PHP File Tree Demo NARASI BAB III

(1)

BAB III

KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

A. Kondisi Umum 1. Ekonomi Dunia

Krisis keuangan resesi global yang berlangsung sejak paruh kedua tahun 2008 berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia terutama negara maju. Ekonomi negara-negara maju memasuki resesi dalam paruh kedua tahun 2008. Dalam keseluruhan tahun 2009, meskipun terdapat perbaikan pada paruh kedua tahun 2009, ekonomi AS, Jepang, dan Eropa berturut-turut turun 2,4 persen, 5,2 persen, dan 2,1 persen.

Langkah bersama di tingkat global yang ditempuh untuk meredam pengaruh krisis keuangan dan resesi global secara bertahap mulai memperbaiki tingkat kepercayaan terhadap sistem keuangan global dan mencegah ekonomi dunia dari kemungkinan terjadinya depresi global.

Membaiknya tingkat kepercayaan terhadap keuangan global tercermin dari membaiknya credit default swap dan yield surat-surat utang pemerintah yang melonjak tajam, meningkatnya kembali indeks saham global yang merosot tajam sejak bulan Juli 2008, naiknya cadangan devisa pada banyak negara yang berkurang tajam pada triwulan IV/2008, serta menguatnya kembali nilai tukar mata uang yang melemah oleh pengeringan likuiditas global.

Perekonomian global secara bertahap kembali meningkat dari kemungkinan penurunan ekonomi yang tajam. Ekonomi Asia mengalami perbaikan sejak triwulan II/2009 digerakkan oleh Cina. Pertumbuhan ekonomi Cina yang melambat hingga menjadi 6,1 persen pada triwulan I/2009 kembali meningkat hingga menjadi 10,7 persen pada triwulan IV/2009. Pemulihan ekonomi di Asia yang cepat juga terjadi pada kelompok negara industri baru dan Asia Tenggara.

Di negara-negara maju, pemulihan ekonomi berlangsung lebih lambat. Ekonomi Amerika Serikat dan Jepang baru membalik secara berarti pada triwulan IV/2009; sedangkan kawasan Eropa lebih lambat dengan beberapa negara masih mengalami resesi dengan ketahanan fiskal yang melemah.

Pemulihan ekonomi dunia yang secara bertahap mulai berjalan juga tercermin dari meningkatnya kembali harga komoditi primer. Indeks harga komoditi primer yang merosot hingga titik terendah pada bulan Februari 2009, secara bertahap mulai membaik. Harga komoditi primer pada bulan Februari 2010 meningkat 44,4 persen dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya.

Membaiknya ekonomi dunia dan meningkatnya harga komoditi dunia kembali mendorong inflasi secara bertahap di berbagai negara. Proses deflasi yang terjadi di negara-negara maju dan berkembang secara bertahap berkurang dan menuntut kebijakan moneter di beberapa negara untuk memberi perhatian pada stabilitas ekonominya.

Secara keseluruhan dalam tahun 2010 dan 2011, ekonomi dunia diperkirakan tumbuh 3,9 persen dan 4,1 persen, membaik dari penurunan ekonomi sebesar 0,8 persen pada tahun 2009. Volume perdagangan dunia yang turun sebesar 12,3 persen pada tahun 2009 diperkirakan tumbuh kembali sebesar 5,8 persen dan 6,3 persen pada tahun 2010 dan 2011.


(2)

2. Kondisi Ekonomi Makro Tahun 2009 dan Perkiraan Tahun 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI. Dalam tahun 2009, perekonomian tumbuh 4,5 persen melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 6,0 persen. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh pengeluaran pemerintah dan konsumsi rumah tangga yang masing-masing tumbuh 15,7 persen dan 4,9 persen. Sementara itu, pembentukan modal tetap bruto tumbuh sebesar 3,3 persen, ekspor barang dan jasa serta impor barang dan jasa masing-masing tumbuh negatif sebesar 9,7 persen dan 15,0 persen.

Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor pertambangan dan penggalian yang tumbuh sebesar 4,4 persen serta sektor tersier terutama pengangkutan dan komunikasi; listrik, gas dan air bersih; serta bangunan yang masing-masing tumbuh sebesar 15,5 persen; 13,8 persen, dan 7,1 persen. Adapun sektor pertanian dan sektor pengolahan non-migas masing-masing tumbuh 4,1 persen dan 2,5 persen .

Dengan ditingkatkannya koordinasi dan efektivitas kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil terutama dalam mengatur permintaan agregat, perekonomian dalam tahun 2010 diperkirakan mencapai 5,5 persen. Dari sisi pengeluaran, investasi dan ekspor diharapkan tetap menjadi penggerak utama perekonomian dengan didorong oleh konsumsi masyarakat. Sedangkan dari sisi produksi, industri pengolahan non-migas diharapkan mampu tumbuh tinggi seiring dengan perbaikan iklim investasi dan meningkatnya ekspor non-migas. Resiko pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari 5,5 persen masih ada apabila terjadi gejolak eksternal serta lambatnya penguatan daya beli masyarakat dan peningkatan investasi.

MONETER Tekanan eskternal berupa melemahnya permintaan dan harga komoditas di pasar dunia dan merebaknya dampak krisis keuangan global berpengaruh pada stabilitas moneter. Dengan koordinasi kebijakan Pemerintah dan BI, diarahkan untuk menurunkan tekanan inflasi dengan tetap mendorong kegiatan perekonomian.

Dari sisi moneter, diupayakan serangkaian kebijakan sebagai upaya menjaga stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan sekaligus mencegah perlambatan pertumbuhan ekonomi yang lebih besar. Krisis keuangan dunia di akhir tahun 2008 berdampak pada meningkatnya risiko penempatan aset di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kondisi ini telah mendorong para investor asing menariknya dananya secara berarti dan ditampatkan di negara-negara dan instrumen yang dipandang lebih aman. Hal ini mendorong tekanan yang cukup berat terhadap nilai tukar rupiah, dari Rp 10.950,-/USD pada Desember 2008 menjadi Rp 11.980,-/USD pada bulan Februari 2009 dan berangsur menurun menjadi Rp10.225,-/USD pada Juni 2009. Untuk mengantisipasi tekanan tersebut, diupayakan kebijakan pengelolaan pasokan dan permintaan valuta asing, termasuk intervensi di pasar valas secara terbatas. Sejalan dengan semakin terjaganya kondisi makro ekonomi seperti penurunan inflasi yang cukup berarti dan meningkatnya kepercayaan pasar, nilai tukar rupiah kembali menguat dari Rp10.060,-/USD pada Agustus 2009 menjadi Rp9.400,-/USD pada akhir tahun 2009 dan sedikit menguat menjadi Rp9.335,-/USD pada Februari 2010.

Sebagai dampak penurunan harga komoditas internasional, kebijakan pengendalian inflasi bahan pangan pokok dan barang dan jasa yang harganya dapat dikendalikan Pemerintah dan kebijakan moneter yang melonggar, inflasi IHK pada tahun 2009 menurun drastis dari 11,06


(3)

persen (y-o-y) pada Desember 2008 menjadi 2,78 persen (y-o-y) pada Desember 2009. Sebagai dampak eksternal penurunan harga BBM internasional pada tahun 2008, Pemerintah menurunkan harga BBM domestik pada akhir tahun 2008 dan pada awal tahun 2009. Hal tersebut mendorong semakin menurunnya tekanan inflasi pada tahun 2009. Upaya pengendalian pasokan bahan pokok khususnya bahan pangan pokok, dan terjaganya distribusi bahan pangan pokok, menurunkan inflasi bahan pangan pokok yang harganya mudah bergejolak dari 16,49 persen (y-o-y) pada tahun 2008 menjadi 3,95 persen (y-o-y) pada tahun 2009.

Kebijakan moneter pada tahun 2009 ditempuh melalui pelonggaran suku bunga seperti tercermin dari penurunan suku bunga acuan (BI rate) dari 9,25 persen pada Desember 2008 menjadi 6,50 persen pada Agustus 2009, kemudian ditetapkan tidak berubah sampai dengan akhir tahun 2009 dan awal tahun 2010 (Maret 2010).

Meskipun demikian pada awal tahun 2010, seiring dengan terjadi perubahan musim yang menggeser musim tanam padi, kenaikan harga gabah pembelian Pemerintah (HPP) dan ekspektasi kenaikan harga pupuk mendorong kenaikan harga beras dan beberapa komoditas pangan lainnya. Inflasi mulai meningkat menjadi 3,81 persen (y-o-y) pada bulan Februari 2010.

NERACA PEMBAYARAN. Dalam keseluruhan tahun 2009, total ekspor mencapai US$ 119,5 miliar, atau turun 14,4 persen. Penurunan penerimaan ekspor tersebut didorong oleh ekspor migas dan non-migas yang turun masing-masing sebesar 35,5 persen dan 8,2 persen. Selanjutnya, dalam tahun 2009, impor juga menurun menjadi US$ 84,3 miliar, turun 27,7 persen dibandingkan tahun 2008. Penurunan ini disebabkan oleh impor migas dan non-migas yang masing-masing turun sebesar 49,4 persen dan 22,2 persen. Dengan defisit jasa-jasa yang meningkat menjadi US$ 24,6 miliar, surplus neraca transaksi berjalan pada tahun 2009 mencapai sekitar US$ 10,6 miliar, lebih tinggi dibandingkan tahun 2008.

Sementara itu neraca modal dan finansial dihadapkan pada terbatasnya investasi langsung asing (neto) serta tingginya pembayaran utang luar negeri swasta. Hingga akhir tahun 2009, investasi langsung asing (neto) mengalami surplus sebesar US$ 2,3 miliar, investasi portfolio (neto) surplus sebesar US$ 10,1 miliar, dan arus modal lainnya defisit sebesar US$ 8,8 miliar. Dengan perkembangan ini neraca modal dan finansial dalam keseluruhan tahun 2009 mengalami surplus US$ 3,7 miliar. Pada akhir Desember 2009, cadangan devisa mencapai US$ 66,1 miliar, meningkat sebesar US$ 14,5 miliar dibandingkan tahun 2008.

Dalam keseluruhan tahun 2007, kinerja ekspor diperkirakan tetap terjaga. Ekspor non-migas dalam tahun 2010 diperkirakan meningkat xx persen. Meningkatnya kegiatan ekonomi akan mendorong kebutuhan impor dan meningkatkan defisit jasa-jasa pada tahun 2010. Impor non-migas dalam tahun 2010 diperkirakan meningkat sebesar xx persen. Surplus neraca transaksi berjalan pada tahun 2010 diperkirakan sebesar xx miliar.

Selanjutnya, meningkatnya investasi langsung asing (neto) dan terjaganya investasi portfolio, diperkirakan mampu meningkatkan surplus neraca modal dan finansial. Dalam keseluruhan tahun 2010, surplus neraca modal dan finansial diperkirakan mencapai US$ xx miliar dan cadangan devisa mencapai US$ xx miliar, cukup untuk membiayai kebutuhan xx bulan impor.

KEUANGAN NEGARA. Dalam upaya untuk meningkatkan ketahanan ekonomi dalam negeri dari resesi dunia, kebijakan APBN pada tahun 2009 diarahkan lebih bersifat ekspansif dengan memberi stimulus fiskal dalam kemampuan negara untuk membiayainya. Upaya tersebut


(4)

diwujudkan dengan dikeluarkannya paket kebijakan stimulus fiskal sebesar Rp73,3 triliun, yang ditujukan untuk (1) memelihara dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat; (2) menjaga daya tahan perusahaan/sektor usaha menghadapi krisis global; serta (3) meningkatkan daya serap tenaga kerja dan mengatasi PHK melalui kebijakan pembangunan infrastruktur padat karya. Di sisi lain, pemerintah juga melakukan efisiensi dan penghematan dalam belanja untuk menjaga defisit anggaran dalam batasan yang aman.

Dengan berbagai kebijakan tersebut, realisasi belanja negara hingga 31 Desember 2009 hanya mencapai Rp 954,0 triliun (17,9 persen terhadap PDB) atau turun sebesar Rp31,7 triliun bila dibandingkan dengan realisasi APBN Tahun 2008. Penurunan tersebut terutama didorong oleh turunnya belanja pemerintah pusat, dari sebelumnya Rp693,4 triliun (14,0 persen PDB) di tahun 2008 menjadi Rp645,4 triliun (12,1 persen PDB) di tahun 2009. Dengan demikian, meskipun transfer ke daerah mengalami peningkatan dari Rp293,4 triliun (6,9 persen PDB) di tahun 2008 menjadi Rp308,6 triliun (5,8 persen PDB) di tahun 2009, secara keseluruhan belanja negara mengalami penurunan.

Dari sisi pendapatan negara dan hibah, sampai dengan 31 Desember 2009, realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2009 hanya mencapai Rp866,8 triliun (16,3 persen PDB) atau turun sebesar Rp114,8 triliun dibandingkan dengan realisasinya di tahun 2008. Realisasi pendapatan negara dan hibah di tahun 2009 ini sangat dipengaruhi oleh resesi ekonomi dunia. Salah satu faktor yang berdampak cukup besar adalah lebih rendahnya harga minyak Indonesia di pasar internasional karena turunnya permintaan global yang mengakibatkan menurunnya penerimaan dari sumber daya alam minyak bumi dan gas (SDA Migas). Selain itu, melambannya aktivitas perekonomian domestik telah menurunkan kinerja penerimaan pajak bila dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu, sejalan dengan upaya untuk mendorong perekonomian domestik, defisit APBN ditingkatkan menjadi 1,6 persen PDB, dari sebelumnya sebesar 0,1 persen PDB pada tahun 2008. Walau defisit cukup tinggi, pemerintah mampu menjaga surplus pada keseimbangan primer sebesar Rp6,6 triliun (0,1 persen PDB) sehingga tingkat stok utang pemerintah di akhir tahun 2009 berkurang menjadi sekitar 30 persen PDB.

Pada tahun 2010, perekonomian domestik diperkirakan mulai pulih dari pengaruh krisis ekonomi global. Mulai pulihnya perekonomian domestik diperkirakan akan memberikan dampak positif terhadap kinerja APBN. Pendapatan negara dan hibah diperkirakan meningkat menjadi Rp949,7 triliun (15,9 persen PDB) di tahun 2010 atau lebih tinggi Rp82,9 triliun dibandingkan realisasinya di tahun 2009. Sementara itu dari sisi pengeluaran negara, alokasi belanja negara pada APBN Tahun 2010 diperkirakan meningkat sebesar Rp93,7 triliun dibanding realisasi APBN Tahun 2009.

Dengan perkembangan tersebut, defisit APBN tahun 2010 ditetapkan sebesar 1,6 persen PDB. Dengan defisit anggaran sebesar 1,6 persen PDB, APBN diharapkan mampu memberikan stimulus terhadap aktivitas perekonomian domestik. Peningkatan defisit tersebut sebagian besar akan dibiayai melalui penerbitan Surat Berharga Negara. Namun demikian, stok utang pemerintah diharapkan akan turun secara bertahap menjadi lebih rendah dari 30 persen PDB di akhir tahun 2010.

SEKTOR KEUANGAN. Setelah melewati periode krisis global pada akhir tahun 2008 dan awal 2009, selama tahun 2009 ketahanan sektor keuangan relatif cukup stabil. Pada tahun 2009, ketahanan perbankan yang ditunjukkan oleh rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio – CAR) bank umum dapat mencapai 17,4 persen, jauh di atas ketentuan batas minimal yang sebesar 8,0 persen. Selanjutnya, potensi kredit macet (non performing loan – NPL) bank umum yang


(5)

sempat meningkat hingga mencapai 4,1 persen pada bulan Mei 2009 berhasil ditekan kembali menjadi 3,3 persen pada akhir tahun 2009, jauh di bawah persyaratan NPL yang sebesar 5,0 persen. Sementara itu, indeks harga saham gabungan (IHSG) BEI yang sempat terpuruk hingga mencapai 1.241,5 pada bulan November 2008 seiring dengan makin memburuknya krisis keuangan global, secara bertahap membaik sehingga mencapai 1.332,7 pada bulan Januari 2009. Hal ini dikarenakan oleh adanya sinergi kebijakan berbagai negara yang terkena krisis. Walaupun pada bulan Februari 2009 sempat turun kembali menjadi 1.285,5 yang dikarenakan oleh munculnya sentimen negatif atas prospek pemulihan ekonomi global, namun secara bertahap meningkat hingga mencapai 2.534,3 pada bulan Desember 2009 seiring dengan proses pemulihan ekonomi global.

Di sisi penyaluran kredit bank, dampak dari krisis ekonomi dunia menyebabkan pertumbuhan kredit perbankan nasional melambat. Sampai dengan Desember 2009 kredit hanya tumbuh sebesar 10,1 persen dengan nilai Rp1.446,8 triliun, jauh lebih lambat dibandingkan pertumbuhan tahunan 2008 sebesar 30,8 persen (yoy). Pada penghimpunan dana, simpanan masyarakat pada bank tumbuh sebesar 13,8 persen (yoy) dari Rp1.682,1 triliun pada akhir 2008 menjadi Rp1.913,6 triliun pada akhir 2009, lebih lambat dibandingkan akhir 2008 yang tumbuh sebesar 15,0 persen (yoy). Seiring dengan perkembangan tersebut, rasio pinjaman terhadap simpanan (loan to deposit ratio – LDR) turun dari 74,6 persen pada tahun 2008 menjadi 72,9 persen pada akhir 2009.

Ketangguhan perekonomian Indonesia dalam menghadapi resesi global, prospek pertumbuhan ekonomi jangka pendek yang sehat, dan perbaikan dalam manajemen ekonomi makro telah meningkatkan peringkat kredit Indonesia. Hal ini tercermin dari peningkatan peringkat kredit Moody’s Investors Service dan Standard & Poor’s (S&P).

Selain kedua kebijakan tersebut, sampai saat ini perangkat hukum, organisasi, SDM, dan penganggaran, serta harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait dengan RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seperti Undang-Undang Pasar Modal, Undang-Undang Usaha Perasuransian, Undang-Undang Dana Pensiun terus dilakukan. Pembahasan dengan Tim Panitia Antar Kementerian tengah dilakukan dan diharapkan semester I Tahun 2010 draft RUU OJK dapat disampaikan ke DPR, untuk segera dilakukan pembahasan.

B. Masalah dan Tantangan Pokok Pembangunan Tahun 2011

Rentannya stabilitas makro ekonomi terhadap gejolak perekonomian, baik gejolak eksternal maupun internal, masih menjadi permasalahan utama dalam menjaga kesinambungan fiskal di tahun 2011. Dari sisi eksternal, terdapat 4 (empat) tantangan besar yang harus dihadapi, yaitu: (i) tingginya ketidakpastian ekonomi global, dengan indikasi masih berlanjutnya penurunan volume perdagangan dunia dan sulitnya mengakses sumber-sumber pendanaan dan investasi; (ii) tingginya volatilitas harga komoditas utama, yang ditandai dengan mulai meningkatnya harga minyak mentah dunia; (iii) semakin tingginya integrasi ekonomi global dan regional, yang mendorong peningkatan daya saing industri; (iv) serta perubahan arsitektur keuangan dunia karena semakin pesatnya perkembangan instrumen pembiayaan dan investasi sehingga memerlukan aturan baru dengan tingkat pengawasan yang lebih mendalam. Di sisi internal tantangan yang dihadapai adalah ketidakpastian yang masih tinggi yang terlihat dari adanya gejolak di pasar saham dan keuangan, belum bergeraknya sektor riil secara optimal, permasalahan subsidi, dan musibah bencana alam yang melanda berbagai daerah di Indonesia. Kesemuanya ini menjadi tantangan ke depan dalam peningkatan kualitas pengelolaan kebijakan fiskal.


(6)

Permasalahan dan tantangan dalam menjaga stabilitas harga dan mengamankan pasokan bahan pokok adalah meningkatkan penyediaan bahan pokok kebutuhan masyarakat dengan meningkatkan produksi, meningkatkan impor apabila diperlukan dana menyempurnakan sistem distribusi bahan pokok, baik yang didukung oleh sistem transportasi darat, laut dan udara. Perkembangan harga bahan pokok yang cepat ini memerlukan pemantauan yang intensif dan evaluasi seksama termasuk sistem distribusi dan stok bahan pokok. Dunia usaha yang tersebar di berbagai daerah belum terdata dan terpantau dengan baik. Tersedianya basis data tentang pusat-pusat produksi, stok beserta matarantai distribusinya dan sistem pemantauan yang baik dapat menjaga kelancaran pasokan dan meredam terjadinya lonjakan harga bahan pokok secara berarti serta dapat menghindari terjadinya penimbunan dan penyelewengan distribusi yang mengurangi ketersediaannya. Selanjutnya upaya stabilisasi harga bahan pokok memerlukan koordinasi kebijakan ekonomi makro seperti penetapan sasaran inflasi, kebijakan tarif ekspor dan impor, kebijakan subsidi BBM dan TDL, subsidi pertanian dan suku bunga. Di samping itu, relatif tingginya harga bahan pokok di berbagai daerah yang sulit dijangkau dapat diatasi dengan mempercepat pembangunan prasarana dan sarana dan meningkatkan pemeliharaan prasarana dan sarana yang telah dibangun.

Di sisi lain, kecenderungan peningkatan aktivitas perekonomian seiring dengan pulihnya krisis ekonomi global menyebabkan inflasi cenderung meningkat. Selain itu, wilayah geografis negara kita yang berbentuk kepulauan dan masih terbatasnya sarana dan prasarana perhubungan, masih akan mendorong peningkatan inflasi lebih tinggi dibanding negara-nagara tetangga. Selanjutnya, perubahan perubahan iklim dan cuaca yang mempengaruhi produksi khususnya pertanian dan transportasi, khususnya bahan pangan pokok, dapat mendorong kenaikan inflasi harga bahan pangan pokok yang mudah bergejolak.

Tantangan berat lainnya di bidang fiskal adalah menjaga kesinambungan fiskal yang berasal dari masih tingginya tingkat pengangguran dan angka kemiskinan di Indonesia, serta kondisi infrastruktur yang masih belum memadai untuk menunjang akselarasi pembangunan. PeIaksanaan program mitigasi dampak krisis global melalui paket stimulus fiskal yang mencapai Rp73,3 triliun di tahun 2009 dirasakan masih lambat dan belum optimal. Oleh karena itu, sebagai pembelajaran, ke depan diperlukan langkah-langkah perbaikan melalui koordinasi yang intensif dan komprehensif antar-lembaga negara atau instansi pemerintah.

Tantangan lain yang muncul adalah yang terkait dengan pelaksanaan sistem pengelolaan anggaran yang masih terus diusahakan sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mencakup pelaksanaan anggaran terpadu (unified budget),

penerapan sistem penganggaran berbasis kinerja (performance based budget), dan penerapan alokasi belanja negara dalam kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework). Selain itu, sistem pelaksanaan anggaran serta penyusunan laporan keuangan pemerintah (termasuk neraca laporan keuangan pemerintah) yang masih perlu ditingkatkan juga merupakan masalah yang saat ini dan ke depan masih akan dihadapi.

D. Arah Kebijakan Ekonomi Makro Tahun 2011

Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, kebijakan ekonomi makro tahun 2011 diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, menjaga stabilitas ekonomi, menciptakan pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan.

Pertumbuhan ekonomi didorong terutama dengan menjaga tingkat konsumsi masyarakat, meningkatkan investasi dan ekspor serta mendorong industri pengolahan. Terjaganya tingkat


(7)

konsumsi masyarakat tidak terlepas dari ketersediaan pasokan barang dan jasa serta terjangkaunya harga bahan pokok Peningkatan investasi dan ekspor tetap diupayakan dengan meningkatkan daya tarik investasi baik di dalam maupun di luar negeri; mengurangi hambatan prosedur perijinan, harmonisasi kebijakan baik pusat-daerah maupun lintas sektor, meningkatkan diversifikasi pasar ekspor, mendorong komoditi nonmigas yang bernilai tambah tinggi dan mendorong fasilitas ekspor.

Pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan yang mampu menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan juga terus didorong. Perbaikan iklim ketenagakerjaan akan ditingkatkan dengan menyempurnakan peraturan ketenagakerjaan, mendorong pelaksanaan negosiasi bipartit, serta penyusunan standar kompetensi. Perhatian juga diberikan pada penempatan, perlindungan, dan pembiayaan tenaga kerja ke luar negeri. Upaya untuk menurunkan jumlah penduduk miskin juga akan didorong oleh berbagai program yang diarahkan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi yang pro-rakyat miskin, memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat, serta meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar. Disamping itu, berbagai kebutuhan pokok masyarakat khususnya yang berpengaruh bagi kesejahteraan masyarakat miskin akan dijamin ketersediaannya dengan akses dan harga yang terjangkau.

Pembangunan pertanian dan pembangunan perdesaan didorong melalui peningkatan produksi pangan, produktivitas pertanian secara luas, diversifikasi ekonomi pedesaan, pembaharuan agraria nasional, serta pengembangan kota kecil dan menengah pendukung ekonomi perdesaan. Lebih lanjut, upaya mendorong pertumbuhan industri dilakukan dengan kebijakan penumbuhan populasi usaha industri, penguatan struktur industri, dan peningkatan produktivitas usaha industri.

Stabilitas ekonomi dijaga melalui pengamanan pasokan bahan makanan, sinkronisasi kebiiakan fiskal dan moneter, dan ketahanan fiskal. Pasokan bahan makanan diupayakan dengan meningkatkan produksi bahan pokok dengan penyempurnaan sistem distribusi sehingga kebutuhan pokok rakyat dapat tersedia. Pelaksanaan kebijakan moneter yang berhati-hati serta pelaksanaan kebijakan fiskal yang mengarah pada kesinambungan fiskal dengan tetap memberi ruang gerak bagi peningkatan kegiatan ekonomi. Di sisi pengelolaan keuangan negara, ketahanan fiskal yang membaik harus terus dipertahankan. Ketahanan fiskal harus terus diperkuat demi mendukung pencapaian stabilitas ekonomi. Di sisi penerimaan negara, berbagai upaya untuk peningkatan penerimaan pajak perlu terus dilanjutkan,sedangkan di sisi belanja

negara, arah dan besaran pengeluaran perlu terus dipertajam seiring dengan peningkatan alokasi anggaran untuk belanja pegawai serta tansfer ke daerah meningkat.

Pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan yang menyertakan semua kelompok masyarakat dan golongan tetap dilanjutkan guna menyelesaikan berbagai persoalan kesenjangan. Berbagai perumusan dan pengimplementasian kebijakan yang mendukung pembangunan ekonomi yang berkeadilan seperti di bidang ketenagakerjaan, pemberdayaan usaha kecil dan menengah, serta penanggulangan kemiskinan harus melibatkan para pemangku kepentingan. Kebijakan yang afirmatif harus dijalankan untuk mengatasi kesenjangan, ketertinggalan, maupun kemiskinan yang masih mewarnai kehidupan sebagian besar bangsa Indonesia.


(8)

D. Sasaran Ekonomi Makro Tahun 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI. Dalam tahun 2011, perekonomian diperkirakan tumbuh 6,3 persen, lebih tinggi dibandingkan perkiraan tahun 2010 (5,5 persen).Dari sisi pengeluaran, investasi berupa pembentukan modal tetap bruto serta ekspor barang dan jasa diperkirakan tumbuh masing-masing sebesar 10,6 persen dan 10,9 persen. Dengan meningkatnya investasi, impor barang dan jasa diperkirakan tetap tinggi dengan pertumbuhan sebesar 15,2 persen. Dalam keseluruhan tahun 2011, konsumsi masyarakat diperkirakan tumbuh 5,3 persen, sedangkan pengeluaran pemerintah diperkirakan tumbuh 11,2 persen. Dari sisi produksi, sektor pertanian diperkirakan tumbuh 3,4 persen didorong oleh kondisi iklim dan musim tanam yang lebih baik. Adapun industri pengolahan non-migas diperkirakan mampu tumbuh 4,3 persen antara lain didorong oleh perbaikan iklim investasi dan meningkatnya ekspor non-migas. Adapun sektor-sektor lain diperkirakan tumbuh xx persen.

MONETER. Seiring dengan membaiknya perekonomian global dan iklim usaha dan investasi domestik pada tahun 2011, ekspor dan arus masuk modal luar negeri semakin membaik. Dengan nilai tukar Rupiah yang stabil serta pasokan kebutuhan pokok masyarakat yang terjaga, laju inflasi diperkirakan sekitar 5,7 persen. Dengan semakin stabilnya laju inflasi dan nilai tukar Rupiah, suku bunga di dalam negeri diperkirakan semakin stabil pula dan pada gilirannya akan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat.

KEUANGAN NEGARA. Terkait dengan target RPJMN, penerimaan negara dan hibah diperkirakan mencapai … persen PDB pada tahun 2011, yang didukung oleh penerimaan perpajakan sebesar … persen PDB dan penerimaan bukan pajak sebesar … persen PDB. Sementara itu, belanja negara diperkirakan mencapai … persen PDB, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar … persen PDB dan transfer ke daerah sebesar … persen PDB.

Dengan perkiraan penerimaan dan belanja tersebut, ketahanan fiskal yang tetap mampu memberikan dorongan terhadap perekonomian diperkirakan tetap terjaga. Pada tahun 2011, defisit APBN diupayakan sekitar … persen PDB, yang akan ditutup oleh pembiayaan dalam negeri dan luar negeri. Ketahanan fiskal yang terjaga juga tercermin dari stok utang pemerintah yang ditargetkan menurun menjadi … persen PDB di akhir tahun 2011.

Untuk mencapai sasaran-sasaran di atas, arah kebijakan sektor keuangan negara secara umum adalah sebagai berikut:

(1) Penyeimbangan antara peningkatan alokasi anggaran dan upaya untuk memantapkan kesinambungan fiskal;

(2) Peningkatan penerimaan negara terutama ditempuh melalui reformasi kebijakan dan administrasi perpajakan dan kepabeanan, serta optimalisasi PNBP, baik dari jenisnya maupun perbaikan administrasinya;

(3) Peningkatan efektivitas dan efisiensi pengeluaran negara;

(4) Peningkatan pengelolaan pinjaman pemerintah yang diarahkan untuk menurunkan stok pinjaman luar negeri tidak saja relatif terhadap PDB, tetapi juga secara absolut.

NERACA PEMBAYARAN. Penerimaan ekspor tahun 2011 diperkirakan meningkat sebesar xx persen, terutama didorong oleh ekspor non-migas yang naik xx persen; sedangkan ekspor migas diperkirakan naik xx persen antara lain karena harga minyak dunia yang dip[erkirakan lebih tinggi dari tahun 2010. Sementara itu impor non-migas dan migas diperkirakan tetap tumbuh tinggi masing-masing sebesar xx persen dan xx persen. Dengan defisit sektor jasa-jasa yang


(9)

diperkirakan masih tetap tinggi, surplus neraca transaksi berjalan pada tahun 2011 diperkirakan menurun menjadi US$ xx miliar.

Sementara itu surplus neraca modal dan finansial diperkirakan sebesar US$ xx miliar didorong oleh meningkatnya investasi asing langsung (neto) sebesar US$ xx miliar, portofolio sebesar US$ xx miliar, dan investasi lainnya (neto) defisit sebesar US$ xx miliar.

Secara keseluruhan, surplus neraca pembayaran pada tahun 2011 diperkirakan meningkat menjadi US$ xx miliar dan cadangan devisa diperkirakan naik menjadi US$ xx miliar atau cukup untuk membiayai sekitar xx bulan impor.

E. Pendanaan Melalui transfer ke Daerah

Pendanaan pembangunan melalui transfer ke daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendanaan pembangunan secara nasional. Dana transfer ke daerah terdiri dari Dana Perimbangan serta Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Alokasi dana transfer ke daerah dari waktu ke waktu cenderung mengalami peningkatan seiring pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah.

Kebijakan pengalokasian transfer ke daerah dalam tahun 2011 tetap diarahkan untuk mendukung pelaksanaan program/kegiatan yang menjadi prioritas nasional yang dilaksanakan di daerah dengan tetap menjaga konsistensi dan keberlanjutan pelaksanaan desentralisasi fiskal guna menunjang penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, dengan tujuan:

1. Meningkatkan kapasitas fiskal daerah dan mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah dan antar daerah;

2. Menyelaraskan besaran kebutuhan pendanaan di daerah sesuai dengan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah;

4. Meningkatkan daya saing daerah;

5. Mendukung kesinambungan fiskal nasional dalam kerangka kebijakan ekonomi makro;

6. Meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; 7. Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional;

8. Meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah.

Pengelolaan pendanaan yang ditransfer ke daerah senantiasa didorong untuk memenuhi pelaksanaan tata kelola keuangan yang baik, memiliki kinerja terukur, dan memiliki akuntabilitas terhadap masyarakat. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di sektor pelayanan publik akan meningkat.


(10)

DANA PERIMBANGAN

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), merupakan pendanaan pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena sifatnya saling mengisi dan melengkapi.

Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Bagi Hasil. Dana Bagi Hasil (DBH) yang terdiri dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA) dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mengatasi masalah ketimpangan vertikal antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam hal kemampuan keuangan (kapasitas fiskal).

Sumber-sumber penerimaan negara yang dibagihasilkan terdiri dari penerimaan dari pajak (pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan cukai hasil tembakau) dan penerimaan dari sumberdaya alam (minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan dan perikanan). Penggunaan DBH menjadi kewenangan pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan daerah dalam penyelenggaraan pembangunan di daerah penerima kecuali untuk dana bagi hasil cukai tembakau, dimana penggunaannya telah ditentukan oleh pemerintah pusat. Langkah-langkah untuk penyempurnaan proses penghitungan, penetapan alokasi dan ketepatan waktu penyaluran DBH akan tetap dilanjutkan, antara lain melalui peningkatan koordinasi dan akurasi data sesuai dengan peraturan yang berlaku, dalam rangka mempercepat penyelesaian dokumen transfer yang diperlukan untuk penyaluran DBH ke daerah dan meningkatkan akuntabilitas dan efektivitas penggunaannya. Alokasi DBH untuk daerah otonom baru hasil pemekaran daerah akan dilakukan sesuai dengan mekanisme dan peraturan yang berlaku dan akan disalurkan apabila daerah pemekaran tersebut telah diresmikan dan dilantik pejabat daerahnya.

Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Alokasi Umum. Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan kepada daerah dengan tujuan untuk meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sekurang-kurangnya 26 persen dari pendapatan dalam negeri netto yang ditetapkan dalam APBN.

DAU bersifat “Block Grant” yang berarti daerah diberi keleluasaan dalam penggunaannya sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. DAU terdiri dari DAU untuk daerah provinsi dan DAU untuk daerah kabupaten/ kota. Proporsi DAU untuk daerah provinsi


(11)

dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Pengalokasian DAU kepada masing-masing daerah menggunakan formula DAU dan mekanisme sebagaimana diatur dalam UU Nomor 33 tahun 2004 dan PP Nomor 55 tahun 2005. Alokasi DAU untuk daerah otonom baru dilakukan sesuai dengan mekanisme dan peraturan yang berlaku dan akan disalurkan apabila daerah pemekaran tersebut telah diresmikan dan dilantik pejabat daerahnya. Langkah-langkah untuk penyempurnaan formula alokasi, proses penghitungan, dan penetapan alokasi akan tetap dilanjutkan, antara lain melalui peningkatan koordinasi dan akurasi data dasar perhitungan DAU yang bersumber dari instansi yang berwenang dan meningkatkan akuntabilitas penggunaannya.

Arah Kebijakan Dana Alokasi Khusus. Dana Alokasi Khusus (DAK) dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional dalam rangka mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran nasional.

Alokasi DAK ke daerah ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut :

 Kriteria Umum. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.

 Kriteria Khusus. Kriteria khusus dirumuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur kekhususan daerah.

 Kriteria Teknis. Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator-indikator terkait yang didukung data-data teknis masing-masing bidang

Secara umum, arah kebijakan DAK tahun 2011 adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan pagu nasional DAK secara lebih optimal dalam mendukung pencapaian prioritas nasional. Selain itu akan dilakukan transformasi dari dana kementerian/lembaga yang digunakan untuk mendanai urusan daerah.

2. Mendukung program yang menjadi prioritas nasional dalam RKP 2011 sesuai kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework) dan penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting), termasuk program yang bersifat lintas (cross cutting) sektor dan program yang bersifat kewilayahan yang menjadi prioritas nasional.

3. Melanjutkan proporsi/bobot teknis yang tinggi dalam perhitungan alokasi DAK ke daerah serta mengakomodasikan kegiatan non fisik secara selektif di masing-masing bidang DAK.

4. Membantu daerah-daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah dalam membiayai pelayanan publik sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam rangka pemerataan pelayanan dasar publik di seluruh wilayah.

5. Meningkatkan penyediaan data-data teknis, meningkatkan koordinasi pengelolaan DAK di pusat dan daerah, serta meningkatkan pengawasan pelaksanaan DAK di daerah.


(12)

6. Meningkatkan koordinasi pengelolaan DAK secara utuh dan terpadu di pusat dan daerah, meningkatkan sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan lain yang didanai APBN dan APBD, serta meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan DAK di daerah.

Berdasarkan identifikasi kebutuhan DAK untuk mendukung pencapaian prioritas nasional tahun 2011, maka bidang yang dinilai layak didanai DAK dikelompokkan dalam:

1. DAK Pelayanan Dasar, seperti: a) pendidikan, b) kesehatan, dan c) Keluarga Berencana (KB)

2. DAK Infrastruktur Dasar, seperti: a) jalan, b) fasilitas keselamatan jalan, c) irigasi, d) air minum, e) sanitasi, f) prasarana pemerintahan daerah, dan g) perumahan rakyat.

3. DAK Ketahanan Pangan, seperti: pertanian

4. DAK Percepatan Pembangunan Ekonomi Daerah, seperti a) kelautan dan perikanan, b) prasarana dan sarana perdagangan, dan c) transportasi perdesaan 5. DAK Lingkungan Hidup, seperti: a) kehutanan, b) lingkungan hidup, dan d)

perubahan iklim

6. DAK Kewilayahan, seperti: a) daerah tertinggal, dan b) daerah perbatasan. Arah kebijakan DAK masing-masing bidang adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan; arah kebijakannya adalah untuk mendukung pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun untuk memastikan semua anak Indonesia dimanapun mereka berada, baik laki-laki maupun perempuan, dapat mengikuti pendidikan dasar yang bermutu, meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan pada jenjang SMP melalui penambahan daya tampung SMP terutama untuk daerah yang angka partisipasi pendidikannya masih dibawah sasaran nasional, meningkatkan mutu pendidikan dasar melalui perbaikan proses belajar mengajar pada jenjang pendidikan dasar dengan menyediakan fasilitas dan sarana prasarana pendidikan yang lebih baik dan lengkap untuk memenuhi Standar Pelayanan Minimum, dan secara bertahap memenuhi Standar Nasional Pendidikan, memfokuskan untuk rehabilitasi ruang kelas rusak dan pembangunan ruang perpustakaan jenjang pendidikan dasar.

Lingkup kegiatan DAK Pendidikan adalah: a) rehabilitasi ruang kelas SMP/ SMPLB yang rusak sedang, berat dan total, b) pembangunan perpustakaan / pusat sumber belajar SD, dan c) pembangunan perpustakaan / pusat sumber belajar SMP.

2. Kesehatan; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier dalam rangka percepatan penurunan angka kematian ibu dan anak, perbaikan status gizi masyarakat, pengendalian penyakit, penyehatan lingkungan, melalui penyediaan obat generik, pemenuhan tenaga kesehatan strategis di puskesmas dan jaringannya, serta penyediaan biaya operasional bagi rumah sakit terutama untuk pelayanan kesehatan penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan.


(13)

Lingkup kegiatan DAK Kesehatan adalah: a) pembangunan, peningkatan, dan perbaikan puskesmas, dan jaringannya, b) pembangunan pos kesehatan desa, c) pengadaan peralatan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan jaringannya, d) pembangunan instalasi farmasi di kabupaten/kota, e) penempatan tenaga kesehatan strategis di puskesmas, f) peningkatan fasilitas rumah sakit provinsi, kabupaten/kota, g) biaya operasional rumah sakit daerah, dan h) pengadaan obat generik dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan obat generik pada pelayanan kesehatan.

3. Keluarga Berencana; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan komitmen pemerintahan kabupaten/kota tentang pentingnya keluarga berencana, membantu pemerintah kabupaten/kota dalam mendanai penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan KB kepada masyarakat yang telah menjadi urusan daerah dalam kerangka mendukung pencapaian sasaran prioritas pembangunan nasional bidang keluarga berencana tahun 2011, meneguhkan kembali pelaksanaan Program KB Nasional beserta sarana dan prasarana fisik pendukungnya dalam rangka pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan keluarga, menunjang percepatan pencapaian program di daerah dengan tingkat fertilitas masih tinggi, pencapaian KB relatif masih rendah dan proporsi keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I (keluarga miskin) besar, meningkatkan akses dan kualitas informasi dan pelayanan kontrasepsi, terutama bagi keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I (keluarga miskin) serta daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan.

Lingkup kegiatan DAK Keluarga Berencana adalah: a) penyediaan kendaraan bermotor roda dua bagi PKB/PLKB dan PPLKB, notebook bagi PKB/PLKB serta sarana kerja PKB/PLKB, b) pemenuhan sarana pelayanan KB di klinik KB (statis), mobil pelayanan KB keliling, dan pembangunan gudang alat/obat kontrasepsi sarana pelayanan KB terapung, c) penyediaan Laparascopy untuk mendukung peningkatan kesertaan KB dengan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) khususnya untuk pelayanan MOW di rumah sakit type C dan D atau rumah sakit kabupaten/kota atau RS POLRI, RS TNI dan RS Swasta, d) penyediaan mobil unit penerangan (MUPEN) KB, pengadaan Public Adress dan KIE Kit, e) penyediaan bina keluarga balita (BKB) Kit, f) penyediaan sepeda bagi Pos Pembantu KB Desa (PPKBD), dan g) pembangunan/ renovasi balai penyuluhan KB kecamatan.

4. Jalan; arah kebijakannya adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan tingkat pelayanan prasarana jalan provinsi, kabupaten dan kota dalam rangka memperlancar distribusi penumpang, barang jasa, serta hasil produksi yang diprioritaskan untuk mendukung sektor pertanian, industri, dan pariwisata sehingga dapat memperlancar pertumbuhan ekonomi regional serta menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana jalan.

Lingkup kegiatan DAK Jalanadalah: pemeliharaan berkala/periodik termasuk jembatan provinsi/kabupaten/kota dan peningkatan prasana jalan dan jembatan provinsi/kabupaten/kota. Sasaran kegiatan DAK di jalan provinsi adalah: ruas jalan kolektor dalam sistem jaringan primer atau ruas jalan dalam sistem jaringan sekunder dalam wilayah provinsi yang kewenangan pengaturannya oleh


(14)

pemerintah provinsi, jalan kabupaten: ruas jalan lokal dan lingkungan (jalan desa) dalam sistem jaringan jalan primer atau ruas jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten yang wewenang pengaturannya oleh pemerintah kabupaten, jalan kota: ruas jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan dalam sistem jaringan jalan sekunder yang wewenang pengaturannya oleh pemerintah kota.

5. Keselamatan Transportasi Darat; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan terutama keselamatan bagi pengguna transportasi jalan guna menurunkan tingkat kecelakaan pada lalu lintas angkutan jalan di kabupaten/kota dalam rangka melaksanakan rencana aksi “road map to zero accident”.

Lingkup kegiatan DAK Keselamatan Transportasi Jalan adalah: a) pengadaan rambu, b) pengadaan marka jalan, c) pengadaan pagar pengaman jalan, dan d) pengadaan peralatan Pemeriksaan Kendaraan Bermotor (PKB).

6. Irigasi; arah kebijakannya adalah untuk mempertahankan tingkat layanan, mengoptimalkan fungsi, dan membangun prasarana sistem irigasi, termasuk jaringan reklamasi rawa dan jaringan irigasi desa yang menjadi kewenangan kabupaten/kota dan provinsi khususnya daerah lumbung pangan nasional dalam rangka mendukung program prioritas Pemerintah bidang ketahanan pangan. Lingkup kegiatan DAK Irigasi adalah: rehabilitasi, peningkatan, dan pembangunan jaringan irigasi, sedangkan dana untuk Operasional dan Pemeliharaan (OP) jaringan irigasi diharapkan dapat dialokasikan dari APBD masing-masing pemerintah daerah penerima DAK bidang irigasi. Untuk tetap menjamin ketersediaan dana OP dari pemerintah daerah, maka alokasi DAK diberikan kepada pemerintah daerah dengan persyaratan bahwa pemerintah daerah dapat memperoleh dana DAK apabila telah mengalokasikan biaya OP pada wilayah yang menjadi kewenangannya.

7. Air Minum; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan cakupan pelayanan air minum untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) penyediaan air minum.

Lingkup kegiatan DAK Air Minum adalah: a) perluasan dan peningkatan sambungan rumah untuk masyarakat miskin, dan b) pemasangan master meter untuk masyarakat miskin, yang mana ketiga komponen tersebut akan diarahkan untuk : pemasangan perpipaan dan pemasangan master meter.

8. Sanitasi; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) penyediaan sanitasi.

Lingkup kegiatan DAK Sanitasi adalah: a) pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal, b) pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse, dan recycle), dan c) pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan.


(15)

9. Prasarana Pemerintahan Daerah; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik di daerah pemekaran dan daerah yang terkena dampak pemekaran sampai dengan tahun 2009 dan daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya sudah tidak layak. Prioritas diberikan kepada daerah pemekaran tahun 2008 dan tahun 2009 dan daerah-daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya dinilai sudah tidak layak.

Lingkup kegiatan DAK Prasarana Pemerintahan Daerah adalah: untuk pembangunan/perluasan/rehabilitasi kantor Gubernur, Bupati dan/atau Walikota, kantor DPRD, kantor kecamatan, dan gedung kantor SKPD di daerah otonom baru/ pemekaran dan yang mengalami dampak pemekaran sampai dengan T.A. 2009 serta pada daerah-daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya seperti kantor Gubernur, Bupati, Walikota, dan DPRD-nya sudah tidak layak lagi, khususnya pada daerah-daerah yang belum mendapat alokasi DAK Prasarana Pemerintahan pada alokasi anggaran tahun-tahun sebelumnya.

10. Perumahan Rakyat; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) Kawasan Perumahan dan Permukiman dalam rangka menstimulan pembangunan perumahan dan permukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBM/R) di Kabupaten/Kota.

Lingkup kegiatan DAK Perumahan Rakyat adalah: membantu daerah mendanai kebutuhan fisik infrastruktur perumahan dan permukiman, khususnya Prasarana Sarana dan Utilitas (PSU) lingkungan perumahan (air minum, jaringan listrik, penerangan jalan umum dan air limbah) untuk kawasan perumahan.

11. Pertanian; arah kebijakannya adalah untuk memperluas lahan pertanian, serta meningkatkan sarana dan prasarana pertanian di tingkat usaha tani dan perdesaan dalam rangka peningkatan produksi bahan pangan dalam negeri guna mendukung ketahanan pangan nasional.

Lingkup kegiatan DAK Pertanian adalah: a) perluasan areal, meliputi: cetak sawah, pembukaan lahan kering/ perluasan areal untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan, b) penyediaan fisik prasarana penyuluhan untuk pembangunan/rehabilitasi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di tingkat kecamatan, c) penyediaan fisik sarana dan prasarana pengelolaan lahan meliputi: pembangunan/ rehabilitasi jalan usahatani (JUT), jalan produksi, optimasi lahan, peningkatan kesuburan tanah, sarana/alat pengolah kompos, konservasi lahan, serta reklamasi lahan rawa pasang surut dan rawa lebak, dan d) penyediaan fisik sarana dan prasarana pengelolaan air, meliputi pembangunan/ rehabilitasi jaringan irigasi tingkat usahatani (JITUT), jaringan irigasi desa (JIDES), tata air mikro (TAM), irigasi air permukaan, irigasi tanah dangkal, irigasi tanah dalam, pompanisasi, dam parit, embung.

12. Kelautan dan Perikanan; arah kebijakannya adalah untuk peningkatan, pengembangan serta menyelesaikan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, peningkatan mutu, pemasaran, pengawasan perikanan serta penyediaan sarana prasarana pemberdayaan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil


(16)

yang terkait dengan peningkatan produksi perikanan terutama pada daerah yang memiliki potensi dan sudah ditetapkan sebagai wilayah pengembangan perikanan (Minapolitan).

Lingkup kegiatan DAK Kelautan dan Perikanan adalah: a) penyediaan dan rehabilitasi sarana dan prasarana produksi perikanan tangkap, b) penyediaan dan rehabilitasi sarana dan prasarana produksi perikanan budidaya, c) penyediaan dan rehabilitasi sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan, d) penyediaan dan rehabilitasi sarana dan prasarana pemberdayaan ekonomi masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil yang terkait dengan konservasi dan pengembangan perikanan, e) penyediaan sarana dan prasarana pengawasan, dan f) penyediaan dan pengadaan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan.

13. Sarana Perdagangan; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan ketersediaan sarana perdagangan untuk memperlancar arus barang antar wilayah serta meningkatkan ketersediaan dan kestabilan harga bahan pokok, terutama di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, pulau-pulau kecil terdepan, paska bencana, dan daerah pemekaran.

Lingkup kegiatan DAK Sarana Perdagangan adalah: pembangunan dan pengembangan sarana distribusi perdagangan Pembangunan dan peningkatan sarana metrologi legal.

14. Transportasi Perdesaan; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan ketersediaan dan kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan transportasi, serta mengembangkan keperintisan transportasi darat, sungai, danau, dan laut di daerah perdesaan, pengembangan sarana dan prasarana transportasi perdesaan yang diprioritaskan untuk untuk mendukung pusat-pusat pertumbuhan (Kawasan Khusus, KAPET, Kawasan Kerjasama Antar Daerah, Pertanian, Perikanan, dan Pariwisata), dan pulau-pulau terpencil serta daerah tertinggal di wilayah Indonesia Bagian Timur, dan meningkatkan kualitas SDM Aparatur Pemerintah Desa dan kapasitas kelembagaan serta keberdayaan masyarakat di perdesaan.

Lingkup kegiatan DAK Transportasi Perdesaan adalah: a) jalan poros desa( pembangunan jalan yang menghubungkan Pusat Sentra Produksi dan Jaringan Jalan Primer), b) angkutan perdesaan: (pemberian bantuan sarana transportasi angkutan barang yang sesuai dengan karakteristik daerah dan subsidi angkutan barang, seperti bus perintis, bus air, motor tempel, dll), c) subsidi

operasi: biaya operasi pada saat pengoperasian awal angkutan perdesaan melalui kerjasama antara Pusat dan Pemda, dan d) peningkatan kelembagaan (pengelolaan sarana dan prasarana transportasi perdesaan).

15. Konservasi Sumber Daya Hutan, Tanah, dan Air; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan fungsi DAS, dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan daya dukung sumber daya hutan, tanah dan air. Kebijakan tersebut dicapai dengan mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap sumber daya hutan, tanah dan air yang berada dalam DAS dengan melaksanakan rehabilitasi lahan kritis, meningkatkan penyelenggaraan Hutan Lindung, Tahura, dan Hutan Kota


(17)

yang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota, serta dukungan terhadap pembentukan KPH.

Lingkup kegiatan DAK Konservasi Sumberdaya Hutan, Tanah, dan Air adalah: 1. Kegiatan Vegetatif yaitu untuk; rehabilitasi lahan kritis, pengelolaan dan pengamanan Hutan Lindung dan Tahura termasuk pengamanan, penyuluhan kepada masyarakat. 2. Kegiatan Non vegetatif yaitu: pembuatan bangunan konservasi tanah dan air berupa dam penahan, dam pengendali, Gully Plug, sumur resapan, embung air dan bangunan lainnya, penyuluhan, dan dukungan terhadap pembentukan KPH dengan peningkatan pembentukan kelembagaannya

16. Lingkungan Hidup; arah kebijakannya adalah untuk mendukung pencapaian target Prioritas Nasional 9 RPJM 2010-2014 yaitu penurunan beban pencemaran dan penurunan tingkat polusi sebesar 50%, mendorong pengendalian pencemaran air di daerah dengan memperkuat pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Lingkungan Hidup Daerah, mendorong penurunan polusi terutama polusi udara dari kendaraan bermotor (sumber bergerak), mendorong penguatan kapasitas kelembagaan/ institusi pengelola lingkungan hidup di daerah, menunjang percepatan penanganan masalah lingkungan hidup di daerah.

Lingkup kegiatan DAK Lingkungan Hidup adalah: a) pemantauan kualitas air melalui kegiatan: pembangunan gedung laboratorium, penyediaan sarana prasarana pemantauan kualitas air, pembangunan laboratorium lingkungan bergerak, b) pengendalian pencemaran melalui kegiatan: pembuatan teknologi biogas, unit pengelola sampah (3R), pembangunan IPAL(medik dan UKM), penegakan hukum, penindakan pencemar, c) penurunan polusi udara melalui kegiatan: pengadaan alat pemantau kualitas udara, pemantauan emisi gas buang kendaraan bermotor, pengadaan alat pembuat asap cair, pengadaan alat pembuat briket arang, penegakan hukum dan penindakan pencemar.

17. Perubahan Iklim; arah kebijakannya adalah untuk mendukung target prioritas nasional dan target penurunan emisi 26% pada tahun 2020, membantu daerah dalam menanggulangi permasalahan perubahan iklim tanpa mengurangi sumber daya untuk pembangunan, melestarikan lingkungan hidup yang merupakan syarat pembangungan berkelanjutan, memberikan insentif kepada daerah dalam mengkonservasi lahan gambut dan mengurangi volume timbunan sampah.

Lingkup kegiatan DAK Perubahan Iklim adalah: a) pengelolaan emisi dari lahan gambut melalui kegiatan inventarisasi dan pemetaan kesatuan hidrologis gambut, inventarisasi dan pemetaan kesatuan karakteristik ekosistem gambut, penyusunan rencana pengelolaan ekosistem gambut, b) rehabilitasi lahan gambut melalui kegiatan peningkatan rehabilitasi lahan gambut; dan c) penyediaan sarana dan prasaran lahan gambut, melalui kegiatan: peningkatan dan pembangunan jaringan reklamasi lahan bergambut, perbaikan dan pemeliharaan sistem irigasi di lahan bergambut.

18. Daerah Tertinggal; arah kebijakannya adalah untuk mendukung kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang diamanatkan dalam RPJMN 2010-2014 yaitu untuk melakukan percepatan pembangunan daerah tertinggal dengan meningkatkan pengembangan perekonomian daerah dan kualitas sumberdaya


(18)

manusia yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pelayanan dasar, sehingga daerah tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat guna dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dari daerah lain yang sudah relatif lebih maju.

Lingkup kegiatan DAK Daerah Tertinggal antara: a) penyediaan moda transportasi perairan/kepulauan untuk meningkatkan arus orang, barang dan jasa, b) penyediaan moda transportasi darat untuk membuka keterisolasian dan meningkatkan aksesibilitas penduduk ke pusat pelayanan sosial ekonomi, c) penyediaan dan rehabilitasi jalan desa atau jalan poros desa, d) penyediaan dan rehabilitasi dermaga kecil atau tambatan perahu untuk mendukung angkutan orang dan barang, dan e) penyediaan dan rehabilitsi terminal untuk angkutan perdesaan.

19. Daerah Perbatasan; arah kebijakannya adalah untuk mengatasi permasalahan keterisolasian wilayah dan masyarakat perbatasan untuk menyiapkan perannya sebagai beranda depan negara dan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi-perdagangan dengan negara tetangga dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin pertahanan keamanan nasional.

Lingkup kegiatan DAK Daerah Perbatasan antara: a) pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar kecamatan perbatasan, antar desa di dalam kecamatan perbatasan, dan atau antardesa di kecamatan perbatasan dengan kota pusat pertumbuhan perbatasan, serta penyediaan moda transportasi laut antar pulau-pulau kecil di kawasan perbatasan, b) penyediaan infrastruktur energi listrik di kecamatan perbatasan termasuk pulau-puleu kecil berpenghuni melalui pemanfaatan sumber energi lokal, c) penyediaan infrastruktur air bersih di kecamatan perbatasan termasuk pulau-pulau kecil berpenghuni; dan atau, d) penguatan kelembagaan Badan Pengelola Perbatasan Daerah dalam mengintegrasikan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kawasan perbatasan, dan e) penyediaan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, dan distribusi untuk mendukung pengembangan kegiatan usaha petani, nelayan, atau UMKM di kecamatan perbatasan termasuk pulau-pulau kecil berpenghuni.

Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Otonomi Khusus. Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi undang-undang, serta Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dialokasikan Dana Otonomi Khusus.

Pada prinsipnya UU Nomor 35 Tahun 2008 tersebut mengamanatkan bahwa UU Nomor 21 Tahun 2001 berlaku bukan hanya untuk Provinsi Papua beserta seluruh kabupaten/kota, melainkan semua daerah, baik Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat maupun kabupaten/kota yang berada di daratan Papua. Dengan ditetapkannya Perpu tersebut, mengakibatkan antara lain: (i) dana otonomi khusus yang besarnya 2 persen dari total DAU Nasional akan dibagi antara Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; (ii) tambahan dana otonomi khusus untuk infrastruktur akan diberikan kepada Provinsi Papua


(19)

dan Provinsi Papua Barat secara terpisah sesuai dengan kesepakatan antara pemerintah dan DPR. Jika dalam perkembangannya terdapat daerah pemekaran baru maka kebijakan dan alokasinya akan dikoordinasikan terlebih dahulu antara Pemerintah Pusat, provinsi, dan kabupaten/kota terkait.

Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat diprioritaskan untuk pendanaan pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya setara dengan 2 (dua) persen dari total pagu DAU nasional dan berlaku selama 20 tahun sejak tahun 2002. Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat tersebut diperuntukkan bagi kabupaten, kota, dan provinsi di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, dengan dasar pembagian menggunakan basis perhitungan jumlah kampung secara proporsional. Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat tetap mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku.

Dana Tambahan Infrastruktur untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat diberikan secara terpisah sesuai dengan kesepakatan antara pemerintah dan DPR. Alokasi kepada daerah otonom baru hasil pemekaran akan dikoordinasikan terlebih dahulu antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota terkait.

Dana Otonomi Khusus NAD diarahkan penggunaannya untuk mendanai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dana Otonomi Khusus untuk NAD berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak tahun 2008, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas besarnya setara dengan 2 (dua) persen dan pagu DAU nasional, dan untuk tahun keenam belas sampai tahun keduapuluh besarnya setara dengan 1 (satu) persen dari pagu DAU nasional. Alokasi Dana Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, serta Provinsi NAD tersebut akan ditransfer secara triwulanan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.


(1)

pemerintah provinsi, jalan kabupaten: ruas jalan lokal dan lingkungan (jalan desa) dalam sistem jaringan jalan primer atau ruas jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten yang wewenang pengaturannya oleh pemerintah kabupaten, jalan kota: ruas jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan dalam sistem jaringan jalan sekunder yang wewenang pengaturannya oleh pemerintah kota.

5. Keselamatan Transportasi Darat; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan terutama keselamatan bagi pengguna transportasi jalan guna menurunkan tingkat kecelakaan pada lalu lintas angkutan jalan di kabupaten/kota dalam rangka melaksanakan rencana aksi “road map to zero accident”.

Lingkup kegiatan DAK Keselamatan Transportasi Jalan adalah: a) pengadaan rambu, b) pengadaan marka jalan, c) pengadaan pagar pengaman jalan, dan d) pengadaan peralatan Pemeriksaan Kendaraan Bermotor (PKB).

6. Irigasi; arah kebijakannya adalah untuk mempertahankan tingkat layanan, mengoptimalkan fungsi, dan membangun prasarana sistem irigasi, termasuk jaringan reklamasi rawa dan jaringan irigasi desa yang menjadi kewenangan kabupaten/kota dan provinsi khususnya daerah lumbung pangan nasional dalam rangka mendukung program prioritas Pemerintah bidang ketahanan pangan. Lingkup kegiatan DAK Irigasi adalah: rehabilitasi, peningkatan, dan pembangunan jaringan irigasi, sedangkan dana untuk Operasional dan Pemeliharaan (OP) jaringan irigasi diharapkan dapat dialokasikan dari APBD masing-masing pemerintah daerah penerima DAK bidang irigasi. Untuk tetap menjamin ketersediaan dana OP dari pemerintah daerah, maka alokasi DAK diberikan kepada pemerintah daerah dengan persyaratan bahwa pemerintah daerah dapat memperoleh dana DAK apabila telah mengalokasikan biaya OP pada wilayah yang menjadi kewenangannya.

7. Air Minum; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan cakupan pelayanan air minum untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) penyediaan air minum.

Lingkup kegiatan DAK Air Minum adalah: a) perluasan dan peningkatan sambungan rumah untuk masyarakat miskin, dan b) pemasangan master meter untuk masyarakat miskin, yang mana ketiga komponen tersebut akan diarahkan untuk : pemasangan perpipaan dan pemasangan master meter.

8. Sanitasi; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) penyediaan sanitasi.

Lingkup kegiatan DAK Sanitasi adalah: a) pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal, b) pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse, dan recycle), dan c) pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan.


(2)

9. Prasarana Pemerintahan Daerah; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik di daerah pemekaran dan daerah yang terkena dampak pemekaran sampai dengan tahun 2009 dan daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya sudah tidak layak. Prioritas diberikan kepada daerah pemekaran tahun 2008 dan tahun 2009 dan daerah-daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya dinilai sudah tidak layak.

Lingkup kegiatan DAK Prasarana Pemerintahan Daerah adalah: untuk pembangunan/perluasan/rehabilitasi kantor Gubernur, Bupati dan/atau Walikota, kantor DPRD, kantor kecamatan, dan gedung kantor SKPD di daerah otonom baru/ pemekaran dan yang mengalami dampak pemekaran sampai dengan T.A. 2009 serta pada daerah-daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya seperti kantor Gubernur, Bupati, Walikota, dan DPRD-nya sudah tidak layak lagi, khususnya pada daerah-daerah yang belum mendapat alokasi DAK Prasarana Pemerintahan pada alokasi anggaran tahun-tahun sebelumnya.

10. Perumahan Rakyat; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) Kawasan Perumahan dan Permukiman dalam rangka menstimulan pembangunan perumahan dan permukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBM/R) di Kabupaten/Kota.

Lingkup kegiatan DAK Perumahan Rakyat adalah: membantu daerah mendanai kebutuhan fisik infrastruktur perumahan dan permukiman, khususnya Prasarana Sarana dan Utilitas (PSU) lingkungan perumahan (air minum, jaringan listrik, penerangan jalan umum dan air limbah) untuk kawasan perumahan.

11. Pertanian; arah kebijakannya adalah untuk memperluas lahan pertanian, serta meningkatkan sarana dan prasarana pertanian di tingkat usaha tani dan perdesaan dalam rangka peningkatan produksi bahan pangan dalam negeri guna mendukung ketahanan pangan nasional.

Lingkup kegiatan DAK Pertanian adalah: a) perluasan areal, meliputi: cetak sawah, pembukaan lahan kering/ perluasan areal untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan, b) penyediaan fisik prasarana penyuluhan untuk pembangunan/rehabilitasi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di tingkat kecamatan, c) penyediaan fisik sarana dan prasarana pengelolaan lahan meliputi: pembangunan/ rehabilitasi jalan usahatani (JUT), jalan produksi, optimasi lahan, peningkatan kesuburan tanah, sarana/alat pengolah kompos, konservasi lahan, serta reklamasi lahan rawa pasang surut dan rawa lebak, dan d) penyediaan fisik sarana dan prasarana pengelolaan air, meliputi pembangunan/ rehabilitasi jaringan irigasi tingkat usahatani (JITUT), jaringan irigasi desa (JIDES), tata air mikro (TAM), irigasi air permukaan, irigasi tanah dangkal, irigasi tanah dalam, pompanisasi, dam parit, embung.

12. Kelautan dan Perikanan; arah kebijakannya adalah untuk peningkatan, pengembangan serta menyelesaikan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, peningkatan mutu, pemasaran, pengawasan perikanan serta penyediaan sarana prasarana pemberdayaan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil


(3)

yang terkait dengan peningkatan produksi perikanan terutama pada daerah yang memiliki potensi dan sudah ditetapkan sebagai wilayah pengembangan perikanan (Minapolitan).

Lingkup kegiatan DAK Kelautan dan Perikanan adalah: a) penyediaan dan rehabilitasi sarana dan prasarana produksi perikanan tangkap, b) penyediaan dan rehabilitasi sarana dan prasarana produksi perikanan budidaya, c) penyediaan dan rehabilitasi sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan, d) penyediaan dan rehabilitasi sarana dan prasarana pemberdayaan ekonomi masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil yang terkait dengan konservasi dan pengembangan perikanan, e) penyediaan sarana dan prasarana pengawasan, dan f) penyediaan dan pengadaan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan.

13. Sarana Perdagangan; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan ketersediaan sarana perdagangan untuk memperlancar arus barang antar wilayah serta meningkatkan ketersediaan dan kestabilan harga bahan pokok, terutama di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, pulau-pulau kecil terdepan, paska bencana, dan daerah pemekaran.

Lingkup kegiatan DAK Sarana Perdagangan adalah: pembangunan dan pengembangan sarana distribusi perdagangan Pembangunan dan peningkatan sarana metrologi legal.

14. Transportasi Perdesaan; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan ketersediaan dan kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan transportasi, serta mengembangkan keperintisan transportasi darat, sungai, danau, dan laut di daerah perdesaan, pengembangan sarana dan prasarana transportasi perdesaan yang diprioritaskan untuk untuk mendukung pusat-pusat pertumbuhan (Kawasan Khusus, KAPET, Kawasan Kerjasama Antar Daerah, Pertanian, Perikanan, dan Pariwisata), dan pulau-pulau terpencil serta daerah tertinggal di wilayah Indonesia Bagian Timur, dan meningkatkan kualitas SDM Aparatur Pemerintah Desa dan kapasitas kelembagaan serta keberdayaan masyarakat di perdesaan.

Lingkup kegiatan DAK Transportasi Perdesaan adalah: a) jalan poros desa( pembangunan jalan yang menghubungkan Pusat Sentra Produksi dan Jaringan Jalan Primer), b) angkutan perdesaan: (pemberian bantuan sarana transportasi angkutan barang yang sesuai dengan karakteristik daerah dan subsidi angkutan barang, seperti bus perintis, bus air, motor tempel, dll), c) subsidi

operasi: biaya operasi pada saat pengoperasian awal angkutan perdesaan melalui kerjasama antara Pusat dan Pemda, dan d) peningkatan kelembagaan (pengelolaan sarana dan prasarana transportasi perdesaan).

15. Konservasi Sumber Daya Hutan, Tanah, dan Air; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan fungsi DAS, dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan daya dukung sumber daya hutan, tanah dan air. Kebijakan tersebut dicapai dengan mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap sumber daya hutan, tanah dan air yang berada dalam DAS dengan melaksanakan rehabilitasi lahan kritis, meningkatkan penyelenggaraan Hutan Lindung, Tahura, dan Hutan Kota


(4)

yang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota, serta dukungan terhadap pembentukan KPH.

Lingkup kegiatan DAK Konservasi Sumberdaya Hutan, Tanah, dan Air adalah: 1. Kegiatan Vegetatif yaitu untuk; rehabilitasi lahan kritis, pengelolaan dan pengamanan Hutan Lindung dan Tahura termasuk pengamanan, penyuluhan kepada masyarakat. 2. Kegiatan Non vegetatif yaitu: pembuatan bangunan konservasi tanah dan air berupa dam penahan, dam pengendali, Gully Plug, sumur resapan, embung air dan bangunan lainnya, penyuluhan, dan dukungan terhadap pembentukan KPH dengan peningkatan pembentukan kelembagaannya

16. Lingkungan Hidup; arah kebijakannya adalah untuk mendukung pencapaian target Prioritas Nasional 9 RPJM 2010-2014 yaitu penurunan beban pencemaran dan penurunan tingkat polusi sebesar 50%, mendorong pengendalian pencemaran air di daerah dengan memperkuat pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Lingkungan Hidup Daerah, mendorong penurunan polusi terutama polusi udara dari kendaraan bermotor (sumber bergerak), mendorong penguatan kapasitas kelembagaan/ institusi pengelola lingkungan hidup di daerah, menunjang percepatan penanganan masalah lingkungan hidup di daerah.

Lingkup kegiatan DAK Lingkungan Hidup adalah: a) pemantauan kualitas air melalui kegiatan: pembangunan gedung laboratorium, penyediaan sarana prasarana pemantauan kualitas air, pembangunan laboratorium lingkungan bergerak, b) pengendalian pencemaran melalui kegiatan: pembuatan teknologi biogas, unit pengelola sampah (3R), pembangunan IPAL(medik dan UKM), penegakan hukum, penindakan pencemar, c) penurunan polusi udara melalui kegiatan: pengadaan alat pemantau kualitas udara, pemantauan emisi gas buang kendaraan bermotor, pengadaan alat pembuat asap cair, pengadaan alat pembuat briket arang, penegakan hukum dan penindakan pencemar.

17. Perubahan Iklim; arah kebijakannya adalah untuk mendukung target prioritas nasional dan target penurunan emisi 26% pada tahun 2020, membantu daerah dalam menanggulangi permasalahan perubahan iklim tanpa mengurangi sumber daya untuk pembangunan, melestarikan lingkungan hidup yang merupakan syarat pembangungan berkelanjutan, memberikan insentif kepada daerah dalam mengkonservasi lahan gambut dan mengurangi volume timbunan sampah.

Lingkup kegiatan DAK Perubahan Iklim adalah: a) pengelolaan emisi dari lahan gambut melalui kegiatan inventarisasi dan pemetaan kesatuan hidrologis gambut, inventarisasi dan pemetaan kesatuan karakteristik ekosistem gambut, penyusunan rencana pengelolaan ekosistem gambut, b) rehabilitasi lahan gambut melalui kegiatan peningkatan rehabilitasi lahan gambut; dan c) penyediaan sarana dan prasaran lahan gambut, melalui kegiatan: peningkatan dan pembangunan jaringan reklamasi lahan bergambut, perbaikan dan pemeliharaan sistem irigasi di lahan bergambut.

18. Daerah Tertinggal; arah kebijakannya adalah untuk mendukung kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang diamanatkan dalam RPJMN 2010-2014 yaitu untuk melakukan percepatan pembangunan daerah tertinggal dengan meningkatkan pengembangan perekonomian daerah dan kualitas sumberdaya


(5)

manusia yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pelayanan dasar, sehingga daerah tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat guna dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dari daerah lain yang sudah relatif lebih maju.

Lingkup kegiatan DAK Daerah Tertinggal antara: a) penyediaan moda transportasi perairan/kepulauan untuk meningkatkan arus orang, barang dan jasa, b) penyediaan moda transportasi darat untuk membuka keterisolasian dan meningkatkan aksesibilitas penduduk ke pusat pelayanan sosial ekonomi, c) penyediaan dan rehabilitasi jalan desa atau jalan poros desa, d) penyediaan dan rehabilitasi dermaga kecil atau tambatan perahu untuk mendukung angkutan orang dan barang, dan e) penyediaan dan rehabilitsi terminal untuk angkutan perdesaan.

19. Daerah Perbatasan; arah kebijakannya adalah untuk mengatasi permasalahan keterisolasian wilayah dan masyarakat perbatasan untuk menyiapkan perannya sebagai beranda depan negara dan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi-perdagangan dengan negara tetangga dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin pertahanan keamanan nasional.

Lingkup kegiatan DAK Daerah Perbatasan antara: a) pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar kecamatan perbatasan, antar desa di dalam kecamatan perbatasan, dan atau antardesa di kecamatan perbatasan dengan kota pusat pertumbuhan perbatasan, serta penyediaan moda transportasi laut antar pulau-pulau kecil di kawasan perbatasan, b) penyediaan infrastruktur energi listrik di kecamatan perbatasan termasuk pulau-puleu kecil berpenghuni melalui pemanfaatan sumber energi lokal, c) penyediaan infrastruktur air bersih di kecamatan perbatasan termasuk pulau-pulau kecil berpenghuni; dan atau, d) penguatan kelembagaan Badan Pengelola Perbatasan Daerah dalam mengintegrasikan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kawasan perbatasan, dan e) penyediaan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, dan distribusi untuk mendukung pengembangan kegiatan usaha petani, nelayan, atau UMKM di kecamatan perbatasan termasuk pulau-pulau kecil berpenghuni.

Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Otonomi Khusus. Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi undang-undang, serta Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dialokasikan Dana Otonomi Khusus.

Pada prinsipnya UU Nomor 35 Tahun 2008 tersebut mengamanatkan bahwa UU Nomor 21 Tahun 2001 berlaku bukan hanya untuk Provinsi Papua beserta seluruh kabupaten/kota, melainkan semua daerah, baik Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat maupun kabupaten/kota yang berada di daratan Papua. Dengan ditetapkannya Perpu tersebut, mengakibatkan antara lain: (i) dana otonomi khusus yang besarnya 2 persen dari total DAU Nasional akan dibagi antara Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; (ii) tambahan dana otonomi khusus untuk infrastruktur akan diberikan kepada Provinsi Papua


(6)

dan Provinsi Papua Barat secara terpisah sesuai dengan kesepakatan antara pemerintah dan DPR. Jika dalam perkembangannya terdapat daerah pemekaran baru maka kebijakan dan alokasinya akan dikoordinasikan terlebih dahulu antara Pemerintah Pusat, provinsi, dan kabupaten/kota terkait.

Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat diprioritaskan untuk pendanaan pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya setara dengan 2 (dua) persen dari total pagu DAU nasional dan berlaku selama 20 tahun sejak tahun 2002. Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat tersebut diperuntukkan bagi kabupaten, kota, dan provinsi di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, dengan dasar pembagian menggunakan basis perhitungan jumlah kampung secara proporsional. Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat tetap mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku.

Dana Tambahan Infrastruktur untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat diberikan secara terpisah sesuai dengan kesepakatan antara pemerintah dan DPR. Alokasi kepada daerah otonom baru hasil pemekaran akan dikoordinasikan terlebih dahulu antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota terkait.

Dana Otonomi Khusus NAD diarahkan penggunaannya untuk mendanai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dana Otonomi Khusus untuk NAD berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak tahun 2008, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas besarnya setara dengan 2 (dua) persen dan pagu DAU nasional, dan untuk tahun keenam belas sampai tahun keduapuluh besarnya setara dengan 1 (satu) persen dari pagu DAU nasional. Alokasi Dana Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, serta Provinsi NAD tersebut akan ditransfer secara triwulanan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.