Penerbitan Penetapan Sementara Dalam Sengketa Merek Dagang Terdaftar di Pengadilan Niaga Pasca Keluarnya Perma Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Penetapan Sementara Chapter III V

BAB III
PENERBITAN PENETAPAN SEMENTARA DI PENGADILAN NIAGA
PASCA KELUARNYA PERMA NOMOR 5 TAHUN 2012
TENTANG PENETAPAN SEMENTARA

A.

Sejarah Penetapan Sementara di Indonesia
UU Merek terdahulu, yaitu UU No.21 Tahun 1961, UU No.19 Tahun 1992

dan UU No. 14 Tahun 1997 tidak mengenal Penetapan Sementara. Istilah
Penetapan Sementara baru ada dalam UU No. 15 Tahun 2001 yang terdapat dalam
pasal 85 UU tersebut. Masuknya ketentuan tersebut dalam UU Merek adalah
berasal dari ketentuan yang sebelumnya telah disepakati Indonesia dalam
perjanjian TRIPS. Dalam kesepakatan TRIPS, ketentuan yang mirip dengan Pasal
85 UU Merek dapat dilihat pada section 3, article 50 perjanjian TRIPS.
Pihak yang mempunyai kewenangan untuk membuat permohonan ini di
atur dalam Pasal 50 ayat (3) TRIPs,235 menyebutkan adanya kekuasaan
pejabat-pejabat yudisial yang berdasarkan keyakinan kuat untuk melakukan
prosedur penetapan sementara dalam hukum perdata, bahwa (a) pihak yang
mengajukan permohonan adalah pihak pemegang hak, (b) bahwa yang

mengajukan

permohonan

(pihak

pemegang

hak)

telah

mengalami

235

Article 50 (3):
The judicial authorities shall have the authority to require the applicant to provide any
reasonably available evidence in order to satisfy themselves with a sufficient degree of certainty
that the applicant is the right holder and that the applicant ‘s right is being infringed or that such

infringement is imminent, and to order the applicant to provide a security or equivalent assurance
sufficient to protect the defendant and to prevent abuse.

161
Universitas Sumatera Utara

pelanggaran atau bahwa pelanggaran telah berada dalam tahap bahaya akan
segera terjadi (dalam kasus-kasus penetapan sementara preventif).
Pengaturan pemberian bukti awal ini terdapat pada Pasal 50 ayat (5)
TRIPs236
untuk

dengan

mewajibkan

mengidentifikasi

pemohon


barang-barang

untuk

memberikan

dengan

informasi

pengawasan

pihak

berwenang yang akan melaksanakan upaya penetapan sementara. Dalam
ketentuan

penetapan

sementara


dikatakan

bahwa pemohon

harus

menyerahkan jaminan. Hal ini untuk melindungi kepentingan termohon dari
kerugian akibat putusan penetapan sementara. Pengadilan dapat melakukan
persidangan

atas permohonan dari pemohon penetapan sementara apabila

syarat-syarat telah terpenuhi dan lengkap. Dengan dasar TRIPs Pasal 50 ayat
(2) bahwa237 persidangan penetapan sementara ini dapat tanpa di hadiri oleh
pihak termohon karena hakim dapat memberikan opsi mengenai “in auditia altera
parte” juga dikenal sebagai ex parte dalam sistem-sistem hukum, yang secara
harfia dapat diartikan tanpa memeriksa/mendengar pihak lain, ini merupakan
sarana efektif satu-satunya untuk memberantas pembajakan dan pemalsuan. Hal
ini perlu di ambil apabila ada resiko bahwa kalau tidak dilakukan dengan

cepat, demikian tindakan itu justru tidak efektif, karena barang bukti produkproduk yang terkait dalam pelanggaran atau alat-alat bukti lain dapat juga di

236

Article 50 (5):
The applicant may be required to supply other information necessary for the identification
of the goods concerned by the authority that will execute the provisional measures.
237
Article 50 (2):
The judicial authorities shall have the authority to adopt provisonal measures inaudita
altera parte 131 where appropriate, in particular where any delay is likely to cause irreparable
harm to the right holder, or where there is demonstrable risk of evidencebeing destroyed.

Universitas Sumatera Utara

hilangkan oleh pelaku-pelaku pelanggaran profesional. Tindakan-tindakan ini
juga dibenarkan apabila ternyata keterlambatan yang secara moral dapat
disebabkan oleh pihak termohon berdasarkan perintah sementara dapat
menjuruskan ke arah ketidak efektifan tindakan atau menyebabkan kerugian
terhadap pihak pemegang hak (kehilangan barang-barang bukti). Ini juga

berlaku apabila tindakan-tindakan diambil terhadap pihak ketiga (yang bukan
pelaku

pelanggaran) yang bertindak dengan itikad baik (misalnya pihak

pengangkut). Pasal 49 TRIPs mengatur dalam hal ini bahwa tentang hal
upaya perdata dapat ditetapkan atas dasar prosedur administrasi mengenai
pokok suatu perkara, prosedur yang bersangkutan harus sesuai dengan
prinsip-prinsip yang sama dengan prinsip dalam bagian ini.
TRIPs membuka peluang dalam pemberian upaya hukum atas putusan
penetapan sementara ini, yaitu berdasarkan pasal 50 ayat (4) yang menyatakan:238
“Bilamana tindakan-tindakan mengenai ketentuan telah diadopsi inaudita alter
parte, para pihak yang tersangkut harus diberi pemberitahuan, tanpa penundaan
paling lambat setelah pelaksanaan tindakan tersebut. Suatu peninjauan ulang,
termasuk hak untuk didengar, harus diadakan berdasarkan permintaan tergugat
dengan suatu peninjauan untuk memutuskan, dalam suatu periode yang layak
setelah pemberitahuan atas tindakan tersebut, baik bila tindakan-tindakan ini akan
di modifikasi, dibatalkan atau ditegaskan.”
Jadi, dalam pasal 50 ayat (4) TRIPs secara jelas memberikan peluang
kepada pihak-pihak yang dikenai penetapan untuk mengajukan upaya hukum agar

bisa mendapatkan keadilan dari keputusan penetapan sementara itu apakah akan

238

Article 50 (4):
Where provisional measures have been adopted inaudita altera parte, the parties affected
shall be given notice, without delay after the execution of the meacures at the latest. A review,
including a right to be heard, shall take place upon request of the defendant with a view to
deciding, within reasonable period after the notification of the measures, wether these measures
shall be modified, revoked or confirmed.

Universitas Sumatera Utara

diubah, dibatalkan atau ditegaskan. Pasal 41 ayat (3) TRIPs mendasarkan bahwa
keputusan dalam suatu putusan pokok perkara

akan lebih disukai dalam

penulisan, alasan, hanya berdasarkan bukti-bukti tertulis para pihak dapat
berkesempatan didengar pendapatnya. Hal ini normal dalam praktik di berbagai

negara, bahwa dalam bentuk tulisan dikirimkan kepada kedua belah pihak untuk
dapat diketahui secara mendetail tentang kasus pelanggaran yang dihadapinya.
Hak untuk peninjauan kembali oleh pengadilan yang berwenang dari keputusan
administratif akhir dan aspek hukum akhir dari putusan pengadilan awal adalah
yang dibangun ke dalam Pasal 41 ayat (3) TRIPs, yang menginginkan beberapa
peninjauan kasus pembebasan dari tuduhan pidana. Pasal 41 ayat (4) TRIPs pada
dasarnya menjelaskan hal sebagai berikut:239
“Para pihak dalam suatu perkara mempunyai kesempatan untuk meminta
peninjauan oleh peradilan atas suatu keputusan akhir administratif dan, dengan
memperhatikan pertimbangan yuridis dalam hukum nasional mengenai
pentingnya perkara yang bersangkutan, setidaknya aspek hukum dari keputusan
peradilan awal mengenai pokok perkara. Akan tetapi, anggota tidak wajib untuk
memberikan kesempatan bagi pengajuan permohonan peninjauan terhadap
keputusan yang ditetapkan atas perbuatan yang telah terbukti di dalam kasus
pidana.”
Subtansi pasal tersebut dapat diartikan bahwa peninjauan kembali dapat
diberikan dengan memperhatikan hukum nasional. Dalam hal ini hukum acara
yang berlaku di Indonesia.
Barang-barang


atau

obyek

yang

menjadi

sengketa

dalam

hal

dikabulkannya penetapan sementara pengadilan dapat melakukan perintah
239

Article 41 (4):
Parties to a proceeding shall have an opportunity for review by a judicial authority of
final administrative decisions and, subject to jurisdictional provisions in a Member’s law

concerning the importance of a case, of at least the legal aspects of initial judicial decisions on the
merits of a case. However, there shall be no obligation to provide an opportunity for review of
acquittals in criminal cases.

Universitas Sumatera Utara

penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan hak atas
kekayaan intelektual tersebut, penyitaan terhadapa barang-barang atau obyek
sengketa. Dalam hal penetapan sementara TRIPs dalam Pasal 46 menyatakan
pengadilan berwenang untuk memusnahkan barang tersebut agar menghindari
bahaya dan kerugian apa pun bagi pemegang hak.
Apabila penetapan itu ditolak maka akibat hukumnya adalah segala barang
atau obyek sengketa dikembalikan lagi kepada termohon dan jaminan yang
diberikan pemohon di dalam syarat-syarat pengajuan pada awal mengajukan
permohonan diberikan kepada pihak termohon, hal ini untuk menutupi kerugian
yang dialami oleh pihak termohon atas penetapan sementara pengadilan. Dalam
Pasal 50 ayat (7) TRIPs apabila penetapan sementara dicabut atau diubah karena
kesalahan pemohon, atau bilamana kemudian ditentukan ditemukan tidak adanya
pelanggaran atau peluang terjadinya pelanggaran HKI, maka pengadilan yang
berwenang untuk memerintahkan pemohon, atas permintaan termohon, agar

memberikan kompensasi yang tepat kepada termohon atas kerugian yang
diakibatkan upaya-upaya penetapan sementara ini. Hal ini berlaku dalam 3 (tiga)
keadaan, yakni:
1.

Bilamana penetapan sementara dicabut, pencabutan dapat dilakukan dengan
memperhatikan pasal 50 ayat (4) TRIPs;

2.

Bilamana penetapan sementara diubah dengan tindakan atau pembiaran
yang dilakukan penggugat;

3.

Jika kemudian ditemukan bahwa tidak ada pelanggaran atau ancaman
pelanggaran HKI

Universitas Sumatera Utara

Besarnya ganti kerugian, pengadilan akan mempertimbangkan apakah jika
penetapan sementara ditolak, tetapi dalam ganti kerugian yang cukup untuk
memberi kompensasi kepada pemohon atas kerugian yang akan dideritanya akibat
tidak dilakukan penetapan sementara tentang penyitaan terhadap termohon yang
dalam jangka waktu antara permohonan penetapan sementara sampai dengan
putusan akhir pada saat peradilan.
Tidak hanya pemberian jaminan saja akibat hukum dari penetapan
sementara itu, dalam hal lain selain adanya tindakan penyitaan barang juga ada
tindakan hukum berupa tindakan importasi. Hal mengenai tindakan importasi ini
lebih khusus di atur dalam Pasal 51-60 TRIPs sedangkan dasar dari tindakan ini
dapat dilihat pada pasal 50 ayat (1) TRIPs yang menyatakan:240
Otoritas yudisial harus memiliki kewenangan untuk memerintahkan tindakantindakan mengenai ketentuan yang efektif dan segera: (a) Untuk mencegah
terjadinya suatu pelanggaran atas hak milik intelektual, dan secara khusus untuk
mencegah penetrasi kedalam mata rantai perdagangan dalam yuridiksinya atas
barang-barang, termasuk barang impor segera setelah pembebasan pabean; (b)
Menjaga bukti yang relevan sehubungan dengan pelanggaran yang digugat.
Dalam huruf a dinyatakan bahwa pengadilan mencegah

terjadinya

pelanggaran dan secara khusus mencegah penetrasi kedalam mata rantai
perdagangan, hal ini merupakan dasar pengadilan atas dasar permohonan dari
pemohon untuk meminta melalui penetapannya kepada pabean agar melakukan
tindakan importasi pencegahan masuknya barang sengketa hasil penetapan itu
masuk kedalam jalur perdagangan di wilayah hukum Indonesia. Sedangkan dalam
240

Article 50 (1):
The judicial authorities shall have the authority to order prompt and effective provisional
measures: (a) to prevent an infringement of any intellectual property right from occurring, and in
particular to prevent the entry into the channels of commerce in their jurisdiction of goods,
including imported goods immediately after customs clearance; (b) to preserve relevant evidence
in regard to the alleged infringement

Universitas Sumatera Utara

huruf b dinyatakan bahwa pengadilam berwenang untuk menjaga bukti yang
relevan hal ini dapat diartikan bahwa pengadilan dapat memerintahkan penyitaan
barang bukti hasil pelanggaran. Terhadap pihak ketiga sesuai dengan Pasal 47
TRIPs bahwa pengadilan dapat memerintahkan kepada termohon untuk
memberitahu pemegang hak atas identitas pihak ketiga yang ikut dalam proses
produksi sampai distribusi barang-barang yang terkena penetapan tersebut.
Peraturan perundangan dalam hal penetapan sementara agar memenuhi rasa
keadilan juga mengatur pelindungan terhadap akibat hukum atas penetapan
sementara ini, karena dengan adanya ketentuan inilah dalam penetapan sementara
di syaratkan adanya jaminan untuk melindungi termohon dari kerugian akibat
adanya penetapan sementara apabila dalam gugatan itu tidak terbukti.
Pelindungan terhadap termohon ini diatur dalam pasal 48 TRIPs yang
menyatakan:
(1)

(2)

Otoritas yudisial harus memiliki kewenangan untuk memerintahkan suatu
pihak atas permintaan siapa tindakan-tindaka diminta dan siapa yang telah
menyalahgunakan pemberlakuan prosedur untuk menyediakan bagi suatu
pihak perintah yang secara salah atau menahan kompensasi yang layak
untuk kerugian yang diderita akibat penyalagunaan tersebut. Otoritas
yudisal harus juga memiliki kewenangan untuk memerintahkan pemohon
untuk membayar kepada tergugat biaya-biaya yang mungkin termasuk biaya
kuasa hukum yang layak.
Sehubungan dengan administrasi dari tiap hukum yang berhubungan
dengan pelindungan atau pemberlakuan hak milik intelektual, para anggota
hanya dikecualikan dari otoritas masyarakat dan pejabat dari tanggung
jawab atas tindakan pemulihan yang layak di mana tindakan-tindakan dibuat
atau berdasarkan niat baik dari administrasi hukum tersebut.
Menurut aturan diatas bahwa termohon memerlukan pelindungan apabila

terjadi

penyalahgunaan

pelaksanaan

pemeriksaan

dengan

pengecualian-

pengecualian terbatas untuk petugas-petugas publik. Pengadilan dengan dasar

Universitas Sumatera Utara

Pasal 47 TRIPs karena adanya penetapan sementara juga dapat melakukan
tindakan yang merupakan ketentuan pilihan yang membolehkan untuk
memerintahkan kepada termohon memberikan informasi mengenai pihak ketiga
yang terlibat dalam pembuatan atau

pendistribusian daripada barang-barang

bajakan.
Dalam kerangka pelindungan HKI, tindakan penangguhan sementara
waktu pengeluaran barang impor atau ekspor dari kawasan pabean atau yang
dalam TRIPs disebut sebagai suspension of release by customs. Pasal 51
TRIP’s241

menentukan

menyelenggarakan

bahwa

prosedur

yang

Anggota

WTO

memungkinkan

diwajibkan
pemegang

hak

untuk
yang

mengetahui akan terjadinya pengimporan barang yang bermerek dagang palsu
atau barang hasil pembajakan, untuk mengajukan permohonan tertulis kepada
pihak yang berwenang, badan administrasi maupun badan peradilan, untuk
menunda dilepaskannya barang-barang tersebut ke dalam arus perdagangan oleh
pabean. Dalam hal ini juga dimungkinkan untuk mengajukan permohonan serupa
terhadap barang-barang lain yang melibatkan pelanggaran terhadap HKI dan
menetapkan prosedur yang sama untuk barang-barang yang akan diekspor. Pasal
52 TRIPs242 menentukan bahwa setiap pemegang hak yang memanfaatkan

241

Article 51 Suspension of Release by Customs Authorities
Members shall, in conformity with the provisions set out below, adopt procedures to
enable a right holder, who has valid grounds for suspecting that the importation of counterfeit
trademark or pirated copyright goods may take place, to lodge an application in writing with
competent authorities, administrative or judicial, for the suspension by the customs authorities of
the release into free circulation of such goods. Members may enable such an application to be
made in respect of goods which involve other infringements of intellectual property rights,
provided that the requirements of this Section are met. Members may also provide for
corresponding procedures concerning the suspension by the customs authorities of the release of
infringing goods destined for exportation from their teritories.
242
Article 52 Application

Universitas Sumatera Utara

kepabeanan seperti itu wajib menunjukkan bukti-bukti yang memadai untuk
meyakinkan pihak yang berwenang, sesuai dengan hukum negara tempat
pengimporan dilakukan, bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap HKI dengan
keterangan terperinci mengenai barang-barang yang bersangkutan agar mudah
dikenali oleh pabean. Sehubungan dengan hal tersebut, pihak yang berwenang
wajib segera memberitahukan bahwa permohonan dari yang bersangkutan telah
diterima dan apabila telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang harus segera
memberitahukan kapan saatnya pabean akan mulai mengambil tindakan.
Pengeluaran barang oleh Bea Cukai dengan tindakan penangguhan
tersebut dianggap cukup efektif untuk mencegah adanya pelanggaran HKI.
Tindakan penangguhan yang dilaksanakan pada exit atau entry point di Kawasan
Pabean ini dapat mencegah barang masuk atau keluarnya suatu barang dalam
jumlah besar, yang diduga melanggar HKI, sebelum barang tersebut masuk ke
peredaran bebas. Apabila barang tersebut sempat masuk ke peredaran bebas dan
tersebar ke jalur distribusi komersial, maka penegakan hukumnya akan lebih rumit
dan memakan biaya yang besar.
Untuk mengisi kekosongan aturan di dalam UU Nomor 15 Tahun 2001
Tentang Merek dan mengadopsi ketentuan TRIPs mengenai pelanggaran di
bidang HKI di wilayah Pabean, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan

Any right holder initiating the procedures under Article 51 Above shall be required to provide
adequate evidence to satisfy the competent authorities that, under the laws of the country of
importation, there is prima facie an infringement of his intellectual property right and to supply a
sufficiently detailed description of the goods to make them readily recognizable by the customs
authorities. The competent authorities shall inform the applicant within a reasonable period
whether they have accepted the application and, where determined by the competent authorities,
the period for which the customs authorities will take action.

Universitas Sumatera Utara

Mahkamah Agung (PERMA) antara lain PERMA Nomor 4 Tahun 2012 Tentang
Perintah Penangguhan Sementara yang mengadopsi ketentuan Pasal 44 TRIPs
yang ditujukan untuk pelanggaran yang telah terjadi dan PERMA Nomor 5 Tahun
2012 Tentang Penetapan Sementara yang mengadopsi ketentuan Pasal 50 TRIPs,
yang ditujukan untuk mencegah terjadinya suatu pelanggaran.243
Ketentuan tersebut hanya mengatur masalah penangguhan barang-barang
impor atau ekspor yang diduga merupakan hasil pelanggaran merek atau hak
cipta. Hal ini sangat disayangkan, karena TRIPs juga memasukkan jenis-jenis
HKI lainnya sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 53 ayat (2) TRIPs244.
Selanjutnya apabila dari hasil pemeriksaan perkara kemudian terbukti
bahwa barang impor atau ekspor yang ditangguhkan ternyata tidak merupakan
atau tidak berasal dari hasil pelanggaran merek atau hak cipta, pemilik barang
impor atau ekspor berhak untuk memperoleh ganti rugi dari pemilik/pemegang
hak yang meminta penangguhan. Ganti rugi ini dapat dibayarkan dari jaminan.
Ganti rugi sebagaimana dimaksud diatas diatur dalam Article 56 TRIPs
(Indemnification of the Importer and of the Owner of the Goods),yaitu

243

Marni Emmy Mustafa, Upaya Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan
Intelektual Berdasarkan Perma No.4 Tentang Perintah Penangguhan Sementara dan Perma No.5
Tahun 2012 Tentang Penetapan Sementara, Makalah, hlm.3.
244
Article 53 ayat (2) Security or Equivalent Assurance
Where pursuant to an application under this Section the release of goods involving industrial
designs, patents, layout-designs or undisclosed information into free circulation has been
suspended by customs authorities on the basis of a decision other than by a judicial or other
independent authority, and the period provided for in Article 55 has expired without the granting
of provisional relief by the duly empowered authority, and provided that all other conditions for
importation have been complied with, the owner, importer, or consignee of such goods shall be
entitled to their release on the posting of a security in an amount sufficient to protect the right
holder for any infringement. Payment of such security shall not prejudice any other remedy
available to the right holder, it being understood that the security shall be released if the right
holder fails to pursue his right of action within a reasonable period of time.

Universitas Sumatera Utara

pembayaran kompensasi yang memadai atas kerugian yang terjadi karena
penangguhan yang salah.
Article 42 TRIPs : Fair and Equitable Procedures, menekankan hak
pemilik barang/importir, untuk menerima pemberitahuan yang cepat dan lengkap,
yang memuat dasar klaim yang diajukan oleh pemilik hak. Dalam Article 54
TRIPs (Notice of Suspension) importir maupun pihak yang mengajukan
penangguhan harus diberitahu sesegera mungkin mengenai dilakukannya
penangguhan tersebut. Apabila dalam jangka waktu sepuluh hari kerja Pejabat
Bea Cukai tidak menerima pemberitahuan dari pihak yang meminta penangguhan
bahwa tindakan hukum telah dilakukan, dan Ketua Pengadilan Negeri tidak
memperpanjang secara tertulis, Pejabat Bea Cukai wajib mengakhiri tindakan
penangguhan pengeluaran barang. Selanjutnya barang diproses/ diselesaikan
sesuai ketentuan kepabeanan.
Dalam

rangka

identifikasi

atau

pencacahan

untuk

kepentingan,

pengambilan tindakan hukum atau langkah-langkah untuk mempertahankan hak,
dimungkinkan bagi pemilik/ pemegang hak melakukan pemeriksaan atas barang
impor/ekspor yang diduga melanggar HKI. Pemeriksaan tersebut dilakukan
berdasarkan izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat dan dilakukan dengan
sepengetahuan Pejabat Bea Cukai.
Dalam pemberian izin pemeriksaan, kepentingan pemilik barang (antara
lain kepentingan untuk menjaga rahasia dagang atau informasi teknologi) juga
perlu diperhatikan secara wajar. Pasal 57 TRIPs245 menegaskan bahwa tanpa

245

Article 57 Right of Inspection and Information.

Universitas Sumatera Utara

mengurangi pelindungan terhadap rahasia dagang, pemerintah yang bersangkutan
harus menjamin bahwa pihak yang berwenang dapat memberi kesempatan
secukupnya kepada pemegang hak untuk meneliti barang yang berada dalam
penahanan pabean dalam rangka memperkuat gugatannya. Pihak yang berwenang
juga berhak untuk memberikan kesempatan yang sama kepada importir untuk
meneliti barang yang bersangkutan.
Dalam hal telah terdapat ketetapan yang pasti mengenai pokok perkara,
pemerintah yang bersangkutan dapat memberikan kewenangan kepada pihak yang
berwenang untuk memberitahukan kepada pemegang hak mengenai nama dan
dan alamat pihak yang memberikan konsinyasi, importir dan penanggung jawab
konsinyasi serta jumlah barang yang bersangkutan. Article 57 TRIPs mengatur
mengenai (Right of Inspection and Information) di mana selain hak untuk
memeriksa barang yang ditangguhkan pengeluarannya, pemegang hak juga berhak
untuk mendapatkan informasi dari instansi yang berkompeten, mengenai nama
dan alamat pengirim barang, importir, penerima dan jumlah barang.

Without prejudice to the protection of confidential infirmation, Members shall provide the
competent authorities the authority to give the right holder sufficient opportunity to have any
product detained by the customs authorities inspected in order to substantiate his claims. The
competent authorities shall also have authority to give the importer an equivalent opportunity to
have any such product inspected. Where a positive determination has been made on the merits of a
case, Members may provide the competent authorities the authority to inform the right holder of
the names and addresses of the consignor, the importer and the consignee and of the quantity of
the goods in question.

Universitas Sumatera Utara

B. Lembaga Pengadilan Niaga
1. Pengadilan Niaga dan Prinsip- Prinsip Umum
a. Proses Lahirnya Pengadilan Niaga
Pembentukan Pengadilan Niaga dapat ditelusuri mulai dari UndangUndang Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang - undang Tentang Peradilan
Umum.246 Pada saat dibuatnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang
Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Aturan Kepailitan, yang berlaku
adalah UU Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan UU
Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum. Namun pada saat dibuatnya
Undang - Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, yang berlaku adalah UU Nomor 4 Tahun 2004
Tentang Kekuasaan Kehakiman dan UU Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Peradilan
Umum.
1) Jenis Badan Peradilan Menurut UU Kekuasaan Kehakiman Dan
Pembentukan Kamar-Kamar Khusus Dalam Peradilan Umum
UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 25 Ayat
(1) menyatakan sebagai berikut :247
“Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan
peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer,
dan peradilan tata usaha negara”

246

Firdaus Syafaat, Suhaidi, Eddy Damian, Runtung, “A Simple Principle, Fast and Low
Cost Temporary Determination of The Commercial Court on Registered Brands”, European
Journal of Social Sciences, volume 50, Number 2 November, 2015, hlm. 177-196.
247
Indonesia, UU Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, UU
Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya dalam Pasal 27 Ayat (1) menyebutkan bahwa Pengadilan
khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan yang berada
di bawah Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
Dalam penjelasan Pasal 27 Ayat (1) tersebut diuraikan bahwa:
“Yang dimaksud dengan “pengadilan khusus” antara lain adalah pengadilan anak,
pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan tindak pidana
korupsi, pengadilan hubungan industrial dan pengadilan perikanan yang berada di
lingkungan peradilan umum, serta pengadilan pajak yang berada di lingkungan
peradilan tata usaha negara”
UU Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 2
Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum dalam Pasal 8 ayat (1) menyebutkan bahwa
di lingkungan peradilan umum dapat dibentuk pengadilan khusus yang diatur
dengan undang-undang.
Dalam penjelasan Pasal 8 Ayat (1) tersebut diuraikan bahwa:
“Yang dimaksud dengan "diadakan pengkhususan pengadilan" ialah adanya
diferensiasi/spesialisasi di lingkungan peradilan umum dimana dapat dibentuk
pengadilan khusus, misalnya pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak
asasi manusia, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial,
pengadilan perikanan yang berada di lingkungan peradilan umum, sedangkan
yang dimaksud dengan "yang diatur dengan undang-undang" adalah susunan,
kekuasaan, dan hukum acaranya”
Dengan demikian, telah jelas bahwa Pengadilan Niaga yang dibentuk
berdasarkan amanat dalam Undang-Undang Kepailitan: merupakan suatu bentuk
khusus (differensiasi) dari peradilan umum. Pengadilan Niaga dapat juga disebut
sebagai pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum.

2) Pembentukan Pengadilan Niaga Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti
UU Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Aturan Kepailitan

Universitas Sumatera Utara

Krisis moneter yang melanda hampir semua belahan dunia di pertengahan
tahun 1997 telah memporak-porandakan sendi-sendi perekonomian.248 Dunia
usaha merupakan dunia yang paling menderita dan merasakan dampak krisis yang
tengah melanda. Negara kita memang tidak sendirian dalam menghadapi krisis
tersebut, namun tidak dapat dipungkiri bahwa negara kita adalah salah satu negara
yang paling menderita dan merasakan akibatnya. Selanjutnya tidak sedikit dunia
usaha yang gulung tikar, sedangkan yang masih dapat bertahan pun hidupnya
menderita. Situasi ini tentunya sangat memukul perusahaan-perusahaan di
Indonesia dalam menjalankan roda usahanya karena biaya produksi yang kian
membengkak, dan tingginya suku bunga perbankan membuat dunia usaha tidak
ada yang berani meminjam uang Bank, di sisi lain, daya beli konsumen menurun
tajam dan persaingan usaha semakin ketat. Keterpurukan yang terus-menerus dan
gagalnya upaya-upaya pemulihan ekonomi, salah satunya disebabkan oleh tidak
bekerjanya mekanisme hukum dan ketidakpercayaan investor asing terhadap
proses pemulihan dan stabilitas sosial politik.249
Menyikapi krisis yang tidak juga membaik, Pemerintah kemudian
mencetuskan sepuluh langkah pemulihan ekonomi pada 3 September 1997 dan
mendorong pemerintah untuk meminta bantuan Dana Moneter Internasional
(International Monetary Fund/ IMF), Bank Dunia (world bank), dan asian
development bank dengan komitmen diambilnya tindakan melikuidasi 16 Bank
248

Namun pemicu adalah krisis moneter kiriman yang berawal dari Thailand antara Maret
sampai Juni 1997, yang diserang terlebih dahulu oleh spekulan dan kemudian menyebar ke negara
Asia lainnya termasuk Indonesia (Nasution: 1; IMF Research Department Staff: 10; IMF, 1998)
hlm. 5.
249
Andi Muhammad Asrun, A. Prasetyantoko, Dkk, “Analisa Yuridis Dan Empiris
Peradilan Niaga”, Cetakan Kesatu, Jakarta: CINLES-Centre for Information and Law-Economics
Studies, 2000, hlm. 2.

Universitas Sumatera Utara

swasta pada tanggal 1 November 1997.250 Program bantuan IMF pertama ditanda-

tangani pada tanggal 31 Oktober 1997. Program reformasi ekonomi yang
disarankan IMF ini mencakup empat bidang yaitu penyehatan sektor keuangan,
kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan penyesuaian struktural. Karena dalam
beberapa hal program-program yang diprasyaratkan IMF oleh pihak Indonesia
dirasakan berat dan tidak mungkin dilaksanakan, maka dilakukanlah negosiasi
kedua yang menghasilkan persetujuan mengenai reformasi ekonomi (letter of
intent) yang ditanda-tangani pada tanggal 15 Januari 1998, yang mengandung 50
butir. Setelah pelaksanaan reformasi kedua ini kembali menghadapi berbagai
hambatan, maka diadakanlah negosiasi ulang yang menghasilkan supplementary
memorandum pada tanggal 10 April 1998 yang terdiri atas 20 butir, 7 appendix
dan satu matriks.251 Paket IMF ketiga lebih menyoroti persoalan sistem kepailitan
yang mendasari munculnya “Pengadilan Niaga” sebagai mekanisme penyelesaian
sengketa dunia usaha, khususnya yang berkaitan dengan persoalan utang.252
Pembentukan Pengadilan Niaga dalam paket perjanjian ketiga IMF ini didasari
oleh lambatnya perkembangan penyelesaian utang luar negeri swasta dan
lemahnya komitmen untuk menyelesaikan utang dalam perundingan antara pihak
kreditor dan debitor. Terakhir pada paket keempat bulan Juni 1998, IMF memberi
batas waktu untuk pembentukan Pengadilan Khusus Tata Niaga sampai dengan
tanggal 20 Agustus 1998.

250

Didik J.Rachbini, Suwidi Tono, et.al, Bank Indonesia Menuju Indenpendensi Bank
Sentral, (Jakarta: Mardi Mulyo, 2000), hlm. 12.
251
Lepi T. Tarmidi, Tulisan ini merupakan revisi dan updating dari pidato pengukuhan
Guru Besar Madya pada FEUI dengan judul “Krisis Moneter Tahun 1997/1998 dan Peran IMF”,
Jakarta, 10 Juni 1998.
252
Andi Muhammad Asrun, A. Prasetyantoko, Dkk, op., cit, hlm. 10.

Universitas Sumatera Utara

Dasar dan tuntutan IMF untuk membentuk Pengadilan Niaga diakibatkan
tidak adanya mekanisme hukum yang baik dan tingkat kepercayaan investor asing
yang terus merosot, hingga muncul implikasi yang serius dalam perekonomian
domestic.253 Implikasi pertama yaitu perusahaan domestik yang mengalami
kesulitan likuiditas sulit untuk menawarkan asetnya kepada investor asing, bahkan
dalam harga yang sangat murah, karena mereka takut tidak ada jaminan
hukumnya. Kedua, tidak adanya Pengadilan Niaga, sangat sulit bagi kreditor
untuk melikuidasi asset - aset perusahaan yang mengalami masalah dengan
pembayaran utang (default). Ketiga, pilihan bagi kreditor menjadi terbatas, yaitu
apakah akan menghapusbukukan utang, atau melakukan perundingan dengan hasil
yang minimal. Terakhir, peradilan di Indonesia menyimpan banyak persoalan
yang tidak ada jaminan akan diselesaikan secara adil, karena adanya mafia
peradilan.
Berdasarkan uraian diatas, pihak IMF mendorong diberlakukannya UU
Kepailitan yang diikuti dengan pembentukan Peradilan Khusus Tata Niaga.
Undang-Undang Kepailitan dibentuk sebagai suatu cara untuk memfasilitasi
proses penyelesaian hubungan hukum antara kreditor dan debitor untuk mengatasi
kredit macet. Sehingga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang Nomor
1 Tahun 1998 Tentang Kepailitan menjadi peraturan payung bagi peradilan kasus
kepailitan dan keberadaan Pengadilan Niaga, selain sebagai pengganti UU
Kepailitan yang sebelumnya yaitu (Faillissements-Verordening, Staatsblad 1905
Nomor 217 juncto Staatsbiad 1906 No.3481).

253

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang Nomor 1
Tahun 1998 inilah terbentuk Pengadilan Niaga untuk pertama kalinya. Pada
awalnya, yaitu pada bulan Agustus 1998, Pengadilan Niaga hanya berada dalam
wilayah yurisdiksi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Baru pada bulan Juli 2000,
Pemerintah kembali membentuk Pengadilan Niaga di tiga kota, yaitu di Medan,
Surabaya dan Ujung Pandang.
3) Pembentukan Pengadilan Niaga dalam UU No. 37 Tahun 2004 Juncto
UU No. 4 Tahun 1998 Juncto Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1
Tahun 1998 tentang Kepailitan
Dalam UU Nomor 4 Tahun 1998 menambah satu bab baru yaitu Bab
Ketiga mengenai Pengadilan Niaga. Pembentukan peradilan khusus ini diharapkan
dapat menyelesaikan masalah kepailitan secara cepat dan efektif. Pengadilan
Niaga merupakan diferensiasi atas peradilan umum yang dimungkinkan
pembentukanya berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman. UU Nomor 37 Tahun
2004 yang merupakan pembaharuan dari UU Nomor 4 Tahun 1998, tidak
mengatur Pengadilan Niaga pada bab tersendiri, akan tetapi masuk pada Bab V
tentang Ketentuan Lain-lain mulai dari Pasal 299 sampai dengan Pasal 303.
Demikian juga dalam penyebutannya pada setiap pasal cukup dengan
menyebutkan kata Pengadilan tanpa ada kata Niaga karena merujuk pada Bab I
tentang Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 7 bahwa Pengadilan adalah Pengadilan
Niaga dalam Lingkungan peradilan umum.

Universitas Sumatera Utara

b. Prinsip-Prinsip Umum Pengadilan Niaga;
Prinsip-prinsip yang diterapkan dalam proses beracara di Pengadilan Niaga
adalah sebagai berikut:254
1) Kompeten Dan Modern
Pengadilan Niaga harus didukung oleh sumber daya manusia yang
kompeten. Yaitu adanya kemampuan yang baik dari seluruh pihak untuk
mendukung kinerja Pengadilan Niaga, termasuk hakim dan Panitera Pengadilan.
Mengingat pengadilan ini meliputi lingkup perniagaan yang sifatnya dinamis,
maka Pengadilan Niaga haruslah didukung oleh sarana dan prasarana yang
modern. Selain adanya fakta bahwa sarana dan prasarana yang modern akan
memudahkan para pihak yang berkepentingan untuk melakukan akses ke
Pengadilan Niaga. Sarana dan prasarana tersebut meliputi, mulai dari kondisi fisik
pengadilan hingga penggunaan perangkat teknologi informasi.
2) Independensi Dan Tidak Memihak (Imparsial)
Pengadilan Niaga harus merupakan pengadilan yang terbebas dari campur
tangan, ataupun tekanan dari pihak manapun. Selain itu, Pengadilan Niaga juga
harus berpihak hanya kepada hukum dan keadilan dalam memutus perkara perkara yang masuk. Hal ini penting karena Pengadilan Niaga harus mampu
menjadi suatu institusi untuk mewujudkan kesetaraan di hadapan hukum, terutama
di bidang perniagaan yang seringkali terjadi antara para pihak yang memiliki
kekuatan ekonomi dan politik yang tidak seimbang.

254

Tim Pengarah Pengadilan Niaga dan Persiapan Pembentukan Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi, “Cetak Biru Dan Rencana Aksi Pengadilan Niaga”, Jakarta: Kantor Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2004,
hlm. 3.

Universitas Sumatera Utara

3) Partisipatif dan Akuntabilitas
Pengadilan Niaga harus membuka peluang partisipasi masyarakat seluas
mungkin, terutama dalam melakukan berbagai bentuk pengawasan guna
menghindari penyalahgunaan kekuasaan. Untuk akuntabilitas Pengadilan Niaga
harus dapat mempertanggungjawabkan semua kebijakan yang diambilnya, dalam
rangka

pelaksanaan

kekuasaannya,

untuk

menghindari

penyalahgunaan

kekuasaan.
4) Mudah Diakses dan Transparansi
Pengadilan Niaga harus menjadi institusi pengadilan yang mudah diakses,
baik secara finansial, geografis, prosedural dan lain - lain, bagi semua pencari
keadilan di bidang perniagaan. Transparansi berarti tanpa merugikan kepentingan
upaya penegakan hukum, Pengadilan Niaga bersifat terbuka dalam hal
keseluruhan proses peradilan agar prinsip akuntabilitas dan partisipasi dapat
terlaksana.
5) Proses Yang Cepat dan Kepastian Hukum
Pengadilan Niaga juga mengedepankan prinsip dimana proses yang harus
ditempuh oleh pencari keadilan tidak memakan waktu yang lama. Sehingga
seluruh rangkaian proses di Pengadilan Niaga dapat berjalan dengan cepat dan
efektif. Sebagai bagian dari badan peradilan, Pengadilan Niaga harus dapat
menjamin kepastian hukum bagi para pencari keadilan. Termasuk dalam hal ini
konsistensi putusan - putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga. Selain
bahwa putusan-putusan yang ditetapkan Pengadilan Niaga tersebut, akan rnenjadi
sebuah yurisprudensi bagi keputusan-keputusan hakim niaga selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

2. Kewenangan Pengadilan Niaga
Blueprint Pengadilan Niaga pada tahun 1998 telah menekankan bahwa
perluasan Pengadilan Niaga akan diarahkan terhadap permasalahan hukum
perdagangan. Terbukti semenjak tahun 2001, perkara - perkara HKI juga masuk
dalam kompetensi Pengadilan Niaga selain menangani perkara kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Terakhir tahun 2004 sengketa
dalam proses likuidasi bank yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
juga termasuk dalam kompetensi Pengadilan Niaga.255
Berlakunya UU Kepailitan 1998 telah memindahkan kewenangan mutlak
(absolut) dari Pengadilan Umum untuk memeriksa permohonan pailit, dengan
menetapkan Pengadilan Niaga sebagai Pengadilan yang memiliki kewenangan
untuk menerima permohonan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran
utang (PKPU).256 Berdasarkan Pasal 280 Ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1998
Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, maka
perluasan kewenangan Pengadilan Niaga ditetapkan rnelalui Peraturan Pemerintah
(PP). selanjutnya lebih dikuatkan dalam perubahan UU Nomor 4 Tahun 1998
Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yaitu pada UU

255

Lihat http: //www. hukumonline. com/ klinik/ detail/ lt4d47fcb095f46/ lingkupkewenangan-pengadilan-niaga.
256
Kewenangan mutlak atau absolut diartikan sebagai pembagian kekuasaan antar
badan-badan peradilan yang berkaitan dengan pemberian kekuasaaan untuk mengadili (attribute
van rechtsmacht). Dengan kata lain, kewenangan mutlak atau absolut ini berbicara mengenai
kewenangan badan-badan peradilan dalam menerima, memeriksa, dan memutus perkara.
Konsekuensinya, suatu pengadilan tidak dapat memeriksa gugatan/permohonan yang diajukan
kepadanya apabila ternyata secara formil gugatan tersebut masuk dalam ruang lingkup
kewenangan mutlak pengadilan lain.

Universitas Sumatera Utara

Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Pasal 300.257
Penyelesaian sengketa di bidang HKI, dapat dilihat dalam undang undang
bersangkutan

yang wewenangnya

secara absolut merupakan wewenang

Pengadilan Niaga :
a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, wewenang
Pengadilan Niaga dalam penyelesaian sengketa hak cipta dapat dilihat pada
Bab XV dan Bab XI dari pasal 106 sampai dengan pasal 109. Pada pasal 106,
menyatakan bahwa ; Atas permintaan pihak yang merasa dirugikan karena
pelaksanaan Hak Cipta atau Hak Terkait, Pengadilan Niaga dapat
mengeluarkan penetapan sementara untuk mencegah masuknya barang yang
diduga hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait ke jalur perdagangan,
menarik dari peredaran dan menyita serta menyimpan sebagai alat bukti yang
berkaitan dengan pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait tersebut,
mengamankan barang bukti dan penghilangannya oleh pelanggar dan/atau
mencegah, menghentikan pelanggaran guna mencegah kerugian yang lebih
besar.
b. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten, wewenang penyelesaian
sengketa Paten diatur dalam Bab XIV dari pasal 155 sampai dengan pasal 158.
Pasal 155 menyatakan bahwa ; Atas permintaan pihak yang dirugikan karena
pelaksanaan Paten, Pengadilan Niaga dapat menerbitkan surat penetapan

257

Lihat UU No. 37 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa “Pengadilan sebagaimana
dimaksud dalam UU ini, selain memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, berwenang pula memeriksa dan memutus perkara lain
di bidang perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan UU”.

Universitas Sumatera Utara

sementara untuk: mencegah masuknya barang yang diduga melanggar Paten
dan/atau hak yang berkaitan dengan Paten, mengamankan dan mencegah
penghilangan barang bukti oleh pelanggar; dan/atau menghentikan pelanggaran
guna mencegah kerugian yang lebih besar.
c. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek, wewenang Pengadilan
Niaga dalam undang undang ini dapat dilihat pada Bab XI dan Bab XII dari
pasal 76 sampai pasal 87. Pasal 76 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002
tentang Merek, menyatakan : (1) Pemilik merk terdaftar dapat mengajukan
gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau
jasa yang sejenis berupa: a. Gugatan ganti rugi ; dan/atau b. Penghentian semua
perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. (2) Gugatan
sebagaimana dimaksud ayat (1) Diajukan kepada Pengadilan Niaga.
d. Undang-Undang nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, wewenang
Pengadilan Niaga dalam penyelesaian sengketa dalam undang undang Bab ini
dapat dilihat pada Bab VIII dan Bab IX dari pasal 46 sampai dengan pasal 49.
Pasal 46 menyatatakan ; (1). Pemegang Hak Desain Industri atau penerima
lisensi dapat menggugat siapapun dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 berupa : a. Gugatan ganti rugi;
dan/atau b. Penghentian sementara perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 9. (2) gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan ke
Pengadilan Niaga.

Universitas Sumatera Utara

e. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata letak Sirkuit,
wewenang Pengadilan Niaga dalam penyelesaian sengketa dalam undang
undan Bab ini dapat dilihat pada Bab VII dari pasal 38 sampai dengan pasal 40.
Pasal 38 menyatatakan ; (1). Pemegang Hak Desain Industri atau penerima
lisensi dapat menggugat siapapun dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 berupa : a. Gugatan ganti rugi;
dan/atau b. Penghentian sementara perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 8. (2) gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan
kePengadilan Niaga.
f. Hak Indikasi Geografis, walaupun tidak diatur secara tersendiri oleh undang
undang, akan tetapi diatur bersama-sama dengan Merek yaitu Undang-Undang
No. 15 tahun 2001, yaitu dalam pasal 56 sampai dengan pasal 60. Hak Indikasi
Geografis diatur juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2007
tentang Indikasi geografis. Hak Indikasi Geografis mempunyai nilai ekonomi
yang sangat menjanjikan oleh karenanya sering disalah gunakan oleh beberapa
pengusaha luar yang mengklim dirinya mempunyai hak Indikasi Geografis.
Dalam pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek
menyatakan ; Pemegang hak Indikasi geografis dapat mengajukan gugatan
terhadap pemakai Indikasi geografis yang tanpa hak, berupa permohonan ganti
rugi dan penghentian penggunaan serta pemusnahan etiket indikasi geografis
yang digunakan secara tanpa hak tersebut. Berdasarkan ketentuan pasal 58
Undang-Undang nomor 15 Tahun 2001 dan pasal 17 ayat (3) Peraturan

Universitas Sumatera Utara

Pemerintah No 51 tahun 2007 Penyelesaian sengketa Hak Indikasi Geografis
ada pada Pengadilan Niaga.
Sengketa dalam Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)258 juga merupakan
wewenang Pengadilan Niaga. Pengaturan Lembaga Penjamin Simpanan ini diatur
dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 yang dirubah oleh Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008. Lembaga penjamin
Simpanan menjamin simpanan nasabah yang berbentuk giro,deposito, sertifikat
deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.Dalam
menjalankan tugasnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dapat meminta data,
informasi dan/atau dokumen kepada pihak lain. Kepesertaan jaminan nasabah
bank ini adalah setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara
Republik Indonesia. Lembaga Penjamin simpanan (LPS) dapat melakukan
penyelesaian dan penangan Bank gagal dengan kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) Perpu No. 3 Tahun 2008:
a. Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham,
termasuk hak dan wewenang RUPS ;
b. Menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank gagal yang diselamatkan ;
c. Meninjau ulang, pembatalkan, mengakhiri,dan/atau mengubah setiap kontrak
yang mengikat Bank gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang
merugikan Bank; dan
d. Menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau
kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.
Disamping itu juga LPS dapat melakukan tindakan terhadap bank gagal
yang dicabut izinnya berupa pembubaran badan hukum bank, membentuk tim
likuidasi, dan menyatakan status bank sebagai bank dalam likuidasi. Dan

258

LPS merupakan suatu lembaga berbadan hukum yang berfungsi menjamin simpanan
nasabah penyimpan pada bank dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai
dengan kewenanganya.dan mempunyai tugas merumuskan dan menetapkan kebijaksanaan
pelaksanaan simpanan dan melaksanakan penjaminan simpanan.

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan pasal 49 Perpu no 3 tahun 2008 ; Pengawasan atas pelaksanaan
likuidasi bank dilakukan oleh LPS. Selanjutnya dalam pasal 50, menyatakan
bahwa ; dalam hal sengketa dalam proses likuidasi, maka sengketa dimaksud
diselesaikan melalui Pengadilan Niaga sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam Pasal 52 ayat (1) Perpu No. 38 tahun 2008 menyatakan bahwa :
Untuk kepentingan aset atau kewajiban bank dalam likuidasi, tim likuidasi dapat
meminta pembatalan kepada Pengadilan Niaga atas segala perbuatan hukum bank
yang mengakibatkan berkurangnya aset atau bertambahnya kewajiban bank, yang
dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum pencabutan izin usaha.
Dari ketentuan pasal pasal 50 dan pasal 52 Perpu Nomor 38 Tahun 2008
tersebut, maka apabila terjadi sengketa proses Likuidasi merupakan kewenangan
Pengadilan Niaga.

C.

Komparasi Penetapan Sementara di Beberapa Negara

1.

Jerman
Jerman adalah suatu negara di Eropa yang menerapkan sistem hukum sipil.

Ketentuan terpenting tentang struktur organisasi pengadilan terdapat dalam
ketentuan

Pengadilan

Konstitusi

(Gerichtsverfassungsgesetz, atau GVG).

Pengadilan ditandai dengan pembagian berdasarkan

spesialis, regional, dan

hierarkis terintegrasi di tingkat federal.259 Seperti di Indonesia, sistem peradilan di
Jerman terdiri dari beberapa tingkatan, yakni Pengadilan tingkat satu
(amisgericht), Pengadilan tingkat dua (oberste landgericht) dan Pengadilan
tingkat tinggi (oberstegericht) dengan puncaknya di Mahkamah Agung
(Bundesgerichterhof). Pengadilan khusus menangani lima bidang yang berbeda:
yaitu administrasi, tenaga kerja, sosial, fiskal, dan paten. Semuanya terorganisir

259

Bell, John, Judiciaries Within Europe: A Comparative Review. Cambridge University
Press. ISBN 978-0-521-86072-7, 2006, hlm.110.

Universitas Sumatera Utara

secara hierarkis dengan sistem pengadilan negara di bawah pengadilan banding
federal.
Pengadilan Federal Paten menangani kasus kekayaan intelektual tertentu
pada paten, hak utilitas dan merek dagang. Dalam paten, hak utilitas dan merek
dagang penting ada pembagian tanggung jawab peradilan di Jerman antara
Mahkamah Paten Federal dan berbagai Pengadilan Regional Jerman. Sistem
pengadilan bercabang ini memiliki tradisi panjang di Jerman dan didasarkan pada
gagasan bahwa keputusan Deutsches Patent- und Markenamt (Paten Jerman dan
Trademark Office) harus diperiksa oleh pengadilan khusus dibuat untuk tujuan itu,
yaitu, Pengadilan Paten federal di Munich260
Proses pemeriksaaan dimulai dari pendaftaran, pemeriksaan, pengambilan
putusan dan eksekusi putusan tidak berbeda dengan di Indonesia. Perbedaan
dengan Indonesia adalah berkaitan dengan pendaftaran gugatan, bahwa di Jerman
gugatan dapat diajukan juga melalui pos surat, dan pendaftarnya akan dipanggil
dengan membayar panjar biaya perkara, dan setelah pembayaran, berkas perkara
akan diserahkan kepada hakim yang memeriksa berdasar penunjukan oleh Dewan
Presidium. Bagi orang-orang yang tidak mampu dapat mengajukan permohonan
agar dibebaskan dari kewajiban membayar perkara (ketentuan ini juga dikenal di
Indonesia). Apabila seorang hakim merasa mempunyai hubungan keluarga dengan
salah satu pihak/ para pihak, dia wajib mengundurkan diri tanpa adanya
permintaan atau permohonan keberatan dari salah satu pihak. Perbedaan lain
adalah pembatasan perkara yang dapat diajukan, berdasar ketentuan Hukum Acara
260

Seyfert, Christian. "Bifurcation of judiciary responsibilities: Federal Patent Court
and German Regional Courts", 10 November 2013.

Universitas Sumatera Utara

Perdata Jerman (zivilprozessordnung), hanya perkara yang mempunyai nilai
gugatan melebihi EURO 600 yang dapat didaftar di Landsgericht.261
Pemeriksaan perkara pada prinsipnya dilakukan secara terbuka untuk
umum, kecuali ditentukan lain dalam undang - undang, misalnya untuk perkara
yang menyangkut anak-anak atau perkara keluarga. Dalam proses persidangan
perkara perdata, pemeriksaan tidah jauh berbeda dengan pemeriksaaan Pengadilan
Indonesia. Para pihak dapat menunjuk wakilnya untuk menghadiri sidang
perkaranya. Meskipun tidak ada ketentuan mengenai batasan waktu kapan
pemeriksaan perkara harus selesai, pemeriksaan umumnya dilakukan secepat
mungkin. Penundaan perkara tidak dikenakan sanksi, tetapi penilaian terhadap
hakim tetap dilakukan setiap tahun.
Putusan Pengadilan dibacakan/disampaikan dalam persidangan yang
terbuka untuk umum. Setelah selesai dibacakan, para pihak diberikan waktu dua
(2) minggu untuk berpikir dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak
mengajukan sesuatu apapun, dianggap pihak yang bersangkutan telah menerima
putusan tersebut. Para pihak yang tidak hadir pada persidangan pembacaan
putusan akan diberitahukan isi putusan dengan resmi melalui Juru Sita, dan
kepada mereka juga diberitahukan hak-haknya apabila merasa tidak puas/tidak
sependapat dengan isi putusan tersebut,