Tingkat Kesukaan Masyarakat Terhadap Teh Daun Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) yang Tumbuh di Dua Provinsi (Sumatera Utara dan Jambi)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)
Tanaman gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) adalah sejenis pohon
yang menghasilkan gubal gaharu sehingga dikenal sebagai tanaman penghasil
gaharu, jenis ini dikenal dengan nama tanaman karas. Tanaman penghasil gaharu
tergolong dalam kelompok Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Produk gaharu
memiliki banyak kegunaan di antaranya sebagai bahan baku untuk obat-obatan,
kosmetik, parfum, sehingga termasuk komoditi komersial yang bernilai ekonomi
tinggi. Spesies ini terdaftar dalam appendix II CITES sebagai tumbuhan langka.
Kelangkaan spesies ini disebabkan perburuan gaharu yang tidak terkendali
di hutan alam (Santoso dan Sumarna, 2006).
Taksonomi tumbuhan gaharu (A. malaccensis Lamk.) menurut Tarigan
(2004) adalah sebagai berikut: Kingdom

Plantae, Divisi Spermatophyta,

Sub Divisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Sub Kelas Dialypetalae,
Ordo Myrtales, Famili Thymeleaceae, Genus Aquilaria, Species A. malaccensis

Lamk.
Gaharu (A. malaccensis Lamk.) memiliki morfologi atau ciri-ciri
morfologi, tinggi pohon ini dapat mencapai 40 meter dengan diameter batang
mencapai 60 cm. Pohon ini memiliki permukaan batang licin, warna keputihputihan, kadang beralur dan kayunya agak keras. Bentuk daun lonjong agak
memanjang, panjang 6-8 cm, lebar 3-4 cm, bagian ujung meruncing. Daun yang
kering berwarna abu-abu kehijauan, agak bergelombang, melengkung, permukaan
daun atas-bawah licin dan mengkilap 12-16 pasang. Bunga terdapat di ujung
ranting, ketiak daun, kadang-kadang di bawah ketiak daun. Berbentuk lancip,
4
Universitas Sumatera Utara

5

panjang sampai 5 mm. Buahnya berbentuk bulat telur, tertutup rapat oleh rambutrambut yang berwarna merah. Biasanya memiliki panjang hingga 4 cm lebar
2,5 cm. Buah gaharu (A. malaccensis Lamk.) berbentuk kapsul, dengan panjang
3,5 cm hingga 5 cm, ovoid dan berwarna coklat. Kulitnya agak keras dan
berbaldu. Mengandung 3 hingga 4 biji benih bagi setiap buah (Tarigan, 2004).

Syarat Tumbuh dan Penyebaran Gaharu di Indonesia
Menurut Bizzy et al (2011) beberapa jenis pohon Gaharu dan

penyebarannya di Indonesia adalah: Aquilaria malaccensis (Sumatra dan
Kalimantan), Aquilaria beccariana (Sumatra dan Kalimantan), Aquilaria
microcarpa (Sumatra dan Kalimantan), Aquilaria filaria (Irian dan Maluku),
Aquilaria cumingiana (Sulawesi), Aquilaria tomntosa (Irian), Grynops audate dan
Grynops podocarpus (Irian), Grynops versteegii (Nusa Tenggara, Maluku,
Sulawesi, dan Irian), Wikstoemia androsaemifolia (Jawa, Kalimantan, Nusa
Tenggara, dan Sulawesi) (Adriana, 2015).
Tumbuhan penghasil gaharu memiliki susunan tata nama (taxonomi)
dengan Regnum : Plantae, Divisio : Spermatophyta (berbunga), Sub-Divisio :
Angiospermae (berbiji tertutup), Class : Dycotyledon (berkeping dua) Sub-Class :
Archichlamydae, memiliki tiga (3) famili yakni Thymeleaceae, Euphorbiaceae
dan Leguminoceae dengan delapan (8) genus yaitu Aquilaria, Aetoxylon,
Dalbergia, Enkleia, Excoccaria, Gonystylus, Gyrinops dan Wiekstroemia. Di
Indonesia untuk sementara diketahui terdapat 27 jenis yang memiliki bentukan
hidup berupa pohon, semak, perdu dan atau sebagai tumbuhan merambat (liana).
Potensi jenis dan dugaan sebaran tumbuh gaharu dapat dilihat pada Tabel 1.

5
Universitas Sumatera Utara


6

Tabel 1 : Potensi Jenis dan Dugaan Sebaran Tumbuh Pohon Penghasil Gaharu
di Indonesia
Indonesia

Nama Botanis

Famili

1.

Aquilaria malacensis

Thymeleaceae

Sumatera, Kalimantan

2.


A. hirta

Thymeleaceae

Sumatera. Kalimantan

3.

A. fillaria

Thymeleaceae

Nusa Tenggara, Maluku,
Irian jaya.

4.

A. microcarpa

Thymeleaceae


Sumatera, Kalimantan

5.

A. agalloccha

Thymeleaceae

Sumatera, Jawa,
Kalimantan

6.

A. beccariana

Thymeleaceae

Sumatera, Kalimantan


7.

A. secundana

Thymeleaceae

Maluku, Irian Jaya

8.

A. moszkowskii

Thymeleaceae

Sumatera

9.

A. tomentosa


Thymeleaceae

Irian Jaya

10.

Aetoxylon sympethalum

Thymeleaceae

Kalimantan, Irian Jaya,
Maluku.

11.

Enkleia malacensis

Thymeleaceae

Irian Jaya, Maluku


12.

Wikstroemia poliantha

Thymeleaceae

Nusa Tenggara, Irian Jaya.

13.

W. tenuriamis

Thymeleaceae

Sumatera, Bangka,
Kalimantan

14.


W. androsaemofilia

Thymeleaceae

Kalimantan, NTT, Irian

15.

Gonystylus bancanus

Thymeleaceae

Bangka, Sumatera,
Kalimantan

16.

G. macrophyllus

Thymeleaceae


Kalimantan, Sumatera.

17.

Gyrinops cumingiana

Thymeleaceae

Nusa Tenggara, Sulawesi,
Irian Jaya.

18.

G. rosbergii

Thymeleceae

Sulawesi, Nusa Tenggara


19.

G. versteegii

Thymeleaceae

Maluku, NTT, NTB.

20.

G. moluccana

Thymeleaceae

Maluku, Halmahera

21.

G. decipiens

Thymeleaceae

22.

G. ledermanii

Thymeleaceae

Irian Jaya

23.

G. salicifolia

Thymeleaceae

Irian Jaya

24.

G. audate

Thymeleaceae

Irian Jaya

25.

G. podocarpus

Thymeleaceae

Irian Jaya

26.

Dalbergia farviflora

Leguminoceae

Sumatera, Kalimatan.

27.

Exccocaria agaloccha

Euphorbiaceae

Jawa, Kalimantan,
Sumatera

No.

Daerah Penyebaran

Sulawesi, Maluku,
Irian Jaya,

(Sumarna, 2012).
6
Universitas Sumatera Utara

7

Syarat untuk tumbuh dengan baik, gaharu tidak memilih lokasi khusus.
Umumnya gaharu masih dapat tumbuh dengan baik pada kondisi tanah dengan
struktur dan tekstur yang subur, sedang, maupun ekstrim. Gaharu pun dapat
dijumpai pada kawasan hutan rawa, hutan gambut, hutan dataran rendah, ataupun
hutan pegunungan dengan tekstur tanah berpasir. Gaharu (A. malaccensis Lamk.)
sesuai ditanam diantara kawasan dataran rendah hingga ke pegunungan pada
ketinggian 0 – 750 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan kurang dari
2000 mm/tahun. Suhu yang sesuai adalah antara 27°C hingga 32°C dengan kadar
cahaya matahari sebanyak 70%. Kesesuaian tanah adalah jenis lembut dan liat
berpasir dengan pH tanah antara 4.0 hingga 6.0 (Sumarna, 2009).
Aquilaria spp. umumnya tumbuh baik di habitat sekunder bekas terbakar
pada ketinggian tempat antara 45-130 m dpl, dengan kisaran suhu 26-33 oC,
kelembaban udara 60-100%, dan kemiringan lahan 0-50%, terutama pada tanah
ultisol dan inceptisol dengan pH antara 6.4-7 dan kelembaban 10-75%. Sementara
itu menurut Barden et al. (2006) Aquilaria spp. dapat tumbuh pada ketinggian 0 –
850 m dpl, dengan suhu harian rata-rata 20 – 22 oC. Meskipun demikian,
Aquilaria spp. dapat beradaptasi dengan berbagai jenis habitat, seperti pada lahan
berbatu, berpasir, atau berkapur, serta habitat sekitar rawa yang memiliki drainase
cukup baik (Pribadi, 2009).

Teh Daun Gaharu
Tanuwijaya (2009) teh merupakan bahan minuman yang secara universal
dikonsumsi di banyak negara serta di berbagai lapisan masyarakat. Hasil
penelitian ilmiah menunjukkan bahwa setelah air, teh adalah minuman yang

7
Universitas Sumatera Utara

8

paling banyak dikonsumsi manusia dewasa. Seiring perkembangan dunia, teh
semakin popular hingga ke seluruh pelosok dunia.
Teh adalah sejenis minuman yang sering diminum dengan campuran
es batu atau dalam kondisi hangat dan bahkan panas. Minuman teh adalah
minuman yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena harganya
terjangkau dan rasanya yang segar. Menurut Winarsi (2011) teh dapat
dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu teh herbal dan non-herbal. Teh
non-herbal dikelompokkan lagi menjadi tiga golongan, yaitu teh hitam, teh hijau,
dan teh oolong. Teh herbal merupakan hasil pengolahan dari bunga berri, kulit,
biji, daun, dan akar berbagai tanaman. Teh gaharu merupakan salah satu teh
herbal hasil olahan pucuk daun gaharu yang masih muda. Sama halnya dengan
minuman teh pada umumnya, teh gaharu juga tidak hanya enak diminum, namun
cocok dinikmati pada suasana dingin, seperti malam hari atau saat musim hujan
tiba juga memiliki khasiat terhadap kesehatan tubuh.
Teh adalah minuman yang kaya antioksidan. Kebiasaan minum teh sudah
menjadi budaya bagi penduduk dunia. Selain air putih, teh merupakan minuman
yang paling banyak dikonsumsi oleh manusia. Teh diketahui mempunyai banyak
manfaat

kesehatan, antara lain menurunkan

risiko terjadinya penyakit

kardiovaskuler dan menghambat perkembangan kanker (Besral, 2007).

Tanin
Tanin merupakan senyawa yang terdapat dalam tumbuhan dan tersebar
luas, memiliki gugus fenol, memiliki rasa sepat dan mempunyai kemampuan
menyamak kulit. Tanin dikelompokkan menjadi dua secara kimia yaitu tanin

8
Universitas Sumatera Utara

9

terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi atau flavolan secara
biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal.
Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester yang dapat terhidrolisis jika
di didihkan dalam asam klorida encer (Robinson, 1995).
Tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu
mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena
kemampuannya menyambung silang proteina. Tanin tumbuhan dibagi menjadi
dua golongan, yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Kadar tanin yang
tinggi mempunyai arti penting bagi tumbuhan yakni pertahanan bagi tumbuhan
dan membantu mengusir hewan pemakan tumbuhan. Tanin terkondensasi terdapat
pada

paku-pakuan,

gimnospermae,

dan

angiospermae,

sedangkan

tanin

terhidrolisis penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua. Beberapa
tanin terbukti mempunyai antioksidan dan menghambat pertumbuhan tumor
(Harborne, 1987).
Senyawa tanin memiliki rasa pahit dari gugus polifenolnya yang dapat
mengikat dan mengendapkan atau menyusutkan protein. Zat astringent dari tanin
menyebabkan rasa kering dan puckery (kerutan) di dalam mulut setelah
mengkonsumsi teh pekat, anggur merah atau buah yang mentah. Dekstruksi atau
modifikasi tanin selama ini berperan penting dalam pengawet kayu, adsorben
logam berat, obat-obatan, antimikroba dll. Tanin merupakan senyawa phenol yang
larut dalam air dan memiliki berat molekul antara 500 dan 3000 Da. Tanin
diklasifikasikan

menjadi

hydrolyzable

tannin

dan

condensed

tannins

(proanthocyanidins) (Ismarani, 2012).

9
Universitas Sumatera Utara

10

Keadaan Iklim di Kabupaten Merangin, Jambi dan Kecamatan Bahorok,
Sumatera Utara
Indonesia dengan letak geografis serta dukungan musim, iklim serta masa
penyinaran matahari yang panjang, secara biologis memiliki peluang tumbuh dan
berkembangnya sumberdaya tumbuhan yang tinggi (Manan, 1998). Heyne (1987)
melaporkan bahwa dalam kawasan hutan selain ditemukan sumberdaya tumbuhan
berpotensi sebagai penghasil kayu, juga dapat dijumpai beragam jenis tumbuhan
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang tinggi. Badan Litbang Kehutanan (2006)
menyatakan bahwa salah satu produk HHBK yang berpotensi dan bernilai
komersial tinggi adalah komoditi gaharu (Sumarna, 2008).
Tempat pengambilan daun gaharu dilakukan di 2 tempat tempat yaitu di
Kabupaten Merangin, Jambi dan Kecamatan Bahorok, Sumatera Utara. Dalam
penelitian ini kedua tempat tersebut memiliki kesamaan baik dari segi topografi,
iklim, dan jenis gaharu yaitu Aquilaria malaccensis Lamk.
a. Topografi Kabupaten Merangin, Jambi
Secara geografis, wilayah Kabupaten Merangin terletak pada titik
koordinat antara 101º32’11’-102º50’00’ Bujur Timur dan antara 1º28’23’1º52’00’ Lintang Selatan, dengan luas sebesar 7.679 Km atau 767.900 Ha² dengan
ketinggian berkisar antara 10-1.206 m dpl dengan bentang alam rata-rata
bergelombang.

Dalam

mendukung

jalannya

roda

pemerintahan,

pusat

pemerintahan Kabupaten Merangin berada di Kota Bangko dengan Jarak dari
Kota Jambi (Ibukota Propinsi Jambi) ±256 Km. Wilayah daratan Kabupaten
Merangin secara umum terdiri dari 6 (enam) jenis tanah yaitu podsolik, latosol,
andosol, organosol, glei humus dan komplek latusol dan litosol. Tekstur tanah
secara umum dapat diklasifikasikan antara halus, sedang dan kasar, sedangkan
10
Universitas Sumatera Utara

11

daerah gambut tidak mempunyai tekstur. Berdasarkan data RTRW Kabupaten
Merangin Tahun 2006, tekstur tanah di Kabupaten Merangin terdiri dari tekstur
tanah halus,

tersebar di Kecamatan Tabir, Tabir Ulu, Tabir Selatan, Sungai

Manau, Muara Siau, Lembah Masurai, Jangkat dan Pamenang. Untuk tekstur
sedang terdapat hampir diseluruh wilayah Kabupaten Merangin. Sedangkan tanah
gambut hanya terdapat di Kecamatan Tabir, Pamenang, dan Tabir Ulu
(BAPPEDA, 2006).
Iklim Kabupaten Merangin bertipe A (Smitch Ferguson) dengan curah
hujan pada daratan rendah berkisar antara 2.200 mm sampai 3.200 mm,
sedangkan pada daerah perbukitan curah hujan antara 1.600 mm sampai
3.600 mm per tahun. Musim hujan di Kabupaten Merangin berkisar antara bulan
September sampai Juni tahun berikutnya. Musim Kemarau berkisar antara bulan
Juni sampai dengan Agustus. Di bagian Timur dan Utara Kabupaten Merangin
merupakan daratan rendah dengan temperatur 30oC, sedangkan bagian Barat
adalah

termasuk

dalam

deretan

pegunungan

Bukit

Barisan

yang

temperaturnya maksimum 28oC (BAPPEDA, 2006).
b. Topografi Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara
Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten yang berada
di Dataran Tinggi Bukit Barisan, terletak di Bagian Barat Laut Provinsi Sumatera
Utara, secara geografis berada pada koordinat 3014’ – 4013’ LU dan 97052’ –
98045’ BT. Luas wilayah Kabupaten Langkat adalah 626.329 Ha sedangkan
kecamatan bahorok sendiri luasnya 88,479 dimana daerah ketinggiannya sekitar
30-1200 m dpl, dan mempunyai kelerengan datar (0-8%) serta iklim berkisar 17º 24º C yang tergolong suhu sub-tropis dengan intensitas hujan yang sangat variatif

11
Universitas Sumatera Utara

12

antara 2.000 – 5.000 mm/tahun dengan rata-rata hujan 126 hari/tahun
(RKPD Kabupaten Langkat, 2015).

Teori Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik disebut penilaian indera atau penilaian sensorik
merupakan suatu cara penilaian dengan memanfaatkan panca indera manusia
untuk mengamati tekstur, warna, bentuk, aroma, rasa suatu produk makanan,
minuman ataupun obat. Pengujian organoleptik berperan penting dalam
pengembangan produk. Evaluasi sensorik dapat digunakan untuk menilai adanya
perubahan yang dikenhendaki atau tidak dalam produk atau bahan-bahan
formulasi, mengidentifikasi area untuk pengembangan, mengevaluasi produk
pesaing, mengamati perubahan yang terjadi selama proses atau penyimpanan, dan
memberikan

data

yang

diperlukan

untuk

promosi

produk

[(Nasiru (2011 dalam Ayustaningwarno, 2014)].
Manusia menilai segala sesuatu yang ada disekelilingnya dengan
menggunakan

panca

indera.

Metode

penilaian

suatu

komoditas

yang

menggunakan panca indera disebut penilaian organoleptik uji sensori. Penilaian
dengan indera, banyak digunakan untuk menilai mutu komoditas hasil pertanian
dan bahan pangan (Soekarto, 1981).
Panel konsumen dapat dikategorikan sebagai panelis tidak terlatih yang
dipilih secara acak dari total potensi konsumen di suatu daerah pemasaran. Dalam
hal ini, jumlah panel yang diperlukan cukup besar (sekitar 100 orang) dan juga
perlu memenuhi kriteria seperti umur, jenis kelamin, suku bangsa dan tingkat

12
Universitas Sumatera Utara

13

pendapatan

dari

populasi

pada

daerah

target

pemasaran

yang

dituju

(Ayustaningwarno, 2014).
Uji organoleptik memiliki relevansi yang tinggi dengan mutu produk
karena berhubungan langsung dengan selera konsumen. Selain itu, metode ini
cukup mudah dan cepat untuk dilakukan, hasil pengukuran dan pengamatan cepat
diperoleh. Kelemahan dan keterbatasan uji organoleptik diakibatkan beberapa
sifat inderawi tidak dapat dideskripsikan, manusia yang dijadikan panelis
terkadang dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan mental sehingga panelis
menjadi jenuh dan kepekaan menurun, serta dapat terjadi salah komunikasi antara
manajer dan penelis [(Meilgaard (2000 dalam Ayustaningwarno, 2014)].
Menurut Waysima dan Adawiyah (2010), uji organoleptik atau evaluasi
sensoris merupakan suatu pengukuran ilmiah dalam mengukur dan menganalisa
karakteristik suatu bahan pangan yang diterima oleh indera penglihatan,
pencicipan, penciuman, perabaan, dan menginterpretasikan reaksi dari akibat
proses penginderaan yang dilakukan oleh manusia yang juga bisa disebut panelis
sebagai alat ukur.
Dalam kelompok uji penerimaan ini termasuk uji kesukaan (hedonik) atau
uji mutu hedonik. Dalam uji hedonik panelis dimintakan tanggapan pribadinya
tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, juga tingkat kesukaannya. Skala
hhedonik “suka” misalnya : amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka.
Sebaliknya skala hedonik “tidak suka” misalnya : amat sangat tidak suka, sangat
tidak suka, tidak suka, agak tidak suka. Diantara agak tidak suka dan agak suka
adakalanya ditambah tanggapan “netral”, yaitu bukan suka tetapi bukan juga tidak
suka [(Setyaningsih, dkk (2010 dalam Lailiyana, 2012)].

13
Universitas Sumatera Utara