Pengaruh Pelatihan Ronde Keperawatan terhadap Kinerja Perawat dalam Pemberian Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Royal Prima Medan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Konsep Manajemen Keperawatan
2.1.1. Definisi Manajemen Keperawatan
Manajemen keperawatan merupakan suatu bentuk koordinasi dan integrasi
sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk
mencapai tujuan dan obyektifitas asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan
(Huber, 2000). Kelly dan Heidental (2004) menyatakan bahwa manajemen
keperawatan dapat didefinisikan sebagai suatu proses dari perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan untuk mencapai tujuan. Proses
manajemen dibagi menjadi lima tahap yaitu perencanaan, pengorganisasian,
kepersonaliaan, pengarahan dan pengendalian (Marquis & Huston, 2003).
Manajemen keperawatan memahami dan memfasilitasi pekerjaan perawat
pelaksana serta mengelola kegiatan keperawatan. Suyanto (2009) menyatakan
bahwa lingkup manajemen keperawatan adalah manajemen pelayanan kesehatan
dan manajemen asuhan keperawatan. Manajemen pelayanan keperawatan adalah
pelayanan di rumah sakit yang dikelola oleh bidang perawatan melalui tiga
tingkatan manajerial yaitu manajemen puncak (kepala bidang keperawatan),
manajemen menengah (kepala unit pelayanan atau supervisor), dan manajemen
bawah (kepala ruang perawatan). Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat
dipengaruhi oleh manajer keperawatan melaksanakan peran dan fungsinya.
Universitas Sumatera Utara
Manajemen keperawatan adalah proses kerja setiap perawat untuk
memberikan pengobatan dan kenyamanan terhadap pasien. Tugas manager
keperawatan adalah merencanakan, mengatur, mengarahkan dan mengawasi
keuangan yang ada, peralatan dan sumber daya manusia untuk memberikan
pengobatan yang efektif dan ekonomis kepada pasien (Gillies, 1994).
2.1.2. Prinsip-Prinsip Manajemen Keperawatan
Seorang manajer keperawatan melaksanakan manajemen keperawatan
untuk memberikan perawatan kepada pasien. Kurniadi (2013) menyatakan bahwa
prinsip-prinsip manajemen keperawatan adalah memenuhi kebutuhan asuhan
keperawatan yang efektif, memanfaatkan waktu yang efektif, melibatkan staf
dalam pembuatan keputusan, mengorganisir struktur organisasi, memberikan
motivasi, mengembangkan staf, menerapkan komunikasi efektif yang baik
terhadap sejawat perawat atau tenaga kesehatan lainnya dan melakukan langsung
kegiatan pengarahan serta pengendalian.
2.1.3. Fungsi-Fungsi Manajemen Keperawatan
Manajemen memerlukan peran orang yang terlibat di dalamnya untuk
menyikapi posisi masing-masing sehingga diperlukan fungsi-fungsi yang jelas
mengenai manajemen (Suarli & Bahtiar, 2009). Fungsi manajemen pertama sekali
diidentifikasi oleh Henri Fayol (1925) yaitu perencaanaan, organisasi, perintah,
koordinasi, dan pengendalian. Akhirnya, fungsi manajemen ini merujuk pada
fungsi sebagai proses manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian,
ketenagaan, pengarahan, pengawasan (Marquis & Huston, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen. Perencanaan adalah
koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan dengan menerapkan proses
manajemen untuk mencapai asuhan keperawatan dan tujuan layanan keperawatan
(Huber, 2000). Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan bahwa perencanaan adalah
suatu keputusan dimasa yang akan datang tentang apa, siapa, kapan, dimana,
berapa, dan bagaimana yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang
dapat ditinjau dari proses, fungsi dan keputusan. Perencanaan memberikan
informasi untuk mengkoordinasikan pekerjaan secara akurat dan efektif tanpa
perencanaan yang adekuat, proses manajemen pelayanan kesehatan akan gagal
(Marquis dan Huston, 2013).
Pengorganisasian dilakukan setelah perencanaan. Pengorganisasian adalah
langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai macam
kegiatan, menetapkan tugas pokok dan wewenang serta pendelegasian wewenang
oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan (Muninjaya, 2004).
Huber (2000) menyatakan bahwa pengorganisasian adalah memobilisasi sumber
daya manusia dan material dari lembaga untuk mencapai tujuan organisasi, dapat
juga untuk mengidentifikasi antara hubungan yang satu dengan yang lain.
Pengorganisasian dapat dilihat secara statis dan dinamis. Secara statis merupakan
wadah kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan, sedangkan secara
dinamis merupakan suatu aktivitas dari tata hubungan kerja yang teratur dan
sistematis untuk mencapai tujuan tertentu (Suarli & Bahtiar, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Pengarahan adalah fase kerja manajemen, dimana manajer berusaha
memotivasi, membina komunikasi, menangani konflik, kerja sama, dan negosiasi
(Marquis & Huston, 2003). Pengarahan adalah fungsi manajemen yang memantau
dan menyesuaikan perencanaan, proses, dan sumber yang efektif dan efisien
mencapai tujuan (Huber, 2000). Pengarahan yang efektif akan meningkatkan
dukungan perawat untuk mencapai tujuan manajemen keperawatan dan tujuan
asuhan keperawatan (Swanburg, 2000). Motivasi sering disertakan dengan
kegiatan
orang
lain
mengarahkan,
bersamaan
dengan
komunikasi
dan
kepemimpinan (Huber, 2000).
Pengendalian adalah fungsi yang terus menerus dari manajemen
keperawatan yang terjadi selama perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan,
pengarahan (Swanburg, 2000). Pengendalian adalah pemantauan dan penyesuaian
rencana, proses, dan sumber daya yang secara efektif mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Huber, 2000). Selama fase pengendalian, kinerja diukur menggunakan
standar yang telah ditentukan dan tindakan diambil untuk mengoreksi
ketidakcocokan antara standar dan kinerja (Marquis dan Huston, 2013). Fungsi
pengawasan bertujuan agar penggunaan sunber daya lebih efisien dan staf dapat
lebih efektif untuk mencapai tujuan program (Muninjaya, 2004). Pengendalian
dilakukan melalui kegiatan seperti mengevaluasi pelaksanaan perencanaan,
kegiatan pre-conference, kegiatan overan, kegiatan post-conference dan kegiatan
ronde keperawatan (Kurniadi, 20013).
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Ronde Keperawatan
2.2.1. Konsep Ronde Keperawatan
Pelayanan keperawatan memiliki peran yang sangat strategis dalam
mewujudkan kualitas pelayanan sebuah rumah sakit yang excellent. Salah satu
strategi yang disarankan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan
adalah dengan pelaksanaan program ronde keperawatan secara berkala dan
sistematis (Studer Group, 2007). Berikut akan dijelaskan konsep terkait ronde
keperawatan.
2.2.2. Definisi Ronde Keperawatan
Menurut Kozier, Erb & Berman (2004) menyatakan bahwa ronde
keperawatan merupakan prosedur dimana dua atau lebih perawat mengunjungi
pasien untuk mendapatkan informasi yang akan membantu dalam merencanakan
pelayanan keperawatan dan memberikan kesempatan pada pasien untuk
mendiskusikan
masalah
keperawatannya
serta
mengevaluasi
pelayanan
keperawatan yang telah diterima pasien.
Beberapa ahli mengungkapkan pengertian tentang ronde keperawatan.
Meade et al. (2006) menyatakan ronde keperawatan sebagai kesempatan untuk
melibatkan pasien dalam proses keperawatan, dan menunjukkan kepedulian
perawatan terhadap kesehatan dan kesembuhan pasien. Swansburg & Swansburg
(2001) menyatakan bahwa ronde keperawatan merupakan prosedur dimana dua
atau lebih perawat mengunjungi pasien untuk mendapatkan informasi yang akan
membantu dalam merencanakan pelayanan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
Ford (2010), mendefinisikan ronde keperawatan sebagai salah satu tehnik
untuk mengorganisasikan pelayanan keperawatan secara proaktif yang berfokus
kepada pasien. Tea, Ellison dan Fadian (2008) mendefinisikan ronde keperawatan
sebagai proses yang dilakukan perawat secara proaktif untuk memenuhi
kebutuhan pasien dengan mengunjungi pasien secara rutin ke ruangannya dan
memeriksa hal-hal yang spesifik dan melakukan pekerjaan untuk memenuhi
kebutuhan dasar pasien secara konsisten.
Beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ronde
keperawatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memberikan peningkatan
pengetahuan dan keterampilan pada perawat untuk mengatasi masalah
keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat, dengan pasien terlibat aktif
dalam diskusi dengan membahas masalah keperawatan serta mengevaluasi hasil
tindakan yang telah dilakukan.
2.2.3. Tujuan Ronde Keperawatan
Clement (2011) menyebutkan ada dua tujuan dilaksanakannya ronde
keperawatan yaitu bagi perawat dan bagi pasien.
Pertama, bagi perawat bertujuan untuk melihat kemampuan staf dalam
manajemen pasien, mendukung pertumbuhan dan pengembangan professional,
meningkatkan pengetahuan perawat dengan menyajikan dalam format studi kasus,
menyediakan kesempatan pada staf perawat untuk belajar meningkatkan
keterampilan klinis, membangun kerjasama dan rasa hormat, meningkatkan
retensi perawat berpengalaman dan mempromosikan kebanggaan dalam profesi
keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
Kedua, bagi pasien bertujuan untuk mengamati kondisi fisik dan mental
pasien dan kemajuan dari hari ke hari, membuat pengamatan khusus dan
memberikan laporan ke dokter, memperkenalkan pasien ke petugas dan
sebaliknya, melaksanakan rencana yang dibuat untuk perawatan pasien,
mengevaluasi hasil pengobatan dan kepuasan pasien serta memodifikasi tindakan
keperawatan yang diberikan.
2.2.4. Manfaat Ronde Keperawatan
Banyak manfaat dengan dilakukannya ronde keperawatan oleh perawat
yaitu: a) ronde keperawatan akan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan
perawat. Clement (2011) menyebutkan manfaat ronde keperawatan adalah
membantu mengembangkan keterampilan keperawatan, selain itu juga menurut
Wolak, Cairns, dan Smith (2008) dengan adanya ronde keperawatan akan menguji
pengetahuan perawat. Peningkatan ini bukan hanya keterampilan dan pengetahuan
keperawatan saja, tetapi juga peningkatan secara menyeluruh. Hal ini dijelaskan
oleh Wolak, Cairns dan Smith (2008) peningkatan kemampuan perawat bukan
hanya keterampilan keperawatan tetapi juga memberikan kesempatan pada
perawat untuk tumbuh dan berkembang secara profesional, b) melalui kegiatan
ronde keperawatan, perawat dapat mengevaluasi kegiatan yang telah diberikan
pada pasien berhasil atau tidak. Melalui ronde keperawatan, evaluasi kegiatan,
rintangan yang dihadapi oleh perawat atau keberhasilan dalam asuhan
keperawatan dapat dinilai (Clement, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, c) ronde keperawatan merupakan sarana belajar bagi perawat
dan siswa perawat. Ronde keperawatan merupakan studi percontohan yang
menyediakan sarana untuk menilai pelaksanaan keperawatan yang dilakukan oleh
perawat (Wolak, Cairns & Smith, 2008). Sedangkan bagi siswa perawat dengan
ronde keperawatan akan mendapat pengalaman secara nyata di lapangan,
d)
manfaat
ronde
keperawatan
yang
lain
adalah
untuk
membantu
mengorientasikan perawat baru pada pasien. Banyak perawat yang baru masuk
tidak tahu mengenai pasien yang di rawat di ruangan. Dengan ronde keperawatan
hal ini dapat dicegah, ronde keperawatan membantu mengorientasikan perawat
baru pada pasien (Clement, 2011), e) ronde keperawatan juga dapat meningkatkan
kepuasan pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian Nancy (2009) bahwa ronde
keperawatan dapat meningkatkan kepuasan pasien lima kali dibanding tidak
dilakukan ronde keperawatan.
Nursalam dan Efendi (2008), manfaat ronde keperawatan yaitu: 1) untuk
menumbuhkan cara berpikir kritis dan sistematis, 2) meningkatkan kemampuan
validasi data klien, 3) meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis
keperawatan, 4) menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang
berorientasi pada masalah klien, 5) meningkatkan kemampuan memodifikasi
rencana asuhan keperawatan dan, 6) meningkatkan kemampuan menilai hasil
kerja.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Mekanisme Ronde Keperawatan
Mekanisme ronde keperawatan yaitu: a) perawat sebelum melakukan
ronde keperawatan sebaiknya membaca laporan mengenai pasien melalui status
pasien. Hal ini dianjurkan Clement (2011) bahwa perawat sebaiknya melihat
laporan penilaian fisik dan psikososial pasien 2-3 menit. Selain itu juga perawat
menetapkan tujuan yang ingin dicapai ketika pelaksanaan ronde keperawatan.
Sebelum menemui pasien, sebaiknya perawat membahas tujuan yang ingin
dicapai ketika pelaksanaan ronde keperawatan. Sebelum menemui pasien
sebaiknya perawat membahas tujuan yang ingin dicapai, b) perawat menentukan
pasien yang akan dilakukan ronde keperawatan. Hal ini disebut Sitorus (2006)
sebelum dilakukan ronde keperawatan, perawat primer (PP) menentukan 2-3 klien
yang akan dilakukan ronde dan tentukan pasien yang akan di ronde. Sebaliknya
dipilih klien yang membutuhkan perawatan khusus dengan masalah yang relatif
kompleks, c) ketika ronde keperawatan dilakukan pada pasien, perawat
melaporkan kondisi, tindakan yang sudah dilakukan dan akan dilakukan,
pengobatan serta rencana yang lain. Selama ronde, perawat yang ditugaskan untuk
klien memberikan ringkasan singkat dari kebutuhan keperawatan klien dan
intervensi yang sedang dilaksanakan (Kozier, et al., 2004), d) waktu pelaksanaan
ronde bermacam-macam tergantung kondisi dan situasi ruangan. Sitorus (2006)
menyebutkan waktu yang dilakukan untuk melakukan keseluruhan ronde adalah
setiap hari dengan waktu kurang lebih satu jam ketika intensitas kegiatan di ruang
rawat sudah relatif tenang, e) setelah ronde keperawatan dilakukan diskusi dengan
perawat yang mengikuti ronde keperawatan (Nursalam & Efendi, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.2.6. Langkah-Langkah Ronde Keperawatan
Ramani (2003) tahapan ronde keperawatan adalah (1) Pre-rounds:
Prepation
(persiapan),
planning
(perencanaan),
orientation
(orientasi)
(2) Rounds: Introduction (pendahuluan), Interaction (interaksi), observation
(pengamatan),
instruction
(pengajaran),
summarizing
(kesimpulan)
(3) Post-Rounds: debriefing (tanyajawab), feedback (saran), reflection (refreksi),
preparation (persiapan).
Birnbaumer (2007) mengatakan persiapan ronde keperawatan yaitu:
a) Before rounds meliputi: persiapan, terdiri dari membut tujuan kegiatan ronde
keperawatan dan membaca status pasien dengan jelas sebelum melakukan ronde
keperawatan, orientasi perawat, terdiri dari membuat menyadari tujuan:
Demonstrasi temuan klinis, komunikasi dengan pasien, pemodelan perilaku
professional dan Orientasi pasien, b) During rounds meliputi: menetapkan
lingkungan, membuat lingkungan yang nyaman serta dorong untuk mengajukan
pertanyaan, menghormati bagi perawat hormati mereka sebagai pemberi layanan
pada pasien dan bagi pasien perlakukan sebagai manusia, bukan hanya obyek dari
latihan mengajar, peka terhadap penyakit yang mempengaruhi kehidupan pasien,
libatkan semua perawat, bertujuan untuk mengajar semua tingkat peserta didik
dan mendorong semua untuk berpartisipasi , libatkan pasien , dorong pasien untuk
berkontribusi mengenai masalah penyakitnya, dorong pasien untuk mengajukan
pertanyaan tentang masalahnya, gunakan kata-kata yang dapat dimengerti pasien,
dsb, c) After rounds meliputi: waktu untuk pertanyaan dan memberikan umpan
balik.
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Kinerja Perawat
2.3.1. Definisi Kinerja
Kinerja adalah penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun
kualitas dalam suatu organisasi (Kurniadi, 2013). Menurut Mangkunegara (2014)
bahwa kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
sumber daya manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2.3.2. Kinerja Perawat
Perawat adalah tenaga yang mempunyai kemampuan baik intelektual,
teknikal,
interpersonal
dan
moral,
bertanggungjawab
serta
berwenang
melaksanakan asuhan keperawatan. Keperawatan menurut Lokakarya Nasional
Keperawatan tahun 1983 adalah suatu bentuk pelayanan professional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu
keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif,
ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Triwibowo, 2013).
Kinerja perawat adalah prestasi kerja yang ditunjukan oleh perawat
pelaksana dalam melaksanakan tugasnya sehingga menghasilkan output yang baik
kepada organisasi, perawat dan pasien dalam kurun waktu tertentu. Ada tiga
komponen penting dalam kinerja yaitu: memberikan arahan dan mempengaruhi
perilaku kerja yang diharapkan dari setiap personil, mengukur seorang personil
telah mencapai kinerja yang diharapkan dan penilaian kinerja secara regular yang
dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja personal (Kurniadi, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Indikator kinerja perawat adalah variabel untuk mengukur prestasi suatu
pelaksanaan kegiatan dalam waku tertentu. Indikator yang berfokus pada hasil
asuhan keperawatan kepada pasien dan proses pelayanannya disebut indikator
kinerja. Indikator kinerja perawat baik adalah tingkat kepuasan pasien dan
perawat tinggi serta zero complain dari pelanggan (Kurniadi, 2013). Keperawatan
sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan didasarkan pada ilmu
pengetahuan dan perwat memiliki keterampilan dalam keahliannya, sebagai
profesi keperawatan otonomi dalam kewenangan dan tanggungjawab dalam
memberikan tindakan disertai dengan kode etik dalam implementasinya yang
berorientasi pada pelayanan melalui pemberian asuhan keperawatan kepada
individu, kelompok atau masyarakat (Hidayat, 2009).
Menurut Nursalam (2011), indikator kinerja perawat dapat dilihat dari
pelaksanaan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat
dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar pelayanan keperawatan
berfungsi untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan
kepada pasien sehingga menjadi lebih terarah. Standar praktik keperawatan
meliputi: 1) Pengkajian perawatan: data di anamnesa, untuk menegakkan diagnosa
keperawatan, 2) Diagnosa keperawatan: respon pasien yang dirumuskan
berdasarkan data status kesehatan pasien, 3) Perencanaan keperawatan: disusun
sebelum melaksanakan tindakan, 4) Implementasi atau pelaksanaan tindakan
keperawatan: ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien dipenuhi secara
maksimal, 5) Evaluasi perawat: dilakukan secara periodik dari semua tindakan
dan rencana tindakan yang tidak terlaksana.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat
Kinerja dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yakni faktor internal individu dan
faktor eksternal individu. Faktor internal yaitu faktor yang dihubungkan dengan
sifat-sifat seseorang, misalnya seseorang yang kinerja baik disebabkan seseorang
tersebut mempunyai kemampuan tinggi sedangkan seseorang yang kinerja tidak
baik disebabkan karena kemampuan yang rendah. Faktor eksternal yaitu faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan, seperti
perilaku, sikap, tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan
iklim organisasi (Mangkunegara, 2014).
Gibson, Ivancevich & Donally (1997) menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku dan kinerja seseorang adalah faktor individu
(kemampuan, latar belakang dan demografi), faktor organisasi (sumber daya,
imbalan, struktur, desain pekerjaan serta gaya kepemimpinan) dan faktor
psikologis (persepsi, sikap, kepribadian dan motivasi).
Menurut Rivai (2005), ada tiga kelompok variabel yang mempunyai
perilaku kerja dan kinerja yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel
psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang
pada akhirnya berpengaruh pada kerja personel. Variabel tersebut meliputi:
a) variabel individu dikelompokkan pada subvariabel kemampuan, keterampilan
dan latar belakang demografi, b) variabel organisasi dikelompokkan pada
subvariabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan dan struktur desain pekerjaan,
c) variabel psikologi dikelo mpokkan pada subvariabel persepsi, sikap,
kepribadian, belajar dan motivasi.
Universitas Sumatera Utara
2.3.4. Penilaian Kinerja Perawat
Penilaian kinerja merupakan suatu komponen dari sistem manajemen
kinerja yang digunakan organisasi untuk memotivasi pekerja. Tujuan utama
penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki kinerja. Penilaian kinerja perawat
adalah pengukuran efesiensi, kompetensi dan efektifitas proses keperawatan dan
aktivitas yang digunakan oleh perawat dalam merawat klien guna untuk
mempertahankan, memperbaiki dan memotivasi perawat (Huber, 2000). Proses
penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku
pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume
yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses aprasial kinerja untuk
mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir, serta
pemberian penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Nursalam, 2011).
Penilaian kinerja adalah tanggung jawab utama dalam mengendalikan
fungsi manajemen. Kemampuan melakukan penilaian kinerja yang bermakna dan
efektif membutuhkan investasi waktu, upaya dan praktik dari pihak manajer.
Meskipun penilaian kinerja tidak pernah menjadi hal yang mudah, jika digunakan
dengan tepat maka penilaian ini akan menghasilkan pertumbuhan pegawai dan
meningkatkan produktivitas dalam organisasi. Hasil proses penilaian harus
memberikan informasi kepada manajer untuk melakukan pelatihan dan memenuhi
kebutuhan pegawai terhadap pendidikan. Penilaian kinerja perawat berdasarkan
Standar Asuhan Keperawatan mengacu kepada tahapan proses keperawatan yang
meliputi: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi (Marquis & Huston, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan standar I yaitu pengkajian keperawatan, dimana perawat
mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien secara sistematis,
menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Pengkajian keperawatan
meliputi: (1) pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang, (2) sumber data adalah pasien,
keluarga atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain,
(3) data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan
pasien masa lalu, status kesehatan pasien saat ini, status biologis-psikologis-sosiospiritual dan risiko-risiko tinggi masalah keperawatan, (4) kelengkapan data dasar
mengandung unsur lengkap, akurat, relevan dan baru.
Berdasarkan standar II yaitu diagnosa keperawatan, dimana perawat
menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Proses
diagnosa keperawatan meliputi: proses diagnosa terdiri atas analisis, interprestasi
data, identifikasi masalah pasien dan perumusan diagnosa keperawatan. Diagnosa
keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau terdiri atas
masalah dan penyebab, bekerjasama dengan klien dan petugas kesehatan lain
untuk memvalidasi diagnosa keperawatan dan melakukan pengkajian ulang.
Berdasarkan standar III yaitu perencanaan keperawatan, perawat membuat
rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan
kesehatan pasien. Perencanaan keperawatan meliputi: perencanaan terdiri dari
penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan serta
bekerjasama dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan standar IV yaitu implementasi, perawat mengimplementasikan
tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria
proses tindakan implementasi meliputi: bekerjasama dengan pasien dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan, kolaborasi dengan tim kesehatan lain,
melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan lain, memberikan
pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan
asuhan diri serta membantu memodifikasi lingkungan yang digunakan. Mengkaji
ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon pasien.
Berdasarkan standar V yaitu evaluasi keperawatan dimana perawat
mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian
tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Kriteria proses evaluasi
keperawatan meliputi: menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara
komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data dasar dan
respons pasien dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan,
memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat, bekerjasama
dengan pasien dan keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan,
mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
Standar asuhan keperawatan tersebut untuk pelayanan keperawatan
menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskritif mengenai tingkat
penampilan yang diinginkan, kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat
dinilai dalam rangka untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah
diberikan pada pasien (Swansburg & Swansburg, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Menurut
Nursalam
(2011),
tujuan
dan
manfaat
standar
asuhan
keperawatan untuk mengukur kualitas asuhan kinerja perawat dan efektifitas
manajemen organisasi. Pengembangan standar menggunakan pendekatan dan
kerangka
kerja
yang
lazim
sehingga
dapat
ditata
seseorang
yang
bertanggungjawab mengembangkan standar dan proses pengembangaan tersebut.
Standar asuhan keperawatan berfokus pada hasil pasien, standar praktik
berorientasi pada kinerja perawat profesional untuk memberdayakan proses
keperawatan. Triwibowo (2013) dalam melakukan penilaian kinerja terdapat
empat dimensi kinerja yang dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai kinerja
yaitu: a) kualitas, b) kuantitas, c) penggunaan waktu dalam kerja, d) kerjasama.
Kualitas kerja merupakan suatu standar hasil yang berkaitan dengan mutu
dari suatu produk yang dihasilkan oleh karyawan dalam hal ini merupakan suatu
kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan secara teknis dengan
perbandingan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Perbandingan pelaksanaan
antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan lainnya. Pengukuran
seperti itu menunjukkan pencapaian relatif. Kualitas pelayanan keperawatan
adalah sikap profesional perawat yang memberikan perasaan nyaman, terlindungi
pada diri setiap pasien yang sedang menjalani proses penyembuhan dimana sikap
ini merupakan kompensasi sebagai pemberi layanan dan diharapkan menimbulkan
perasaan puas pada diri pasien. Adapun kualitas tersebut dapat dilihat dari sub
indikator sebagai berikut: a) menghasilkan suatu pekerjaan yang menunjukkan
hasil yang lebih sempurna atau memuaskan sesuai dengan harapan pasien dan
b) pekerjaan yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh instansi.
Universitas Sumatera Utara
Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan
dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standar ada atau yang telah
ditetapkan oleh perusahan, perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan yang
sedang berlangsung atau dengan pelaksanaan secara historis. Kuantitas tidak
hanya menunjukan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan, namun juga
dapat melihat apakah meningkat atau berkurang.
Penggunaan
waktu
dalam
kerja
yaitu
tingkat
ketidakhadiran,
keterlambatan, waktu kerja efektif/jam kerja hilang, ketepatan waktu merupakan
tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang ditentukan, dilihat dari
sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia
untuk aktivitas lain. Ketepatan waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap
suatu aktivitas yang disediakan diawal waktu sampai menjadi output.
Kerjasama dengan orang lain dalam bekerja. Kerjasama adalah kemampuan
seorang tenaga kerja untuk bekerjasama dengan orang lain dalam menyelesaikan
suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan, sehingga mencapai daya guna
dan hasil guna yang sebesar-besarnya. Kerjasama adalah sebuah sistem pekerjaan
yang dikerjakan oleh dua orang atau lebih untuk mendapatkan tujuan yang
direncanakan bersama. Kerjasama dalam tim kerja menjadi sebuah kebutuhan
dalam mewujudkan keberhasilan kinerja dan prestasi kerja. Komunikasi akan
berjalan baik dengan dilandasi kesadaran tanggung jawab tiap anggota. Kerjasama
dilakukan oleh sebuah tim lebih efektif daripada kerja secara individual.
West (2002) membuktikan bahwa kerjasama secara berkelompok
mengarah pada efisiensi dan efektivitas yang lebih baik. Hal ini sangat berbeda
Universitas Sumatera Utara
dengan kerja yang dilaksanakan oleh perorangan. Setiap tim maupun individu
sangat berhubungan erat dengan kerjasama yang dibangun dengan kesadaran
pencapaian prestasi dan kinerja. Keunggulan yang dapat diandalkan dalam
kerjasama pada kerja tim adalah munculnya berbagai penyelesaian secara sinergi
dari berbagai individu yang tergabung dalam kerja tim. Kontribusi tiap-tiap
individu dapat menjadi sebuah kekuatan yang terintegrasi. Individu dikatakan
bekerjasama jika upaya-upaya dari setiap individu tersebut secara sistematis
terintegrasi untuk mencapai tujuan bersama. Dalam mencapai tujuan bersama,
kerjasama memberikan manfaat yang besar bagi kerja tim. Biasanya organisasi
berbasis kerja tim memiliki struktur yang ramping. Organisasi akan bisa merespon
dengan cepat dan efektif lingkungan yang cepat berubah.
Empat dimensi kinerja diatas, dua hal terkait dengan aspek keluaran atau
hasil pekerjaan, yaitu: kualitas hasil, kuantitas keluaran dan dua hal terkait aspek
perilaku individu, yaitu: penggunaan waktu dalam kerja (tingkat kepatuhan
terhadap jam kerja, disiplin) dan kerjasama. Menurut Gillies (1996) menyatakan
bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses menilai tentang hasil asuhan
keperawatan pada pasien untuk mengevaluasi kelayakan dan keefektifan tindakan.
Penilaian kinerja (Performance Appraisal) adalah sistem formal untuk menilai
dan mengevaluasi kenerja tugas individu atau tim (Mondy, 2008). Penilaian
kinerja merupakan hal yang penting demi mencapai suksesnya manajemen kerja.
Swansburg & Swansburg (2001) menjelaskan bahwa penilaian kinerja
merupakan alat manajemen kunci untuk mengevaluasi produktivitas pekerja.
Tujuan penilaian kinerja mencakup kompensasi, konseling, pelatihan dan
Universitas Sumatera Utara
pengembangan, promosi, perencanaan staf, penerapan, pengeluaran, validasi
teknik pilihan, motivasi melalui umpan balik dan dokumentasi untuk perlindungan
legal.
2.3.5. Manfaat Penilaian Kinerja
Nursalam (2008) menjelaskan manfaat dari penilaian kerja yaitu:
1) meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu atau kelompok dengan
memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi di
dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan rumah sakit, 2) peningkatan yang
terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya akan mempengaruhi
atau mendorong SDM secara keseluruhannya, 3) merangsang minat dalam
pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya dan prestasi
dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang prestasinya,
4) membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan
pelatihan staf yang lebih tepat guna sehingga rumah sakit akan mempunyai tenaga
yang cakap dan tampil untuk pengembangan pelayanan perawatan dimasa depan,
5) menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja
meningkastkan gajinya atau sistem imbalan yang baik dan 6) memberikan
kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan perasaannya tentang
pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan
dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.
Universitas Sumatera Utara
2.3.6. Alat Penilaian Kinerja
Marquis dan Huston (2013) menjelaskan tentang alat yang dapat
digunakan untuk menilai kinerja perawat yaitu : 1) Daftar tilik, daftar ini terdiri
atas berbagai pernyataan prilaku yang mewakili perilaku kerja yang ditentukan.
Setiap pernyataan perilaku mewakili skor berat yang menyertainya atau sering
disebut dengan poin yang dapat dikumpulkan oleh pegawai, 2) Essai yaitu
penilaian ini berbentuk narasi yang dituliskan berdasarkan kekuatan pegawai dan
area yang membutuhkan perkembangan serta pertumbuhan. Teknik penilaian ini
memiliki kekuatan karena dapat memaksa penilai untuk berfokus pada aspek
positif kinerja pegawai, dan 3) Penilaian diri. Penilaian ini berbentuk fortofolio
yang berisikan tentang narasi cara pegawai mengimplementasikan pedoman klinis
dan kriteria hasil pasien yang dicapai, tujuan pegawai serta rencana kerja untuk
mencapai tujuan.
Menurut Nursalam (2011), jenis alat evaluasi pelaksanaan kerja perawat
yang umum digunakan ada lima yaitu laporan bebas, pengurutan yang sederhana,
checklist pelaksanaan kerja, penilaian grafik dan perbandingan pilihan yang
dibuat. Laporan tanggapan bebas yaitu pemimpin atau atasan diminta memberikan
komentar tentang kualitas pelaksanaan kerja bawahan dalam jangka waktu
tertentu, sedangkan checklist pelaksanaan kerja yaitu checklist yang terdiri atas
daftar kriteria pelaksanaan kerja untuk tugas yang paling penting dalam deskripsi
kerja karyawan dengan lampiran formulir dimana penilai dapat menyatakan
bahwa bawahan dapat memperlihatkan tingkah laku yang diinginkan atau tidak.
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Pelatihan
2.4.1. Definisi Pelatihan
Pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia,
terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian.
Pelatihan juga merupakan bagian dari suatu proses pendidikan yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan khusus seseorang atau
kelompok orang (Mangkunegara, 2014). Pelatihan adalah suatu kegiatan dari
instansi yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap,
tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan dari perawat sesuai dengan
keinginan institusi keperawatan (Simamora, 2014).
2.4.2. Tujuan Pelatihan
Menurut Notoatmodjo (2009), tujuan pelatihan yaitu: a) meningkatkan
produktifitas
kerja.
Peningkatan
produkifitas
kerja
terjadi
disebabkan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan staf selalu diperbaharui dan
disesuaikan dengan standar, b) meningkatkan mutu kerja. Pelatihan memberikan
informasi tentang standar pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh staf. Standar
tersebut akan menjadi pedoman bagi staf ketika melaksanakan pekerjaannya
sehingga secara tidak langsung mutu kerja dapat terbentuk, c) meningkatkan
ketepatan dalam perencanaan sumber daya manusia khususnya perawat. Pelatihan
dan pengembangan staf bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan sehingga dapat diketahui bagian atau
jabatan yang memerlukan penambahan atau rotasi pegawai.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, d) meningkatkan moral kerja. Berbagai materi yang berkaitan
dengan area kerja staf dapat disampaikan dalam pelatihan dan pengembangan
termasuk moral dan etika dalam bekerja, e) menjaga keselamatan dan menunjang
pengembangan seseorang. Pelatihan dan pengembangan akan memberikan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dimiliki oleh staf sehingga staf
selalu siap apabila diberikan kesempatan promosi untuk pengembangan karir,
f) meningkatkan kematangan kepribadian staf. Pelatihan dan pengembangan akan
meningkatkan sikap dan kepribadian staf dalam menunjang produktifitas kerja,
g) meningkatkan kemampuan intelektual dan keterampilan. Peningkatan
intelektual dan keterampilan dapat terjadi apabila materi pelatihan dan
pengembangan berkaitan langsung dengan peran dan tugas yang harus dikerjakan
staf. Tujuan pelatihan menyimpulkan bahwa seorang perawat perlu mengikuti
pelatihan agar kinerjanya selalu tinggi dan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan yang pada akhirnya akan memenuhi harapan pasien.
2.4.3. Manfaat Pelatihan
Menurut Simamora (2012), manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya
program pelatihan terhadap perawat
pengurangan
pemborosan,
yaitu meningkatkan rasa puas perawat,
mengurangi
ketidakhadiran
dan
turn
over,
memperbaiki metode dan sistem kerja, menaikkan tingkat penghasilan,
mengurangi biaya lembur, mengurangi biaya pemeliharaan peralatan keperawatan,
mengurangi keluhan perawat, mengurangi kecelakaan kerja, memperbaiki
komunikasi, meningkatkan pengetahuan perawat, memperbaiki moral perawat dan
menimbulkan kerjasama yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
2.4.4. Dimensi Program Pelatihan
Menurut Sofyan (2008), dimensi program pelatihan yang efektif diberikan
perusahaan kepada pegawai dapat diukur melalui: 1) isi pelatihan, yaitu isi
program pelatihan relevan dan sejalan dengan kebutuhan pelatihan, dan apakah
pelatihan itu up to date, 2) kesesuaian materi, yaitu metode pelatihan yang
diberikan sesuai dengan kebutuhan dan metode pelatihan tersebut sesuai dengan
gaya belajar peserta pelatihan, 3) keterampilan instruktur (pelatih), yaitu instruktur
(pelatih) mempuyai kemampuan dan keterampilan dalam penyampaian materi
sehingga mendorong orang untuk belajar, 4) fasilitas pelatihan, yaitu tempat
penyelenggaraan pelatihan dapat dikendali oleh instruktur, apakah relevan dengan
jenis pelatihan.
2.4.5. Metode Pelatihan
Notoatmodjo (2009) menyatakan terdapat dua metode yang digunakan di
dalam pelatihan yaitu: a) metode di luar pekerjaan (off side job) seperti teknik
presentasi
informasi
yaitu
menyajikan
informasi
yang
tujuannya
mengintroduksikan kemampuan, pengetahuan, sikap dan keterampilan baru
kepada para peserta, ceramah yaitu pengajar bertatap muka langsung dengan
peserta, teknik diskusi yaitu informasi yang disajikan disusun dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan yang harus dibahas dan didiskusikan oleh para peserta,
teknik pemodelan perilaku yaitu meniru tindakan dengan cara mengobservasi,
simulasi, studi kasus, permainan peran, teknik di dalam keranjang (in basket),
b) metode di dalam pekerjaan (on the job training) seperti rotasi pekerjaan,
pembimbingan dan pelatihan posisi.
Universitas Sumatera Utara
2.4.6. Langkah-Langkah Pelaksanaan Pelatihan
Langkah-langkah untuk menyusun program pelatihan dan pengembangan
menurut Siagian (2000) yaitu: 1) penentuan kebutuhan. Tahap ini dilakukan
melalui penentuan kebutuhan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang akan
disampaikan dalam kegiatan pelatihan dan pengembangan, 2) penentuan sasaran.
Tahap penentuan sasaran menentukan bagian atau jabatan khususnya staf yang
harus mengikuti pelatihan dan pengembangan, 3) penentuan isi program. Isi
program berkaitan
dengan
penjabaran
materi
pengetahuan,
sikap,
dan
keterampilan yang disampaikan dalam kegiatan pelatihan dan pengembangan.
2.4.7. Penelitian Pelatihan terkait Kinerja Perawat
Pendidikan dan pelatihan berpengaruh terhadap kinerja perawat.
Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu bagian terpenting dalam
pengembangan staf (Marquis & Huston, 2013). Pendidikan dan pelatihan yang
diikuti perawat diharapkan dapat meningkatkan kemampuan seorang perawat baik
dalam pengetahuan, keterampilan maupun sikap (Notoatmodjo, 2009). Perawat
yang mengikuti pelatihan dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan
pelayanan keperawatan kepada pasien. Pendapat ini didukung oleh Bernadin
(2007) yang menyatakan bahwa pelatihan adalah upaya untuk mengembangkan
kinerja staf dalam pekerjaan atau yang berhubungan dengan pekerjaannya.
Pelatihan pada umumnya menekankan kepada kemampuan psikomotor, meskipun
didasari pengetahuan dan sikap sedangkan pendidikan menekankan pada ketiga
area kemampuan (kognitif, afektif dan psikomotor) yang seimbang terutama pada
pendidikan yang masih bersifat umum.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian Hasanah (2015) tentang hubungan pendidikan dan
pelatihan dengan kinerja perawat dalam pelayanan kesehatan di RSUD Muntilan
Kabupaten Magelang menunjukkan bahwa ada hubungan pendidikan dan
pelatihan dengan kinerja perawat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Dai (2008) tentang hubungan antara pelatihan terhadap
kinerja perawat, menyatakan ada hubungan yang signifikan antara pelatihan
dengan kinerja dengan interprestasi bahwa pelatihan yang diberikan sangat
menambah ilmu pengetahuan sehingga dapat meningkatkan kinerja. Hal ini
membuktikan bahwa pelatihan berpengaruh dalam kinerja seseorang.
Penelitian yang dilakukan oleh Lumbanraja (2010) menyatakan bahwa
perlunya pendidikan dan pelatihan perawat untuk meningkatkan kinerja perawat
dalam hal tindakan keperawatan, kedisiplinan, kerapian, sopan santun dan
tanggung
jawab
sehingga
diharapkan
menjadi
perawat
yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, berdisiplin serta mampu menguasai
teknologi sehingga menjadi perawat profesional yang akan menunjang kinerjanya
dalam pelayanan kesehatan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Kasenda (2013) dengan judul hubungan antara pelatihan
dengan kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD Liunkendage Tahuna
didapatkan hasil p= 0,748 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara pelatihan dengan kinerja perawat.
Universitas Sumatera Utara
2.4.8. Pelatihan Ronde Keperawatan
Pelatihan
adalah
suatu
metode
meningkatkan
pengetahuan
dan
keterampilan seseorang. Pelatihan dilakukan untuk dapat memperbaiki dan
mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dari perawat
sesuai dengan keinginan institusi keperawatan. Menurut Clarke (2004), perawat di
ruang rawat inap telah diidentifikasi sangat membutuhkan pendidikan dan
pelatihan
untuk
melanjutkan
pengembangan
professional,
meningkatkan
keterampilan klinis dan meningkatkan semangat kerja. Ronde keperawatan adalah
suatu metode dalam pelayanan keperawatan yang berguna untuk meningkatkan
pelayanan kepada pasien dan memberikan masukan kepada perawat tentang
asuhan keperawatan yang dilakukan (Kozier et al., 2011). Swansburg &
Swansburg (2001) menyatakan bahwa ronde keperawatan merupakan prosedur
dimana dua atau lebih perawat mengunjungi pasien untuk mendapatkan informasi
yang akan membantu dalam merencanakan pelayanan keperawatan.
Penelitian ini dilakukan dengan memberikan pelatihan ronde keperawatan
kepada perawat pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
perawat terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan. Pelatihan ronde
keperawatan akan membantu perawat pelaksana dalam meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan yang lebih profesional, perawat akan lebih dapat
memecahkan masalah pasien secara kompleks sehingga pasien akan puas dengan
pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan. Tingkat kepuasan pasien yang
tinggi menunjukan kinerja perawat yang semakin baik.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Maliya dan Susilaningsih (2012) menunjukkan bahwa ada
peningkatan kinerja staf keperawatan setelah dilakukan pelatihan ronde
keperawatan. Selain itu, penelitian Aristyawati, Gunahariati dan Lestari (2015)
melaporkan bahwa dampak tidak dilaksanakan ronde keperawatan dapat
menurunkan produktivitas kerja serta menurunkan komunikasi teraupetik perawat
dengan tenaga kesehatan dan komunikasi perawat dengan pasien sehingga
motivasi perawat dalam bekerja akan menurun secara perlahan.
Hasil penelitian Saleh (2012) mengenai pengaruh ronde keperawatan
terhadap tingkat kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD
Abdul Wahab Sajharinie Samarinda menunjukkan ada pengaruh yang bermakna
ronde kepewatan terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian Aitken et al. (2010)
menunjukkan bahwa didapatkan adanya peningkatan yang bermakna setelah
dilakukan tindakan ronde keperawatan dibandingkan kelompok kontrol yang tidak
dilakukan ronde keperawatan.
Nancy (2009) yang meneliti pengaruh nursing round terhadap kepuasan
pasien pada pelayanan keperawatan di rumah sakit MMC Jakarta. Hasil analisis
memperlihatkan bahwa ada pengaruh kepuasan antara kelompok yang mendapat
nursing round dengan menggunakan panduan terhadap kepuasan pasien pada
pelayanan keperawatan. Dengan dilakukan ronde keperawatan kepuasan pasien
akan meningkat lima kali dibanding tidak dilakukan ronde keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
2.5.
Landasan Teori
Teori keperawatan yang digunakan adalah teori Imogene King (1981)
diawali dengan Dynamic Interacting System yang memiliki tiga konsep yaitu
sistem personal, sistem interpersonal dan sistem sosial. Konsep teori Imogene
King (1981) mengemukakan Theory of Goal Attainment dari kerangka kerja
sistem interpersonal meliputi interaksi, persepsi, komunikasi, transaksi, diri
sendiri, peran, stress, pertumbuhan dan perkembangan, waktu dan ruang.
Imogene King dikenal dengan ”Interacting Systems Framework and
Theory of Goal Attainment”, yaitu adanya interaksi antara perawat dan pasien
pada pelaksanaan asuhan keperawatan. Hubungan interaksi antara perawat dan
pasien membawa pada pencapaian tujuan. King menyatakan pencapaian tujuan
merupakan sebuah konsep transaksi sebagai komponen integral dalam teori ini.
King menggunakan metode observasi non partisipan untuk mengumpulkan
informasi hubungan perawat-pasien dalam seting perawatan di rumah sakit.
Beragam interaksi diamati baik komunikasi verbal maupun komunikasi non
verbal yang kemudian direkam sebagai data mentah, termasuk bagaimana alat
untuk mencapai tujuan dieksplor dan telah disepakati sebelumnya. Studi ini
memberikan sebuah sistem klasifikasi yang berguna dalam interaksi perawat –
klien. King mengusulkan suatu kerangka konsep keperawatan, yaitu pembentukan
kerangka yang menghubungkan perawat sebagai sistem utama pelayanan
kesehatan, mengembangkan konsep dan penerapannya dalam pengetahuan
perawat dan suatu strategi untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan kerangka
kerja.
Universitas Sumatera Utara
Imogene King (1995) dalam Tomey & Alligood, (2006) menyatakan
penentuan tujuan timbal balik (antara perawat dan klien) didasarkan pada
a) pengkajian keperawatan dengan memberi perhatian terhadap permasalahan dan
gangguan kesehatan yang dialami klien; b) keterlibatan antara persepsi perawat
dan persepsi klien; c) pemberian informasi terhadap masing-masing fungsi untuk
membantu klien mencapai sasaran/tujuan yang ingin dicapai.
Empat konsep utama asumsi King yaitu a) keperawatan (nursing).
Keperawatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan ditemukan dalam
sistem perawatan kesehatan yang ada di masyarakat. Tujuan keperawatan adalah
untuk membantu individu memelihara kesehatan mereka, sehingga mereka dapat
menjalani peran-peran mereka. Persepsi perawat dan pasien juga mempengaruhi
proses interpersonal. Tindakan/aksi adalah proses awal hubungan dua individu
dalam berperilaku, memahami, mengenali kondisi yang ada yang digambarkan
melalui hubungan perawat-pasien dengan melakukan kontrak untuk pencapaian
tujuan. Reaksi adalah bentuk tindakan yang terjadi akibat adanya aksi dan
merupakan respon individu. Interaksi adalah bentuk kerjasama yang saling
mempengaruhi
antara
perawat-pasien,
yang
diwujudkan
dalam
bentuk
komunikasi. Transaksi adalah kondisi dimana antara perawat dan pasien terjadi
suatu persetujuan dalam rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
Fungsi perawat dalam hal ini adalah menginterpretasikan informasi yang
diperoleh ketika merawat dan merupakan proses merencanakan, menerapkan dan
melakukan evaluasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, b) manusia (person) merupakan asumsi spesifik yang
berhubungan dengan manusia atau individu, terperinci dalam asumsi-asumsi
berikut: individu adalah mahluk spiritual, individu mempunyai kapasitas untuk
berpikir, mengetahui, membuat aneka pilihan, dan memilih tindakan alternatif,
individu mempunyai kemampuan memahami bahasa, budaya dan simbol-simbol
lain yang terekam, individu adalah sistem terbuka dalam transaksi dengan
lingkungan. Transaksi berarti juga bahwa tidak ada yang memisahkan antara
manusia dan lingkungan, individu bersifat unik dan holistik, menjadi berharga dan
hakiki, dan dapat membuat pemikiran yang rasional dan membuat keputusan
dalam berbagai situasi, individu berbeda dalam kebutuhan, keinginan dan
tujuan/sasaran mereka, c) kesehatan (health). Kesehatan berimplikasi pada
penyesuaian berkelanjutan terhadap stres di dalam lingkungan internal dan
eksternal melalui penggunaan yang optimal dari sumber dayanya untuk mencapai
potensi maksimum untuk kegiatan sehari-hari, d) lingkungan (environment). King
(1981 dalam Tomey & Alligood, 2006) percaya bahwa satu pemahaman tentang
tatacara manusia berhubungan dengan lingkungan untuk memelihara kesehatan
adalah hal yang essensial untuk perawat. Sistem terbuka berimplikasi pada
interaksi yang terjadi antara sistim dan lingkungan yang mengalami perubahan
secara terus menerus. Penyesuaian-penyesuaian dalam kehidupan dan kesehatan
dipengaruhi oleh satu interaksi individu dengan lingkungan. Keberhasilan suatu
tindakan keperawatan dapat didasarkan pada satu prinsip dan persepsi yang sama
antara tim pemberi layanan keperawatan/kesehatan terhadap objek tertentu. Hal
tersebut dikemukakan King’s dalam teorinya.
Universitas Sumatera Utara
Konsep King’s menjabarkan untuk meningkatkan pemberian pelayanan
keperawatan perlu ada komunikasi yang baik dan interaksi antara perawat dengan
klien/keluarga, perawat dengan tim pelayanan keperawatan dan kesehatan. Fokus
landasan teori pada penelitian ini adalah interaksi individu dengan orang lain
dalam berbagai sistem. Teori King (1981) dapat digambarkan pada penelitian
ronde keperawatan terhadap kinerja perawat melakukan pemberian asuhan
keperawatan melalui interaksi yang terjadi pada sistem personal, sistem
interpersonal dan sistem sosial di rumah sakit.
2.6.
Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Pretest
Intervention
Posttest
Pelatihan
a. Pengetahuan
b. Keterampilan
Kinerja Perawat
(Kualitas, Kuantitas,
Penggunaan
waktu
dalam
kerja,
Kerjasama)
Kinerja Perawat
(Kualitas, Kuantitas,
Penggunaan
waktu
dalam
kerja,
Kerjasama)
Ronde Keperawatan
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Manfaat
d. Mekanisme
Ronde
Keperawatan
Theory of Goal
Attainment
(Imogene M. King)
Skema 2.1
Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Konsep Manajemen Keperawatan
2.1.1. Definisi Manajemen Keperawatan
Manajemen keperawatan merupakan suatu bentuk koordinasi dan integrasi
sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk
mencapai tujuan dan obyektifitas asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan
(Huber, 2000). Kelly dan Heidental (2004) menyatakan bahwa manajemen
keperawatan dapat didefinisikan sebagai suatu proses dari perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan untuk mencapai tujuan. Proses
manajemen dibagi menjadi lima tahap yaitu perencanaan, pengorganisasian,
kepersonaliaan, pengarahan dan pengendalian (Marquis & Huston, 2003).
Manajemen keperawatan memahami dan memfasilitasi pekerjaan perawat
pelaksana serta mengelola kegiatan keperawatan. Suyanto (2009) menyatakan
bahwa lingkup manajemen keperawatan adalah manajemen pelayanan kesehatan
dan manajemen asuhan keperawatan. Manajemen pelayanan keperawatan adalah
pelayanan di rumah sakit yang dikelola oleh bidang perawatan melalui tiga
tingkatan manajerial yaitu manajemen puncak (kepala bidang keperawatan),
manajemen menengah (kepala unit pelayanan atau supervisor), dan manajemen
bawah (kepala ruang perawatan). Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat
dipengaruhi oleh manajer keperawatan melaksanakan peran dan fungsinya.
Universitas Sumatera Utara
Manajemen keperawatan adalah proses kerja setiap perawat untuk
memberikan pengobatan dan kenyamanan terhadap pasien. Tugas manager
keperawatan adalah merencanakan, mengatur, mengarahkan dan mengawasi
keuangan yang ada, peralatan dan sumber daya manusia untuk memberikan
pengobatan yang efektif dan ekonomis kepada pasien (Gillies, 1994).
2.1.2. Prinsip-Prinsip Manajemen Keperawatan
Seorang manajer keperawatan melaksanakan manajemen keperawatan
untuk memberikan perawatan kepada pasien. Kurniadi (2013) menyatakan bahwa
prinsip-prinsip manajemen keperawatan adalah memenuhi kebutuhan asuhan
keperawatan yang efektif, memanfaatkan waktu yang efektif, melibatkan staf
dalam pembuatan keputusan, mengorganisir struktur organisasi, memberikan
motivasi, mengembangkan staf, menerapkan komunikasi efektif yang baik
terhadap sejawat perawat atau tenaga kesehatan lainnya dan melakukan langsung
kegiatan pengarahan serta pengendalian.
2.1.3. Fungsi-Fungsi Manajemen Keperawatan
Manajemen memerlukan peran orang yang terlibat di dalamnya untuk
menyikapi posisi masing-masing sehingga diperlukan fungsi-fungsi yang jelas
mengenai manajemen (Suarli & Bahtiar, 2009). Fungsi manajemen pertama sekali
diidentifikasi oleh Henri Fayol (1925) yaitu perencaanaan, organisasi, perintah,
koordinasi, dan pengendalian. Akhirnya, fungsi manajemen ini merujuk pada
fungsi sebagai proses manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian,
ketenagaan, pengarahan, pengawasan (Marquis & Huston, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen. Perencanaan adalah
koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan dengan menerapkan proses
manajemen untuk mencapai asuhan keperawatan dan tujuan layanan keperawatan
(Huber, 2000). Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan bahwa perencanaan adalah
suatu keputusan dimasa yang akan datang tentang apa, siapa, kapan, dimana,
berapa, dan bagaimana yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang
dapat ditinjau dari proses, fungsi dan keputusan. Perencanaan memberikan
informasi untuk mengkoordinasikan pekerjaan secara akurat dan efektif tanpa
perencanaan yang adekuat, proses manajemen pelayanan kesehatan akan gagal
(Marquis dan Huston, 2013).
Pengorganisasian dilakukan setelah perencanaan. Pengorganisasian adalah
langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai macam
kegiatan, menetapkan tugas pokok dan wewenang serta pendelegasian wewenang
oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan (Muninjaya, 2004).
Huber (2000) menyatakan bahwa pengorganisasian adalah memobilisasi sumber
daya manusia dan material dari lembaga untuk mencapai tujuan organisasi, dapat
juga untuk mengidentifikasi antara hubungan yang satu dengan yang lain.
Pengorganisasian dapat dilihat secara statis dan dinamis. Secara statis merupakan
wadah kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan, sedangkan secara
dinamis merupakan suatu aktivitas dari tata hubungan kerja yang teratur dan
sistematis untuk mencapai tujuan tertentu (Suarli & Bahtiar, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Pengarahan adalah fase kerja manajemen, dimana manajer berusaha
memotivasi, membina komunikasi, menangani konflik, kerja sama, dan negosiasi
(Marquis & Huston, 2003). Pengarahan adalah fungsi manajemen yang memantau
dan menyesuaikan perencanaan, proses, dan sumber yang efektif dan efisien
mencapai tujuan (Huber, 2000). Pengarahan yang efektif akan meningkatkan
dukungan perawat untuk mencapai tujuan manajemen keperawatan dan tujuan
asuhan keperawatan (Swanburg, 2000). Motivasi sering disertakan dengan
kegiatan
orang
lain
mengarahkan,
bersamaan
dengan
komunikasi
dan
kepemimpinan (Huber, 2000).
Pengendalian adalah fungsi yang terus menerus dari manajemen
keperawatan yang terjadi selama perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan,
pengarahan (Swanburg, 2000). Pengendalian adalah pemantauan dan penyesuaian
rencana, proses, dan sumber daya yang secara efektif mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Huber, 2000). Selama fase pengendalian, kinerja diukur menggunakan
standar yang telah ditentukan dan tindakan diambil untuk mengoreksi
ketidakcocokan antara standar dan kinerja (Marquis dan Huston, 2013). Fungsi
pengawasan bertujuan agar penggunaan sunber daya lebih efisien dan staf dapat
lebih efektif untuk mencapai tujuan program (Muninjaya, 2004). Pengendalian
dilakukan melalui kegiatan seperti mengevaluasi pelaksanaan perencanaan,
kegiatan pre-conference, kegiatan overan, kegiatan post-conference dan kegiatan
ronde keperawatan (Kurniadi, 20013).
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Ronde Keperawatan
2.2.1. Konsep Ronde Keperawatan
Pelayanan keperawatan memiliki peran yang sangat strategis dalam
mewujudkan kualitas pelayanan sebuah rumah sakit yang excellent. Salah satu
strategi yang disarankan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan
adalah dengan pelaksanaan program ronde keperawatan secara berkala dan
sistematis (Studer Group, 2007). Berikut akan dijelaskan konsep terkait ronde
keperawatan.
2.2.2. Definisi Ronde Keperawatan
Menurut Kozier, Erb & Berman (2004) menyatakan bahwa ronde
keperawatan merupakan prosedur dimana dua atau lebih perawat mengunjungi
pasien untuk mendapatkan informasi yang akan membantu dalam merencanakan
pelayanan keperawatan dan memberikan kesempatan pada pasien untuk
mendiskusikan
masalah
keperawatannya
serta
mengevaluasi
pelayanan
keperawatan yang telah diterima pasien.
Beberapa ahli mengungkapkan pengertian tentang ronde keperawatan.
Meade et al. (2006) menyatakan ronde keperawatan sebagai kesempatan untuk
melibatkan pasien dalam proses keperawatan, dan menunjukkan kepedulian
perawatan terhadap kesehatan dan kesembuhan pasien. Swansburg & Swansburg
(2001) menyatakan bahwa ronde keperawatan merupakan prosedur dimana dua
atau lebih perawat mengunjungi pasien untuk mendapatkan informasi yang akan
membantu dalam merencanakan pelayanan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
Ford (2010), mendefinisikan ronde keperawatan sebagai salah satu tehnik
untuk mengorganisasikan pelayanan keperawatan secara proaktif yang berfokus
kepada pasien. Tea, Ellison dan Fadian (2008) mendefinisikan ronde keperawatan
sebagai proses yang dilakukan perawat secara proaktif untuk memenuhi
kebutuhan pasien dengan mengunjungi pasien secara rutin ke ruangannya dan
memeriksa hal-hal yang spesifik dan melakukan pekerjaan untuk memenuhi
kebutuhan dasar pasien secara konsisten.
Beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ronde
keperawatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memberikan peningkatan
pengetahuan dan keterampilan pada perawat untuk mengatasi masalah
keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat, dengan pasien terlibat aktif
dalam diskusi dengan membahas masalah keperawatan serta mengevaluasi hasil
tindakan yang telah dilakukan.
2.2.3. Tujuan Ronde Keperawatan
Clement (2011) menyebutkan ada dua tujuan dilaksanakannya ronde
keperawatan yaitu bagi perawat dan bagi pasien.
Pertama, bagi perawat bertujuan untuk melihat kemampuan staf dalam
manajemen pasien, mendukung pertumbuhan dan pengembangan professional,
meningkatkan pengetahuan perawat dengan menyajikan dalam format studi kasus,
menyediakan kesempatan pada staf perawat untuk belajar meningkatkan
keterampilan klinis, membangun kerjasama dan rasa hormat, meningkatkan
retensi perawat berpengalaman dan mempromosikan kebanggaan dalam profesi
keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
Kedua, bagi pasien bertujuan untuk mengamati kondisi fisik dan mental
pasien dan kemajuan dari hari ke hari, membuat pengamatan khusus dan
memberikan laporan ke dokter, memperkenalkan pasien ke petugas dan
sebaliknya, melaksanakan rencana yang dibuat untuk perawatan pasien,
mengevaluasi hasil pengobatan dan kepuasan pasien serta memodifikasi tindakan
keperawatan yang diberikan.
2.2.4. Manfaat Ronde Keperawatan
Banyak manfaat dengan dilakukannya ronde keperawatan oleh perawat
yaitu: a) ronde keperawatan akan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan
perawat. Clement (2011) menyebutkan manfaat ronde keperawatan adalah
membantu mengembangkan keterampilan keperawatan, selain itu juga menurut
Wolak, Cairns, dan Smith (2008) dengan adanya ronde keperawatan akan menguji
pengetahuan perawat. Peningkatan ini bukan hanya keterampilan dan pengetahuan
keperawatan saja, tetapi juga peningkatan secara menyeluruh. Hal ini dijelaskan
oleh Wolak, Cairns dan Smith (2008) peningkatan kemampuan perawat bukan
hanya keterampilan keperawatan tetapi juga memberikan kesempatan pada
perawat untuk tumbuh dan berkembang secara profesional, b) melalui kegiatan
ronde keperawatan, perawat dapat mengevaluasi kegiatan yang telah diberikan
pada pasien berhasil atau tidak. Melalui ronde keperawatan, evaluasi kegiatan,
rintangan yang dihadapi oleh perawat atau keberhasilan dalam asuhan
keperawatan dapat dinilai (Clement, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, c) ronde keperawatan merupakan sarana belajar bagi perawat
dan siswa perawat. Ronde keperawatan merupakan studi percontohan yang
menyediakan sarana untuk menilai pelaksanaan keperawatan yang dilakukan oleh
perawat (Wolak, Cairns & Smith, 2008). Sedangkan bagi siswa perawat dengan
ronde keperawatan akan mendapat pengalaman secara nyata di lapangan,
d)
manfaat
ronde
keperawatan
yang
lain
adalah
untuk
membantu
mengorientasikan perawat baru pada pasien. Banyak perawat yang baru masuk
tidak tahu mengenai pasien yang di rawat di ruangan. Dengan ronde keperawatan
hal ini dapat dicegah, ronde keperawatan membantu mengorientasikan perawat
baru pada pasien (Clement, 2011), e) ronde keperawatan juga dapat meningkatkan
kepuasan pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian Nancy (2009) bahwa ronde
keperawatan dapat meningkatkan kepuasan pasien lima kali dibanding tidak
dilakukan ronde keperawatan.
Nursalam dan Efendi (2008), manfaat ronde keperawatan yaitu: 1) untuk
menumbuhkan cara berpikir kritis dan sistematis, 2) meningkatkan kemampuan
validasi data klien, 3) meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis
keperawatan, 4) menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang
berorientasi pada masalah klien, 5) meningkatkan kemampuan memodifikasi
rencana asuhan keperawatan dan, 6) meningkatkan kemampuan menilai hasil
kerja.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Mekanisme Ronde Keperawatan
Mekanisme ronde keperawatan yaitu: a) perawat sebelum melakukan
ronde keperawatan sebaiknya membaca laporan mengenai pasien melalui status
pasien. Hal ini dianjurkan Clement (2011) bahwa perawat sebaiknya melihat
laporan penilaian fisik dan psikososial pasien 2-3 menit. Selain itu juga perawat
menetapkan tujuan yang ingin dicapai ketika pelaksanaan ronde keperawatan.
Sebelum menemui pasien, sebaiknya perawat membahas tujuan yang ingin
dicapai ketika pelaksanaan ronde keperawatan. Sebelum menemui pasien
sebaiknya perawat membahas tujuan yang ingin dicapai, b) perawat menentukan
pasien yang akan dilakukan ronde keperawatan. Hal ini disebut Sitorus (2006)
sebelum dilakukan ronde keperawatan, perawat primer (PP) menentukan 2-3 klien
yang akan dilakukan ronde dan tentukan pasien yang akan di ronde. Sebaliknya
dipilih klien yang membutuhkan perawatan khusus dengan masalah yang relatif
kompleks, c) ketika ronde keperawatan dilakukan pada pasien, perawat
melaporkan kondisi, tindakan yang sudah dilakukan dan akan dilakukan,
pengobatan serta rencana yang lain. Selama ronde, perawat yang ditugaskan untuk
klien memberikan ringkasan singkat dari kebutuhan keperawatan klien dan
intervensi yang sedang dilaksanakan (Kozier, et al., 2004), d) waktu pelaksanaan
ronde bermacam-macam tergantung kondisi dan situasi ruangan. Sitorus (2006)
menyebutkan waktu yang dilakukan untuk melakukan keseluruhan ronde adalah
setiap hari dengan waktu kurang lebih satu jam ketika intensitas kegiatan di ruang
rawat sudah relatif tenang, e) setelah ronde keperawatan dilakukan diskusi dengan
perawat yang mengikuti ronde keperawatan (Nursalam & Efendi, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.2.6. Langkah-Langkah Ronde Keperawatan
Ramani (2003) tahapan ronde keperawatan adalah (1) Pre-rounds:
Prepation
(persiapan),
planning
(perencanaan),
orientation
(orientasi)
(2) Rounds: Introduction (pendahuluan), Interaction (interaksi), observation
(pengamatan),
instruction
(pengajaran),
summarizing
(kesimpulan)
(3) Post-Rounds: debriefing (tanyajawab), feedback (saran), reflection (refreksi),
preparation (persiapan).
Birnbaumer (2007) mengatakan persiapan ronde keperawatan yaitu:
a) Before rounds meliputi: persiapan, terdiri dari membut tujuan kegiatan ronde
keperawatan dan membaca status pasien dengan jelas sebelum melakukan ronde
keperawatan, orientasi perawat, terdiri dari membuat menyadari tujuan:
Demonstrasi temuan klinis, komunikasi dengan pasien, pemodelan perilaku
professional dan Orientasi pasien, b) During rounds meliputi: menetapkan
lingkungan, membuat lingkungan yang nyaman serta dorong untuk mengajukan
pertanyaan, menghormati bagi perawat hormati mereka sebagai pemberi layanan
pada pasien dan bagi pasien perlakukan sebagai manusia, bukan hanya obyek dari
latihan mengajar, peka terhadap penyakit yang mempengaruhi kehidupan pasien,
libatkan semua perawat, bertujuan untuk mengajar semua tingkat peserta didik
dan mendorong semua untuk berpartisipasi , libatkan pasien , dorong pasien untuk
berkontribusi mengenai masalah penyakitnya, dorong pasien untuk mengajukan
pertanyaan tentang masalahnya, gunakan kata-kata yang dapat dimengerti pasien,
dsb, c) After rounds meliputi: waktu untuk pertanyaan dan memberikan umpan
balik.
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Kinerja Perawat
2.3.1. Definisi Kinerja
Kinerja adalah penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun
kualitas dalam suatu organisasi (Kurniadi, 2013). Menurut Mangkunegara (2014)
bahwa kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
sumber daya manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2.3.2. Kinerja Perawat
Perawat adalah tenaga yang mempunyai kemampuan baik intelektual,
teknikal,
interpersonal
dan
moral,
bertanggungjawab
serta
berwenang
melaksanakan asuhan keperawatan. Keperawatan menurut Lokakarya Nasional
Keperawatan tahun 1983 adalah suatu bentuk pelayanan professional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu
keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif,
ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Triwibowo, 2013).
Kinerja perawat adalah prestasi kerja yang ditunjukan oleh perawat
pelaksana dalam melaksanakan tugasnya sehingga menghasilkan output yang baik
kepada organisasi, perawat dan pasien dalam kurun waktu tertentu. Ada tiga
komponen penting dalam kinerja yaitu: memberikan arahan dan mempengaruhi
perilaku kerja yang diharapkan dari setiap personil, mengukur seorang personil
telah mencapai kinerja yang diharapkan dan penilaian kinerja secara regular yang
dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja personal (Kurniadi, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Indikator kinerja perawat adalah variabel untuk mengukur prestasi suatu
pelaksanaan kegiatan dalam waku tertentu. Indikator yang berfokus pada hasil
asuhan keperawatan kepada pasien dan proses pelayanannya disebut indikator
kinerja. Indikator kinerja perawat baik adalah tingkat kepuasan pasien dan
perawat tinggi serta zero complain dari pelanggan (Kurniadi, 2013). Keperawatan
sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan didasarkan pada ilmu
pengetahuan dan perwat memiliki keterampilan dalam keahliannya, sebagai
profesi keperawatan otonomi dalam kewenangan dan tanggungjawab dalam
memberikan tindakan disertai dengan kode etik dalam implementasinya yang
berorientasi pada pelayanan melalui pemberian asuhan keperawatan kepada
individu, kelompok atau masyarakat (Hidayat, 2009).
Menurut Nursalam (2011), indikator kinerja perawat dapat dilihat dari
pelaksanaan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat
dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar pelayanan keperawatan
berfungsi untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan
kepada pasien sehingga menjadi lebih terarah. Standar praktik keperawatan
meliputi: 1) Pengkajian perawatan: data di anamnesa, untuk menegakkan diagnosa
keperawatan, 2) Diagnosa keperawatan: respon pasien yang dirumuskan
berdasarkan data status kesehatan pasien, 3) Perencanaan keperawatan: disusun
sebelum melaksanakan tindakan, 4) Implementasi atau pelaksanaan tindakan
keperawatan: ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien dipenuhi secara
maksimal, 5) Evaluasi perawat: dilakukan secara periodik dari semua tindakan
dan rencana tindakan yang tidak terlaksana.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat
Kinerja dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yakni faktor internal individu dan
faktor eksternal individu. Faktor internal yaitu faktor yang dihubungkan dengan
sifat-sifat seseorang, misalnya seseorang yang kinerja baik disebabkan seseorang
tersebut mempunyai kemampuan tinggi sedangkan seseorang yang kinerja tidak
baik disebabkan karena kemampuan yang rendah. Faktor eksternal yaitu faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan, seperti
perilaku, sikap, tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan
iklim organisasi (Mangkunegara, 2014).
Gibson, Ivancevich & Donally (1997) menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku dan kinerja seseorang adalah faktor individu
(kemampuan, latar belakang dan demografi), faktor organisasi (sumber daya,
imbalan, struktur, desain pekerjaan serta gaya kepemimpinan) dan faktor
psikologis (persepsi, sikap, kepribadian dan motivasi).
Menurut Rivai (2005), ada tiga kelompok variabel yang mempunyai
perilaku kerja dan kinerja yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel
psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang
pada akhirnya berpengaruh pada kerja personel. Variabel tersebut meliputi:
a) variabel individu dikelompokkan pada subvariabel kemampuan, keterampilan
dan latar belakang demografi, b) variabel organisasi dikelompokkan pada
subvariabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan dan struktur desain pekerjaan,
c) variabel psikologi dikelo mpokkan pada subvariabel persepsi, sikap,
kepribadian, belajar dan motivasi.
Universitas Sumatera Utara
2.3.4. Penilaian Kinerja Perawat
Penilaian kinerja merupakan suatu komponen dari sistem manajemen
kinerja yang digunakan organisasi untuk memotivasi pekerja. Tujuan utama
penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki kinerja. Penilaian kinerja perawat
adalah pengukuran efesiensi, kompetensi dan efektifitas proses keperawatan dan
aktivitas yang digunakan oleh perawat dalam merawat klien guna untuk
mempertahankan, memperbaiki dan memotivasi perawat (Huber, 2000). Proses
penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku
pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume
yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses aprasial kinerja untuk
mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir, serta
pemberian penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Nursalam, 2011).
Penilaian kinerja adalah tanggung jawab utama dalam mengendalikan
fungsi manajemen. Kemampuan melakukan penilaian kinerja yang bermakna dan
efektif membutuhkan investasi waktu, upaya dan praktik dari pihak manajer.
Meskipun penilaian kinerja tidak pernah menjadi hal yang mudah, jika digunakan
dengan tepat maka penilaian ini akan menghasilkan pertumbuhan pegawai dan
meningkatkan produktivitas dalam organisasi. Hasil proses penilaian harus
memberikan informasi kepada manajer untuk melakukan pelatihan dan memenuhi
kebutuhan pegawai terhadap pendidikan. Penilaian kinerja perawat berdasarkan
Standar Asuhan Keperawatan mengacu kepada tahapan proses keperawatan yang
meliputi: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi (Marquis & Huston, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan standar I yaitu pengkajian keperawatan, dimana perawat
mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien secara sistematis,
menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Pengkajian keperawatan
meliputi: (1) pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang, (2) sumber data adalah pasien,
keluarga atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain,
(3) data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan
pasien masa lalu, status kesehatan pasien saat ini, status biologis-psikologis-sosiospiritual dan risiko-risiko tinggi masalah keperawatan, (4) kelengkapan data dasar
mengandung unsur lengkap, akurat, relevan dan baru.
Berdasarkan standar II yaitu diagnosa keperawatan, dimana perawat
menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Proses
diagnosa keperawatan meliputi: proses diagnosa terdiri atas analisis, interprestasi
data, identifikasi masalah pasien dan perumusan diagnosa keperawatan. Diagnosa
keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau terdiri atas
masalah dan penyebab, bekerjasama dengan klien dan petugas kesehatan lain
untuk memvalidasi diagnosa keperawatan dan melakukan pengkajian ulang.
Berdasarkan standar III yaitu perencanaan keperawatan, perawat membuat
rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan
kesehatan pasien. Perencanaan keperawatan meliputi: perencanaan terdiri dari
penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan serta
bekerjasama dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan standar IV yaitu implementasi, perawat mengimplementasikan
tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria
proses tindakan implementasi meliputi: bekerjasama dengan pasien dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan, kolaborasi dengan tim kesehatan lain,
melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan lain, memberikan
pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan
asuhan diri serta membantu memodifikasi lingkungan yang digunakan. Mengkaji
ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon pasien.
Berdasarkan standar V yaitu evaluasi keperawatan dimana perawat
mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian
tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Kriteria proses evaluasi
keperawatan meliputi: menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara
komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data dasar dan
respons pasien dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan,
memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat, bekerjasama
dengan pasien dan keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan,
mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
Standar asuhan keperawatan tersebut untuk pelayanan keperawatan
menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskritif mengenai tingkat
penampilan yang diinginkan, kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat
dinilai dalam rangka untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah
diberikan pada pasien (Swansburg & Swansburg, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Menurut
Nursalam
(2011),
tujuan
dan
manfaat
standar
asuhan
keperawatan untuk mengukur kualitas asuhan kinerja perawat dan efektifitas
manajemen organisasi. Pengembangan standar menggunakan pendekatan dan
kerangka
kerja
yang
lazim
sehingga
dapat
ditata
seseorang
yang
bertanggungjawab mengembangkan standar dan proses pengembangaan tersebut.
Standar asuhan keperawatan berfokus pada hasil pasien, standar praktik
berorientasi pada kinerja perawat profesional untuk memberdayakan proses
keperawatan. Triwibowo (2013) dalam melakukan penilaian kinerja terdapat
empat dimensi kinerja yang dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai kinerja
yaitu: a) kualitas, b) kuantitas, c) penggunaan waktu dalam kerja, d) kerjasama.
Kualitas kerja merupakan suatu standar hasil yang berkaitan dengan mutu
dari suatu produk yang dihasilkan oleh karyawan dalam hal ini merupakan suatu
kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan secara teknis dengan
perbandingan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Perbandingan pelaksanaan
antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan lainnya. Pengukuran
seperti itu menunjukkan pencapaian relatif. Kualitas pelayanan keperawatan
adalah sikap profesional perawat yang memberikan perasaan nyaman, terlindungi
pada diri setiap pasien yang sedang menjalani proses penyembuhan dimana sikap
ini merupakan kompensasi sebagai pemberi layanan dan diharapkan menimbulkan
perasaan puas pada diri pasien. Adapun kualitas tersebut dapat dilihat dari sub
indikator sebagai berikut: a) menghasilkan suatu pekerjaan yang menunjukkan
hasil yang lebih sempurna atau memuaskan sesuai dengan harapan pasien dan
b) pekerjaan yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh instansi.
Universitas Sumatera Utara
Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan
dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standar ada atau yang telah
ditetapkan oleh perusahan, perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan yang
sedang berlangsung atau dengan pelaksanaan secara historis. Kuantitas tidak
hanya menunjukan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan, namun juga
dapat melihat apakah meningkat atau berkurang.
Penggunaan
waktu
dalam
kerja
yaitu
tingkat
ketidakhadiran,
keterlambatan, waktu kerja efektif/jam kerja hilang, ketepatan waktu merupakan
tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang ditentukan, dilihat dari
sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia
untuk aktivitas lain. Ketepatan waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap
suatu aktivitas yang disediakan diawal waktu sampai menjadi output.
Kerjasama dengan orang lain dalam bekerja. Kerjasama adalah kemampuan
seorang tenaga kerja untuk bekerjasama dengan orang lain dalam menyelesaikan
suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan, sehingga mencapai daya guna
dan hasil guna yang sebesar-besarnya. Kerjasama adalah sebuah sistem pekerjaan
yang dikerjakan oleh dua orang atau lebih untuk mendapatkan tujuan yang
direncanakan bersama. Kerjasama dalam tim kerja menjadi sebuah kebutuhan
dalam mewujudkan keberhasilan kinerja dan prestasi kerja. Komunikasi akan
berjalan baik dengan dilandasi kesadaran tanggung jawab tiap anggota. Kerjasama
dilakukan oleh sebuah tim lebih efektif daripada kerja secara individual.
West (2002) membuktikan bahwa kerjasama secara berkelompok
mengarah pada efisiensi dan efektivitas yang lebih baik. Hal ini sangat berbeda
Universitas Sumatera Utara
dengan kerja yang dilaksanakan oleh perorangan. Setiap tim maupun individu
sangat berhubungan erat dengan kerjasama yang dibangun dengan kesadaran
pencapaian prestasi dan kinerja. Keunggulan yang dapat diandalkan dalam
kerjasama pada kerja tim adalah munculnya berbagai penyelesaian secara sinergi
dari berbagai individu yang tergabung dalam kerja tim. Kontribusi tiap-tiap
individu dapat menjadi sebuah kekuatan yang terintegrasi. Individu dikatakan
bekerjasama jika upaya-upaya dari setiap individu tersebut secara sistematis
terintegrasi untuk mencapai tujuan bersama. Dalam mencapai tujuan bersama,
kerjasama memberikan manfaat yang besar bagi kerja tim. Biasanya organisasi
berbasis kerja tim memiliki struktur yang ramping. Organisasi akan bisa merespon
dengan cepat dan efektif lingkungan yang cepat berubah.
Empat dimensi kinerja diatas, dua hal terkait dengan aspek keluaran atau
hasil pekerjaan, yaitu: kualitas hasil, kuantitas keluaran dan dua hal terkait aspek
perilaku individu, yaitu: penggunaan waktu dalam kerja (tingkat kepatuhan
terhadap jam kerja, disiplin) dan kerjasama. Menurut Gillies (1996) menyatakan
bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses menilai tentang hasil asuhan
keperawatan pada pasien untuk mengevaluasi kelayakan dan keefektifan tindakan.
Penilaian kinerja (Performance Appraisal) adalah sistem formal untuk menilai
dan mengevaluasi kenerja tugas individu atau tim (Mondy, 2008). Penilaian
kinerja merupakan hal yang penting demi mencapai suksesnya manajemen kerja.
Swansburg & Swansburg (2001) menjelaskan bahwa penilaian kinerja
merupakan alat manajemen kunci untuk mengevaluasi produktivitas pekerja.
Tujuan penilaian kinerja mencakup kompensasi, konseling, pelatihan dan
Universitas Sumatera Utara
pengembangan, promosi, perencanaan staf, penerapan, pengeluaran, validasi
teknik pilihan, motivasi melalui umpan balik dan dokumentasi untuk perlindungan
legal.
2.3.5. Manfaat Penilaian Kinerja
Nursalam (2008) menjelaskan manfaat dari penilaian kerja yaitu:
1) meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu atau kelompok dengan
memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi di
dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan rumah sakit, 2) peningkatan yang
terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya akan mempengaruhi
atau mendorong SDM secara keseluruhannya, 3) merangsang minat dalam
pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya dan prestasi
dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang prestasinya,
4) membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan
pelatihan staf yang lebih tepat guna sehingga rumah sakit akan mempunyai tenaga
yang cakap dan tampil untuk pengembangan pelayanan perawatan dimasa depan,
5) menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja
meningkastkan gajinya atau sistem imbalan yang baik dan 6) memberikan
kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan perasaannya tentang
pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan
dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.
Universitas Sumatera Utara
2.3.6. Alat Penilaian Kinerja
Marquis dan Huston (2013) menjelaskan tentang alat yang dapat
digunakan untuk menilai kinerja perawat yaitu : 1) Daftar tilik, daftar ini terdiri
atas berbagai pernyataan prilaku yang mewakili perilaku kerja yang ditentukan.
Setiap pernyataan perilaku mewakili skor berat yang menyertainya atau sering
disebut dengan poin yang dapat dikumpulkan oleh pegawai, 2) Essai yaitu
penilaian ini berbentuk narasi yang dituliskan berdasarkan kekuatan pegawai dan
area yang membutuhkan perkembangan serta pertumbuhan. Teknik penilaian ini
memiliki kekuatan karena dapat memaksa penilai untuk berfokus pada aspek
positif kinerja pegawai, dan 3) Penilaian diri. Penilaian ini berbentuk fortofolio
yang berisikan tentang narasi cara pegawai mengimplementasikan pedoman klinis
dan kriteria hasil pasien yang dicapai, tujuan pegawai serta rencana kerja untuk
mencapai tujuan.
Menurut Nursalam (2011), jenis alat evaluasi pelaksanaan kerja perawat
yang umum digunakan ada lima yaitu laporan bebas, pengurutan yang sederhana,
checklist pelaksanaan kerja, penilaian grafik dan perbandingan pilihan yang
dibuat. Laporan tanggapan bebas yaitu pemimpin atau atasan diminta memberikan
komentar tentang kualitas pelaksanaan kerja bawahan dalam jangka waktu
tertentu, sedangkan checklist pelaksanaan kerja yaitu checklist yang terdiri atas
daftar kriteria pelaksanaan kerja untuk tugas yang paling penting dalam deskripsi
kerja karyawan dengan lampiran formulir dimana penilai dapat menyatakan
bahwa bawahan dapat memperlihatkan tingkah laku yang diinginkan atau tidak.
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Pelatihan
2.4.1. Definisi Pelatihan
Pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia,
terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian.
Pelatihan juga merupakan bagian dari suatu proses pendidikan yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan khusus seseorang atau
kelompok orang (Mangkunegara, 2014). Pelatihan adalah suatu kegiatan dari
instansi yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap,
tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan dari perawat sesuai dengan
keinginan institusi keperawatan (Simamora, 2014).
2.4.2. Tujuan Pelatihan
Menurut Notoatmodjo (2009), tujuan pelatihan yaitu: a) meningkatkan
produktifitas
kerja.
Peningkatan
produkifitas
kerja
terjadi
disebabkan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan staf selalu diperbaharui dan
disesuaikan dengan standar, b) meningkatkan mutu kerja. Pelatihan memberikan
informasi tentang standar pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh staf. Standar
tersebut akan menjadi pedoman bagi staf ketika melaksanakan pekerjaannya
sehingga secara tidak langsung mutu kerja dapat terbentuk, c) meningkatkan
ketepatan dalam perencanaan sumber daya manusia khususnya perawat. Pelatihan
dan pengembangan staf bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan sehingga dapat diketahui bagian atau
jabatan yang memerlukan penambahan atau rotasi pegawai.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, d) meningkatkan moral kerja. Berbagai materi yang berkaitan
dengan area kerja staf dapat disampaikan dalam pelatihan dan pengembangan
termasuk moral dan etika dalam bekerja, e) menjaga keselamatan dan menunjang
pengembangan seseorang. Pelatihan dan pengembangan akan memberikan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dimiliki oleh staf sehingga staf
selalu siap apabila diberikan kesempatan promosi untuk pengembangan karir,
f) meningkatkan kematangan kepribadian staf. Pelatihan dan pengembangan akan
meningkatkan sikap dan kepribadian staf dalam menunjang produktifitas kerja,
g) meningkatkan kemampuan intelektual dan keterampilan. Peningkatan
intelektual dan keterampilan dapat terjadi apabila materi pelatihan dan
pengembangan berkaitan langsung dengan peran dan tugas yang harus dikerjakan
staf. Tujuan pelatihan menyimpulkan bahwa seorang perawat perlu mengikuti
pelatihan agar kinerjanya selalu tinggi dan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan yang pada akhirnya akan memenuhi harapan pasien.
2.4.3. Manfaat Pelatihan
Menurut Simamora (2012), manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya
program pelatihan terhadap perawat
pengurangan
pemborosan,
yaitu meningkatkan rasa puas perawat,
mengurangi
ketidakhadiran
dan
turn
over,
memperbaiki metode dan sistem kerja, menaikkan tingkat penghasilan,
mengurangi biaya lembur, mengurangi biaya pemeliharaan peralatan keperawatan,
mengurangi keluhan perawat, mengurangi kecelakaan kerja, memperbaiki
komunikasi, meningkatkan pengetahuan perawat, memperbaiki moral perawat dan
menimbulkan kerjasama yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
2.4.4. Dimensi Program Pelatihan
Menurut Sofyan (2008), dimensi program pelatihan yang efektif diberikan
perusahaan kepada pegawai dapat diukur melalui: 1) isi pelatihan, yaitu isi
program pelatihan relevan dan sejalan dengan kebutuhan pelatihan, dan apakah
pelatihan itu up to date, 2) kesesuaian materi, yaitu metode pelatihan yang
diberikan sesuai dengan kebutuhan dan metode pelatihan tersebut sesuai dengan
gaya belajar peserta pelatihan, 3) keterampilan instruktur (pelatih), yaitu instruktur
(pelatih) mempuyai kemampuan dan keterampilan dalam penyampaian materi
sehingga mendorong orang untuk belajar, 4) fasilitas pelatihan, yaitu tempat
penyelenggaraan pelatihan dapat dikendali oleh instruktur, apakah relevan dengan
jenis pelatihan.
2.4.5. Metode Pelatihan
Notoatmodjo (2009) menyatakan terdapat dua metode yang digunakan di
dalam pelatihan yaitu: a) metode di luar pekerjaan (off side job) seperti teknik
presentasi
informasi
yaitu
menyajikan
informasi
yang
tujuannya
mengintroduksikan kemampuan, pengetahuan, sikap dan keterampilan baru
kepada para peserta, ceramah yaitu pengajar bertatap muka langsung dengan
peserta, teknik diskusi yaitu informasi yang disajikan disusun dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan yang harus dibahas dan didiskusikan oleh para peserta,
teknik pemodelan perilaku yaitu meniru tindakan dengan cara mengobservasi,
simulasi, studi kasus, permainan peran, teknik di dalam keranjang (in basket),
b) metode di dalam pekerjaan (on the job training) seperti rotasi pekerjaan,
pembimbingan dan pelatihan posisi.
Universitas Sumatera Utara
2.4.6. Langkah-Langkah Pelaksanaan Pelatihan
Langkah-langkah untuk menyusun program pelatihan dan pengembangan
menurut Siagian (2000) yaitu: 1) penentuan kebutuhan. Tahap ini dilakukan
melalui penentuan kebutuhan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang akan
disampaikan dalam kegiatan pelatihan dan pengembangan, 2) penentuan sasaran.
Tahap penentuan sasaran menentukan bagian atau jabatan khususnya staf yang
harus mengikuti pelatihan dan pengembangan, 3) penentuan isi program. Isi
program berkaitan
dengan
penjabaran
materi
pengetahuan,
sikap,
dan
keterampilan yang disampaikan dalam kegiatan pelatihan dan pengembangan.
2.4.7. Penelitian Pelatihan terkait Kinerja Perawat
Pendidikan dan pelatihan berpengaruh terhadap kinerja perawat.
Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu bagian terpenting dalam
pengembangan staf (Marquis & Huston, 2013). Pendidikan dan pelatihan yang
diikuti perawat diharapkan dapat meningkatkan kemampuan seorang perawat baik
dalam pengetahuan, keterampilan maupun sikap (Notoatmodjo, 2009). Perawat
yang mengikuti pelatihan dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan
pelayanan keperawatan kepada pasien. Pendapat ini didukung oleh Bernadin
(2007) yang menyatakan bahwa pelatihan adalah upaya untuk mengembangkan
kinerja staf dalam pekerjaan atau yang berhubungan dengan pekerjaannya.
Pelatihan pada umumnya menekankan kepada kemampuan psikomotor, meskipun
didasari pengetahuan dan sikap sedangkan pendidikan menekankan pada ketiga
area kemampuan (kognitif, afektif dan psikomotor) yang seimbang terutama pada
pendidikan yang masih bersifat umum.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian Hasanah (2015) tentang hubungan pendidikan dan
pelatihan dengan kinerja perawat dalam pelayanan kesehatan di RSUD Muntilan
Kabupaten Magelang menunjukkan bahwa ada hubungan pendidikan dan
pelatihan dengan kinerja perawat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Dai (2008) tentang hubungan antara pelatihan terhadap
kinerja perawat, menyatakan ada hubungan yang signifikan antara pelatihan
dengan kinerja dengan interprestasi bahwa pelatihan yang diberikan sangat
menambah ilmu pengetahuan sehingga dapat meningkatkan kinerja. Hal ini
membuktikan bahwa pelatihan berpengaruh dalam kinerja seseorang.
Penelitian yang dilakukan oleh Lumbanraja (2010) menyatakan bahwa
perlunya pendidikan dan pelatihan perawat untuk meningkatkan kinerja perawat
dalam hal tindakan keperawatan, kedisiplinan, kerapian, sopan santun dan
tanggung
jawab
sehingga
diharapkan
menjadi
perawat
yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, berdisiplin serta mampu menguasai
teknologi sehingga menjadi perawat profesional yang akan menunjang kinerjanya
dalam pelayanan kesehatan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Kasenda (2013) dengan judul hubungan antara pelatihan
dengan kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD Liunkendage Tahuna
didapatkan hasil p= 0,748 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara pelatihan dengan kinerja perawat.
Universitas Sumatera Utara
2.4.8. Pelatihan Ronde Keperawatan
Pelatihan
adalah
suatu
metode
meningkatkan
pengetahuan
dan
keterampilan seseorang. Pelatihan dilakukan untuk dapat memperbaiki dan
mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dari perawat
sesuai dengan keinginan institusi keperawatan. Menurut Clarke (2004), perawat di
ruang rawat inap telah diidentifikasi sangat membutuhkan pendidikan dan
pelatihan
untuk
melanjutkan
pengembangan
professional,
meningkatkan
keterampilan klinis dan meningkatkan semangat kerja. Ronde keperawatan adalah
suatu metode dalam pelayanan keperawatan yang berguna untuk meningkatkan
pelayanan kepada pasien dan memberikan masukan kepada perawat tentang
asuhan keperawatan yang dilakukan (Kozier et al., 2011). Swansburg &
Swansburg (2001) menyatakan bahwa ronde keperawatan merupakan prosedur
dimana dua atau lebih perawat mengunjungi pasien untuk mendapatkan informasi
yang akan membantu dalam merencanakan pelayanan keperawatan.
Penelitian ini dilakukan dengan memberikan pelatihan ronde keperawatan
kepada perawat pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
perawat terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan. Pelatihan ronde
keperawatan akan membantu perawat pelaksana dalam meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan yang lebih profesional, perawat akan lebih dapat
memecahkan masalah pasien secara kompleks sehingga pasien akan puas dengan
pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan. Tingkat kepuasan pasien yang
tinggi menunjukan kinerja perawat yang semakin baik.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Maliya dan Susilaningsih (2012) menunjukkan bahwa ada
peningkatan kinerja staf keperawatan setelah dilakukan pelatihan ronde
keperawatan. Selain itu, penelitian Aristyawati, Gunahariati dan Lestari (2015)
melaporkan bahwa dampak tidak dilaksanakan ronde keperawatan dapat
menurunkan produktivitas kerja serta menurunkan komunikasi teraupetik perawat
dengan tenaga kesehatan dan komunikasi perawat dengan pasien sehingga
motivasi perawat dalam bekerja akan menurun secara perlahan.
Hasil penelitian Saleh (2012) mengenai pengaruh ronde keperawatan
terhadap tingkat kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD
Abdul Wahab Sajharinie Samarinda menunjukkan ada pengaruh yang bermakna
ronde kepewatan terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian Aitken et al. (2010)
menunjukkan bahwa didapatkan adanya peningkatan yang bermakna setelah
dilakukan tindakan ronde keperawatan dibandingkan kelompok kontrol yang tidak
dilakukan ronde keperawatan.
Nancy (2009) yang meneliti pengaruh nursing round terhadap kepuasan
pasien pada pelayanan keperawatan di rumah sakit MMC Jakarta. Hasil analisis
memperlihatkan bahwa ada pengaruh kepuasan antara kelompok yang mendapat
nursing round dengan menggunakan panduan terhadap kepuasan pasien pada
pelayanan keperawatan. Dengan dilakukan ronde keperawatan kepuasan pasien
akan meningkat lima kali dibanding tidak dilakukan ronde keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
2.5.
Landasan Teori
Teori keperawatan yang digunakan adalah teori Imogene King (1981)
diawali dengan Dynamic Interacting System yang memiliki tiga konsep yaitu
sistem personal, sistem interpersonal dan sistem sosial. Konsep teori Imogene
King (1981) mengemukakan Theory of Goal Attainment dari kerangka kerja
sistem interpersonal meliputi interaksi, persepsi, komunikasi, transaksi, diri
sendiri, peran, stress, pertumbuhan dan perkembangan, waktu dan ruang.
Imogene King dikenal dengan ”Interacting Systems Framework and
Theory of Goal Attainment”, yaitu adanya interaksi antara perawat dan pasien
pada pelaksanaan asuhan keperawatan. Hubungan interaksi antara perawat dan
pasien membawa pada pencapaian tujuan. King menyatakan pencapaian tujuan
merupakan sebuah konsep transaksi sebagai komponen integral dalam teori ini.
King menggunakan metode observasi non partisipan untuk mengumpulkan
informasi hubungan perawat-pasien dalam seting perawatan di rumah sakit.
Beragam interaksi diamati baik komunikasi verbal maupun komunikasi non
verbal yang kemudian direkam sebagai data mentah, termasuk bagaimana alat
untuk mencapai tujuan dieksplor dan telah disepakati sebelumnya. Studi ini
memberikan sebuah sistem klasifikasi yang berguna dalam interaksi perawat –
klien. King mengusulkan suatu kerangka konsep keperawatan, yaitu pembentukan
kerangka yang menghubungkan perawat sebagai sistem utama pelayanan
kesehatan, mengembangkan konsep dan penerapannya dalam pengetahuan
perawat dan suatu strategi untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan kerangka
kerja.
Universitas Sumatera Utara
Imogene King (1995) dalam Tomey & Alligood, (2006) menyatakan
penentuan tujuan timbal balik (antara perawat dan klien) didasarkan pada
a) pengkajian keperawatan dengan memberi perhatian terhadap permasalahan dan
gangguan kesehatan yang dialami klien; b) keterlibatan antara persepsi perawat
dan persepsi klien; c) pemberian informasi terhadap masing-masing fungsi untuk
membantu klien mencapai sasaran/tujuan yang ingin dicapai.
Empat konsep utama asumsi King yaitu a) keperawatan (nursing).
Keperawatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan ditemukan dalam
sistem perawatan kesehatan yang ada di masyarakat. Tujuan keperawatan adalah
untuk membantu individu memelihara kesehatan mereka, sehingga mereka dapat
menjalani peran-peran mereka. Persepsi perawat dan pasien juga mempengaruhi
proses interpersonal. Tindakan/aksi adalah proses awal hubungan dua individu
dalam berperilaku, memahami, mengenali kondisi yang ada yang digambarkan
melalui hubungan perawat-pasien dengan melakukan kontrak untuk pencapaian
tujuan. Reaksi adalah bentuk tindakan yang terjadi akibat adanya aksi dan
merupakan respon individu. Interaksi adalah bentuk kerjasama yang saling
mempengaruhi
antara
perawat-pasien,
yang
diwujudkan
dalam
bentuk
komunikasi. Transaksi adalah kondisi dimana antara perawat dan pasien terjadi
suatu persetujuan dalam rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
Fungsi perawat dalam hal ini adalah menginterpretasikan informasi yang
diperoleh ketika merawat dan merupakan proses merencanakan, menerapkan dan
melakukan evaluasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, b) manusia (person) merupakan asumsi spesifik yang
berhubungan dengan manusia atau individu, terperinci dalam asumsi-asumsi
berikut: individu adalah mahluk spiritual, individu mempunyai kapasitas untuk
berpikir, mengetahui, membuat aneka pilihan, dan memilih tindakan alternatif,
individu mempunyai kemampuan memahami bahasa, budaya dan simbol-simbol
lain yang terekam, individu adalah sistem terbuka dalam transaksi dengan
lingkungan. Transaksi berarti juga bahwa tidak ada yang memisahkan antara
manusia dan lingkungan, individu bersifat unik dan holistik, menjadi berharga dan
hakiki, dan dapat membuat pemikiran yang rasional dan membuat keputusan
dalam berbagai situasi, individu berbeda dalam kebutuhan, keinginan dan
tujuan/sasaran mereka, c) kesehatan (health). Kesehatan berimplikasi pada
penyesuaian berkelanjutan terhadap stres di dalam lingkungan internal dan
eksternal melalui penggunaan yang optimal dari sumber dayanya untuk mencapai
potensi maksimum untuk kegiatan sehari-hari, d) lingkungan (environment). King
(1981 dalam Tomey & Alligood, 2006) percaya bahwa satu pemahaman tentang
tatacara manusia berhubungan dengan lingkungan untuk memelihara kesehatan
adalah hal yang essensial untuk perawat. Sistem terbuka berimplikasi pada
interaksi yang terjadi antara sistim dan lingkungan yang mengalami perubahan
secara terus menerus. Penyesuaian-penyesuaian dalam kehidupan dan kesehatan
dipengaruhi oleh satu interaksi individu dengan lingkungan. Keberhasilan suatu
tindakan keperawatan dapat didasarkan pada satu prinsip dan persepsi yang sama
antara tim pemberi layanan keperawatan/kesehatan terhadap objek tertentu. Hal
tersebut dikemukakan King’s dalam teorinya.
Universitas Sumatera Utara
Konsep King’s menjabarkan untuk meningkatkan pemberian pelayanan
keperawatan perlu ada komunikasi yang baik dan interaksi antara perawat dengan
klien/keluarga, perawat dengan tim pelayanan keperawatan dan kesehatan. Fokus
landasan teori pada penelitian ini adalah interaksi individu dengan orang lain
dalam berbagai sistem. Teori King (1981) dapat digambarkan pada penelitian
ronde keperawatan terhadap kinerja perawat melakukan pemberian asuhan
keperawatan melalui interaksi yang terjadi pada sistem personal, sistem
interpersonal dan sistem sosial di rumah sakit.
2.6.
Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Pretest
Intervention
Posttest
Pelatihan
a. Pengetahuan
b. Keterampilan
Kinerja Perawat
(Kualitas, Kuantitas,
Penggunaan
waktu
dalam
kerja,
Kerjasama)
Kinerja Perawat
(Kualitas, Kuantitas,
Penggunaan
waktu
dalam
kerja,
Kerjasama)
Ronde Keperawatan
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Manfaat
d. Mekanisme
Ronde
Keperawatan
Theory of Goal
Attainment
(Imogene M. King)
Skema 2.1
Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara