PEMIKIRAN KI BAGOES HADIKOESOEMO TENTANG NEGARA DAN ISLAM (1945-1953) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora

  

PEMIKIRAN KI BAGOES HADIKOESOEMO

TENTANG NEGARA DAN ISLAM (1945-1953)

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Humaniora

Oleh

Qisthi Faradina Ilma Mahanani

  

NIM: 21613001

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2017

  

PEMIKIRAN KI BAGOES HADIKOESOEMO

TENTANG NEGARA DAN ISLAM (1945-1953)

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Humaniora

Oleh

Qisthi Faradina Ilma Mahanani

  

NIM: 21613001

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2017

  

MOTTO

“Don‟t lose hope nor be sad –Al Imron:139”

  

َنيِنِمْؤُم ْمُتْنُك ْنِإ َن ْىَلْعَ ْلْا ُمُتْنَأَو اىُنَزْحَت َلَ َو اىُنِهَت َلََو

  

PERSEMBAHAN

Untuk kedua orangtuaku,

para dosenku, kakak tertuaku, adik-adikku, sahabat-sahabat seperjuangan

  

SPI‟13, teman-temanku di mana saja kalian berada dan teruntuk seseorang yang

selalu menyebut namaku dalam setiap do‟anya

KATA PENGANTAR

  Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis yang berbentuk skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabiyullah Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat-sahabatnya, dan tabiin-tabiin.

  Sungguh suatu pekerjaan yang tidak mudah bagi penulis dalam mencari, mengumpulkan, menyeleksi, menganalisis, dan menulis data-data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Namun berkat usaha, kesabaran, dan do‟a akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.

  Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora. Adapun judul skripsi ini adalah “PEMIKIRAN KI BAGOES HADIKOESOEMO TENTANG NEGARA DAN ISLAM (1945-

  1953)”. Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini dapat terlaksana berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

  1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga 2.

  Bapak Dr. Benny Ridwan, M. Hum. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Humaniora IAIN Salatiga.

  3. Bapak Haryo Aji Nugroho, S. Sos. M. A. selaku Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam IAIN Salatiga dan selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang berkenan memberikan pengarahan, meluangkan waktu serta mencurahkan waktu dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

  4. Bapak Ahmad Faidi, M. Hum. selaku pendengar setia segala keluh kesah penulis selama menyusun skripsi ini dan membantu memberikan banyak masukan yang berguna bagi penulis.

  5. Segenap Dosen Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Humaniora Jurusan Sejarah Peradaban Islam yang telah berkenan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis dan pelayanan hingga studi ini dapat selesai.

  6. Kedua orang tua dan segenap keluarga di rumah yang selalu memberikan dorongan, motivasi dan doa yang tak pernah henti demi lancarnya studi penulis dan kesuksesan penulis.

  7. Sahabat-sahabat seperjuangan yang senantiasa memberikan motivasi, dorongan dan semangat kepada penulis selama masa perkuliahan di IAIN

  8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

  Akhirnya, penulis hanya bisa berharap semoga orang-orang yang telah memberikan bantuan selama ini, mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan kelebihan.

  

ABSTRAK

  Ki Bagoes Hadikoesoemo adalah tokoh intelektual, pejuang, politikus, sekaligus ulama yang ada di Indonesia. Perjuangan Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam menegakkan syariat Islam terlihat saat keikutsertaan dalam panitia BPUPKI dan PPKI. Ki Bagoes Hadikoesoemo mengharapkan negara Indonesia ini berdasarkan Islam, karena mayoritas penduduknya adalah Muslim. Pengharapan atas wujudnya dasar negara Islam tidak bisa terealisasikan dikarenakan banyak dorongan yang menginginkan negara Indonesia ini berdasarkan Pancasila. Oleh karena itu pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo meluluh akibat beberapa faktor antara lain demi tegaknya Negara Republik Indonesia dan untuk kemaslahatan umat bersama. Batasan penulisan ini terkait biografi dan latar pendidikan Ki Bagoes Hadikoesoemo, latar pemikiran keislaman dan kebangsaan di Indonesia dan pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo tentang negara Islam.

  Penulisan skripsi ini menggunakan metode sejarah menurut Kuntowijoyo yang terdiri dari heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Sebagai pelengkap data penulis juga menggunakan metode library research serta pendekatan multidimensional antara pendekatan historis, sosiologis, politik dan agama.

  Hasil penelitian ini menunjukkan sosok Ki Bagoes Hadikoesoemo dengan latar belakang religius berusaha membuat dasar negara Indonesia ini berdasarkan Islam. Ideologi Islam dianggap paling sempurna karena bersumber dari Al Quran dan Sunah. Islam sebagai agama yang

  rahmatan lil „alamin yang dianut oleh

  sebagian besar masyarakat Indonesia mempunyai sifat-sifat yang sempurna bagi kehidupan bernegara, serta menjamin keberagaman hidup antar golongan. Dengan adanya faktor religius dalam kerukunan antar umat dan demi tegaknya Negara Republik Indonesia, akhirnya Ki Bagoes Hadikoesoemo menanggalkan pemikiran tentang dasar negara Islam dan menerima Pancasila sebagai dasar negara.

  Kata kunci: Ki Bagoes Hadikoesoemo, Islam, Dasar Negara

  

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i

HALAMAN BERLOGO ................................................................................ ii

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ................................................. vi

HALAMAN MOTTO ..................................................................................... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... viii

KATA PENGANTAR ................................................................................... ix

ABSTRAK ...................................................................................................... xii

DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi

  BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1 B. C. Tujuan Penelitian Dan Ruang Lingkup ............................................ 6 D. Kerangka Konseptual ....................................................................... 7 E. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 15 F. Metode Penelitian ............................................................................ 20 G. Sistematika Penulisan ...................................................................... 23 BAB II: RIWAYAT HIDUP KI BAGOES HADIKOESOEMO A. Biografi Ki Bagoes Hadikoesoemo ................................................. 26 B. Latar Pendidikan Ki Bagoes Hadikoesoemo ................................... 28

  C.

  Karir Perjuangan Ki Bagoes Hadikoesomo Untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia 1.

  Karir Perjuangan Sebelum Kemerdekaan Indonesia .................. 31 2. Karir Perjuangan Di Muhammadiyah Dan Setelah Kemerdekaan

  Indonesia ..................................................................................... 34

  BAB

  III: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN KEISLAMAN DAN KEBANGSAAN DI INDONESIA (1945-1953) A.

  Pemikiran Nasionalis Islam pada era 40an ........................................ 43 B. Polemik Dasar Negara Menurut Kalangan Islam dan Kalangan

  Kebangsaan ........................................................................................ 53

  

BAB IV: PEMIKIRAN KI BAGOES HADIKOESOEMO TENTANG

NEGARA DAN ISLAM A. Konsep Dasar Negara Islam Oleh Ki Bagoes Hadikoesoemo ........... 63 B. Peranan Ki Bagoes Hadikoesoemo Dalam Perumusan Dasar Negara

  ............................................................................................................ 76

  BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................ 81 B. Kritik Dan Saran ................................................................................ 82

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 83

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ 87

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... 93

DAFTAR LAMPIRAN 1.

  Keputusan Presiden Nomor 048/TK/Tahun 1992 tanggal 12 Agustus 1992 tentang Piagam Tanda Kehormatan Presiden Republik Indonesia kepada Ki Bagoes Hadikoesoemo 2. Keputusan Presiden Nomor 72/TK/Tahun 1992 tanggal 7 Agustus 1992 tentang Piagam Tanda Kehormatan Presiden Republik Indonesia kepada

  Ki Bagoes Hadikoesoemo 3. Surat Rekomendasi KI Bagoes Hadikoesoemo sebagai Pahlawan Nasional: a.

  Surat Pimpinan MPR-RI kepada Presiden RI b. Surat Pimpinan DPR-RI kepada Presiden RI c. Surat Pimpinan DPD-RI kepada Presiden RI d. Rekomendasi Gubernur DIY kepada Menteri Sosial RI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan antara agama dan ideologi negara pada dasarnya telah

  menjadi perhatian para pemikir dari zaman ke zaman. Pada awal-awal perjuangan kemerdekaan, pembahasan mengenai dasar negara sudah terjadi banyak perbedaan pendapat di kalangan anggota BPUPKI. Para tokoh yang berbicara dalam hal tersebut antara lain: Mohammad Yamin, Mohammad Hatta, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Soepomo,

  1 Soekarno, dan tokoh-tokoh lainnya. Pada saat sidang terjadi

  pegelompokan 2 kubu anggota dalam BPUPKI yaitu kalangan Islam dan kalangan Kebangsaan. Kalangan Islam menginginkan dasar negara Indonesia adalah Islam, sedangkan kalangan Kebangsaan menginginkan dasar negara Indonesia adalah Kebangsaan.

  Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 menyampaikan bahwa dasar negara untuk semua, tidak hanya untuk satu golongan saja, tetapi dasar negara yang akan mengikat seluruh rakyat Indonesia yang tinggal di daerah manapun, di atas kesatuan bumi Indonesia dari ujung Sumatera sampai ke Irian. Dapat dikatakan bahwa ide dasar 1 Hal ini terbukti dari naskah-naskah pidato beberapa anggota BPUPKI yang

  

sudah ditemukan. Naskah-naskah tersebut termuat di dalam Risalah Sidang BPUPKI dan

PPKI , buku RM. A. B. Kusuma yang berjudul Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945

dan termuat pula di Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 yang disusun oleh Muhammad Yamin. negara Islam yang diusung oleh kalangan Islam tidak didukung oleh sebagian besar anggota BPUPKI, sekalipun mayoritas anggota BPUPKI beragama Islam.

  Menurut pengamatan Prawoto Mangkusasmito, hanya 15 orang saja dari 61 orang anggota BPUPKI yang benar-benar mewakili aspirasi

  2

  politik kalangan Islam. Wakil-wakil dari kalangan Islam itu antara lain: Ahmad Sanoesi, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Mas Mansoer, Abdoel Kahar Moezakkir, Wachid Hasjim, Maskoer, Soekiman Wirjosandjojo,

  3 Abikoesno Tjokrosoejoso, Agoes Salim, dan Abdoel Halim.

  Sedangkan anggota BPUPKI yang berasal dari kalangan Kebangsaan jauh lebih banyak, antara lain: Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Ahmad Soebardjo, Otto Iskandardinata, A. A. Maramis, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Soepomo, J. Latuharhary, dan

  4

  lain-lain. Dengan jumlah yang lebih banyak kalangan Kebangsaan Sejarah mencatat sebelum Ir. Soekarno menyampaikan pidato tentang dasar negara tanggal 1 Juni 1945 pada sidang BPUPKI,

  Soekarno telah mendengarkan pidato para anggota BPUPKI yang menjunjung asas Islam sebagai dasar negara. Para tokoh itu antara lain: 2 Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan (Jakarta: LP3ES, 1987) hlm. 102. 3 4 Ibid.

  Deliar Noer, Partai Islam di Petas Nasional (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1987) hlm. 35. Mohammad Natsir, S.M Kartosoewio, Ki Bagoes Hadikoesoemo dan lain-lain. Ki Bagoes Hadikoesoemo mengemukakan agar negara Indonesia berdasarkan agama Islam, di atas petunjuk-petunjuk Al Quran dan Sunah, agar menjadi negara yang tegak dan teguh serta kuat dan kokoh. Ki Bagoes Hadikoesoemo mengingatkan sudah enam abad Islam menjadi agama kebangsaan Indonesia dan tiga abad sebelum Belanda menjajah di sini, dan hukum Islam sudah berlaku di Indonesia.

  Soekarno dalam pidato 1 Juni 1945, sepuluh kali menyebut nama Ki Bagoes Hadikoesomo. Soekarno sangat segan kepada Ki Bagoes Hadikoesoemo walaupun dalam banyak hal prinsipil keduanya

  5 berlainan pendapat dan pandangan.

  Pada tahun 1945, Ki Bagoes Hadikoesoemo ikut bergabung dalam organisasi BPUPKI dan PPKI. Ki Bagoes Hadikoesoemo mempunyai peran besar di dalam organisasi tersebut. Peran Ki Bagoes muqaddimah UUD 1945 dengan memberikan landasan ketuhanan, kemanusiaan, keberadaban, dan keadilan. Selain itu, sebagai Pimpinan Besar Muhammadiyah, Ki Bagoes Hadikoesoemo juga berhasil merumuskan pokok-pokok pikiran Ahmad Dahlan. Pemikiran itu dapat menjiwai dan mengarahkan gerak langkah serta perjuangan Muhammadiyah. Pokok-pokok pikiran itu yang kemudian menjadi muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah. Kepemimpinan Ki 5 Penjabaran oleh Fuad Nassar sebagai Pemerhati Sejarah dalam artikel sejarah

  

online Bimbingan Masyarakat Islam oleh Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat

Islam.

  Bagoes Hadikoesoemo selalu menekankan pada ajaran Islam dan syariat Islam dalam pemerintahannya.

  Oleh karena itu, studi pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo tentang konsep dasar negara Islam sangat menarik dan patut untuk diteliti secara mendalam dalam rangka memberi konstribusi positif yang tinggi bagi upaya memahami politik Islam di Indonesia dalam kaitannya dengan relasi Islam dan Negara. Untuk itu, judul yang diambil dalam penelitian ini adalah Pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo Tentang Negara dan Islam (1945-1953).

B. Batasan dan Rumusan Masalah

  Judul yang akan diajukan adalah Pemikiran Ki Bagoes

  

Hadikoesoemo Tentang Negara dan Islam (1945-1953). Alasan penulis

  memilih topik tersebut karena dalam perjuangan kemerdekaan, Ki sebagai lembaga yang membidangi dan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Kiprah Ki Bagoes Hadikoesoemo diapresiasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan menetapkannya sebagai pada tanggal 05 November 2015. Ki Bagoes Hadikoesoemo awalnya menjadi pahlawan yang terlupakan, akan tetapi setelah dinobatkannya menjadi Pahlawan Nasional pada tahun 2015, nama Ki Bagoes Hadikoesoemo menjadi ramai diperbincangkan publik. Ini sebuah kesempatan yang menarik untuk penulis kaji lebih dalam, mengingat bahwa belum ada penelitian skripsi mengenai pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo tentang negara Islam. Selain itu, terlepas dari diangkatnya Ki Bagoes Hadikoesoemo sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia tahun lalu, penulis juga tertarik untuk membahas lebih dalam mengenai pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo yang dituangkan dalam muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, karena Ki Bagoes Hadikoesoemo pernah menjadi Ketua Pimpinan Besar Muhammadiyah ke 5 pada tahun 1944-1953.

  Sedangkan untuk ruang lingkup temporal yang diambil yaitu tahun 1945-1953 yang merupakan waktu berdirinya BPUPKI sebagai wadah dalam perumusan dasar negara Indonesia. Dalam hal itu, adanya keterlibatan Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam merumuskan muqaddimah UUD 1945 dengan memberikan landasan ketuhanan, Hadikoesoemo selalu mengedepankan syariat Islam. Mengusung tema ketuhanan, Ki Bagoes Hadikoesoemo mengharapkan dasar negara Indonesia itu sesuai dengan syariat Islam.

  Dipilihnya tahun 1953 sebagai batas akhir, karena pada tahun tersebut Ki Bagoes Hadikoesoemo lengser dari jabatan Ketua Umum Pimpinan Besar Muhammadiyah. Setelah berakhirnya jabatan sebagai Pimpinan Besar Muhammadiyah kiprah Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam mengupayakan syariat Islam dalam negara mulai pudar. Akan tetapi, dalam pembahasan selanjutnya akan dijelaskan juga mengenai akhir perpolitikan Ki Bagoes Hadikoesoemo sampai akhir hayatnya.

  Ketertarikan penulis dengan pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam memberikan sumbangsih dalam perumusan dasar negara yang bernafaskan Islam semakin menguat. Hal ini dilatarbelakangi oleh sebuah asumsi bahwa apabila seseorang telah masuk dalam sistem kekuasaan, biasanya cenderung melakukan rasionalisasi-rasionalisasi

  

6

dalam melihat aspek sosial politik.

  Berangkat dari batasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan beberapa masalah yang penting untuk dikaji dalam penelitian. Rumusan masalah itu antara lain: 1.

  Bagaimana riwayat hidup Ki Bagoes Hadikoesoemo? 2. Bagaimana perkembangan keislaman dan kebangsaan di Indonesia? 3. Bagaimana pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo tentang negara C.

   Tujuan Penelitian

  Dalam menjawab beberapa rumusan masalah di atas, maka penulis mempunyai tujuan dalam penelitian, antara lain:

  1. Untuk mengetahui riwayat hidup dan latar belakang belakang pendidikan Ki Bagoes Hadikoesoemo.

  6 Muzakki, Amien Rais Sang Pahlawan Reformasi (Jakarta: Lentera, 2004) hlm.

  17.

  2. Untuk mengetahui perkembangan keislaman dan kebangsaan di Indonesia.

  3. Untuk mengetahui pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo tentang negara Islam.

D. Kerangka Konseptual

  Dalam mengetahui kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian sejarah ini, maka penulis menggunakan penelitian kualitatif deskriptif kepustakaan atau penelitian bibliografis (library research), karena mengandalkan dokumen-dokumen, arsip-arsip dan buku-buku yang berkaitan dengan pemikiran serta biografi Ki Bagoes Hadikoesoemo. Suatu penelitian sejarah akan lebih sempurna apabila menggunakan pendekatan multidimensional. Penggunaan pendekatan multidimensional ini bertujuan untuk mengurangi subjektifitas dari pendekatan historis, sosiologis, politik, dan agama. Pendekatan historis dalam penulisan sejarah sangat diperlukan dalam melihat suatu peristiwa berdasarkan kronologis waktu atau babakan zaman.

  Pendekatan sosiologis adalah pendekatan yang digunakan untuk melihat segi-segi sosial dari peristiwa yang dikaji. Segi-segi sosial yang dimaksud dalam penulisan ini adalah golongan sosial mana yang berperan, konflik berdasarkan kepentingan, ideologi dan lain

  7

  sebagainya. Penulis menggunakan pendekatan ini untuk mengkaji kehidupan Ki Bagoes Hadikoesoemo.

  Pendekatan politik adalah pendekatan yang menyoroti struktur kekuasaan, jenis kepemimpinan, hierarki sosial, pertentangan

  8

  kekuasaan, dan lain sebaginya. Penulis menggunakan pendekatan ini untuk mengkaji kondisi politik di Indonesia tahun kolonialisme Belanda dan Jepang, kemerdekaan Indonesia, dan pasca kemerdekaan Indonesia khususnya dalam peran Ki Bagoes Hadikoesoemo di dalamnya.

  Pendekatan agama adalah suatu refleksi kritis dan sistematis yang

  9

  dilakukan oleh penganut agama terhadap agamanya. Penulis menggunakan pendekatan ini untuk mengkaji lebih dalam mengenai pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo khususnya dalam bidang agama Islam dan dasar negara Islam.

1. Islam dan Demokrasi

  Demokrasi adalah sistem politik kemasyarakatan Barat yang sebelumnya berkembang pesat pada masa peradaban Yunani. Setelah itu, dikembangkan oleh kebangkitan modern yang meletakkan landasan hubungan diametral antara masyarakat dengan negara sesuai prinsip 7 8 Helius Sjamsudin, Metodologi Sejarah. (Yogyakarta: Ombak, 2007) hlm. 4.

  Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. (Jakarta: Gramedia, 1993) hlm. 4. 9 Kevin Barnet, Pengantar Teologi. (Jakarta: Gunung Mulia, 1981) hlm.15. persamaan dan kemerdekaan di antara penduduk dalam menetapkan undang-undang. Hal itu didasarkan pada prinsip bahwa kepemimpinan berada di tangan rakyat, yang sekaligus menjadi sumber undang- undang. Dengan demikian, kekuasaan dalam sistem demokrasi berada di tangan rakyat untuk merealisasikan kepemimpinan dan kemaslahatan

  10

  rakyat itu sendiri. Sedangkan sistem perwakilan dari rakyat yang menjalankan fungsi kekuasaan hukum (yudikatif) dan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan hukum (legislatif) merupakan sistem demokrasi tidak langsung. Pelaksanaan kekuasaan di tangan rakyat dapat dijadikan jembatan untuk mewujudkan maksud dan tujuan demokrasi. Sebenarnya Islam menyikapi dengan baik persoalan kehidupan, sistem dan metode untuk merealisasikan tujuan kehidupan dan falsafah dan menerima sesuatu yang asing dengan selektif seperti tampak dalam ijtihad. Apabila ijtihad adalah kewajiban bersifat

  

11

merupakan hal baru dalam ijtihad.

  Apabila sebagian yang menempatkan sistem permusyawaratan (syura) sebagai pengganti demokrasi, maka menurut perspektif Islam tema di antara keduanya tidak bertentangan. Islam mempraktikkan keduanya secara mutlak dan membedakan keduanya atas dasar kesesuaian dan perbedaan yang ada. Adapun bagian-bagian yang 10 Lihat Mausu‟ah as Siyasah, Al Mu‟assasah al Arabiyah li ad Dirasah wa an Nasr, Beirut, 1981. 11 Muhammad Tanthawi dkk, Problematika Pemikiran Muslim (Yogyakarta: Adi Wacana, 1997) hlm. 50.

  memisahkan sistem permusyawaratan Islam dari sistem demokrasi Barat, pasti akan menimbulkan perbedaan pendapat seputar siapa yang berhak memberlakukan

  tasyri‟ (hukum). Dalam sistem demokrasi,

  kepemimpinan berasal dari etnis dan masyarakat, baik secara nyata atau dalam bentuk undang-undang yang bersifat alamiah atas dasar fitrah manusia.

  Sedangkan dalam sistem musyawarah yang islami, kepemimpinan hukum berasal dari Allah SWT. dalam bentuk syar

  i‟at. Syari‟at bukan

  bentukan manusia dan terjadi secara alamiah, namun dibangun atas dasar

  syari‟at ilahiyah. Dalam pandangan Islam, kedudukan Allat

  SWT. adalah sebagai

  syari‟ (penetap hukum), sedangkan manusia

  hanyalah sebagai faqih (ahli hukum). Perbedaan ini penting, karena rujukan yang digunakan keduanya berbeda pula. Dalam Islam, rujukan yang digunakan adalah ketetapan Allah SWT sementara rujukan dalam perbedaan cara pandang mengenai manusia dan Tuhan (Allah SWT).

  Maka kepemimpinan dalam

  tasyri‟ merupakan kesatuan ketetapan ilahiyah yang tercermin dalam As Syari‟ah as Samawiyah dan manusia

  mempunyai otoritas hukum fiqh dan undang-undangan yang disyaratkan tidak keluar dari semangat dan falsafah

  syari‟at.

  Demikianlah, gambaran paling minimal dan partikulatif perbedaan antara sistem syura dengan demokrasi Barat. Adapun kesamaan antara demokrasi Barat dengan syura adalah bahwa hukum dari kekuasaan didasarkan atas kerelaan umat, pendapat mayoritas dan pemikiran yang sifatnya lebih universal.

  Ada beberapa ayat Al Quran yang menggambarkan prinsip-prinsip negara demokrasi, antara lain:

  1. Keadilan (Al Maidah: 8) “Berlaku adillah kalian karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.”

  2. Musyawarah (As Syuro: 38) “Sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka.”

  3. Menegakkan kebaikan dan mencegah kemunkaran (Ali Imron: 110) “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang

  ma‟ruf dan mencegah dari

  , dan berimanlah kepada Allah.” 4. Perdamaian dan Persaudaraan (Al Hujarat: 10)

  “Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah.” 5. Keamanan (Al Baqarah: 126)

  “Dan ingatlah ketika Ibrahim berdo‟a, Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa”.

6. Persamaan (An Nahl: 97)

  “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.”

2. Karakteristik Kekuasaan dalam Islam

  Bila ditelusuri secara mendalam, pada awal daulah Islamiyah sudah ada undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan berdasarkan

  nash , yaitu undang-undang negara Madinah pada masa Rasulullah

  SAW yang bernama Piagam Madinah yang berisi kurang lebih 46 perjanjian, antara lain: “... Hal-hal yang terjadi pada penduduk yang terkait dengan piagam ini, atau perselisihan yang muncul dan dikhawatirkan menimbulkan kerusakan, harus dikembalikan pada Allah SWT dan Rasul-Nya.

  12 menjaga dan menghormati butir-butir perjanjian ini.

  Dalam Islam tidak mungkin terjadi pertentangan, kecuali dalam persoalan yang terkait dengan kemakmuran duniawi. Sedangkan persoalan yang bersifat fardu, akidah, dan beberapa bangunan

  syari‟atnya telah banyak dijelaskan oleh perspektif wahyu melalui

  sunah, sehingga menutup kemungkinan adanya pertentangan di dalamnya. Karena Islam memiliki sistem pemerintahan yang ideal, 12 Lihat “Nash ad Dustur” dalam Majmu‟at al Watsa‟iq as Siyasah li al „Ahdi an

  

Nabawi wa al Khulafa‟ar Rasyidah, hlm 15. Karya Muhammad Hamidullah, tahun terbit 1957. terutama terkait dengan kemakmuran rakyat, maka piagam di atas menjadi suatu kesepakatan yang dibangun atas rujukan Al Qur‟an dan As Sunah, terutama dalam berbagai perselisihan dalam kehidupan politik kenegaraan maupun kemakmuran rakyat, sebagai syarat berlakunya kebenaran nilai iman, menyangkut perselisihan rakyat dan penguasa.

  Prinsip-prinsip dan ketetapan-ketetapan hukum tersebut adalah penyerahan kekuasaan dari rakyat kepada penguasa untuk melaksanakan amanatnya. Rakyat taat kepada ulil amri (pemimpin), yaitu orang-orang yang mampu menciptakan ketenangan masyarakat.

  Ketaatan ini perlu, karena mereka itu juga termasuk bagian komunitas mukmin.

  Beberapa ketentuan yang bersumber dari Al Qur‟an dan Sunah yang bersifat amaliyah (praktis, empiris) yang membentuk undang yang ada terdapat dalam pemikiran politik Islam. Dalam perspektif pemikiran politik Islam, kehidupan politik yang dibangun oleh para pemimpin Islam adalah berkaitan dengan beberapa karakteristik dan otoritas kekuasaan seorang penguasa negara, dan sanksi hukum terhadap penyalahgunaan otoritas kekuasaan.

  Adapun otoritas kekuasaan yang dimiliki oleh para penguasa, sekaligus kewajibannya adalah otoritas sebagai pelaksana hukum dan perundang-undangan. Dalam perspektif Islam, tidak dikenal bentuk negara yang baku secara mutlak dan juga didasarkan pada hak istimewa pemimpin, akan tetapi dibentuk dengan cara berkesinambungan dan bergantian. Tidak ada hal otoratif yang mutlak dalam penentuan hukum, sekalipun imam yang dipilih berasal dari kalangan mujtahidin. Karena kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan

  tasyri‟ yang didasarkan ketetapan ilahiyah dan syari‟at yang ditetapkan melalui ketetapan ilahi.

  3. Islam dan Aparatur Negara Dalam menghadapi soal kenegaraan seperti Undang-Undang Dasar

  Negara, dengan sendirinya akan berhadapan dengan ajaran-ajaran

  13 Islam yang tersimpan di dalam unsur muamalah . Sistem perpolitikan

  Islam mampu menjadi indikator yang menyediakan ketetapan jaminan bagi kehidupan rakyat. Dengan begitu, Islam dengan pemikiran keberadaan aparatur negara ketika menyimpang sebagai pengemban amanat dan keadilan dalam penetapan hukum di masyarakat.

  4. Negara Islam menurut para tokoh yang sesuai dengan pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo

13 Pidato Mohammad Natsir di depan sidang majelis konstituante untuk menentukan dasar negara RI (1957-1959).

  Konsep dasar negara Islam pernah dikemukan oleh beberapa tokoh

  14

  15 Islam lainnya, antara lain Mohammad Natsir , S. M. Kartosoewirjo ,

16 H.O.S Tjokroaminoto .

E. Tinjauan Pustaka

  Sumber-sumber penulisan ini penulis menggunakan arsip-arsip nasional seputar kondisi politik Indonesia pada tahun 1945-1953 dan artikel-artikel ataupun karya tokoh yang dihimpun dalam Suara Muhammadiyah. Selain itu, didukung dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik yang penulis ambil, antara lain:

  Yang pertama, adalah skripsi dari program studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, (2012). Skripsi ini ditulis oleh Herguita Immas Natsir tentang Islam dan dasar negara. Pemikiran ini sama Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam hal menegakkan syariat Islam di atas negara Indonesia.

  Yang kedua adalah penelitian dari fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, (2014). Penelitian 14 15 Mohammad Natsir, Capita Selecta. (Jakarta: Bulan Bintang, 1955). hlm. 436.

  S. M Kartosoewirjo, “Sedikit Tentang Oelil Amri” dalam Fadjar Asia, 24 Mei 1930. Lihat Al Chaidar, Pemikiran politik. hlm. 515-516. 16 H. O. S Tjokroaminoto, “Moeslim Nationale Onderwijs”. oleh Ainur Rofiq. Judul penelitian ini adalah Ki Bagus Hadikusumo

  

Dalam Proses Perumusan Dasar Negara Republik Indonesia

Pancasila: Tinjauan Historis Tentang Jejak Perjuangan dan

Peranannya. Dalam hal ini, penulis memiliki kesamaan tokoh yang

dikaji dalam penelitian. Dalam penelitian tersebut tidak menjelaskan

mengenai pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo tentang hubungan

agama dan Islam, oleh karena itu, penulis akan lebih menjabarkan

mengenai perkembangan pemikiran keislaman yang meletarbelakangi

pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo dan pemikiran Ki Bagoes

Hadikoesoemo tentang negara dan Islam.

  Sumber lain buku-buku yang komprehensif terhadap topik yang dikaji sebagai berikut: Buku pertama, yang digunakan berjudul Gerakan Modern Islam di

  

Indonesia 1900-1942 karangan Deliar Noer, penerbit LP3ES, tahun

  tentang pergerakan Islam antara tahun 1990-1942. Pada Bab I dan II membicarakan pengenalan dan pertumbuhan pemikiran dan kegiatan pembaharuan Islam yang umumnya dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu gerakan pendidikan dan sosial dan gerakan politik. Buku ini juga melukiskan sebab-sebab serta perkembangan-perkembangan dan perpecahan di kalangan umat Islam di Indonesia yang diakibatkan oleh adanya pengaruh dan desakan masyarakat modern.

  Dalam buku ini penulis banyak mengambil sumber mengenai latar pemikiran Islam pada era 40an dan peran Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam keterlibatan menyusun dasar negara.

  Buku kedua, yaitu Partai Islam di Pentas Nasional karangan Deliar

17 Noer , penerbit Pustaka Utama Grafiti, dan tebal buku 493 halaman.

  Dalam buku ini membahas tentang perkembangan politik di Indonesia dari periode 1945 –1965, terutama partai-partai Islam dalam lintasan sejarah. Deliar Noer mendeskripsikan bagaimana kinerja partai-partai Islam seperti Masyumi, PSII, NU, dan Perti pada masa revolusi kemerdekaan, Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Terpimpin. Di dalam isi buku hanya ada sedikit data yang sesuai dengan tema yang penulis ambil.

  Buku ini juga berupaya untuk menjelaskan sisi-sisi menarik pergolakan Islam dalam menentukan kepemimpinan dan ideologi, dijelaskan oleh Deliar Noer dengan didukung oleh literatur dan dokumen sejarah termasuk dokumen pribadi dari para tokoh. Dalam menjelaskan mengenai pertentangan ideologis antara golongan nasionalis dan Islam mengenai dasar negara. Sebagai contoh adalah Pemikiran Mohammad Natsir yang menawarkan Islam sebagai dasar negara, sedangkan golongan nasionalis yang diwakili oleh Soekarno mengajukan Pancasila sebagai dasar negara. Hal inilah yang kemudian 17 Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997). memunculkan konflik antara Natsir dan Soekarno mengenai hubungan antara agama dan negara di Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan, melalui berbagai tulisannya yang kemudian berkelanjutan hingga dalam pembahasan UUD yang baru sebagai pengganti UUD S 1950 di Majelis Konstituante.

  Buku ketiga, yaitu Islam dan Masalah Kenegaraan karangan

18 Ahmad Syafii Maarif , penerbit LP3ES, dan tahun terbit 1987. Dalam

  buku ini menjelaskan secara detail tentang Islam yang dikaitkan dengan perumusan dasar negara Indonesia. Polemik-polemik seputar anggota BPUPKI yang mayoritas beragama Islam dan pengaruhnya serta sumbangsih dalam perumusan dasar negara.

  Dalam buku inilah adanya gagasan mengenai dasar negara Islam yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh Islam yang salah satunya Ki Bagoes Hadikoesoemo.

19 Muhammad Tanthawi , penerbit Adi Wacana. Dalam buku ini

  menjelaskan mengenai Islam hubungannya dengan politik beserta persoalan-persoalan pemikiran Islam terhadap pemerintahan Islam.

  Dalam buku ini penulis mengambil sumber untuk menjabarkan

  18 Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, (Jakarta: LP3ES, 1987). 19 Muhammad Tanthawi, Problematika Pemikiran Muslim, (Yogyakarta: Adi Wacana, 1997). kerangka konseptual seperti Islam dan politik, Islam dan demokrasi dan lain-lainnya.

  Buku kelima, yaitu Muhammadiyah Berjuang Demi Tegaknya

  NKRI dan Agama Islam karangan Imron Nasri penerbit Suara

  Muhammadiyah. Buku ini merupakan kumpulan khutbah tokoh Muhammadiyah pada masa lalu. Namun bila dibaca dengan seksama, bukanlah sekedar pidato seremonial. Akan tetapi terkandung makna dan amanat yang penting. Dalam beberapa kumpulan khutbah tersebut ada khutbah dari Ki Bagoes Hadikoesoemo.

  Buku keenam, yaitu Islam Sebagai Dasar Negara (Pidato

  Mohammad Natsir di Depan Sidang Majelis Konstituante Untuk Menentukan Dasar Negara RI (1957-1959), tulisan Kholid O. Santosa

  20

  (ed) yang diterbitkan di Bandung oleh penerbit Sega Arsy tahun 2004. Buku yang merupakan referensi pembanding sekaligus Bagoes Hadikoesoemo.

  Buku ketujuh, yaitu Dari Muhammadiyah untuk Indonesia:

  Pemikiran dan Kiprah Ki Bagoes Hadikoesoemo, Mr. Kasman Singodimejo, K. H. Abdul Kahar Muzakkir penerbit Pimpinan Pusat

  Muhammadiyah, oleh editor Lukman Hakiem. Buku ini berbicara mengenai pemikiran Trio Patriot itu serta kiprahnya. Pemikiran- pemikiran yang diambil dari beberapa pidato Ki Bagoes Hadikoesoemo 20 Kholid O. Santosa, Islam Sebagai Dasar Negara (Pidato Mohammad Natsir

  di Depan Sidang Majelis Konstituante Untuk Menentukan Dasar Negara RI 1957-1959, (Bandung: Sega Arsy, 2004). yang termuat dalam buku ini dijadikan sumber bagi penulisan skripsi ini.

  Dari beberapa sumber yang digunakan penulis, baik sumber primer maupun sekunder, tidak banyak data yang menjelaskan mengenai Ki Bagoes Hadikoesoemo dan pemikirannya. Oleh karena itu, data-data yang terpisah itu dijadikan satu untuk mengambil Ki Bagoes Hadikoesoemo dan pemikirannya. Penulis lebih menitikberatkan penulisan ini terhadap pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo tentang negara Islam dan hubungan antara agama Islam dan negara.

F. Metode Penelitian

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara

  21 kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.

  1. Heuristik Menurut terminologinya heuristik dari bahasa Yunani

  heuristiken yaitu mengumpulkan atau menemukan sumber. Sumber

  primer dalam penelitian ini adalah naskah-naskah dalam proses perumusan dasar negara, naskah-naskah terkait tokoh penelitian dan beberapa karya tulis Ki Bagoes Hadikoesoemo yaitu Islam 21 Sebagai Dasar Negara , Achlak Pemimpin, Muhammadiyah

Louist, Gottschalk, Mengerti Sejarah (Jakarta: UI Presss, 1986) hlm. 32.

  Berjuang Demi Tegaknya NKRI dan Agama Islam . Kedua sumber

  sekunder, berupa karya-karya para tokoh yang membahas mengenai perumusan dasar negara Indonesia dan Ki Bagoes Hadikoesoemo dan pemikirannya baik dalam bentuk karya ilmiah maupun dalam bentuk berita. Dalam mendapatkan bukti sejarah yang diperlukan baik primer maupun sekunder yang sesuai dengan masalah yang diteliti, penulis juga mengadakan penelitian lapangan di berbagai perpustakaan, seperti: Perpustakaan Jurusan SPI IAIN Salatiga, Perpustakaan IAIN Salatiga, Perpustakaan Daerah Kota Salatiga, Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Badan Arsip Daerah Kota Yogyakarta. Dari beberapa perpustakaan penulis mendapatkan buku-buku antara lain: Dari Muhammadiyah Untuk

22 Indonesia dan Muhammadiyah Berjuang Demi Tegaknya NKRI

  23 dan Agama Islam 2.

  Kritik Sumber Adalah upaya untuk mendapatkan otentisitas dan kredibilitas sumber dengan cara kritik. Kritik yang dimaksud adalah kerja

  22 Lukman Hakiem, Dari Muhammadiyah Untuk Indonesia: Pemikiran Ki

Bagoes Hadikoesoemo, Mr. Kasman Singodimejo, K. H. Abdul Kahar Muzakkir, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 23 Imron Nasri, Muhammadiyah Berjuang Demi Tegaknya NKRI dan Agama Islam, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2012). intelektual dan rasional yang mengikuti metodologi sejarah guna

  24 mendapatkan objektivitas suatu kejadian.

  Guna mendapatkan fakta-fakta sejarah dalam tahap kedua ini dibagi menjadi: a.

  Kritik Ekstern Kritik ekstern adalah usaha mendapatkan otentisitas sumber

  25 dengan melakukan penelitian fisik terhadap suatu sumber.

  b.

  Kritik Intern Kritik intern adalah kritik yang mengacu pada kredibilitas sumber, artinya apakah isi dokumen ini terpercaya, tidak dimanipulasi, mengandung bias, dikecohkan, dan lain-lain.

  26 Kritik intern ditujukan untuk memahami isi teks.

  3. Interpretasi perlu diinterpretasikan berbagai fakta yang saling terpisah antara satu dengan yang lainnya, sehingga menjadi satu kesatuan bermakna. Interpretasi atau tafsir sebenarnya sangat individual, artinya siapa saja dapat menafsirkan. Terjadi perbedaan dalam 24 penginterpretasian hal itu dipengaruhi oleh perbedaan latar

  Suhartono, W. Pranoto. Teori dan Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010) hlm. 35. 25 26 Ibid , hlm. 36.

  Ibid, hlm. 37 belakang, pengaruh, motivasi, pola pikir, dan lain-lain yang

  27 mempengaruhi interpretasinya.

  4. Historiografi Setelah melakukan proses analisis dan sintesis, proses kerja mencapai tahap akhir yaitu historiografi atau penulisan sejarah.

  Proses penulisan dilakukan agar fakta-fakta yang sebelumnya terlepas satu sama lain dapat disatukan, sehingga menjadi satu perpaduan yang logis dan sistematis dalam bentuk narasi kronologis. Menulis sejarah merupakan suatu kegiatan intelektual

  28 dan ini suatu cara yang utama untuk memahami sejarah.

  Penulisan sejarah (historiografi) menjadi sarana mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian yang diungkap, diuji (verifikasi), dan diinterpretasi. Setelah menyelesaikan secara tuntas setiap tahap penelitiannya, langkah selanjutnya adalah

  29 G. SISTEMATIKA PENULISAN

  Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai keseluruhan isi penelitian ini, maka perlu dikemukakan secara garis besar 27 pembahasan melalui sistematika penulisan sebagai berikut:

  Suhartono, W. Pranoto. Teori dan Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010) hlm. 55. 28 Paul Veyne, Writing History, Essay on Epistemology, terjemahan dari bahasa

Perancis, Mina Moore-Rinvolucri (Perancis: Wesleyan Univercity Press, 1984) hlm. 121.

29 A. Daliman. Metode Penelitian Sejarah (Yogyakarta: Ombak, 2012) hlm. 100.

  BAB I: Berisi pendahuluan yang memberikan gambaran mengenai latar belakang masalah penelitian, selanjutnya diberikan batasan dan rumusan masalah agar penelitian yang dikaji lebih fokus dan penjelasannya lebih mendetail, kemudian dirumuskan tujuan dari penelitian, selanjutnya sumber-sumber penelitian ditinjau dalam tinjauan pustaka dan dijabarkan dengan beberapa konsep dalam kerangka konseptual, lalu metode penelitian dan terakhir sistematika penulisan.

  BAB II menjelaskan biografi Ki Bagoes Hadikoesoemo dan masa kecil Ki Bagoes Hadikoesoemo dari mulai latar belakang pendidikan sampai karir perjuangan Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam karir perjuangan Ki Bagoes Hadikoesoemo dijabarkan lagi dalam dunia politik sebelum kemerdekaan Indonesia dan karirnya dalam Indonesia.

  BAB III menjelaskan mengenai latar pemikiran keislaman dan kebangsaan yang membentuk pemikiran Ki Bagoes Hadikoesoemo tentang konsep negara Islam. Serta menjelaskan beberapa problematika mengenai pembentukan dasar negara Republik Indonesia.