjang 1.849,62 km dan pembangunan jalur KA baru sepanjang 244,80 km; (3) pembangunan dermaga penyeberangan sebanyak 151 unit (baru dan lanjutan), dan dermaga danau 36 unit (baru dan lanjutan); (4) pembangunan 195 pelabuhan baik untuk pelabuhan baru dan kegiatan lanjutan serta rehabilitasi terhadap 42 pelabuhan; (5) pembangunan bandara Medan Baru, Hasanuddin Makassar, Lombok Baru, serta terminal tiga Bandara Soekarno Hatta.

Pada tahun 2010, pembangunan transportasi diprioritaskan untuk memenuhi target RPJM 2010-2014 secara bertahap. Beberapa perkiraan capaian antara lain: (2) peningkatan kapasitas dan kualitas 1.598,72 km jalan pada lintas-lintas strategis; (2) melanjutkan pembangunan jalur ganda Kutoarjo-Kroya, double-double track (DDT) Manggarai-Cikarang dan pembangunan MRT Jakarta; (3) pembangunan pelabuhan di 146 lokasi serta fasilitas sistem telekomunikasi dan navigasi pelayaran; serta (4) lanjutan pembangunan bandara Kualanamu.

Dalam rangka menjamin kelancaran distribusi barang, jasa, dan informasi untuk meningkatkan daya saing produk nasional, pembangunan infrastruktur salah satunya difokuskan untuk mendukung peningkatan daya saing sektor riil. Dukungan pembangunan infrastruktur sumber daya air dalam mendukung daya saing sektor riil diwujudkan melalui kegiatan pengendalian banjir, lahar gunung berapi, dan pengamanan pantai. Beberapa capaian penting yang telah dicapai pada tahun 2009 antara lain: 1) terbangunnya 72,47 km prasarana pengendali banjir untuk mengamankan kawasan seluas 3.500 hektar; 2) terehabilitasinya prasarana pengendali banjir sepanjang 170 km untuk mengamankan kawasan seluas 82.194 ha; 3) beroperasi dan terpeliharanya sungai sepanjang 31,15 km; dan 4) terbangunnya prasarana pengaman pantai sepanjang 31,2 km. Pada tahun 2010 diperkirakan beberapa sasaran penting dalam rangka pengendalian banjir, lahar gunung berapi dan pengamanan pantai dapat dicapai, antara lain: 1) terbangunnya prasarana pengendali banjir untuk mengamankan kawasan seluas 82.194 hektar; 2) terehabilitasinya prasarana pengendali banjir untuk mengamankan kawasan seluas 5.629 hektar; 3) beroperasi dan terpeliharanya prasarana pengendali banjir untuk mengamankan kawasan seluas 16.775 hektar; 4) terbangunnya sarana/prasarana pengaman pantai untuk mengamankan kawasan seluas 5.824 hektar; 5) operasi dan pemeliharaan sarana/prasarana pengaman pantai untuk mengamankan kawasan seluas 10.136 hektar; 6) rehabilitasi sarana/prasarana pengaman pantai untuk mengamankan kawasan seluas 1.250 hektar; 7) operasi dan pemeliharaan 10 unit sarana/prasarana pengendali lahar/sedimen; 8) rehabilitasi 4 unit sarana/prasarana pengendali lahar/sedimen; dan pembangunan 28 unit prasarana pengendali lahar/sedimen.


(17)

Dalam rangka penanganan DAS Bengawan Solo secara terpadu, pada tahun 2010 diperkirakan telah dapat dilaksanakan pembangunan pompa air di 5 lokasi, diselesaikannya pembangunan Waduk Gonggang, dan rehabilitasi Pasca Banjir Kali Madiun. Selain itu dalam rangka meningkatkan kawasan perkotaan yang dilindungi dari bahaya banjir diperkirakan telah dapat diselesaikannya konstruksi bangunan utama Banjir Kanal Timur.

Pembangunan infrastruktur transportasi diperlukan untuk meningkatkan kelancaran pergerakan penumpang dan barang ke seluruh wilayah Nusantara. Percepatan pertumbuhan ekonomi membutuhkan peningkatan kuantitas dan kapasitas serta perbaikan kualitas infrastruktur transportasi. Walaupun produksi dan pembiayaan fasilitas transportasi telah meningkat seiring dengan peningkatan kualitas, kuantitas dan kapasitas infrastruktur transportasi, namun permintaan terhadap infrastruktur transportasi masih belum mampu dipenuhi, sehingga kesenjangan transportasi sangat terasa tidak hanya di wilayah yang telah berkembang dengan pesat, namun juga di wilayah pedalaman, pulau-pulau luar dan terpencil serta perbatasan.

Pencapaian pembangunan perumahan yang telah dilaksanakan pada tahun 2009 antara lain: 1) pembangunan rumah baru layak huni sebanyak 161.577 unit; 2) pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) sebanyak 8.791 unit; 3) fasilitasi pembangunan rumah swadaya sebanyak 517.586 unit; 4) penataan dan perbaikan lingkungan permukiman seluas 637,54 hektar; 5) penataan bangunan dan lingkungan di 255 kelurahan; 6) dukungan infrastruktur kawasan perumahan PNS/TNI/POLRI/Pekerja yang mencakup 140.050 unit rumah; 7) penyediaan infrastruktur permukiman di kawasan terpencil/pulau kecil/terluar; serta 8) penyediaan infrastruktur permukiman di 44 kawasan perbatasan. Pada tahun 2010 diperkirakan dapat dicapai: 1) pembangunan 80 twin blok rumah susun sederhana sewa bagi pekerja dan sebagai upaya penanganan lingkungan permukiman kumuh; 2) pembangunan 150.000 unit rumah sederhana sehat bersubsidi; serta 3) pembangunan 30.000 unit rumah susun sederhana milik bersubsidi.

Untuk kegiatan penyediaan infrastruktur dasar permukiman yang mencakup air minum, air limbah, pengelolaan persampahan, dan drainase telah dilakukan pada tahun 2009 antara lain: 1) pembangunan sarana dan prasarana air minum sebanyak 6.320 liter per detik; 2) pembangunan pengolahan air limbah di 106 kabupaten/kota; 3) pengelolaan persampahan di 133 kabupaten/kota; serta 4) pembangunan drainase untuk kawasan seluas 2.678 hektar. Perkiraan pencapaian kegiatan penyediaan infrastruktur dasar permukiman tahun 2010 antara lain: 1) fasilitasi pembangunan air minum di 159 ibukota kecamatan, 18 kawasan khusus perbatasan, dan 1.472 desa; 2) fasilitasi pembangunan air limbah sistem off-site di 9 kab/kota, serta penanganan drainase di 10 kabupaten/kota; 3) fasilitasi pembangunan air limbah komunal berbasis masyarakat di 404 Kabupaten/kota; 4) implementasi 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di 26 kota besar dan metropolitan; 5) pembangunan infrastruktur persampahan (TPA Regional) sebanyak 6 TPA Regional yang melayani 17 kabupaten/kota; 6) pembangunan infrastruktur persampahan (TPA Sanitary Landfill) di 49 kabupaten/kota; serta 7) penyediaan prasarana persampahan terpadu 3 R di 50 lokasi.

Hasil pelaksanaan pembangunan pos dan telematika pada tahun 2009 antara lain (1) pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) pos di 2.350 kantor pos cabang luar kota (kpclk); (2) pengesahan UU No. 38 Tahun 2009 tentang Pos; (3) penyelesaian


(18)

penyediaan jasa akses telekomunikasi (Universal Service Obligation) melalui program Desa Berdering di 24.051 desa dan Desa Punya Internet di 70 desa; (4) dimulainya pembangunan jaringan backbone serat optik Palapa Ring sepanjang 1.237,8 km oleh PT Telkom antara Mataram dan Kupang; (5) pemberian izin penyelenggaraan untuk akses nirkabel pita lebar (broadband wireless access); (6) peresmian uji coba televisi digital free to air dan TV bergerak (mobile); (7) penyelesaian pembangunan pemancar TVRI di 27 lokasi perbatasan, blank spot, remote areas, dan wilayah non komersial; (8) penyelesaian pembangunan dua ICT Training Center masing-masing bekerja sama dengan Jababeka dan UIN Syarif Hidayatullah. Melalui perkuatan regulasi dan pengawasan penyelenggaraan, teledensitas total akses telekomunikasi menjadi 79 persen (per September 2009) yang terdiri dari 14,9 persen sambungan tetap (akses kable dan nirkabel) dan 64,1 persen sambungan bergerak.

Perkiraan pencapaian pokok di tahun 2010 antara lain meliputi (1) pelaksanaan PSO pos di 2.515 kpclk; (2) pelaksanaan Desa Berdering di 31.824 desa; (3) dimulainya penyediaan Pusat Layanan Internet Kecamatan untuk 5.748 kecamatan; (4) selesainya pembentukan ICT Fund sebagai sumber pembiayaan pembangunan jaringan Palapa Ring dengan skema kerja sama antara pemerintah dan swasta; (5) pengesahan seluruh RPP UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik termasuk RPP Penyelenggaraan Sistem Elektronik di Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah (e-Government); (6) penyelesaian penyusunan Rencana Induk e-Government Nasional; (7) penyelesaian pelaksanaan perbaikan stasiun transmisi di 30 lokasi; (8) selesainya reorganisasi Kementerian Komunikasi dan Informatika yang sejalan dengan proses konvergensi sektor telekomunikasi, informatika, dan penyiaran.

Kemajuan dalam pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan hingga tahun 2009 ditunjukkan dengan: (1) meningkatnya rasio elektrifikasi sebesar 66,30 persen dan rasio desa berlistrik sebesar 94 %. Pencapaian ini diantaranya merupakan hasil pembangunan listrik perdesaan yang memanfaatkan energi baru terbarukan; (2) penambahan kapasitas panas bumi sebesar 127 MW yang berasal dari PLTP Lahendong III (10MW) dan PLTP Wayang Windu II (117 MW); (3) pembangunan jaringan transmisi dan juga pembangunan pembangkit listrik baik oleh PT. PLN, independent power producers (IPP), maupun pembangkit terintegrasi, sehingga kapasitas pembangkit meningkat menjadi 33.430 MW dimana sebesar 84 persen atau sebesar 28.234 MW berasal dari pembangkit PT. PLN; (4) pembangunan jaringan gas kota untuk rumah tangga di kota Palembang dan Surabaya. Hingga saat ini ketergantungan pada energi konvensional/BBM masih besar. Komposisi bauran energi masih terdiri dari BBM 48 persen, batubara sebesar 30 persen, gas bumi sebesar 19 persen, panas bumi sebesar 1 persen, dan tenaga air sebesar 2 persen. Selain itu, dalam rangka penyempurnaan regulasi telah diterbitkan beberapa regulasi yaitu : (1) Undang-Undang No. 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang menyatakan bahwa penyediaan tenaga listrik tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat melalui PT. PLN tetapi juga oleh pemerintah daerah; (2) Permen KESDM No. 31 tahun 2009 tentang Harga Pembelian Tenaga Lsitrik oleh PT. PLN dari Pembangkit yang Menggunakan Energi Terbarukan Skala Kecil dan Menengah atau Kelebihan Tenaga Listrik; (3) Permen KESDM No. 32 tahun 2009 tentang Harga Patokan Pembelian Tenaga Lsitrik oleh PT. PLN dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi. Penyempurnaan regulasi ini dimaksudkan untuk meningkatkan peranserta Pemerintah


(19)

Daerah, koperasi, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), swasta, swadaya masyarakat, dan perorangan dalam penyediaan tenaga listrik, serta untuk mendorong upaya diversifikasi energi melalui pemanfaatan energi alternatif selain minyak. Hal tersebut dilakukan mengingat peran koperasi, swasta, dan pemda masih terbatas, bahkan tingkat keberhasilan independent power producers (IPP) sampai saat ini hanya sekitar 13 persen dari seluruh IPP yang saat ini telah mendapat ijin.

Adapun perkiraan pencapaian pembangunan energi dan ketenagalistrikan pada tahun 2010 adalah : (1) melanjutkan upaya pembangunan transmisi ruas Kalimantan-Jawa Tengah dan trans-Kalimantan-Jawa, serta beberapa wilayah distribusi yang dekat dengan ruas transmisi eksisting (diantaranya Jakarta, Banten, Cepu, Palembang, dan Surabaya); (2) pengembangan jaringan gas kota termasuk pengelolaan dan aspek hukum pascakontruksi jaringan gas; (3) pemanfaatan potensi energi lokal yaitu EBT terutama di daerah perdesaan termasuk kegiatan diseminasi dan capacity building guna mendukung pelaksanaan Desa Mandiri Energi (DME); (4) tersusunnya rumusan peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan UU nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan; (5) meningkatnya rasio desa berlistrik menjadi sekitar 95,59 persen yang merupakan hasil dari penambahan pembangunan pembangkit skala kecil dan menengah yang menggunakan energi baru terbarukan (PLTS, PLTMH, dan PLT Bayu) dan berikut pembangunan jaringan transmisi dan distribusi; (6) meningkatnya rasio elektrifikasi menjadi sebesar 70,4 persen melalui pembangunan jaringan transmisi 500kV, 275 kV, 175kV, dan 150kV beserta Gardu Induk serta jaringan distribusi; (7) meningkatnya kapasitas pembangkit seiring dengan selesainya pembangunan pembangkit listrik dari program pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap I; dan (8) tersusunnya turunan dari peraturan perundang-undangan di bidang energi dan ketenagalistrikan serta fasilitasi terhadap pembangunan ketenagalistrikan yang dilakukan oleh swasta.

Iklim Investasi dan Iklim Usaha

Pada tahun 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,5 persen. Investasi dalam bentuk PMTB hanya meningkat dengan 3,3 persen. Peningkatan investasi dalam PMTB pada tahun 2009 merupakan sumbangan dari meningkatnya nilai investasi sektor nonmigas berupa realisasi Ijin Usaha Tetap (IUT) terutama dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang meningkat pada tahun 2009. Realisasi IUT PMDN pada 2009 mengalami peningkatan sebesar 85,7% (y-o-y) jika dibandingkan pada posisi yang sama pada tahun 2008, atau naik sebesar Rp 17,5 triliun. Sementara itu realisasi investasi PMA selama tahun 2009 baik dalam mata uang rupiah maupun dolar Amerika Serikat (AS) menurun masing-masing negatif 21,9 persen dan 27,3 persen. Namun demikian, realisasi investasi langsung asing pada tahun 2009 yang mencapai USD 10,82 miliar masih sedikit di atas 2 (dua) tahun sebelumnya (2007) yang mencapai USD 10,34 miliar. Dengan berbagai upaya dan kebijakan dalam rangka meningkatkan iklim investasi, diperkirakan pada tahun 2010 investasi dalam bentuk PMTB meningkat sebesar 7,3 persen. PMA dan PMDN pada tahun 2010 masing-masing diperkirakan US$ 13,2 milyar dan Rp 39,5 trilliun.

Seiring meningkatnya perekonomian, tingkat pengangguran terbuka diperkirakan menurun hingga 7,6 persen tahun 2010. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2009


(20)

sebanyak 113,83 juta orang dan jumlah orang yang bekerja sebanyak 104,87 juta orang. Dengan demikian terdapat 8,96 juta penganggur yang sedang mencari pekerjaan, dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 7,87 persen. Angkatan kerja baru yang masuk pasar kerja sekitar 2,0 juta orang dan kesempatan kerja baru yang tercipta 2,2 juta. Kesempatan kerja yang tercipta pada Agustus 2008 hingga Agustus 2009, terdistribusi ke dalam seluruh sektor pembangunan. Diantaranya adalah sektor pertanian dan industri masing-masing menyerap 300 ribu pekerja, sektor perdagangan 700 ribu pekerja, dan sektor jasa menyerap 900 ribu pekerja.

Tabel 2.2.

LAPANGAN KERJA BERDASARKAN STATUS PEKERJAAN (Ribu Orang)

Lapangan

Kerja 2008Agt 2009Agt Perubahan2008-2009 Formal

Bekerja dibantu buruh tetap

Buruh/ karyawan

Informal

31,20

3,02 28,18

71,35

32,14 3,03 29,11

72,73

1,0 0,1 0,97

1,38

Jumlah 102,55 104,87 2,32

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional, BPS

Kesempatan kerja yang tercipta pada tahun 2009, sebagian besar terserap di kegiatan ekonomi informal, yaitu sekitar 1,38 juta pekerja dan kegiatan ekonomi formal sekitar 0,9 juta pekerja, Pekerja pada kegiatan ekonomi formal ini mengalami kenaikan dari 31,2 juta pekerja menjadi 32,14 juta pekerja. Tetapi, di sektor industri jumlah pekerja formal mengalami penurunan.

Energi

Minyak bumi, gas bumi, dan batubara mempunyai peranan besar sebagai sumber energi untuk mendukung berbagai kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat. Selain sebagai pendukung pembangunan ekonomi, ketiga komoditas energi tersebut juga berperan sebagai sumber penerimaan devisa negara yang sangat penting. Pada tahun 2010, pendapatan dari minyak dan gas bumi mencapai Rp. 272,7 trilyun yang meningkat dari realisasi penerimaan tahun 2009 sebesar Rp. 235,3 trilyun.

Pasokan minyak mentah pada tahun 2010 dialokasikan untuk memenuhi permintaan BBM nasional, yakni sebesar 1.307 ribu barel per hari. Pada tahun tersebut, untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, sebanyak 918 ribu barel per hari minyak mentah dan sebanyak 389 ribu barel per hari BBM dipasok dari pasar internasional.

Gas bumi telah dimanfaatan oleh industri pupuk, baja, kilang petrokimia, LPG (Liquefied Petroleum Gas), dan sebagainya. Pada tahun 2010, sebanyak 53,04 persen dari total produksi gas bumi sebesar 7.951 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), telah


(21)

dimanfaatkan untuk kebutuhan di dalam negeri, terutama untuk keperluan bahan baku. Sebagian besar dari gas bumi yang diproduksi masih tetap diekspor ke Jepang, Taiwan dan Korea dalam bentuk LNG, dan sebagian diekspor melalui pipa ke Singapura dan Malaysia. Pemanfaatan gas untuk memenuhi keperluan dalam negeri akan semakin meningkat pada tahun 2011 dengan adanya beberapa Perjanjian Jual Beli Gas Bumi dan penerapan dari UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Walaupun pemanfaatan batubara untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri relatif masih kecil dibandingkan untuk ekspor, peranan batubara dalam sumber energi didalam negeri semakin penting. Pada tahun 2010, produksi batubara meningkat menjadi 250 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 240 juta ton. Dari jumlah tersebut sekitar 25 persen dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Pada tahun 2010, cadangan minyak bumi mencapai 8,2 milyar barel. Apabila diproduksi sesuai dengan tingkat produktivitas saat ini, yakni 0,35 milyar barel per tahun, maka cadangan ini akan bertahan selama 23 tahun. Cadangan gas bumi sebesar 170 trilyun kaki kubik (TSCF) dan dengan tingkat produksi saat ini mencapai 2,9 TSCF per tahun, maka cadangan akan bertahan selama 62 tahun. Cadangan batubara sebesar 20,98 miliar ton, dengan tingkat penambangan seperti saat ini, yakni sekitar 200 juta ton per tahun, maka cadangan ini akan bertahan selama 82 tahun.

Selain upaya-upaya peningkatan produksi minyak dan gas bumi, guna menjamin pasokan energi di dalam negeri, upaya-upaya penganekaragaman (diversifikasi) sumber energi lainya, selain minyak bumi, terus dilakukan. Dengan upaya diversifikasi ini, peran minyak bumi dalam penyediaan energi nasional menurun dari 48 persen pada tahun 2009 menjadi 45 persen pada tahun 2010 melalui upaya-upaya ini antara lain adalah pemanfaatan gas dan batubara, serta energi baru terbarukan (EBT) untuk pembangkit listrik, seperti pembangkit listrik tenaga panas bumi, tenaga surya dan angin, mikrohidro, dan sebagainya, serta bahan bakar alternatif non-BBM, seperti bahan bakar nabati (BBN) dan batubara cair dan gas (liqeufied dan gasified coal).

Pada tahun 2010, kapasitas terpasang pembangkit listrik berbasis EBT sebesar 1.210 MW, meningkat dari 854 MW (2004). Penambahan kapasitas terutama dari pembangkit listrik tenaga panas bumi, yakni 1.052 MW. Kapasitas terpasang energi tenaga surya sebesar 12,1 MW, dan tenaga angin sebesar 1,1 MW. Sedangkan pemanfaatan BBN pada tahun 2009 mencapai 2.563 ribu kilo liter (KL) yang terdiri dari bio-diesel sebanyak 2.329,2 ribu KL, bio-ethanol sebanyak 196,4 KL, dan bio-oil sebanyak 37,3 ribu KL. Guna mempercepat pemanfaatan EBT, program Desa Energi Mandiri (DME) masih terus dikembangkan. Dari potensi EBT terbesar adalah air (hydro), yakni sebesar 75.670 MW, pada tahun 2009 hanya sekitar 87,8 MW yang sudah dimanfaatkan atau sekitar 0,12 persen saja.

Potensi EBT terbesar kedua adalah panas bumi, dengan total potensi panas bumi sekitar 27 GW. Potensi terbesar panas bumi ditemukan di Sumatera, Jawa, Bali, dan sisanya tersebar di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Dari potensi sebesar ini yang dimanfaatkan baru sebesar 4%, yaitu PLTP di Kamojang, Lahendong, Dieng, Gunung Salak, Darajat, Sarula, Sibayak dan Wayang Windu. Potensi sumber energi biomassa juga cukup besar dan diperkirakan mencapai 50.000 MW, yang sampai saat ini hampir belum dikelola. Disamping itu, bahan baku BBN cukup bervariasi dan


(1)

dilakukan dengan meningkatkan kualitas legislasi, meningkatkan penegakan hukum, hak Azazi Manusia (HAM), dan pemberantasan korupsi, serta meningkatkan kualitas pelayanan publik yang terukur dan akuntabel.

Pembangunan wilayah Sumatera perlu dilakukan secara sinergis di berbagai sektor dengan tetap mengupayakan pengembangan Sumatera sebagai sentra industri migas dan lumbung energi nasional, pengembangan industri pariwisata alam dan budaya, pengembangan sistem jaringan listrik terintegrasi, penguatan keterkaitan domestik wilayah Sumatera, pengembangan Sumatera sebagai pool angkatan kerja berkualitas dan berdaya saing regional ASEAN, peningkatan program penanggulangan kemiskinan, pengembangan kawasan perbatasan sebagai beranda depan wilayah nasional, dan pembangunan wilayah Sumatera yang sesuai dengan daya dukung lingkungan.

(2) Pengembangan Wilayah Jawa-Bali

Arah kebijakan pembangunan Wilayah Jawa-Bali di tahun 2011 terutama akan tetap mempertahankan fungsi Jawa-Bali sebagai lumbung pangan nasional yang akan dilakukan melalui melalui berbagai upaya menetapkan dan mempertahankan kawasan produksi pangan, serta menekankan juga pada pengembangan industri unggulan potensial di berbagai wilayah potensial di Jawa-Bali. Sementara itu dalam upaya percepatan transformasi ekonomi di Wilayah Jawa-Bali perlu dilakukan berbagai strategi: (1) pemantapan PKN Jabodetabek sebagai pusat jasa dan perdagangan berkelas internasional; serta (2) pengembangan PKN Gerbangkertosusila, Bandung dan Semarang sebagai pusat pertumbuhan wilayah nasional berbasis jasa perdagangan dan industri.

Disisi lain, pembangunan Wilayah Jawa-Bali tidak akan terlepas dari dukungan pelaksanaan tata kelola yang baik, oleh karena itu penekanan upaya pemantapan tata kelola di Wilayah Jawa-Bali pada tahun 2011 akan menitikberatkan pada peningkatan pemberantasan korupsi akibat kompleksitas birokrasi, proses perizinan, dan lemahnya penegakan hukum dilakukan dengan strategi yaitu: melakukan reformasi birokrasi sehingga pelayanan menjadi lebih efektif dan efisien; mengembangkan sistem pengurusan perizinan yang transparan dan akuntabel; meningkatkan kredibilitas lembaga hukum.

Selain itu, pengembangan Wilayah Jawa-Bali juga tetap diarahkan untuk mendukung: (i) Percepatan pembangunan wilayah perdesaan; (ii) Penguatan keterkaitan desa kota; (iii) Percepatan pembangunan wilayah selatan Jawa; (iv) Penguatan produktivitas ekonomi dan investasi; (v) Percepatan transformasi struktur ekonomi; (vi) Peningkatan nilai surplus perdagangan internasional; (vii) Pengembangan jasa pariwisata dan perdagangan; (viii) Pengembangan pola distribusi penduduk di wilayah Jawa-Bali secara lebih seimbang; (ix) Pengurangan tingkat pengangguran di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi; (x) Pengurangan tingkat kemiskinan perdesaan dan perkotaan; (xi) Pemeliharaan dan pemulihan fungsi kawasan lindung; (xii) Pemeliharaan dan pemulihan sumber daya air dan lahan; (xiii) Penanganan ancaman bencana banjir dan longsor; (xiv) Meminimalkan ancaman terorisme; (xv) Pengembangan kapasitas SDM sejalan dengan transformasi ekonomi ke arah sektor sekunder (industri pengolahan) dan tersier (jasa); (xvi) Peningkatan IPM, dan (xvii) Minimalisasi dampak kerugian akibat kejadian bencana alam.


(2)

(3) Pengembangan Wilayah Kalimantan

Pada tahun 2011, pembangunan wilayah Kalimantan diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah perkebunan, peternakan, perikanan, dan pengolahan hasil hutan; serta meningkatkan nilai tambah hasil pertambangan dan berfungsi sebagai lumbung energi nasional dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem dan kaidah pembangunan yang berkelanjutan. Pengembangan Kalimantan sebagai sentra produksi pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan dilaksanakan dengan strategi pengembangan yaitu meningkatkan produktivitas budi daya tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Sementara itu, pengembangan Kalimantan sebagai lumbung energi nasional dilaksanakan dengan strategi pengembangan mengoptimalkan industri migas dan pertambangan, serta mengembangkan industri energi alternatif terbarukan.

Terkait dengan upaya pemantapan tata kelola, pengembangan wilayah Kalimantan diarahkan untuk mengembangkan daerah otonom yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada pelayanan publik, yaitu dengan upaya meningkatkan kualitas legislasi dan regulasi, meningkatkan penegakan hukum, hak asasi manusia (HAM), dan pemberantasan korupsi, serta meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Selain itu, pengembangan wilayah Kalimantan juga tetap diarahkan untuk melanjutkan upaya pengembangan gugus (cluster) industri pengolahan berbasis sumber daya alam, pengembangan industri pariwisata alam dan budaya, pengembangan sistem jaringan infrastruktur perhubungan multimoda terintegrasi memperkuat keterkaitan domestik antarwilayah, pengembangan Kalimantan sebagai wilayah tumbuh pesat dan merata, peningkatan daya dukung lingkungan untuk menjamin keberlanjutan pembangunan dan mempertahankan fungsi Kalimantan sebagai paru-paru dunia, pengembangan angkatan kerja berkualitas dan berdaya saing, peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pengembangan ekonomi lokal, pengembangan kawasan perbatasan sebagai beranda depan wilayah nasional, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan dengan pengembangan ekonomi lokal.

(4) Pengembangan Wilayah Sulawesi

Pembangunan wilayah Sulawesi pada tahun 2011 diarahkan untuk menjadi salah satu lumbung pangan nasional dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah pertanian tanaman pangan, perkebunan dan perikanan; mengembangkan bioenergi; serta meningkatkan dan memperluas perdagangan, jasa dan pariwisata bertaraf internasional. Pengembangan wilayah Sulawesi sebagai sentra produksi pertanian dan perikanan dan lumbung pangan nasional dilaksanakan dengan strategi meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan dan perkebunan, serta meningkatkan produksi dan efisiensi usaha perikanan tangkap. Upaya pengembangan jalur wisata alam dan budaya dilakukan dengan strategi memperkuat jalur wisata Toraja-Tomohon-Bunaken dengan Bali. Sementara itu, arah kebijakan di sektor energi yaitu meningkatkan kapasitas dan integrasi sistem jaringan listrik, yang dilaksanakan dengan strategi meningkatkan kapasitas dan integrasi sistem jaringan listrik serta diversifikasi sumber energi primer.

Dalam upaya pemantapan tata kelola di wilayah Sulawesi, arah kebijakan yang diambil yaitu penguatan daerah otonom dan kualitas pelayanan publik, yang dilaksanakan


(3)

melalui peningkatan kualitas legislasi dan regulasi; penegakan hukum, HAM, dan pemberantasan korupsi; serta peningkatan kualitas pelayanan publik.

Dalam upaya mengembangkan wilayah Sulawesi sebagai lumbung pangan nasional, kebijakan pengembangan wilayah Sulawesi juga perlu tetap memperhatikan pengembangan gugus industri unggulan wilayah, pengembangan wilayah Sulawesi sebagai satu kesatuan ekonomi domestik melalui pengembangan integrasi sistem jaringan transportasi, pengembangan Sulawesi sebagai hub Kawasan Timur Indonesia melalui peningkatan kapasitas pelayanan pelabuhan Makassar dan Bitung, peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan ketahanan dan harmonisasi masyarakat, pembangunan kawasan perbatasan sebagai beranda depan wilayah nasional, serta peningkatan daya dukung lingkungan dan mitigasi bencana.

(5) Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara

Pembangunan wilayah Nusa Tenggara di tahun 2011 diarahkan untuk mengoptimalisasikan pengembangan sentra produksi komoditas unggulan, yang dilakukan dengan strategi mengembangkan sentra produksi rumput laut, jagung, kakao, peternakan, dan perikanan tangkap. Selain itu, untuk mendukung keberlanjutan dari pengembangan komoditas unggulan tersebut, maka Wilayah Nusa Tenggara diarahkan untuk mengembangkan PKN Mataram dan Kupang sebagai pusat industri pengolahan komoditas unggulan dan pariwisata.

Pembangunan Wilayah Nusa Tenggara di tahun 2011 tidak terlepas dari upaya-upaya pelaksanaan tata kelola yang baik, yang diharapkan dapat meningkatkan pembangunan Wilayah Nusa Tenggara itu sendiri. Dalam upaya mendukung pemantapan tata kelola, kebijakan Wilayah Nusa Tenggara di tahun 2011 diarahkan untuk: peningkatan kualitas reformasi birokrasi dan tata kelola, dengan strategi pengembangan: meningkatkan kualitas regulasi dan peraturan daerah; meningkatkan penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) termasuk penanganan kasus korupsi; dan meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Sementara itu, pembangunan Wilayah Nusa Tenggara juga tetap diarahkan untuk pengembangan pariwisata bahari; pemantapan kedaulatan wilayah nasional; pengembangan infrastruktur yang dapat menghubungkan antarkota, pulau-pulau, wilayah tertinggal dan wilayah terpencil; peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung ketersediaan angkatan kerja berketerampilan dan berpendidikan tinggi; peningkatan akses fasilitas kesehatan, penanggulangan konflik sosial secara partisipatif; serta peningkatan daya dukung dan keberlanjutan lingkungan.

(6) Pengembangan Wilayah Maluku

Pengembangan Wilayah Maluku tahun 2011 diarahkan untuk pengembangan sentra produksi komoditas unggulan dengan strategi: meningkatkan produktivitas usaha perikanan tangkap dan budidaya; diversifikasi produk ke arah ikan siap saji untuk pasar dalam dan luar negeri; mengembangkan klaster industri perikanan dengan Ambon sebagai pusat industri pengolahan; penganekaragaman produk olahan kelapa; dan mengembangkan kluster industri kelapa dengan Sofifi sebagai pusat industri pengolahan. Strategi pengembangan kedepan tentu membutuhkan sinergi antara pusat dan daerah


(4)

yang juga didukung oleh pelaksanaan tata kelola yang baik. Dalam mendukung upaya pemantapan tata kelola, Wilayah Maluku diarahkan pada peningkatan reformasi birokrasi dan tata kelola yang akan dilakukan dengan strategi: meningkatkan kualitas regulasi dan peraturan daerah; meningkatkan penegakan hukum dan HAM termasuk penanganan kasus korupsi; serta meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Disamping itu, pembangunan Wilayah Maluku juga tetap diarahkan untuk penguatan kedaulatan wilayah nasional melalui pendekatan kesejahteraan dan keamanan; peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung ketersediaan angkatan kerja berketerampilan dan berpendidikan tinggi; peningkatan harmoni kehidupan masyarakat dengan kemajemukan agama dan golongan; percepatan pemulihan kondisi sosial ekonomi masyarakat; peningkatan ketahanan pangan di tingkat wilayah; pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan; serta peningkatan kewaspadaan dini terhadap potensi bencana alam.

(7) Pengembangan Wilayah Papua

Pembangunan Wilayah Papua tahun 2011 diarahkan untuk: peningkatan kualitas sumber daya manusia yang akan dilakukan melalaui strategi: meningkatkan akses pelayanan pendidikan dan keterampilan kerja, serta meningkatkan akses pelayanan kesehatan. Selain itu dalam upaya mengoptimalisasikan sumber daya yang dimiliki oleh Wilayah Papua, maka pembangunan Wilayah Papua tahun 2011 diarahkan untuk pengembangan sektor dan komoditas unggulan yang dilakukan dengan strategi: mengembangkan sentra produksi pertanian, perikanan laut, mengembangkan industri pengolahan perikanan laut, serta mengembangkan potensi wisata bahari Raja Ampat dan wisata budaya. Sementara itu, didalam upaya mendukung pemantapan tata kelola di Wilayah Papua, maka pembangunan Wilayah Papua diarahkan untuk peningkatan kesadaran dan penghormatan terhadap hak asasi manusia yang dilakukan dengan strategi: memperkuat kelembagaan pemerintahan di tingkat lokal; menghormati dan memperkuat lembaga adat; serta meningkatkan kerja sama antara kepolisian dan pemuka adat dalam penanganan konflik.

Disamping itu, pembangunan Wilayah Papua juga tetap diarahkan untuk pengembangan wilayah perbatasan dengan memadukan peningkatan kesejahteraan dan keamanan; penguatan ekonomi daerah; peningkatan kesejahteraan rumah tangga miskin khususnya di perdesaan; peningkatan kualitas sumber daya manusia; pengendalian HIV/AIDS; peningkatan ketahan pangan; pelestarian dan pemanfaatan keragaman hayati ; serta peningkatan kewaspadaan dini terhadap potensi bencana alam

b) Pengembangan Wilayah Laut

Pengembangan wilayah laut dilaksanakan melalui pendekatan kewilayahan terpadu dengan memperhatikan aspek-aspek geologi, oseanografi, biologi atau keragaman hayati, habitat, potensi mineral dan energi, potensi perikanan, potensi wisata bahari, potensi industri maritim, potensi transportasi, dan teknologi. Pendekatan ini merupakan sinergi dari pengembangan pulau-pulau besar dalam konteks pengembangan wilayah dan pemerataan pembangunan. Pendekatan ini memandang wilayah laut Indonesia atas dua fungsi: (i) sebagai perekat integrasi kegiatan perekonomian


(5)

antarwilayah, dan (ii) sebagai pendukung pengembangan potensi setiap wilayah. Pengembangan wilayah laut didasarkan pada sektor unggulan dan potensi keterkaitan depan dan belakang dengan sektor-sektor lain. Pada tahun 2011, pengembangan wilayah laut nasional diprioritaskan pada wilayah pengembangan kelautan Makassar-Buton dan Banda-Maluku, dengan tetap melanjutkan upaya pengembangan di wilayah pengembangan kelautan Sumatera, Malaka dan Jawa.

Untuk meningkatkan pengembangan wilayah kelautan Makassar-Buton, arah kebijakan yang diambil yaitu optimalisasi peran strategis kelautan dalam meningkatkan interaksi perdagangan intra pulau (antar provinsi di Sulawesi) maupun dalam mendukung peran wilayah Sulawesi sebagai penggerak Kawasan Timur Indonesia. Arah kebijakan tersebut dilaksanakan melalui strategi pengembangan: (1) peningkatan sistem transportasi laut yang menghubungkan provinsi-provinsi di Pulau Sulawesi; (2) pemantapan sistem transportasi laut untuk memperkuat fungsi intermediasi Sulawesi bagi KBI dan KTI; (3) pembangunan pelabuhan-pelabuhan ikan dalam klaster-klaster industri pengolahan hasil laut; (4) pengembangan pelabuhan hub ekspor komoditas unggulan; (5) peningkatan pengawasan jalur pelayaran internasional untuk mencegah aktivitas penyelundupan; (6) pengembangan lembaga pendidikan dan kurikulum berbasis kelautan (perikanan, pariwisata, perkapalan); (7) pengembangan industri angkutan laut (perkapalan); dan (8) pengembangan wisata bahari. Arah kebijakan dan strategi wilayah kelautan ini diintegrasikan dengan arah kebijakan dan strategi wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.

Sementara itu, fokus prioritas pengembangan kelautan Banda-Maluku diarahkan untuk merintis pengembangan industri berbasis sumber daya kelautan dan wisata bahari. Untuk melaksanakan arah kebijakan tersebut, strategi pengembangan yang diambil adalah: (1) pengembangan sumber daya manusia berketrampilan tinggi di bidang kelautan (pendidikan dan pelatihan); (2) pengembangan komoditas unggulan bernilai tinggi berbasis kelautan seperti kerang mutiara dan ikan hias; (3) pengembangan industri angkutan laut (perkapalan); (4) pemberdayaan dan pengorganisasian masyarakat khususnya wilayah pesisir untuk memperkuat modal sosial; (5) peningkatan akses permodalan bagi nelayan; (6) pengembangan wisata bahari. Arah kebijakan dan strategi wilayah kelautan ini diintegrasikan dengan arah kebijakan dan strategi wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua.

c) Pengembangan Kawasan

Dalam upaya mendukung percepatan pembangunan wilayah, kebijakan pembangunan wilayah juga diarahkan untuk: (1) pengembangan kawasan perkotaan dan perdesaan, serta keterkaitan antara kota-desa; (2) pengembangan kawasan strategis dan cepat tumbuh, serta (3) pengembangan kawasan perbatasan, daerah tertinggal, dan rawan bencana. Pada tahun 2011, arah kebijakan pengembangan kawasan tersebut adalah sebagai berikut:

1).Mengembangkan kota sebagai suatu kesatuan kawasan/wilayah, yaitu kota sebagai pendorong pertumbuhan nasional dan regional serta kota sebagai tempat tinggal yang berorientasi pada kebutuhan penduduk kota;


(6)

2).Memperkuat kemandirian desa dalam pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan; meningkatkan ketahanan desa sebagai wilayah produksi; serta meningkatkan daya tarik perdesaan melalui peningkatan kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan pendapatan seiring dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dan lingkungan;

3).Meningkatkan keterkaitan ekonomi antara desa-kota atau antara wilayah pusat pertumbuhan dengan wilayah produksi (hulu-hilir);

4).Mendorong pembangunan kawasan strategis sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang memiliki skala ekonomi yang berorientasi daya saing nasional dan internasional sehingga dapat menjadi motor penggerak percepatan pembangunan daerah tertinggal dan sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang terpadu dan sinergis, melalui keterkaitan mata-rantai proses produksi dan distribusi;

5).Mempercepat pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang sebagai beranda depan negara dan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin pertahanan keamanan nasional;

6).Melakukan percepatan pembangunan daerah tertinggal dengan meningkatkan pengembangan perekonomian daerah dan kualitas sumberdaya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pelayanan dasar sehingga daerah tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat guna dapat mengatasi ketertinggalan pembangunannya dari daerah lain yang sudah relatif lebih maju;

7).Mendorong pengarusutamaan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas pembangunan nasional dan daerah; penguatan kapasitas penanggulangan bencana di pusat dan daerah; optimalisasi instrumen pengendalian pemanfaatan ruang dalam aspek pengurangan risiko bencana; mendorong keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam upaya penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana; peningkatan sumber daya penanganan kedaruratan dan bantuan kemanusiaan; serta percepatan pemulihan wilayah yang terkena dampak bencana.