Pengaruh Imbalan Jasa Terhadap Kinerja Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

(1)

PENGARUH IMBALAN JASA TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN

DI RUMAH SAKIT ST. ELISABETH MEDAN

Skripsi

Oleh Nelly Samosir

081121054

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara


(2)

Judul : Pengaruh Imbalan Jasa Terhadap Kinerja Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Peneliti : Nelly Samosir

Program : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2009/2010

Pembimbing, Penguji I,

... ...Penguji I (Salbiah, S.Kp, M.Kep) (Dudut Tanjung ,M.Kep.SP.KMB) NIP. 197510132001122002 NIP. 19731015 2001121 002

Penguji II,

...Penguji II (Ismayadi, S.Kep. Ns)

NIP.19750629 200212 1 002

Fakultas Keperawatan telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan untuk Sarjana Keperawatan (S.Kep).

Medan, Januari 2010 Pembantu Dekan I.

(...) Erniyati, S.Kp,MNS.


(3)

Judul : Pengaruh Imbalan Jasa Terhadap Kinerja Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Nama Mahasiswa : Nelly Samosir

NIM : 081121054

Program : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2009/2010

ABSTRAK

Kinerja perawat di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan dalam memberikan pelayanan kepada pasien mengalami penurunan, sementara imbalan jasa yang mereka terima sudah standar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh imbalan jasa terhadap kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasional, dengan jumlah populasi sebanyak 240, sedangkan sampel diambil sebanyak 25% yaitu 60 orang. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner berupa angket dan lembar observasi yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Analisis data dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS versi 14.0 menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa imbalan jasa yang diterima perawat sebagian besar dalam kategori Cukup (70%), dan kinerja perawat dalam kategori baik (63%). Masih ditemukan 30% responden yang menyatakan bahwa imbalan jasa rendah dan 37% kinerja perawat dalam kategori kurang baik. Hasil uji statistik Chi-square diperoleh nilai probabilitas (p)= 0,003 <0,05, dan nilai X2hitung (9,966) > X2tabel (3,481), berarti

ada pengaruh yang bermakna imbalan jasa dengan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Disarankan kepada pihak manajerial Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan lebih memperhatikan aspek imbalan jasa bagi perawat dalam bentuk tunjangan-tunjangan yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kinerja perawat terutama bagi perawat yang mempunyai kinerja kurang baik.


(4)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas RahmatNya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “Pengaruh Imbalan Jasa Terhadap Kinerja Perawat dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk melanjutkan skripsi yaitu untuk menyelesaikan program studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penyusunan ini banyak kesulitan yang dihadapi, namun berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa disertai usaha dan kemauan yang tinggi dari penulis serta bimbingan, bantuan dari berbagai pihak sehingga kesulitan dapat diatasi, oleh karena itu penulis menerima saran maupun kritik sebagai masukan demi perbaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, SKp, MNS, selaku Pembantu Dekan I.

3. Ibu Evi Karota Bukit, SKp, MNS, selaku Pembantu Dekan II.

4. Bapak Ikhsanuddin Harahap, SKp, MNS, SpMB, selaku Pembantu Dekan III. 5. Ibu Salbiah, S.Kp,M.Kep, sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan

masukan, pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 6. Bapak Dudut Tanjung,M.Kep.SP.KMB selaku penguji II ujian skripsi ini, 7. Bapak Ismayadi, S.Kp, Ns, selaku Penguji III ujian skripsi ini.


(5)

8. Seluruh staf S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Bapak Dr. Bungaran Sihombing, SpBU selaku Direktur Rumah Sakit St. Elisabeth Medan yang telah memberikan izin penelitian pada penulis.

10.Sr. Auxilia, FSE, selaku Wadir Keperawatan Rumah Sakit St. Elisabeth Medan yang mengizinkan untuk melakukan penelitian.

11.Para perawat Rumah Sakit St. Elisabeth Medan yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

12.Para suster Kongregasi Fransiskus Santa Elisabeth yang memberikan perhatian, doa dan dukungan untuk menyelesaikan Skripsi ini.

13.Ayah dan ibu serta sahabat tercinta yang ikut memberikan dukungan, doa kepada penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini.

14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas kritikan dan saran yang membangun untuk menyempurnakan Skripsi ini dan semoga berguna bagi mereka yang membutuhkannya.

Medan, Januari 2010


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 4

3. Tujuan Penelitian ... 4

4. Pertanyaan Penelitian ... 4

5. Manfaat Penelitian ... 4

5.1. Pendidikan Keperawatan ... 4

5.2. Bagi Perawat ... 4

5.3. Rumah Sakit St. Elisabeth Medan ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Imbalan Jasa ... 6

1.1.Pengertian Imbalan Jasa ... 6

1.2.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Imbalan Jasa ... 7

1.3.Tujuan Pemberian Imbalan Jasa ... 8

1.4.Imbalan Jasa Sebagai Alat Manajemen Kinerja ... 10

2. Penghargaan Kinerja ... 12

2.1. Pembayaran Psikologis ... 13

2.2. Bonus ... 13

3. Kinerja ... 13

3.1. Definisi Kinerja ... 13

3.2. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 14

3.3. Kinerja Perawat ... 16

3.4. Penilaian Kinerja Perawat ... 17

4. Asuhan Keperawatan ... 19

4.1. Pengertian ... 19

4.2. Standar Asuhan Keperawatan ... 20

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual... 24

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 25

3. Hipotesa ... 26

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 27


(7)

2.1. Populasi ... 27

2.2. sampel ... 27

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4. Pertimbangan Etik ... 28

5. Instrumen Penelitian ... 29

5.1. Data Demografi Responden ... 29

5.2. Imbalan ... 29

5.3. Kinerja Perawat Dalam Memberikan Asuhan Kepera- watan ... 30

6. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 30

7. Pengumpulan Data ... 32

8. Analisa Data ... 32

8.1. Statistik Univariat ... 33

8.2. Statistik Bivariat ... 33

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 35

Analisis Univariat ... 35

Analisis Bivariat ... 38

2. Pembahasan ... 39

Imbalan Jasa yang Diterima Perawat ... 39

Kinerja Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan .. 41

Pengaruh Imbalan Jasa Dengan Kinerja Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan ... 43

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 45

2. Saran ... 46

Bagi Praktik Keperawatan ... 46

Bagi Penelitian Keperawatan ... 46

Bagi Perawat ... 46

Bagi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ... 47

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Ujicoba Validitas

Lampiran 3. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Lampiran 4. Master Tabel Penelitian

Lampiran 5. Output SPSS Lampiran 6. Lembar Konsul

Lampiran 7. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU Lampiran 8. Surat Balasan Izin Penelitian dari RS St. Elisabeth Medan


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Demografi Responden di

Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan . 36 Tabel 1.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Imbalan Jasa yang

Diterima Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ... 37 Tabel 1.3. Distribusi Frekuensi Tentang Kinerja Perawat Dalam

Memberikan Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan ... 38 Tabel 1.4. Pengaruh Imbalan Jasa dengan Kinerja Perawat dalam

Memberikan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Santa


(9)

Judul : Pengaruh Imbalan Jasa Terhadap Kinerja Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Nama Mahasiswa : Nelly Samosir

NIM : 081121054

Program : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2009/2010

ABSTRAK

Kinerja perawat di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan dalam memberikan pelayanan kepada pasien mengalami penurunan, sementara imbalan jasa yang mereka terima sudah standar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh imbalan jasa terhadap kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasional, dengan jumlah populasi sebanyak 240, sedangkan sampel diambil sebanyak 25% yaitu 60 orang. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner berupa angket dan lembar observasi yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Analisis data dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS versi 14.0 menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa imbalan jasa yang diterima perawat sebagian besar dalam kategori Cukup (70%), dan kinerja perawat dalam kategori baik (63%). Masih ditemukan 30% responden yang menyatakan bahwa imbalan jasa rendah dan 37% kinerja perawat dalam kategori kurang baik. Hasil uji statistik Chi-square diperoleh nilai probabilitas (p)= 0,003 <0,05, dan nilai X2hitung (9,966) > X2tabel (3,481), berarti

ada pengaruh yang bermakna imbalan jasa dengan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Disarankan kepada pihak manajerial Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan lebih memperhatikan aspek imbalan jasa bagi perawat dalam bentuk tunjangan-tunjangan yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kinerja perawat terutama bagi perawat yang mempunyai kinerja kurang baik.


(10)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Imbalan jasa merupakan balasan jasa yang diberikan oleh instansi kepada tenaga kerja, dan imbalan jasa tidak hanya sekedar hak dan kewajiban. tetapi yang paling penting, adalah imbalan jasa yang diberikan merupakan daya pendorong, semangat untuk bekerja, akan tetapi dalam kenyataannya, sering kita mendengar kritikan dan kecaman dari berbagai lapisan masyarakat terhadap sistem pelayanan kesehatan yang kurang bermutu dan tidak berprofesional. khususnya dalam memberikan asuhan keperawatan di rumah sakit, karena terkait dengan ketidaksesuaian imbalan jasa yang mereka terima dengan pekerjaan yang harus mereka kerjakan (Siregar, 1997). Pemberian imbalan jasa akan meningkatkan kinerja perawat, maka jika instansi ingin meningkatkan kinerja perawat. Harus menambah imbalan jasa yang diterima oleh perawat (Nugroho, 2004). Menginformasikan bahwa rendahnya imbalan jasa bagi pekerja selama ini sangat mempengaruhi kinerja perawat dalam memberikan Asuhan Keperawatan (Nursalam, 2002).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi imbalan jasa terhadap kinerja perawat yaitu secara langsung ataupun tidak langsung yang menentukan tinggi rendahnya imbalan jasa antara lain: kondisi pasar yang dapat dikatakan tidak stabil, harga bahan-bahan makanan dan biaya hidup sangat tinggi, ini sangat mempengaruhi kepada kehidupan banyak orang, ada beberapa faktor yang


(11)

mempengaruhi kinerja perawat yaitu faktor individu, psikologi dan organisasi. Faktor individu terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang demografis, sedangkan faktor psikologi terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian dan motivasi. Sedangkan faktor organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan dan struktur. Jadi imbalan jasa merupakan faktor penting yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa karyawan bekerja pada suatu perusahaan dan bukan pada perusahaan lain (Gibson, 1987 dalam Ilyas, 2001).

Hasil penelitian Manotar (2006) dengan desain deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengidentifikasikan imbalan jasa yang di terima perawat dengan didapatkannya, bahwa pengaruh imbalan jasa dan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Advent, meskipun secara undi dapat diklasifikasikan 66,7% perawat, imbalan jasa yang mereka terima sudah baik, hasil penelitian ini mengatakan imbalan jasa yang diterima perawat tidak diikuti dengan buruknya kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.

Pada tahun 2006 data yang diambil dari Rekam Medik di Rumah sakit St. Elisabeth Medan dilakukan survey melalui angket yang diedarkan secara langsung kepada para pasien, hasil diketahui perawat selalu memberikan kinerja yang sangat baik, memuaskan, dapat diandalkan baik secara ilmu dan keterampilan dalam melakukan tindakan, termasuk selalu memberikan sapaan,melakukan tindakan sesuai SOP,melakukan pencatatan, pendokumentasian yang baik dan bertanggung jawab. walaupun dengan gaji atau imbalan jasa yang dapat dikatakan pada waktu itu sudah, cukup. pada tahun itu disamping disiplin yang sangat ketat,


(12)

pendidikan yang keras dan dari segi keahlian di katakan sangat trampil penuh tanggung serta fropesional

Pada tahun 2007 kegiatan evaluasi tentang pelayanan perawat dilakukan melalui survey dengan cara menyebarkan angket kepuasan kepada para pasien yang hasilnya akan ditabulasi, ternyata dari hasilnya menunjukkan bahwa pelayanan sudah mulai menurun dan kurang profisional dalam melakukan tindakan perawatn yang tidak sesuai dengan SOP yang berlaku di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Keramahan untuk memberikan sapaan sudah berkurang kepada pasein, kurang bertanggungjawab tidak melakukan pencatatan, pendokumentasian yang baik. dan pasien kurang merasakan kepuasan pelayanan yang mereka terima, maka rumah sakit sudah membuat suatu kebijakan, tentang indikator penilaian untuk meningkatkan pelayanan keperawatan, antara lain tentang angket kepuasan pasien yang akan diedarkan setiap akhir bulan, berupa pertanyaan. secara langsung kepada para pasien, setelah itu data ditabulasi .untuk lebih meningkatkan pelayanan yang baik.

Pada tahun 2008 data diambil dari Rekam Medik di Rumah Sakit St. Elisabeth, survei melalui angket yang diedarkan secara langsung kepada pasien. Hasil penyebaran angket diperoleh sebagian besar pasien mengatakan secara langsung.saat ini, pelayanan mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu keramahan, ketrampilan, dalam melakukan tindakan perawatan tidak sesuai dengan SOP, kepekaan dan tanggung jawab sudah mulai berkurang khususnya dalam memberikan pelayanan yang baik. Padahal imbalan yang mereka terima sudah standar dan tentang penggajian ini sudah sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 561/032/K/Tahun 2008 tentang Penetapan Upah


(13)

Minimum Kota Medan tahun 2009 yaitu Rp 1.020.000 (satu juta dua puluh ribu rupiah) bulan sedangkan Rumah Sakit St. Elisabeth sudah menjalankan tentang penggajian karyawan yang baru masuk 0 tahun sudah menerima imbalan jasa sebesar Rp. 985.000/bulan dan makan satu kali ditanggung oleh Rumah Sakit St. Elisabeth. masih ada tunjangan profesi yang perawat terima diluar gaji pokok.

Berdasarkan data yang diatas perawat Rumah Sakit St. Elisabeth Medan sudah mendapat imbalan jasa yang dikatakan cukup, namun kinerja perawat dalam memberikan tindakan keperawatan kurang sesuai dengan SOP yang sudah ada.maka pelayanan mengalami kemunduran dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu masalah memandikan, memberikan sapaan, melakukan pencatatan atau pendokumentasian kurang dijalankan dengan baik. Tetapi Peneliti tidak meneliti masalah yang lain peneliti lebih berfokus apakah ada “Pengaruh Imbalan Jasa Terhadap Kinerja Perawat dalam Memberikan Asuhan Perawatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dirumuskan masalah peneliti sebagai berikut: pengaruh imbalan jasa terhadap kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan.

3. Tujuan Penelitian

3.1.Untuk mengetahui pengaruh imbalan jasa terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan.


(14)

4. Pertanyaan Peneliti

4.1.Apakah ada pengaruh imbalan jasa terhadap kinerja perawat dalam melakukan Asuhan Keperawatan. di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan?

5. Manfaat Penelitian

5.1. Pendidikan Keperawatan

Sebagai masukan untuk menambah wawasan keilmuan keperawatan bidang manajemen untuk menerapkan kepada para mahasiswa agar memiliki kinerja yang baik.

5.2. Bagi Perawat

Dengan penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian yang berhubungan dengan Imbalan Jasa terhadap Kinerja Perawat dalam melakukan Asuhan Keperawatan

5.3 Rumah Sakit St. Elisabeth Medan

Dengan diketahuinya pengaruh imbalan jasa terhadap kinerja keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk pembuatan kebijakan kemajuan keperawatan terkait pemberian imbalan jasa yang sesuai bagi perawat di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan supaya pelayanan semakin baik.


(15)

B AB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Imbalan Jasa

1.1 Pengertian Imbalan Jasa

Imbalan Jasa (compensation) memiliki cakupan yang lebih luas dari upah atau gaji. Imbalan jasa adalah semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pekerja dan diterima serta dinikmati oleh pekerja baik secara langsung atau tidak langsung (Ruky, 2001). Imbalan jasa langsung (Direct Compensation) merupakan imbalan yang diterima secara rutin atau per periode oleh pekerja, imbalan ini mencakup gaji pokok/upah, tunjangan tunai sebagai penambah gaji yang diterima setiap bulan, tunjangan hari raya keagamaan, gaji ke 13 dan 14 bonus yang dikaitkan atau tidak dengan kinerja perusahaan dan penghargaan prestasi. Imbalan jasa tidak langsung (Indirect Compensation) merupakan imbalan yang diterima pekerja tidak secara rutin, imbalan ini mencakup fasilitas transportasi, biaya pemeliharaan kesehatan, upah selama cuti atau meninggalkan pekerjaan, bantuan untuk kecelakaan kerja, bantuan pendidikan gratis, asuransi jamsostek dan iuran pensiun (Ruky, 2001).

Moekijat (1992) menyatakan bahwa imbalan jasa merupakan balas jasa kepada pegawai karena yang bersangkutan telah memberi bantuan atau sumbangan untuk mencapai tujuan organisasi. Imbalan jasa diberikan karena partisipasi pekerja kepada organisasi yang mencakup gaji, upah, perumahan dinas, fasilitas kendaraan, pakaian kerja, tunjangan makan, tunjangan rumah dinas, dan tunjangan lainnya.


(16)

Harder (1992) mengemukakan bahwa imbalan jasa merupakan jenis penghargaan yang paling penting dalam perusahaan, oleh karena itu pihak manajemen perusahaan harus betul-betul mempertimbangkan masalah imbalan karyawannya. Apabila karyawan menerima imbalan rendah maka tidak ada kemauan untuk bekerja keras, hal ini disebabkan karena imbalan terutama gaji termasuk dalam alat untuk memenuhi kebutuhan dasar, sejalan dengan teori Frederick Herzberg tentang faktor dissatisfier atau ketidakpuasan imbalan jasa akan membuat pekerja merasa kecewa dan akan banyak menimbulkan masalah (Ruky, 2001).

Menurut Handoko (2000 dalam Nugroho, 2004) imbalan jasa merupakan segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Konvensi International Labour Organization (ILO) No. 100 menyatakan bahwa imbalan jasa merupakan upah/gaji, gaji pokok atau gaji minimum dan upah pekerja tersebut, atau ada kerja sama dengan Badan Kekuasaan Perundingan Serikat Pekerja dengan perusahaan tersebut dan ada nilai relatif jabatan (Moekijat, 1992).

1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Imbalan Jasa

Imbalan jasa merupakan faktor penting yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa karyawan bekerja pada suatu perusahaan dan bukan pada perusahaan lain. Imbalan jasa dapat berbentuk intrinsik (internal) dan ekstrinsik (eksternal). Imbalan intrinsik mencakup aspek psikologis dan sosial seperti pemberian pujian, sedangkan imbalan ekstrinsik berupa finansial (Mathis & Jackson, 2002).


(17)

Ada banyak faktor yang secara langsung atau tidak langsung, menentukan tinggi rendahnya imbalan jasa antara lain: kondisi pasar yang dapat di katakan tidak stabil termasuk harga bahan-bahan makanan dan biaya hidup yang tinggi ini sangat mempengaruhi kepada kehidupan banyak orang, disamping tenaga kerja yang banyak pengangguran, tarif imbalan jasa yang sedang berlaku, memang ada yang minim tapi ada juga yang sudah sesuai dengan upah minimum propinsi atau besar kecilnya biaya hidup, tapi itu tergantung kepada kemampuan perusahaan/pemberi kerja untuk membayar (Ruky, 2001).

1.3. Tujuan Pemberian Imbalan Jasa

Ivancevich (1997 dalam Suroso, 2003) menyatakan bahwa pemberian imbalan harus memenuhi kriteria: memberikan rasa nyaman (secure) sehingga memenuhi kebutuhan dasar karyawan, seimbang (balanced) dalam arti pemberian imbalan merupakan bagian dari penghargaan total termasuk di dalamnya tunjangan dan promosi, Cost effective; memberikan biaya manfaat bagi organisasi, Acceptable to employee; di sini termasuk tiga hal yang memerlukan pertimbangan apakah pemberian harus dilakukan secara tertutup ataukah diperlukan komunikasi agar tercapai titik temu yang disepakati dan dapat diterima oleh semua pihak, ataukah perlu mengikutsertakan karyawan dalam menentukan keputusan terkait dengan sistem imbalan.

Prinsip pemberian imbalan dapat pula dilakukan atas pertimbangan dan perspektif berikut: mudah dikelola; termasuk dalam hal ini mudah ditanggung oleh organisasi, kompetitif; dalam arti mampu bersaing dengan pesaing eksternal


(18)

atau secara internal mampu menimbulkan suasana persaingan yang positif, memotivasi: mampu menimbulkan dorongan untuk bekerja dengan baik, adil memberikan perasaan adil diantara karyawan (Suroso, 2003).

Menurut Handoko (1994 dalam Suroso, 2003) pemberian imbalan jasa bertujuan sebagai berikut:

a. Memperoleh pegawai yang berkualitas

Biasanya suatu organisasi yang bersaing di pasar tenaga kerja, tingkat imbalannya harus sesuai dengan kondisi supply and demand tenaga kerja. Suatu tingkat gaji yang relatif tinggi diperlukan untuk menarik pelamar yang berkualitas.

b. Mempertahankan karyawan yang Mik

Bila tingkat imbalan tidak kompetitif, akan banyak karyawan baik yang akan keluar mencari tempat kerja yang lebih memuaskan. Turn over karyawan akan tinggi dan secara ekonomis maupun psikologis akan merugikan karyawan.

c. Menjamin Keadilan

Keadilan atau konsistensi internal maupun eksternal sangat penting diperhatikan dalam menentukan tingkat imbalan.

d. Menghargai perilaku yang diinginkan

Pemberian imbalan yang efektif hendaknya mendorong perilaku yang diinginkan, seperti prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, dan tanggung jawab.


(19)

e. Mengendalikan biaya

Suatu program imbalan yang rasional akan membantu organisasi untuk mendapatkan atau mempertahankan sumber daya manusia pada tingkat biaya yang layak.

f. Memenuhi peraturan legal

Pemberian imbalan mempunyai batasan dan peraturan yang legal. Program imbalan yang baik selalu memperhatikan hal tersebut dan sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur imbalan untuk karyawan.

1.4. Imbalan Jasa sebagai Alat Manajemen Kinerja

Pemberian imbalan berdasarkan kinerja didasarkan atas teori kesetaraan (Equity theory), teori harapan (Expectancy theory), teori hukum akibat (The law of effect) dan teori pemenuhan kebutuhan psikologis (Psychological fulfillment). Teori kesetaraan menyatakan bahwa setiap karyawan harus diperlakukan secara adil dan setara. Teori harapan menyatakan bahwa seseorang percaya bahwa apabila dia mampu mencapai tingkat kinerja tertentu maka dia akan memperoleh imbalan. Sedangkan hukum akibat menjelaskan bahwa perilaku akan memperoleh imbalan jika diulang atau dikerjakan lagi (Swansburg, 1999).

Pemberian imbalan berdasarkan kinerja dapat memberikan dampak positif terhadap perilaku karyawan, menimbulkan kepuasan kerja bagi karyawan, memberikan dampak positif terhadap kemampuan organisasi, mampu menghasilkan pencapaian tujuan yang telah dirancang dan mempertahankan lebih banyak karyawan yang mampu bekerja dengan prestasi tinggi (Swansburg, 1999).


(20)

Di dalam paradigma sistem penggajian imbalan secara otomatis akan selalu diikuti dengan kenaikan kinerja. Kenyataannya tidaklah demikian, sesuai dengan statistik kadang-kadang memang terjadi imbalan yang dinaikkan akan meningkatkan kinerja, tetapi kadang-kadang itu tidak terjadi. Hal ini sejalan dengan pendapat Ruky (2001) yang menyebutkan bahwa imbalan bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja. Faktor lain yang mempengaruhi kinerja adalah karakteristik lingkungan kerja yang kondusif (kecocokan dalam bekerja, bantuan teman jika ada kesulitan, bimbingan dan petunjuk dari atasan, sikap dan perlakuan atasan) dan karakteristik lingkungan organisasi perawat dalam bekerja seperti ikut dalam memecahkan masalah dan kebijakan pimpinan (Muhammad, 2003).

Menurut penelitian Harapan (2004), yang bertujuan untuk mengidentifikasi tentang kepuasan kerja dan hubungannya dengan kinerja perawat tetap baik dalam memberikan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Permata Bunda, menginformasikan imbalan jasa yang diterima perawat rendah namun kinerjanya tetap baik karena individu bekerja bukan semata-mata hanya untuk menerima imbalan jasa saja tetapi juga untuk mencari kepuasan kerja tersendiri.

Agar dapat melakukan manajemen kinerja dengan baik, organisasi harus merancang sistem imbalan yang baru. Untuk melakukannya maka harus dipertimbangkan bentuk imbalan yang sebaiknya diberikan, siapa yang layak menerimanya, perlukah sesuatu yang bersifat desinsentif (hukuman) dan pengukuran kinerja yang bagaimana digunakan apakah secara objektif atau secara subjektif (Suroso, 2003).


(21)

Suroso (2003) menyatakan bahwa untuk memberikan imbalan dapat digunakan beberapa alat manajemen kinerja, yaitu Gaji Pokok atau Tunjangan tetap/pembayaran kinerja. Bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan kehidupan melalui gaji yang diperoleh dari organisasi, dengan gaji yang diperolehnya tenaga kerja dapat memenuhi kebutuhannya (kebutuhan fisik, sosial dan sebagainya baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya). Dalam hal besarnya pemberian gaji ini selalu ada perbedaan pendapat antara pemberi gaji dengan penerima gaji. Tenaga kerja menghendaki gaji yang setinggi mungkin dan kerja yang sedikit mungkin. Sebaliknya perusahaan menghendaki gaji yang sedikit mungkin dengan jam kerja yang panjang (Siregar, 1997).

2. Penghargaan kinerja

Penghargaan kinerja adalah sesuatu yang bersifat non finansial yang diberikan kepada karyawan sebagai penghargaan atas prestasi yang telah dicapainya. Dengan cara ini, karyawan akan sadar bahwa kinerjanya dihargai dan dinilai tinggi (Suroso, 2003). Menurut Siagian (1992) perilaku seseorang akan didorong oleh adanya penguatan positif.

Penguatan positif menyebabkan konsekuensi menyenangkan yang mendorong pengulangan perilaku, sebagai contoh seorang pegawai merasa bahwa apabila dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, pimpinan atau atasan memberi imbalan pengakuan, karena bagi pegawai menyukai pengakuan, perilaku yang diperkuat dengan hal demikian maka pegawai cenderung ingin melakukan lagi pekerjaan yang berkualitas tinggi. Penguatan selamanya bergantung kepada perilaku pegawai yang tepat (Ruky, 2001).


(22)

Dalam hal pengakuan agar karyawan mampu bekerja dan melaksanakan tugas dengan baik, pimpinan wajib memberikan penghargaan kepada yang bersangkutan, penghargaan itu dilakukan dengan berbagai bentuk seperti pujian yang dinyatakan dengan kata-kata, pujian yang dinyatakan secara tertulis dalam bentuk piagam, pemberian angka kredit yang berhubungan dengan karir pegawai dan pemberian barang yang bermanfaat bagi yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas (Siagian, 1992).

Penghargaan Kinerja perawat mengharuskan instansi menjalankan Asuhan Keperawatan yaitu:

2.1 Pembayaran psikologis

Pembayaran psikologis dimaksudkan untuk memberikan imbalan finansial semu, misalnya memberikan liburan tambahan dari yang di tentukan oleh instansi tanpa mempengaruhi pada gaji, atau memberikan alat baru kepada karyawan atau kelompok karyawan yang berprestasi dengan baik sebagai penghargaan untuk membangkitkan semangat bekerja (Soroso, 2003).

2.2 Bonus

Bonus adalah pemberian imbalan berupa uang di luar gaji atau tunjangan tetap. Biasanya bonus diberikan dalam bentuk lupstum setahun sekali atau dua kali, pada pertengahan tahun atau akhir tahun kepada individu yang berhasil mencapai tingkat kinerja tertentu (Suroso, 2003).


(23)

3. Kinerja

3.1. Defenisi Kinerja

Kinerja adalah merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampian.untuk menyelsaikan tugas atau pekerjaan,seseoang yang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu.tanpa pemahaman apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Hersel dan

Blanchard,1993),kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas,baik yang dilakukan oloh individu dan kelompok maupun

instansi,(Schermerhorn,Hunt dan Osborn,1991).

Hersey, Blanchard & Johnson (1996 dalam Huber, 2000) yang menyatakan bahwa kinerja adalah sejauh mana pencapaian organisasi, tujuan sosial dan pertanggungjawaban kinerja merupakan penampilan hasil karya personil di dalam suatu organisasi (Ilyas, 2001). Prawirosentono (1999) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil karya yang dapat dicapai seseorang atau kelompok dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak pekerja memberi kontribusi kepada perusahaan yang antara lain termasuk: kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif (Mathis & Jackson, 2002). Sedangkan Muliadi (1998) menyebutkan bahwa kinerja adalah


(24)

fungsi dari upaya kemampuan, persepsi dan bakat.

3.2. Faktor yang mempengaruhi kinerja

Menurut Gibson (1987) yang dikutip dari Ilyas (2001) ada tiga faktor (variabel) yang mempengaruhi kinerja seseorang yaitu faktor individu, faktor psikologi dan faktor organisasi.

Faktor individu terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. Umur responden yang tergolong muda (20-35 tahun) cenderung mempunyai tingkat pemahaman kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan perawat yang berumur 36-45 tahun (Megawati, 2005).

Faktor psikologi terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur. Terkait dengan belajar semakin tinggi tingkat pendidikan perawat cenderung mempunyai mutu pekerjaan yang baik. Dengan pengetahuan yang tinggi tingkat pemahaman dalam bekerja akan baik sehingga kinerja akan baik pula. Perawat pelaksana berpendidikan D3 Keperawatan memiliki kinerja lebih baik daripada perawat pelaksana berpendidikan SPK (Sekolah Pendidikan Kesehatan)


(25)

(Megawati, 2005).

Terkait dengan pengalaman kerja sebelumnya, perawat dengan masa kerja <15 tahun mempunyai kinerja kategori baik, sebaiknya perawat dengan lama kerja >15 tahun mempunyai kinerja kategori tidak baik karena dengan masa kerja relatif lama kemungkinan timbul rasa jenuh lebih besar (Megawati, 2005). Terkait dengan identitas diri apabila individu sudah mempunyai kualitas terhadap bidang pekerjaannya dan telah berada pada lingkungan pekerjaan yang sesuai maka kinerja atau produktivitasnya serta loyalitas terhadap pekerjaan tersebut akan dapat ditampilkan secara maksimal. Pada keadaan ini biasanya individu tidak bekerja semata-mata untuk mencari nafkah tetapi termasuk di dalamnya bagaimana mengaktualisasikan diri melalui pekerjaannya sehingga dapat menimbulkan kepuasan secara pribadi (Nugroho, 2004).

Faktor organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

3.3. Kinerja Perawat

Kinerja perawat dapat dilihat sesuai dengan peran fungsi perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan. Menurut Elis & Hartley (1980) perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi, yang merawat orang sakit, luka dan lanjut usia. Florence Nigthtingale menyatakan bahwa peran perawat adalah menjaga pasien mempertahankan kondisi terbaiknya terhadap masalah kesehatan yang


(26)

menimpa dirinya (Priharjo, 1995).

Surat Keputusan Menteri Perdagangan Aparatur Negara No.94/MENPAN/1986 menyatakan bahwa perawat adalah pegawai negeri sipil yang berijazah perawatan yang diberi tugas secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat pada unit pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas dan Unit Pelayanan Kesehatan lainnya) (Priharjo, 1995).

Asuhan keperawatan adalah bantuan, bimbingan, penyuluhan, pengawasan atau perlindungan yang diberikan seorang perawat untuk memenuhi kebutuhan klien. Tujuan asuhan keperawatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal (Depkes RI, 1988).

Kalangan Profesi keperawatan telah menetapkan lingkup tugas keperawatan yaitu dengan adanya standar asuhan keperawatan. Standar asuhan keperawatan ini mencakup pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan dan pelaksanaan tindakan keperawatan serta evaluasi keperawatan. Sedangkan yang menyangkut tindakan keperawatan meliputi intervensi keperawatan, observasi serta konseling kesehatan. Hal inilah yang menjadi kewenangan profesional yang melekat dalam diri perawat (Yahmono, 2000).

Nursalam (2002) mengatakan bahwa perawat yang bertugas di pelayanan (rumah sakit) baik pemerintah maupun swasta harus


(27)

melaksanakan standar asuhan keperawatan yang ada di rumah sakit. Hal ini disahkan berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jendral Pelayanan Medik Nomor: YM.00.03.2.6.7637, disusun sebagai berikut : Standar 1: Falsafah Keperawatan, Standar 2: Tujuan Asuhan Keperawatan, Standar 3: Pengkajian Keperawatan, Standar 4: Diagnosa Keperawatan, Standar 5: Perencanaan Keperawatan, Standar 6: Intervensi Keperawatan, dan Standar 7: Catatan Asuhan Keperawatan.

3.4. Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kinerja merupakan suatu komponen dari sistem manajemen kinerja yang digunakan organisasi untuk memotivasi pekerja. Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki kinerja (Huber, 2000).

Menurut Ilyas (2001) penilaian kinerja adalah suatu proses menilai hasil karya personil dalam suatu organisasi melalui instrumen kinerja dan pada hakekatnya merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personil dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Sejalan dengan (Swanburg, 2000) yang menyatakan bahwa penilaian kerja merupakan proses kontrol dimana kinerja pegawai dievaluasi berdasarkan standar yang ada. Kinerja yang dinilai adalah kinerja dari pekerjaan yang sedang terjadi atau nyata bukan yang belum terjadi (Marquiz & Huston, 2000).

Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya


(28)

manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dengan kualitas yang tinggi. Manajer perawat dapat menggunakan proses penilaian kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir serta memberikan penghargaan personel.

Penilaian kinerja perawat adalah pengukuran efisiensi, kompetensi dan efektivitas proses keperawatan dan aktivitas yang digunakan oleh perawat dalam merawat klien guna untuk mempertahankan, memperbaiki dan memotivasi tingkah laku perawat (Huber, 2000). Penilaian kinerja perawat berguna untuk membantu kepuasan perawat dan untuk memperbaiki pelaksanaan kerja mereka, memberitahukan perawat bahwa kerja mereka kurang memuaskan serta mempromosikan jabatan, kenaikan gaji, memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahan serta menentukan pelatihan karyawan yang memerlukan bimbingan khusus. Banyak manfaat yang dapat diambil dari penilaian kinerja yaitu sebagai berikut (Nursalam, 2002):

3.4.1. Meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu atau secara kelompok dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan rumah sakit.

3.4.2 Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya atau prestasi dengan cara memberikan umpan


(29)

balik kepada mereka tentang profesinya.

3.4.3 Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang tepat guna. Sehingga rumah sakit akan mempunyai tenaga kerja yang cakap dan terampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan di masa depan.

3.4.4 Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.

4. Asuhan Keperawatan 4.1 Pengertian

Menurut Pokja Keperawatan (1992) Asuhan Keperawatan (nursing care) adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang langsung diberikan kepada klien/pasien, pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, dengan menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan, dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Menurut Taylor (1989) keperawatan adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat bersama klien secara bersama menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan, membuat perencanaan dan rencana implementasi, serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.

4.2. Standar Asuhan Keperawatan.


(30)

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (PPNI, 2000) yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi. Standar Asuhan Keperawatan tersebut secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

4.2.1 Standar I: Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan meliputi: Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamneses, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang, Sumber data adalah pasien, keluarga atau orang terkait tim kesehatan, rekam medis dan catatan. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasikan status biologis-psikologis-spritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal dan resiko tinggi masalah.

4.2.2 Standar II: Diagnosa Keperawatan

Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Adapun kriteria proses: proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi masalah pasien dan perumusan diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), penyebab (E), gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE), Bekerjasama dengan pasien dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnose keperawatan: Melakukan Pengkajian ulang dan merevisi diagnosa keperawatan berdasarkan data terbaru.


(31)

4.2.3 Standar III : Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien.

Kritera Proses meliputi: Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan: bekerjasama dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan: perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan pasien; mendokumentasikan rencana keperawatan.

4.2.4 Standar IV: Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan.

Kriteria Proses meliputi: Bekerjasama dengan pasien dalam melaksanakan tindakan keperawatan, kolaborasi dengan tim kesehatan lain, melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan pasien, memberikan pendidikan pada pasien dan keluarga mengenai konsep keterampilan asuhan diri serta membantu pasien memodifikasi lingkungan berdasarkan respon pasien.

6. Standar V : Evaluasi Keperawatan.

Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam mencapai dan merevisi data dasar dan perencanaan, Adapun Kriteria Proses adalah; Menyusun perencanaan evaluasi hasil intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data dasar dan respon dalam mengukur perkembangan ke


(32)

arah pencapaian tujuan, bekerjasama dengan pasien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan, mendokumentasikan hasil evaluasi. Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan dapat menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriptif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan dan kualitas struktur, proses atau hasil yang dapat dinilai. Standar pelayanan yang diinginkan untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien (Nursalam, 2001).

Manfaat Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan menurut Gaffar (1999) mempunyai 4 (empat) manfaat yaitu: dari segi administrasi, hukum, ekonomi dan pendidikan.

a. Aspek Administratif

Kegiatan administrasi pada proses keperawatan merupakan kegiatan dokumentasi berupa pencatatan dan pelaporan. Dokumentasi proses keperawatan menjamin kualitas asuhan keperawatan karena dari kegiatan ini dikomunikasikan dan dievaluasi perkembangan klien. Secara tidak langsung peran proses keperawatan tak kalah penting artinya dalam rangka profesionalisme karena semakin memberi peluang kepada perawat untuk mengaktualisasikan diri sebagai perawat dan perawat sebagai profesinya. Bagi perawat pelaksana asuhan keperawatan lebih bermakna karena proses keperawatan dijadikan instrument penilaian prestasi kerja dan peningkatan karir perawat sehingga turut mendukung menguntungkan


(33)

perkembangan profesi keperawatan. b. Aspek Hukum

Proses keperawatan sebagai metoda ilmiah dilakukan dengan investigasi, observasi dan analisa. Tujuannya adalah menjamin agar masalah kesehatan klien teridentifikasi sehingga implementasi rencana keperawatan efektif dan dapat dipertanggungjawabkan serta dipertanggunggugat oleh perawat. Hal ini bermanfaat dalam member perlindungan dan jaminan kepastian hukum bagi klien sebagai penerima asuhan dan perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan.

c. Aspek Ekonomi

Proses keperawatan dikatakan profesional jika asuhan keperawatan yang di berikan efektif dan efisien. Efektif berarti asuhan keperawatan dapat menyelesaikan masalah kesehatan klien. Efisien berarti biaya perawatan klien proporsional dalam arti sesuai kebutuhan klien akan pelayanan kesehatan.

d. Aspek Pendidikan dan Penelitian

Hubungan antara proses keperawatan dengan pendidikan dan penelitian sangat erat, artinya kedua aspek saling mengisi dan saling menunjang. Proses keperawatan tidak dapat diterapkan tanpa pendidikan, demikian pula pendidikan keperawatan tidak berkembang dengan baik tanpa asupan dari proses keperawatan sebagai metode ilmiah pemberian asuhan keperawatan.


(34)

B AB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Imbalan Jasa

1.1 Pengertian Imbalan Jasa

Imbalan Jasa (compensation) memiliki cakupan yang lebih luas dari upah atau gaji. Imbalan jasa adalah semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pekerja dan diterima serta dinikmati oleh pekerja baik secara langsung atau tidak langsung (Ruky, 2001). Imbalan jasa langsung (Direct Compensation) merupakan imbalan yang diterima secara rutin atau per periode oleh pekerja, imbalan ini mencakup gaji pokok/upah, tunjangan tunai sebagai penambah gaji yang diterima setiap bulan, tunjangan hari raya keagamaan, gaji ke 13 dan 14 bonus yang dikaitkan atau tidak dengan kinerja perusahaan dan penghargaan prestasi. Imbalan jasa tidak langsung (Indirect Compensation) merupakan imbalan yang diterima pekerja tidak secara rutin, imbalan ini mencakup fasilitas transportasi, biaya pemeliharaan kesehatan, upah selama cuti atau meninggalkan pekerjaan, bantuan untuk kecelakaan kerja, bantuan pendidikan gratis, asuransi jamsostek dan iuran pensiun (Ruky, 2001).

Moekijat (1992) menyatakan bahwa imbalan jasa merupakan balas jasa kepada pegawai karena yang bersangkutan telah memberi bantuan atau sumbangan untuk mencapai tujuan organisasi. Imbalan jasa diberikan karena partisipasi pekerja kepada organisasi yang mencakup gaji, upah, perumahan dinas, fasilitas kendaraan, pakaian kerja, tunjangan makan, tunjangan rumah dinas, dan tunjangan lainnya.


(35)

Harder (1992) mengemukakan bahwa imbalan jasa merupakan jenis penghargaan yang paling penting dalam perusahaan, oleh karena itu pihak manajemen perusahaan harus betul-betul mempertimbangkan masalah imbalan karyawannya. Apabila karyawan menerima imbalan rendah maka tidak ada kemauan untuk bekerja keras, hal ini disebabkan karena imbalan terutama gaji termasuk dalam alat untuk memenuhi kebutuhan dasar, sejalan dengan teori Frederick Herzberg tentang faktor dissatisfier atau ketidakpuasan imbalan jasa akan membuat pekerja merasa kecewa dan akan banyak menimbulkan masalah (Ruky, 2001).

Menurut Handoko (2000 dalam Nugroho, 2004) imbalan jasa merupakan segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Konvensi International Labour Organization (ILO) No. 100 menyatakan bahwa imbalan jasa merupakan upah/gaji, gaji pokok atau gaji minimum dan upah pekerja tersebut, atau ada kerja sama dengan Badan Kekuasaan Perundingan Serikat Pekerja dengan perusahaan tersebut dan ada nilai relatif jabatan (Moekijat, 1992).

1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Imbalan Jasa

Imbalan jasa merupakan faktor penting yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa karyawan bekerja pada suatu perusahaan dan bukan pada perusahaan lain. Imbalan jasa dapat berbentuk intrinsik (internal) dan ekstrinsik (eksternal). Imbalan intrinsik mencakup aspek psikologis dan sosial seperti pemberian pujian, sedangkan imbalan ekstrinsik berupa finansial (Mathis & Jackson, 2002).


(36)

Ada banyak faktor yang secara langsung atau tidak langsung, menentukan tinggi rendahnya imbalan jasa antara lain: kondisi pasar yang dapat di katakan tidak stabil termasuk harga bahan-bahan makanan dan biaya hidup yang tinggi ini sangat mempengaruhi kepada kehidupan banyak orang, disamping tenaga kerja yang banyak pengangguran, tarif imbalan jasa yang sedang berlaku, memang ada yang minim tapi ada juga yang sudah sesuai dengan upah minimum propinsi atau besar kecilnya biaya hidup, tapi itu tergantung kepada kemampuan perusahaan/pemberi kerja untuk membayar (Ruky, 2001).

1.3. Tujuan Pemberian Imbalan Jasa

Ivancevich (1997 dalam Suroso, 2003) menyatakan bahwa pemberian imbalan harus memenuhi kriteria: memberikan rasa nyaman (secure) sehingga memenuhi kebutuhan dasar karyawan, seimbang (balanced) dalam arti pemberian imbalan merupakan bagian dari penghargaan total termasuk di dalamnya tunjangan dan promosi, Cost effective; memberikan biaya manfaat bagi organisasi, Acceptable to employee; di sini termasuk tiga hal yang memerlukan pertimbangan apakah pemberian harus dilakukan secara tertutup ataukah diperlukan komunikasi agar tercapai titik temu yang disepakati dan dapat diterima oleh semua pihak, ataukah perlu mengikutsertakan karyawan dalam menentukan keputusan terkait dengan sistem imbalan.

Prinsip pemberian imbalan dapat pula dilakukan atas pertimbangan dan perspektif berikut: mudah dikelola; termasuk dalam hal ini mudah ditanggung oleh organisasi, kompetitif; dalam arti mampu bersaing dengan pesaing eksternal


(37)

atau secara internal mampu menimbulkan suasana persaingan yang positif, memotivasi: mampu menimbulkan dorongan untuk bekerja dengan baik, adil memberikan perasaan adil diantara karyawan (Suroso, 2003).

Menurut Handoko (1994 dalam Suroso, 2003) pemberian imbalan jasa bertujuan sebagai berikut:

a. Memperoleh pegawai yang berkualitas

Biasanya suatu organisasi yang bersaing di pasar tenaga kerja, tingkat imbalannya harus sesuai dengan kondisi supply and demand tenaga kerja. Suatu tingkat gaji yang relatif tinggi diperlukan untuk menarik pelamar yang berkualitas.

b. Mempertahankan karyawan yang Mik

Bila tingkat imbalan tidak kompetitif, akan banyak karyawan baik yang akan keluar mencari tempat kerja yang lebih memuaskan. Turn over karyawan akan tinggi dan secara ekonomis maupun psikologis akan merugikan karyawan.

c. Menjamin Keadilan

Keadilan atau konsistensi internal maupun eksternal sangat penting diperhatikan dalam menentukan tingkat imbalan.

d. Menghargai perilaku yang diinginkan

Pemberian imbalan yang efektif hendaknya mendorong perilaku yang diinginkan, seperti prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, dan tanggung jawab.


(38)

e. Mengendalikan biaya

Suatu program imbalan yang rasional akan membantu organisasi untuk mendapatkan atau mempertahankan sumber daya manusia pada tingkat biaya yang layak.

f. Memenuhi peraturan legal

Pemberian imbalan mempunyai batasan dan peraturan yang legal. Program imbalan yang baik selalu memperhatikan hal tersebut dan sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur imbalan untuk karyawan.

1.4. Imbalan Jasa sebagai Alat Manajemen Kinerja

Pemberian imbalan berdasarkan kinerja didasarkan atas teori kesetaraan (Equity theory), teori harapan (Expectancy theory), teori hukum akibat (The law of effect) dan teori pemenuhan kebutuhan psikologis (Psychological fulfillment). Teori kesetaraan menyatakan bahwa setiap karyawan harus diperlakukan secara adil dan setara. Teori harapan menyatakan bahwa seseorang percaya bahwa apabila dia mampu mencapai tingkat kinerja tertentu maka dia akan memperoleh imbalan. Sedangkan hukum akibat menjelaskan bahwa perilaku akan memperoleh imbalan jika diulang atau dikerjakan lagi (Swansburg, 1999).

Pemberian imbalan berdasarkan kinerja dapat memberikan dampak positif terhadap perilaku karyawan, menimbulkan kepuasan kerja bagi karyawan, memberikan dampak positif terhadap kemampuan organisasi, mampu menghasilkan pencapaian tujuan yang telah dirancang dan mempertahankan lebih banyak karyawan yang mampu bekerja dengan prestasi tinggi (Swansburg, 1999).


(39)

Di dalam paradigma sistem penggajian imbalan secara otomatis akan selalu diikuti dengan kenaikan kinerja. Kenyataannya tidaklah demikian, sesuai dengan statistik kadang-kadang memang terjadi imbalan yang dinaikkan akan meningkatkan kinerja, tetapi kadang-kadang itu tidak terjadi. Hal ini sejalan dengan pendapat Ruky (2001) yang menyebutkan bahwa imbalan bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja. Faktor lain yang mempengaruhi kinerja adalah karakteristik lingkungan kerja yang kondusif (kecocokan dalam bekerja, bantuan teman jika ada kesulitan, bimbingan dan petunjuk dari atasan, sikap dan perlakuan atasan) dan karakteristik lingkungan organisasi perawat dalam bekerja seperti ikut dalam memecahkan masalah dan kebijakan pimpinan (Muhammad, 2003).

Menurut penelitian Harapan (2004), yang bertujuan untuk mengidentifikasi tentang kepuasan kerja dan hubungannya dengan kinerja perawat tetap baik dalam memberikan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Permata Bunda, menginformasikan imbalan jasa yang diterima perawat rendah namun kinerjanya tetap baik karena individu bekerja bukan semata-mata hanya untuk menerima imbalan jasa saja tetapi juga untuk mencari kepuasan kerja tersendiri.

Agar dapat melakukan manajemen kinerja dengan baik, organisasi harus merancang sistem imbalan yang baru. Untuk melakukannya maka harus dipertimbangkan bentuk imbalan yang sebaiknya diberikan, siapa yang layak menerimanya, perlukah sesuatu yang bersifat desinsentif (hukuman) dan pengukuran kinerja yang bagaimana digunakan apakah secara objektif atau secara subjektif (Suroso, 2003).


(40)

Suroso (2003) menyatakan bahwa untuk memberikan imbalan dapat digunakan beberapa alat manajemen kinerja, yaitu Gaji Pokok atau Tunjangan tetap/pembayaran kinerja. Bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan kehidupan melalui gaji yang diperoleh dari organisasi, dengan gaji yang diperolehnya tenaga kerja dapat memenuhi kebutuhannya (kebutuhan fisik, sosial dan sebagainya baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya). Dalam hal besarnya pemberian gaji ini selalu ada perbedaan pendapat antara pemberi gaji dengan penerima gaji. Tenaga kerja menghendaki gaji yang setinggi mungkin dan kerja yang sedikit mungkin. Sebaliknya perusahaan menghendaki gaji yang sedikit mungkin dengan jam kerja yang panjang (Siregar, 1997).

2. Penghargaan kinerja

Penghargaan kinerja adalah sesuatu yang bersifat non finansial yang diberikan kepada karyawan sebagai penghargaan atas prestasi yang telah dicapainya. Dengan cara ini, karyawan akan sadar bahwa kinerjanya dihargai dan dinilai tinggi (Suroso, 2003). Menurut Siagian (1992) perilaku seseorang akan didorong oleh adanya penguatan positif.

Penguatan positif menyebabkan konsekuensi menyenangkan yang mendorong pengulangan perilaku, sebagai contoh seorang pegawai merasa bahwa apabila dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, pimpinan atau atasan memberi imbalan pengakuan, karena bagi pegawai menyukai pengakuan, perilaku yang diperkuat dengan hal demikian maka pegawai cenderung ingin melakukan lagi pekerjaan yang berkualitas tinggi. Penguatan selamanya bergantung kepada perilaku pegawai yang tepat (Ruky, 2001).


(41)

Dalam hal pengakuan agar karyawan mampu bekerja dan melaksanakan tugas dengan baik, pimpinan wajib memberikan penghargaan kepada yang bersangkutan, penghargaan itu dilakukan dengan berbagai bentuk seperti pujian yang dinyatakan dengan kata-kata, pujian yang dinyatakan secara tertulis dalam bentuk piagam, pemberian angka kredit yang berhubungan dengan karir pegawai dan pemberian barang yang bermanfaat bagi yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas (Siagian, 1992).

Penghargaan Kinerja perawat mengharuskan instansi menjalankan Asuhan Keperawatan yaitu:

2.1 Pembayaran psikologis

Pembayaran psikologis dimaksudkan untuk memberikan imbalan finansial semu, misalnya memberikan liburan tambahan dari yang di tentukan oleh instansi tanpa mempengaruhi pada gaji, atau memberikan alat baru kepada karyawan atau kelompok karyawan yang berprestasi dengan baik sebagai penghargaan untuk membangkitkan semangat bekerja (Soroso, 2003).

2.2 Bonus

Bonus adalah pemberian imbalan berupa uang di luar gaji atau tunjangan tetap. Biasanya bonus diberikan dalam bentuk lupstum setahun sekali atau dua kali, pada pertengahan tahun atau akhir tahun kepada individu yang berhasil mencapai tingkat kinerja tertentu (Suroso, 2003).


(42)

3. Kinerja

3.1. Defenisi Kinerja

Kinerja adalah merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampian.untuk menyelsaikan tugas atau pekerjaan,seseoang yang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu.tanpa pemahaman apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Hersel dan

Blanchard,1993),kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas,baik yang dilakukan oloh individu dan kelompok maupun

instansi,(Schermerhorn,Hunt dan Osborn,1991).

Hersey, Blanchard & Johnson (1996 dalam Huber, 2000) yang menyatakan bahwa kinerja adalah sejauh mana pencapaian organisasi, tujuan sosial dan pertanggungjawaban kinerja merupakan penampilan hasil karya personil di dalam suatu organisasi (Ilyas, 2001). Prawirosentono (1999) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil karya yang dapat dicapai seseorang atau kelompok dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak pekerja memberi kontribusi kepada perusahaan yang antara lain termasuk: kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif (Mathis & Jackson, 2002). Sedangkan Muliadi (1998) menyebutkan bahwa kinerja adalah


(43)

fungsi dari upaya kemampuan, persepsi dan bakat.

3.2. Faktor yang mempengaruhi kinerja

Menurut Gibson (1987) yang dikutip dari Ilyas (2001) ada tiga faktor (variabel) yang mempengaruhi kinerja seseorang yaitu faktor individu, faktor psikologi dan faktor organisasi.

Faktor individu terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. Umur responden yang tergolong muda (20-35 tahun) cenderung mempunyai tingkat pemahaman kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan perawat yang berumur 36-45 tahun (Megawati, 2005).

Faktor psikologi terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur. Terkait dengan belajar semakin tinggi tingkat pendidikan perawat cenderung mempunyai mutu pekerjaan yang baik. Dengan pengetahuan yang tinggi tingkat pemahaman dalam bekerja akan baik sehingga kinerja akan baik pula. Perawat pelaksana berpendidikan D3 Keperawatan memiliki kinerja lebih baik daripada perawat pelaksana berpendidikan SPK (Sekolah Pendidikan Kesehatan)


(44)

(Megawati, 2005).

Terkait dengan pengalaman kerja sebelumnya, perawat dengan masa kerja <15 tahun mempunyai kinerja kategori baik, sebaiknya perawat dengan lama kerja >15 tahun mempunyai kinerja kategori tidak baik karena dengan masa kerja relatif lama kemungkinan timbul rasa jenuh lebih besar (Megawati, 2005). Terkait dengan identitas diri apabila individu sudah mempunyai kualitas terhadap bidang pekerjaannya dan telah berada pada lingkungan pekerjaan yang sesuai maka kinerja atau produktivitasnya serta loyalitas terhadap pekerjaan tersebut akan dapat ditampilkan secara maksimal. Pada keadaan ini biasanya individu tidak bekerja semata-mata untuk mencari nafkah tetapi termasuk di dalamnya bagaimana mengaktualisasikan diri melalui pekerjaannya sehingga dapat menimbulkan kepuasan secara pribadi (Nugroho, 2004).

Faktor organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

3.3. Kinerja Perawat

Kinerja perawat dapat dilihat sesuai dengan peran fungsi perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan. Menurut Elis & Hartley (1980) perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi, yang merawat orang sakit, luka dan lanjut usia. Florence Nigthtingale menyatakan bahwa peran perawat adalah menjaga pasien mempertahankan kondisi terbaiknya terhadap masalah kesehatan yang


(45)

menimpa dirinya (Priharjo, 1995).

Surat Keputusan Menteri Perdagangan Aparatur Negara No.94/MENPAN/1986 menyatakan bahwa perawat adalah pegawai negeri sipil yang berijazah perawatan yang diberi tugas secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat pada unit pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas dan Unit Pelayanan Kesehatan lainnya) (Priharjo, 1995).

Asuhan keperawatan adalah bantuan, bimbingan, penyuluhan, pengawasan atau perlindungan yang diberikan seorang perawat untuk memenuhi kebutuhan klien. Tujuan asuhan keperawatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal (Depkes RI, 1988).

Kalangan Profesi keperawatan telah menetapkan lingkup tugas keperawatan yaitu dengan adanya standar asuhan keperawatan. Standar asuhan keperawatan ini mencakup pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan dan pelaksanaan tindakan keperawatan serta evaluasi keperawatan. Sedangkan yang menyangkut tindakan keperawatan meliputi intervensi keperawatan, observasi serta konseling kesehatan. Hal inilah yang menjadi kewenangan profesional yang melekat dalam diri perawat (Yahmono, 2000).

Nursalam (2002) mengatakan bahwa perawat yang bertugas di pelayanan (rumah sakit) baik pemerintah maupun swasta harus


(46)

melaksanakan standar asuhan keperawatan yang ada di rumah sakit. Hal ini disahkan berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jendral Pelayanan Medik Nomor: YM.00.03.2.6.7637, disusun sebagai berikut : Standar 1: Falsafah Keperawatan, Standar 2: Tujuan Asuhan Keperawatan, Standar 3: Pengkajian Keperawatan, Standar 4: Diagnosa Keperawatan, Standar 5: Perencanaan Keperawatan, Standar 6: Intervensi Keperawatan, dan Standar 7: Catatan Asuhan Keperawatan.

3.4. Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kinerja merupakan suatu komponen dari sistem manajemen kinerja yang digunakan organisasi untuk memotivasi pekerja. Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki kinerja (Huber, 2000).

Menurut Ilyas (2001) penilaian kinerja adalah suatu proses menilai hasil karya personil dalam suatu organisasi melalui instrumen kinerja dan pada hakekatnya merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personil dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Sejalan dengan (Swanburg, 2000) yang menyatakan bahwa penilaian kerja merupakan proses kontrol dimana kinerja pegawai dievaluasi berdasarkan standar yang ada. Kinerja yang dinilai adalah kinerja dari pekerjaan yang sedang terjadi atau nyata bukan yang belum terjadi (Marquiz & Huston, 2000).

Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya


(47)

manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dengan kualitas yang tinggi. Manajer perawat dapat menggunakan proses penilaian kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir serta memberikan penghargaan personel.

Penilaian kinerja perawat adalah pengukuran efisiensi, kompetensi dan efektivitas proses keperawatan dan aktivitas yang digunakan oleh perawat dalam merawat klien guna untuk mempertahankan, memperbaiki dan memotivasi tingkah laku perawat (Huber, 2000). Penilaian kinerja perawat berguna untuk membantu kepuasan perawat dan untuk memperbaiki pelaksanaan kerja mereka, memberitahukan perawat bahwa kerja mereka kurang memuaskan serta mempromosikan jabatan, kenaikan gaji, memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahan serta menentukan pelatihan karyawan yang memerlukan bimbingan khusus. Banyak manfaat yang dapat diambil dari penilaian kinerja yaitu sebagai berikut (Nursalam, 2002):

3.4.1. Meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu atau secara kelompok dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan rumah sakit.

3.4.2 Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya atau prestasi dengan cara memberikan umpan


(48)

balik kepada mereka tentang profesinya.

3.4.3 Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang tepat guna. Sehingga rumah sakit akan mempunyai tenaga kerja yang cakap dan terampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan di masa depan.

3.4.4 Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.

4. Asuhan Keperawatan 4.1 Pengertian

Menurut Pokja Keperawatan (1992) Asuhan Keperawatan (nursing care) adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang langsung diberikan kepada klien/pasien, pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, dengan menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan, dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Menurut Taylor (1989) keperawatan adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat bersama klien secara bersama menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan, membuat perencanaan dan rencana implementasi, serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.

4.2. Standar Asuhan Keperawatan.


(49)

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (PPNI, 2000) yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi. Standar Asuhan Keperawatan tersebut secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

4.2.1 Standar I: Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan meliputi: Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamneses, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang, Sumber data adalah pasien, keluarga atau orang terkait tim kesehatan, rekam medis dan catatan. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasikan status biologis-psikologis-spritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal dan resiko tinggi masalah.

4.2.2 Standar II: Diagnosa Keperawatan

Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Adapun kriteria proses: proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi masalah pasien dan perumusan diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), penyebab (E), gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE), Bekerjasama dengan pasien dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnose keperawatan: Melakukan Pengkajian ulang dan merevisi diagnosa keperawatan berdasarkan data terbaru.


(50)

4.2.3 Standar III : Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien.

Kritera Proses meliputi: Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan: bekerjasama dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan: perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan pasien; mendokumentasikan rencana keperawatan.

4.2.4 Standar IV: Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan.

Kriteria Proses meliputi: Bekerjasama dengan pasien dalam melaksanakan tindakan keperawatan, kolaborasi dengan tim kesehatan lain, melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan pasien, memberikan pendidikan pada pasien dan keluarga mengenai konsep keterampilan asuhan diri serta membantu pasien memodifikasi lingkungan berdasarkan respon pasien.

6. Standar V : Evaluasi Keperawatan.

Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam mencapai dan merevisi data dasar dan perencanaan, Adapun Kriteria Proses adalah; Menyusun perencanaan evaluasi hasil intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data dasar dan respon dalam mengukur perkembangan ke


(51)

arah pencapaian tujuan, bekerjasama dengan pasien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan, mendokumentasikan hasil evaluasi. Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan dapat menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriptif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan dan kualitas struktur, proses atau hasil yang dapat dinilai. Standar pelayanan yang diinginkan untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien (Nursalam, 2001).

Manfaat Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan menurut Gaffar (1999) mempunyai 4 (empat) manfaat yaitu: dari segi administrasi, hukum, ekonomi dan pendidikan.

a. Aspek Administratif

Kegiatan administrasi pada proses keperawatan merupakan kegiatan dokumentasi berupa pencatatan dan pelaporan. Dokumentasi proses keperawatan menjamin kualitas asuhan keperawatan karena dari kegiatan ini dikomunikasikan dan dievaluasi perkembangan klien. Secara tidak langsung peran proses keperawatan tak kalah penting artinya dalam rangka profesionalisme karena semakin memberi peluang kepada perawat untuk mengaktualisasikan diri sebagai perawat dan perawat sebagai profesinya. Bagi perawat pelaksana asuhan keperawatan lebih bermakna karena proses keperawatan dijadikan instrument penilaian prestasi kerja dan peningkatan karir perawat sehingga turut mendukung menguntungkan


(52)

perkembangan profesi keperawatan. b. Aspek Hukum

Proses keperawatan sebagai metoda ilmiah dilakukan dengan investigasi, observasi dan analisa. Tujuannya adalah menjamin agar masalah kesehatan klien teridentifikasi sehingga implementasi rencana keperawatan efektif dan dapat dipertanggungjawabkan serta dipertanggunggugat oleh perawat. Hal ini bermanfaat dalam member perlindungan dan jaminan kepastian hukum bagi klien sebagai penerima asuhan dan perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan.

c. Aspek Ekonomi

Proses keperawatan dikatakan profesional jika asuhan keperawatan yang di berikan efektif dan efisien. Efektif berarti asuhan keperawatan dapat menyelesaikan masalah kesehatan klien. Efisien berarti biaya perawatan klien proporsional dalam arti sesuai kebutuhan klien akan pelayanan kesehatan.

d. Aspek Pendidikan dan Penelitian

Hubungan antara proses keperawatan dengan pendidikan dan penelitian sangat erat, artinya kedua aspek saling mengisi dan saling menunjang. Proses keperawatan tidak dapat diterapkan tanpa pendidikan, demikian pula pendidikan keperawatan tidak berkembang dengan baik tanpa asupan dari proses keperawatan sebagai metode ilmiah pemberian asuhan keperawatan.


(53)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini menggambarkan kinerja perawat dalam memberikan Asuhan Keperawatan salah satunya dipengaruhi oleh Imbalan Jasa yang di terima oleh perawat.

Skema 3.1. Kerangka Konseptual Penelitian Pengaruh Imbalan Jasa Terhadap Kinerja Perawat dalam Memberikan Asuhan Keperawatan.

Imbalan Jasa Yang Diterima Perawat :

1. Gaji Pokok

2. Tunjangan Hari Raya Keagamaan (THR) 3. Iuran Pensiun 4. Biaya Pemeliharaan

Kesehatan Jamsostek 5. Piagam Penghargaan 6. Tunjangan Profesi 7. Pujian

Kinerja Perawat Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan :

1. Pengkajian. 2. Diagnosa 3. Perencanaan 4. Implementasi 5. Evaluasi


(54)

2.Defenisi Operasional Variabel Penelitian

No Variabel Defenisi

Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1 Variabel

Indepen- den: Imbalan Jasa Perawat. Imbalan jasa adalah imbalan dasar yang diterima oleh karyawan setelah melakukan pekerjaannya: gaji pokok, THR, iuran pensiunan, kuesioner, penghargaan, tunjangan profesi dan pujian yang diterima perawat setelah melaksanakan kerjanya Kuesioner dan observasi dimana kuesioner sebanyak 10 pernyataan dengan pilihan jawaban 1: Masih kurang. 2: Cukup 3: Lebih dari

cukup.

1. Rendah=10-20 2. Tinggi=21-30

Ordinal

2 Variabel dependen Kinerja perawat dalam memberik an asuhan keperawat an. Kinerja adalah kemampuan seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai standar dari Rumah Sakit Elisabeth mulai pengkajian sampai evaluasi. Lembar observasi sebanyak 19 pernyataan dengan pilihan jawaban :

0.Bila tidak dikerjakan sama sekali. 1. Bila hanya

sedikit yang dilaksanakan 2. Bila dilaksanakan hanya sebagian. 3. Bila dilakukan sepenuhnya namun tidak tepat. 1. Kinerja perawat yang baik=39-57 2. Kinerja perawat yang kurang baik = 19-38


(55)

3. Hipotesa

Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesa alternative (Ha) yaitu adanya pengaruh terhadap imbalan jasa yang diterima perawat dengan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.


(56)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasional. Rancangan dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi pengaruh imbalan jasa dengan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara objektif (Notoatmodjo, 1993) yang dilihat dari mulai pengkajian sampai evaluasi di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan

2. Populasi dan Sampel Penelitian 2.1. Populasi

Dalam penelitian ini jumlah populasi adalah seluruh perawat yang ada di Rumah Sakit St Elisabeth Medan yang bertugas di ruang rawat inap bagian Internis, bagian Perinatologi dan bagian Bedah yang berjumlah 240 orang perawat (data dari bagian personalia).

2.2. Sampel

Penentuan jumlah sampel ini sesuai dengan ketentuan dari Arikunto (2006), yang menjelaskan jumlah populasi >100 orang dapat diambil untuk sampel 10-25%, dan pada penelitian ini ditetapkan sebanyak 25%, sehingga sampel yang diperoleh yaitu 25% x 240 orang yaitu 60 orang. Metode yang dipakai adalah sampel Kuota (Quota sampling) yaitu, pengambilan sample ini dilakukan, tidak mendasarkan diri pada jumlah yang sudah ditentukan.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian


(57)

beralamat di Jalan Haji Misbah No.7 Medan. alasan pemilihan lokasi karena di Rumah Sakit Elisabeth Medan belum pernah dilakukan penelitian mengenai pengaruh imbalan jasa dengan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 02 s/d 08 Desember 2009.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari bagian pendidikan yaitu Dekan Fakultas Keperawatan, selanjutnya mengirim surat tersebut kepada pimpinan Rumah Sakit St. Elisabeth Medan.

Setelah mendapat ijin dari Pimpinan Rumah Sakit St. Elisabeth Medan, peneliti telah menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian responden diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian yang akan

dilakukan selanjutnya peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden. Jika perawat tersebut menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama lengkap tetapi hanya mencantumkan inisial nama responden atau memberi kode pada masing-masing lembar kuesioner. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian. Selama proses pengambilan data tidak menimbulkan tekanan psikologis pada responden yang akan diteliti, sehingga tidak menimbulkan efek yang merugikan terhadap responden.

5. Instrumen Penelitian


(58)

menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner dan lembar observasi. Kuesioner terdiri dari dua bagian yaitu: data demografi responden yang berisi identitas perawat, kuesioner imbalan jasa yang diterima perawat digunakan untuk menilai kinerja perawat.

5.1 Data Demografi Responden

Kuesioner data demografi responden meliputi nama (inisial), jenis kelamin, umur, agama, status pernikahan, tingkat pendidikan serta data yang berhubungan dengan karakteristik responden yaitu: lama kerja, umur bekerja dan unit bekerja.

5.2 Imbalan

Kuesioner imbalan jasa perawat terdiri dari 10 pernyataan dengan pilihan jawaban masih kurang diberi nilai 1, cukup diberi nilai 2 dan lebih dari cukup diberi nilai 3. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 30 dan terendah 10. Berdasarkan rumus statistika menurut Sudjana (1992): p = rentang/banyak kelas, dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang sebesar 20 (selisih nilai tertinggi dan nilai terendah) dan banyak kelas 2 (imbalan jasa tinggi dan imbalan jasa rendah). Maka didapatkan p=10 dan dikategorikan interval sebagai berikut:

10-20 = imbalan jasa rendah 21-30 = imbalan jasa tinggi

5.3 Kinerja Perawat dalam Memberikan Asuhan Keperawatan

Lembar observasi kinerja perawat terdiri dari 19 kriteria mulai dari pengkajian sebanyak 4 kriteria (kriteria nomor 1, 2, 3 dan 4), diagnosa keperawatan 4 kriteria (kriteria nomor 5, 6, 7 dan 8), perencanaan 3


(59)

kriteria (kriteria nomor 9, 10, dan 11), implementasi 5 kriteria (kriteria nomor 12, 13, 14, 15 dan 16) dan evaluasi 3 kriteria (kriteria nomor 17, 18 dan 19). Bila telah dilakukan sepenuhnya dengan tepat diberi nilai skor 3 dengan memberi tanda check list pada kolom selalu/Sl, bila dilakukan sepenuhnya namun tidak tepat diberi skor 2 dengan memberi check list pada kolom sering/S, bila dilaksanakan hanya sebagian diberi nilai 1 dengan memberi check list pada kolom kadang-kadang/KK, dan bila tidak dilaksanakan sama sekali diberi nilai 0 dengan member check list pada kolom tidak dikerjakan sama sekali/T. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 57, maka dapat dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut : 19-38 = Kinerja perawat kurang baik

39-57 = Kinerja perawat baik 6. Uji Validitas dan Realibilitas

Kuesioner imbalan jasa perawat dibuat sendiri oleh peneliti sedangkan lembar observasi kinerja perawat dimodifikasi dari Nursalam (2002). Instrumen imbalan jasa dan kinerja perawat telah dilakukan uji validitas/realibilitas untuk mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur untuk mengukur secara konsisten sasaran yang diukur.

Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang relatif sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok subjek yang sama (Azwar, 2003). Uji validitas internal dilakukan untuk melihat ada tidaknya kesesuaian antara bagian-bagian instrument secara


(60)

mengkorelasikan skor tiap pertanyaan dengan skor totalnya.

Uji validitas kedua instrumen untuk imbalan jasa dan kinerja perawat dilakukan pada 20 orang responden di Ruang PIA dan ICU Rumah Sakit St. Elisabeth Medan. Responden yang digunakan sebagai ujian instrumen berbeda dengan responden yang digunakan untuk sampel penelitian. Uji validitas kedua instrumen tersebut dilakukan dengan cara Cronbach, dengan hasil uji seluruhnya valid (Lampiran 2). Cronbach (1970) dalam Azwar (2003) menjelaskan bahwa dengan menggunakan responden 20 orang maka uji instrumen apabila koefisien validitas lebih besar dari 0,468 (Lampiran 7).

Untuk menguji kehandalan data maka dilakukan uji reliabilitas data. uji reliabilitas data diperoleh koefisien reliabilitas yaitu 0,965

(Lampiran 2). Ini menunjukkan data yang digunakan dalam penelitian ini dinyatakan reliabel, sesuai dengan pendapat Poiit dan Hunger (1995) bahwa instrumen penelitian dinyatakan reliabel (handal) jika memiliki nilai reliabilitas lebih besar dari 0,70.

7. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada responden. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Mengajukan permohonan ijin pelaksanaan penelitian pada pendidikan Program Studi Ilmu Fakultas Keperawatan USU.

2) Mengirim surat ijin penelitian dari Fakultas Keperawatan ke tempat penelitian Rumah Sakit St. Elisabeth Medan.


(61)

3) Setelah mendapat persetujuan dari Rumah Sakit St. Elisabeth Medan peneliti menjelaskan tentang prosedur, manfaat penelitian dan cara pengisian kuesioner.

4) Peneliti meminta kesediaan kepala ruangan untuk minjadi responden. 5) Setelah mendapat persetujuan responden, pengumpulan data dimulai. a. Pada kuesioner imbalan jasa, peneliti menyerahkan kuesioner kepada kepala ruangan, dan kepala ruangan.mensosialisasikan bagaimana cara mengisi kuesioner . peneliti mempersilahkan mengisi kuesioner + 20 menit.dan setelah selesai diisi,kuesioner dikumpulkan kembali oleh peneliti.lalu di lakukan mentabulasi data.

b. Kegiatan observasi kinerja perawat dengan memantau dan mengikuti kegiatan perawat sesuai dengan nomor responden yang telah ditentukan, dengan cara mengisi kolom observasi pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien. 8. Analisa Data

Setelah data terkumpul maka analisa dilakukan melalui empat tahap yaitu dimulai dari editing untuk memeriksa kembali kuesioner tersebut satu per satu, apakah kuesioner telah diisi dengan petunjuk atau belum, dilanjutkan dengan memberikan kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi data, kemudian data diproses melalui program komputerisasi, dengan program SPSS for windows versi 14.0 dengan di-cleaning yaitu untuk mengoreksi data kembali, yang telah dientri apakah ada kesalahan. Metode statistik untuk analisis data yang


(1)

maka kinerjanya juga kurang baik. Faktor lain yang mempengaruhi kinerja adalah karakteristik lingkungan kerja yang kondusif, karakteristik lingkingan organisasi, jenis pekerjaan, sifat pekerjaan dan kelompok kerja. 4. Peneliti tidak membahas dan mencantumkan tentang jumlah gaji yang

diterima oleh perawat, karena dari hasil penelitian sebagian besar perawat sudah mengatakan gaji yang mereka trima sudah cukup, walaupun masih ada perawat yang mengatakan gaji yang mereka terima masih rendah tapi itu hanya 37% .

2. Saran

2.1. Bagi Praktek Keperawatan

Dalam memberikan asuhan keperawatan perlu dipertimbangkan aspek kepuasan perawat dalam bekerja yaitu imbalan jasa yang diterima karena apabila gaji (imbalan jasa) dirasa rendah oleh perawat maka dapat berpengaruh terhadap kinerja dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien.

2.2. Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi data dasar dan informasi bagi penelitian selanjutnya. Penelitian selanjutnya perlu melakukan penelitian mengenai faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien seperti melakukan tindakan perawatan sesuai SOP, lingkungan kerja, karakteristik organisasi, jenis pekerjaan, sifat pekerjaan, kelompok kerja, dan lain-lain.


(2)

2.3. Bagi Perawat

- Bagi perawat dengan kategori kinerja kurang baik, perlu ditingkatkan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan supaya lebih mampu memberi perhatian ,bekerja dengan penuh tanggungjawab dalam memberika pelayanan yang baik.dan mengikuti pelatihan – pelatihan yan dilakukan oleh bagian Diklat. Perawat juga harus bekerja dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab. dalam memberikan pelayanan yang baik.

- Kiranya perawat dapat memberikan masukan kepada pihak Rumah Sakit secara tertulis dan bertanggungjawab bukan untuk melakukan hal-hal yang merusak citra rumah sakit. (melakukan orasi massal/demanstrasi)


(3)

2.4. Bagi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Untuk menjaga kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Medan tetap baik.walaupun dari hasil penelitian sudah 70% yang mengatakan imbalan jasa yang mereka terima sudah cukup. Maka tetap disarankan, kepada pihak manajerial rumah sakit tetap memperhatikan aspek imbalan jasa bagi perawat dalam bentuk tunjangan-tunjangan yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kinerja perawat terutama bagi perawat yang mempunyai kinerja kurang baik. 2.4.1. Untuk mempertahankan kinerja yang baik dalam melaksanakan

tindakan keperawatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, pihak Rumah Sakit harus membuat program pelatihan –pelatihan kepada perawat pelaksana supaya makin trampil dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan sesuai dengan SOP yang berlaku.

2.4.2 Kepada pihak manajerial supaya tetap memperhatikan kesejahteraan karyawan .dan memberikan tunjangan Profesi diluar gaji pokok, demi kesejahteraan semua karyawan yang ada di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adikoesoemo, S. (1995). Manajemen Rumah Sakit. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek Edisi 5. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S. (2003). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dahlan, S. M. (2004). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Arcan. Departemen Kesehatan RI. (1988). Standar Praktek Keperawatan Bagi Perawat

Kesehatan. Jakarta.

Gillies, D.A. (1996). Manajemen Keperawatan Suatu Pendekatan Sistem. Edisi Kedua. Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Harapan, B. (2004). Kepuasan Kerja dan hubungannya dengan Kinerja Perawat di Bagian Rawat Inap RS Fermata Bunda: Program Pasca Sarjana USU Medan.

Huber, D. (2000). Leadership and Nursing Care Management. 2nd edition. Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Ilyas, Y. (2001). Kinerja: Teori, Penilaian dan Penelitian. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Kurniadi, A. (2004). Kunci Kekuatan Pelayanan Kesehatan di Indonesia yang Dilupakan. Dibuka pada tanggal 10 Februari 2006 dan http://www. Sinarharapan.co.org/ga/PSCP/building.htnl.

Mackay, G. & Risk, M. (2001). Building Quality Practice Settings; an attributes model. Dibuka pada tanggal 19 Januari 2006 http://www.cno.org/ga/PSCP/ building.htm1.

Marquiz, Bessie. L & Huston, Carol. 3. (2000). Leadership Roles and Management Functions in Nursing Theory and Aplication. Third Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Mathis, Robert. L. & Jackson, Jhon. H. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Buku 2. Jakarta: Salemba Emban Patria.


(5)

Megawati. (2005). Hubungan Karakteristik Individu dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan. Tesis. Medan : Program Pasca Sarjana USU.

Moekijat. (1992). Administrasi Gaji & Upah. Bandung: Penerbit Mandar Maju. Muliadi. (1998). Total Quality Management. Yogyakarta: Aditya Media.

Muhammad. (2003). Analisa Motivasi Kerja Dan Hubungannya dengan Kinerja Perawat di RSU Dr Zainoel Abidin Banda Aceh. Tesis Program Pasca Sarjana USU Medan.

Nugroho, H. M. N. (2004). Jasa Keperawatan Di Tinjau Dari Sisi Manajer. Dibuka pada tanggal dan 10 Januari 2006 dan www.pdpersi.coid/mukisi/hospex/natsir nugroho.ppt.

Nursalam, (2002). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Polit, D.F., & Hunger, B. P. (1995). Nursing research: Principles and Method (5th Edition Philadelphia: J.B.Lippincott Company

Prawirosentono, S. (1999). Manajemen Sumber Daya Manusia: Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE.

Priharjo, R. (1995). Praktik Keperawatan Profesional Konsep Dasar & Hukum. Jakarta: EGC.

Ruky, A.S. (2001). Manajemen Penggajian & Pengupahan Untuk Karyawan Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Siagian, S.P. (1992). Organisasi Kepemimpinan & Perilaku Administrasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Sihotang, B.F. (2006). Pengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Perawat Di Rumah Sakit Umum Doloksanggul Tahun 2006, Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Siregar, R. (1997). Hubungan Industrial, Motivasi, Kompensasi. Medan: Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Suroso, S. (2003). Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia Di Rumah Sakit Suatu Pendekatan Sistem. Jakarta: EGC


(6)

and Leadership For Nurses. Second Edition. Canada: Jones and Bartlett Publishers.

Swansburg, R.C. (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Terjemahan. Jakarta: EGC.