SAYYID IBRAHIM BAABUD DAN PERJUANGANNYA DI WONOSOBO 1864-1943 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora

  

SAYYID IBRAHIM BAABUD DAN

PERJUANGANNYA DI WONOSOBO 1864-1943

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Humaniora

Oleh :

Reno Saputra Siregar

  

216-14-002

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2018

  

MOTTO

  Bercengkrama dengan Budaya, Bersahabat dengan Tradisi, Berterimaksih dengan Sejarah. Konsepnya sederhana, Bersikap, bertingkah, berusaha sealakadarnya mungkin.

  

ABSTRAK

  Wonosobo pada akhir abad ke 19 merupakan wilayah yang dihuni oleh masyarakat yang masih menganut tradisi lokal. Hal ini mengindikasikan eksistensi para tokoh-tokoh (ulama) dalam menyebarkan Islam di Wonosobo dengan menggunakan pendekatan tasawuf (tarekat). Hal ini sesuai dengan kesamaan nilai- nilai yang ada di dalam tarekat dengan tradisi lokal yang di anut oleh masyarakat. Sayyid Hasyim Baabud merupakan tokoh yang meyebarkan Islam di Wonosobo menggunakan pendekatan tarekat Alawiyah dan Shatoriyah. Sayyid Hasyim Baabud mengajarkan amalan-amalan tarekat seperti dzikir dan wirid yang kemudian dierima dan diamalkan oleh masyarakat Wonosobo. Setelah Sayyid Hasyim Baabud wafat kemudian pengembangan Islam melalui tarekat dilanjutkan oleh cucunya yaitu Sayyid Ibrahim Baabud. Sayyid Ibrahim Baabud melakukan perluasan dakwah hingga ke daerah pedalaman Wonosobo dan berhasil membawa pengaruh besar di dalam masyarakat. Hingga awal abad ke 20 Wonosobo merupakan daerah dengan basis tarekatnya yang kuat dimana sebelumnya masyarakat masih menganut tradisi lokal (kejawen). Kemudian Sayyid ibrahim Baabud kembali hadir sebagai pembeda pada tahun 1920-an. Ini ditandai dengan masuknya pengaruh modernisme dari bangsa kolonial dimana sayyid Ibrahim baabud memperbaharui model dakwahnya dengan mengkolaborasikan tarekat dengan organisasi Nahdlatul Ulama yang lebih toleran.

  Dalam hal ini penulis menelusuri sumber kepada Habib Aqil yang merupakan cucu Sayyid Ibrahim Baabud. Habib Aqil menceritakan tentang kondisi Islam akhir abad 19 hingga awal abad ke 20 di Wonosobo, biografi Sayyid Ibrahim Baabud, serta dakwah Sayyid Ibrahim Baabud hingga akhir dari peran Sayyid ibrahim Baabud itu sendiri. Kemudian Habib Aqil menunjukkan Sanad Tarekat Alawiyah serta kitab Minhajul Mubin tulisan tangan Sayyid Ibrahim baabud yang di simpan oleh Ahmad Muzan (Sejarawan lokal wonosobo). Naskah tersebut menjelaskan tentang model dakwah yang dilakukan Sayyid Ibrahim Baabud dengan mengajarkan dzikir, wirid dan fikih. Disamping itu juga ditemukan dokumen Kartu Tanda NU atas nama Muhammad Saiddun dengan nomor anggota 1526 yang di tandatangani oleh Sayyid Ibrahim Baabud. Ini mengindikasikan bahwa pada saat itu anggota NU sudah berjumlah ribuan anggota.

  Dengan adanya bukti-bukti diatas dapat disimpulkan bahwa Sayyid Ibrahim Baabud merupakan seorang tokoh pengembang Islam dengan pendekatan dakwah yang cukup menarik, yaitu dengan menjadikan masyarakat Wonosobo sebagai masyarakat Islam yang berbasis tarekat pada akhir abad ke-19 serta mengkolaborasikan tarekat dengan organisasi NU pada awal abad ke 20 dengan menjadikan masyarakat yang awalnya bersifat fanatik menjadi masyarakat yang lebih toleran.

  ABSTRACT

  th

  Wonosobo at the last 19 century is a region who lived by society who still believed local tradition. This way indicated existence of figures (ulama) about spread Islam in Wonosobo with using Sufism approach (tarekat). This way had values similarity about tarekat and local tradition who believed by Wonosobo society. Sayyid Hasyim Baabud is a figure that spread islam in Wonosobo using approach Alawiyah and Shatoriyah tarekat. Sayyid Hasyim Ibrahim teach tarekat deeds like dzikir and wirid which then accepted and practiced by Wonosobo society. After Sayyid Hasyim Baabud was die then Islam development using tarekat continued by his grandchild that is Sayyin Ibrahim Baabud. Sayyid Ibrahim Baabud did extension religion missionary until outlying place area in

  th

  Wonosobo and succeed make big influence in society. Until fist 20 century Wonosobo is the strongest area with tarekat basis which is before being a society who believed about local tradition (kejawen). Then Sayyid Ibrahim Baabud came back to distinguishment in 1920. This marked by come in modernism influence from colonialism people which Sayyid Ibrahim Baabud reorganize his religion missionary method with collaborated tarekat with Nahdlatul Ulama organization that more tolerate.

  In this case, writer did a research source by Habib Aqil that is Sayyid

  th

  Ibrahim Baabud grandchild. Habib Aqil told about Islma condition at last 19

  th

  century until first 20 century in Wonosobo. Sayyid Ibrahim Baabud biography, and also religion missionary‟s Sayyid Ibrahim Baabud until end of the role Sayyid Ibrahim Baabud itself. Then Habib Aqil showed Sanad Tarekat Alawiyah and Minhajul Mubin holy book who was hand written by Sayyid Ibrahim Baabud that saved by Ahmad Muzan (Local Historian Wonosobo). That manuscript explained about religion missionary method of Sayyid Ibrahim Baabud was did with teach about dzikir, wirid, and fiqh. In addition that is founded Card Document NU‟s mark too on behalf of the Muhammad Saiddun with number of member 1526 who signed by Sayyid Ibrahim Baabud. That indicated in that time, NU member is until thousand members.

  With all of the prove above can conclude that Sayyid Ibrahim Baabud is a development Islamic figure with interested religion missionary approach, that is

  th

  make society of Wonosobo became Islamic society that tarekat basis at last 19

  th

  century and also collaborated tarekat with NU organization at first 20 century with make society who firstly had a fanatic believed became tolerance society.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, karunia, dan kehendaknya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  Sholawat dan salam senantiasa penulis panjatkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampakan hidayah kepada kita semua yang senantiasa kita nantikan syafaatnya di yaumil kiyamah amin.

  Skripsi ini ditulis untuk memperoleh gelar sarjana Humaniora dari jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Ushulludin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga. Proses penyusunannya telah melibatkan banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

  Pertama-tama rasa terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Benny Ridwan, M.Hum selaku Dekan Fakultas Ushulludin, Adab dan Humaniora, Bapak Haryo Aji Nugroho, S.Sos., M.A. selaku Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam dan selaku pembimbing utama yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis, Bapak Dr. Sidqon Maesur, Lc., MA. Selaku pembimbing Skripsi yang banyak memberikan kritik dan saran terhadap penulisan skripsi ini sehingga membuat skripsi ini menjadi lebih baik, serta seluruh staf pengajar Jurusan Sejarah Peradaban Islam yang telah memberi ilmu pengetahuan selama kuliah, walaupun namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas semua ilmu yang didapat.

  Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Raja Luat Siregar dan Ibu Sariyati Siregar yang tanpa lelah telah mendidik dan membimbing selama bertahun-tahun, dan terus memberi motivasi kepada penulis serta selalu sabar menanti keberhasilan penulis. Tak lupa kepada keluarga besar Bani Jaswandi yang selalu memberikan dukungan dari awal penulis aktif bersekolah hingga berhasil menyelesaikan skripsi ini.

  Penulis berterima kasih kepada Habib Aqil Baabud, KH Alim, Bapak Ahmad Muzan, yang telah memberikan banyak informasi sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. penulis berterimakasih pula kepada semua teman-teman Jurusan Sejarah

  Peradaban Islam, teman-teman Keluarga Mahasiswa Wonosobo (KMW) Salatiga, teman-teman seperjuangan alumni MAN Wonosobo yang telah memberikan semangatnya untuk penulis dalam menyusun laporan penelitian skripsi ini. Serta semua pihak yang bersangkutan yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dari segi moril materil demi kelancaran penyelesaian laporan penelitian skripsi ini.

  Semoga mereka terbalaskan semua jasa-jasanya dengan balasan yang lebih baik lagi. Jazakumullah khoirunahsanajaza. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi saya selaku penulis serta penyusun, dan umumnya bagi para pembaca.

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN …………………………………....... i

  HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………............................. ii

  HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………...... iii HALAMAN MOTTO

  …………………………………………………………... iv ABSTRAK

  …………………………………………………………………......... v KATA PENGANTAR

  ………………………………………………………..... vii DAFTAR ISI

  …………………………………………………………...…......... x DAFTAR LAMPIRAN

  ……………………………………………………........ xii

  BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………….……... 1

  B. Batasan dan Rumusan Masalah ………………………………………….….... 8

  C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian …………………………………………....... 9

  D. Kajian Pustaka ……………………………………………………………....... 9

  E. Kerangka Konseptual ……………………………………………………....... 12

  F. Metode Penelitian …………………………………………………..…......... 14

  G. Sistematika Penulisan ………………………………………………..….…... 19

  BAB II : ISLAM DI WONOSOBO A. Gambaran umum Masyarakat Wonosobo sampai abad ke-19 ..……….. 22 B. Jenjaring Ulama di Wonosobo ......……………………………………... 24 C. Tarekat Alawiyah dan Shatoriyah sebagai media pengembangan Islam di Wonosobo .................................................................................. 30 BAB III: BIOGRAFI SAYYID IBRAHIM BAABUD A. Latar Keluarga …………………………………………………….…..... 37 B. Riwayat Pendidikan …………………………………………………...... 42 C. Geneologi Keilmuan ……….…...…………………………………......... 45 D. Pemikiran Sayyid Ibrahim Baabud dalam bidang Politik dan Dakwah Islam .......................................................................................... 46 BAB IV : SAYYID IBRAHIM BAABUD DALAM PERJUANGAN AGAMA DAN POLITIK DI WONOSOBO A. Perjuangan Sayyid Ibrahim Baabud dalam bidang Sosial Keagamaan di Wonosobo.......................................................................... 50 1. Dakwah Islam melalui Tarekat Allawiyah dan Shatoriyah ............... 50

  2. Perjuangan Sosial keagamaan Sayyid Ibrahim baabud melalui NU ........................................................................................ 53 B.

  Sayyid brahim Baabud dalam perjuangan politik..................................... 60 1.

  Perjuangan Politik melalui NU .......................................................... 60 2. Perlawanan Sayyid Ibrahim Baabud terhadap pemerintah Jepang ................................................................................................ 55

  C. Sayyid Ibrahim Baabud dan perlawanan Jepang di Wonosobo ............... 64

  BAB V : PENUTUP ............................................................................................ 69 A. Kesimpulan .............................................................................................. 69 B. Saran ........................................................................................................ 72 DAFTAR PUSTAK A ………………………………………....…....……….... 73 LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

  DAFTAR LAMPIRAN NO Lampiran Foto

  1 LAMPIRAN 1 Makam keluarga Sayyid Ibrahim Baabud

  Longkrang Wonosobo

  2 LAMPIRAN 2 Makam Sayyid Ibrahim Baabud Longkrang

  Wonosobo Sayyid Ibrahim Baabud beserta keluarga

  3 LAMPIRAN 3

  4 LAMPIRAN 4 Foto Sayyid Ibrahim Baabud

  5 LAMPIRAN 5 Lukisan Sayyid Zaini Dahlan

  6 LAMPIRAN 6 Sanad Tarekat Allawiyah

  7 LAMPIRAN 7 Kitab Minhajul Mubin

  8 LAMPIRAN 8 Kantor NU Cabang Wonosobo

  9 LAMPIRAN 9

  Kartu tanda NU atas nama Muhammad Sa‟iddun dengan nomor anggota 1526

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ulama merupakan sosok penting yang mewarnai perkembangan sosial

  keagamaan di Indonesia. Mereka menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam penyebaran Islam di wilayah Nusantara. Peran sentral dari para ulama ini mempengaruhi corak penyebaran Islam di wilayah negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Hal tersebut dapat di lihat dari beragamnya saluran penyebaran Islam yang dilakukan oleh para ulama seperti perdagangan,

  1

  perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian, dan politik. Dari beragamnya saluran penyebaran yang dilakukan oleh para ulama, tasawuf merupakan salah satu saluran penyebaran Islam yang cukup dominan. Pengajar-pengajar tasawuf, atau para sufi mengajarkan teosofi bercampur dengan ajaran Islam yang sudah dikenal lua s oleh masyarakat. Dengan tasawuf, ”bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam fikiran mereka yang sebelumnya menganut ajaran yang diwarnai Hindu, sehingga ajaran baru mudah

  2 dimengerti dan diterima.

  Wonosobo merupakan sebuah daerah di pedalaman Jawa Tengah yang 1 terletak di pegunungan Dieng. Wonosobo dan umumnya pegunungan Dieng

  Mahdi Fadlullah. 1991. Titik temu Agama dan Politik (Analisa Pemikiran Sayyid Qutub), cet 2 I(Surakarta:Ramadhani) Hal 7.

  Fatah Syukur. 2011. Sejarah Peradaban Islam, cet III, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra), hal183. merupakan bagian pedalaman Jawa yang pada masa lalu mayoritas masyarakatnya beragama Hindu dan Buddha. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan Hindu Budha seperti candi dan beberapa situs peninggalan agama Hindu Budha lainnya. Di samping peninggalan fisik, beberapa ajarannya sebagian kini masih dianut oleh pemeluknya, dan juga dalam praktek kehidupan sosial masih terdapat tradisi peninggalan Hindu-Buddha yang kemudian diisi dengan ajaran-ajaran

  3 keislaman.

  Petunjuk yang paling dapat dipercaya mengenai pengembangan Islam di Wonosobo adalah temuan Islam kuno yang memiliki prasasti di komplek pemakaman desa Ketinggring, kecamatan Wonosobo. Sejumlah makam berprasasti telah menunjukkan nama para ulama (penyebar agama Islam) yang pernah tinggal dan melakukan kegiatan keagamaan di Wonosobo. Menurut babad yang ditulis pada masa Mataram Islam daerah yang sekarang menjadi Wonosobo dulu disebut daerah Ledok yang termasuk daerah bawahan Majapahit. Bersamaan dengan runtuhnya Majapahit daerah ini kemungkinan sudah menjadi area Islamisasi oleh para wali pada abad ke-16 M. Menurut tradisi lisan masyarakat Wonosobo sendiri, awal mula berdirinya Wonosobo berhubungan erat dengan tiga

  4 orang Kyai penyebar Islam yaitu Kyai Walik, Kyai Kolodete dan Kyai Karim.

  Pada awal abad ke-18 M Islam sudah berkembang di Ledok (Wonosobo). Kemudian kesultanan Mataram Islam mengutus Kyai Asmoro Sufi dan Kyai Asmoro Gati untuk mengembangkan Islam di Wonosobo. Kyai Asmoro Sufi

  

3 Di antaranya adalah tradisi cukur rambut anak-anak yang berambut gimbal di daerah pegunungan

4 Dieng.

  

Kusnin Asa DKK. 2008. Sejarah Wonosobo, cet I (Wonosobo: Pemerintah Kabupaten Wonosobo dengan Puslitbang Arkeologi Nasional), Hal 165-168. meminta izin kepada para bupati-bupati untuk mengembangkan Islam di Wonosobo. Setelah mendapat izin akhirnya Kyai Asmoro Sufi aktif mengembangkan Islam di Wonosobo bahkan sampai dinikahkan dengan putri dari Tumenggung Wiroduto, yang tinggal di Kali Lusi. Beliau menjadi ulama terkenal, mengajarkan Islam dan mendirikan masjid di Bendosari, Sapuran Wonosobo. Dari Kyai Asmoro Sufi pengembangan Islam dilanjutkan oleh putranya yang dikenal debagai Kyai Ali Markamah sampai tahun 1750 M. Setelah Kyai Ali Markamah wafat kemudian dlanjutkan oleh putranya yang bernama Kyai Syukur Saleh sampai tahun 1775 M. Keduanya masih menetap di Bendosari, Sapuran, Wonosobo. Pada tahun 1800-an M atau awal abad ke-19 M ada beberapa ulama pengembang Islam di Wonosobo yaitu Kyai Mansyur (di sekitar Wonosobo), Kyai Haji Abdul Fatah (di Segedong), dan Kyai Ahmad Ansor (di Leksono). Para Kyai tersebut selain mendirikan masjid juga mendirikan pondok pesantren di daerah tempat tinggalnya. Para Kyai tersebut merupakan keturunan dari Kyai Markamah yang kemudian saling menjalin hubungan pernikahan dengan putra dan putri para Kyai lainnya. Kemudian mereka mendirikan pondok pesantren sendiri dan mengembangkan Islam di tempat tinggalnya masing-masing. Daerah ini (Wonosobo) hingga awal abad ke-19 masih menjadi objek penyebaran Islam

  5

  melalui saluran tarekat. Pengaruh tarekat dalam proses pengembangan Islam di Wonosobo begitu dominan, Dengan masyarakat yang semula beragama Hindu 5 dan Budha, pada perkembangannya kemudian Wonosobo menjadi daerah

  

Dalam tasawuf Islam, Thariqah adalah jalan tertentu bagi seorang sufi untuk mendekatkan diri

seorang hamba kepada Allah SWT. Setiap karakter sufi berkembang dan mengikuti jalannya

sendiri. Oleh karena itu tarekat bukan hanya satu jenis, namun terbagi dalam beberapa madzhab-

madzhab dalam tasawuf. (Kusnin dkk, (2008): Hal. 168)

  6

  mayoritas Muslim dengan tradisi Islam yang kuat. Hal ini tidak lepas dari peran

  7 para sayyid Hadhramaut, di antaranya Sayyid Ibrahim Ba'bud.

  Penyebaran Islam melalui jalur tasawuf, salah satunya ditandai dengan ditemukannya makam Sayyid Hasyim bin Idrus bin Muhsin Ba‟abud di

  Wonosobo. Sebenarnya siapakah Sayyid Hasyim? Tokoh yang berasal dari

  8 Hadramaut tersebut merupakan kawan baik keluarga Bin Yahya. Mereka datang ke Nusantarapada abad ke-17 dengan tujuan menyebarkan agama Islam.

  Keduanya tiba di Batang, kemudian menyebarkan agama di setiap tempat yang disinggahi. Dari Batang, lantas dilanjutkan ke daerah selatan pegunungan Dieng yang waktu itu merupakan pemukiman masyarakat Hindu Budha.Kemudian turun ke wilayah selatan yang sekarang disebut Wonosobo. Wilayah ini dijadikan sebagai tempat tinggal sekaligus pusat penyebaran agama Islam. Mereka

  9

  membangun langgar sebagai cikal bakal masjid yang nantinya menjadi tempat pengajaran agama Islam di Wonosobo.

  “Dalam dakwahnya, Sayyid Hasyim menggunakan prinsip yang sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW dengan ilmu, tutur kata dan perilaku yang baik, sehingga memikat hati masyarakat untuk mengikuti ajarannya,”ungkap Habib Aqil yang masih keturunan Sayyid Hasyim”. 6 Sayyid Hasyim memiliki 3 anak yaitu Ali, Syeh dan Hamzah. Ketiganya

  

Pada awal abad Islam, sufisme atau tarekat belum diketahui dan bukan gerakan terorganisir di

sekolah-sekolah tertentu. Namun berabad-abad kemudian, ajaran sufi dan contoh kehidupan

pribadi mulai menarik perhatian banyak orang di masyarakat. Sebagai sebuah gerakan, tarekat

dengan berbagai organisasinya memasuki Wonosobo membawa kedamaian tersendiri kepada

7 komunitas Hindu dan Budha sebagai objek dakwah Islam.

  Wawancara dengan Ahmad Muzan (Sejarawan Wonosobo) pada tanggal 17 Juli 2017 di 8 Wonosobo.

  

Keluarga Bin Yahya merupakan kalangan ulama yang berasal dari Hadramaut (Yaman).Keluarga

Bin Yahya menetap dan menyebarkan Islam melalui jalur tasawuf di kawasan pantai utara Jawa

9 (Batang, Pekalongan, dan Kendal).

  Masjid Al-Mansyur, Kauman, Wonosobo. menyebar ke berbagai daerah di Pulau Jawa maupun luar Jawa. Ali menurunkan 3 anak yakni, Ibrahim, Umar dan Muhamad. Ibrahim inilah yang kelak memberikan pengaruh besar dalam pengembangan Islam di Wonosobo. Ibrahim bin Ali

  10 Baabud dikenal sebagai pendiri Nahdlatul Ulama di Wonosobo.

  Pada permulaan abad ke-20, masyarakat Wonosobo merupakan penganut ajaran Islam yang sinkretis. Artinya dominasi adat istiadat serta budaya masih sangat kental dalam kehidupan sosial keagamaan di Wonosobo. Sebagian dari mereka masih menganut warisan leluhur dari kepercayaan animisme yang telah

  11

  lama berkembang di Wonosobo. Bukan hanya itu, unsur kejawen juga masih dominan dalam aktifitas keagamaan masyarakat Wonosobo pada umumnya.

  Dalam praktiknya, aktifitas ini dilakukan dengan cara membakar kemenyan, menyerahkan sesaji terhadap benda-benda yang diangggap sakral, seperti pohon,

  12 makam, dan lain sebagainya.

  Semenjak kecil Sayyid Ibrahim Baabud sudah mulai dikenalkan dengan Ilmu keislaman, termasuk ilmu Tasawuf (thoriqoh). Disamping mendapatkan ilmu agama dari orangtua serta para ulama Wonosobo, beliau juga berguru kepada sahabatnya yaitu Habib Ahmad bin Abdullah Bin Thalib Alattas Pekalongan.Beliau pergi ke daerah Pekalongan bersama KH Hasbullah dengan 10 berjalan menaiki kuda sambil menuntun kambing atau sapi yang hendak

  

Wawancara denga Ahmad Muzan (sejarawan Wonosobo) pada tanggal 17 Juli 2017, di

11 Wonosobo.

  

Kejawen adalah sebuah kepercayaan yang dianut di pulauJawa. Kejawen hakikatnya adalah

suatu filsafat dimana keberadaannya itu ada sejak orang Jawa itu ada. Hal tersebut dapat dilihat

dari ajarannya yang universal dan selalu melekat berdampingan dengan agama yang dianut pada

12 zamannya.

  

Ahmad Muzan. 2009. Historiografi Islam di Wonosobo Abad XVII-XIX, (Wonosobo: Pustaka Alfa), Hal 23 dihadiahkan kepada guru sekaligus sahabatnya tersebut. Di Pekalongan beliau juga berguru kepada Habib Hasyim bin Yahya, kakek dari Rais Aam Jam'iyyah Ahlu ath-Thariqah al-Mu'tabarah an-Nahdliyyah Habib Luthfi bin Yahya. Selain itu beliau juga memperdalam ilmunya dengan belajar fikih kepada Syekh Kholil Bangkalan yang merupakan ulama terkemuka pada awal abad ke-20. tidak jauh berbeda dengan ayahnya (Sayyid Ali bin Hasyim Baabud) yang juga menuntut ilmu di Makkah, Sayyid Ibrahim Baabud juga belajar di Makkah. Ia berguru kepada Sayyid Zaini Dahlan serta Syekh Nawawi Al Bantani yang merupakan ulama terkemuka pada akhir abad ke-19. Dalam perjalanan menuntut ilmu di Mekkah beliau mempelajari ilmu Fikih dan sanad tarekat (Allawiyah dan

13 Satoriyah) yang kemudian digunakan dalam pengembangan Islam di

  Wonosobo.Kecintaanya kepada ilmu dan Ulama Ahlussunah Wal Jama‟ah beliau tunjukan melalui perjumpaannya dengan Sayid Zaini Dahlan di Makkah.Sayyid Zaini Dahlan sendiri adalah Maha guru yang berfaham Ahlu ssunah wal Jama‟ah dari para ulama Islam, dan khususnya Nusantara pada zamannya. Dari Sayyid Zaini Dahlan ini, antara lain beliau mendapatkan sanad thariqoh Alawiyah. Berbekal ilmu yang telah didapatkan dari para gurunya, Sayyid Ibrahim Baabud kemudian mengajarkannya dari satu tempat ke tempat yang lain khususnya di wilayah Wonosobo dan pegunngan Dieng. Disamping itu beliau juga merupakan seorang saudagar yang sangat terkenal dan mempunyai banyak sawah dan tanah yang kemudian dijadikannya tempat mendirikan masjid dan 13 pendidikan.Kesempatan berdagang itu pula digunakannya untuk menyampaikan

  

Tarekat allawiyah dan shatoriyah yang dibawa oleh keluarga Baabud dan bin Yahya yang

kemudian diajarkan kepada penduduk Wonosobo dan merupakan bentuk pengislaman yang sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW. dakwah Islamiyah dan mengenalkan NU lewat jalur thariqah yang didapatkan dari ayahnya, Thariqah Alawiyyah. Beliau mengajarkan Islam dari satu tempat ke tempat yang lain. Aktifitas beliau khususnya di daerah pegunungan Dieng tak jauh berbeda dengan aktivitas dakwahnya di Wonosobo. Sayyid Ibrahim Baabud yang sering bepergian antara Wonosobo dan Pekalongan sudah tak asing lagi dengan daerah Dieng, karena Dieng merupakan jalur yang menghubungkan antara kedua daerah itu, dan masyarakatnya juga mempunyai corak budaya yang hampir sama dengan wonosobo. Masyarakat pegunungan Dieng yang masih menjunjung tinggi tradisi lokalnya dengan mudah menerima dakwah Sayyid Ibrahim Baabud yang menggunakan pendekatan tasawuf dalam pengembangan Islam di wilayah Pegunungan Dieng. Dalam dakwahnya, Sayyid Ibrahim Baabud juga banyak mendirikan masjid-masjid di daerah Serang, Kreo, Kejajar, dan Dieng.

  Kesempatan serta keahlian berdagang yang dimiliki Sayyid Ibrahim Baabud kemudian digunakannya untuk menyampaikan dakwah Islamiyah dan

  14 mengenalkan Nahdlatul Ulama melalu jalur Thoriqoh.

  Sayyid Ibrahim Baabud mendeklarasikan berdirinya NU di Wonosobo pada tahun 1931 M pasca Muktamar NU ke 6 di Cirebon. Beliau mengambil dua langkah setrategis sebagai bentuk konsolidasi „Ulama Ahlussunnah wal Jama‟ah. Pertama adalah mensosialisasikan Jam‟iyah NU di seluruh penjuru Wonosobo. Dalam upayanya, langkah yang diambil Sayid Ibrahim adalah melalui jalur Thariqoh. Upaya ini dipandang efektif dan terbukti di tahun 1936 NU Wonosobo 14 telah memiliki ribuan anggota. Hal ini dibuktikan dengan Kartu Tanda Anggota

Wawancara dengan Ahmad Muzan (sejarawan Wonosobo), Tanggal 17 Juli 2017 di Wonosobo.

  (KTA) NU atas nama Muhammad Sa‟idun dari Desa Kreo Kecamatan Kejajar dengan Ros yidul „Udhwiyah (nomor anggota) 1526. Wilayah ini menjadi awal mula basis penyebaran NU di Wonosobo, sebab daerah Kreo pada masa itu mayoritas masyarakatnya merupakan pengikut thariqoh Sathoriyah dengan

  15 mursidnya Sayyid Ibrahim Baabud.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

  Dalam skripsi ini penulis membatasi dengan batasan Spasial yaitu mengenai peran Sayyid Ibrahim Baabud dalam bidang politik dan agama serta pengembangan Islam melalui pendekatan tarekat alawiyah dan shatoriyah sampai abad ke-19 kemudian dilanjutkan dakwah Islamiyah menggunakan pedekatan organisasi (Nahdlatul Ulama) di awal abad ke-20. Kemudian penulis membatasi dalam batasan temporal yaitu antara tahun 1864 yang merupakan tahun kelahiran Sayyid Ibrahim Baabud selaku tokoh pembaharu Islam di awal abad ke 20 sampai tahun 1943 yang merupakan tahun wafatnya Sayyid Ibrahim Baabud serta menandai akhir kiprah Sayyid Ibrahim Baabud.

  Selanjutnya setelah dijelaskan ruang lingkup persoalan yang termasuk dalam penelitian, maka ditetapkan pokok masalah yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini. Sehingga fokus permasalahan akan menjadi lebih jelas dan akan lebih mudah merumuskannya.

  1. 15 Bagaimana kondisi Islam di Wonosobo sampai abad ke-19?

Wawancara dengan Ahmad Muzan (sejarawan Wonosobo), Tanggal 17 Juli 2017 di Wonosobo.

2. Bagaimana riwayat hidup Sayyid Ibrahim Baabud? 3.

  Bagaiman perjuangan Sayyid Ibrahim Baabud dalam bidang politik dan dakwah Islam?

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

  Tujuan utama dari penelitian ini yaitu melingkupi beberapa hal, sebagai berikut : 1.

  Memahami bagaimana kondisi keagamaan yang ada di Wonosobo pada akhir abad ke-19.

  2. Mencermati serta memahami bagaimana riwayat hidup Sayyid Ibrahim Baabud.

  3. Memahami bagaimana perjuangan Sayyid Ibrahim Baabud dalam bidang politik dan dakwah Islam di Wonosobo.

D. Tinjauan Pustaka

  Tinjauan pustaka merupakan salah satu cara untuk memperoleh sumber yang sudah ada, karena sumber ataupun data merupakan hal yang paling penting di dalam ilmu pengetahuan, yaitu menyimpulkan fakta-fakta, mengisi gejala- gejala baru yang sudah ada atau sudah terjadi. Pada dasarnya, penelitian ilmiahtidak mampu berjalan tanpa adanya penelitian-penelitian sebelumnya yang

  16 16 sesuai dengan apa yang akan dikaji.

  

Taufik Abdullah.1991. Metode Penelitian Agama: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: PT Tiara

Wacana), Hal 4.

  Penelitian L.W.C Van Den Berg yang berjudul Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara yang di terbitkan oleh inis Jakarta pada tahun 1989. Dalam bukunya ini Berg menjelaskan tentang orang-orang Arab di Nusantara pada abad ke 19 serta awal abad ke-20. beberapa penekanan berg dalam bukunya ini adalah tentang pengaruh para Sayyid keturunan Arab terhadap penduduk pribumi yaitu dalam bidang ekonomi, sosial, dan agama. Sayyid Ibrahim Baabud sendiri merupakan salah satu tokoh keturunan Arab yang memiliki pengaruh khususnya dalam bidang sosial agama dalam pengembangan Islam di Wonosobo.

  Penelitian M.C Ricklefs yang diterbitkan pada tahun 2012 berjudul Mengislamkan Jawa menjelaskan tentang Islamisasi di Jawa pada sekitar tahun 1930-an. Dalam hal ini Ricklefs menjelaskan tentang sintesis mistik serta polarisasi masyarakat Jawa. Selain itu juga di jelaskan mengenai masyarakat Jawa di bawah pemerintah kolonial dan Islam. pada awal abad ke-20 masyarakat Wonosobo merupakan penganut Islam yang sangat kental oleh tradisi lokalnya sehingga Sayyid Ibrahim Baabud muncul sebagai agen perubahan dalam pengembangan Islam yang lebih modern.

  Penelitian yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Wonosobo yang bekerja sama dengan Puslitbang Arkeologi Nasional pada tahun 2008 salah satunya menjelaskan tentang pengembangan Islam di Wonosobo yang dilakukan oleh para ulama antara lain Kyai Asmoro Sufi, Kyai Asmoro Gati, Kyai Mansyur, Kyai Madukoro, Sayyid Hasyim Baabud dan lain sebagainya. Sayyid Ibrahim Baabud merupakan tokoh pengembangan Islam di Wonosobo periode setelahnya.

  Penelitian skripsi mengenai Kiprah KH Muntaha dalam perpolitikan di Wonosobo (1956-2004) yang ditulis oleh Fathul Wachid mahasiswa Sejarah Kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, menjelaskan mengenai kiprah politik KH Muntaha di wonosobo serta menekankan aspek politik dalam perjuangan KH Muntaha.Penelitian ini juga menelaskan mengenai eksistensi politik di Wonosobo periode awal. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosial politik. Penelitian mengenai Sayyid Ibrahim Baabud dan perjuangannya di Wonosobo (1884-1958) juga sedikit disinggung mengenai peran politik pada konteks perkembangan Nahdlatul Ulama. Dimana penelitian mengenai Kiprah politik KH Muntaha yang menekankan aspek politik merupakan cikal bakal perpolitikan yang dipengaruhi oleh periode awal pendirian Nahdlatul Ulama di Wonosobo.

  Strategi dakwah KH Muntaha dalam mengembangkan Islam di Indonesia yang ditulis oleh Miftahul Haris sarjana Fakultas Dakwah Universitas Sains Al- Qur‟an Wonosobo tahun 2004. Dalam skripsi ini dijelaskan mengenai strategi- strategi dakwah KH Muntaha dalam mensyiarkan agama Islam ke penjuru Indonesia. Pada dasarnya cara-cara para ulama pendahulu yang ada di Wonosobo menjadi rujukan KH Muntaha dalam menyebarkan misi dakwahnya, termasuk Metode dakwah yang dilakukan oleh Sayyid Ibrahim Baabud dengan menggunakan pendekatan tasawuf.

E. Kerangka Konseptual

  Alwi Shihab dalam teorinya tentang peranan ulama tasawuf (tarekat) dalam proses Islamisasi di Nusantara mengatakan bahwa : penyebaran Islam yang berkembang secara spektakuler di Asia Tenggara berkat peranan dan kontribusi tokoh-tokoh tasawuf adalah kenyataan yang diakui oleh hampir mayoritas sejarawan dan peneliti. Hal ini disebabkan oleh sifat-sifat dan sikap kaum sufi yang lebih kompromis dan penuh kedamaian. Tasawuf memang memiliki

  17 kecenderungan manusia yang terbuka dan berorientasi kosmopolitan.

  Teori tersebut dalam kenyataannya dapat ditemukan bahwa penyebaran Islam di Jawa khususnya dilakukan dengan cara damai, dan lembut. Ini berbeda dengan penyebaran Islam di Timur Tengah ataupun Eropa yang dalam beberapa kasus disertai dengan pendudukan wilayah militer Muslim. Islam di Jawa dalam batas tertentu di sebarkan oleh para pedagang, kemudian oleh para guru agama (ulama) dan para pengembara sufi. Begitupun dengan pengembangan Islam di Wonosobo yang di merupakan wilayah pedalaman Jawa yang mendapatkan pengaruh Islam dengan jalan damai melalui para ulama tasawuf, salah satunya adalah Sayyid Ibrahim Baabud.

  Senada dengan teori yang dikemukakan oleh Alwi Shihab, Martin Van Bruineinssen mengatakan: dalam proses Islamisasi kerajaan-kerajaan Nusantara, tasawuf dan tarekat memainkan peranan penting walaupun dalam proses itu, 17 ajaran tasawuf kadang-kadang diubah. Ajaran kosmologi versi Ibn Al-Arabi dan

  Alwi Shihab. 2001. Islam Sufistik: ”Islam Pertama” dan pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, (Bandung: Mizan), Hal 13. Al-Jili misalnya, diterapkan sebagai legitimasi tatanan masyarakat. Amalan tarekat seperti Dzikir, wirid, ratib dan sebagainya juga diterapkan dengan tujuan di luar tasawuf. Orang-orang Jawa masa dulu sangat menaruh perhatian kepada kemampuan supranatural-kesaktian, kekebalan, kedigdayaan, kanuragan dan segala ilmu gaib lainnya. Dapat dimengerti jika pada awalnya mereka menganggap amalan tarekat sebagai salah satu cara baru untuk mengembangkan kemampuan supranatural itu. Sehingga terkadang sulit membedakan antara tasawuf dan magic. Sampai sekarang banyak aliran silat menggunakan amalan yang berasal dari tarekat- tarekat guna mengembangkan ”tenaga dalam”, tujuan yang sesungguhnya tidak ada sangkut pautnya dengan agama lagi. Permainan debus, yang dulu terkait dengan persilatan, nampak berasal dari amalan tarekat Rifa‟iyah dan Qadiriyah. Dalam dunia perdukunan juga dapat ditemukan bacaan- bacaan dan cara meditasi (mujahadah, muraqabah, dan sebagainya) yang berasal dari amalan tareka, walaupun penerapannya tidak jarang dikritik oleh kalangan

  18 tarekat masa kini.

  Masyarakat pedalaman Jawa pada khususnya masih menganut tradisi lokal sebagai bagian dari proses pelestarian nilai budaya terhadap leluhur mereka. Ini di tandai dengan praktik-praktik adat yang masih dilakukan oleh sebagian besar masyarakat. Namun dengan seiring berjalannya waktu hingga permulaan abad ke- 20 bersamaan dengan era kolonialisme, nilai-nilai tradisi lokal pun perlahan pudar dengan datangnya pengaruh modernisme yang dibawa oleh bangsa kolonial. 18 Sayyid Ibrahim Baabud salah satu tokoh pengembang Islam di pedalaman Jawa

  

Martin Van Bruinessen: Tarekat dan Politik: Amalan untuk Dunia atau

Akhirat? http://www.let.uu.nl/-martin.vanbruinessen/personal/publication/tarekat_dan_politik.htm

  (Wonosobo) hadir membawa perbedaan melalui pengaruh modernisme dalam bentuk organisasi sosial keagamaan (NU) dengan tidak meninggalkan tradisi yang telah lama ada di tengah-tengah masyarakat.

F. Metode Penelitian

  Untuk mengkaji suatu penelitian seorang tokoh yang begitu berpengaruh baik di tingkat lokal maupun tingkat nasional membutuhkan analisis yang mendalam terkait seberapa besar pengaruhnya dalam masyarakat dan juga seperti apakah pengaruhnya dari waktu ke waktu. Dalam hal ini, penulis menggunakan metode penelitian sejarah untuk mengkaji lebih dalam terkait dengan kiprah Sayyid Ibrahim Baabud dalam menyebarkan Islam di Wonosobo. Metodologi penelitian sejarah merupakan suatu periodesasi atau tahapan-tahapan yang dtempuh untuk suatu penelitian sehingga dengan kemampuan yang ada dapat

  19

  mencapai hakekat sejarah. Dari pengertian tersebut dapat diuraikan bahwa metodologi penelitian sejarah adalah sebuah tahapan yang harus ditempuh oleh seorang sejarawan dalam menulis karyanya. Hal tersebut merupakan sebuah syarat untuk keabsahan sebuah tulisan sejarah yang ilmiah sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

  Agar mampu menghasilkan sebuah karya yang dapat 19 dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan standar penulisan pada umumnya,

  

Hasan Usman. 1986. Metodologi Penelitian Sejarah, (Jakarta: Proyek pembinaan sarana dan

prasarana perguruan tinggi agama/IAIN di Jakarta Direktorat Jenderal pembinaan kelembagaan agama Islam departemen agama RI), Hal 16. maka penulis berusaha menggunakan metode penelitian sejarah yang telah ada. Adapun metode penelitian sejarah yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Heuristik

  Setelah menentukan judul, tahapan selanjutnya yaitu mengumpulkan sumber (heurustik). Sumber-sumber yang dikumpulkan berupa sumber primer.

  Adapun Sumber tersebut dapat diperoleh baik dari sumber tulisan berupa arsip atau dokumen-dokumen yang berkaitan secara langsung dan tidak langsung, sumber lainnya adalah berupa sumber lisan yang dalam penelitian ini masih dapat dijangkau. Hal ini dikarenakan tokoh yang akan dikaji merupakan tokoh pada abad ke-20 sehingga tokoh-tokoh yang hidup sezaman dengan Sayyid Ibrahim Baabud masih ada walaupun Sayyid Ibrahim Baabud telah lama wafat. Adapun beberapa Sumber-sumber primer yang penulis dapatkan adalah sebagai berikut: a. Sumber Tulisan : 1.

  Sanad tarekat Allawiyah yang merupakan tulisan tangan Sayyid Ibrahim Baabud. Sanad tarekat ini didapatkan dari Ahmad Muzan seorang sejarawan lokal Wonosobo yang aktif menulis mengenai sejarah tokoh-tokoh serta isu politik,sosial maupun budaya di Wonosobo serta aktif mengelola yayasan pendidikan yang ia dirikan di Wonosobo.

2. Kitab Minhajul Mubin, merupakan kitab fikih tulisan tangan

  Sayyid Ibrahim Baabud yang beliau dapatkan dari Sayyid Zaini

  Dahlan di Mekkah. Kitab ini penulis dapatkan dari Habib Aqil Baabud yang merupakan cucu dari Sayyid Ibrahim Baabud.

  3. Kartu tanda NU atas nama Muhammad Saidun yang berasal dari Desa Kreo, Kecaamatan Kejajar, kabupaten Wonosobo, yang dikeluarkan pada tanggal 23 Dzulqo‟dah 1353 H, sudah bernomor 1526. Bukti ini mengindikasikan bahwa pada awal pendirian NU sudah memiliki ribuan anggota. Sumber ini didapat dari kantor cabang NU Wonosobo.

  b. Sumber Lisan 1.

  Wawancara dengan Habib Aqil Baabud yang lahir pada tahun 1940 dan merupakan cucu dari Sayyid Ibrahim Baabud. Beliau mengetahui persis mengenai kiprah Sayyid Ibrahim Baabud. Meskipun tidak diceritakan langsung oleh Sayyid Ibrahim Baabud, namun beliau mengetahuinya dari orang tuanya.

  2. Wawancara dengan KH Alim Bumen, Wonosobo. KH Alim Sendiri merupakan tokoh yang hidup sezaman dengan Sayyid Ibrahim Baabud. Beliau lahir pada tahun 1920-an masehi dan merupakan salah satu anggota NU pada awal periode kepengurusan NU di Wonosobo. Sementara itu sumber-sumber sekunder diperoleh dari buku, artikel serta kajian serupa. Buku-buku serta artikel yang dimaksud sebagian besar ditulis oleh sejarawan asal wonosobo yaitu Ahmad Muzan, yang berjudul Diaspora Islam Damai, Sejarah Islam di Wonosobo, NU dari masa ke masa, serta Historiografi Islam Wonosobo. Sementara sumber sekunder lainya yaitu berupa buku-buku hasil penelitian dari pemerintah kabupaten Wonosobo yang bekerja sama dengan puslitbang arkeologi nasional tahun 2008 yang berjudul sejarah Wonosobo. Adapun sumber sekunder lainnya adalah buku hasil penelitian dari Van Den Berg yang berjudul Hadhramaut dan Koloni Arab di Indonesia. penelitian ini menelaskan tentang orang-orang Arab yang ada di Nusantara (Jawa). Sayyid Ibrahim Baabud sendiri merupakan salah seorang tokoh keturunan Arab Hadhramaut yang aktif mengembangkan Islam di Wonosobo pada awal abad ke-

  20. Sumber sekunder lainnya adalah buku Mengislamkan Jawa karya Ricklef yang menjelaskan tentang Islamisasi yang lebih dalam pada awal abad ke-20.

  Islamisasi yang juga dilakukan oleh Sayyid Ibrahim Baabud dalam mengkolaborasikan antara Islam mistik dengan Islam modern.

2. Kritik Sumber

  Setelah dilakukan pengumpulan data selanjutnya penulis berusaha menverivikasi sumber-sumber tersebut agar diperoleh sumber yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Kritik terdiri atas kritik ektern dan kritik intern. Kritik ektern digunakan untuk meneliti otentisitas keaslian sumber. Sedangkan kritik intern digunakan untuk meneliti kredibilitas sumber. Dalam penelitian ini kritik ektern digunakan untuk mengetahui kredibilitas dari seorang narasumber. Narasumber yaitu keluarga Sayyid Ibrahim yang menetap di Kauman, Wonosobo, yaitu Habib Aqil Baabud. Perlu diketahui bahwa penelitian yang menggunakan wawancara adalah salah satu cara untuk mengumpulkan sumber harus lebih teliti sebelum menggali informasi. Dalam hal ini latar belakang dan profil dari seorang narasumber sedikit banyak mempengaruhi informasi yang ia sampaikan. Selanjutnya kritik intern pada penelitian ini akan penulis bandingkan informasi yang disampaikan dengan fakta-fakta yang ada.

  3. Interpretasi