PENGARUH BEBAN KERJA MENTAL TERHADAP KELELAHAN PADA PERAWAT INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTAI INDAH KAPUK JAKARTA TAHUN 2016.

(1)

UNIVERSITAS UDAYANA

PENGARUH BEBAN KERJA MENTAL TERHADAP

KELELAHAN PADA PERAWAT INSTALASI RAWAT INAP

RUMAH SAKIT PANTAI INDAH KAPUK JAKARTA TAHUN

2016

BAYU HERMAWAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016


(2)

UNIVERSITAS UDAYANA

PENGARUH BEBAN KERJA MENTAL TERHADAP

KELELAHAN PADA PERAWAT INSTALASI RAWAT INAP

RUMAH SAKIT PANTAI INDAH KAPUK JAKARTA TAHUN

2016

BAYU HERMAWAN NIM. 1220025032

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016


(3)

UNIVERSITAS UDAYANA

PENGARUH BEBAN KERJA MENTAL TERHADAP

KELELAHAN PADA PERAWAT INSTALASI RAWAT INAP

RUMAH SAKIT PANTAI INDAH KAPUK JAKARTA TAHUN

2016

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

BAYU HERMAWAN NIM. 1220025032

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui di hadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 28 Juni 2016

Pembimbing

I Made Kerta Duana, S.K.M., M.P.H. NIP. 19791117 200604 1 005


(5)

Skripsi ini telah dipresentasikan dan diujikan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 28 Juni 2016

Tim Penguji Skripsi

Penguji I

Dr. dr. Partha Muliawan, M.Sc.(OM) NIP. 19510922 198003 1 002

Penguji II

dr. I Made Ady Wirawan, MPH, Ph.D NIP. 19791117 200604 1 005


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "PENGARUH BEBAN KERJA MENTAL TERHADAP KELELAHAN PADA PERAWAT INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTAI INDAH KAPUK JAKARTA TAHUN 2016" ini tepat pada waktunya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. I Made Ady Wirawan, MPH., Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, yang telah memberikan bimbingan dan arahan untuk penyusunan skripsi ini.

2. Made Kerta Duana, S.KM, MPH. sebagai Kepala Bagian Peminatan Kesehatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat sekaligus pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan serta masukan dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Drs. Rizal Bachrun M.Psi selaku Manajer Sumber Daya Manusia

Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta yang telah memberikan ijin dan membimbing penulis hingga dapat menyelesaikan penelitian ini.

4. Ibu Alvina Gunawan selaku HR Supervisor dan Ibu Fery selaku Kepala bagian Keperawatan yang telah banyak membantu penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta.

5. Seluruh perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta yang telah mendukung dan menjadi responden dalam penelitian ini.


(7)

6. Kedua orang tua penulis, Papa Djarot Hermono dan Mama Lismawati yang telah memberikan support dan telah menemani penulis selama melakukan penelitian di Jakarta. Terima kasih atas cinta kasihnya selama ini.

7. Kakak Novi Kristina Aris Sandi dan Adik Lucas Darma Prasetya serta Eyang tercinta Sri Armelas yang telah memberikan support sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

8. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana angkatan 2012 yang telah bersama-sama saling membantu dan memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun supaya nantinya hasil yang disampaikan dalam penelitian ini berguna dan dapat dimanfaatkan dengan baik.

Denpasar, Juni 2016


(8)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

PEMINATAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Juni 2016

PENGARUH BEBAN KERJA MENTAL TERHADAP KELELAHAN PADA PERAWAT INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTAI INDAH

KAPUK JAKARTA TAHUN 2016

ABSTRAK

Beban kerja mental adalah setiap aktivitas mental yang selalu melibatkan unsur persepsi, interpretasi, dan proses mental dari suatu informasi yang disimpan. Setiap pekerjaan apa pun jenisnya yang memerlukan aktivitas mental atau pemikiran merupakan beban bagi yang melakukannya. Dampak beban kerja mental seorang yang terlalu berat sedangkan kemampuan fisik yang tidak bisa mengimbangi, maka mengakibatkan seorang perawat menderita gangguan atau penyakit akibat kerja, salah satunya adalah kelelahan kerja.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh beban kerja mental terhadap kelelahan pada perawat instalasi rawat inap Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta tahun 2016. Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling dengan sampel sebanyak 94 responden. Metode pengukuran yang digunakan untuk mengukur beban kerja mental adalah kuesioner NASA-TLX dan kuesioner KAUPK2 untuk mengukur kelelahan kerja.

Hasil pengukuran beban kerja mental didapatkan 64 perawat (68,09%) memiliki beban kerja mental sangat tinggi. Serta 90 perawat (95,74%) mengalami kelelahan. Hasil uji regresi linier menunjukkan bahwa beban kerja mental berpengaruh signifikan terhadap kelelahan yang dialami oleh perawat (p = 0,017).

Berdasarkan hasil tersebut, pentingnya pihak Manajemen Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk memiliki tim yang bertugas untuk mengevaluasi dan melakukan pemantauan secara berkala beban kerja mental perawat dan kebutuhan tenaga perawat di instalasi rawat inap sehingga pelayanan asuhan keperawatan dapat diberikan secara maksimal dan meminimalisir beban kerja mental serta kelelahan yang dialami oleh perawat.


(9)

THE INFLUENCE OF WORKLOAD MENTAL TO FATIGUE IN PATIENT INSTALLATION’S NURSES AT PANTAI INDAH KAPUK JAKARTA

HOSPITAL IN 2016 ABSTRACT

Mental workload is any mental activity which involves the elements of perception, interpretation, and mental process of kept information. Every work whatever it is requires mental activity or thoughts that are becoming burden to those who do it. The effect of workload is too heavy while physical performances could not compensate can cause a nurse suffers impaired or illness and one of them is work exhaustion.

The purpose of this research is to find out the influence of mental workload to fatigue in nurses at patient installation Pantai Indah Kapuk Hospital in Jakarta 2016. The research itself is a quantitative analytic research with cross-sectional approach. The sample collection technique was total sampling with 94 respondents of samples. The measurement method which is used to measure mental workload was NASA TLX questioner and KAUPK2 questioner.

The measurement result of mental workload was obtained 64 nurses had high mental workload. And 90 nurses were having fatigue. The result of regression linear shows that mental workload was significantly influenced to fatigue which was experienced by nurses (p = 0,017).

Based on the result, it is very important for the hospital management of pantai indah kapuk to reevaluate the nurses’ mental workload and needs of nurses power for patient installation so the care nursing service can be given maximally and minimize mental workload and exhaustion which are experienced by nurses.


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR LAMBANG, SINGKATAN, ISTILAH ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 5

1.4 Tujuan ... 5

1.4.1 Tujuan Umum ... 5

1.4.2 Tujuan Khusus ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 6

1.5.2 Manfaat Praktis ... 6

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Perawat ... 7

2.2 Beban Kerja Perawat ... 7

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja Mental ... 9

2.4 Dampak Beban Kerja Mental ... 10

2.5 Pengukuran Beban Kerja Mental... 10

2.6 Metode NASA-TLX ... 13

2.7 Kelelahan Kerja Perawat ... 17

2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan ... 18

2.9 Dampak Kelelahan Kerja ... 22


(11)

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL . 26

3.1 Kerangka Konsep ... 26

3.2 Hipotesis ... 27

3.2.1 Hipotesis Statistik ... 27

3.2.2 Hipotesis Penelitian ... 27

3.3 Variabel dan Definisi Operasional Variabel... 28

3.3.1 Variabel ... 28

3.3.2 Definisi Operasional Variabel ... 28

BAB IV METODE PENELITIAN ... 31

4.1 Desain Penelitian ... 31

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

4.3 Populasi dan Sampel ... 31

4.3.1 Populasi Penelitian ... 31

4.3.2 Sampel Penelitian ... 31

4.4 Pengumpulan Data ... 32

4.4.1 Sumber Data ... 32

4.4.2 Alur Pengumpulan Data ... 33

4.4.3 Instrumen Penelitian... 33

4.4.4 Pengolahan Data... 34

4.5 Teknik Analisis Data ... 35

4.5.1 Analisis Univariat... 35

4.5.2 Analisis Bivariat ... 35

BAB V HASIL ... 36

5.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta ... 36

5.2 Karakteristik Responden ... 38

5.3 Beban Kerja Mental Perawat ... 39

5.4 Kelelahan Perawat ... 39

5.5 Distribusi Kelelahan Perawat berdasarkan Karakteristik Responden ... 40

5.6 Pengaruh Beban Kerja Mental Terhadap Kelelahan ... 41

BAB VI PEMBAHASAN ... 42

6.1 Beban Kerja Mental Perawat ... 42

6.2 Kelelahan pada Perawat ... 43


(12)

6.4 Pengaruh Beban Kerja Mental terhadap Kelelahan... 46

6.5 Keterbatasan Penelitian ... 47

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 48

7.1 Simpulan ... 48

7.2 Saran ... 49


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Enam Indikator Beban Kerja Mental ... 13

Tabel 2.2 Perbandingan Indikator NASA-TLX ... 15

Tabel 2.3 Penggolongan Skor NASA-TLX ... 17

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ...29

Tabel 5.1 Karakteristik Perawat Instalasi Rawat Inap ...38

Tabel 5.2 Beban Kerja Mental Perawat ...39

Tabel 5.3 Kelelahan Pada Perawat ...40

Tabel 5.4 Distribusi Kelelahan Perawat Berdasarkan Karakteristik Responden ...40


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skala Rating NASA-TLX ...16 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian...27


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Informasi Dan Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Lampiran 2 Jadwal Rencana Penelitian Lampiran 3 Kuesioner Penelitian Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian Lampiran 5 Tabel STATA

Lampiran 6 Surat Keterangan Menyelesaikan Penelitian dari Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta


(16)

DAFTAR LAMBANG, SINGKATAN, ISTILAH

Daftar singkatan

PPNI : Persatuan Perawat Nasional Indonesia

NASA-TLX : National Aeronautics and Space Administration Task Load Index KAUPK2 : Kuisioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja

BUMN : Badan Usaha Milik Negara Kemenkes : Kementrian Kesehatan Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

IFRC : Industrianl Fatique Rating Comittee

SWAT : Subjective Workload Assessment Technique

HQR : Harper Qooper Rating

RSME : Rating Scale Mental Effort

PSDM : Pengembangan Sumber Daya Manusia

Daftar lambang % = Persen < = Lebih kecil

≤ = Lebih kecil sama dengan > = Lebih besar

≥ = Lebih besar sama dengan N = Besar populasi

n = Besar sampel

Z = Tingkat kepercayaan, sebesar 95% sehingga nilainya 1,96 P = Proporsi kejadian kelelahan


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan penduduk sekaligus indikator keberhasilan program pembangunan. Salah satu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan bagi seluruh penduduk adalah peningkatan pelayanan kesehatan yang didukung oleh sarana dan prasarana kesehatan yang memadai. Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan masyarakat (public services) khususnya pelayanan kesehatan rujukan yang komprehensif, terpadu dan efisien, serta dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau (Ilyas, 2002). Kebutuhan akan kesehatan pada masyarakat modern saat ini semakin kompleks. Hal ini mendorong pertambahan jumlah rumah sakit. Jumlah rumah sakit di seluruh wilayah Indonesia saat ini mencapai 2.025, terbagi menjadi rumah sakit milik pemerintah, swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Angka ini terus meningkat seiring dengan kebutuhan akan pelayanan kesehatan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Selain penambahan akan jumlah rumah sakit, sistem manajemen yang baik juga harus diperhatikan demi mencapai “Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia” sesuai Permenkes No. 659/MENKES/PER/2009 (Revalicha, 2012). Untuk mencapai tujuan ini, salah satu persyaratan yang diperlukan adalah sumber daya manusia yang ada dalam organisasi rumah sakit tersebut. Manajemen sumber daya manusia pada hakekatnya merupakan bagian integral dari keseluruhan manajemen rumah sakit dan


(18)

sumber daya manusia merupakan modal dan kekayaan yang terpenting dari seluruh kegiatan yang dilaksanakan di rumah sakit (Fathoni, 2006). Menghadapi persaingan global yang ditandai dengan semakin mudahnya investor asing menanamkan modalnya di bidang kesehatan, maka menjadi sebuah keharusan bagi rumah sakit untuk mengelola dan menyiapkan sumber daya manusia yang handal, terampil, kreatif, dan memiliki motivasi yang tinggi. Salah satu sumber daya manusia di dalam organisasi sebuah rumah sakit yang dituntut untuk bekerja secara profesional demi memberikan pelayanan yang berkualitas untuk pasien adalah perawat.

Menurut Amelia (2009) rumah sakit merupakan industri jasa yang memiliki ciri bentuk produknya tidak dapat disimpan dan diberikan dalam bentuk individual, serta pemasaran yang menyatu dengan pemberi pelayanan, sehingga diperlukan sikap dan

perilaku khusus dalam menghadapi konsumen. Tenaga perawat yang merupakan “the

caring profession” mempunyai kedudukan yang penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikan berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual. Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan yang dilaksanakan selama 24 jam dan berkesinambungan dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Perawat selalu dituntut dapat menjadi figur yang dibutuhkan oleh pasiennya, dapat bersimpati kepada pasien, selalu menjaga perhatiannya, fokus dan hangat kepada pasien.

Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai tenaga medis, perawat rentan mengalami kelelahan, baik itu kelelahan fisik maupun kelelahan mental. Semakin meningkatnya tuntutan tugas yang dihadapi oleh perawat, maka risiko untuk terjadinya kelelahan semakin tinggi.Berdasarkan hasil survei dari PPNI tahun 2006, sekitar 50,9% perawat yang bekerja di empat propinsi di Indonesia mengalami


(19)

kelelahan, stres kerja, sering pusing, tidak bisa beristirahat karena beban kerja terlalu tinggi dan menyita waktu, gaji rendah tanpa insentif memadai (Rachmawati, 2008). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Vilia dan Larasati (2013) pada perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung didapatkan perawat di instalasi rawat inap mengalami kondisi sangat lelah. Sedangkan penelitian Fatona (2015) pada perawat rawat inap di RS PKU Aisyiyah Boyolali didapatkan tingkat kelelahan tertinggi dialami oleh perawat pada shift malam. Begitu pula hasil penelitian Widyasari (2010) pada perawat di Rumah Sakit Islam Yarsis Surakarta, dari 30 perawat yang diteliti, 22 perawat (73,33%) mengalami kelelahan.

Kelelahan kerja yang dialami oleh perawat dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, dan masa kerja. Sedangkan faktor eksternal diantaranya beban kerja fisik maupun mental, waktu istirahat, shift kerja, dan lingkungan kerja (Setyawati, 2010). Salah satu faktor yang menarik untuk diteliti adalah beban kerja mental. Beban kerja mental pada perawat meliputi observasi pasien selama pasien tersebut dirawat, banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan demi kesehatan dan keselamatan pasien, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tidak mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan, tuntutan keluarga untuk kesehatan dan keselamatan penderita, harapan manajemen rumah sakit terhadap pelayanan yang berkualitas, selalu dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat terkait asuhan keperawatan, serta tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Dari beberapa jenis tugas yang harus dilaksanakan oleh perawat tersebut, terlihat bahwa mereka melaksanakan mental task yang memiliki beban kerja mental yang tinggi, meskipun mereka juga melakukan tugas-tugas fisik tetapi mental task mereka juga cukup untuk menambah beban kerja mereka (Rozy, 2011). Hal ini ditambah dengan temuan bahwa selain melakukan


(20)

asuhan keperawatan ternyata perawat tidak jarang melakukan kegiatan di luar tanggung jawabnya. Menurut penelitian Sihotang (2012) dimana hampir seluruh perawat mengerjakan pekerjaan di luar tugas pokok dan fungsi asuhan keperawatan, seperti melakukan pekerjaan mengambil diet makanan di dapur, menyajikan makanan keruangan pasien, melakukan penulisan resep, menyapu ruangan, mengepel lantai ruangan, membersihkan kamar mandi, membersihkan jendela dan sebagainya. Hal ini menambah beban kerja mental yang dialami oleh perawat. Beban kerja mental yang melebihi kemampuan perawat dapat menimbulkan kelelahan. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Mubarok (2007) dimana terdapat hubungan yang signifikan antara kelelahan dengan peningkatan beban kerja mental.

Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta adalah salah satu rumah sakit swasta terbaik di Indonesia. Rumah sakit ini terletak di Jalan Pantai Indah Utara No. 3 Jakarta Utara. Berdasarkan review yang ditulis didalam situs Find The Best Indonesia (2015), Rumah sakit Pantai Indah Kapuk adalah rumah sakit swasta kelas B, dimana mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan sub-spesialis. Rumah sakit ini juga menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Fasilitas kesehatan maupun penunjang sangat lengkap. Terdiri dari 150 tempat tidur dengan berbagai kelas hingga ketersediaan dokter umum hingga dokter sub-spesialis yang cukup lengkap. Pengelolaan manajemen yang profesional membuat rumah sakit ini dipercaya oleh masyarakat.

Dalam menjalankan tugasnya, perawat di rumah sakit Pantai Indah Kapuk ini tidak terlepas dengan kelelahan. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan pada perawat bagian instalasi rawat inap didapatkan 3 dari 6 orang yang diwawancarai merasa kelelahan. Kelelahan ini diakibatkan oleh banyaknya pasien yang ditangani


(21)

dan merasa beban kerja yang tinggi. Hal ini mendorong penulis untuk meneliti tentang pengaruh beban kerja mental terhadap kelelahan pada perawat Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, diketahui bahwa perawat berisiko untuk mengalami kelelahan. Kelelahan pada perawat merupakan perasaan kelelahan akibat dari aktivitas pekerjaan yang dilakukannya meliputi asuhan keperawatan, serta kegiatan lain di luar tugasnya sebagai perawat. Dari beberapa jenis tugas yang harus dilaksanakan oleh perawat, terlihat bahwa mereka melaksanakan mental task yang memiliki beban kerja mental yang tinggi.

Survei pendahuluan yang dilakukan di rumah sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta pada perawat bagian instalasi rawat inap didapatkan 3 dari 6 orang yang diwawancarai merasa kelelahan. Kelelahan ini diakibatkan oleh banyaknya pasien yang ditangani dan merasa beban kerja yang tinggi. Oleh sebab itu, penulis ingin mengetahui dan meneliti tentang pengaruh beban kerja mental terhadap kelelahan pada perawat Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta Tahun 2016.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana pengaruh beban kerja mental terhadap kelelahan pada perawat Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta Tahun 2016?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh beban kerja mental terhadap kelelahan pada perawat Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta Tahun 2016.


(22)

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran beban kerja mental perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta.

b. Mengetahui kejadian kelelahan perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta.

c. Mengetahui distribusi kelelahan berdasarkan karakteristik responden.

d. Mengetahui pengaruh beban kerja mental terhadap kelelahan perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Dapat menambah informasi, wawasan, dan pengetahuan mengenai pengaruh beban kerja mental terhadap kelelahan.

2. Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai referensi oleh peneliti selanjutnya.

1.5.2 Manfaat Praktis

Sebagai review dan perbaikan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas pelayanan Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja khususnya mengenai produktivitas kerja dimana topik penelitiannya mengenai pengaruh beban kerja mental terhadap kelelahan pada perawat Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta Tahun 2016.


(23)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perawat

Perawat merupakan salah satu tenaga medis di rumah sakit yang memberikan pelayanan untuk menunjang kesembuhan pasien, oleh sebab itu peran perawat di rumah sakit sangatlah dibutuhkan. Makagiansar (2008) mendefinisikan perawat sebagai orang yang memiliki kemampuan menilai masalah keperawatan, memutuskan dan menentukan pilihan mengenai jenis tindakan asuhan yang diperlukan. Dalam undang-undang kesehatan RI No. 23 Tahun 1992 perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melaksanakan tindakan keperawatan berdasar ilmu yang dimiliki yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Sedangkan Permenkes RI No. HK. 02.02/MENKES/148/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat, definisi perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2.2 Beban Kerja Perawat

Setiap pekerjaan yang dilakukan seseorang merupakan beban kerja baginya, beban-beban tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut sebagai beban kerja. Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari, menurut Everlyn (2004) mengatakan bahwa beban kerja adalah keadaan di mana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Definisi tersebut sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Manuaba (2000)


(24)

yang menyatakan beban kerja merupakan kemampuan tubuh dalam menerima pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi setiap beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dan seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut (Munandar, 2001).

Beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh seorang perawat selama bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan (Robot, 2009). Menurut Supriatna (2012) beban kerja perawat terdiri atas beban kerja fisik dan beban kerja mental.

1. Beban Kerja Fisik Perawat

Beban kerja fisik adalah seluruh kegiatan atau aktivitas yang memerlukan energi fisik manusia sebagai sumber tenaganya dimana performansi kerja sepenuhnya akan tergantung pada manusia yang berfungsi sebagai sumber tenaga (Supriatna, 2012)

Beban kerja fisik perawat meliputi mengangkat pasien, memandikan pasien, membantu pasien ke kamar mandi, mendorong peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur pasien, mendorong brankart pasien, serta aktivitas lain terkait asuhan keperawatan.

2. Beban Kerja Mental Perawat

Menurut Prabawati (2012) beban kerja mental adalah suatu konsep yang tidak memisahkan faktor fisik dan faktor psikologis yang saling berpengaruh dalam diri manusia. Sedangkan menurut Grandjean (1995) menyatakan bahwa setiap aktivitas mental akan selalu melibatkan unsur persepsi, interpretasi, dan proses mental dari suatu informasi yang disimpan.


(25)

Beban kerja mental perawat meliputi observasi pasien selama pasien tersebut dirawat, banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan demi kesehatan dan keselamatan pasien, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tidak mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan, tuntutan keluarga untuk kesehatan dan keselamatan penderita, harapan manajemen rumah sakit terhadap pelayanan yang berkualitas, selalu dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat terkait asuhan keperawatan, serta tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

Dalam penelitian ini, penulis berfokus pada beban kerja mental perawat, mengingat dari beberapa jenis tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang perawat, terlihat bahwa mereka melaksanakan mental task yang memiliki beban kerja mental yang tinggi. Meskipun mereka juga melakukan tugas-tugas fisik tetapi mental task mereka juga cukup untuk menambah beban kerja mereka (Rozy, 2011).

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja Mental

Beban kerja mental dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti hubungan antara tuntutan tugas dengan performansi tugas, kewaspadaan pekerja agar tetap fokus pada suatu pekerjaan untuk periode waktu yang cukup lama, jenis pekerjaan, situasi pekerjaan tertentu, waktu penyelesaian yang tersedia, serta faktor individu seperti tingkat motivasi, keahlian, kejenuhan serta toleransi performansi yang diijinkan (Simanjuntak, 2010).

Perawat bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keselamatan pasien selama 24 jam dimana mereka dituntut untuk tetap fokus dan siap siaga apabila pasien membutuhkan sesuatu terkait pelayanan kesehatan. Perawat juga dituntut memiliki keahlian dan ketelitian yang tinggi dalam melakukan asuhan keperawatan, karena


(26)

kesalahan sekecil apapun di dalam memberikan perawatan dapat mengancam keselamatan pasiennya. Dari beberapa jenis tugas yang harus dilaksanakan oleh perawat tersebut, terlihat bahwa mereka melaksanakan mental task yang memiliki beban kerja mental yang tinggi. Meskipun mereka juga melakukan tugas-tugas fisik tetapi mental task mereka juga cukup untuk menambah beban kerja mereka (Rozy, 2011).

2.4 Dampak Beban Kerja Mental

Dampak beban kerja mental seorang perawat yang terlalu berat sedangkan kemampuan fisik yang tidak bisa mengimbangi, maka mengakibatkan seorang perawat menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Selain itu beban kerja berlebih dapat menimbulkan kelelahan kerja, stres psikologi, rasa tertekan, rasa tidak nyaman, hingga terjadinya kelalaian atau kesalahan dalam asuhan keperawatan (Prihatini, 2007). Selain itu juga muncul reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala, mudah marah, mudah tersinggung dan jenuh terhadap pekerjaan tersebut.

2.5 Pengukuran Beban Kerja Mental

Metode pengukuran beban kerja mental menurut Widyanti, dkk (2010) diantaranya National Aeronautics and Space Administration Task Load Index (NASA-TLX), Subjective Workload Assessment Technique (SWAT), Harper Qooper Rating (HQR), dan Rating Scale Mental Effort (RSME).

1. National Aeronautics and Space Administration Task Load Index (NASA-TLX)

Metode NASA-TLX merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis beban kerja mental yang dihadapi oleh pekerja dengan melakukan berbagai aktivitas dalam pekerjaannya. Metode ini di


(27)

kembangkan oleh Sandra G. Hart dari NASA-Ames Research Center dan Lowell E. Staveland dari San Jose State University pada tahun 1981 berdasarkan munculnya kebutuhan pengukuran subjektif. Di dalam kuesioner NASA-TLX ini, responden diminta untuk memberikan rating dan pembobotan di setiap indikator. Adapun kelebihan metode ini adalah lebih sensitif terhadap berbagai kondisi pekerjaan, setiap indikator penilaian mampu memberikan sumbangan informasi mengenai struktur tugas, proses penentuan keputusan lebih cepat dan sederhana, dan lebih praktis diterapkan dalam lingkungan operasional (Ratna, 2009)

2. Subjective Workload Assessment Technique (SWAT)

SWAT adalah prosedur pemberian skala yang di disain untuk tugas penting yang banyak dari seseorang yang berpengaruh pada mental serta berhubungan dengan pelaksanaan atau performansi tugas yang bervariasi. Metode ini dikembangkan oleh Reid dan Nygren dengan menggunakan dasar metode penskalaan conjoint. SWAT berbeda dengan pengukuran subyektif lainnya karena dikembangkan dengan teliti dan berakar pada teori pengukuran formal, khususnya teori pengukuran conjoint. Terdapat kelebihan dan kekurangan dari pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT ini. Kelebihan metode ini yaitu pengukuran dilakukan berdasarkan teori pengukuran formal, yaitu teori pengukuran conjoint, dapat digunakan pada data tunggal maupun berkelompok dan dapat digunakan untuk penilaian secara global yang diaplikasikan pada ruang lingkup yang lebih luas. Kelemahan dari SWAT yaitu penggunaaan kata-kata secara lisan yang beresiko menimbulkan konotasi yang berbeda untuk


(28)

setiap individu serta memerlukan program conjoint analysis untuk menghitung besarnya beban kerja mental (Ratna, 2009).

3. Harper Qooper Rating (HQR)

HQRadalah suatu alat pengukuran beban kerja dalam hal ini untuk analisa Handling Quality dari perangkat terbang di dalam cockpit. Metode ini terdiri dari sepuluh angka rating dengan masing–masing keterangannya yang berurutan mulai dari kondisi yang terburuk hingga kondisi yang paling baik, serta kemungkinan–kemungkinan langkah antisipasinya. Rating ini dipakai oleh pilot evaluator untuk menilai kualitas kerja dari perangkat yang diuji didalam cockpit pesawat terbang. Kelemahan metode ini adalah hanya dapat digunakan pada jenis pekerjaan dalam dunia penerbangan (Widyanti, dkk, 2010).

4. Rating Scale Mental Effort (RSME)

Rating Scale Mental Effort (RSME) merupakan metode pengukuran beban kerja subyektif dengan skala tunggal. Responden diminta untuk memberikan tanda pada skala 0-150 dengan deskripsi pada beberapa titik acuan. Metode ini jarang digunakan karena memiliki banyak kelemahan, salah satunya adalah belum teruji validitasnya (Ratna, 2009).

Namun dari beberapa metode tersebut, metode yang paling banyak digunakan dan terbukti memberikan hasil yang baik adalah NASA-TLX (Hancock dan Meshkati, 1988). Penelitian tentang pengukuran beban kerja mental pada perawat pernah dilakukan oleh Hidayat, dkk (2013) di rumah sakit XYZ dan didapatkan hasil bahwa seluruh perawat di rumah sakit tersebut memiliki beban kerja mental yang tinggi.


(29)

2.6 Metode NASA-TLX

Metode NASA-TLX merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis beban kerja mental yang dihadapi oleh pekerja yang harus melakukan berbagai aktivitas dalam pekerjaannya. Metode ini di kembangkan oleh Sandra G. Hart dari NASA-Ames Research Centerdan Lowell E. Staveland dari San Jose State University pada tahun 1981berdasarkan munculnya kebutuhan pengukuran subjektif yang terdiri dari skala sembilanfaktor (kesulitan tugas, tekanan waktu, jenis aktivitas, usaha fisik, usaha mental, performansi, frustasi, stress dan kelelahan). Dari sembilan faktor ini disederhanakan lagi menjadi enam yaitu Mental demand (MD), Physical demand (PD), Temporal demand (TD), Performance (P), Frustation level (FR). Keterangan dari enam kebutuhan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1Enam Indikator Beban Kerja Mental

Skala Keterangan

Mental Demand (MD) Seberapa besar aktivitas mental dan perseptual yang dibutuhkan untuk melihat, mengingat dan mencari. Apakah pekerjaan tersebut sulit, sederhana atau kompleks. Longgar atau ketat

Physical Demand (PD) Jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan (misalnya mendorong, menarik dan mengontrol putaran)

Temporal Demand (TD) Jumlah tekanan yang berkaitan dengan waktu yang dirasakan selama elemen pekerjaan berlangsung. Apakah


(30)

pekerjaan perlahan atau santai atau cepat dan melelahkan

Performance (OP) Seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya

Frustation Level (FR) Seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung, terganggu, dibandingkan dengan perasaan aman, puas, nyaman dan kepuasaan diri yang dirasakan Effort (EF) Seberapa keras kerja mental dan fisik

yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan

Langkah-langkah pengukuran dengan menggunakan NASA TLX adalah sebagai berikut (Hancock dan Meshkati, 1988):

1. Pembobotan

Pada bagian ini responden diminta untuk memilih salah satu dari dua indikator yang dirasakan lebih dominan menimbulkan beban kerja mental terhadap pekerjaan tersebut. Kuesioner NASA-TLX yang diberikan berupa perbandingan berpasangan. Dari kuesioner ini dihitung jumlah tally dari setiap indikator yang dirasakan paling berpengaruh. Jumlah tally menjadi bobot untuk tiap indikator beban mental. Berikut tabel perbandingan indikator NASA TLX:


(31)

Tabel 2.2 Perbandingan Indkator NASA-TLX

MD PD TD OP EF FR

MD PD TD OP EF FR

2. Pemberian rating

Pada bagian ini responden diminta memberi rating terhadap keenam indikator beban kerja mental. Rating yang diberikan adalah subyektif tergantung pada beban mental yang dirasakan oleh responden tersebut. Berikut gambar skala


(32)

Gambar 2.1 Skala Rating NASA-TLX 3. Menghitung nilai indikator

Diperoleh dengan mengalikan rating dengan bobot faktor untuk masing-masing indikator. Dengan demikian didapatkan nilai keenam indikator tersebut 4. Menghitung Weighted Workload (WWL)


(33)

5. Menghitung rata-rata WWL

Diperoleh dengan membagi WWL dengan jumlah bobot total. Rumus menghitung rata-rata WWL dapa dilihat dibawah ini:

Skor = ∑ WWL 15

Skor yang didapat dalam perhitungan dapat digolongkan menjadi lima golongan. Berikut tabel penggolongan skor dalam NASA-TLX:

Tabel 2.3 Penggolongan Skor NASA-TLX

Nilai Golongan Beban Kerja Mental

0-9 Rendah

10-29 Sedang

30-49 Agak Tinggi

50-79 Tinggi

80-100 Sangat Tinggi

2.7 Kelelahan Kerja Perawat

Kelelahan kerja adalah respon total individu terhadap stres psikososial yang dialami dalam satu periode waktu tertentu dan kelelahan kerja itu cenderung menurunkan prestasi maupun motivasi pekerja yang bersangkutan. Kelelahan kerja merupakan kriteria yang lengkap tidak hanya menyangkut kelelahan yang bersifat fisik dan psikis saja tetapi lebih banyak kaitannya dengan adanya penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan motivasi, dan penurunan produktivitas kerja (Cameron, 1973). Kelelahan kerja tidak dapat didefinisikan secara jelas, tetapi dapat dirasakan sebagai perasaan kelelahan kerja disertai adanya perubahan waktu reaksi yang menonjol maka indikator perasaan kelelahan kerja dan waktu reaksi dapat


(34)

dipergunakan untuk mengetahui adanya kelelahan kerja. Perasaan kelelahan kerja adalah gejala subjektif kelelahan kerja yang dikeluhkan pekerja yang merupakan semua perasaan yang tidak menyenangkan (Setyawati, 2010).

Kelelahan kerja pada perawat adalah perasaan kelelahan akibat dari aktivitas pekerjaan yang dilakukannya meliputi asuhan keperawatan, serta kegiatan lain di luar tugasnya sebagai perawat serta ditandai dengan penurunan motivasi, penurunan produktivitas kerja, dan penurunan kondisi fisik. Perawat merupakan salah satu pekerja sosial yang rentan mengalami kelelahan kerja. Pernyataan tersebut didukung oleh Safaat (2010) yang menggunakan istilah kelelahan kerja untuk mendefinisikan sindrom khusus dari profesi pelayan sosial seperti pekerja sosial karena pekerjaan mereka secara konstan mendapat tekanan atau stres.

2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan

Kelelahan dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, dan kondisi kesehatan perawat (Aya, 2009).

1. Umur

Umur seseorang akan mempengaruhi kondisi tubuh. Semakin tua umur seseorang semakin besar tingkat kelelahan. Fungsi faal tubuh yang dapat berubah karena faktor usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas kerja seseorang. Seseorang yang berumur muda sanggup melakukan pekerjaan berat dan sebaliknya jika seseorang berusia lanjut maka kemampuan untuk melakukan pekerjaan berat akan menurun karena merasa cepat lelah dan tidak bergerak dengan gesit ketika melaksanakan tugasnya sehingga mempengaruhi kinerjanya (Suma’mur, 1996).


(35)

2. Jenis Kelamin

Pada umumnya wanita hanya mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik atau kekuatan otot pria (Tarwaka, dkk, 2004). Bagi seorang wanita, jantung harus bekerja memompa darah yang mengandung oksigen lebih berat dari pada pria untuk mengalirkan satu liter oksigen ke jaringan-jaringan tubuh (Bridger, 2003). Dengan demikian, untuk mendapatkan hasil kerja yang sesuai maka harus diusahakan pembagian tugas antara pria dan wanita. Hal ini harus disesuaikan dengan kemampuan, kebolehan, dan keterbatasannya masing-masing. Berdasarkan hasil penelitian pada perawat di RS Syarif Hidayatullah Jakarta didapatkan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan yang bermakna dengan kelelahan (Aya, 2009).

3. Pendidikan

Pendidikan memberikan pengetahuan bukan hanya langsung berhubungan dengan pelaksanaan tugas, akan tetapi juga berdasarkan unit pengembangan diri serta kemampuan untuk memanfaatkan semua sarana yang ada untuk kelancaran tugasnya. Pendidikan merupakan kekuatan dinamis dalam mempengaruhi semua aspek kepribadian serta kehidupan individu (Aya, 2009).

4. Masa Kerja

Masa kerja dapat mempengaruhi pekerja baik pengaruh positif maupun negatif. Pengaruh positif terjadi bila semakin lama seorang pekerja bekerja maka akan berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya pengaruh negatif terjadi bila semakin lama seorang pekerja bekerja akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan. Semakin lama seorang pekerja


(36)

bekerja maka semakin banyak pekerja terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Budiono, dkk, 2003). Dampak negatif lainnya berupa adanya batas ketahanan tubuh terhadap proses kerja yang berakibat terhadap timbulnya kelelahan. Pekerjaan yang dilakukan secara kontinyu dapat berpengaruh terhadap sistem peredaran darah, sistem pencernaan, otot, syaraf dan sistem pernafasan (Suma’mur, 1996). Berdasarkan penelitian Hestya (2012) didapatkan perawat yang memiliki masa kerja >1 tahun mengalami kelelahan sebesar 80%.

Sedangkan faktor eksternal diantaranya beban kerja fisik maupun mental, waktu istirahat, shift kerja, dan lingkungan kerja (Setyawati, 2010).

1. Beban Kerja Fisik

Beban kerja fisik adalah suatu perbedaan antara kapasitas atau kemampuan pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi (Tarwaka, 2013). Beban kerja fisik (physical workload) merupakan beban yang diterima tubuh akibat melaksanakan suatu aktivitas kerja. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mendorong, mengangkat, merawat, mengangkut. Beban kerja yang melebihi kemampuan akan mengakibatkan kelelahan kerja (Departemen Kesehatan RI, 1991). Berdasarkan penelitian Hariyono, dkk (2009) pada perawat di Rumah Sakit Islam Yogyakarta didapatkan hubungan yang signifikan antara beban kerja fisik dengan kelelahan.


(37)

2. Beban Kerja Mental

Beban kerja mental menurut Grandjean (1995) adalah setiap aktivitas mental akan selalu melibatkan unsur persepsi, interpretasi, dan proses mental dari suatu informasi yang disimpan. Beban kerja berlebih secara fisik maupun mental dapat menyebabkan seorang pekerja mengalami kelelahan. Penelitian Kasmarani (2012) pada perawat IGD RSUD Cianjur didapatkan adanya pengaruh beban kerja mental terhadap stres dan kelelahan.

3. Waktu Istirahat

Pada umumnya kelelahan bersifat sementara dan dapat dikurangi dengan beristirahat. Waktu istirahat tidak hanya untuk menghentikan pekerjaan tetapi harus dapat memberikan suasana rileks. Waktu istirahat dapat mengurangi kebosanan, mengantuk, dan meningkatkan output produksi (Suma’mur, 1996). Penelitian Hulu (2003) menunjukkan ada pengaruh pemberian waktu istirahat pendek terhadap kelelahan dengan menurunnya tingkat kelelahan dan meningkatnya tingkat produktivitas.

4. Shift Kerja

Shift adalah kerja yang dibagi secara bergiliran dalam waktu 24 jam (Simanjuntak, 1997). Ciri khas dari kerja shift yaitu terdapatnya kontinuitas, pergantian kerja secara bergilir dan terdapat jadwal khusus. Kerja bergilir dikatakan kontinyu apabila dikerjakan selama 24 jam setiap hari termasuk hari minggu dan hari libur (ILO, 1998). Beberapa penelitian tentang shift kerja diperoleh bahwa tingkat kelelahan tenaga kerja yang bekerja pada shift pagi lebih tinggi dari yang bekerja pada shift malam dan


(38)

suhu lingkungan kerja memberikan kontribusi yang paling besar terhadap tingkat kelelahan kerja. Penelitian Hestya (2012) didapatkan bahwa kelelahan paling banyak dialami oleh perawat pada shift pagi Sebesar 36,36%.

5. Lingkungan Kerja

Faktor lingkungan kerja seperti suhu, kebisingan, getaran, pencahayaan, dan ventilasi dapat mempengaruhi kenyamanan fisik, sikap mental, output, dan kelelahan pada pekerja (Setyawati, 2010). Penelitian Hestya (2012) didapatkan 11 dari 35 perawat yang bekerja pada ruangan yang iklim kerjanya tidak memenuhi syarat mengalami kelelahan.

2.9 Dampak Kelelahan Kerja

Menurut Safaat (2010), kelelahan kerja memiliki dampak yang beranekaragam dan tidak hanya merugikan diri pekerja itu sendiri. Misalnya berupa absen dari pekerjaan, komitmen yang rendah, mempunyai masalah dengan relasi kerja dan yang lainnya. Kelelahan juga merugikan tempat mereka bekerja, yaitu menurunnya kualitas pelayanan dan produksi akan menurun akibat kesalahan dalam bekerja tinggi.

Kelelahan kerja dengan kadar yang tinggi bisa menciptakan gangguan hubungan interpersonal di tempat kerja atau dalam kehidupan secara umum. Yang umum terjadi, kelelahan kerja menurunkan kemampuan dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Pekerja yang mengalami kelelahan kerja dampak minimnya adalah kehambaran, kedataran, ketidakserasian, atau ketidaktanggapan. Selain itu kelelahan kerja dapat melemahkan gairah untuk mentaati komitmen yang mengikat hubungan, misalnya komitmen untuk menepati janji atau persetujuan.


(39)

2.10 Pengukuran Kelelahan

Parameter-parameter yang dapat digunakan untuk mengukur kelelahan kerja menurut Setyawati (2010) antara lain:

1. Waktu Reaksi

Waktu reaksi adalah waktu yang terjadi antara pemberian rangsang tunggal sampai timbulnya respon terhadap rangsang tersebut. Waktu reaksi ini merupakan reaksi sederhana atas rangsang tunggal atau reaksi yang memerlukan koordinasi.

2. Uji Ketuk Jari (Finger Taping Test)

Uji ketuk jari adalah mengukur kecepatan maksimal mengetukkan jari tangan dalam suatu periode waktu tertentu. Uji ini sangat lemah karena banyak faktor yang sangat berpengaruh dalam proses mengetukkan jari dan uji ini tidak dapat dipakai untuk menguji kelelahan kerja bermacam-macam pekerjaan (Grandjean, 1995).

3. Uji Flicker Fusion

Uji flicker fusion adalah pengukuran terhadap kecepatan berkelipnya cahaya (lampu) yang secara bertahap ditingkatkan sampai kecepatan tertentu sehingga cahaya tampak berbaur sebagai cahaya yang kontinyu. Kelemahan uji ini adalah hanya dipergunakan untuk menilai kelelahan mata saja (Grandjean, 1995).

4. Uji Critical Fusion

Uji critical fusion adalah modifikasi uji flicker fusion. Uji ini dipergunakan untuk pengujian kelelahan mata yang berat dengan menggunakan Flicker Tester.


(40)

5. Uji BourdonWiersma

Uji Bourdon Wiersma adalah pengujian terhadap kecepatan bereaksi dan ketelitian. Uji ini dipakai untuk menguji kelelahan pada pengemudi.

6. Skala Industrial Fatique Rating Comite (IFRC)

Skala IFRC yang di disain untuk pekerja dengan budaya Jepang ini merupakan angket yang mengandung tiga puluh macam perasaan kelelahan. Kelemahan skala ini yaitu perasaan kelelahan yang dirasakan seorang pekerja dan tiap butir pernyataan dalam skala ini tidak dapat dievaluasi hubungannya.

7. Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2)

Kuisioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2) merupakan parameter yang digunakan dalam pengukuran perasaan kelelahan kerja sebagai gejala subyektif yang dialami pekerja dengan perasaan yang tidak menyenangkan. Parameter ini di disain oleh Setyawati (2010) khusus bagi pekerja di Indonesia dan telah teruji kesahihan dan kehandalannya untuk mengukur perasaan kelelahan pada pekerja. Instrumen pengukuran perasaan kelelahan kerja ini dipersiapkan untuk penelitian masal pada pekerja di unit-unit kerja, sehingga bersifat sederhana, sahih, handal dan berbahasa Indonesia. Kuesioner ini terdiri dari 17 pertanyaan tentang keluhan subjektif yang berisi butir-butir keluh kesah kelelahan kerja yang dapat dialami tenaga kerja di Indonesia.

8. Stroop Test.

Dalam uji ini seseorang diminta menyebutkan nama warna-warna tinta suatu seri huruf atau kata-kata. Pengujian ini dinilai kurang memadai untuk pengujian suatu keadaan kelelahan kerja.


(41)

Namun parameter yang dapat digunakan untuk mengukur perasaan kelelahan kerja adalah skala kelelahan IFRC dan KAUPK2. Skala kelelahan IFRC yang di desain untuk pekerja dengan budaya jepang ini merupakan angket yang mengandung tiga puluh macam perasaan kelelahan. Kelemahan skala ini yaitu perasaan yang dirasakan seorang pekerja dan tiap butir pernyataan dalam skala IFRC tidak dapat dievaluasi hubungannya (Setyawati, 2010). Sehingga dalam penelitian ini, penulis menggunakan kuisioner KAUPK2 untuk menilai perasaan kelelahan pada perawat.


(1)

bekerja maka semakin banyak pekerja terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Budiono, dkk, 2003). Dampak negatif lainnya berupa adanya batas ketahanan tubuh terhadap proses kerja yang berakibat terhadap timbulnya kelelahan. Pekerjaan yang dilakukan secara kontinyu dapat berpengaruh terhadap sistem peredaran darah, sistem pencernaan, otot, syaraf dan sistem pernafasan (Suma’mur, 1996). Berdasarkan penelitian Hestya (2012) didapatkan perawat yang memiliki masa kerja >1 tahun mengalami kelelahan sebesar 80%.

Sedangkan faktor eksternal diantaranya beban kerja fisik maupun mental, waktu istirahat, shift kerja, dan lingkungan kerja (Setyawati, 2010).

1. Beban Kerja Fisik

Beban kerja fisik adalah suatu perbedaan antara kapasitas atau kemampuan pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi (Tarwaka, 2013). Beban kerja fisik (physical workload) merupakan beban yang diterima tubuh akibat melaksanakan suatu aktivitas kerja. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mendorong, mengangkat, merawat, mengangkut. Beban kerja yang melebihi kemampuan akan mengakibatkan kelelahan kerja (Departemen Kesehatan RI, 1991). Berdasarkan penelitian Hariyono, dkk (2009) pada perawat di Rumah Sakit Islam Yogyakarta didapatkan hubungan yang signifikan antara beban kerja fisik dengan kelelahan.


(2)

2. Beban Kerja Mental

Beban kerja mental menurut Grandjean (1995) adalah setiap aktivitas mental akan selalu melibatkan unsur persepsi, interpretasi, dan proses mental dari suatu informasi yang disimpan. Beban kerja berlebih secara fisik maupun mental dapat menyebabkan seorang pekerja mengalami kelelahan. Penelitian Kasmarani (2012) pada perawat IGD RSUD Cianjur didapatkan adanya pengaruh beban kerja mental terhadap stres dan kelelahan.

3. Waktu Istirahat

Pada umumnya kelelahan bersifat sementara dan dapat dikurangi dengan beristirahat. Waktu istirahat tidak hanya untuk menghentikan pekerjaan tetapi harus dapat memberikan suasana rileks. Waktu istirahat dapat mengurangi kebosanan, mengantuk, dan meningkatkan output produksi (Suma’mur, 1996). Penelitian Hulu (2003) menunjukkan ada pengaruh pemberian waktu istirahat pendek terhadap kelelahan dengan menurunnya tingkat kelelahan dan meningkatnya tingkat produktivitas.

4. Shift Kerja

Shift adalah kerja yang dibagi secara bergiliran dalam waktu 24 jam (Simanjuntak, 1997). Ciri khas dari kerja shift yaitu terdapatnya kontinuitas, pergantian kerja secara bergilir dan terdapat jadwal khusus. Kerja bergilir dikatakan kontinyu apabila dikerjakan selama 24 jam setiap hari termasuk hari minggu dan hari libur (ILO, 1998). Beberapa penelitian tentang shift kerja diperoleh bahwa tingkat kelelahan tenaga kerja yang bekerja pada shift pagi lebih tinggi dari yang bekerja pada shift malam dan


(3)

suhu lingkungan kerja memberikan kontribusi yang paling besar terhadap tingkat kelelahan kerja. Penelitian Hestya (2012) didapatkan bahwa kelelahan paling banyak dialami oleh perawat pada shift pagi Sebesar 36,36%.

5. Lingkungan Kerja

Faktor lingkungan kerja seperti suhu, kebisingan, getaran, pencahayaan, dan ventilasi dapat mempengaruhi kenyamanan fisik, sikap mental, output, dan kelelahan pada pekerja (Setyawati, 2010). Penelitian Hestya (2012) didapatkan 11 dari 35 perawat yang bekerja pada ruangan yang iklim kerjanya tidak memenuhi syarat mengalami kelelahan.

2.9 Dampak Kelelahan Kerja

Menurut Safaat (2010), kelelahan kerja memiliki dampak yang beranekaragam dan tidak hanya merugikan diri pekerja itu sendiri. Misalnya berupa absen dari pekerjaan, komitmen yang rendah, mempunyai masalah dengan relasi kerja dan yang lainnya. Kelelahan juga merugikan tempat mereka bekerja, yaitu menurunnya kualitas pelayanan dan produksi akan menurun akibat kesalahan dalam bekerja tinggi.

Kelelahan kerja dengan kadar yang tinggi bisa menciptakan gangguan hubungan interpersonal di tempat kerja atau dalam kehidupan secara umum. Yang umum terjadi, kelelahan kerja menurunkan kemampuan dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Pekerja yang mengalami kelelahan kerja dampak minimnya adalah kehambaran, kedataran, ketidakserasian, atau ketidaktanggapan. Selain itu kelelahan kerja dapat melemahkan gairah untuk mentaati komitmen yang mengikat hubungan, misalnya komitmen untuk menepati janji atau persetujuan.


(4)

2.10 Pengukuran Kelelahan

Parameter-parameter yang dapat digunakan untuk mengukur kelelahan kerja menurut Setyawati (2010) antara lain:

1. Waktu Reaksi

Waktu reaksi adalah waktu yang terjadi antara pemberian rangsang tunggal sampai timbulnya respon terhadap rangsang tersebut. Waktu reaksi ini merupakan reaksi sederhana atas rangsang tunggal atau reaksi yang memerlukan koordinasi.

2. Uji Ketuk Jari (Finger Taping Test)

Uji ketuk jari adalah mengukur kecepatan maksimal mengetukkan jari tangan dalam suatu periode waktu tertentu. Uji ini sangat lemah karena banyak faktor yang sangat berpengaruh dalam proses mengetukkan jari dan uji ini tidak dapat dipakai untuk menguji kelelahan kerja bermacam-macam pekerjaan (Grandjean, 1995).

3. Uji Flicker Fusion

Uji flicker fusion adalah pengukuran terhadap kecepatan berkelipnya cahaya (lampu) yang secara bertahap ditingkatkan sampai kecepatan tertentu sehingga cahaya tampak berbaur sebagai cahaya yang kontinyu. Kelemahan uji ini adalah hanya dipergunakan untuk menilai kelelahan mata saja (Grandjean, 1995).

4. Uji Critical Fusion

Uji critical fusion adalah modifikasi uji flicker fusion. Uji ini dipergunakan untuk pengujian kelelahan mata yang berat dengan menggunakan Flicker Tester.


(5)

5. Uji Bourdon Wiersma

Uji Bourdon Wiersma adalah pengujian terhadap kecepatan bereaksi dan ketelitian. Uji ini dipakai untuk menguji kelelahan pada pengemudi.

6. Skala Industrial Fatique Rating Comite (IFRC)

Skala IFRC yang di disain untuk pekerja dengan budaya Jepang ini merupakan angket yang mengandung tiga puluh macam perasaan kelelahan. Kelemahan skala ini yaitu perasaan kelelahan yang dirasakan seorang pekerja dan tiap butir pernyataan dalam skala ini tidak dapat dievaluasi hubungannya.

7. Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2)

Kuisioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2) merupakan parameter yang digunakan dalam pengukuran perasaan kelelahan kerja sebagai gejala subyektif yang dialami pekerja dengan perasaan yang tidak menyenangkan. Parameter ini di disain oleh Setyawati (2010) khusus bagi pekerja di Indonesia dan telah teruji kesahihan dan kehandalannya untuk mengukur perasaan kelelahan pada pekerja. Instrumen pengukuran perasaan kelelahan kerja ini dipersiapkan untuk penelitian masal pada pekerja di unit-unit kerja, sehingga bersifat sederhana, sahih, handal dan berbahasa Indonesia. Kuesioner ini terdiri dari 17 pertanyaan tentang keluhan subjektif yang berisi butir-butir keluh kesah kelelahan kerja yang dapat dialami tenaga kerja di Indonesia.

8. Stroop Test.

Dalam uji ini seseorang diminta menyebutkan nama warna-warna tinta suatu seri huruf atau kata-kata. Pengujian ini dinilai kurang memadai untuk pengujian suatu keadaan kelelahan kerja.


(6)

Namun parameter yang dapat digunakan untuk mengukur perasaan kelelahan kerja adalah skala kelelahan IFRC dan KAUPK2. Skala kelelahan IFRC yang di desain untuk pekerja dengan budaya jepang ini merupakan angket yang mengandung tiga puluh macam perasaan kelelahan. Kelemahan skala ini yaitu perasaan yang dirasakan seorang pekerja dan tiap butir pernyataan dalam skala IFRC tidak dapat dievaluasi hubungannya (Setyawati, 2010). Sehingga dalam penelitian ini, penulis menggunakan kuisioner KAUPK2 untuk menilai perasaan kelelahan pada perawat.