Hubungan Beban Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Tentara Binjai Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Keperawatan

2.1.1

Definisi Keperawatan
Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan

keperawatan, berwenang di negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan
dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta
pelayanan terhadap pasien (Praptiningsih, 2006).
Menurut Hutahaean (2010), kegiatan keperawatan ditujukan kepada
pencapaian kemampuan individu untuk merawat dirinya yang disebut dengan
asuhan keperawatan.
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu
dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan biopsikosisial dan spiritual
kompreshensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit

maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pada
hakekatnya keperawatan merupakan suatu ilmu dan kiat profesi yang berorientasi
pada pelayanan, memiliki empat tingkatan klien (individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat) serta pelayanan yang mencakup seluruh rentang pelayanan
kesehatan secara keseluruhan. Keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu
pekerjaan di mana dalam menentukan tindakannya didasari pada ilmu
pengetahuan serta memiliki keterampilan yang jelas dalam keahliannya. Selain itu
sebagai profesi keperawatan mempunyai otonomi dalam kewenangan dan
tanggung jawab dalam tindakan serta adanya kode etik dalam bekerja dan

6
Universitas Sumatera Utara

7

berorientasi pada pelayanan dengan pemberian asuhan keperawatan
kepada individu, kelompok dan masyarakat. (Hidayat, 2008).
2.1.2

Peran Perawat

Peran merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap

seseorang sesuai dengan kedudukannya dalam sistem. Peran perawat menurut
Hidayat dalam konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 (2008) terdiri dari peran
sebagai asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator,
konsultan dan pembaharu.
1. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat
dengan memperhatikan keadaaan kebutuhan melalui pemberian pelayanan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat
ditentukan diagnosis keperawatan agar dapat direncanakan dan dilaksanakan
tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian
dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini
dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.
2. Peran sebagai advokat klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi lain khususnya dalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga
berperan dalam mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang
meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang


Universitas Sumatera Utara

8

penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak
untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
3. Peran Pendidik
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan,
sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan
kesehatan.
4. Peran Koordinator
Peran

ini

dilaksanakan

dengan


mengarahkan,

merencanakan

serta

mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian
pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
5. Peran kolaborator
Peran perawat ini dapat dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan
berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk
diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
6. Peran konsultan
Peran di sini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan
klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang
diberikan.


Universitas Sumatera Utara

9

7. Peran pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan,
kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode
pemberian pelayanan keperawatan yang diberikan.
2.1.3

Fungsi Perawat
Menurut Hidayat (2008) fungsi merupakan suatu pekerjaan yang

dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi dapat berubah dan disesuaikan dengan
keadaan yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan menjalankan
berbagai fungsi diantaranya fungsi independen, fungsi dependen, dan fungsi
interdependen.
1. Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, di mana
perawat dalam melaksanakan tugasnya dillakukan secara sendiri dengan

keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi
kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan
kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan
kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan
kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta
mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.
2. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksankan kegiatannya atas pesan atau
instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang

Universitas Sumatera Utara

10

diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat
umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.
3. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan
di antara tim satu dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk
pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti

dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai
penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja
melainkan juga dokter ataupun lainnya, seperti dokter dalam memberikan
tindakan pengobatan bekerja sama dengan perawat dalam pemantauan reaksi
obat yang telah diberikan.
2.2

Pelayanan Rawat Inap
Rawat inap merupakan suatu bentuk perawatan dimana pasien dirawat dan

tinggal di rumah sakit untuk jangka waktu tertentu. Selama pasien dirawat, rumah
sakit harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien. Pelayanan rawat
inap adalah pelayanan terhadap pasien yang masuk rumah sakit dan menempati
tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa, terapi, rehabilitasi
medik dan pelayanan medik lainnya (Pahlevi, 2009).
2.3

Standar Praktik Keperawatan Profesional
Standar praktik keperawatan profesional merupakan pedoman bagi


perawat di Indonesia dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan. Standar praktik tersebut
dilaksanakan oleh perawat generalis maupun spesialis di seluruh tatanan

Universitas Sumatera Utara

11

pelayanan kesehatan di rumah sakit, puskesmas, maupun tatanan kesehatan lain di
masyarakat. Standar praktik keperawatan professional di Indonesia telah
dijabarkan oleh Perasatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada tahun 2000.
Standar tersebut mengacu pada proses keperawatan yang terdiri atas lima tahap
yaitu tahap pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
(Nursalam, 2009).
2.4

Beban Kerja

2.4.1


Definisi beban kerja
Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktifitas pekerjaan

sehari-hari. Adanya massa otot yang bobotnya hampir lebih dari separuh berat
tubuh memungkinkan kita untuk dapat menggerakkan tubuh dan melakukan
pekerjaan. Pekerjaan di satu pihak mempunyai arti penting bagi kemajuan dan
peningkatan prestasi, sehingga mencapai kehidupan yang produktif sebagai salah
satu tujuan hidup. Dengan bekerja berarti tubuh akan menerima beban dari luar
tubuhnya. Dengan kata lain bahwa setiap pekerjaan merupakan beban bagi yang
bersangkutan (Tarwaka, 2015).
Menurut Tarwaka (2015), dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja
yang diterima oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap
kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang
menerima beban tersebut. Menurut Suma’mur (1984) bahwa kemampuan kerja
seorang tenaga kerja berbeda dari satu kepada lainnya dan sangat tergantung dari
tingkat keterampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan
ukuran tubuh dari pekerja yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara


12

Beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan
tugas-tugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja,
keterampilan, perilaku dan persepsi dari pekerja. Beban kerja juga dapat
didefinisikan secara professional pada berbagai faktor seperti tuntutan tugas atau
upaya-upaya yang dilakukan untuk melakukan pekerjaan (Tarwaka, 2015)
2.4.2

Proses Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode pengorganisasian yang sistematis

dalam melakukan asuhan keperawatan pada individu, kelompok dan masyarakat
yang berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respon pasien
terhadap

penyakitnya.

Proses


keperawatan

memberikan

kerangka

yang

dibutuhkan dalam asuhan keperawatan serta merupakan metode yang efisien
dalam membuat keputusan klinik (Wartonah,2006).
Proses keperawatan merupakan pedoman perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan yang dilakukan kepada pasien yang memiliki arti penting
bagi perawat maupun pasien. Bagi perawat proses keperawatan digunakan sebagai
pedoman dalam pemecahan masalah klien, menunjukkan profesionalitas serta
dapat memberikan kebebasan pada pasien untuk mendapatkan pelayanan yang
cukup sesuai dengan kebutuhannya. Bagi pasien proses keperawatan dapat
memberikan kepuasan dari pelayanan keperawatan yang sesuai dengan
pemecahan masalah keperawatan (Hidayat, 2008).
Menurut Hidayat (2008), berdasarkan pandangan beberapa ahli tentang
proses keperawatan, terdapat beberapa komponen yang dapat disimpulkan dengan

Universitas Sumatera Utara

13

melalui tahapan proses keperawatan di antaranya tahap pengkajian, tahap
diagnosa keperawatan, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan serta tahap evaluasi.
1. Tahap pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai
permasalahan yang ada. Untuk melakukan langkah ini diperlukan pengetahuan
dan kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat meliputi kemampuan observasi
secara sistematis pada klien, kemampuan berkomunikasi secara verbal atau
nonverbal, kemampuan wawancara, menjadi pendengar yang baik, dapat
dipercaya, dan melakukan pengkajian atau pemeriksaan fisik keperawatan. Dalam
tahap ini juga mengidentifikasi pola atau masalah yang mengalami gangguan yang
ada dimulai dari pengkajian pola fungsi kesehatan sehingga menggambarkan
status kesehatan pasien dan masalah kesehatan yang dialami.
Kriteria proses dalam pengkajian sebagai berikut:
a. Pengumpulan

data

dilakukan

dengan

wawancara,

observasi,

pemeriksaaan fisik, dan mempelajari data penunjang klien (pemerikasaan
laboratorium, rekam medis, dan catatan lainnya)
b. Sumber data adalah klien, keluarga atau orang lain terkait, tim kesehatan,
rekam medis
c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:
1.

Status kesehatan klien saat ini

2.

Status kesehatan klien masa lalu

3.

Respon terhadap alergi

Universitas Sumatera Utara

14

4.

Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal

5.

Masalah-masalah yang mempunyai resiko tinggi (Nursalam, 2009).

2. Tahap diagnosis keperawatan
Merupakan keputusan klinis mengenai status kesehatan seseorang,
keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan . Diagnosis
keperawatan dapat memberikan dasar pemilihan intervensi untuk menjadi
tanggung gugat perawat. Formulasi diagnosis keperawatan adalah bagaimana
diagnosis keperawatan digunakan dalam proses pemecahan masalah karena
melalui identifikasi masalah dapat digambarkan berbagai masalah keperawatan
yang membutuhkan asuhan keperawatan. Untuk menyusun diagnosis keperawatan
yang tepat, dibutuhkan beberapa pengetahuan dan keterampilan yang harus
dimiliki di antaranya kemampuan dalam memahami beberapa masalah
keperawatan, faktor yang menyebabkan masalah, batasan karateristiknya,
mekanisme penanganan masalah, berpikir kritis dan membuat kesimpulan dari
masalah.
Kriteria proses dalam diagnosis keperawatan sebagai berikut :
a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah,
dan perumusan diagnosis keperawatan
b. Komponen diagnosis keperawatan terdiri atas masalah dan penyebab
c. Bekerja sama dengan klien, dekat dengan klien dan profesi kesehatan lain
untuk memvalidasi diagnosis keperawatan
d. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosis berdasarkan data
terbaru (Nursalam, 2009).

Universitas Sumatera Utara

15

3. Tahap perencanaan
Merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan
yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalahmasalah klien. Perencanaan akan menentukan jenis intervensi keperawatan.
Semakin kompleks jenis asuhan pasien, perencanaan akan semakin penting.
Dalam melakukan tahap ini diperlukan pengetahuan dan keterampilan
diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan klien, nilai dan
kepercayaan klien, batasan praktek keperawatan, kemampuan memecahkan
masalah, mengambil keputusan, membuat strategi keperawatan yang aman,
menulis instruksi keperawatan, dan kerja sama dengan tingkat kesehatan lain.
Kegiatan dalam tahap perencanaan meliputi penentuan prioritas diagnosis,
penentuan tujuan dan hasil yang diharapkan dan menentukan rencana tindakan.
Kriteria proses dalam perencanaan keperawatan sebagai berikut :
a. Perencanaan terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana
asuhan keperawatan
b. Bekerja sama dengan klien dalam menyusun rencana asuhan keperawatan
c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan
klien
d. Mendokumentasikan rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2009).
4. Tahap pelaksanaan (implementasi)
Merupakan tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai
strategi keperawaran yang telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat harus
mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada

Universitas Sumatera Utara

16

klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak dari pasien serta memahami tingkat perkembangan pasien. Dalam
pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan yaitu tindakan jenis
mandiri atau dikenal dengan tindakan independen dan tindakan kolaborasi atau
tindakan interdependen.
Kriteria proses dalam pelaksanaan sebagai berikut :
a. Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan implementasi asuhan
keperawatan
b. Mengolaborasikan asuhan keperawatan dengan profesi kesehatan lain
untuk meningkatkan status kesehatan klien
c. Melakukan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan klien
d. Menginformasikan kepada klien tentang status kesehatannya dan fasilitasfasilitas pelayanan kesehatan yang dapat dimanfaatkan olehnya
e. Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga mengenai
konsep, keterampilan asuhan diri, serta membantu klien memodifikasi
lingkungan yang akan digunakan
f. Mengkaji ulang dan merevisi implementasi asuhan keperawatan
berdasarkan respon klien (Nursalam, 2009).
5. Tahap evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dengan cara melakukan identifikasi
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Pada tahap
evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan
mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung atau menilai dari respon klien

Universitas Sumatera Utara

17

yang disebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target
tujuan yang diharapkan disebut evaluasi hasil.
Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya,
dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu
dilakukan perubahan intervensi (Wartonah, 2006).
Kriteria Proses :
a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari implementasi
b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan
kearah pencapaian tujuan
c. Bekerja sama dengan klien dan keluarga untuk memodifikasi rencana
asuhan keperawatan
d. Mendokumentasikan hasil evaluasi (Nursalam, 2009).
2.4.3

Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan

yang berguna untuk kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan
lengkap secara tertulis. Dokumentasi proses keperawatan mencakup pencatatan
mulai dari pengkajian, mendiagnosa, merencanakan, pelaksanaan, dan evaluasi
keperawatan (Hutahaean, 2010).
2.4.4

Uraian Tugas Perawat di Unit rawat inap
Tugas pokok perawat adalah melaksanakan asuhan keperawatan kepada

pasien dan secara administratif fungsional bertanggug jawab kepada kepala ruang,

Universitas Sumatera Utara

18

secara teknis medis operasional bertanggung jawab kepada dokter ruang rawat
atau dokter penanngung jawab ruangan.
Tabel 2.1 Uraian Tugas Perawat di Unit rawat inap
No.

Kegiatan

1

Memelihara kebersihan ruang rawat dan lingkungan

2

Menerima pasien baru sesuai prosedur rumah sakit

3

Memelihara peralatan perawatan dan medis agar selalu siap pakai

4

Melaksanakan program orientasi kepada pasien tentang ruangan dan
lingkungan

5

Menciptakan hubungan kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarga

6

Mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan pasien sesuai batas
kemampuannya termasuk mengamati keadaan pasien dan melaksanakan
anamnesa

7

Menyusun rencana keperawatan sesuai kemampuannya

8

Melaksanakan tindakan keperawatan kepada pasien sesuai kebutuhan
antara lain: melaksanakan tindakan pengobatan, memberikan penyuluhan
kesehatan

9

Berperan serta melaksanakan latihan mobilisasi pada pasien agar segera
mandiri

10

Melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan

11

Memantau dan memelihara kondisi pasien, selanjutnya melakukan tindakan
yang tepat berdasarkan hasil

12

Menciptakan, memelihara hubungan kerjasama yang baik dengan tim
kesehatan

13

Berperan serta dengan tim kesehatan membahas kasus dan upaya
meningkatkan mutu asuhan keperawatan

14

Melaksanakan tugas pagi, sore, malam, dan libur secara bergilir

15

Mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh kepala ruangan

16

Melaksanakan pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan yang tepat

Universitas Sumatera Utara

19

Lanjutan Tabel 2.1

17

Melaksanakan serah terima tugas shift jaga secara lisan maupun tertulis

18

Menyiapkan pasien yang akan pulang meliputi: menyediakan formulir
untuk menyelesaikan administrasi, memberi penyuluhan kepada pasien dan
keluarga sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pasien, melatih pasien
menggunkan alat bantu yang dibutuhkan, melatih pasien melaksanakan
tindakan keperawatan di RS misalnya merawat luka dan melatih anggota
gerak, mengantar pasien pulang sampai pintu keluar ruangan

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1999
2.5

Kelelahan kerja

2.5.1

Definisi Kelelahan
Kata

Kelelahan

dapat

dikategorikan

sangat

ekslusif

dan

dapat

berdampingan dengan kondisi yang bermacam-macam. Karateristik utama dalam
kondisi ini adalah pengurangan dalam kapasitas dan/atau penurunan kerja.
(Nurmianto, 2008).
Kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang
berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan
berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja. (Suma’mur, 2009).
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh
terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.
Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan syaraf pusat terdapat
sistem aktifasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis). Istilah
kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu,
tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas
kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2015).

Universitas Sumatera Utara

20

Menurut Cameron kelelahan kerja merupakan kriteria yang kompleks yang
tidak hanya menyangkut kelelahan fisiologis dan psikologis tetapi dominan
hubungannya dengan penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan
motivasi dan penurunan produktivitas kerja. (Silastuty, 2006).
Kelelahan kerja adalah sindrom yang terdiri atas multidimensi yaitu
kelelahan emosi, depersonalisasi, rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri,
dan kelelahan fisik. Kelelahan emosi ditandai dengan terkurasnya tenaga, mudah
merasa lelah, perasaan jenuh, mudah tersinggung, sedih, tertekan, dan perasaan
terjebak dalam pekerjaan. Depersonalisasi ditandai dengan tidak perduli terhadap
orang-orang di sekitar, kecenderungan individu untuk menjauhi lingkungan
sekitar, dan kurangnya perhatian dan kepekaan terhadap kebutuhan orang lain.
Rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri ditandai dengan minder,
kecenderungan memberi evaluasi negatif terhadap diri sendiri, pekerja merasa
tidak kompeten, dan merasa gagal dalam bekerja. Kelelahan fisik ditandai dengan
kehilangan

energi,

kelelahan,

kesakitan,

dan

keluhan

fisik

lainnya

(Supriatna, 2011).
2.5.2

Jenis Kelelahan
Menurut Suma’mur (2009), terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan

otot dan kelelahan umum.
1. Kelelahan otot
Kelelahan otot ditandai dengan oleh tremor atau rasa nyeri yang terdapat
pada otot. Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui
fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi, dan gejala yang

Universitas Sumatera Utara

21

ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada
makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan
sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya kemampuan
tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam
melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerja.
2. Kelelahan umum
Kelelahan umum ditunjukkan oleh hilangnya kemauan untuk bekerja, yang
penyebabnya adalah keadaan persyarafan sentral atau kondisi psikis-psikologis.
Akar masalah kelelahan umum adalah monotoninya pekerjaan, intensitas dan
lamanya kerja mental dan fisik yang tidak sejalan dengan kehendak tenaga kerja
yang bersangkutan, keadaan lingkungan yang berbeda dari estimasi semula, tidak
jelasnya tanggung jawab, kekhawatiran yang mendalam dan konflik batin serta
kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja.
Kelelahan umum merupakan konsep yang lebih rumit. Kondisi ini
bergabung ke dalam sejumlah kelelahan lain yang sama rumitnya dalam
mendefinisikan secara tepat-stress, kebosanan, depresi dan lain-lain (Nurminato,
2008).
Menurut Wignjosoebroto (2008), Ada beberapa macam kelelahan yang
dikenal dan diakibatkan oleh faktor-faktor yang berbeda-beda yaitu :
1. Lelah otot, yang dalam hal ini biasa dilihat dalam bentuk munculnya gejala
kesakitan yang amat sangat ketika otot harus menerima beban yang berlebihan
2. Lelah visual, yaitu lelah yang diakibatkan ketegangan yang terjadi pada organ
visual (mata). Mata yang terkonsentrasi secra terus-menerus pada objek (layar

Universitas Sumatera Utara

22

monitor) seperti yang dialami oleh operator komputer akan merasa lelah.
Cahaya yang terlalu kuat yang mengenai mata juga akan bisa menimbulkan
gejala yang sama.
3. Lelah mental, dimana dalam kasus ini datangnya kelelahan bukan diakibatkan
secara langsung oleh aktifitas fisik, melainkan lewat kerja mental. Lelah
mental sering disebut lelah otak. Kelelahan mental dapat bersumber dari
overload ataupun underload, dari suatu pekerjaan yang menghasilkan
kebutuhan yang berlebihan dari pekerjaan yang tidak menarik dan mudah
tersebut (Nurmianto, 2008).
4. Lelah monotonis, adalah jenis kelelahan yang disebabkan oleh aktifitas kerja
yang bersifat rutin, monoton ataupun lingkungan kerja yang sangat
menjemukan. Di sini pekerja tidak lagi terangsang dengan pekerjaan ataupun
lingkungan kerjanya. Situasi kerja yang monoton dan menimbulkan kebosanan
akan mudah terjadi pada pekerjaan-pekerjaan yang dirancang terlalu ketat.
2.5.3

Faktor-Faktor yang menyebabkan Kelelahan
Menurut Suma’mur (1989) terdapat lima kelompok sebab kelelahan yaitu:

1. Keadaan monoton
2. Beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental
3. Keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan
4. Keadaan kejiwaan seperti tanggungjawab, kekhawatiran atau konflik
5. Penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi.
Menurut Silastuty dalam Siswanto (2006), faktor penyebab kelelahan kerja
berkaitan dengan:

Universitas Sumatera Utara

23

1. Pengorganisasian kerja yang tidak menjamin istirahat dan rekreasi, variasi
kerja dan intensitas pembebanan fisik yang tidak serasi dengan pekerjaan.
2. Faktor Psikologis, misalnya rasa tanggung jawab dan khawatir yang
berlebihan, serta konflik yang kronis/ menahun.
3. Lingkungan kerja yang tidak menjamin kenyamanan kerja serta tidak
menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan pekerja.
4. Status kesehatan (penyakit) dan status gizi.
5. Monoton (pekerjaan/ lingkungan kerja yang membosankan).
Menurut Tarwaka (2015), kelelahan kerja dapat diakibatkan pada faktorfaktor penyebab kelelahan seperti:
1. Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental
2. Problem fisik seperti tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik
3. Circadian rhythm
4. Lingkungan seperti iklim, penerangan, kebisingan, getaran, dll
5. Kenyerian dan kondisi kesehatan
6. Nutrisi
2.5.4

Gejala Kelelahan
Menurut Suma’mur (2009) ada 30 gejala atau perasaan atau tanda

kelelahan yang terbagi dalam 3 kategori yaitu :
1. Menunjukkan melemahan kegiatan.
Gejala dalam kategori ini seperti perasaan berat di kepala, menjadi lelah
seluruh badan, kaki merasa berat, sering menguap, merasa kacau pikiran,

Universitas Sumatera Utara

24

menjadi mengantuk, marasakan beban pada mata, kaku dan canggung dalam
gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, mau berbaring.
2. Menunjukkan melemahan motivasi.
Gejala dalam kategori ini seperti merasa susah berpikir, lelah berbicara,
menjadi gugup, tidak berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian
terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap
sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, tidak dapat tekun dalam pekerjaan.
3. Menunjukkan gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum yang
melelahkan.
Gejala dalam kategori ini seperti sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri
di punggung, terasa pernafasan tertekan, haus, suara serak, terasa pening,
spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat.
2.5.5

Dampak Kelelahan
Menurut Suma’mur (2009) Kelelahan yang terus menerus dalam jangka

waktu yang panjang menjelma menjadi kelelahan kronis. Rasa lelah yang dialami
oleh penderita tidak hanya terjadi sesudah melakukan pekerjaan yaitu pada sore
hari, melainkan juga selama bekerja, bahkan sebelumnya yaitu sebelum bekerja.
Pada kelelahan kronis perasaan lesu tampak sebagai suatu gejala penting. Gejalagejala psikis pada penderita kelelahan kronis adalah perbuatan penderita yang
antisosial. Kelelahan kronis cenderung menyebabkan meningkatkan absentisme
terutama mangkir kerja dan mengakibatkan tingginya angka sakit pada tenaga
kerja individual dan kelompok yang menderita kelelahan kronis.

Universitas Sumatera Utara

25

Menurut wignjosoebroto (2008) gejala-gejala yang tampak jelas akibat
kelelahan kronis dapat dicirikan sebagai :
1. Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang toleran
atau antisosial terhadap orang lain
2. Munculnya sikap apatis terhadap pekerjaan
3. Depresi yang berat dan lain-lain
2.5.6

Cara mengatasi Kelelahan
Kelelahan biasanya terjadi hanya bersifat sementara, dan dapat pulih

kembali setelah diberikan istirahat dan energi secukupnya. Jika demikian
kondisinya, maka kelelahan demikian merupakan kelelahan yang ringan. Tetapi
untuk kelelahan yang berat, diperlukan waktu yang lama untuk mengadakan
pemulihan kembali dan ada kalanya bahkan diperlukan obat-obatan untuk
memulihkan kondisi agar dapat fit kembali (Tarwaka, 2015).
Menurut Suma’mur (2009), kelelahan dapat dikurangi bahkan ditiadakan
dengan berbagai cara yang bersifat umum dan pengelolaan kondisi pekerjaan dan
lingkungan kerja di tempat kerja seperti :
a. Menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Pemberian istirahat pada dasarnya diperlukan untuk memulihkan
kesegaran fisik ataupun mental bagi diri manusia (pekerja). Jumlah total waktu
yang dibutuhkan untuk istirahat berkisar rata-rata 15% dari total waktu kerja .
Besar kecilnya presentase tersebut juga dapat tergantung dari tipe
pekerjaannya (Wignjosoebroto,2008).
b. Pengaturan cuti yang tepat

Universitas Sumatera Utara

26

Berdasarkan Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal
79 ayat b, pekerja berhak mendapatkan cuti tahunan sekurang-kurangnya 12
hari setelah pekerja tersebut bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.
c. Penyelenggaraan tempat istirahat yang memperhatikan kesegaran fisik dan
keharmonisasian mental-psikologis
d. Pemanfaatan masa libur dan peluang untuk rekreasi. Waktu libur yang
dipergunakan untuk rekreasi dapat memberikan kita kesegaran pikiran dari
penatnya tugas dan tanggung jawab pekerjaan.
e. Monotoni dan stres dalam pekerjaan dapat dikurangi dengan dekorasi warna
pada lingkungan kerja, penggunaan musik saat bekerja di tempat kerja dan
pemanfaatan waktu istirahat
f. Penerapan ergonomi yang bertalian dengan perlengkapan dan peralatan kerja
g. Cara kerja serta pengelolaan lingkungan kerja yang memenuhi persyaratan
fisiologi dan psikologi kerja
h. Pengorganisasian proses produksi yang tepat
i. Pengendalian faktor fisik seperti kebisingan, tekanan panas, ventilasi udara
ruang kerja dan penerangan serta pencahayaan di tempat kerja
j. Seleksi tenaga kerja yang cocok untuk suatu pekerjaan
k. Pelatihan untuk pembentukan keterampilan atas dasar profesionalitas
l. Supervisi dengan tujuan pengembangan potensi dan kemajuan karir
Menurut Tarwaka (2015), kelelahan diuraikan secara skematis antara
faktor penyebab terjadinya kelelahan, penyegaran dan cara menangani kelelahan
agar tidak menimbulkan resiko yang lebih parah.

Universitas Sumatera Utara

27

PENYEBAB KELELAHAN
1. Aktifitas kerja fisik
2. Aktifitas kerja mental
3. Stasiun kerja tidak ergonomis
4. Sikap paksa
5. Kerja statis
6. Kerja bersifat monotoni
7. Lingkungan kerja ekstrim
8. Psikologis
9. Kebutuhan kalori kurang
10. Waktu kerja-istirahat tidak
tepat
11. Dan lain-lain

CARA MENGATASI
1. Sesuai kapasitas kerja fisik
2. Sesuai kapasitas kerja mental
3. Redesain stasiun kerja ergonomis
4. Sikap kerja alamiah
5. Kerja lebih dinamis
6. Kerja lebih bervariasi
7. Redesain lingkungan kerja
8. Reorganisasi kerja
9. Kebutuhan kalori seimbang
10. Istirahat setiap 2 jam kerja dengan
sedikit kudapan
11. Dan lain-lain

RESIKO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Motivasi kerja turun
Performansi rendah
Kualitas kerja rendah
Banyak terjadi kesalahan
Stres akibat kerja
Penyakit akibat kerja
Cidera
Terjadi kecelakaan akibat
kerja
9. Dan lain-lain

MANAJEMEN RESIKO
1. Tindakan preventif melalui
pendekatan inovatif dan
partisipatoris
2. Tindakan kuratif
3. TIndakan rehabilitative
4. Jaminan masa tua
5. Dan lain-lain

Gambar 2.1 Penyebab Kecelakaan, Cara Mengatasi dan Manajemen Resiko Kecelakaan

Universitas Sumatera Utara

28

2.5.7

Pengukuran kelelahan Kerja
Menurut Tarwaka (2015), sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur

tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh
para peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya
kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) mengelompokkan metode pengukuran
kelelahan dalam beberapa kelompok sebagai berikut :
1. Kualitas dan kuantitas hasil kerja
Pada metode ini, kausal output digambarkan sebagai suatu jumlah proses kerja
(waktu yang digunakan dalam setiap item) atau proses operasi yang dilakukan
setiap

unit

waktu.

Namun

demikian

banyak

faktor

yang

harus

dipertimbangkan seperti: target produksi, faktor sosial, dan prilaku psikologis
dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk)
atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi
faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor.
2. Uji psiko-motor (psychomotor test)
Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor.
Salah satu cara yang dapat digunakan dengan menggunakan alat digital
reaction timer untuk mengukur waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka
waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau
dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu,
denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan
waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf
dan otot.

Universitas Sumatera Utara

29

3. Pengukuran kelelahan secara subjektif (subjective feelings of fatique)
Subjective Self Rating Tes dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC)
Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat
kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yaitu:
a. 10 Pertanyaan tentang pelemahan kegiatan
Yaitu perasaan berat di kepala, lelah seluruh badan, berat di kaki,
menguap, pikiran kacau, mengantuk, merasa beban pada mata, gerakan
canggung dan kaku, berdiri tidak stabil dan ingin berbaring.
b. 10 Pertanyaan tentang pelemahan motivasi
Yaitu susah berpikir, lelah untuk berbicara, gugup, tidak berkonsentrasi,
sulit untuk memusatkan perhatian, mudah lupa, kepercayaan diri
berkurang, merasa cemas, sulit mengontrol sikap, dan tidak tekun dalam
pekerjaan.
c. 10 Pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik
Yaitu sakit di kepala, kaku di bahu, nyeri di punggung, sesak nafas, haus,
suara serak, merasa pening, spasme di kelopak mata, tremor pada anggota
badan, dan merasa kurang sehat.
Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan
sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif biasanya terjadi
pada akhir jam kerja.
4. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)
Dalam kondisi lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan
berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk

Universitas Sumatera Utara

30

jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, di samping untuk mengukur kelelahan
juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.
2.6

Kerangka Konsep

Variabel Independen

BEBAN KERJA PERAWAT

Variabel Dependen

KELELAHAN
KERJA

Gambar 2.2 Kerangka konsep hubungan beban kerja dengan kelelahan
kerja

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Beban Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Tentara Binjai Tahun 2016

9 41 144

HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA DENGAN PERSEPSI TINGKAT PELAYANAN PADA PERAWAT BAGIAN RAWAT Hubungan Antara Kelelahan Kerja Dengan Persepsi Tingkat Pelayanan Pada Perawat Bagian Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Delanggu.

0 2 16

HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA DENGAN PERSEPSI TINGKAT PELAYANAN PADA PERAWAT Hubungan Antara Kelelahan Kerja Dengan Persepsi Tingkat Pelayanan Pada Perawat Bagian Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Delanggu.

0 3 17

PENGARUH BEBAN KERJA MENTAL TERHADAP KELELAHAN PADA PERAWAT INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTAI INDAH KAPUK JAKARTA TAHUN 2016.

11 20 41

Persepsi Perawat Rawat Inap Terhadap Beban Kerja Dan Kepuasan Kerja Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibu Dan Anak Harapan Bunda Tahun 2016.

0 0 12

Hubungan Beban Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Tentara Binjai Tahun 2016

0 0 17

Hubungan Beban Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Tentara Binjai Tahun 2016

0 0 2

Hubungan Beban Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Tentara Binjai Tahun 2016

0 0 5

Hubungan Beban Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Tentara Binjai Tahun 2016

0 1 3

Hubungan Beban Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Tentara Binjai Tahun 2016

0 0 53