T1__BAB VII Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dari Ritual ke Pasar: Pergeseran Makna Saguer pada Masyarakat Halmahera Utara (Studi Kasus pada Masyarakat Desa Gossoma, Halmahera Utara) T1 BAB VII

BAB VII
PERAN AKTOR DALAM PERGESERAN MAKNA SAGUER DI
HALMAHERA UTARA

Pada bagian ini penulis membahas tentang peran para aktor dalam melihat
pergeseran makna Saguer. Peran Aktor ini meliputi aktor dalam bidang produksi,
aktor dalam bidang distribusi, aktor dalam bidang konsumsi dan aktor yang dapat
melihat makna serta aturan penggunaan Saguer dalam Masyarakat Halmahera
Utara.
Fokus pada bagian ini adalah menjelaskan peran aktor dalam pergeseran
makna Saguer bagi Masyarakat Halmahera Utara. Aktor-aktor seperti: Tokoh
Agama (Mina Rahayan), Tokoh Adat (Yesayas Banari), Kepala Desa (Daniel
Rahayan), Tokoh Masyarakat (Tomi Panyi) dan Produsen Saguer (Heri Moro)
memiliki ciri khas masing-masing karena memiliki modal dan habitus yang
berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan habitus dan modal ini disebabkan
perbedaan latar belakang aktor, jika dianalogikan bahwa pergeseran makna
Saguer (dari ritual ke pasar) dengan lebih meningkatnya produksi Cap Tikus di
Halmahera Utara sebagai ranah (field) maka akan terjadi “struggle” modal dan
habitus setiap aktor.
7.1 Peran Aktor dalam Proses Distribusi Cap Tikus di Halmahera Utara
Aktor dalam distribusi Saguer di Halmahera Utara memiliki peran penting

dalam peredaran minuman yang dapat digunakan sebagai pelestarian budaya atau
dapat pula disalahgunakan menjadi minuman keras.

Pedagang Saguer

mengandalkan motif ekonomi menjadi alasan yang kuat dalam menjual hasil
olahan air nira yang ada untuk dalam produk apapun yang dibutuhkan oleh
konsumen. Namun penyalur Saguer tidak dapat semata-mata disalahkan jika
terjadi penyalahgunaan hal ini dapat pula terjadi jika Saguer yang dijual diolah
kembali dengan destilasi menjadi Cap Tikus oleh pembeli yang kurang
bertanggung jawab. Dalam penggambaran studi empiris yang telah dilakukan
distributor Cap Tikus di Halmahera Utara sangat mudah mendapatkan akses

88

dalam pemasarannya. Distributor Cap Tikus seakan-akan memiliki ruang
kebebasan dalam menginterpretasikan makna Cap Tikus kepada konsumenkonsumen muda dan pemula.
Bapak Aim Utumu sendiri sudah berpuluh-puluh tahun menyalurkan
Saguer kepada masyarakat, beliau sangat paham jika Saguer ini memiliki nilai
budaya seperti dalam acara adat maso minta, namun belakangan beliau sangat

khawatir dikarenakan penyalagunaan pergesaran makna Saguer di kalangan
masyarakat Halmahera Utara itu sendiri. Penyalahgunaan Saguer ini didarkan
pada keinginan distributor dalam mengambil keuntungan semata dari penjualan
Cap Tikus tanpa mempertimbangkan dampak buruknya. Lebih lanjut fakta di
lapangan Cap Tikus tidak berlabel sehingga distributor memiliki suatu cara untuk
melakukan interaksi sosial dengan para konsumennya melalui pengaruh bahasa
verbal, yang mengungkapkan seakan-akan bahwa Saguer dan Cap Tikus berasal
dari rantai produksi yang sama. Selain Bapak Aim Utumu, penjual Cap Tikus
seperti Bapak Inu Koda pun menyadari dampak buruk dari pergeseran makna
Saguer:

Gambar 7.1
Salah Satu Kios Tradisional Penjual Saguer di Desa Gosoma, Kecamatan
Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara
Dalam kegiatan distribusi Cap Tikus ini sebenarnya sudah sangat terbuka,
artinya barang keluar masuk sudah dari daerah ke daerah lain hal ini tidak dapat
dipungkiri bahwa kemajuan teknologi mendorong penjual memanfaatkan setiap
informasi distribusi penjualan Cap Tikus yang ada di wilayah lain selain
89


Halmahera Utara. Pada dasarnya perbedaan Saguer dan Cap Tikus yang telah
dikemas menitikberatkan pada tampilan eksternalnya. Meskipun sama-sama
berasal dari pohon Seho, olahan Cap Tikus terlihat bening seperti air putih dan
Saguer putih pekat seperti air susu, sehingga untuk memastikan bahwa produk
yang dijual oleh distributor ini memiliki dampak buruk atau tidak dapat dilihat
dari warnanya. Belum adanya peraturan yang jelas tentang Saguer ini menjadikan
perputaran modal dalam penjualan Cap Tikus terjadi dengan begitu cepat, seperti
dikutip dari pernyataan Bapak Hery Moro:
“Kalau yang membuat Saguer ya kayaknya tinggal saya sendiri.
Tapi kalau yang menjual bukan hanya saya sendiri, ada orang lain
juga. Mereka memasok minuman dari luar dan semua itu sudah
bukan Saguer lagi melainkan Cap Tikus. Kalau Cap Tikus ini kan
bahan baku, bahan mentah yang walaupun nilainya tidak setara
dalam kandungan alkohol tapi bisa memabukkan orang juga. Jadi
mungkin kalau dalam hal ada regulasi atau kebijakan pemerintah
ini sebetulnya kalau Saguer ini juga dimasukkan kalau di dalam
semacam bahan jadi ini disebut apa begitu.”

Di Desa Gosoma, Bapak Hery Moro dapat dikatakan sebagai satu-satunya
produsen Saguer alami yang ada beliau telah empat puluh tahun lebih

menjalankan usahanya, namun pedagang dan distributor Saguer yang dijumpai di
Desa Gosoma, banyak yang tidak mengambil Saguer dari Bapak Hery Moro,
mereka mengambil dari desa atau kecamatan lain, begitu pula sebaliknya, mereka
menjual hasil produksi Bapak Hery Moro ke desa atau bahkan kabupaten lain di
luar Halmahera Utara. Hasil produksi asli Saguer ini dimanfaatkan pula oleh
distributor dengan melakukan strategi marketing mix dengan melibatkan Cap
Tikus dalam penjualannya secara bersama, sehingga banyak konsumen yang tidak
menyadarinya. Secara umum kemampuan distributor dalam mengatur arena
penjualan di Halmahera Utara dapat dilihat dari tiga hal yaitu: (1) arena mikro, hal
ini dapat dilihat dari kemampuan mereka mendesain ruang tempat penjualan Cap
Tikus, (2) arena medium, distributor memasarkan produk mereka pada tempat

90

berkumpulnya para remaja, dan (3) arena makro, secara tidak langsung telah
terjadi pembiaran olah tokoh-tokoh masyarakat dan pemerintah daerah di
Halmahera Utara tentang peredaran Cap Tikus.
Saguer merupakan bahan baku asli dari air nira, sehingga Saguer
berpotensi dapat diolah kembali menjadi produk yang memiliki kandungan
alkohol yang lebih tinggi. Kebijakan pemerintah daerah merupakan susunan

undang-undang yang dibuat oleh Bupati Halmahera Utara dan telah disahkan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dalam susunan dan ketetapan undang-undang
yang ada selama ini belum mampu menjangkau dan membahas tentang potensi
minuman Saguer. Langkah-langkah yang selalu dilakukan oleh Bapak Daniel
Rahayan sebagai salah satu desa di Halmahera Utara yang merupakan penghasil
Saguer adalah tetap mengangkat isu Saguer dalam setiap pertemuan-pertemuan
formal pemerintahan. Lemahnya pengawasan dan perlindungan distribusi Saguer
di Halmahera Utara membuat distributor dapat leluasa memperluas cakupan
pemasaran Cap Tikus.
Saguer yang mulai digeser oleh Cap Tikus dalam penggunaannya juga
mendapatkan tantangan dari minuman-minuman impor kemasan bermerek yang
beredar di mini market maupun toko-toko di Halmahera Utara. Hal ini sangat
disayangkan, dikarenakan minuman impor bermerek dapat lebih mudah
menjangkau masyarakat karena distributor memiliki sistem yang baik dan modal
yang lebih banyak dibandingkan minuman tradisional Saguer. Banyaknya
minuman yang dapat menggantikan Saguer kini perlu disadari tentang
pemahaman kapitalis yang dimiliki oleh produsen minuman kini di Halmahera
Utara. Para produsen Saguer yang notabene merupakan penduduk lokal dan
menjadikan Saguer sebagai sumber perekonomian utama keluarga seperti
diungkapkan oleh Bapak Aim Utumu:

“Saya mulai berdagang itu kira-kira dari saya masih umurnya 9
tahun saya mulai berdagang Cap Tikus. Karena saya melihat Ca
Tikus ini bisa dikelola karena sudah dipelajari olah Bapak sudah
mengajari saya mengelola Cap Tikus, terpaksa saya meneruskan
membuat Cap Tikus ini.”

91

Bapak Aim Utumu merupakan satu dari sekian banyak pembuat minuman
tradisional Cap Tikus yang hingga kini masih ada. Peran aktor dalam pergeseran
makna Saguer yang dilakukan olah Bapak Inu Koda sebagai penjual Saguer
namun tahun-tahun belakangan ini telah beralih menjual Cap Tikus, dikarenakan
keuntungan dari Cap Tikus lebih menjanjikan dan semakin banyak konsumen
yang beralih ke Cap Tikus, keuntungan distributor semakin meningkat pula.
Para pedagang Cap Tikus seperti Bapak Inu Koda menjadi aktor yang
memiliki andil cukup besar terjadinya pergeseran makna Saguer. Dalam arena
penjualan Bapak Aim Utumu, Cap Tikus memiliki kuantitas persediaan yang
lebih banyak dibandingkan Saguer, hal ini menandakan bahwa Saguer mulai
jarang dikonsumsi, dan konsumen lebih berminat untuk membeli Cap Tikus yang
tentunya memiliki kadar dan dampak yang buruk. Fenomena inilah yang akhirnya

menjadi pemicu terjadinya pergeseran makna dari ritual ke pasar, para produsen,
distributor dan penjual Saguer kini seakan-akan mulai berlomba memproduksi
Cap Tikus untuk memenuhi permintaan pasar, hal ini secara tidak langsung
menjadikan makna Saguer telah direkonstruksi, seperti diungkapkan Bapak Aim
Utumu:
“Sebagai penjual Saguer juga, pembuat Saguer juga, penjual Cap
Tikus juga karena saya juga pembuat Saguer lalu masak dan
hasilnya jadi Cap Tikus. Ya saya sebagai penjual juga sebagai
penyalur dan sebagai pembuat. Kalau macam saya buat lebih
sekitar 100 botol ada orang datang ambil 30 botol datang di
rumah. Jaringannya sampai ke luar Gosoma .”

Bapak Aim Utumu sangat dikenal di Kecamatan Tobelo, para pembeli
telah mengetahui bahwa jika mereka hendak membutuhkan Saguer dan Cap
Tikus, mereka akan mendatangi tempat Bapak Aim Utumu. Belum adanya
sosialisasi dari pemerintah kepada para produsen serta larangan jual beli Cap
Tikus membuat Cap Tikus kini sangat mudah ditemukan di Halmahera Utara.
Menurut informasi yang didapatkan dari Bapak Aim Utumu, semakin banyak
kegiatan adat semakin banyak permintaan terhadap Saguer, sehingga Saguer


92

masih menjadi minat masyarakat namun dalam arena kegiatan formal, namun kini
Cap Tikus juga mulai beredar dalam kegiatan acara adat bercampur dengan
Saguer:
“Saya Cuma dalam pemasaran itu saya tidak menawarkan
terhadap orang-orang kalau saya menjualkan Cap Tikus tapi
orang di Desa Gosoma itu tau kalau saya penjual Cap Tikus dan
orang-orang mulai datang membeli Cap Tikus di saya. Saya
sebagai pemasaran terlibatnya disitu. Saya tidak menawarkan
kepada orang-orang, tapi orang-orang tau kalau saya itu penjual
Cap Tikus.”

Distributor bertarung dalam arena Saguer dan Cap Tikus untuk
memperebutkan modal ekonomi. Namun selain itu distributor juga membutuhkan
modal sosial agar dapat mendapatkan kekuasaan dalam hal pemasaran produk
mereka. Di sinilah pergeseran makna Saguer didominasi oleh distributor. Habitus
distributor mendasari terbentuknya pergeseran makna Saguer. Ranah distribusi
Cap Tikus digunakan distributor untuk memperoleh akses pemasaran yang dekat
dengan setiap lapisan masyarakat Halmahera Utara. Modal ekonomi yang dimiliki

distributor memberikan keuntungan dalam mengambil kesempatan dalam
memasarkan produk Cap Tikus yang menjadikan distributor sangat pandai dalam
hal memanipulasi modal ekonomi. Dengan demikian distributor Cap Tikus di
Halmahera Utara dapat dikatakan sangat pandai dalam mengatur ruang pemasaran
mereka.
Upaya pelestarian Saguer kini menjadi tanggung jawab para tokoh
masyarakat, kepala desa, tokoh agama dan tokoh adat. Para aktor-aktor tersebut
dapat mampu mempengaruhi para konsumen melalui pelestarian kegiatan adat
kebudayaan serta melalui upaya-upaya pengenalan nilai-nilai simbolik Saguer
kepada generasi muda. Tindakan-tindakan aktor lain sangat diharapkan untuk
mengurangi eksploitasi modal ekonomi, sosial, budaya dan simbolik yang terjadi
dalam pergeseran makna Saguer.

93

7.2 Peran Aktor dalam Produksi Cap Tikus di Halmahera Utara
Kadar alkohol pada Cap Tikus tergantung pada teknologi penyulingan
yang digunakan oleh produsen. Produsen Cap Tikus sejauh ini masih
menggunakan teknologi tradisional, yakni Saguer dimasak kemudian uapnya
disalurkan dan dialirkan melalui pipa bambu ke tempat penampungan. Tetesantetesan itulah yang kemudian dikenal dengan minuman Cap Tikus. Sisa Saguer

yang tidak terjual kemudian disuling secara tradisional menjadi minuman Cap
Tikus. Kadar alkoholnya, sesuai penilaian dari beberapa laboratorium, naik
menjadi sekitar 40 persen. Makin bagus sistem penyulingannya, dan semakin
lama disimpan, kadar alkohol Cap Tikus semakin tinggi. Di kalangan para
konsumen, Cap Tikus yang baik akan mengeluarkan nyala api biru ketika disulut
korek api.
Kesalahan produsen dalam memproduksi Cap Tikus yang terlalu banyak
adalah dampak dari peran produsen yang telah bekerjasama dengan distributor
dalam mengatur ruang harga dan makna antara Saguer dan Cap Tikus. Distributor
atau penjual Cap Tikus di Halmahera Utara cenderung mempengaruhi
kemampuan produsen dalam mengolah Saguer dan Cap Tikus untuk menawarkan
prospek ekonomi dan pendapatan yang tinggi. Kemampuan mengolah Cap Tikus
secara tradisional ini didapatkan secara turun temurun, seperti diungkapkan oleh
produsen Cap Tikus Bapak Hery Moro:
“Saya membuat Cap Tikus dari ayah saya, ayah saya pembuat Cap
Tikus. Lalu ayah saya coba mengajarkan saya untuk menjadi
pembuat Cap Tikus, karena kami sehari-harinya membuat Cap
Tikus. Kenapa saya membuat Cap Tikus? Karena saya belajar dari
orang tua saya. Orang tua saya menurunkan saya untuk membuat
Cap Tikus, karena dari Cap Tikus ini pendapatan keluarga supaya

bisa membantu dalam ekonomi.”

Pendapatan yang besar dari penjualan Cap Tikus memang telah menjadi
tumpuan kebutuhan hidup para produsen Cap Tikus di Halmahera Utara. Motivasi
dalam keluarga ini yang dijadikan para produsen untuk dapat memproduksi Cap

94

Tikus sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan dampak yang dapat terjadi.
Kemampuan para produsen dalam melakukan produksi Cap Tikus yang dilakukan
di Desa Gosoma Kecamatan Tobelo yang notabene sebagai ibu kota Kabupaten
Halmahera Utara telah mulai tersebar di wilayah lain seperti Kecamatan Kao,
Kecamatan Galela dan Kecamatan Loloda.
Rekonstruksi nilai terjadi ketika Saguer dan Cap Tikus sama-sama
digunakan dalam acara adat, Saguer sisa acara adat biasanya dikembalikan ke
produsen untuk diolah kembali menjadi Cap Tikus. Jika tidak ada acara
kebudayaan seperti maso minta, panen raya dan kegiatan adat, para produsen lebih
memilih mengolah Cap Tikus, dibanding menjual Saguer:
“Kalau ada acara adat permintaan Saguer mereka paling 2
jirigen. Kalau tidak ada acara adat saya buat menjadi produk Cap
Tikus untuk bisa membantu karena kadang orang mau kawin itu
kadang 1 bulan tidak tahu orang kawin kan musiman baru tau
orang butuh langsung mereka pakai. Kalau mereka tidak pakai
dalam perkawinan saya buat menjadi produk cap tikus dan saya
jual.”

Dari pernyataan Bapak Hery Moro tersebut, permintaan Saguer memang
bersifat musiman, sedangkan permintaan akan Cap Tikus dapat terjadi hampir
setiap hari. Dapat dikatakan bahwa terdapat pemahaman konsumen bahwa satu
seloki Cap Tikus dapat menambah darah dan semangat kerja, namun hal ini juga
tidak secara komprehensif dibenarkan karena satu sloki adalah awal, jika mulai
lebih dari itu maka dapat dikatakan telah menjadi candu. Dapat dilihat bahwa
perbandingan hasil kandungan alkohol minuman Saguer dan Cap Tikus adalah
1:8, artinya jika Saguer hanya memiliki 5 persen kandungan alkohol, Cap Tikus
memiliki 40 persen.
Jika dilihat di pabrik tradisional pengolahan Cap Tikus, biasanya terdapat
stok Saguer yang dapat dilihat oleh pembeli. Pembeli yang belum mengerti benar
biasanya akan mengira bahwa produsen sedang menyiapkan penjualan Saguer
padahal, Saguer tersebut diolah kembali menjadi Cap Tikus. karena Cap Tikus

95

penjualannya sangat cepat maka ketika Cap Tikus itu jadi biasanya langsung
diambil oleh penyalur, sehingga tidak nampak jika produsen telah memanipulasi
arena. Para produsen Cap Tikus seakan kurang peduli dan hanya mementingkan
motivasi ekonomi mereka:
“Saya tidak pernah terlibat karena saya sebagai pembuat saya
buat yang penting saya untung. Untung bisa kasih hidup keluarga,
bisa kasih sekolah keluarga. Kalau dengar sosialisasi tentang
Saguer selama ini saya belum dengar dari ketua adat, dari
pemerintah, kadang juga ada dari polisi, kadang juga masih
dilarang kalau dibuat Cap Tikus yang begitu keras.”

Beberapa produsen yang masih berperan sebagai traditional market ini
hanya membuat saja, kemudian didatangi oleh konsumen ataupun penyalur Cap
Tikus selanjutnya. Mereka melakukan produksinya di hutan-hutan wilayah
Halmahera Utara, sehingga proses pendataan dan kontrol dari pemerintah, ketua
adat dan polisi sangat terbatas. Para produsen yang memiliki sifat tradisional
memahami dampak Cap Tikus, dan pelestarian nilai Saguer, namun mereka hanya
mampu melestarikan kemampuan yang dimiliki dan menjualnya untuk kebutuhan
hidup sehari-hari.
Produsen Saguer di Halmahera dapat dikatakan telah memanipulasi modal
ekonomi berupa pendapatan mereka dari penjualan Cap Tikus yang lebih banyak.
Manipulasi modal simbolik, terjadi ketika banyak orang mengetahui bahwa aktor
produsen adalah produsen Saguer padahal mereka juga produsen Cap Tikus.
Manipulasi modal sosial tampak pada produsen yang telah bekerjasama dengan
distributor dan manipulasi modal budaya terletak bahwa para produsen
mengindahkan nilai-nilai yang ada pada Saguer dan lebih mementingkan produksi
Cap Tikus.
7.3 Peran Aktor dalam Penggunaan Cap Tikus di Halmahera Utara
Penggunaan Saguer di Halmahera Utara sudah menjadi hal yang umum.
Untuk membeli Saguer yang dapat dikonsumsi beberapa orang pembeli seperti
Har Dombo cukup mengeluarkan dana sekitar 20 ribu saja. Peran aktor konsumen

96

Saguer seperti Har Dombo menjadi aktor kunci dalam melihat adanya pergeseran
makna Saguer di Halmahera Utara. Jika pemuda seperti Har Dombo dapat
mengkonsumsi Saguer dan mempengaruhi teman-temannya hal ini secara tidak
langsung mereka dapat melestarikan salah satu budaya daerah, namun jika mereka
lebih tertarik mengkonsumsi minuman turunan Saguer yang beralkohol tinggi
seperti Cap Tikus dan jika sudah mabuk maka sebagai pemuda mereka dapat
memicu timbulnya konflik yang sangat dikhawatirkan oleh tokoh-tokoh di
Halmahera Utara. Biasanya para pemuda ini menkonsumsi Cap Tikus di ruang
yang tidak banyak terlihat. Hal ini dikatakan ketika seorang konsumen lain
bernama Engel Pangkey membeli Cap Tikus:
“Kalau untuk Cap Tikus ya anak muda jaman sekarang nakalnakal. Kalau Cap Tikus ya diibaratkan minuman sekarang kan
mahal to, orang untuk cari mabuk Cap Tikus yang orang bilang
harga yang murah terjangkau juga, kalau Cap Tikus satu botol
minimal Rp 15.000,00, kalau dibilang kalau mau beli bir ya satu
botol bisa 30 ribu atau lebih, nah seperti itu tanggapan saya .”

Gambar 7.2
Pemuda Halmahera Telah Mulai Menyukai Minuman Cap Tikus yang
Memiliki Kadar Alkohol tinggi Dibandingkan Saguer
Ketika sore hari hingga malam hari para pemuda lebih banyak
menkonsumsi Cap Tikus, hal ini dikarenakan di waktu malam hari, tidak banyak
97

orang yang tau. AKP Ali Noh selaku Kasat Sabhara Polres Halmahera Utara
menghimbau agar konsumen dapat melakukan kontrol terhadap Saguer yang telah
diolah menjadi Cap Tikus:
“Tanggapan saya tidak apa-apa apabila Saguer yang diminum
hanya untuk kegiatan adat dan masih pada batas yang bisa
dikontrol. Namun apabila sudah diluar kontrol maka inilah yang
harus diwaspadai karena saat ini banyak masalah yang terjadi
akibat dari meminum minuman keras.”

Polres

Halmahera

Utara

sendiri

telah

menerjunkan

personel

Babinkamtibmas di setiap desa agar dapat melakukan kontrol terhadap
penyalahgunaan minuman keras yaitu Saguer yang telah diolah menjadi Cap
Tikus. Polres Halmahera sendiri menyadari bahwa minuman keras tradisional
yang dikonsumsi di luar acara adat dapat memicu terjadinya konflik horisontal.
Motivasi awal mereka menkonsumsi Cap Tikus berawal dari pengaruh temanteman yang telah lebih dahulu menkonsumsi Cap Tikus. Kekhawatiran pihak
kepolisian sebagai aparat pengayom masyarakat bukan tanpa alasan, seorang
penyalur bernama Bapak Inu Koda mengungkapkan bahwa mulai dari anak-anak
sekolahpun sudah mulai mencoba meminum Cap Tikus:
“Saat ini, kebanyakan anak-anak sekolah yang berada di Tobelo
khususnya Gosoma sudah mengkonsumsi minuman ini. Oleh sebab
itu ddibutuhkan kontrol. Saya pun sebagai penjual juga sering
memperhatikan itu karena nantinya akan merugikan banyak
orang.”

Bapak Inu Koda kurang bijaksana ketika beliau harus menjual barang yang
dapat merugikan generasi penerus di Halmahera Utara. Beliau terkadang
beralasan ketika anak-anak yang belum cukup usia membeli Cap Tikus bahwa
barang sudah habis atau sudah dipesan oleh orang lain. Namun kebanyakan anakanak ini meminta bantuan orang yang lebih dewasa dan melalukan iuran untuk
membelikannya di tempat Bapak Inu Koda, hal ini yang menyebabkan beliau
juga kesulitan dalam melakukan kontrol.

98

Saguer merupakan minuman serba guna, selain dapat langsung
dikonsumsi, Saguer juga dapat diolah kembali menjadi Cap Tikus. Dapat
dikatakan bahwa Cap Tikus membidik perkumpulan non formal pemuda-pemuda
di Halmahera Utara. Dari sisi ini maka semua aktor dapat dikatakan mampu
memanfaatkan potensi Saguer jika mereka dapat memahami praksisnya, seperti
yang dikatakan oleh Tokoh Agama Mina Rahayan:
“Keberadaan Saguer di Desa Gosoma memang paling bisa
diuntungkan oleh keluarga kalau ada Saguer kita bisa untuk di
manfaatkan secara baik menjadi gula, untuk keuntungaan hari
tetapi sebagian masyarakat Gosoma tidak melihat Saguer sebagai
kebutuhan hidup,mereka lebih banyak minum mabuk, tetapi ada
juga manfaat adat budaya dalam perkawinan.”

Kebutuhan hidup yang dimaksudkan oleh Bapak Mina Rahayan adalah
bahwa Saguer tidak harus selalu dikaitkan dengan sesuatu yang memabukkan,
karena jika masyarakat lebih kreatif maka Saguer dapat dilestarikan dengan baik
tanpa harus dijadikan Cap Tikus yang memiliki kadar alkohol yang tinggi. Hal
senada juga dikatak oleh Bapak Tomy Panyi salah seorang Tokoh Masyarakat
yang ada di Tobelo:
“Menurut saya, sudah ada upaya yang dilakukan baik dari pihak
kepolisian dalam menganggulangi dampak negatif maupun pihak
pemerintah dalam hal ini pemerintah desa untuk membangun
kesadaran masyarakat akan Saguer. Hanya saja menurut saya
upaya-upaya tersebut belum berjalan maksimal. Masyarakat belum
terlalu mendukung segala upaya tersebut. Selain itu belum ada
juga pelatihan-pelatihan untuk mengubah Saguer ini untuk menjadi
produk lain.”

Pelatihan-pelatihan produk lain seperti pengolahan Saguer menjadi produk
lain selain Cap Tikus sangat diharapkan oleh tokoh masyarakat. Jika masyarakat
dapat mengetahui potensi olahan Saguer yang sangat besar mereka akan
mengurangi produksi Cap Tikus. Sehingga di sini dapat dikatakan bahwa

99

penggunaan Saguer tidak hanya selalu dikonsumsi langsung namun dapat pula
digunakan untuk mendorong industri hilir kecil yang mampu memproduksi
produk turunan Saguer.
Saguer merupakan minuman tradisional yang memang mengandung
alkohol namun merupakan alkohol murni. Saguer merupakan minuman yang
memiliki nilai-nilai adat simbol budaya. Jika hal ini banyak diketahui dan
dipahami oleh generasi muda maka mereka diharapkan dapat membedakan jelas
antara Cap Tikus dan Saguer. Sehingga pelestarian Saguer akan menjadi lebih
mudah dikarenakan rendahnya minat konsumsi Cap Tikus.
7.4

Peran Aktor dalam Melihat Makna Saguer dan Pergeserannya di
Halmahera Utara
Bapak Mina Rahayan, Bapak Yesayas Banari dan Bapak Tomi Panyi

merupakan tokoh yang secara moralitas bertanggung jawab atas kelangsungan
budaya Saguer sekaligus dampak pergeseran makna Saguer. Bapak Daniel
Rahayan dan Bapak Ali Noh secara birokrasi merasa ikut serta dalam menyiapkan
kebijakan pembinaan dan pengayoman setiap warga Halmahera Utara yang
berpotensi terkena dampak dari pergeseran makna Saguer. Sementara Bapak Heri
Moro sebagai produsen memiliki kesempatan yang luas memproduksi Cap Tikus
sesuai permintaan pasar karena belum adanya Peraturan Daerah dan kewajiban
dalam kontrol minuman Saguer dan Cap Tikus. Bapak Yesayas Banari selaku
Ketua Adat mengakui bahwa produksi Cap Tikus berpotensi dapat menimbulkan
dampak sosial.

100

Gambar 7.3
Tokoh-Tokoh Masyarakat Halmahera Utara
Hal inilah yang perlu menjadi perhatian tokoh masyarakat dan tokoh adat,
Kepala Desa sebagai aparatur pemerintahan dan Kepolisian sebagai pengayom
lapisan masyarakat dalam memberikan sosialisasi tentang dampak pergeseran
saguer. Namun Bapak Daniel Rahayan sebagai Kepala Desa Gosoma hanya
memberikan saran:
“Kalau saya lihat dampaknya lebih baik Saguer ini tidak
diproduksi menjadi Cap Tikus karena Cap Tikus ini kan alkoholnya
tinggi, bisa memicu atau bisa menimbulkan konflik. Bagi saya
Saguer saja yang harus dilestarikan diproduksikan jangan menjadi
Cap Tikus karena saguer itu sebagai makna budaya.”

Ketika penulis bertanya kepada Bapak Daniel Rahayan tentang bagaimana
tanggung jawab Kepala Desa melihat dampak negatif dari pengolahan saguer ini.
Untuk mengatasi sulitnya mengontrol minuman olahan saguer dan dampak
pergeserannya dikarenakan belum adanya pihak yang mendata dan sosialisasi,
Tokoh Amant Tobelo, Bapak Yessayas Banari berpendapat:

101

“Padahal pohon seho itu selain dia menghasilkan Saguer dia juga
banyak bermanfaat, batang daun untuk sapu lidi dan apa-apa kan
begitu. Jadi kalau orang bisa jaga itu manfaatnya sangat besar itu.
Jadi kalau adik maksud keberadaan itu bagi kita karena belum
terlalu terpengaruh. Saguer itu ada tapi orang belum manfaatkan
itu.”

Tokoh Adat Tobelo berpendapat bahwa sebaiknya para produsen lebih jeli
dan pandai memanfaatkan bahan pohon seho menjadi produk berdaya guna lain
yang lebih seperti gula, cuka dan lainnya daripada membuat Cap Tikus.
Tumbuhan saguer atau aren memiliki keragaman fungsi sosial, ekonomi, dan
budaya. Misalnya sebagai bahan upacara adat, bahan obat-obatan, bahan
bangunan dan perabotan rumah tangga, sumber bahan pangan, serta pakan ternak.
Di Halmahera Utara yang masih memegang teguh tradisi, Saguer merupakan salah
satu bahan untuk upacara adat. Tak hanya itu Saguer juga dapat diolah menjadi
gula menurut masayrakat lokal disebut “Gula merah”, yang diperoleh dari sadapan
pohon saguer yang dinamakan nira. Dari saguer inilah kemudain diolah menjadi
bentuk gula yang keras dan padat. Inilah yang kemudian sering kita kenal dengan
istilah “gula merah atau gula aren”. Gula merah sendiri biasanya sering
dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam pembuatan masakan ataupun
minuman khas.
Persepsi buruk tentang pergeseran makna Saguer seperti ini akan
mempengaruhi kebijakan pengembangan Saguer di Halmahera Utara. Terlebih
lagi

aparatur

pemerintah

setempat

enggan

untuk

menyetujui

rencana

pengembangan Saguer di wilayahnya karena sebab kekhawatiran tersebut.
Demikian juga para pimpinan wilayah seperti kepala desa juga tidak ingin
menanggung resiko manakala makin maraknya miras dan tindak kriminal yang
semakin meningkat, dan hal tersebut adalah akibat dari belum diterbitkannya
suatu kebijakan. Tentu tidak akan ada artinya seandainya pembangunan fisik dan
ekonomi

dilaksanakan

namun

pembangunan

mengimbanginya.

102

di

bidang

moral

tidak

Penggunaan Saguer sangat bebas dan bercampur baur antara laki-laki dan
perempuan ketika ada acara adat seperti panen dan perayaan tahun baru. Namun
perempuan jarang mengkonsumsi Cap Tikus, hal ini didasarkan pada kandungan
alkohol dalam Cap Tikus yang cukup tinggi serta mudah memabukkan. Jika
perempuan telah mabuk dan berkurang kesadarannya, tentu hal ini sangat rawan
jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan menimpa mereka. Dapat disimpulkan
bahwa jika melihat pergeseran makna Saguer menjadi Cap Tikus, tentu hal ini
tidak melibatkan aktor perempuan

103