Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perilaku Peminjaman Uang pada Mahasiswa T2 91201002 BAB II

BAB II
KERANGKA TEORITIS
2.1. Perilaku

Peminjaman

Uang

pada

atau

reaksi

Mahasiswa
Perilaku

merupakan

respon


seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari
luar

(Skinner

perilaku

dalam

peminjaman

Notoatmodjo
uang,

2003).

terdapat

Pada


berbagai

penyebab seseorang melakukan peminjaman.

Di

kalangan mahasiswa, mahasiswa yang mendapatkan
uang saku dengan jumlah yang tinggipun tidak
menjamin bahwa mahasiswa tersebut tidak akan
melakukan peminjaman uang. Hal ini dikarenakan
mahasiswa dengan uang saku yang tinggi memiliki
kepercayaan bahwa mereka memiliki kemampuan
untuk membayar kembali pinjaman uang mereka.
Sebaliknya mahasiswa dengan uang saku yang
rendah cenderung meminjam uang dengan jumlah
lebih sedikit karena merasa kurang percaya diri pada
kemampuan

mereka


untuk

membayar

kembali

pinjaman. Uang saku yang dimaksud disini adalah
sejumlah uang yang diterima oleh mahasiswa dari
orang tua mereka pada setiap bulannya yang di
Indonesia

dikenal

sebagai

8

'Uang

Bulanan'.


Mendukung pernyataan di atas Linenmeier, Rosen, &
Rouse (2006), menemukan bahwa siswa dari keluarga
berpenghasilan

rendah

lebih

menolak

untuk

meminjam uang walaupun dalam kasus pinjaman
uang tersebut untuk keperluan membayar biaya
kuliah. Hal ini berlawanan dengan hasil penelitian
Draut & Silva (2004), yang menyatakan bahwa siswa
dari rumah tangga berpenghasilan rendah lebih
mungkin


untuk

pinjamannya

terus

dibandingkan

menaikkan
dengan

jumlah

rekan-rekan

mereka. Temuan ini menunjukkan bahwa terdapat
kemungkinan

bahwa


para

siswa

tersebut

tidak

memiliki banyak pengalaman dalam hal keuangan
sebagaimana rekan-rekan mereka yang berasal dari
keluarga golongan menengah dan atas.
Komitmen dalam pengembalian pinjaman uang
juga merupakan hal yang penting bagi mahasiswa.
Pengembalian

yang

terlambat

atau


tidak

mengembalikan uang pinjaman dapat menimbulkan
rusaknya hubungan persahabatan jika mahasiswa
tersebut tidak dapat membayar uang pinjaman yang
mereka pinjam dari teman-teman mereka lebih dari
dua kali (Kareri, 2014). Sedangkan Boone & Kurtz
(2012), mengatakan bahwa meminjam uang dan
melunasinya tepat waktu membuat kepercayaan
individu

yang

memberikan

9

pinjaman


uang

meningkat. Kepercayaan inilah yang akan menjadi
pertimbangan oleh pemberi pinjaman di masa depan
untuk memberi pinjaman lagi di masa depan.
Rusaknya

pertemanan

dan

kehilangan

kepercayaan dari teman karena lalai mengembalikan
pinjaman uang hanya dua dari efek negatif dari
kebiasaan

meminjam

uang.


Menurut

Winger

&

Frasca (2006), kurang fleksibelnya anggaran di masa
depan juga dapat dikatakan sebagai salah satu efek
negatif yang timbul dari kebiasaan meminjam uang.
Semakin banyak individu menghabiskan uang dalam
satu periode dan menunda pembayaran pinjaman
uang yang akan menjadi kurang fleksibel adalah
anggaran di masa depan. Hal ini terjadi karena
individu harus memperkecil anggaran beberapa pos
dalam perencanaan keuangannya guna membayar
pinjaman uang, tetapi yang terkadang terjadi adalah
barang yang dibeli dengan memakai pinjaman uang
tidak memberikan kepuasan seperti yang dipikirkan
pada saat membelinya. Selain itu, godaan untuk

membeli

barang

barang

baru

untuk

memenuhi

konsumsi yang merupakan tuntutan saat ini dapat
sangat memberatkan anggaran yang ada. Menurut
keduanya efek negatif lainnya yang lebih serius dari
kebiasaan meminjam uang adalah masalah keuangan
yang

besar,


termasuk

10

kemungkinan

untuk

mengalami kebangkrutan. Selain itu, berdasarkan
wawancara awal dengan beberapa mahasiswa, akibat
lainnya dari telalu sering meminjam uang adalah
bukan saja kesulitan keuangan tetapi juga tekanan
dari

teman

yaitu

dijauhi

dan

menjadi

bahan

pergunjingan karena lingkungan sekitar memandang
para mahasiswa tersebut melakukan tindakan yang
negatif.

2.2. Motivasi Peminjaman Uang
Winger & Frasca (2006), berpendapat bahwa
salah satu hal yang mendorong seseorang meminjam
uang adalah urusan mendesak. Kemudahan dan
kecepatan seseorang untuk mendapatkan pinjaman
uang memberikan ketersediaan dana untuk kasuskasus mendesak jika aset cair yang tersedia tidak
memadai.

Keduanya

juga

berpendapat

bahwa

motivasi lain yang membuat seseorang melakukan
peminjaman

uang

adalah

lebih

memilih

menggunakan uang pinjaman dibanding memakai
uang

simpanan

yang

dimiliki.

Sebagian

orang

terkadang berpikir bahwa satu-satunya alasan untuk
meminjam uang adalah karena kurangnya uang
simpanan atau tabungan untuk membayar suatu
pembelian, tetapi sebenarnya terkadang individu
yang melakukan pinjaman memiliki uang yang lebih

11

dari cukup untuk membayar pembeliannya, tetapi
jika individu membayar dengan uang simpanannya
akan mengurangi simpanan dibawah yang individu
anggap tingkat aman.
Meminjam uang untuk pembelian impulsif
yang biasanya akan berkembang menjadi pembelian
kompulsif juga dapat menjadi salah satu motivasi
yang menimbulkan perilaku peminjaman uang pada
seseorang.

Solomon

(2002),

mendefinisikan

pembelian kompulsif sebagai pembelian yang tidak
direncanakan dan konsumen terlibat dalam perilaku
ini

karena

mereka

sangat

bersemangat

untuk

mendapatkan kesenangan tertentu yang dilakukan
berulang-ulang. Banyak pembeli kompulsif akan
mengalami kesulitan dengan hutang mereka. Dalam
kasus pada individu yang memiliki satu atau lebih
kartu kredit, Wilczaki (2006) menemukan bahwa
banyak pembeli kompulsif kewalahan dengan hutang
mereka. Ketika pembeli kompulsif tidak memiliki
kartu

kredit

kemungkinan

yang

terjadi

adalah

berefek pada kebiasaan pinjaman mereka, karena
mereka mungkin akan meminjam uang dari orang
tua dan teman-teman mereka untuk melakukan
pembelian.
Boone & Kurtz, (2012) berpendapat bahwa
motivasi

peminjaman

uang

12

lainnya

adalah

memanfaatkan

peluang

untuk

mendapatkan

keuntungan ekonomi dimasa depan dari pembelian.
Peluang yang dimaksud biasanya adalah potongan
harga,

sementara

barang

yang

akan

dibeli

merupakan barang yang benar-benar diinginkan atau
selalu dibutuhkan individu tetapi saat terjadinya
peluang tersebut individu tidak membawa uang tunai
dengan jumlah yang cukup untuk membeli barang
tersebut.

Contohnya

adalah

hal

berikut,

ketika

Supermarket menawarkan potongan harga sebesar
20 persen dari harga normal yaitu Rp 12.000/Kg
yang merupakan harga

dari

individu

butuhkan

tetapi

membeli

dengan

jumlah

beras yang

tidak

mampu

banyak.

selalu
untuk

Melakukan

peminjaman uang pada teman mungkin merupakan
solusi yang tepat untuk kondisi ini. Dengan membeli
beras tersebut beberapa kilogram lebih banyak dari
biasa dengan harga setelah diskon Rp 9.600/Kg saat
ini,

individu

melakukan

penghematan

untuk

beberapa waktu kedepan, walaupun harus membayar
kembali uang yang dipinjam dari teman tersebut).
Boone & Kurtz (2012), juga berpendapat bahwa
salah satu motivasi individu meminjam uang adalah
untuk membiayai hidup bulanan dasar mereka.
Menurut keduanya hal ini dapat terjadi karena salah
satu bahaya yang dihadapi dari belum stabilnya

13

keuangan banyak rumah tangga dan or ang dewasa
muda adalah keinginan untuk mengesankan temanteman, tetangga, rekan bisnis, dan kenalan lainnya
melalui

simbol-simbol

yang

memperlihatkan

kemakmuran dan kesuksesan.
Berdasarkan

motivasi-motivasi

yang

telah

dijabarkan diatas yang dimaksud motivasi-motivasi
peminjaman uang dalam penelitian ini adalah urusan
mendesak,

lebih

memilih

menggunakan

uang

pinjaman dibandingkan memakai uang simpanan
yang

dimiliki,

memanfaatkan

melakukan
peluang

pembelian
untuk

impulsif,

mendapatkan

keuntungan ekonomi dimasa depan, dan membayar
biaya hidup bulanan dasar.

14