Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kemandirian Lanjut Usia di Desa Aek Raru Wilayah Kerja Puskesmas Langkimat Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2016

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemandirian Lanjut Usia
2.1.1 Pengertian Kemandirian
Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan pribadi yang
masih aktif. Seseorang lanjut usia yang menolak untuk melakukan fungsi dianggap
sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu. Kemandirian adalah
kemampuan atau keadaan dimana individu mampu mengurus atau mengatasi
kepentingannya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain (Maryam, 2008).
Menurut Chaplin (2004) dalam kamus Psikologi mengartikan kata autonomy
sebagai keadaan pengaturan diri, atau kebebasan individu manusia untuk memilih,
untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya
sendiri. Lerner (dalam Budiman, 2000) mengemukakan kemandirian (autonomy)
mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung kepada orang lain, tidak
terpengaruh lingkungan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri.
Lanjut usia yang mempunyai tingkat kemandirian tertinggi adalah pasangan
lanjut usia yang secara fisik kesehatannya cukup prima. Dari aspek sosial ekonomi
dapat dikatakan jika cukup memadai dalam memenuhi segala macam kebutuhan
hidup, baik lanjut usia yang memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak.
Tingginya tingkat kemandirian mereka diantaranya karena orang lanjut usia telah


12
Universitas Sumatera Utara

13

terbiasa menyelesaikan pekerjaan di rumah tangga yang berkaitan dengan pemenuhan
hayat hidupnya.
Poerwadi (2001) mengartikan mandiri adalah dimana seseorang dapat
mengurusi dirinya sendiri, ini berarti bahwa jika seseorang sudah menyatakan dirinya
siap mandiri berarti dirinya ingin sesedikit mungkin minta pertolongan atau
tergantung kepada orang lain. Mandiri bagi orang lanjut usia berarti jika mereka
menyatakan hidupnya nyaman-nyaman saja walaupun jauh dari anak cucu.
Kemandirian orang lanjut usia dapat dilihat ciri-ciri sebagai berikut : (1) dapat
menyesuaikan diri secara konstruktif dengan kenyataan/realitas, walau realitas tadi
buruk (2) memperoleh kepuasan dari perjuangannya (3) merasa lebih puas untuk
memberi daripada menerima (4) secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas (5)
berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan (6)
menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran untuk hari depan (7)
menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif (8)

mempunyai daya kasih sayang yang besar.
Menurut Agung (2006), Activity of Daily Living adalah pengukuran terhadap
aktivitas yang dilakukan rutin oleh manusia setiap hari. Aktivitas tersebut antara lain:
memasak, berbelanja, merawat/mengurus rumah, mencuci, mengatur keuangan,
minum obat dan memanfaatkan sarana transportasi. Skala ADL terdiri atas skala
ADL dasar atau

Basic Activity of Daily Living (BADLs), Instrumental or

Intermediate Activity of Daily Living (IADLs), dan Advanced Activity of Daily Living
(AADLs). Skala ADL dasar mengkaji kemampuan dasar seseorang untuk merawat

Universitas Sumatera Utara

14

dirinya sendiri (self care), dan hanya mewakili rentang (range) yang sempit dari
kinerja (performance).
2.1.2 Tingkat Kemandirian Lanjut Usia
Ketergantungan lanjut usia terjadi ketika mereka mengalami menurunnya

fungsi luhur/pikun atau mengidap berbagai penyakit. Ketergantungan lanjut usia yang
tinggal di perkotaan akan dibebankan kepada anak, terutama anak wanita (Herwanto,
2002). Anak wanita pada umumnya sangat diharapkan untuk dapat membantu atau
merawat mereka ketika orang sudah lanjut usia. Anak wanita sesuai dengan citra
dirinya yang memiliki sikap kelembutan, ketelatenan dan tidak adanya unsur
“sungkan” untuk minta dilayani. Tekanan terjadi apabila lanjut usia tidak memiliki
anak atau anak pergi urbanisasi ke kota. Mereka mengharapkan bantuan dari kerabat
dekat, kerabat jauh, dan kemudian yang terakhir adalah panti werdha.
Kemandirian orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan mental.
Ditinjau dari kualitas kesehatan mental, dapat dikemukakan hasil kelompok ahli dari
WHO pada tahun 1959 (Hardywinoto, 1999) yang menyatakan bahwa mental yang
sehat (mental health) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : (1) dapat menyesuaikan
diri dengan secara konstruktif dengan kenyataan/realitas, walau realitas tadi buruk
(2) Memperoleh kepuasan dari perjuangannya (3) merasa lebih puas untuk memberi
daripada menerima (4) secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas (5)
berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan (6)
menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran untuk hari depan (7)

Universitas Sumatera Utara


15

mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif (8)
mempunyai daya kasih sayang yang besar.
Selain itu kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas hidup.
Kualitas hidup orang lanjut usia dapat dinilai dari kemampuan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari. Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) menurut Setiati (2000)
ada 2 yaitu AKS standar dan AKS instrumental. AKS standar meliputi kemampuan
merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air besar/kecil dan mandi. Sedangkan
AKS instrumental meliputi aktivitas yang kompleks seperti memasak, mencuci,
mengenakan pakaian dan menggunakan uang.
Salah satu kriteria orang mandiri adalah dapat mengaktualisasikan dirinya
(self actualized) tidak menggantungkan kepuasan-kepuasan utama pada lingkungan
dan kepada orang lain. Mereka lebih tergantung pada potensi-potensi mereka sendiri
bagi perkembangan dan kelangsungan pertumbuhannya. Adapun kriteria orang yang
mandiri menurut Koswara (1991) adalah mempunyai (1) kemantapan relatif terhadap
pukulan-pukulan,

goncangan-goncangan


atau

frustasi

(2)

kemampuan

mempertahankan ketenangan jiwa (3) kadar arah yang tinggi (4) agen yang merdeka
(5) aktif dan (6) bertanggung jawab. Lanjut usia yang mandiri dapat menghindari diri
dari penghormatan, status, prestise dan popularitas kepuasan yang berasal dari luar
diri mereka anggap kurang penting dibandingkan dengan pertumbuhan diri.
Seorang yang mandiri menurut R. Boedhi Darmojo dalam buku Ilmu Penyakit
Dalam, KUI (2006) adalah mampu mengidentifikasikan sepuluh kebutuhan dasar
lansia sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

16


1.

Makanan cukup dan sehat (Heathy Food)

2.

Pakaian dan kelengkapannya (Cloth nad common accesories)

3.

Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (Homes, a place to stay)

4.

Perawatan dan pengawasan kesehatan (Health care, fasilities)

5.

Bantuanteknis


praktis

sehari-hari/bantuan

hukum

(Technical,

Judicial

assistance)
6.

Transportasi umum bagi lansia (Fasilities for public transortation, etc)

7.

Kunjungan, teman bicara/informasi(Visits, companies, information,etc)

8.


Rekreasi dan hiburan sehat yang lain ( Rekreational activities, picnics, etc)

9.

Rasa aman dan tentram (Safety feeling)

10.

Bantuan alat-alat panca indera seperti kacamata, hearing aid (Other
assistance/aid). Kesinambungan bantuan dan fasilitas (continuation of subsidies
and facilities).
Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow dalam Koswara (1991)

yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi (1) Kebutuhan fisik
(physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang,
papan,

seks dan sebagainya (2) Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah


kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah
seperti keutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian dan sebagainya (3)
Kebutuhan sosial (Sosial needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau
berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi, kesenian,
olah raga, kesamaan hobby dan sebagainya (4) Kebutuhan harga diri (esteem needs)

Universitas Sumatera Utara

17

adalah kebutuhan akan harga diri untuk di akui akan keberadaannya, dan

(5)

kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk
mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasarkan
pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam
kehidupan. Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka akan
menimbulkan masalah terhadap kesehatan fisik dan psikis lanjut usia sehingga dapat
menghambat kemandirian seorang lanjut usia.

Poerwadi (2001) mengartikan mandiri adalah dimana seseorang dapat
mengurusi dirinya sendiri, ini berarti bahwa jika seseorang sudah menyatakan dirinya
siap mandiri berarti dirinya ingin sesedikit mungkin minta pertolongan atau
tergantung kepada orang lain. Lanjut usia yang mandiri adalah lanjut usia yang
kondisinya sehat dalam arti luas masih mampu unutk menjalankan kehidupan
pribadinya (Setiati, 2000). Kemadirian pada lanjut usia meliputi kemampuan lanjut
usia dalam melakukan aktifitas sehari-hari, seperti : mandi, berpakaian rapi, pergi ke
toilet, berpindah tempat, dapat mengontrol BAK atau BAB, serta dapat makan sendiri
(Setiati, 2000).
Suatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan aktifitas
kehidupan sehari-hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dapat
mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien sehingga memudahkan
pemilihan intervensi yang tepat (Maryam, 2008).

Universitas Sumatera Utara

18

2.1.3 Pengukuran Kemandirian Lanjut Usia
Untuk itu pengkajian status kesehatan lansia yang digunakan adalah :

1.

Activity of Daily Living (ADL)
ADL adalah merupakan aktivitas pokok bagi perawatan diri. ADL meliputi

antara lain: ke toilet, makan, berpakaian (berdandan), mandi dan berpindah tempat.
Pengkajian ADL penting untuk mengetahui tingkat ketergantungan. Dengan kata lain,
besarnya bantuan yang diperlukan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari serta untuk
menyusun rencana perawatan jangka panjang. Dalam literatur terdapat pula istilah
ADL instrumen, merupakan aktivitas yang lebih kompleks namun mendasar bagi
situasi kehidupan lansia dalam bersosialisasi.
Dalam Sugiarto (2005) macam – macam ADL, adalah :
1.

ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki
seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum,
toileting, mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar
dan buang air kecil dalam kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga
disertakan kemampuan mobilitas.

2.

ADL instrumental, yaitu ADL yang berhubungan dengan penggunaan alat atau
benda

penunjang

kehidupan

sehari-hari

seperti

menyiapkan

makanan,

menggunakan telefon, menulis, mengetik, mengelola uang kertas ADL dasar,
sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang
untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan dan minum, toileting, mandi,
berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air

Universitas Sumatera Utara

19

kecil dalam kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan
kemampuan mobilitas.
Pengkajian

ADL

umumnya

mengikuti

indeks

pengukuran

yang

dikembangkan oleh Barthel dan Kats. Indeks ini didasarkan pada hasil evaluasi
terhadap tingkat kemandirian atau keadaan sebaliknya yaitu tingkat ketergantungan
secara fungsional. Indeks terdiri atas 7 tingkat, sebagai hasil penilaian terhadap
perihal melakukan kegiatan mandi, berpakaian, ke toliet, beranjak, kontinensia dan
makan.
2.

Status Mental Emosional
Adapun

pengkajian

fungsi

psikososial

dilakukan

melalui

observasi

wawancara, dan pemeriksaan status mental. Informasi yang dihimpun melalui fungsi
kognitif, psikomotor, pandangan dan penalaran, serta kontak dengan realita (Black,
1990 dalam Tamher, 2011).
Pengkajian status psikososial meliputi pengkajian fungsi kognitif dan
pengkajian psikososial (mental, emosional). Bagian yang popular dan sederhana
adalah yang disebut Mini Mental State Examination (MMSE). Pemeriksaan ini
dilakukan untuk dapat menentukan pikiran serta proses mental, apakah lansia dapat
memperlihatkan fungsi optimal.
3.

Masalah Kesehatan Kronis
Penyebab penyakit pada lansia pada umumnya berasal dari dalam tubuh

(endogen), pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini karena pada
lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat

Universitas Sumatera Utara

20

kerusakan sel-sel karena proses menua, sehingga produksi hormon, enzim, dan zat-zat
yang diperlukan untuk kekebalan menjadi berkurang. Sering pula, penyakit lebih satu
jenis (multipatologi) dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling
berkaitan dan memperberat. Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering
depresi. Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak hanya gangguan fisiknya saja
yang diobati, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru sering tersembunyi
gejalanya.Masalah kesehatan kronis merupakan keluhan kesehatan atau gejala yang
dialami oleh lansia dalam waktu 3 bulan terakhir berkaitan dengan fungsi-fungsi
(Maryam, 2011).

2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kemandirian Lanjut Usia
Menurut Suhartini (2004) bahwa faktor-faktor yang berhuhubungan dengan
kemandirian lanjut usia dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu :
a. Faktor Kesehatan
Faktor kesehatan bagi

penduduk lanjut

usia sebagai

faktor

yang

mempengaruhi kemandirian lanjut usia perlu diperhatikan meliputi keadaan
kesehatan fisik dan mental. Faktor kesehatan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia
dan daya tahan fisik terhadap serangan penyakit. Faktor kesehatan mental meliputi
penyesuaian terhadap kondisi lanjut usia.
(1) Kesehatan Fisik
Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan mental lanjut usia.
Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan fisik,

Universitas Sumatera Utara

21

panca indera, potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-tahap
tertentu (Prasetyo,1998). Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri
kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan beberapa
serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah, persendian, sistem
pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yang
sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran
kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Gallo (1998) mengatakan untuk mengkaji fisik pada orang lanjut usia harus
dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya pendengaran, penglihatan,
gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban.
Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotorik. Menurut Zainudin (2002) fungsi kognitif meliputi proses
belajar, persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain yang menyebabkan
reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat. Fungsi psikomotorik meliputi
hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi yang berakibat bahwa lanjut usia kurang cekatan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Suhartini (2004) bahwa terdapat
hubungan antara kondisi kesehatan dengan kemandirian lansia. Secara teori lanjut
usia yang memiliki tingkat kemandirian tertinggi adalah mereka yang secara fisik dan
psikis memiliki kesehatan yang cukup prima. Persentase yang paling tinggi adalah
mereka yang mempunyai kesehatan baik. Dengan kesehatan yang baik mereka bisa
melakukan aktivitas apa saja dalam kehidupannya sehari-hari seperti mengurus

Universitas Sumatera Utara

22

dirinya sendiri, bekerja dan rekreasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Darmojo (2004)
bahwa kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan
sehingga dapat melakukan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS).
(2) Kesehatan Mental
Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia secara
otomatis akan timbul kemunduran kemampuan mental. Salah satu penyebab
menurunnya

kesehatan

mental

adalah

menurunnya

pendengaran.

Dengan

menurunnya fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang lanjut usia maka banyak
dari mereka yang gagal dalam menangkap isi pembicaraan orang lain sehingga
mudah menimbulkan perasaan tersinggung, tidak dihargai dan kurang percaya diri.
Menurunnya kondisi mental ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif.
Zainudin (2002). Lebih lanjut dikatakan dengan adanya penurunan fungsi kognitif
dan psiko motorik pada diri orang lanjut usia maka akan timbul beberapa kepribadian
lanjut usia sebagai berikut : (1) Tipe kepribadian konstruktif, pada tipe ini tidak
banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua (2) Tipe
kepribadian mandiri, pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power
syndrom, apabila pada masa lanjut usia tidak diisi dengan kegiatan yang memberikan
otonomi pada dirinya (3) Tipe kepribadian tergantung, pada tipe ini sangat
dipengaruhi kehidupan keluarga . Apabila kehidupan keluarga harmonis maka pada
masa lanjut usia tidak akan timbul gejolak. Akan tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana apalagi jika terus
terbawa arus kedukaan (4) Tipe kepribadian bermusuhan, pada tipe ini setelah

Universitas Sumatera Utara

23

memasuki masa lanjut usia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya. Banyak
keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonomi rusak (5) Tipe kepribadian kritik diri, tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau
cenderung membuat susah dirinya.
b. Usia
Hubungan antara usia dan penyakit amat erat. Laju kematian untuk banyak
penyakit meningkat seiring dengan menuanya seseorang, terutama disebabkan oleh
menurunnya kemampuan lansia berespon terhadap stres, baik stres fisik maupun stres
psikologik. Semakin bertambah usia seseorang semakin banyak terjadi perubahan
pada berbagai sistem dalam tubuh. Perubahan yang terjadi cenderung mengarah pada
penurunan berbagai fungsi tubuh (Pranarka, 2006). Kemandirian jika dilihat dari
gambaran usia maka memberikan gambaran tren yang makin menurun

seiring

dengan peningkatan umur. Hal ini menunjukkan keadaan secara alami terjadi bahwa
semakin meningkat usia, kecenderungan terjadi kemandirian semakin menurun
(Budijanto, 2008). Diperkirakan 20% dari lansia yang berusia 70 tahun keatas dan
50% lansia berusia 85 tahun keatas mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas
fisik sehari-hari. Prevalensi ketidakmandirian meningkat dengan meningkatnya usia
dan pada umumnya mulai timbul pada usia 70 tahun dan memerlukan bantuan pada
usia 80 tahun (Heikkinen, 2003). Hasil penelitian Dewi (2012) terdapat hubungan
yang signifikan antara usia dengan tingkat kemandirian lanjut usia di Puskesmas
Rantau Utara.

Universitas Sumatera Utara

24

Berdasarkan hasil penelitian Rinajumita (2011) diketahui tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara usia dengan kemandirian lansia (p0,05).
Hasil penelitian Darmojo (2004), bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin
dengan kamandirian lansia. Lansia laki-laki memiliki tingkat ketergantungan lebih
besar dibandingkan wanita, dan ini akan terus meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Kehidupan dalam susunan keluarga (family living arrangement)
dapat dilihat bahwa wanita lebih banyak yang mandiri. Dapat dilihat dalam
masyarakat bahwa lebih banyak wanita yang ditinggalkan suaminya, yang dapat
membesarkan anak-anaknya sampai berhasil.
d. Aktivitas Sosial
Pada umumnya hubungan sosial yang lansia lakukan mengacu pada
pertukaran sosial. Dalam teori pertukaran sosial sumber kebahagiaan manusia berasal

Universitas Sumatera Utara

26

dari hubungan sosial.
prilaku orang lain.

Hubungan ini mendatangkan kepuasan yang timbul dari
Pekerjaan yang dilakukan sendiri pun dapat menimbulkan

kebahagiaan seperti halnya membaca buku, membuat karya seni, dan sebagainya
karena pengalaman-pengalaman tersebut dapat dikomunikasikan dengan orang lain
(Suhartini, 2004).
Bedasarkan hasil penelitian Rinajumita (2011) diketahui bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara kehidupan beragama dengan kemandirian lansia (p <
0,05). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Yeniar (2004)
bahwa terdapat hubungan antara kehidupan beragama dengan kemandirian lansia.
Kegiatan agama yang paling banyak dilaksanakan oleh responden adalah sholat lima
waktu sehari semalam yaitu (97,7%), dan yang paling sedikit dilaksanakan responden
adalah bersedekah/member santunan anak yatim dan fakir miskin yaitu (66,6%).
Seybold dan Hill (2001) dalam studinya menemukan agama memainkan peran
mendukung bagi banyak lansia, hal ini antara lain dukungan sosial, keinginan akan
gaya hidup yang sehat, persepsi tentang control terhadap hidup mereka melalui doa,
mendorong kondisi emosi positif, penurun stres dan keimanan terhadap Tuhan
sebagai cara hidup yang baik. Agama memiliki pengaruh positif pada kesehatan
mental secara fisik dan usia. Ibadah yang bersifat hubungan dengan Tuhan sebagian
besar responden dapat melaksanakan dengan baik. Tetapi ibadah yang berhubungan
dengan manusia lain belum dapat dilakukan dengan baik seperti bersedekah terhadap
anak yatim dan fakir miskin. Hal ini disebabkan karena kondisi ekonomi responden
sendiri yang belum mampu untuk bersedekah terhadap orang lain.

Universitas Sumatera Utara

27

Bersedekah merupakan ibadah yang berhubungan dengan orang lain,
bersosialisasi/berinteraksi dengan orang lain. Dengan bersedekah berarti adanya
perasaan empati terhadap orang lainyang dapat menurunkan sifat egois seseorang,
sehingga akan muncul ketenangan dalam jiwa yang dapat menekan rasa stres.
Bersedekah tidak harus dilakukan dengan uang yang banyak, tetapi dapat dilakukan
dengan jumlah yang sangat sedikit sesuai dengan kemampuan dan keikhlasan dalam
memberikannya. Oleh karena itu lansia dapat meningkatkan ibadah bersedekah ini
dengan cara apa saja.
Mas’ud (2009) dalam penelitiannya menjelaskan untuk mencapai taraf
kesehatan mental, orang harus dapat memenuhi tuntutan-tuntutan moral, intelektual,
sosial dan religius. Mental yang sehat ditandai dengan adanya integrasi diri, regulasi
diri, dan pengontrolan diri terhadap pikiran, angan-angan, keinginan, dorongan,
emosi, sentimen, dan segenap tingkah laku. Oleh karena itu, agama mengarahkan
para lansia pada perubahan sikap mentalnya yaitu rajin beribadah, supel dan mudah
berinteraksi dengan orang lain. Karena itu, sangatlah penting kehidupan beragama
bagi para lansia.

2.3 Lanjut Usia
Lanjut usia adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan struktur dan
fungsi secara normal, ketahanan terhadap injury termasuk adanya infeksi. (Paris
Constantinides, 1994, dalam Mubarak dkk 2006).

Universitas Sumatera Utara

28

Lansia adalah periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang dan
merupakan tahap perkembangan psikososial yang terakhir (ke delapan) menurut
Erikson. Perkembangan psikososial lansia adalah tercapainya integritas diri yang utuh
(Keliat, dkk., 2011, dalam Elvira 2014).
Menua (Menjadi tua: aging) adalah suatu proses menghilangnya kemampuan
secara

perlahan–lahan

untuk

memperbaiki

diri

atau

mengganti

diri

dan

mempertahankan struktur dan fungsi normal sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Menua bukanlah suatu penyakit
tetapi merupakan proses berkurangnya daya

tahan tubuh dalam menghadapi

rangsangan dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian memang harus diakui
bahwa ada berbagai penyakit yang sering terjadi pada kaum lansia (Nugroho, 2000).
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I pasal 1 ayat 2
dijelaskan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh)
tahun ke atas. Lanjut usia menurut Hardywinoto (2007) terdiri dari 3 kategori, yaitu
young old (70 – 75 tahun), old (75 – 80 tahun) dan very old (di atas 80 tahun).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merumuskan batasan lanjut usia sebagai berikut:
a. Usia pertengahan (middle age) yaitu antara usia 45 – 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) yaitu antara usia 60 – 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) yaitu antara usia 75 – 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) yaitu di atas usia 90 tahun
Menjadi tua merupakan suatu proses natural dan kadang-kadang tidak tampak
mencolok. Penuaan akan terjadi pada semua sistem tubuh manusia dan tidak semua

Universitas Sumatera Utara

29

sistem akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama. Asumsi dasar tentang
teori penuaan yang harus diperhatikan dalam mempelajari lansia yaitu (1) lansia
adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi
tua, tetapi perkembangan dari bayi, anak–anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua.
Seseorang dengan usia kronologis 70 tahun mungkin dapat memiliki usia fisiologis
seperti orang usia 50 tahun, (2) peningkatan jumlah lansia merupakan hasil dari
perkembangan ilmu dan teknologi abad ke 20 (Hardywinoto, 2007). Kriteria dalam
proses penuaan yang baik dapat dilihat dari kesehatan fisik dan mental lansia, fungsi
kognitif, sosialisasi dengan masyarakat, produktivitas, dan kepuasan hidup
(Blackburn & Catherine, 2007).
2.3.1 Proses Penuaan
Menurut Contantinides dalam Nugroho (2000), menua (menjadi tua) adalah
suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses penuaan merupakan suatu proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai
dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya, yaitu anak-anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara
biologis maupun psikologis (Nugroho, 2000).
Proses tua secara umum ditandai dengan adanya kemunduran fungsi organ
tubuh. Kemunduran yang sering terjadi oleh lanjut usia lebih dikenal dengan istilah

Universitas Sumatera Utara

30

Geriatric Giants. Adapun penurunan fungsi kognitif (perhatian, bahasa, ingatan,
kemampuan, visual sparsial dan intelegensi umum) dan psikomotor pada lanjut usia
terkait dengan pertambahan usia (Depkes RI, 2005).
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahap–tahap
menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya
tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian
misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan,
endokrin, dan lain sebagainya. Pernyataan tersebut disebabkan seiring meningkatnya
usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem
organ. Perubahan–perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduran
kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas
ekonomi dan sosial mereka. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity
of daily living (Setiawan, 2009). Bantuan hidup bagi lansia merupakan alternatif yang
digunakan bagi lansia yang merasa tidak aman dalam kehidupannya, sehingga
membutuhkan bantuan tambahan dalam activity of daily livingnya (Mauk, 2006).
Terganggunya melaksanakan activity of daily living mengakibatkan mereka menjadi
tergantung kepada orang lain.
Menjadi tua merupakan suatu proses yang natural. Penuaan akan terjadi pada
semua sistem tubuh manusia dan tidak semua sistem akan mengalami kemunduran
pada waktu yang sama. Meski proses menjadi tua terjadi secara universal, tetapi tidak
seorangpun mengetahui dengan pasti penyebab mengapa manusia menjadi tua pada
usia yang berbeda-beda (Hardywinoto, 1999).

Universitas Sumatera Utara

31

Menurut ahli gerontology, James Birren, seperti yang dikutip oleh
(Hardywinoto, 1999), menyebutkan bahwa bertambahnya umur harapan hidup
seseorang merupakan hasil dari perkembangan di bidang kedokteran dan teknologi
modern, yaitu dengan ditemukannya teknik pengobatan terhadap penyakit ganas,
teknik serta alat-alat bedah modern dan alat diagnosis.
Untuk menghasilkan penduduk lanjut usia yang sehat tidaklah mudah dan
memerlukan kerjasama para pihak antara lain peran aktif dari lanjut usia dan
keluarganya dalam melaksanakan gaya hidup sehat serta perawatan diri lanjut usia itu
sendiri, masyarakat, pemerintah, organisasi dan kelompok pemerhati lanjut usia serta
profesi di bidang kesehatan yang menyangkut penyediaan dana, sarana serta sumber
daya manusia professional (Depkes RI, 2005).
2.3.2 Perubahan yang terjadi pada Lansia
a.

Perubahan Fisik

1). Sel
Jumlah sel menurun, ukuran sel lebih besar, jumlah cairan tubuh dan cairan
intraseluler berkurang, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun,
jumlah sel otak menurun, mekanisme perbaikan sel terganggu, otak menjadi atropi
dan beratnya berkurang 5-10%, lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar
(Nugroho, 2008).

Universitas Sumatera Utara

32

2). Kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler terjadi penebalan dan kaku pada katup jantung,
penurunan kemampuan jantung untuk memompakan darah sebanyak 1% setiap
tahunnya menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume, hilangnya elastis
pembuluh darah sehingga efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi
berkurang dan perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri dapat
menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg yang akan mengakibatkan
pusing mendadak. Tekanan darah dapat naik yang di akibatkan oleh meningkatnya
resistensi dari pembuluh darah perifer (Nugroho, 2000).
3). Respirasi
Otot-otot pernafasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru
menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik nafas lebih berat, alveoli
melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi
penyempitan pada bronkus (Nugroho, 2000).
4). Pernafasan
Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam
merespons dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres. Berkurang
atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon
motorik dan reflek (Maryam, 2008).
Pada sistem pernafasan terjadi pengecilan saraf panca indra yang
mengakibatkan kurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf
penciuman dan perasa serta lebih sensitif terhadap perubahan suhu. Hubungan

Universitas Sumatera Utara

33

pernafasan menurun dan lambat berespon atau bereaksi khususnya terhadap stress
(Nugroho, 2000).
Menurunnya hubungan persarafan, berat otak pun menurun 10-20% (sel saraf
otak setiap orang berkurang setiap harinya). Respon dan waktu untuk bereaksi
lambat, khususnya terhadap stess. Saraf pancaindra mengecil, penglihatan berkurang,
pendengaran menghilang, saraf penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitif
terhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dingin. Kurang sensitif
terhadap sentuhan (Nugroho, 2008).
5). Pendengaran
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulangtulang pendengaran mengalami kekakuan (Maryam, 2008). Pada sistem pendengaran
terjadi atrofi pada membran timpani dan penumpukan serumen yang dapat mengeras
karena peningkatan kreatin, sehingga hilangnya kemampuan daya pendengaran pada
telinga dalam terutama terhadap suara-suara tinggi, suara yang tidak jelas dan sulit
mengerti kata-kata (Nugroho, 2000).
6). Penglihatan
Pada sistem penglihatan sfingter pupil timbul sclerosis dan respons terhadap
sinar menghilang, terjadi kekeruhan pada lensa, menjadi katarak, daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat dan susah bila menglihat gelap, terjadi
penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopi, sulit untuk
melihat dekat yang dapat di pengaruhi berkurangnya elastisitas lensa, lapangan
pandang menurun, luas pandangan berkurang, daya untuk membedakan warna

Universitas Sumatera Utara

34

menurun, terutama warna biru atau hijau (Nugroho, 2008). Respons terhadap sinar
menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang
menurun, dan katarak (Maryam, 2008).
7). Muskuloskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (Osteoporosis), bungkuk
(Kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor, tendon
mengerut dan mengalami sclerosis (Maryam, 2008).
Pada sistem muskuloskeletal terjadi gangguan tulang, yakni mudah
mengalami demineralisasi. Kekuatan dan kestabilan tulang menurun, terutama pada
bagian vetebra, pergelangan. Insiden osteoforosis dan fraktur meningkat pada area
tulang tersebut. Kartilango yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga rusak
dan haus. Kifosis, gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas, terjadi
gangguan berjalan, discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya
berkurang). Atrofi serabut otot, serabut otot menjadi kecil sehingga gerakan menjadi
lambat, otot kram, dan menjadi tremor (perubahan pada otot cukup rumit dan sulit
dipahami). Komposisi otot berubah sepanjang waktu (miofibril digantikan oleh
lemak, kolagen, dan jaringan parut) (Nugroho, 2008).
8). Gastrointestinal
Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan peristaltik
menurun sehingga daya tahan absorpsi juga ikut menurun. Ukuran lambung mengecil
serta fungsi organ aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi
hormon dan enzim (Maryam, 2008).

Universitas Sumatera Utara

35

9). Vesika Urinaria
Otot-otot melemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan
frekuensi buang air seni meningkat. Prostate: Hipertrofi pada 75% lansia (Maryam,
2008)
10). Endokrin
Produksi hormon menurun. Pada kelenjar pituitary pertumbuhan hormon ada
tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh darah. Produksi dari ACTH, TSH,
FSH, LH dan Aldosteron menurun, sekresi hormon kelamin seperti progesteron,
esterogen dan testosterone juga mengalami penurunan (Maryam, 2008).
11). Kulit
Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan
telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularirasi menurun, rambut memutih (uban),
kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan
seperti tanduk (Maryam, 2008).
Pada sistem integumen, kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan
lemak dan permukaan kulit menjadi kusam, kasar, bersisi, timbul bercak pigmentasi
akibat proses melanogenesis yang tidak merata pada permukaan kulit sehingga
tampak bintik-bintik atau noda coklat, terjadi perubahan disekitar mata, tumbuhnya
kerutan halus di ujung mata akibat lapisan kulit menipis, jumlah dan fungsi kelenjar
keringat berkurang (Nugroho, 2008).

Universitas Sumatera Utara

36

12). Belajar dan Memori
Kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun. Memori (daya ingat)
menurun karena proses encoding menurun (Maryam, 2008). Lansia yang tidak
memiliki demensia atau gangguan alzaimer, masih memiliki kemampuan belajar yang
baik. Hal ini sesuai dengan prinsip belajar sejak lahir sampai akhir hayat. Pelayanan
kesehatan lanjut usia yang bersifat promotif, prefentif, kuratif, dan rehabilitatif adalah
untuk memberikan kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar yang
disesuaikan dengan kondisi masing-masing lanjut usia yang dilayani.
b. Perubahan Mental
Menurut (Nugroho, 2008) perubahan-perubahan mental yang terjadi pada
lanjut usia adalah perubahan pada sikap yang semakin egosentris, mudah curiga dan
bertambah pelit atau tamak bila memiliki sesuatu. Sikap umum yang di temukan pada
hampir setiap lanjut usia, yakni keinginan berumur panjang, tenaganya sedapat
mungkin di hemat. Mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat. Ingin
mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap berwibawa. Jika meninggal pun,
mereka ingin meninggal secara terhormat dan masuk surga. Faktor yang
memengaruhi perubahan mental: perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat
pendidikan, keturunan (herediter) dan lingkungan.
Perubahan mental ketika seseorang memasuki masa lansia akan memengaruhi
kesehatan badannya. Sikap hidup, perasaan, dan emosi akan memengaruhi perubahan
mental lansia. Perubahan mental seseorang dipengaruhi oleh tipe kepribadian orang
tersebut. Seseorang yang kepribadiannya ambisius akan selalu berambisi untuk lebih

Universitas Sumatera Utara

37

mau ketika memasuki masa lansia akan cenderung gelisah, mudah stress, merasa di
remehkan, dan tidak siap tinggal dirumah. Sebaliknya jika kepribadian seseorang itu
tenang dan mencapai sesuatu dengan usaha yang tidak terburu-buru, orang tersebut
tidak menunjukkan perubahan mental yang negatif. Bahkan, mereka selalu
mensyukuri segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya. Pandangan seseorang
terhadap orang yang sudah lansia berbeda secara sosial. Sikap sosial yang kurang
baik ini sering menyebabkan lansia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Pada budaya timur, adat nilai yang masih mengagungkan dan menghormati orang
tua. Orang tua dianggap sebagai orang yang bijaksana dan banyak pengalaman yang
selalu menjadi panutan. Perubahan mental pada lansia dapat dikurangi dengan sikap
positif “orang muda” yang tidak menilai lansia sebagai orang lusuh, lemah, siap
dibuang, dan menjadi beban orang lain (Maryam, 2008).

2.4 Landasan Teori
Menurut Kulbok (2004), terdapat beberapa hal yang mempengaruhi
kemandirian yaitu :
a. Jenis Kelamin
Kemandirian lansia dipengaruhi oleh jenis kelamin dalam hal ini, laki-laki
memiliki kemandirian yang tinggi dibandingkan perempuan.

Universitas Sumatera Utara

38

b. Usia
Seseorang yang telah memasuki lanjut usia biasanya akan mengalami penurunan
dalam berbagai hal termasuk tingkat kemandirian dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.
c. Struktur Keluarga
Struktur keluarga merupakan susunan atau pola yang dibangun didalam keluarga.
Struktur kelurga dapat menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi
keluarga di masyarakat sekitarnya dan memiliki keterkaitan yang erat dengan
fungsi keluarga.
d. Budaya
Setiap daerah memiliki adat isdiadat yang berbeda. Pada budaya barat lansia lebih
mandiri.
e. Lingkungan
Manusia sebagai makhluk sosial memang tidak dapat dipisahkan dengan manusia
lain dan juga lingkungan tempat tinggalnya. Lingkungan yang baik dapat
mendukung lansia untuk mandiri.
f. Keinginan individu untuk bebas
Setiap individu berbeda, ada yang ingin melakukan sesuatu dengan bebas tanpa
harus di kekang oleh orang lain. Perbedaan setiap individu ini juga mempengaruhi
keinginan setiap orang untuk mandiri.
Selanjutnya Menurut Hardywinoto (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi
kemandirian lanjut usia di pengaruhi oleh berbagai faktor yaitu :

Universitas Sumatera Utara

39

a. Faktor Kesehatan
Faktor kesehatan bagi penduduk lanjut usia sebagai faktor yang memengaruhi
kemandirian lanjut usia perlu diperhatikan meliputi keadaan kesehatan fisik dan
mental. Faktor kesehatan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia dan daya tahan fisik
terhadap serangan penyakit. Faktor kesehatan mental meliputi penyesuaian terhadap
kondisi lanjut usia.
(1) Kesehatan Fisik
Pada umumnya disepakati bahwa kebugaran dan kesehatan mulai
menurun pada usia setengah baya. Pada lanjut usia juga mengalami penurunan
kekuatan fisik, panca indra, potensi dan kapasitas intelektual. Dengan
demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali dengan keadaan
penurunan tersebut. Penurunan fisik dapat terlihat dengan perubahan fungsi
tubuh serta organ.
(2) Kesehatan Mental
Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia
secara otomatis akan timbul kemunduran kemampuan mental. Salah satu
penyebab menurunnya kesehatan mental adalah menurunanya pendengaran.
Dengan menurunnya fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang lanjut
usia, maka banyak dari mereka yang gagal dalam menangkap isi pembicaraan
orang lain sehingga mudah menimbulkan perasaan tersinggung, tidak dihargai
dan kurang percaya diri.

Universitas Sumatera Utara

40

b. Faktor Sosial
Sosialisasi lanjut usia mengalami kemunduran setelah terjadinya pemutusan
hubungan kerja atau tibanya saat pensiun. Teman-teman sekerja yang biasanya
menjadi menjadi curahan segala masalah sudah tidak dapat di jumpai setiap hari.
Lebih-lebih

lagi

ketika

teman

sebaya/sekampung

sudah

lebih

dahulu

meninggalkannya. Sosialisasi yang dapat dilakukan adalah dengan keluarga dan
masyarakat yang relative berusia muda.
(1) Aktivitas Sosial
Pada umumnya hubungan sosial yang lansia lakukan mengacu pada
pertukaran sosial. Dalam teori pertukaran sosial sumber kebahagiaan manusia
berasal dari hubungan sosial. Hubungan ini mendatangkan kepuasan yang timbul
dari perilaku orang lain. Pekerjaan yang di lakukan sendiripun dapat
menimbulkan kebahagiaan seperti halnya membaca buku, membuat karya seni,
dan sebagainya karena pengalaman-pengalaman tersebut dapat dikomunikasikan
dengan orang lain. Secara sosial lansia mandiri itu melakukan aktivitas sosial,
memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan mendapat dukungan dari
keluarga dan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

41

Faktor yang mempengaruhi
kemandirian:
Jenis Kelamin
Usia
Struktur Keluarga
Budaya
Lingkungan
Keinginan Individu
untuk bebas

Kemandirian

Faktor Kesehatan :
a. Kesehatan Fisik
b. Kesehatan Mental
Faktor Sosial :
Aktifitas Sosial

Gambar 2.1 Kerangka Teori
Teori Kulbok (2004), dan Hardywinoto (2005)

2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan pada landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat
disusun kerangka konsep sebagai berikut :
Variabel Independen
a.
b.
c.
d.
e.

Usia
Jenis Kelamin
Kondisi Kesehatan Fisik
Kondisi Kesehatan Mental
AktivitasSosial

Variabel Dependen

Kemandirian Lanjut Usia

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEMANDIRIAN LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LAMPASI KECAMATAN PAYAKUMBUH UTARA TAHUN 2011.

0 1 10

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kemandirian Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Rantau Utara Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2012

0 0 17

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kemandirian Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Rantau Utara Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2012

0 0 2

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kemandirian Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Rantau Utara Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2012

0 0 10

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kemandirian Lanjut Usia di Desa Aek Raru Wilayah Kerja Puskesmas Langkimat Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2016

0 0 18

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kemandirian Lanjut Usia di Desa Aek Raru Wilayah Kerja Puskesmas Langkimat Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2016

0 0 2

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kemandirian Lanjut Usia di Desa Aek Raru Wilayah Kerja Puskesmas Langkimat Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2016

0 0 11

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kemandirian Lanjut Usia di Desa Aek Raru Wilayah Kerja Puskesmas Langkimat Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2016 Chapter III VI

0 0 41

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kemandirian Lanjut Usia di Desa Aek Raru Wilayah Kerja Puskesmas Langkimat Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2016

1 3 5

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kemandirian Lanjut Usia di Desa Aek Raru Wilayah Kerja Puskesmas Langkimat Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2016

0 0 31