Tinjauan Viktimologi Terhadap Anak Dalam Putusan Pidana Bersyarat Bagi Guru Yang Melakukan Kekerasan Di Lingkungan Sekolah ( Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1983 K Pid.Sus 2014 )
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negarayang berdasarkan hukum (Rechtstaat) bukan
berdasarkan kekuasaan (Maachtstaat). Hal ini termuat dalam pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Hal ini berarti
bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan
menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya. Semua yang dilakukan oleh bangsa Indonesia harus berdasarkan
peraturan perundang- undangan yang berlaku. Selain itu fungsi dari hukum
tersebut juga melindungi bangsa Indonesia.
Salah satu bentuk perlindungan yang diberikan adalah dalam hal
pendidikan, dimana Negara ini memberikan jaminan kepada seluruh rakyat
Indonesia untuk dapat memilih dan menikmati pendidikan dan pengajaran,
sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 31 UUD Negara Republik Indonesia
tahun 1945. Pendidikan dimulai dari anak-anak sampai usia lanjut, karena
menuntut ilmu tidak memiliki batasan umur. Siapa saja dan usia berapa saja
berhak mengenyam bangku pendidikan.
Pendidikan pertama- tama dapat dilihat sebagai aktifitas untuk mengubah
posibilitas,
yaitu
kemungkinan-
kemungkinan
yang
didasarkan
atas
keterbukaanmanusia itu menjadi aktualitas.
1 Implikasi kedua ialah bahwa perilaku
1
Universitas Sumatera Utara
2
manusia tidak ditentukan sebelumnya. Perilaku manusia diperoleh melalui proses
belajar. Pendidikan adalah bagian dari proses manusia membangun dunianya atau
kebudayaannya. Karena itu, dapat dikatakan pendidikan adalah suatu “keharusan”
dalam hidup manusia.1
Pengenyam bangku pendidikan yang paling pertama sekali adalah anak.
Anak merupakan aset masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa,
sehingga setiap anak berhak atas kelangsunganhidup, tumbuh, dan berkembang,
berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindakkekerasan dan
diskriminasi serta hak sipil dankebebasan.
Pasal 1 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
menyebutkanbahwa Perlindungan Anak adalah:
“Segala kegiatan untuk menjamin danmelindungi anak dan hak-haknya agardapat
hidup, tumbuh, berkembang, danberpartisipasi, secara optimal sesuaidengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan darikekerasan dan
diskriminasi”.2
Proses perkembangan dan pertumbuhan anakakan sangat berpengaruh
terhadap pembentukan karakter dan kualifikasi anak di masadepan. Jika dalam
proses tumbuh kembangnya, anak sering mendapatkan perlakuan kasaratau
bahkan mendapat tindakan kekerasan,maka proses pembentukan kepribadiannya
akanterganggu. Anak adalah pemegang estafet kepemimpinan, sehingga
perlindungan terhadapanak merupakan masalah yang harus diperhatikan.
1
Tony D. Widiastono, Artikel Pendidikan Manusia Indonesia, Kompas, Jakarta, 2004,
hal.6
2
Pasal 1 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
2
Universitas Sumatera Utara
3
Dalam dunia pendidikan dikenal adanya sistem pemberian reward
(hadiah) dan punishment (hukuman). Yang mana reward dan punishment tersebut
pada
umumnya
dikorelasikan
dan
dianggap
berasal
dari
pembahasan
reinforcement (dorongan, dukungan, motivasi), yang diperkenalkan oleh
Thorndike(1898-1901). Dorongan atau motivasi tersebut ditujukan untuk
memperkuat sikap/tingkah laku individu. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
apabila reinforcement ini ditiadakan, maka sebagai akibatnya perbuatan individu
tersebut akan melemah. Tetapi yang terjadi ujung- ujungnya malah kekerasan
terhadap anak karena tujuan pemberian punishment atau hukuman itu tidak
berjalan baik.3
Kekerasan terhadap anak adalah semua bentuk tindakan menyakitkan
secara fisik atau emosional, penyalahgunaan seksual,trafiking, penelantaran,
eksploitasi yang mengakibatkan cidera/kerugian nyata ataupun potensial terhadap
kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat
anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab,kepercayaan atau
kekuasaan.
Contoh kasusnya seperti berikut. Empat siswi sebuah SMP negeri di
Jeneponto, Sulawesi Selatan, diduga dianiaya guru mereka. Tidak adanya titik
temu membuat pihak keluarga terpaksa melaporkan sang guru ke polisi. Empat
siswi yang mengaku dianiaya gurunya itu adalah RAT, IS, MAR, dan PLA.
Sementara, guru yang diduga menganiaya keempatnya adalah BT. Dugaan
3
http://masudaheducation.blogspot.com/2014/11/kekerasan-dalam-dunia-pendidikanmakalah.htm, diakses pada tanggal 15 Mei 2017 Pukul 11.00 WIB
3
Universitas Sumatera Utara
4
penganiayaan terjadi saat keempat siswi itu mengikuti mata pelajaran Bahasa
Inggris.
Dalam laporannya kepada polisi, Sabtu (10/9/2016), keempat siswi yang
duduk di kelas 3 itu mengaku bagian leher mereka dipukul menggunakan tangan
dan batang sapu.Dugaan penganiayaan terjadi saat BT akan mengajar pelajaran
Bahasa Inggris. Menurut PLA, saat itu BT kesal karena ada seorang siswa yang
bermain dan membuat gaduh dalam kelas. Sang guru langsung memukul hampir
seluruh siswa siswi di dalam ruang kelas menggunakan tangan dan batang sapu.
Seusai kejadian yang menimpa anak mereka, orangtua siswa meminta
pihak sekolah untuk mempertemukan dengan BT. Namun, pertemuan tersebut
tidak membuahkan hasil sehingga para orangtua siswi pun berinisiatif untuk
melaporkannya ke polisi. Kasus ini kemudian dilimpahkan ke penyidik Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jeneponto. Polisi berencana
melakukan pemeriksaan dan mengumpulkan keterangan pihak sekolah dan guru.
Kepala SPKT Polres Jeneponto Ipda Munir Gawi juga mengatakan polisi akan
meminta keterangan korban dan orangtua siswi.
Sementara, BT membantah dirinya melakukan pemukulan dengan
menggunakan sapu. Dirinya hanya memukul menggunakan tangan. Hal tersebut
dilakukan lantaran siswa siswi di dalam ruang kelas saling lempar lempar buku
dan membuat gaduh saat dirinya akan mengajar. Sementara, pihak sekolah juga
berjanji menindak oknum guru pelaku penganiayaan serta menyerahkan
4
Universitas Sumatera Utara
5
sepenuhnya kasus ini ke penegak hukum. Apabila terbukti, pelaku dapat dijerat
UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.4
Alasan pendisiplinan yang melandasi dilakukannya tindak kekerasan dari
guru terhadap murid tidak dapat dibenarkan. Banyak yang menilai paradigma itu
salah kaprah, karena tidak ada kaitannya antara disiplin dengan kekerasan.
Sekolah memang harus menerapkan disiplin bagi guru-guru maupun siswa, tapi
disiplin itu tidak identik dengan kekerasan. Untuk menerapkannya bisa dilakukan
dengan komunikasi dan tidak dengan cara menyakiti. Bila hal ini dibiarkan terus
menerus akan memiliki dampak yang buruk bagi perkembangan mental dan
kepribadian anak di kemudian hari. Mengungkapkan bahwa, anak yang
mengalami pendidikan dengan kekerasan bukan saja akan tumbuh menjadi pribadi
yang tertutup, tidak percaya diri, pencemas dan kurang kreatif, namun mereka
akan mempelajari kekerasan yang mereka terima dan pada akhirnya akan menjadi
bagian dari kepribadian mereka. Mereka akan menjadi pribadi yang menghalalkan
tindak kekerasan juga.5
Pemberian hukuman yang dilakukan yang dilakukan oleh guru ini yang
sering diartikan sama dengan tindakan kekerasan, penganiayaan, penyiksaan dan
tindakan tidak manusiawi oleh orangtua murid. Kekerasan merupakan suatu
istilah yang tidak asing di telinga kita. Fenomena kekerasan saat ini telah
4
https://daerah.sindonews.com/read/1138316/192/empat-siswi-smp-di-jenepontomengaku-dipukul-guru-1473494636, diakses pada tanggal 16 Mei 2017, pukul 12.00 WIB
5
http://www.psikologmalang.com/2013/02/fenomena-kekerasan-guru-pada-murid-di.html
di akses pada tanggal 20 Mei 2017 pukul 19.00 WIB
5
Universitas Sumatera Utara
6
mewarnai hampir seluruh aspek kehidupan sosial kita baik politik, budaya bahkan
hingga dunia pendidikan.6
Bagi guru yang terbukti melakukan kekerasan terhadap anak didiknya
termasuk di dalamnya kekerasan fisik maka guru tersebut akan dikenai sanksi bisa
berupa dilaporkan oleh orangtua anak didik yang mendapat kekerasan kepada
pihak yang berwajib, padahal apa yang dilakukan oleh guru tersebut untuk
menegakkan disiplin kepada anak didik. Dan seketika itu guru tersebut akan
dianggap melakukan pelanggaran terhadap perlindungan anak. Terlebih dengan
adanya Undang- undang No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undangundang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menunjukkan pemerintah
telah serius memberikan perhatian untuk menjamin perlindungan terhadap anak
sebagai generasi masa depan sekaligus penerus cita- cita perjuangan bangsa.
Kejahatan kekerasan telah diatur secara jelas dalam beberapa pasal dalam
kitab undang-undang hukum pidana (KUHP)dengan ancaman hukuman yang
berat, namun demikian masih saja terjadi dan tidak akan pernah akan berhenti.
Untuk itu kompleksnya masalah kejahatan kekerasan yang dilakukan oleh guru,
maka diperlukan perhatian khususnya dikalangan penegak hukum terutama pihak
kepolisian agar dapat berusaha semaksimal mungkin menanggulangi kekerasan
tersebut.
Anak yang merupakan tunas generasi penerus bangsa perlu diberikan suatu
usaha perlindungan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Anak tersebut
juga harus mendapatkan hak- haknya yang telah di jamin oleh Undang- undang
6
Nanang Martono, Kekerasan Simbolik di Sekolah Sebuah Ide Sosiologi Pendididkan,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, Hal 1
6
Universitas Sumatera Utara
7
juga anak tersebut juga harus menjalankan kewajiban dengan sebaik- baiknya,
sedangkan guru juga merupakan manusia biasa yang bisa saja melakukan
pelanggaran hukum berupa tindakan kriminal dan jika memang benar telah
terbukti melakukan tindakan criminal maka ia harus di hukum atau sesuai dengan
prosedur yang berlaku dan harus mengikuti proses yang telah ada sesuai dengan
Peraturan Perundang- undangan yang berlaku.
Maka dari itu penulis membuat judul skripsi tentang Tinjauan Viktimologi
Terhadap Anak Dalam Putusan Pidana Bersyarat Bagi Guru Yang Melakukan
Kekerasan di Lingkungan Sekolah (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1983
K/Pid.Sus/2014).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka timbullah permasalahan sebagai
berikut.
1. Bagaimana Bentuk-bentuk Tindak Pidana Kekerasan di Lingkungan
Sekolah
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang mengalami tindak
pidana kekerasan yang dilakukan oleh guru di lingkungan sekolah
3. Bagaimana penjatuhan putusan pidana terhadap guru sebagai pelaku
tindak pidana kekerasan terhadap anak didiknya berdasarkan Putusan
Mahkamah Agung No. 1983/K/Pid.Sus/2014
C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
7
Universitas Sumatera Utara
8
1. Untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan oleh
guru terhadap anak di lingkungan sekolah serta faktor-faktor penyebab
kekerasan tersebut
2. Untuk mengetahui perlindungan hukumnya terhadap anak dalam
rundang- undang No. 35 tahun 2014 Tentang Perubahan atas undangundang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dikaitkan dengan
Tindak Pidana kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap anak di
lingkungan sekolah
3. Untuk mengetahui bagaimana bentuk penjatuhan putusan terhadap guru
sebagai pelaku tindak pidana kekerasan di lingkungan sekolah
Skripsi ini juga memberikan manfaat yang tidak dapat dipisahkan dari
tujuan penulis yang telah diuraikan diatas yaitu sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Dengan adanya penulisan skripsi ini kiranya dapat menambah
wawasan dan iimu pengetahuan dalam bidang hukum pidana yang
berkaitan dengan
kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap anak
didiknya di lingkungan sekolah serta ilmu pengetahuan itu sendiri di masa
mendatang sehingga dapat menjadi acuan bagi para peneliti lain yang juga
tertarik untuk meneliti tentang perilaku kekerasan di sekolah.
2. Manfaat Praktis
Juga dengan adanya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat umum agar menambah dan mendapatkan pemahaman hukum
secara praktis dan efisien tentang kekerasan yang dilakukan oleh guru
8
Universitas Sumatera Utara
9
terhadap anak didiknya di lingkungan sekolah, serta juga dapat
memberikan masukan kepada penegak hukum dalam memberantas dan
menindaklanjuti tindak pidana kekerasan ini dan menyadarkan bahwa
tidak seharusnya seorang anak mendapatkan perlakuan kekerasan apalagi
di lingkungan sekolah yang merupakan tempat belajar dan menuntut ilmu.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang di peroleh dari perpustakaan Fakultas
Hukum
Universitas Sumatera Utara, skripsi
yang berjudul “Tinjauan
Viktimologi Terhadap Anak Dalam Putusan Pidana Bersyarat Bagi Guru
Yang Melakukan Kekerasan Di Lingkungan Sekolah (Studi Putusan
Mahkamah Agung
No.1983 K/Pid.Sus/2014) “ belumpernah ditulis.
Permasalahan diajukan pun belum pernah dibahas oleh permasalahan skripsi
lainnya. Adapun judul skripsi diatas merupakan tulisan yang masih baru, belum
pernah dibahas oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Maka penulisan skripsi ini masih orisinil, dengan demikian penulis skripsi dapat
mempertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Viktimologi
Viktimologi adalah ilmu yang mempelajari tentang korban (victim = korban)
termasuk hubungan antara korban dan pelaku, serta interaksi antara korban dan
sistem peradilan - yaitu, polisi, pengadilan, dan hubungan antara pihak-pihak yang
terkait serta didalamnya juga menyangkut hubungan korban dengan kelompokkelompok sosial lainnya dan institusi lain seperti media, kalangan bisnis, dan
9
Universitas Sumatera Utara
10
gerakan sosial. Viktimologi juga membahas peranan dan kedudukan korban dalam
suatu tindakan kejahatan di masyarakat, serta bagaimana reaksi masyarakat
terhadap korban kejahatan.Proses dimana seseorang menjadi korban kejahatan
disebut dengan "viktimisasi”.7
Pada tahap perkembangannya korban kejahatan bukan saja orang perorangan,
meluas dan kompleks. Persepsinya tidak hanya banyaknya jumlah korban (orang)
namun juga korporasi, institusi, pemerintah, bangsa, dan Negara. Hal ini juga
dinyatakan bahwa korban dapat berarti individu atau kelompok baik swasta
maupun pemerintah.
1. Korban perseorangan adalah setiap orang sebagai individu mendapat
penderitaan baik jiwa, fisik, materiil, maupun nonmaterial.
2. Korban institusi adalah setiap institusi mengalami penderitaan kerugian
dalam
menjalankan
fungsinya
yang
menimbulkan
kerugian
berkepanjangan akibat dari kebijakan pemerintah, kebijakan swasta
maupun bencana alam.
3. Korban lingkungan hidup adalah setiap lingkungan alam yang
didalamnya berisikan kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia
dan masyarakat serta semua jasad hidup yang tumbuh berkembang dan
kelestariannya sangat tergantung pada lingkungan alam tersebut yang
telah mengalami gundul, longsor, banjir dan kebakaran yang ditimbulkan
oleh kebijakan pemerintah yang salah dan perbuatan manusia baik
individu maupun masyarakat yang tidak bertanggung jawab.
7
www. Wikipedia.com, diakses pada tanggal 27 Mei 207, Pukul 09.00 WIB
10
Universitas Sumatera Utara
11
4. Korban masyarakat, bangsa dan Negara adalah masyarakat yang
diperlakukan diskriminatif tidak adil, tumpang tindih pembagian hasil
pembangunan serta hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial, hak
budaya tidak lebih baik setiap tahun.8
Lembaga yang memberikan perlindungan terhadap korban dan saksi ialah
bernama LPSK. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang di singkat LPSK
diatur dalam Undang- undang No.31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang- undang No 13 Tahun 2006 tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban. Dalam Undang- undang ini yang dimaksud dengan korban adalah orang
yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugianekonomi yang
diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Sedangkan Saksi adalah orang yang
memberikan keterangan guna kepentingan penyelidkan, penyidikan, penuntutan,
dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu tindak pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri, dan atau ia alami sendiri.9
Situasi dan kondisi pihak korban dapat mendorong pelaku untuk melakukan
suatu kejahatan terhadap korban. Situasi tersebut dapat berupa:
1) Kelemahan fisik dan mental pihak korban,yakni mereka yang berusia tua
atau kanak-kanak, cacat tubuh atau jiwa, dan wanita yang dapat
dimanfaatkan karena tidak berdaya.
8
Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Korban danSaksi, Sinar Grafika, Jakarta,
2014 hal.12
9
http://referensi.elsam.or.id/2014/12/uu-nomor-31-tahun-2014-tentang-perubahan-atasuu-no-13-tahun-2006-mengenai-perlindungan-saksi-dan-korban/, diakses pada tanggal 27 Mei
Pukul 11.00 WIB
11
Universitas Sumatera Utara
12
2) Situasi sosial pihak korban, seperti mereka yang tidak berpendidikan,
bodoh, golongan lemah ekonomi, politik hukum serta tidak mempunyai
perlindngan dalam masyarakat
Berkaitan dengan masalah korban, Stephen Scrafer mengemukakan
beberapa tipe korban kejahatan dan mengkaji tingkat kesalahan korban yang
pada prinsipnya terdapat 4 (empat) tipe korban yakni :
1) Orang yang tidak mempunyai kesalahan apapun tetapi tetap menjadi
korban. Dalam hal ini kesalahan ada pada pihak pelaku.
2) Korban secara sadar atau tidak sadar melakukan suatu perbuatan yang
mendorong orang lain untuk melakukan kejahatan, sehingga kesalahan
terletak pada pelaku dan korban.
3) Mereka secara biologis, potensial menjadi korban seperti anak-anak, orang
tua, cacat fisik/mental, golongan minoritas dan sebagainya. Korban dalam
hal ini tidak dapat dipersalahkan, pelaku dan masyarakatlah yang
bertanggungjawab.
4) Korban karean dia sendiri adalah pelaku. Hal ini dapat terjadi pada
kejahatan tanpa korban seperti pelacuran, ziah, judi, narkoba dan
sebagainya. Yang bersalah dalam hal ini adalah si korban.10
Pada saat ini secara formal hak, perlindungan dan mekanisme sudah diatur.
Namun yang lebih penting adalah aplikasi dan implementasinya. Untuk
mewujudkan secara proporsional, professional dan akuntabel, diperlukan
keseriusan para pihak berikut.
10
http://fhey-laws.blogspot.co.id/2013/05/makalah-viktimologi.html, diakses pada tanggal
28 Mei 2017, pukul 09.00 WIB
12
Universitas Sumatera Utara
13
1. Korban
2. LPSK
3. Penegak Hukum
4. Masyarakat
Hukum acara Pidana pidana mengatur berbagai hak dari tersangka dan/atau
terdakwa. Sudah seharusnya pihak korban mendapat perlindungan, diantaranya
terpenuhinya hak- hak korban meskipun diimbangi dengan melaksanakan
kewajiban- kewajiban yang ada. Untuk mengetahui hak- hak korban secara yuridis
dapat dilihat dalam perundang- undangan, salah satunya Undang- undang No.31
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- undang No 13 Tahun 2006 tentang
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Pasal 5 Menyebutkan beberapa hak
korban dan saksi yaitu sebagai berikut.
1. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta
bendanya , serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian
yang akan, sedang, atau telah diberikannya.
2. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan
keamanan.
3. Memberikan keterangan tanpa tekanan.
4. Mendapat penerjemah.
5. Bebas dari pertanyaan menjerat.
6. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus.
7. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan.
8. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan.
13
Universitas Sumatera Utara
14
9. Mendapat identitas baru.
10. Mendaptkan tempat kediaman baru.
11. Memperoleh biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan.
12. Mendapat nasihat hukum.
13. Memperoleh bantuan biaya hidup sampai batas waktu perlindungan
berakhir.dan/atau
14. Mendapat Pendampingan11
Hak- hak sebagaimana diatas dilakukan diluar pengadilan dan dalam proses
peradilan jika yang bersangkutan menjadi saksi. Pemberian hak- hak tersebut
dilakukan secara selektif dan prosedural melalui LPSK.
2. Pengertian Anak dalam Hukum
Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian “Anak” dimata hukum Positif
Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa (minderjarig/person
under
age),
orang
yang
dibawah
umur/keadaan
di
bawah
umur
(minderjarigheid/inferiority)atau sering juga disebut sebagai anak di bawah
pengawasan wali (minderjarig ondervoordij).12
Berikut ini pengertian anak menurut peraturan Perundang- Undangan yang
berlaku yaitu sebagai berikut.
a. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anakdalam Pasal 1 angka 2 yaitu seseorang yang belum
mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.
11
Ibid, hal 40-41
Lilik Mulyadi, Pengadilan Anak di Indonesia Teori, Praktik dan permasalahannya,
CV Mandar Maju, Bandung, 2005. Hal. 3
12
14
Universitas Sumatera Utara
15
b. Pengertian Anak Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinantidak mengatur secara langsung tolak ukur kapan seseorang
digolongkan sebagi anak, akan tetapi hal tersebut tersirat dalam pasal 6
ayat (2) yang memuat ketentuan syarat perkawinan bagi orang yang
belum mencapai umue 21 tahun mendapati izin kedua orang tua.
Selanjutnya diatur pula dalam pasal 7 ayat (1) yang memuat batasan
minimum usia untuk dapat kawin bagi pria adalah 19 (Sembilan belas)
tahun dan wanita 16 (enam belas) tahun.
c. Pengertian Anak Menurut Keputusan Presiden RI No 36 Tahun 1990
tentang Pengesahan Convention On The Rights Of The Childdalam Pasal
1 Konvensi yaitu setiap orang dibawah usia 18 (delapan belas) tahun,
kecuali berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak, kedewasaan
telah diperoleh sebelumnya. Artinya yang dimaksud dengan anak adalah
mereka yang belum dewasa dan yang menjadi dewasa karena peraturan
tertentu sedangkan secara mental dan fisik masih belum dewasa.
d. Pengertian Anak Menurut Undang-undang No 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan dalam Pasal 1 angka 8 huruf a disebutkan bahwa anak
pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana
di LAPAS Anak paling lama sampai usia 18 (delapan belas) tahun.
e. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia dalam Pasal 1 Angka 5 yaitu setiap manusia yang
berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk
15
Universitas Sumatera Utara
16
anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi
kepentingannya.
f. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orangdalam Pasal 1 Angka 5
yaitu seseorang yang berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.
g. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No 35 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak dalam Pasal 1 Angka 1 yaitu seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan.
h. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No 3 Tahun 1979 tentang
Pengadilan Anak Yang Telah Diganti Dengan Undang-Undang No 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anakyaitu anak yang telah
berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun.13
i. Pengertian Anak Menurut Hukum Adat/Kebiasaan. Hukum adat tidak ada
menentukan siapa yang dikatakan anak-anak dan siapa yang dikatakan
orang dewasa. Akan tetapi dalam hukum adat ukuran anak dapat
dikatakan dewasa tidak berdasarkan usia tetapi pada ciri tertentu yang
nyata. Mr.R.Soepomo berdasarkan hasil penelitian tentang hukum perdata
jawa Barat menyatakan bahwa kedewasaan seseorang dapat dilihat dari
13
http://ririnpuspitasarifr.blogspot.co.id/2016/01/pengertian-anak-menurut-undangundang.html, diakses pada tanggal 28 Mei 2017, pukul 20.00 WIB
16
Universitas Sumatera Utara
17
cirri-ciri sebagi berikut: 1. Dapat bekerja sendiri. 2. Cakap untuk
melakukan apa yang disyaratkan dalam kehidupan bermasyarakat dan
bertanggung jawab. 3. Dapat mengurus harta kekayaan sendiri.14
j. Pengertian Anak menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan yaitu anak adalah adalah setiap orang yang berumur
dibawah 18 (delapan belas) tahun.15
k. Pengertian anak menurut KUHPerdata
Dalam hukum perdata, ketentuan tentang batasan umur seseorang
sehingga masih dikatakan anak, dapat ditemui baik dalam buku I tentang
orang, maupun buku III tentang Perikatan dalam KUH PerdataAturan tentang
batasan umurseorang anak tercantum dalam Pasal 330, yang rumusannya
sebagai berikut:
“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21
tahun dan tidak terlebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu
dibubarkan sebelum umur mereka dua puluh satu tahun maka mereka tidak
kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa”.16
14
http://www.kompasiana.com/alesmana/definisi-anak_55107a56813311573bbc6520,
diakses pada tanggal 31 Mei 2017, Pukul 17.00 WIB
15
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
16
Kitab Undang- Undang Hukum Perdata
17
Universitas Sumatera Utara
18
3. Pengertian Pidana Bersyarat
Pidana berasal dari kata straf(Belanda), yangada kalanya disebut dengan
istilah hukuman. Istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman, karena hukum
sudah lazim merupakan terjemahan dari recht.17
Pidana bersyarat sering disebut putusan percobaan (voorwaardelijke
veroordeling) dan bukan merupakan salah satu dari jenis pemidanaan karena tidak
disebutkan dalam pasal 10 KUHP, tetapi tentang ketentuan pidana bersyarat masih
tetap terikat pada pasal 10 KUHP, khususnya pada pidana penjara dan kurungan
yang keberlakuannya hanya pada satu tahun penjara atau kurungan.
Menurut E.Y Kanter dan S.R Sianturi kata- kata pidana bersyarat atau
pemidanaan bersyarat adalah sekedar suatu istilah umum, sedangkan yang
dimaksud bukanlah pemidanaannya yang bersyarat, melainkan pemidanaannya
pidana itu yang digantungkan pada syarat- syarat tertentu.18
Pidana dengan bersyarat, yang dalam praktik hukum sering juga disebut
dengan pidana percobaan, adalah suatu sistem atau model penjatuhan pidana oleh
hakim yang pelaksanaannya digantungkan pada syarat- syarat tertentu. Artinya
pidana yang dijatuhkan oleh hakim itu ditetapkan tidak perlu dijalankan pada
terpidana selama syarat- syarat yang ditentukan tidak dilanggarnya, dan pidana
dapat dijalankan apabila syarat- syarat yang ditetapkan itu tidak ditaatinya atau
17
Adami Chazawi, 2011, Pelajaran Hukum Pidana 1 (Stelsel Pidana, Tindak Pidana,
Teori-Teori Pemidanaan, & Batas Berlakunya Hukum Pidana), Rajawali Pers, Jakarta, Hlm. 24.
18
E.Y.Kanter & S.R Sianturi, 2002, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya. Storia Grafika, Jakarta ., hal. 473
18
Universitas Sumatera Utara
19
dilanggarnya.Andi Hamzah dan Siti Rahayu 19 berpendapat menegenai pidana
bersyarat dengan menyatakan bahwa :
“pemidanaan bersyarat dapat disebut pula pemidanaan dengan perjanjian atau
pemidanna secara janggelan , dan artinya adalah menjatuhkan pidana kepada
seseorang, akan tetapi pidana ini tak usah dijalani kecuali di kemudian hari
ternyata bahwa terpidana sebelum habis tempo percobaan berbuat suat tindak
pidana lagi atau melanggar perjanjian yang diberikan kepadanya oleh hakim, jadi
keputusan pidana tetap ada akan tetapi hanya pelaksanaan pidana itu tidak di
lakukan”.
Sementara itu Muladi menyatakan bahwa :
“Pidana bersyarat adalah suatu pidana dimana si terpidana tidak usah menjalani
pidana tersebut, kecuali bilamana selama masa percobaan
terpidana telah
melanggar syarat- syarat umum atau khusus yang telah ditentukan oleh pengadilan
(pidana bersyarat ini merupakan penundaan pelaksanaan pidana)”.
Pidana bersyarat tidak termasuk jenis pidana pokok maupun pidana tambahan
tetapi pidana bersyarat merupakan cara penerapan pidana yang dalam pengawasan
dan pelaksanaanya dilakukan diluar penjara. Menjatuhkan pidana bersyarat bukan
berarti membebaskan terpidana, secara fisik terpidana memang bebas dalam arti
tidak diasingkan dalam masyarakat dalam suatu penjara atau lembaga
pemasyarakatan, akan tetapi secara formal statusnya tetap terpidana karena ia
telah dijatuhi pidana hanya saja dengan pertimbangan tertentu pidana itu tidak
19
Andi Hamzah dan Siti Rahayu, 1983, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan
DiIndonesia, Akademika Pressindo, Jakarta, Hal. 12
19
Universitas Sumatera Utara
20
perlu dijalani. Pidana tetap akan dijalani apabila ternyata terpidana telah
melanggar.20
Menurut Muladi, penerapan pidana bersyarakat harus diarahkan pada manfaatmanfaat sebagai berikut:
1.
Pidana bersyarat tersebut di satu pihak harus dapat meningkatkan
kebebasan individu, dan di lain pihak mempertahankan tertib hukum serta
memberikan perlindungan pada masyarakat secara efektif terhadap
pelanggaran hukum lebih lanjut.
2.
Pidana bersyarat harus dapat meningkatkan prestasi masyarakat terhadap
falsafah rehabilitasi dengan cara memelihara kesinambungan hubungan
antara narapidana dan masyarakat secara normal.
3.
Pidana bersyarat berusaha menghindarkan dan melemahkan akibat-akibat
negatif dari pidana perampasan kemerdekaan yang sering kali
menghambat usaha pemasyarakatan kembali narapidana kedalam
masyarakat.
4.
Pidana bersyarat mengurangi biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh
masyarakat untuk membiayai sistem koreksi yang berdayaguna.
5.
Pidana bersyarat diharapkan dapat membatasi kerugian-kerugian dari
penerapan pidana pencabutan kemerdekaan, khususnya terhadap mereka
yang hidupnya tergantung kepada si pelaku tindak pidana.
6.
Pidana bersyarat diharapkan dapat memenuhi tujuan pemidanaan yang
bersifat integratif, dalam fungsinya sebagai sarana pencegahan (umum
20
Raypratama.blogspot.co.id/2012/02/pengertian-dasar-hukum-dan-syarat.html, diakses
pada tanggal 26 Mei 2017, Pukul 21.00 WIB
20
Universitas Sumatera Utara
21
dan
khusus),
perlindungan
masyarakat,
memelihara
solidaritas
masyarakat dan pengimbangan. 21 Dasar hukum pidana bersyarat untuk
pertama kalinya di Indonesia dituangkan dalam Stb. 1926 No. 251 Jo.
486, akan tetapi baru sejak 1 Januari 1927 dimasukkan kedalam KUHP
berupa ketentuan pasal 14a yaitu sebagai berikut.
(1) Apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau
pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan penganti maka
dalam putusnya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak
usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang
menentukan lain, disebabkan karena si terpidana melakukan suatu
tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam
perintah tersebut diatas habis, atau karena si terpidana selama masa
percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan
lain dalam perintah itu.
(2) Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam
perkara-perkara yang mangenai penghasilan dan persewaan negara
apabila menjatuhkan pidana denda, tetapi harus ternyata kepadanya
bahwa pidana denda atau perampasan yang mungkin diperintahkan
pula akan sangat memberatkan si terpidana . Dalam menerapkan ayat
ini, kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara
mengenai
penghasilan
negara,
jika
terhadap
kejahatan
dan
21
http://www.suduthukum.com/2017/03/pidana-bersyarat-dan-pengaturannya.html,
diakses pada tanggal 30 Mei 2017, Pukul 12.15 WIB
21
Universitas Sumatera Utara
22
pelanggaran itu ditentukan bahwa dalam hal dijatuhkan pidana denda,
tidak diterapkan ketentuan pasal 30 ayat (2).
(3) Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana
pokok juga mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan.
(4) Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan
cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup
untuk dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak akan
melakukan tindak pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya
ditetapkan.
(5) Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau keadaankeadaan yang menjadi alasan perintah itu.
Menurut penelitian Prof. Muladi, sebenarnya penerapan pidana bersyarat
mengandung beberapa keuntungan. Beberapa keuntungan itu antara lain: (i)
memberikan kesempatan kepada terpidana untuk memperbaiki dirinya di dalam
masyarakat; (ii) memberikan kesempatan kepada terpidana untuk berpartisipasi
dalam pekerjaan-pekerjaan, yang secara ekonomis menguntungkan masyarakat
dan keluarga; dan (iii) biaya yang harus ditanggung Negara lebih murah
dibandingkan dengan pidana penjara atau pidana kurungan.22
Pasal 14 c KUHP menentukan bahwa dalam perintah pelaksanaan pidana
bersyarat ada syarat- syarat tertentu yang ditetapkan di dalam putusan hakim
yang harus dipatuhi oleh terpidana, yaitu sebagai berikut :
1) Syarat umum
22
http://arijuliano.blogspot.co.id/2007/03/naomi-campbell-sanksi-pidana-dan.html,
diakses pada tanggal 23 Mei 2017, Pukul 21.00 WIB
22
Universitas Sumatera Utara
23
Syarat umum bersifat imperatif, bila menjatuhkan pidana bersyarat
maka hakim dalam putusannya harus menetapkan syarat umum, bahwa
dalam tenggang waktu tertentu (masa percobaan) terpidana tidak akan
melakukan tindak pidana.
2) Syarat khusus
Syarat khusus bersifat fakultatif ( tidak menjadi keharusan untuk tidak
ditetapkan. Dalam syarat khusus, hakim boleh menentukan , yaitu :
a) Terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek dari masa
percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian
yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang dilakukannya [pasal 14
c ayat (1)]
b) Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari tiga bulan
atau pidana kurungan atas salah satu pelanggaran ketentuan pasal
492 (mabuk ditempat umum ), 504 ( pengemisan ), 505
(pergelandangan ), 506 ( muncikari ), 536 ( mabuk di jalan
umum), maka hakim boleh menetapkan syarat- syarat khusus yang
berhubungan dengan kelakuan terpidana [ pasal 14 c ayat (2) .
selanjutnya pasal 14 c ayat (5) KUHP menentukan bahwa syaratsyarat khusus
tersebut tidak boleh mengurangi kemerdekaan
beragamaa atau kemerdekaan berpolitik terpidana.23
R. Tresna mengemukakan, bahwa ada keberatan yang diajukan terhadap
pidana bersyarat ini, yaitu dengan tidak dijalankannya seluruh pidana yang
23
Mohammad Ekaputra dan Abul khair, Sistem Pidana dalam KUHP dan Pengaturannya
Menurut Konsep KUHP Baru, USU Press, Medan, 2010, Hal. 111-112
23
Universitas Sumatera Utara
24
dijatuhkan oleh hakim, seakan- akan keadaannya hamper sama dengan putusan
bebas (vrijspark, padahal terdakwa dinyatakan bersalah dan dikenai hukuman.24
4. Pengertian Tindak Pidana Kekerasan
Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis
normatif) yang berhubungan dengan perbuatan yang melanggar hukum pidana.
Banyak pengertian tindak pidana seperti yang dijelaskan oleh beberapa ahli
sebagai berikut:
Menurut Vos, tindak pidana adalah salah kelakuan yang diancam oleh
peraturan perundang-undangan, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang
dengan ancaman pidana. Sedangkan Menurut Simons, tindak pidana adalah
kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan
hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang
mampu bertanggungjawab.25
Menurut Prodjodikoro, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya
dikenakan hukuman pidana.Menurut Pompe mendefinisikan tindak pidana
menurut teori adalah suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum)
yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang
pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi
terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.26
Profesor Simons telah merumuskan Strafbaarfeit itu sebagai suatu tindakan
melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja
24
Ibid, hal. 111
Mohammad Ekaputra, Op.Cit, Hal.87
26
P.A.F Lamintang, Dasar- dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2011, hal. 181
25
24
Universitas Sumatera Utara
25
oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang
oleh undang- undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dihukum. 27
Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang memiliki
unsur dan dua sifat yang berkaitan, unsur-unsur yang dapat dibagi menjadi 2
macam28:
a. Subyektif adalah berhubungan dengan diri sipelaku dan termasuk ke
dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandungdihatinya.
b. Obyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang
ada hubungannya dengan keadaan-keadaannya, yaitu dalam keadaankeadaan dimana tindakan-tindakan dari sipelaku itu harus dilakukan.
Istilah tindak pidana dalam Hukum Pidana Belanda yaitu”strafbaarfeit”.
Strafbaarfeit terdiri dari tiga kata, yakni straf, baar, dan feit. Secara literlijk kata
straf artinya pidana, baar artinya dapat atau boleh dan feit adalah perbuatan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diketahui tindak pidana
adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur
kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, dimana
penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan
terjaminnya kepentingan umum.
Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan sebuah perilaku, baik
terbuka (over) ataupun tertutup (covert) baik yang bersifat menyerang (offensive)
27
28
Ibid, hal. 185
Moeljatno, Azas- Azas Hukum Pidana, Tanpa Penerbit,hal. 43
25
Universitas Sumatera Utara
26
atau bersifat bertahan (defensive) yang disertai penggunaan kekuatan kepada
orang lain.29
Dalam kamus bahasa Indonesia kekerasan diartikan dengan perihal yang
bersifat berciri keras, perbuatan seseorang yang menyebabkan cidera atau matinya
orang lain atau mewnyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain atau ada
paksaan. 30 Menurut penjelasan ini, kekerasan itu merupakan wujud perbuatan
yang bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit atau penderitaan pada
orang lain. Salah satu unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan atau
ketidakrelaan atau tidak adanya persetujuan pihak lain yang disakiti.
Secara yuridis apa yang dimaksud dengan kejahatan dengan kekerasan tidak
secara otentik dijelaskan dalam Kitab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP),
hanya saja dalam Bab IX pasal 89 KUHP dinyatakan bahwa membuat orang lain
pingsan atau membuat orang tidak berdaya disamakan dengan menggunakan
kekerasan. Dengan demikian kejahatan kekerasan merupakan kejahatan yang
dilakukan dan disertai dengan menggunakan kekuatan fisik yang mengakibatkan
korban pingsan atau tidak berdaya. 31
Kekerasan berarti Penganiayaan, Penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut
WHO, Kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau
tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orangb atau
masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar atau kemungkinan besar
29
30
Thomas Santoso, Teori- Teori Kekerasan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, Hal. 11
Trisno Yuwono, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis, Arkola, Surabaya, 1994,
Hal. 223
31
R. Soesilo, Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta KomentarKomentarnya Lengkap denga pasal demi pasal, Politeia, Bogor, hal. 98
26
Universitas Sumatera Utara
27
mengakibatkan
memar?trauma,
kematian,
kerugian
psikologis,
kelainan
perkembangan ataun perampasan hak.32
Melakukan kekerasan artinya menggunakan tenaga atau kekuatan
jasmani yang tidak kecil dan secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan
atau segala macam senjata, menyepak menendang dan lain-lain. Dalam kehidupan
nyata dalam masyarakat, kita dapat menjumpai beberapa bentuk tindak kekerasan
yang dilakukan oleh anggota masyarakat tyang satu terhadap anggota masyarakat
lainnya. Oleh karena itu ada emapat jenis kekerasan yang dapat diidentifikasi :33
1. Kekerasan Terbuka, kekerasan yang dapat dilihat, seperti perkelahian;
2. Kekerasan Tertutup, kekerasan tersembunyi atau tidak dilakukan langsung,
seperti perilaku mengancam;
3. Kekerasan agresif, kekerasan yang dilakukan tidak untuk perlindungan
tetapi untuk mendapatkan sesuatu, seperti penjabalan;
4. Kekerasan defensif, kekerasan yang dilakukan sebagai perlindungan diri;
Baik kekerasan agresif maupun defensif bisa bersifat terbuka maupun tertutup,
sedangkan dalam KUHP mengemukakan jenis-jenis kejahatan yang disertai
dengan kekerasan, yaitu sebagai berikut.
1. Kejahatan terhadap nyawa orang lain, diatur di dalam pasal 338-340
KUHP.
2. Kejahatan Penganiayaan, diatur di dalam pasal 351-358 KUHP
3. Kejahatan seperti pencurian, penodongan, perampokan, diatur di dalam
pasal 365 KUHP.
32
Bagong S., dkk, Tindak Kekerasan Mengintai anak Jatim, Lutfansah Mediatama,
Surabaya, 2000, hal. 47
33
Ibid, Hal.15
27
Universitas Sumatera Utara
28
4. Kejahatan terhadap kesusilaan, diatur di dalam pasal 285 dan 289
KUHP.
5. Kejahatan yang menyebabkan Kematian atau Luka karena Kealpaan,
diatur dalam pasal 359-361.34
Martin R. Haskel dan Lewis Yasblonski 35 mengemukakan ada
empat kategori sebagai bentuk dari kekerasan, yaitu :
a. Legal, sanctioned, rational violence, kategori ini merupakan kekerasan
yang mendapat dukungan oleh hukum. Tindakan kekerasan ini
misalnya tentara atau polisi yang melakukan kekrasan di dalam
melaksanakan tugasnya.
b. Illegal, rational, socially sanctioned violence, yaitu kekerasan yang
tergolong illegal yang juga mandapat sanksi sosial. Dalam hal ini, factor
yang penting untuk menganalisa kekerasan dalah tingkat dukungan atau
sanksi sosial terhadap kekerasan tersebut.
c. Illegal, nonsanctioned, rational violence, yaitu kekerasan yang illegal,
yang dipandang arsional dan tidak ada sanksi sosialnya. Kekerasan ini
biasanya dilakukan oleh pelaku kejahatan. Kejahatan dalam kategori ini
misalnya kekerasan untuk memperoleh keuntungan financial, kejahatan
perampokan atau tindakan pembunuhan dalam kejahatan terorganisir.
d. Illegal, non sanctioned, irrational violence, merupakan kekerasan yang
tidak rasional dan melawan hukum. Kekerasan ini juga dikenal sebagai
34
Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP)
Martin R. Haskel dan Lewis Yasblonski : Criminology, Crime and criminality, Harper
&Row Publisher, New York, 1983, hal 207 dalam Mahmud Mulyadi, Pendekatan Integral Penal
Policy dalam menanggulangi Kejahatan Kekerasan, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2008, hal. 3031
35
28
Universitas Sumatera Utara
29
”kekerasan tidak berperasaan” (senseless vilence) yang terjadi tanpa
didahului oleh adanya provokasi dan tidak adanya motivasi yang logis.
5. Pengertian Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah atau yang biasa disebut sebagai lingkungan pendidikan
adalah segala kondisi dan pengaruh dari luar terhadap kegiatan. Artinya,
lingkungan sekolah atau lingkungan pendidikan adalah lingkungan dimana
Pertama kegiatan belajar mengajar berlangsung.Lingkungan pendidikan adalah
lingkungan yang akan mempengaruhi proses belajar mengajar. Hal ini disebabkan
oleh beberapa hal., lingkungan pendidikan adalah lingkungan dimana peserta
didik menghabiskan banyak waktunya disana. Lingkungan pendidikan ini bisa
dikatakan adalah sebagian besar lingkungan bagi peserta didik. Oleh karena itu,
ketika peserta didik nyaman dengan lingkungan sekolah, maka, dia akan nyaman
juga dalam belajar. Kedua, lingkungan sekolah akan menentukan kepribadian
seseorang. Walaupun hal ini tidak pasti, akan tetapi mungkin saja terjadi.
Lingkungan berpengaruh sangat banyak terhadap pribadi dari individu tersebut.
Termasuk lingkungan sekolah yang sangat akan mempengaruhi kepribadian
peserta didik. Dengan demikian, pilihlah lingkungan sekolah yang baik untuk
peserta didik. Hal ini akan sangat mempengaruhi kehidupan peserta didik
selanjutnya.36
Pengertian lain Lingkungan Sekolah yaitu Lingkungan diartikan sebagai
kesatuan ruang suatu benda, daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk manusia
dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan
36
http://pengayaan.com/pengertian-lingkungan-sekolah-menurut-para-ahli/, Diakses pada
tanggal 25 Mei 2017, Pukul 08.00 WIB
29
Universitas Sumatera Utara
30
kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya). Sedangkan
Pengertian
Sekolah adalah wahana kegiatan dan proses pendidikan berlangsung. Di sekolah
diadakan kegiatan pendidikan, pembelajaran dan latihan. Sekolah merupakan
lembaga pendidikan formal yang sistematis melaksanakan program bimbingan,
pengajaran, dan latihan dalam
rangka
membantu siswa
agar mampu
megembangkan potensinya baik yang menyangkut aspek moral, spiritual,
intelektual, emosional maupun sosial. Sedangkan lingkungan pendidikan adalah
berbagai faktor yang berpengaruh terhadap pendidikan atau berbagai lingkungan
tempat berlangsungan proses pendidikan. Jadi lingkungan sekolah adalah kesatuan
ruang
dalam
lembaga
pendidikan
formal
yang
memberikan
pengaruh
pembentukan sikap dan pengembangan potensi siswa.Berikut faktor-faktor
sekolah yang mempengaruhi belajar mencakup37 :
1. Metode Mengajar
2. Kurikulum
3. Relasi siswa dengan guru
4. Relasi siswa dengan siswa
5. Disiplin sekolah
6. Alat pelajaran
7. Waktu sekolah.
37
http://www.sarjanaku.com/2013/04/pengertian-lingkungan-sekolah-faktor.html, diakses
pada tanggal 23 Mei 2017 Pukul 11.25 WIB
30
Universitas Sumatera Utara
31
F. Metode Penelitian
Metode Peneltian diperlukan sebagai suatu tipe pemikiran secara sistematis
yang dipergunakan dalam peneltian dan penilaian skripsi, yang pada akhirnya
bertujuan mencapai keilmiahan dari penulisan skripsi. Dalam penulisan skripsi
ini, metode penelitian yang dipakai oleh penulis adalah sebagai berikut :
1. Jenis dan sifat
Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah penelitian hukum yuridis normatif. Penelitian hukum yuridis normatif
disebut juga dengan penelitian menggunakan studi kepustakaan atau studi
dokumen disebabkan penelitian lebih banyak dilakukan terhadap data yang
bersifat sekunder yang ada diperpustakaan. Penelitian kepustakaan demikian
pula dikatakan sebagai lawan dari penelitian emepiris (penelitian lapangan).38
Hal-hal yang dikaji dalam penelitian hukum yuridis normatif meliputi
beberapa hal seperti asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi
hukum, perbandingan hukum dan sejarah hukum.
Adapun sifat dari penulisan skripsi ini adalah deskriptif, yaitu penelitian
yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang
keadaan yang menjadi objek penelitian sehingga akan mempertegas hipotesa
dan dapat membantu memperkuat teori lama atau teori baru.
2. Jenis dan Sumber Data
Penelitian hokum normatif merupakan penelitian yang menggunakan jenis
data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah merupakan data
38
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,
2007, hal. 81
31
Universitas Sumatera Utara
32
yang sudah tersedia sehingga kita tinggal mencari dan mengumpulkan tetapi
didapat tidak secara langsung dari objek penelitian.
Data sekunder yang penuli pergunakan adalah sebagai berikut :
a. Bahan hukum primer merupakan bahan yang sifatnya mengikat masalahmasalah yang akan diteliti yaitu peraturan perundang- undangan yang
terkait, antara lain :Undang- Undang No. 23 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Undang- Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru
dan Dosen, undang- undang No.35 tahun 2014 Tentang perubahan atas
undang- undang No.23 tahun 2002 Tentang perlindungan anak,serta Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana sertaStudi Putusan Mahkamah Agung
No. 1983 K/Pid.Sus/2014.
b. Bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan data yang memberikan
penjelasan tentang bahan hukum data primer. Seperti buku- buku yang
berkaitan dengann judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian,
laporan-laporan, dan sebagainya yang diperoleh baik melalui media cetak
maupun media elektronik.
c. Bahan hukum tersier merupakan bahan-bahan data yang memberikan
informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Seperti kamus hukum, jurnal ilmiah, ensiklopedi, majalah, dan bahanbahan lain yang relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data yang
diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
32
Universitas Sumatera Utara
33
Pengumpulan data adalah kegiatan peneliti dalam upaya mengumpulkan
sejumlah data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Pengumpulan data dari penulisan ini dilakukan melalui teknik studi pustaka
(literature research) dan juga melalui bantuan media elektronik, yaitu
internet. Untuk memperoleh data dari sumber ini penulis memadukan
mengumpulkan, menafsirkan, dan membandingkan buku-buku dan arti-arti
yang berhubungan dengan judul skripsi ini.
4. Analisis Data
Mengumpulkan bahan hokum sekunder dan tertier yang relevan dengan
permasalahan
yang
terdapat
dalam
penelitian
ini.
Kemudian
dilakukanpemilahan terhadap bahan- bahan hokum relevan tersebut diatas
agar sesuai dengan masing- masing permasalahan yang dibahas. Kemudian
mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari
permasalahan dan memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah
kesimpulan kualitatif kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan
dan tulisan.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini telah dibuat secara terperinci dan sistematis, hal ini
bertujuan agar dapat memberikan kemudahan bagi pembaca dalam memahami
dan mengerti makna dari penulisan skripsi ini. Keseluruhan daripada sistematika
penulisan skripsi ini adalah satu kesatuan yang berkesinambungan dan
berhubungan antara satu dengan yang lainnyayang dapat dilihat sebagai berikut :
33
Universitas Sumatera Utara
34
BAB I
Bab Pertama ini merupakan bab Pendahuluan, pada bab ini dimuat
apa yang menjadi latar belakang penulis menulis skripsi ini,
kemudian apa yang menjadi rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penulisan skripsi ini, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,
metode penulisan dan sistematika Penulisan skripsi ini.
BAB II
Bab kedua merupakan bab Pembahasan, pada bab pembahasan ini
akan membahas mengenai Bentuk- bentuk Tindak Pidana
Kekerasan
di lingkungsn sekolah, Faktor- faktor penyebab
terjadinya, Bentuk- bentuk Perlindungan hukumnya terhadap Anak
dalam Perundang- undangan dikaitkan dengan Tindak Pidana
kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap anak di lingkungan
sekolah serta Peran dan fungsi guru dalam dunia Pendidikan dalam
perundang- undangan.
BAB III
Bab ketiga ini juga merupakan bab Pembahasan, pada bab ini akan
membahas penjatuhan hukuman terhadap guru yang melakukan
kekerasan di lingkungan sekolah serta a
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negarayang berdasarkan hukum (Rechtstaat) bukan
berdasarkan kekuasaan (Maachtstaat). Hal ini termuat dalam pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Hal ini berarti
bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan
menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya. Semua yang dilakukan oleh bangsa Indonesia harus berdasarkan
peraturan perundang- undangan yang berlaku. Selain itu fungsi dari hukum
tersebut juga melindungi bangsa Indonesia.
Salah satu bentuk perlindungan yang diberikan adalah dalam hal
pendidikan, dimana Negara ini memberikan jaminan kepada seluruh rakyat
Indonesia untuk dapat memilih dan menikmati pendidikan dan pengajaran,
sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 31 UUD Negara Republik Indonesia
tahun 1945. Pendidikan dimulai dari anak-anak sampai usia lanjut, karena
menuntut ilmu tidak memiliki batasan umur. Siapa saja dan usia berapa saja
berhak mengenyam bangku pendidikan.
Pendidikan pertama- tama dapat dilihat sebagai aktifitas untuk mengubah
posibilitas,
yaitu
kemungkinan-
kemungkinan
yang
didasarkan
atas
keterbukaanmanusia itu menjadi aktualitas.
1 Implikasi kedua ialah bahwa perilaku
1
Universitas Sumatera Utara
2
manusia tidak ditentukan sebelumnya. Perilaku manusia diperoleh melalui proses
belajar. Pendidikan adalah bagian dari proses manusia membangun dunianya atau
kebudayaannya. Karena itu, dapat dikatakan pendidikan adalah suatu “keharusan”
dalam hidup manusia.1
Pengenyam bangku pendidikan yang paling pertama sekali adalah anak.
Anak merupakan aset masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa,
sehingga setiap anak berhak atas kelangsunganhidup, tumbuh, dan berkembang,
berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindakkekerasan dan
diskriminasi serta hak sipil dankebebasan.
Pasal 1 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
menyebutkanbahwa Perlindungan Anak adalah:
“Segala kegiatan untuk menjamin danmelindungi anak dan hak-haknya agardapat
hidup, tumbuh, berkembang, danberpartisipasi, secara optimal sesuaidengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan darikekerasan dan
diskriminasi”.2
Proses perkembangan dan pertumbuhan anakakan sangat berpengaruh
terhadap pembentukan karakter dan kualifikasi anak di masadepan. Jika dalam
proses tumbuh kembangnya, anak sering mendapatkan perlakuan kasaratau
bahkan mendapat tindakan kekerasan,maka proses pembentukan kepribadiannya
akanterganggu. Anak adalah pemegang estafet kepemimpinan, sehingga
perlindungan terhadapanak merupakan masalah yang harus diperhatikan.
1
Tony D. Widiastono, Artikel Pendidikan Manusia Indonesia, Kompas, Jakarta, 2004,
hal.6
2
Pasal 1 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
2
Universitas Sumatera Utara
3
Dalam dunia pendidikan dikenal adanya sistem pemberian reward
(hadiah) dan punishment (hukuman). Yang mana reward dan punishment tersebut
pada
umumnya
dikorelasikan
dan
dianggap
berasal
dari
pembahasan
reinforcement (dorongan, dukungan, motivasi), yang diperkenalkan oleh
Thorndike(1898-1901). Dorongan atau motivasi tersebut ditujukan untuk
memperkuat sikap/tingkah laku individu. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
apabila reinforcement ini ditiadakan, maka sebagai akibatnya perbuatan individu
tersebut akan melemah. Tetapi yang terjadi ujung- ujungnya malah kekerasan
terhadap anak karena tujuan pemberian punishment atau hukuman itu tidak
berjalan baik.3
Kekerasan terhadap anak adalah semua bentuk tindakan menyakitkan
secara fisik atau emosional, penyalahgunaan seksual,trafiking, penelantaran,
eksploitasi yang mengakibatkan cidera/kerugian nyata ataupun potensial terhadap
kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat
anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab,kepercayaan atau
kekuasaan.
Contoh kasusnya seperti berikut. Empat siswi sebuah SMP negeri di
Jeneponto, Sulawesi Selatan, diduga dianiaya guru mereka. Tidak adanya titik
temu membuat pihak keluarga terpaksa melaporkan sang guru ke polisi. Empat
siswi yang mengaku dianiaya gurunya itu adalah RAT, IS, MAR, dan PLA.
Sementara, guru yang diduga menganiaya keempatnya adalah BT. Dugaan
3
http://masudaheducation.blogspot.com/2014/11/kekerasan-dalam-dunia-pendidikanmakalah.htm, diakses pada tanggal 15 Mei 2017 Pukul 11.00 WIB
3
Universitas Sumatera Utara
4
penganiayaan terjadi saat keempat siswi itu mengikuti mata pelajaran Bahasa
Inggris.
Dalam laporannya kepada polisi, Sabtu (10/9/2016), keempat siswi yang
duduk di kelas 3 itu mengaku bagian leher mereka dipukul menggunakan tangan
dan batang sapu.Dugaan penganiayaan terjadi saat BT akan mengajar pelajaran
Bahasa Inggris. Menurut PLA, saat itu BT kesal karena ada seorang siswa yang
bermain dan membuat gaduh dalam kelas. Sang guru langsung memukul hampir
seluruh siswa siswi di dalam ruang kelas menggunakan tangan dan batang sapu.
Seusai kejadian yang menimpa anak mereka, orangtua siswa meminta
pihak sekolah untuk mempertemukan dengan BT. Namun, pertemuan tersebut
tidak membuahkan hasil sehingga para orangtua siswi pun berinisiatif untuk
melaporkannya ke polisi. Kasus ini kemudian dilimpahkan ke penyidik Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jeneponto. Polisi berencana
melakukan pemeriksaan dan mengumpulkan keterangan pihak sekolah dan guru.
Kepala SPKT Polres Jeneponto Ipda Munir Gawi juga mengatakan polisi akan
meminta keterangan korban dan orangtua siswi.
Sementara, BT membantah dirinya melakukan pemukulan dengan
menggunakan sapu. Dirinya hanya memukul menggunakan tangan. Hal tersebut
dilakukan lantaran siswa siswi di dalam ruang kelas saling lempar lempar buku
dan membuat gaduh saat dirinya akan mengajar. Sementara, pihak sekolah juga
berjanji menindak oknum guru pelaku penganiayaan serta menyerahkan
4
Universitas Sumatera Utara
5
sepenuhnya kasus ini ke penegak hukum. Apabila terbukti, pelaku dapat dijerat
UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.4
Alasan pendisiplinan yang melandasi dilakukannya tindak kekerasan dari
guru terhadap murid tidak dapat dibenarkan. Banyak yang menilai paradigma itu
salah kaprah, karena tidak ada kaitannya antara disiplin dengan kekerasan.
Sekolah memang harus menerapkan disiplin bagi guru-guru maupun siswa, tapi
disiplin itu tidak identik dengan kekerasan. Untuk menerapkannya bisa dilakukan
dengan komunikasi dan tidak dengan cara menyakiti. Bila hal ini dibiarkan terus
menerus akan memiliki dampak yang buruk bagi perkembangan mental dan
kepribadian anak di kemudian hari. Mengungkapkan bahwa, anak yang
mengalami pendidikan dengan kekerasan bukan saja akan tumbuh menjadi pribadi
yang tertutup, tidak percaya diri, pencemas dan kurang kreatif, namun mereka
akan mempelajari kekerasan yang mereka terima dan pada akhirnya akan menjadi
bagian dari kepribadian mereka. Mereka akan menjadi pribadi yang menghalalkan
tindak kekerasan juga.5
Pemberian hukuman yang dilakukan yang dilakukan oleh guru ini yang
sering diartikan sama dengan tindakan kekerasan, penganiayaan, penyiksaan dan
tindakan tidak manusiawi oleh orangtua murid. Kekerasan merupakan suatu
istilah yang tidak asing di telinga kita. Fenomena kekerasan saat ini telah
4
https://daerah.sindonews.com/read/1138316/192/empat-siswi-smp-di-jenepontomengaku-dipukul-guru-1473494636, diakses pada tanggal 16 Mei 2017, pukul 12.00 WIB
5
http://www.psikologmalang.com/2013/02/fenomena-kekerasan-guru-pada-murid-di.html
di akses pada tanggal 20 Mei 2017 pukul 19.00 WIB
5
Universitas Sumatera Utara
6
mewarnai hampir seluruh aspek kehidupan sosial kita baik politik, budaya bahkan
hingga dunia pendidikan.6
Bagi guru yang terbukti melakukan kekerasan terhadap anak didiknya
termasuk di dalamnya kekerasan fisik maka guru tersebut akan dikenai sanksi bisa
berupa dilaporkan oleh orangtua anak didik yang mendapat kekerasan kepada
pihak yang berwajib, padahal apa yang dilakukan oleh guru tersebut untuk
menegakkan disiplin kepada anak didik. Dan seketika itu guru tersebut akan
dianggap melakukan pelanggaran terhadap perlindungan anak. Terlebih dengan
adanya Undang- undang No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undangundang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menunjukkan pemerintah
telah serius memberikan perhatian untuk menjamin perlindungan terhadap anak
sebagai generasi masa depan sekaligus penerus cita- cita perjuangan bangsa.
Kejahatan kekerasan telah diatur secara jelas dalam beberapa pasal dalam
kitab undang-undang hukum pidana (KUHP)dengan ancaman hukuman yang
berat, namun demikian masih saja terjadi dan tidak akan pernah akan berhenti.
Untuk itu kompleksnya masalah kejahatan kekerasan yang dilakukan oleh guru,
maka diperlukan perhatian khususnya dikalangan penegak hukum terutama pihak
kepolisian agar dapat berusaha semaksimal mungkin menanggulangi kekerasan
tersebut.
Anak yang merupakan tunas generasi penerus bangsa perlu diberikan suatu
usaha perlindungan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Anak tersebut
juga harus mendapatkan hak- haknya yang telah di jamin oleh Undang- undang
6
Nanang Martono, Kekerasan Simbolik di Sekolah Sebuah Ide Sosiologi Pendididkan,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, Hal 1
6
Universitas Sumatera Utara
7
juga anak tersebut juga harus menjalankan kewajiban dengan sebaik- baiknya,
sedangkan guru juga merupakan manusia biasa yang bisa saja melakukan
pelanggaran hukum berupa tindakan kriminal dan jika memang benar telah
terbukti melakukan tindakan criminal maka ia harus di hukum atau sesuai dengan
prosedur yang berlaku dan harus mengikuti proses yang telah ada sesuai dengan
Peraturan Perundang- undangan yang berlaku.
Maka dari itu penulis membuat judul skripsi tentang Tinjauan Viktimologi
Terhadap Anak Dalam Putusan Pidana Bersyarat Bagi Guru Yang Melakukan
Kekerasan di Lingkungan Sekolah (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1983
K/Pid.Sus/2014).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka timbullah permasalahan sebagai
berikut.
1. Bagaimana Bentuk-bentuk Tindak Pidana Kekerasan di Lingkungan
Sekolah
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang mengalami tindak
pidana kekerasan yang dilakukan oleh guru di lingkungan sekolah
3. Bagaimana penjatuhan putusan pidana terhadap guru sebagai pelaku
tindak pidana kekerasan terhadap anak didiknya berdasarkan Putusan
Mahkamah Agung No. 1983/K/Pid.Sus/2014
C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
7
Universitas Sumatera Utara
8
1. Untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan oleh
guru terhadap anak di lingkungan sekolah serta faktor-faktor penyebab
kekerasan tersebut
2. Untuk mengetahui perlindungan hukumnya terhadap anak dalam
rundang- undang No. 35 tahun 2014 Tentang Perubahan atas undangundang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dikaitkan dengan
Tindak Pidana kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap anak di
lingkungan sekolah
3. Untuk mengetahui bagaimana bentuk penjatuhan putusan terhadap guru
sebagai pelaku tindak pidana kekerasan di lingkungan sekolah
Skripsi ini juga memberikan manfaat yang tidak dapat dipisahkan dari
tujuan penulis yang telah diuraikan diatas yaitu sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Dengan adanya penulisan skripsi ini kiranya dapat menambah
wawasan dan iimu pengetahuan dalam bidang hukum pidana yang
berkaitan dengan
kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap anak
didiknya di lingkungan sekolah serta ilmu pengetahuan itu sendiri di masa
mendatang sehingga dapat menjadi acuan bagi para peneliti lain yang juga
tertarik untuk meneliti tentang perilaku kekerasan di sekolah.
2. Manfaat Praktis
Juga dengan adanya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat umum agar menambah dan mendapatkan pemahaman hukum
secara praktis dan efisien tentang kekerasan yang dilakukan oleh guru
8
Universitas Sumatera Utara
9
terhadap anak didiknya di lingkungan sekolah, serta juga dapat
memberikan masukan kepada penegak hukum dalam memberantas dan
menindaklanjuti tindak pidana kekerasan ini dan menyadarkan bahwa
tidak seharusnya seorang anak mendapatkan perlakuan kekerasan apalagi
di lingkungan sekolah yang merupakan tempat belajar dan menuntut ilmu.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang di peroleh dari perpustakaan Fakultas
Hukum
Universitas Sumatera Utara, skripsi
yang berjudul “Tinjauan
Viktimologi Terhadap Anak Dalam Putusan Pidana Bersyarat Bagi Guru
Yang Melakukan Kekerasan Di Lingkungan Sekolah (Studi Putusan
Mahkamah Agung
No.1983 K/Pid.Sus/2014) “ belumpernah ditulis.
Permasalahan diajukan pun belum pernah dibahas oleh permasalahan skripsi
lainnya. Adapun judul skripsi diatas merupakan tulisan yang masih baru, belum
pernah dibahas oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Maka penulisan skripsi ini masih orisinil, dengan demikian penulis skripsi dapat
mempertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Viktimologi
Viktimologi adalah ilmu yang mempelajari tentang korban (victim = korban)
termasuk hubungan antara korban dan pelaku, serta interaksi antara korban dan
sistem peradilan - yaitu, polisi, pengadilan, dan hubungan antara pihak-pihak yang
terkait serta didalamnya juga menyangkut hubungan korban dengan kelompokkelompok sosial lainnya dan institusi lain seperti media, kalangan bisnis, dan
9
Universitas Sumatera Utara
10
gerakan sosial. Viktimologi juga membahas peranan dan kedudukan korban dalam
suatu tindakan kejahatan di masyarakat, serta bagaimana reaksi masyarakat
terhadap korban kejahatan.Proses dimana seseorang menjadi korban kejahatan
disebut dengan "viktimisasi”.7
Pada tahap perkembangannya korban kejahatan bukan saja orang perorangan,
meluas dan kompleks. Persepsinya tidak hanya banyaknya jumlah korban (orang)
namun juga korporasi, institusi, pemerintah, bangsa, dan Negara. Hal ini juga
dinyatakan bahwa korban dapat berarti individu atau kelompok baik swasta
maupun pemerintah.
1. Korban perseorangan adalah setiap orang sebagai individu mendapat
penderitaan baik jiwa, fisik, materiil, maupun nonmaterial.
2. Korban institusi adalah setiap institusi mengalami penderitaan kerugian
dalam
menjalankan
fungsinya
yang
menimbulkan
kerugian
berkepanjangan akibat dari kebijakan pemerintah, kebijakan swasta
maupun bencana alam.
3. Korban lingkungan hidup adalah setiap lingkungan alam yang
didalamnya berisikan kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia
dan masyarakat serta semua jasad hidup yang tumbuh berkembang dan
kelestariannya sangat tergantung pada lingkungan alam tersebut yang
telah mengalami gundul, longsor, banjir dan kebakaran yang ditimbulkan
oleh kebijakan pemerintah yang salah dan perbuatan manusia baik
individu maupun masyarakat yang tidak bertanggung jawab.
7
www. Wikipedia.com, diakses pada tanggal 27 Mei 207, Pukul 09.00 WIB
10
Universitas Sumatera Utara
11
4. Korban masyarakat, bangsa dan Negara adalah masyarakat yang
diperlakukan diskriminatif tidak adil, tumpang tindih pembagian hasil
pembangunan serta hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial, hak
budaya tidak lebih baik setiap tahun.8
Lembaga yang memberikan perlindungan terhadap korban dan saksi ialah
bernama LPSK. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang di singkat LPSK
diatur dalam Undang- undang No.31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang- undang No 13 Tahun 2006 tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban. Dalam Undang- undang ini yang dimaksud dengan korban adalah orang
yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugianekonomi yang
diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Sedangkan Saksi adalah orang yang
memberikan keterangan guna kepentingan penyelidkan, penyidikan, penuntutan,
dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu tindak pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri, dan atau ia alami sendiri.9
Situasi dan kondisi pihak korban dapat mendorong pelaku untuk melakukan
suatu kejahatan terhadap korban. Situasi tersebut dapat berupa:
1) Kelemahan fisik dan mental pihak korban,yakni mereka yang berusia tua
atau kanak-kanak, cacat tubuh atau jiwa, dan wanita yang dapat
dimanfaatkan karena tidak berdaya.
8
Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Korban danSaksi, Sinar Grafika, Jakarta,
2014 hal.12
9
http://referensi.elsam.or.id/2014/12/uu-nomor-31-tahun-2014-tentang-perubahan-atasuu-no-13-tahun-2006-mengenai-perlindungan-saksi-dan-korban/, diakses pada tanggal 27 Mei
Pukul 11.00 WIB
11
Universitas Sumatera Utara
12
2) Situasi sosial pihak korban, seperti mereka yang tidak berpendidikan,
bodoh, golongan lemah ekonomi, politik hukum serta tidak mempunyai
perlindngan dalam masyarakat
Berkaitan dengan masalah korban, Stephen Scrafer mengemukakan
beberapa tipe korban kejahatan dan mengkaji tingkat kesalahan korban yang
pada prinsipnya terdapat 4 (empat) tipe korban yakni :
1) Orang yang tidak mempunyai kesalahan apapun tetapi tetap menjadi
korban. Dalam hal ini kesalahan ada pada pihak pelaku.
2) Korban secara sadar atau tidak sadar melakukan suatu perbuatan yang
mendorong orang lain untuk melakukan kejahatan, sehingga kesalahan
terletak pada pelaku dan korban.
3) Mereka secara biologis, potensial menjadi korban seperti anak-anak, orang
tua, cacat fisik/mental, golongan minoritas dan sebagainya. Korban dalam
hal ini tidak dapat dipersalahkan, pelaku dan masyarakatlah yang
bertanggungjawab.
4) Korban karean dia sendiri adalah pelaku. Hal ini dapat terjadi pada
kejahatan tanpa korban seperti pelacuran, ziah, judi, narkoba dan
sebagainya. Yang bersalah dalam hal ini adalah si korban.10
Pada saat ini secara formal hak, perlindungan dan mekanisme sudah diatur.
Namun yang lebih penting adalah aplikasi dan implementasinya. Untuk
mewujudkan secara proporsional, professional dan akuntabel, diperlukan
keseriusan para pihak berikut.
10
http://fhey-laws.blogspot.co.id/2013/05/makalah-viktimologi.html, diakses pada tanggal
28 Mei 2017, pukul 09.00 WIB
12
Universitas Sumatera Utara
13
1. Korban
2. LPSK
3. Penegak Hukum
4. Masyarakat
Hukum acara Pidana pidana mengatur berbagai hak dari tersangka dan/atau
terdakwa. Sudah seharusnya pihak korban mendapat perlindungan, diantaranya
terpenuhinya hak- hak korban meskipun diimbangi dengan melaksanakan
kewajiban- kewajiban yang ada. Untuk mengetahui hak- hak korban secara yuridis
dapat dilihat dalam perundang- undangan, salah satunya Undang- undang No.31
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- undang No 13 Tahun 2006 tentang
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Pasal 5 Menyebutkan beberapa hak
korban dan saksi yaitu sebagai berikut.
1. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta
bendanya , serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian
yang akan, sedang, atau telah diberikannya.
2. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan
keamanan.
3. Memberikan keterangan tanpa tekanan.
4. Mendapat penerjemah.
5. Bebas dari pertanyaan menjerat.
6. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus.
7. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan.
8. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan.
13
Universitas Sumatera Utara
14
9. Mendapat identitas baru.
10. Mendaptkan tempat kediaman baru.
11. Memperoleh biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan.
12. Mendapat nasihat hukum.
13. Memperoleh bantuan biaya hidup sampai batas waktu perlindungan
berakhir.dan/atau
14. Mendapat Pendampingan11
Hak- hak sebagaimana diatas dilakukan diluar pengadilan dan dalam proses
peradilan jika yang bersangkutan menjadi saksi. Pemberian hak- hak tersebut
dilakukan secara selektif dan prosedural melalui LPSK.
2. Pengertian Anak dalam Hukum
Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian “Anak” dimata hukum Positif
Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa (minderjarig/person
under
age),
orang
yang
dibawah
umur/keadaan
di
bawah
umur
(minderjarigheid/inferiority)atau sering juga disebut sebagai anak di bawah
pengawasan wali (minderjarig ondervoordij).12
Berikut ini pengertian anak menurut peraturan Perundang- Undangan yang
berlaku yaitu sebagai berikut.
a. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anakdalam Pasal 1 angka 2 yaitu seseorang yang belum
mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.
11
Ibid, hal 40-41
Lilik Mulyadi, Pengadilan Anak di Indonesia Teori, Praktik dan permasalahannya,
CV Mandar Maju, Bandung, 2005. Hal. 3
12
14
Universitas Sumatera Utara
15
b. Pengertian Anak Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinantidak mengatur secara langsung tolak ukur kapan seseorang
digolongkan sebagi anak, akan tetapi hal tersebut tersirat dalam pasal 6
ayat (2) yang memuat ketentuan syarat perkawinan bagi orang yang
belum mencapai umue 21 tahun mendapati izin kedua orang tua.
Selanjutnya diatur pula dalam pasal 7 ayat (1) yang memuat batasan
minimum usia untuk dapat kawin bagi pria adalah 19 (Sembilan belas)
tahun dan wanita 16 (enam belas) tahun.
c. Pengertian Anak Menurut Keputusan Presiden RI No 36 Tahun 1990
tentang Pengesahan Convention On The Rights Of The Childdalam Pasal
1 Konvensi yaitu setiap orang dibawah usia 18 (delapan belas) tahun,
kecuali berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak, kedewasaan
telah diperoleh sebelumnya. Artinya yang dimaksud dengan anak adalah
mereka yang belum dewasa dan yang menjadi dewasa karena peraturan
tertentu sedangkan secara mental dan fisik masih belum dewasa.
d. Pengertian Anak Menurut Undang-undang No 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan dalam Pasal 1 angka 8 huruf a disebutkan bahwa anak
pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana
di LAPAS Anak paling lama sampai usia 18 (delapan belas) tahun.
e. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia dalam Pasal 1 Angka 5 yaitu setiap manusia yang
berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk
15
Universitas Sumatera Utara
16
anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi
kepentingannya.
f. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orangdalam Pasal 1 Angka 5
yaitu seseorang yang berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.
g. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No 35 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak dalam Pasal 1 Angka 1 yaitu seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan.
h. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No 3 Tahun 1979 tentang
Pengadilan Anak Yang Telah Diganti Dengan Undang-Undang No 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anakyaitu anak yang telah
berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun.13
i. Pengertian Anak Menurut Hukum Adat/Kebiasaan. Hukum adat tidak ada
menentukan siapa yang dikatakan anak-anak dan siapa yang dikatakan
orang dewasa. Akan tetapi dalam hukum adat ukuran anak dapat
dikatakan dewasa tidak berdasarkan usia tetapi pada ciri tertentu yang
nyata. Mr.R.Soepomo berdasarkan hasil penelitian tentang hukum perdata
jawa Barat menyatakan bahwa kedewasaan seseorang dapat dilihat dari
13
http://ririnpuspitasarifr.blogspot.co.id/2016/01/pengertian-anak-menurut-undangundang.html, diakses pada tanggal 28 Mei 2017, pukul 20.00 WIB
16
Universitas Sumatera Utara
17
cirri-ciri sebagi berikut: 1. Dapat bekerja sendiri. 2. Cakap untuk
melakukan apa yang disyaratkan dalam kehidupan bermasyarakat dan
bertanggung jawab. 3. Dapat mengurus harta kekayaan sendiri.14
j. Pengertian Anak menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan yaitu anak adalah adalah setiap orang yang berumur
dibawah 18 (delapan belas) tahun.15
k. Pengertian anak menurut KUHPerdata
Dalam hukum perdata, ketentuan tentang batasan umur seseorang
sehingga masih dikatakan anak, dapat ditemui baik dalam buku I tentang
orang, maupun buku III tentang Perikatan dalam KUH PerdataAturan tentang
batasan umurseorang anak tercantum dalam Pasal 330, yang rumusannya
sebagai berikut:
“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21
tahun dan tidak terlebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu
dibubarkan sebelum umur mereka dua puluh satu tahun maka mereka tidak
kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa”.16
14
http://www.kompasiana.com/alesmana/definisi-anak_55107a56813311573bbc6520,
diakses pada tanggal 31 Mei 2017, Pukul 17.00 WIB
15
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
16
Kitab Undang- Undang Hukum Perdata
17
Universitas Sumatera Utara
18
3. Pengertian Pidana Bersyarat
Pidana berasal dari kata straf(Belanda), yangada kalanya disebut dengan
istilah hukuman. Istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman, karena hukum
sudah lazim merupakan terjemahan dari recht.17
Pidana bersyarat sering disebut putusan percobaan (voorwaardelijke
veroordeling) dan bukan merupakan salah satu dari jenis pemidanaan karena tidak
disebutkan dalam pasal 10 KUHP, tetapi tentang ketentuan pidana bersyarat masih
tetap terikat pada pasal 10 KUHP, khususnya pada pidana penjara dan kurungan
yang keberlakuannya hanya pada satu tahun penjara atau kurungan.
Menurut E.Y Kanter dan S.R Sianturi kata- kata pidana bersyarat atau
pemidanaan bersyarat adalah sekedar suatu istilah umum, sedangkan yang
dimaksud bukanlah pemidanaannya yang bersyarat, melainkan pemidanaannya
pidana itu yang digantungkan pada syarat- syarat tertentu.18
Pidana dengan bersyarat, yang dalam praktik hukum sering juga disebut
dengan pidana percobaan, adalah suatu sistem atau model penjatuhan pidana oleh
hakim yang pelaksanaannya digantungkan pada syarat- syarat tertentu. Artinya
pidana yang dijatuhkan oleh hakim itu ditetapkan tidak perlu dijalankan pada
terpidana selama syarat- syarat yang ditentukan tidak dilanggarnya, dan pidana
dapat dijalankan apabila syarat- syarat yang ditetapkan itu tidak ditaatinya atau
17
Adami Chazawi, 2011, Pelajaran Hukum Pidana 1 (Stelsel Pidana, Tindak Pidana,
Teori-Teori Pemidanaan, & Batas Berlakunya Hukum Pidana), Rajawali Pers, Jakarta, Hlm. 24.
18
E.Y.Kanter & S.R Sianturi, 2002, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya. Storia Grafika, Jakarta ., hal. 473
18
Universitas Sumatera Utara
19
dilanggarnya.Andi Hamzah dan Siti Rahayu 19 berpendapat menegenai pidana
bersyarat dengan menyatakan bahwa :
“pemidanaan bersyarat dapat disebut pula pemidanaan dengan perjanjian atau
pemidanna secara janggelan , dan artinya adalah menjatuhkan pidana kepada
seseorang, akan tetapi pidana ini tak usah dijalani kecuali di kemudian hari
ternyata bahwa terpidana sebelum habis tempo percobaan berbuat suat tindak
pidana lagi atau melanggar perjanjian yang diberikan kepadanya oleh hakim, jadi
keputusan pidana tetap ada akan tetapi hanya pelaksanaan pidana itu tidak di
lakukan”.
Sementara itu Muladi menyatakan bahwa :
“Pidana bersyarat adalah suatu pidana dimana si terpidana tidak usah menjalani
pidana tersebut, kecuali bilamana selama masa percobaan
terpidana telah
melanggar syarat- syarat umum atau khusus yang telah ditentukan oleh pengadilan
(pidana bersyarat ini merupakan penundaan pelaksanaan pidana)”.
Pidana bersyarat tidak termasuk jenis pidana pokok maupun pidana tambahan
tetapi pidana bersyarat merupakan cara penerapan pidana yang dalam pengawasan
dan pelaksanaanya dilakukan diluar penjara. Menjatuhkan pidana bersyarat bukan
berarti membebaskan terpidana, secara fisik terpidana memang bebas dalam arti
tidak diasingkan dalam masyarakat dalam suatu penjara atau lembaga
pemasyarakatan, akan tetapi secara formal statusnya tetap terpidana karena ia
telah dijatuhi pidana hanya saja dengan pertimbangan tertentu pidana itu tidak
19
Andi Hamzah dan Siti Rahayu, 1983, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan
DiIndonesia, Akademika Pressindo, Jakarta, Hal. 12
19
Universitas Sumatera Utara
20
perlu dijalani. Pidana tetap akan dijalani apabila ternyata terpidana telah
melanggar.20
Menurut Muladi, penerapan pidana bersyarakat harus diarahkan pada manfaatmanfaat sebagai berikut:
1.
Pidana bersyarat tersebut di satu pihak harus dapat meningkatkan
kebebasan individu, dan di lain pihak mempertahankan tertib hukum serta
memberikan perlindungan pada masyarakat secara efektif terhadap
pelanggaran hukum lebih lanjut.
2.
Pidana bersyarat harus dapat meningkatkan prestasi masyarakat terhadap
falsafah rehabilitasi dengan cara memelihara kesinambungan hubungan
antara narapidana dan masyarakat secara normal.
3.
Pidana bersyarat berusaha menghindarkan dan melemahkan akibat-akibat
negatif dari pidana perampasan kemerdekaan yang sering kali
menghambat usaha pemasyarakatan kembali narapidana kedalam
masyarakat.
4.
Pidana bersyarat mengurangi biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh
masyarakat untuk membiayai sistem koreksi yang berdayaguna.
5.
Pidana bersyarat diharapkan dapat membatasi kerugian-kerugian dari
penerapan pidana pencabutan kemerdekaan, khususnya terhadap mereka
yang hidupnya tergantung kepada si pelaku tindak pidana.
6.
Pidana bersyarat diharapkan dapat memenuhi tujuan pemidanaan yang
bersifat integratif, dalam fungsinya sebagai sarana pencegahan (umum
20
Raypratama.blogspot.co.id/2012/02/pengertian-dasar-hukum-dan-syarat.html, diakses
pada tanggal 26 Mei 2017, Pukul 21.00 WIB
20
Universitas Sumatera Utara
21
dan
khusus),
perlindungan
masyarakat,
memelihara
solidaritas
masyarakat dan pengimbangan. 21 Dasar hukum pidana bersyarat untuk
pertama kalinya di Indonesia dituangkan dalam Stb. 1926 No. 251 Jo.
486, akan tetapi baru sejak 1 Januari 1927 dimasukkan kedalam KUHP
berupa ketentuan pasal 14a yaitu sebagai berikut.
(1) Apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau
pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan penganti maka
dalam putusnya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak
usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang
menentukan lain, disebabkan karena si terpidana melakukan suatu
tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam
perintah tersebut diatas habis, atau karena si terpidana selama masa
percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan
lain dalam perintah itu.
(2) Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam
perkara-perkara yang mangenai penghasilan dan persewaan negara
apabila menjatuhkan pidana denda, tetapi harus ternyata kepadanya
bahwa pidana denda atau perampasan yang mungkin diperintahkan
pula akan sangat memberatkan si terpidana . Dalam menerapkan ayat
ini, kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara
mengenai
penghasilan
negara,
jika
terhadap
kejahatan
dan
21
http://www.suduthukum.com/2017/03/pidana-bersyarat-dan-pengaturannya.html,
diakses pada tanggal 30 Mei 2017, Pukul 12.15 WIB
21
Universitas Sumatera Utara
22
pelanggaran itu ditentukan bahwa dalam hal dijatuhkan pidana denda,
tidak diterapkan ketentuan pasal 30 ayat (2).
(3) Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana
pokok juga mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan.
(4) Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan
cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup
untuk dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak akan
melakukan tindak pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya
ditetapkan.
(5) Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau keadaankeadaan yang menjadi alasan perintah itu.
Menurut penelitian Prof. Muladi, sebenarnya penerapan pidana bersyarat
mengandung beberapa keuntungan. Beberapa keuntungan itu antara lain: (i)
memberikan kesempatan kepada terpidana untuk memperbaiki dirinya di dalam
masyarakat; (ii) memberikan kesempatan kepada terpidana untuk berpartisipasi
dalam pekerjaan-pekerjaan, yang secara ekonomis menguntungkan masyarakat
dan keluarga; dan (iii) biaya yang harus ditanggung Negara lebih murah
dibandingkan dengan pidana penjara atau pidana kurungan.22
Pasal 14 c KUHP menentukan bahwa dalam perintah pelaksanaan pidana
bersyarat ada syarat- syarat tertentu yang ditetapkan di dalam putusan hakim
yang harus dipatuhi oleh terpidana, yaitu sebagai berikut :
1) Syarat umum
22
http://arijuliano.blogspot.co.id/2007/03/naomi-campbell-sanksi-pidana-dan.html,
diakses pada tanggal 23 Mei 2017, Pukul 21.00 WIB
22
Universitas Sumatera Utara
23
Syarat umum bersifat imperatif, bila menjatuhkan pidana bersyarat
maka hakim dalam putusannya harus menetapkan syarat umum, bahwa
dalam tenggang waktu tertentu (masa percobaan) terpidana tidak akan
melakukan tindak pidana.
2) Syarat khusus
Syarat khusus bersifat fakultatif ( tidak menjadi keharusan untuk tidak
ditetapkan. Dalam syarat khusus, hakim boleh menentukan , yaitu :
a) Terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek dari masa
percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian
yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang dilakukannya [pasal 14
c ayat (1)]
b) Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari tiga bulan
atau pidana kurungan atas salah satu pelanggaran ketentuan pasal
492 (mabuk ditempat umum ), 504 ( pengemisan ), 505
(pergelandangan ), 506 ( muncikari ), 536 ( mabuk di jalan
umum), maka hakim boleh menetapkan syarat- syarat khusus yang
berhubungan dengan kelakuan terpidana [ pasal 14 c ayat (2) .
selanjutnya pasal 14 c ayat (5) KUHP menentukan bahwa syaratsyarat khusus
tersebut tidak boleh mengurangi kemerdekaan
beragamaa atau kemerdekaan berpolitik terpidana.23
R. Tresna mengemukakan, bahwa ada keberatan yang diajukan terhadap
pidana bersyarat ini, yaitu dengan tidak dijalankannya seluruh pidana yang
23
Mohammad Ekaputra dan Abul khair, Sistem Pidana dalam KUHP dan Pengaturannya
Menurut Konsep KUHP Baru, USU Press, Medan, 2010, Hal. 111-112
23
Universitas Sumatera Utara
24
dijatuhkan oleh hakim, seakan- akan keadaannya hamper sama dengan putusan
bebas (vrijspark, padahal terdakwa dinyatakan bersalah dan dikenai hukuman.24
4. Pengertian Tindak Pidana Kekerasan
Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis
normatif) yang berhubungan dengan perbuatan yang melanggar hukum pidana.
Banyak pengertian tindak pidana seperti yang dijelaskan oleh beberapa ahli
sebagai berikut:
Menurut Vos, tindak pidana adalah salah kelakuan yang diancam oleh
peraturan perundang-undangan, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang
dengan ancaman pidana. Sedangkan Menurut Simons, tindak pidana adalah
kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan
hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang
mampu bertanggungjawab.25
Menurut Prodjodikoro, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya
dikenakan hukuman pidana.Menurut Pompe mendefinisikan tindak pidana
menurut teori adalah suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum)
yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang
pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi
terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.26
Profesor Simons telah merumuskan Strafbaarfeit itu sebagai suatu tindakan
melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja
24
Ibid, hal. 111
Mohammad Ekaputra, Op.Cit, Hal.87
26
P.A.F Lamintang, Dasar- dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2011, hal. 181
25
24
Universitas Sumatera Utara
25
oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang
oleh undang- undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dihukum. 27
Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang memiliki
unsur dan dua sifat yang berkaitan, unsur-unsur yang dapat dibagi menjadi 2
macam28:
a. Subyektif adalah berhubungan dengan diri sipelaku dan termasuk ke
dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandungdihatinya.
b. Obyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang
ada hubungannya dengan keadaan-keadaannya, yaitu dalam keadaankeadaan dimana tindakan-tindakan dari sipelaku itu harus dilakukan.
Istilah tindak pidana dalam Hukum Pidana Belanda yaitu”strafbaarfeit”.
Strafbaarfeit terdiri dari tiga kata, yakni straf, baar, dan feit. Secara literlijk kata
straf artinya pidana, baar artinya dapat atau boleh dan feit adalah perbuatan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diketahui tindak pidana
adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur
kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, dimana
penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan
terjaminnya kepentingan umum.
Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan sebuah perilaku, baik
terbuka (over) ataupun tertutup (covert) baik yang bersifat menyerang (offensive)
27
28
Ibid, hal. 185
Moeljatno, Azas- Azas Hukum Pidana, Tanpa Penerbit,hal. 43
25
Universitas Sumatera Utara
26
atau bersifat bertahan (defensive) yang disertai penggunaan kekuatan kepada
orang lain.29
Dalam kamus bahasa Indonesia kekerasan diartikan dengan perihal yang
bersifat berciri keras, perbuatan seseorang yang menyebabkan cidera atau matinya
orang lain atau mewnyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain atau ada
paksaan. 30 Menurut penjelasan ini, kekerasan itu merupakan wujud perbuatan
yang bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit atau penderitaan pada
orang lain. Salah satu unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan atau
ketidakrelaan atau tidak adanya persetujuan pihak lain yang disakiti.
Secara yuridis apa yang dimaksud dengan kejahatan dengan kekerasan tidak
secara otentik dijelaskan dalam Kitab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP),
hanya saja dalam Bab IX pasal 89 KUHP dinyatakan bahwa membuat orang lain
pingsan atau membuat orang tidak berdaya disamakan dengan menggunakan
kekerasan. Dengan demikian kejahatan kekerasan merupakan kejahatan yang
dilakukan dan disertai dengan menggunakan kekuatan fisik yang mengakibatkan
korban pingsan atau tidak berdaya. 31
Kekerasan berarti Penganiayaan, Penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut
WHO, Kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau
tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orangb atau
masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar atau kemungkinan besar
29
30
Thomas Santoso, Teori- Teori Kekerasan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, Hal. 11
Trisno Yuwono, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis, Arkola, Surabaya, 1994,
Hal. 223
31
R. Soesilo, Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta KomentarKomentarnya Lengkap denga pasal demi pasal, Politeia, Bogor, hal. 98
26
Universitas Sumatera Utara
27
mengakibatkan
memar?trauma,
kematian,
kerugian
psikologis,
kelainan
perkembangan ataun perampasan hak.32
Melakukan kekerasan artinya menggunakan tenaga atau kekuatan
jasmani yang tidak kecil dan secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan
atau segala macam senjata, menyepak menendang dan lain-lain. Dalam kehidupan
nyata dalam masyarakat, kita dapat menjumpai beberapa bentuk tindak kekerasan
yang dilakukan oleh anggota masyarakat tyang satu terhadap anggota masyarakat
lainnya. Oleh karena itu ada emapat jenis kekerasan yang dapat diidentifikasi :33
1. Kekerasan Terbuka, kekerasan yang dapat dilihat, seperti perkelahian;
2. Kekerasan Tertutup, kekerasan tersembunyi atau tidak dilakukan langsung,
seperti perilaku mengancam;
3. Kekerasan agresif, kekerasan yang dilakukan tidak untuk perlindungan
tetapi untuk mendapatkan sesuatu, seperti penjabalan;
4. Kekerasan defensif, kekerasan yang dilakukan sebagai perlindungan diri;
Baik kekerasan agresif maupun defensif bisa bersifat terbuka maupun tertutup,
sedangkan dalam KUHP mengemukakan jenis-jenis kejahatan yang disertai
dengan kekerasan, yaitu sebagai berikut.
1. Kejahatan terhadap nyawa orang lain, diatur di dalam pasal 338-340
KUHP.
2. Kejahatan Penganiayaan, diatur di dalam pasal 351-358 KUHP
3. Kejahatan seperti pencurian, penodongan, perampokan, diatur di dalam
pasal 365 KUHP.
32
Bagong S., dkk, Tindak Kekerasan Mengintai anak Jatim, Lutfansah Mediatama,
Surabaya, 2000, hal. 47
33
Ibid, Hal.15
27
Universitas Sumatera Utara
28
4. Kejahatan terhadap kesusilaan, diatur di dalam pasal 285 dan 289
KUHP.
5. Kejahatan yang menyebabkan Kematian atau Luka karena Kealpaan,
diatur dalam pasal 359-361.34
Martin R. Haskel dan Lewis Yasblonski 35 mengemukakan ada
empat kategori sebagai bentuk dari kekerasan, yaitu :
a. Legal, sanctioned, rational violence, kategori ini merupakan kekerasan
yang mendapat dukungan oleh hukum. Tindakan kekerasan ini
misalnya tentara atau polisi yang melakukan kekrasan di dalam
melaksanakan tugasnya.
b. Illegal, rational, socially sanctioned violence, yaitu kekerasan yang
tergolong illegal yang juga mandapat sanksi sosial. Dalam hal ini, factor
yang penting untuk menganalisa kekerasan dalah tingkat dukungan atau
sanksi sosial terhadap kekerasan tersebut.
c. Illegal, nonsanctioned, rational violence, yaitu kekerasan yang illegal,
yang dipandang arsional dan tidak ada sanksi sosialnya. Kekerasan ini
biasanya dilakukan oleh pelaku kejahatan. Kejahatan dalam kategori ini
misalnya kekerasan untuk memperoleh keuntungan financial, kejahatan
perampokan atau tindakan pembunuhan dalam kejahatan terorganisir.
d. Illegal, non sanctioned, irrational violence, merupakan kekerasan yang
tidak rasional dan melawan hukum. Kekerasan ini juga dikenal sebagai
34
Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP)
Martin R. Haskel dan Lewis Yasblonski : Criminology, Crime and criminality, Harper
&Row Publisher, New York, 1983, hal 207 dalam Mahmud Mulyadi, Pendekatan Integral Penal
Policy dalam menanggulangi Kejahatan Kekerasan, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2008, hal. 3031
35
28
Universitas Sumatera Utara
29
”kekerasan tidak berperasaan” (senseless vilence) yang terjadi tanpa
didahului oleh adanya provokasi dan tidak adanya motivasi yang logis.
5. Pengertian Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah atau yang biasa disebut sebagai lingkungan pendidikan
adalah segala kondisi dan pengaruh dari luar terhadap kegiatan. Artinya,
lingkungan sekolah atau lingkungan pendidikan adalah lingkungan dimana
Pertama kegiatan belajar mengajar berlangsung.Lingkungan pendidikan adalah
lingkungan yang akan mempengaruhi proses belajar mengajar. Hal ini disebabkan
oleh beberapa hal., lingkungan pendidikan adalah lingkungan dimana peserta
didik menghabiskan banyak waktunya disana. Lingkungan pendidikan ini bisa
dikatakan adalah sebagian besar lingkungan bagi peserta didik. Oleh karena itu,
ketika peserta didik nyaman dengan lingkungan sekolah, maka, dia akan nyaman
juga dalam belajar. Kedua, lingkungan sekolah akan menentukan kepribadian
seseorang. Walaupun hal ini tidak pasti, akan tetapi mungkin saja terjadi.
Lingkungan berpengaruh sangat banyak terhadap pribadi dari individu tersebut.
Termasuk lingkungan sekolah yang sangat akan mempengaruhi kepribadian
peserta didik. Dengan demikian, pilihlah lingkungan sekolah yang baik untuk
peserta didik. Hal ini akan sangat mempengaruhi kehidupan peserta didik
selanjutnya.36
Pengertian lain Lingkungan Sekolah yaitu Lingkungan diartikan sebagai
kesatuan ruang suatu benda, daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk manusia
dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan
36
http://pengayaan.com/pengertian-lingkungan-sekolah-menurut-para-ahli/, Diakses pada
tanggal 25 Mei 2017, Pukul 08.00 WIB
29
Universitas Sumatera Utara
30
kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya). Sedangkan
Pengertian
Sekolah adalah wahana kegiatan dan proses pendidikan berlangsung. Di sekolah
diadakan kegiatan pendidikan, pembelajaran dan latihan. Sekolah merupakan
lembaga pendidikan formal yang sistematis melaksanakan program bimbingan,
pengajaran, dan latihan dalam
rangka
membantu siswa
agar mampu
megembangkan potensinya baik yang menyangkut aspek moral, spiritual,
intelektual, emosional maupun sosial. Sedangkan lingkungan pendidikan adalah
berbagai faktor yang berpengaruh terhadap pendidikan atau berbagai lingkungan
tempat berlangsungan proses pendidikan. Jadi lingkungan sekolah adalah kesatuan
ruang
dalam
lembaga
pendidikan
formal
yang
memberikan
pengaruh
pembentukan sikap dan pengembangan potensi siswa.Berikut faktor-faktor
sekolah yang mempengaruhi belajar mencakup37 :
1. Metode Mengajar
2. Kurikulum
3. Relasi siswa dengan guru
4. Relasi siswa dengan siswa
5. Disiplin sekolah
6. Alat pelajaran
7. Waktu sekolah.
37
http://www.sarjanaku.com/2013/04/pengertian-lingkungan-sekolah-faktor.html, diakses
pada tanggal 23 Mei 2017 Pukul 11.25 WIB
30
Universitas Sumatera Utara
31
F. Metode Penelitian
Metode Peneltian diperlukan sebagai suatu tipe pemikiran secara sistematis
yang dipergunakan dalam peneltian dan penilaian skripsi, yang pada akhirnya
bertujuan mencapai keilmiahan dari penulisan skripsi. Dalam penulisan skripsi
ini, metode penelitian yang dipakai oleh penulis adalah sebagai berikut :
1. Jenis dan sifat
Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah penelitian hukum yuridis normatif. Penelitian hukum yuridis normatif
disebut juga dengan penelitian menggunakan studi kepustakaan atau studi
dokumen disebabkan penelitian lebih banyak dilakukan terhadap data yang
bersifat sekunder yang ada diperpustakaan. Penelitian kepustakaan demikian
pula dikatakan sebagai lawan dari penelitian emepiris (penelitian lapangan).38
Hal-hal yang dikaji dalam penelitian hukum yuridis normatif meliputi
beberapa hal seperti asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi
hukum, perbandingan hukum dan sejarah hukum.
Adapun sifat dari penulisan skripsi ini adalah deskriptif, yaitu penelitian
yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang
keadaan yang menjadi objek penelitian sehingga akan mempertegas hipotesa
dan dapat membantu memperkuat teori lama atau teori baru.
2. Jenis dan Sumber Data
Penelitian hokum normatif merupakan penelitian yang menggunakan jenis
data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah merupakan data
38
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,
2007, hal. 81
31
Universitas Sumatera Utara
32
yang sudah tersedia sehingga kita tinggal mencari dan mengumpulkan tetapi
didapat tidak secara langsung dari objek penelitian.
Data sekunder yang penuli pergunakan adalah sebagai berikut :
a. Bahan hukum primer merupakan bahan yang sifatnya mengikat masalahmasalah yang akan diteliti yaitu peraturan perundang- undangan yang
terkait, antara lain :Undang- Undang No. 23 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Undang- Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru
dan Dosen, undang- undang No.35 tahun 2014 Tentang perubahan atas
undang- undang No.23 tahun 2002 Tentang perlindungan anak,serta Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana sertaStudi Putusan Mahkamah Agung
No. 1983 K/Pid.Sus/2014.
b. Bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan data yang memberikan
penjelasan tentang bahan hukum data primer. Seperti buku- buku yang
berkaitan dengann judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian,
laporan-laporan, dan sebagainya yang diperoleh baik melalui media cetak
maupun media elektronik.
c. Bahan hukum tersier merupakan bahan-bahan data yang memberikan
informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Seperti kamus hukum, jurnal ilmiah, ensiklopedi, majalah, dan bahanbahan lain yang relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data yang
diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
32
Universitas Sumatera Utara
33
Pengumpulan data adalah kegiatan peneliti dalam upaya mengumpulkan
sejumlah data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Pengumpulan data dari penulisan ini dilakukan melalui teknik studi pustaka
(literature research) dan juga melalui bantuan media elektronik, yaitu
internet. Untuk memperoleh data dari sumber ini penulis memadukan
mengumpulkan, menafsirkan, dan membandingkan buku-buku dan arti-arti
yang berhubungan dengan judul skripsi ini.
4. Analisis Data
Mengumpulkan bahan hokum sekunder dan tertier yang relevan dengan
permasalahan
yang
terdapat
dalam
penelitian
ini.
Kemudian
dilakukanpemilahan terhadap bahan- bahan hokum relevan tersebut diatas
agar sesuai dengan masing- masing permasalahan yang dibahas. Kemudian
mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari
permasalahan dan memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah
kesimpulan kualitatif kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan
dan tulisan.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini telah dibuat secara terperinci dan sistematis, hal ini
bertujuan agar dapat memberikan kemudahan bagi pembaca dalam memahami
dan mengerti makna dari penulisan skripsi ini. Keseluruhan daripada sistematika
penulisan skripsi ini adalah satu kesatuan yang berkesinambungan dan
berhubungan antara satu dengan yang lainnyayang dapat dilihat sebagai berikut :
33
Universitas Sumatera Utara
34
BAB I
Bab Pertama ini merupakan bab Pendahuluan, pada bab ini dimuat
apa yang menjadi latar belakang penulis menulis skripsi ini,
kemudian apa yang menjadi rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penulisan skripsi ini, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,
metode penulisan dan sistematika Penulisan skripsi ini.
BAB II
Bab kedua merupakan bab Pembahasan, pada bab pembahasan ini
akan membahas mengenai Bentuk- bentuk Tindak Pidana
Kekerasan
di lingkungsn sekolah, Faktor- faktor penyebab
terjadinya, Bentuk- bentuk Perlindungan hukumnya terhadap Anak
dalam Perundang- undangan dikaitkan dengan Tindak Pidana
kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap anak di lingkungan
sekolah serta Peran dan fungsi guru dalam dunia Pendidikan dalam
perundang- undangan.
BAB III
Bab ketiga ini juga merupakan bab Pembahasan, pada bab ini akan
membahas penjatuhan hukuman terhadap guru yang melakukan
kekerasan di lingkungan sekolah serta a