Nilai-Nilai Pendidikan Al-Akhlaq Al-Karimah Pada Kisah Dzulqarnain Dalam Surat Al-Kahfi Ayat 83-98 Menurut Hamka - Electronic theses of IAIN Ponorogo

  NILAI—NILAI PENDIDIKAN AL—AKHLA<Q AL—KARI<MAH PADA KISAH DZULQARNAIN DALAM SURAT AL—KAHFI AYAT 83—98

  MENURUT HAMKA

SKRIPSI

  OLEH: MUHAMMAD NUR HUDA

  NIM: 210314082 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

  ABSTRAK Nilai—Nilai Pendidikan al—Akhla>q al— Huda, Muhammad Nur. 2018. Kari>mah pada Kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi Ayat 83 — 98 Menurut Hamka. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Ponorogo. Pembimbing Dr. Nur Kolis, M.Ag.

  Kata Kunci: nilai, pendidikan al — akhla>q al — kari>mah, kisah Dzulqarnain, Hamka.

  Nilai — nilai pendidikan al — akhla>q al — kari>mah merupakan segala sesuatu yang dianggap penting dan berguna yang dijadikan patokan untuk membina, mengajarkan, dan membimbing peserta didik agar memiliki budi pekerti yang mulia dalam dirinya. Selanjutnya untuk mengajarkan peserta didik terkait hal tersebut, banyak sekali metode yang bisa ditempuh oleh para pendidik, salah satunya dengan menggunakan metode Kisah Qura>ni, sebagaimana dengan memanfaatkan kisah Dzulqarnain yang ada dalam Surat al — Kahfi ayat 83 — 98 yang dikaji menggunakan penafsiran Hamka terhadap ayat — ayat tersebut. Untuk itu, peneliti tertarik menelaah al—akhla>q al—kari>mah lebih jauh tentang nilai—nilai pendidikan yang terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83— 98 menurut Hamka.

  Tujuan penelitian ini ialah untuk menganalisis nilai — nilai Nya yang terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83—98 menurut Hamka.

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis kepustakaan ( library research) yang bersifat deskriptif analitis. Teknik pengumpulan datanya menggunakan metode pustaka dan dianalisis secara kritis menggunakan teknik analisis isi ( content analysis).

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, nilai — nilai al — akhla>k al — kari>mah terhadap Allah SWT. yang pendidikan terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al — Kahfi ayat 83 — 98 menurut Hamka diantaranya sebagai berikut: mentauhidkan-Nya, mengingat- — Nya, beramal baik, besyukur kepada — Nya, bertawakal kepada — Nya, rela akan ketentuan — Nya, dan selalu mencari keridhaan — Nya. Kedua, nilai — nilai pendidikan al — akhla>k al — kari>mah terhadap makhluk yang terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al — Kahfi ayat 83 — 98 menurut Hamka diantaranya sebagai berikut: (1) Kepada diri sendiri, diantaranya: tawaddu (rendah hati) , ama>nah (dapat dipercaya), benar, dan qanaah (menerima apa adanya). (2) Kepada sesama, diantaranya: saling menguatkan keimanan, saling memperhatikan, dan saling mengingatkan. (3) Kepada masyarakat, diantaranya: menepati janji, saling menyayangi, tolong menolong, menggunakan bahasa yang mudah dipahami, menegakkan keadilan, dan tidak membeda—bedakan antara satu sama lain.

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dengan segala cara dan bentuknya merupakan kebutuhan setiap makhluk yang bernama manusia, dan manusia akan selalu mencari model — model (bentuk) serta sistem pendidikan yang dapat mempersiapkan peserta didik untuk menyongsong masa depannya, karena peserta didik adalah

  1 generasi yang akan menggantikan posisi orang dewasa.

  Dewasa ini, banyak komentar terhadap pelaksanaan pendidikan nilai yang dianggap belum mampu menyiapkan generasi muda bangsa menjadi warga negara yang lebih baik. Memaknai hal tersebut reevaluasi pendidikan nilai bagi generasi muda bangsa sangatlah diperlukan. Terpuruknya bangsa dan negara Indonesia dewasa ini tidak hanya disebabkan oleh krisis ekonomi saja, melainkan juga oleh krisis akhlak. Oleh karena itu,

  1 perekonomian bangsa menjadi ambruk, korupsi, kolusi, nepotisme,

  2 dan perbuatan—perbuatan yang merugikan bangsa merajalela.

  Memperhatikan hal—hal tersebut, terjadi gugatan dan hujatan terhadap dunia pendidikan. Oleh karena itu, reevaluasi terhadap rumpun pendidikan nilai khususnya, dipandang perlu agar tujuan pendidikan yang bermaksud menyiapkan generasi bangsa yang

  3

  berwatak luhur dapat tercapai. Sebab itulah, pemerintah harus menekankan pendidikan moral supaya out — put pendidikan memiliki akhlak mulia yang sadar bahwa dirinya selalu diawasi oleh Allah SWT. Sehingga pendidikan moral harus diusahakan dan

  4 dibiasakan sejak anak bisa mengetahui keadaan baik dan buruk.

  Tujuan utama dari pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU Sisdiknas, jelas untuk mengembangkan potensi dasar peserta didik yaitu keimanan yang melahirkan ketakwaan yang terjabar dalam akhlak mulia, kesehatan, keilmuan, kecakapan, dan kreatifitas. Walaupun itu semua merupakan bagian dari tujuan pendidikan nasional, tetapi semua sistematika dan menurut skala prioritas, akhlak mulia — lah yang merupakan penjabaran dari keimanan kepada ke—Esaan Tuhan, dan tentunya 2 Mansur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2014), 17. 3 4 Ibid., 18. harus mendapatkan prioritas utama dari semua tujuan yang akan

  5 dicapai dari usaha pendidikan tersebut.

  Akhlak yang baik atau al—akhla>k al—kari>mah yaitu sistem nilai yang menjadi asas perilaku yang bersumber dari al—Quran,

  6 al—Sunnah, dan nilai—nilai alamiah (sunnatullah).

  Akhlak mulia merupakan manifestasi keimanan dan keislaman paripurna

  7

  seorang muslim. Akhlak juga merupakan roh Islam yang mana al—akhla>q al—sala>mah seperti halnya jasad yang agama tanpa tidak bernyawa, dan yang paling penting lagi, akhlak adalah nilai

  8 yang menjamin keselamatan kita dari siksa api neraka.

  Titik tekan pendidikan akhlak adalah untuk mengembangkan potensi — potensi kreatif yang positif dari peserta didik agar menjadi manusia yang baik. Baik menurut pandangan manusia dan terlebih menurut pandangan Allah. Persoalan manusia “baik” merupakan persoalan nilai, karena ia menyangkut penghayatan dan pemaknaan yang lebih bersifat afektif daripada kognitif, karena nilai inilah yang akan membentuk tingkah laku dan pada

  9

  akhirnya karakter manusia. Apabila akhlak mulia telah tertanam dalam jiwa, maka nilai — nilai dan budaya asing yang masuk ke 5 6 Juwariyah, Dasar—dasar Pendidikan, 7—8. 7 Zainuddin Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), 31.

  M. Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern Membangun Karakter Generasi Muda (Bandung: Marja, 2012), 120. 8 dalam masyarakat kita melalui berbagai media dan teknologi dapat disaring dan diseleksi. Dengan demikian, kita dapat mengambil

  10 unsur positifnya serta meninggalkan unsur negatifnya.

  Melihat kenyataan di lapangan, usaha — usaha pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa akhlak perlu dibina, dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi — pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul — Nya, hormat kepada kedua orangtua, sayang kepada sesama makhluk — Nya, dan lain

  11

  sebagainya. Pembinaan akhlak mulia dapat dilakukan melalui pengambilan nilai—nilai keteladanan dari suatu kisah, dan kisah— kisah keteladanan banyak sekali tertera didalam al—Quran, salah satunya keteladanan dari kisah Dzulqarnain dalam surat al—Kahfi ayat 83—98.

  Dzulqarnain merupakan sesosok raja pada zaman dahulu yang mempunyai perangai yang luhur. Allah telah memberikan kepada orang yang bergelar Dzulqarnain itu kekuasaan yang teguh di muka bumi yang tidak dapat digoyangkan lagi oleh musuh — musuhnya (pemerintahannya telah stabil). “ Dan telah Kami 10 berikan kepadanya dari tiap—tiap sesuatu akan jalannya.” (ujung ayat 84). Maksudnya: Allah telah membukakan selalu baginya pintu — pintu kejayaan, ke mana saja ia melangkahkan kaki atau mengatur siasat penaklukan, semua jalannya terbuka. Ini menandakan bahwa ia — pun adalah seorang raja atau penguasa

  12 yang cerdik dan mempunyai sifat—sifat kepahlawanan yang lain.

  Ketika ia melakukan perjalanan ke arah barat hingga ia tidak menemukan lagi daratan, dia — pun menjumpai suatu kaum dan “ Wahai berhasil ditaklukkannya. Kemudian Allah berfirman,

  Dzulqarnain, Engkau boleh menghukum atau berbuat kebaikan (mengajak beriman) kepada mereka.” Dia (Dzulqarnain) berkata, “Barang siapa berbuat dzalim, kami akan menghukumnya, lalu dia akan dikembalikan kepada Tuhannya, kemudian Tuhan mengadzabnya dengan adzab yang sangat keras. Adapun orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka dia mendapat (pahala) yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami sampaikan kepadanya perintah kami yang mudah.” (QS. al—Kahfi: 86—88).

  Berdasarkan jawabannya dapat diketahui bahwa ia adalah seorang raja yang berlaku adil kepada rakyat yang telah ditaklukannya dan ia pun juga seorang yang mengetahui agama yang lurus, dibuktikan dengan keimanannya bahwa di samping ada hukum dunia ada lagi hukum yang akan diterima manusia di akhirat nanti. Kemudian, dia juga seorang raja yang bijaksana dan pandai bertutur kata dalam mengajak kepada kebaikan maupun memerintahkan sesuatu, dia selalu menggunakan kata—kata yang mudah dimengerti oleh rakyatnya dan hanya memerintahkan

  13 sesuatu yang rakyatnya mampu untuk melakukannya.

  Maka Allah berfirman tentang kebijaksanaan pemerintahan Dzulqarnain itu pada ayat selanjutnya, “ Demikianlah! ” Yaitu demikianlah yang telah dilakukan oleh Dzulqarnain didalam ia menaklukkan negeri, baik kejurusan barat atau kejurusan timur. “ Demikianlah, sesungguhnya pengetahuan Kami telah meliputi segala yang ada padanya itu. ” (ayat 91). Ayat ini memberikan isyarat bahwasanya kebijaksanaan Dzulqarnain dalam menaklukkan suatu negeri itu adalah dalam pengetahuan Allah

  14 atau mendapat restu dari Allah.

  Begitulah secuplik kisah terkait Dzulqarnain dalam Tafsir al— Azhar karya Hamka. Peneliti tertarik untuk meneliti penjelasan Hamka dalam Tafsir al — Azhar terkait kisah Dzulqarnain dikarenakan menurut hemat peneliti, penjelasan kisah Dzulqarnain dalam tafsir tersebut cukup jelas dan mudah 13 dipahami, serta dalam menjelaskan siapakah Dzulqarnain itu sebenarnya, Hamka tidaklah condong kepada salah satu kelompok yang berargumentasi tentang siapa sejatinya Dzulqarnain dan darimana ia berasal, karena banyak sekali kontroversi terkait latar belakang siapakah Dzulqarnain itu.

  Justru didalam tafsirnya, Hamka menjelaskan berbagai argumen dari berbagai macam tokoh dan kelompok terkait siapa dan darimana asal Dzulqarnain tersebut. Adapun pendapat beliau terkait siapa Dzulqarnain yang sebenarnya ialah beliau meyakini adanya Dzulqarnain karena al — Quran menceritakan kisahnya, namun siapakah orangnya yang sebenarnya, al—Quran dan Hadis s}ahih pun tidak menerangkan. Adapun semua yang tersebut yang dalam kisah — kisah tafsir yang ada, semuanya semata — mata hanyalah tafsir yang bersifat kemungkinan ( z}an/rayi) dan

  15 bukanlah merupakan sesuatu yang telah pasti.

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ NILAI — NILAI PENDIDIKAN AL — AKHLA<Q AL — KARI<MAH PADA KISAH DZULQARNAIN DALAM SURAT AL—KAHFI AYAT 83—98 MENURUT HAMKA”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan

  16

  sebelumnya, maka rumusan masalah yang dapat diangkat dan dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut:

  1. Apa saja nilai — nilai pendidikan al — akhla>q al — kari>mah terhadap Allah yang terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83—98 menurut Hamka? al — akhla>q al — kari>mah

  2. Apa saja nilai — nilai pendidikan terhadap makhluk yang terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83—98 menurut Hamka?

  C. Tujuan Penelitian Sebagaimana rumusan masalah yang telah dikemukakan

  17

  peneliti di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:

  1. Untuk menganalisis dan mengetahui berbagai macam nilai — 16 nilai pendidikan al—akhla>q al—kari>mah terhadap Allah yang

  Rumusan masalah merupakan pernyataan singkat suatu masalah yang akan

diteliti, serta merupakan tahap akhir penemuan setelah peneliti memilih bidang dan

pokok permasalahan yang diteliti. Lihat Etta Mamang Sangadji dan Sopiah,

Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dalam Penelitian (Yogyakarta: Andi, 2010),

  73. 17 Tujuan penelitian merupakan rumusan kalimat ynag menunjukkan adanya

hal yang diperoleh setelah penelitian selesai. Sebenarnya apabila ditilik dari isinya, terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83 —98 menurut Hamka.

  2. Untuk menganalisis dan mengetahui berbagai macam nilai — al — akhla>q al — kari>mah terhadap makhluk nilai pendidikan yang terdapat pada kisah Dzul—qarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83—98 menurut Hamka.

  D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat kajian ini ditinjau dari dua sisi, yakni secara teoritis dan praktis, kajian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:

  1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran terhadap khazanah pendidikan Islam terkait al—akhla>k al—kari>mah bagi penanaman dan pengembangan kaum muslim umumnya, dan khususnya bagi para peserta didik. Serta penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan bagi siapapun pembacanya terkait nilai — nilai pendidikan al — akhla>k al —kari>mah yang ada pada kisah Dzulqarnain dalam al—Quran Surat al—Kahfi ayat 83—98.

  2. Manfaat Praktis a. Bagi Pendidik Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan dan memahamkan kepada peserta didik akan pentingnya mempelajari dan meneladani kisah—kisah dalam al—Quran khususnya tentang kisah Dzulqarnain sebagaimana telah tertulis dalam al — Quran Surat al — Kahfi ayat 83 — 98 al—akhla>k al—kari>mah pada diri peserta guna membentuk didik.

  b. Bagi Peserta Didik Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu acuan belajar menanamkan al — akhla>k al — kari>mah pada diri sendiri dan dapat memberi motivasi kepada peserta didik agar tertarik, mau, dan rajin mendalami ibrah — ibrah dari segala kisah yang ada dalam al — Quran, khususnya dari kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83—98.

  c. Bagi Pembaca Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi setiap orang yang membacanya agar mau dan mampu al—akhla>k al mengimplementasikan nilai—nilai pendidikan

  —kari>mah dalam kehidupan sehari—hari, khususnya nilai— nilai pendidikan al—akhla>k al—kari>mah yang terkandung dalam Surat al—Kahfi ayat 83—98 yang mengisahkan tentang Dzulqarnain.

  E. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu Terkait dengan penelitian ini, peneliti menelaah hasil dari beberapa penelitian terdahulu yang secara tidak langsung mempunyai keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sekarang. Hal ini dilakukan dengan maksud menghindari kesamaan dan pengulangan penelitian, sekaligus me — nunjukkan sisi perbedaan diantara penelitian — penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan peneliti sekarang. Adapun hasil penelitian yang secara tidak langsung berkaitan dengan penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

  Yoen Alfa Ade Wulandari dalam skripsinya pada tahun 2017 di

  IAIN Ponorogo yang berjudul “ PEMBINAAN AKHLAK TERPUJI MASYARAKAT (Penelitian Kualitatif di Pengajian Umum Ahad Pagi Pondok Modern Arrisalah Ponorogo) ” dengan rumusan masalah: bagaimana keadaan masyarakat Desa Gundik Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo sebelum berdirinya Pondok Arrisalah, bagaimana proses pembinaan akhlak masyarakat desa tersebut, dan bagaimana pula dampak pengajian umum Ahad pagi di Pondok Modern Arrisalah terhadap akhlak masyarakat desa itu.

  Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa proses pembinaan akhlak terpuji masyarakat yaitu melalui pengajian umum secara rutin setiap Ahad pagi. Dampak adanya kegiatan tersebut yaitu membantu masyarakat untuk memahami ilmu agama lebih dalam dan meningkatkan ibadah serta keimanan mereka kepada Allah SWT.

  Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada kajiannya yang membahas mengenai akhlak terpuji. Namun, perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah subjek penelitiannya, dimana penelitian terdahulu subjek penelitiannya adalah masyarakat, sedangkan penelitian ini yang diteliti adalah terkait tafsir dari Surat al—Kahfi ayat 83—98 dalam Tafsir al — Azhar karya Hamka. Kemudian perbedaan yang mendasar lainnya adalah penelitian terdahulu menggunakan model penelitian kualitatif studi kasus, adapun penelitian ini menggunakan model kualitatif studi kepustakaan.

  Rahayuningsih dalam skripsinya pada tahun 2017 di IAIN Ponorogo yang berjudul “ NILAI — NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM BIOGRAFI KH. HASYIM ASYARI” dengan rumusan masalah: bagaimana biografi KH. Hasyim Asyari dan bagaimana nilai—nilai pendidikan akhlak dalam biografi KH. Hasyim Asyari.

  Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa KH. Hasyim Asyari merupakan tokoh teladan yang baik dan termasuk ulama serta pemimpin yang disegani. Adapun nilai — nilai pendidikan akhlak dalam biografi beliau diantaranya: akhlak terhadap Allah khusnuz}an, z\ikrullah, dan tawakal), akhlak terhadap (tauhid, Rasulullah (mengikuti sunah beliau), akhlak terhadap diri sendiri (sabar, amanah, jujur/benar, menepati janji, dan memelihara kesucian diri), akhlak terhadap keluarga (berbakti kepada orangtua dan bersikap baik kepada saudara), dan akhlak terhadap masyarakat (suka menolong).

  Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada kajiannya yang membahas mengenai akhlak serta model penelitian yang sama, yakni kualitatif model studi kepustakaan. Namun perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah objek penelitiannya, dimana penelitian terdahulu objek penelitiannya adalah nilai—nilai pendidikan akhlak dalam biografi KH. Hasyim Asyari, sedangkan penelitian ini yang diteliti adalah al—akhla>q al—kari>mah yang ada terkait nilai—nilai pendidikan pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al — Kahfi ayat 83 — 98 menurut Tafsir al—Azhar karya Hamka.

  Anis Rohmatunnisa dalam skripsinya pada tahun 2017 di IAIN Ponorogo yang berjudul “ PEMBINAAN AKHLAK MULIA SISWA MELALUI KEGIATAN KEPRAMUKAAN (Studi Kasus di MTs MMA Gonggang Poncol Magetan)” dengan rumusan masalah: bagaimana pelaksanaan pembinaan akhlak mulia siswa melalui kegiatan kepramukaan di MTs MMA Gonggang Poncol Magetan dan bagaimana hasil dari pembinaan akhlak mulia siswa melalui kegiatan kepramukaan di sekolah tersebut setelah dilaksanakan.

  Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa hasil dari pelaksanaan ekstrakurikuler pramuka terhadap pembinaan akhlak mulia siswa di MTs MMA Gonggang diantaranya adalah: para siswa lebih terbantu dalam penerapan kedisiplinan, berbahasa dengan baik dengan orang yang lebih dewasa, dan mampu menunjukkan akhlak mulia yang sesuai dengan madzhab yang dianut.

  Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada kajiannya yang membahas mengenai akhlak terpuji. Namun perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah subjek penelitiannya, dimana penelitian terdahulu subjek penelitiannya adalah implikasi kegiatan ekstakurikuler penelitian ini yang diteliti ialah terkait nilai—nilai pendidikan al— akhla>q al—kari>mah yang ada pada kisah Dzulqarnain menurut Hamka. Kemudian perbedaan yang mendasar lainnya adalah penelitian terdahulu menggunakan model penelitian kualitatif studi kasus, adapun penelitian ini menggunakan model kualitatif studi kepustakaan.

  Triana Zulfa dalam skripsinya pada tahun 2017 di IAIN Ponorogo yang berjudul “ NILAI — NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM PERANG KHANDAQ ” dengan rumusan masalah: bagaimana peristiwa Perang Khandaq itu terjadi dan apa saja nilai —nilai pendidikan akhlak yang terdapat didalamnya.

  Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa nilai — nilai pendidikan akhlak dalam Perang Khandaq diantaranya: akhlak , dan tawakal), akhlak terhadap terhadap Allah (tauhid, taubat

  Rasulullah (percaya akan mukjizatnya dan mengikuti perintahnya), akhlak terhadap diri sendiri (setia, tenang, dan kerja keras), akhlak terhadap masyarakat (suka menolong dan adil), dan akhlak terhadap lingkungan (tidak menebang tanaman kecuali dalam kondisi darurat).

  Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada kajiannya yang membahas mengenai akhlak serta model penelitiannya, yakni studi kepustakaan. Namun perbedaannya terletak pada objek penelitiannya, dimana penelitian terdahulu membahas nilai—nilai pendidikan akhlak dalam peristiwa perang Khandaq, sedangkan penelitian ini membahas nilai — nilai pendidikan al — akhla>q al — kari>mah pada kisah Dzulqarnain menurut Hamka.

  Qurrotulayuun dalam skripsinya pada tahun 2017 di IAIN Ponorogo yang berjudul “ NILAI — NILAI PENDIDIKAN AKHLAK NABI SHALIH DALAM PENDIDIKAN ISLAM" dengan rumusan masalah: bagaimanakah nilai—nilai pendidikan akhlak Nabi Shalih dalam Tafsir al—Misbah Surat Hud ayat 61—68 dan apa nilai—nilai pendidikan akhlak Nabi Shalih perspektif pendidikan Islam.

  Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa nilai — nilai pendidikan akhlak Nabi Shalih dalam Tafsir al—Misbah Surat Hud ayat 61—68 mempunyai beberapa aspek diantaranya: pendidikan tauhid, pendidikan alam semesta, pendidikan tasawuf, dan pendidikan kenabian. Adapun bentuk — bentuk nilai pendidikan akhlaknya berupa mentauhidkan Allah dengan beribadah, mengimani Rasulullah dan meneladani sifat — sifatnya, dan memakmurkan bumi tanpa merusaknya.

  Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada kajiannya yang membahas mengenai nilai—nilai pendidikan akhlak serta model penelitiannya, yakni studi kepustakaan. Namun perbedaannya terletak pada objek penelitiannya, di mana penelitian terdahulu objek penelitiannya ialah nilai — nilai pendidikan akhlak Nabi Shalih dalam pendidikan Islam, sedangkan al — penelitian ini yang diteliti terkait nilai — nilai pendidikan akhla>q al — kari>mah yang terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83—98 menurut Hamka.

  F. Metode Penelitian

  1. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian memiliki kaitan erat dengan model

  18

  analisis. Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan deskriptif analitik kualitatif.

  Tujuan penelitian deskriptif analitik kualitatif ialah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta — fakta, sifat — sifat, serta

  

dan metodologi, sedangkan secara praktis, pendekatan adalah model analisis. Lihat

  19

  hubungan antarfenomena yang diselidiki. Kemudian peneliti segera melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan, menemukan pola atas

  20 dasar data aslinya (tidak ditransformasi dalam bentuk angka).

  Hasil analisis data berupa pemaparan mengenai data maupun situasi yang diteliti yang disajikan dalam bentuk naratif.

  2. Jenis Penelitian Terkait dengan jenis penelitian, maka penelitian ini library research), tergolong sebagai penelitian kepustakaan ( yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan, maupun

  21

  laporan hasil penelitian dari peneliti terdahulu. Adapun dalam penelitian ini, peneliti bermaksud untuk mengkaji dan menelaah al—akhla>q al—kari>mah yang tentang nilai—nilai pendidikan terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83 —98 menurut Hamka.

  3. Data dan Sumber Data Sebagaimana telah diketahui bahwa penelitian ini 19 merupakan penelitian kepustakaan, dimana peneliti berusaha 20 Moh. Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), 54.

  Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Jakarta: PT. mencari data terkait nilai — nilai pendidikan al — akhla>q al — kari>mah yang terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al — Kahfi ayat 83 — 98 menurut Hamka. Oleh karena itu, data penelitian ini ialah berbagai buku dan referensi yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan objek pembahasan peneliti.

  Apabila dilihat dari sumber datanya, maka sumber data dari penelitian ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni sumber

  22

  data primer dan sumber data sekunder. Mengenai keterangan lebih lanjutnya ialah sebagai berikut: a. Sumber Data Primer

  

23

Sumber data primer dari penelitian ini ialah Tafsir al—

  Azhar Juz XV karya Hamka. Jadi, sumber data inilah yang selanjutnya digunakan oleh peneliti sebagai bahan atau rujukan utama dalam kegiatan penelitian ini.

  b. Sumber Data Sekunder

  24 Adapun sumber data sekunder yang digunakan dalam 22 penelitian ini sebagai berikut: Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2015), 225. 23 Sumber data primer ialah sumber data (bahan pustaka) yang secara langsung memberikan data kepada peneliti. Ibid. 24

  1) Tafsir al—Wasith Jilid 2 karya Wahbah Az—Zuhaili yang diterbitkan pada tahun 2013 oleh Gema Insani di Jakarta.

  Pemikiran Pendidikan Islam karya A. Susanto yang 2) diterbitkan pada tahun 2010 oleh Amzah di Jakarta.

  Tafsir al—Qura>n al—Adzi>m al—Juzu al—Tsa>niy karya 3)

  — Mah}alliy dan Jalal al — Di>n al — Jalal al — Di>n al

  — Suyu>t}iy yang diterbitkan pada tahun 2012 oleh Da>r al Abidi>n di Surabaya.

  4) Senarai Tokoh Muhammadiyah Pemikiran dan Kiprahnya karya Hery Sucipto yang diterbitkan pada tahun 2005 oleh Grafindo Khazanah Ilmu di Jakarta. Hamka dan Bahagia Reaktualisasi Tasauf Modern di

  5) Zaman Kita karya M, Alfan Alfian yang diterbitkan pada tahun 2014 oleh PT. Penjuru Ilmu Sejati di Bekasi.

  Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam karya Syamsul 6)

  Kurniawan dan Erwin Mahrus yang diterbitkan pada tahun 2013 oleh Ar—Ruzz Media di Yogyakarta.

  7) Serta referensi — referensi lain yang berkaitan dengan objek pembahasan dalam penelitian ini.

  4. Teknik Pengumpulan Data

  25 Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

  metode pustaka, yakni teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tempat — tempat penyimpanan hasil penelitian, yaitu

  26

  perpustakaan. Maksudnya ialah peneliti berusaha mencari dan mengumpulkan data melalui berbagai referensi/buku yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan objek pembahasan peneliti maupun teori yang akan digunakan peneliti selanjutnya guna menganalisis objek penelitiannya.

  Tahap—tahap untuk memperolah data dalam penilitian ini sebagai berikut: a. Membaca dan memahami buku—buku atau referensi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini guna memperoleh sumber data primer dan sekunder serta landasan teori yang akan digunakan dalam penelitian. Adapun penjelasan lebih lanjutnya sebagai berikut: 1) Peneliti membaca dan memahami kisah Dzulqarnain yang ada dalam Surat Surat al — Kahfi ayat 83 — 98 sekaligus tafsiran Hamka mengenai ayat — ayat tersebut. Hasil dari

  

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data kegiatan inilah yang selanjutnya akan digunakan peneliti sebagai sumber data primer.

  2) Peneliti membaca dan memahami buku—buku (selain buku yang dijadikan sebagai sumber data primer) yang secara tidak langsung memiliki keterkaitan dengan objek pembahasan penelitian. Hasil dari kegiatan inilah yang selanjutnya akan digunakan peneliti sebagai sumber data sekunder.

  3) Peneliti membaca dan memahami buku — buku terkait dengan teori nilai — nilai pendidikan al — akhla>q al — kari>mah. Hasil dari kegiatan inilah yang selanjutnya akan digunakan peneliti sebagai landasan teori dalam penelitian ini yang sekaligus berfungsi sebagai pisau analisis terhadap data primer dan sekunder, sehingga nantinya akan diperoleh data yang diinginkan dalam penelitian ini.

  27

  b. Menerapkan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini guna memperoleh data dari sumber primer dan sekunder yang dikupas menggunakan teori nilai — nilai al—akhla>q al—kari>mah. pendidikan

  27 c. Menyajikan data yang telah diperoleh dari proses menganalisis tersebut, sehingga data dari hasil penelitian ini dapat dipahami dengan mudah oleh para pembacanya.

  d. Mengambil kesimpulan dari hasil kajian (penelitian) yang telah dilakukan.

  5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data pada penelitian ini adalah analisis isi

  ( content analysis). Secara umum, analisis isi berupaya mengungkap berbagai informasi dibalik data yang disajikan di media atau teks. Analisis isi dapat didefinisikan sebagai teknik mengumpulkan dan menganalisis isi dari suatu teks. Isi dalam hal ini dapat berupa kata, arti (makna), gambar, simbol, ide,

  28 tema, atau beberapa pesan yang dapat dikomunikasikan.

  Analisis isi dapat digunakan dalam penelitian yang bertujuan eksploratif, deskriptif, maupun eksplanatif. Tema analisis isi pun sangat beragam, bahkan hampir semua penelitian dapat menggunakan analisis isi asalkan sumber datanya tersedia dengan lengkap. Analisis isi tidak dipengaruhi

  28 oleh faktor keyakinan peneliti (subjektif), namun analisis isi lebih bersifat objektif.

  ini mengarahkan pada peneliti untuk memahami hakikat objek sedemikian rupa sehingga kompleksitas dan keberagamannya dapat ditangkap, diuraikan, dan dengan sendirinya disimpulkan kembali menjadi totalitas pesan sesuai dengan hakikat objek masing—masing.

  adalah sebagai berikut:

  a. Menentukan permasalahan Analisis isi dimulai dengan menentukan permasalahan, karena permasalahan merupakan titik tolak dari keseluruhan penelitian. Usaha memperoleh jawaban atas permasalahan tersebut dengan sendirinya merupakan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Ketika menentukan permasalahan, hendaknya diungkap terlebih dahulu latar belakang mengapa permasalahan itu muncul. Kemudian mengidentifikasi permasalahan itu tadi, yang selanjutnya dirumuskan dalam rumusan masalah.

  31 29 Ibid., 88. 30 Ratna, Metodologi Penelitian Kajian Budaya, 360. 31 b. Menyusun kerangka pemikiran Sebelum mengumpulkan data, peneliti diharapkan telah mampu merumuskan gejala atau permasalahan yang akan diteliti. Dengan kata lain peneliti telah mengemukakan kerangka pemikiran ( conceptual definitions) terlebih dahulu

  32 terhadap gejala yang akan diteliti.

  c. Menyusun perangkat metodologi Setelah penyusunan kerangka pemikiran selesai, selanjutnya peneliti harus mampu menyusun perangkat

  33

  metodologi yang akan digunakan. Perangkat metodologi pada dasarnya merupakan rangkaian metode yang sekurang —kurangnya mencakup hal—hal berikut: 1) Menentukan metode pengukuran atau prosedur

  

34

operasionalisasi konsep.

  2) Menentukan populasi yang akan diteliti serta bagaimana

  35 pengambilan sampelnya (jika penelitiannya kuantitatif).

belakang dan rumusan masalah dalam penelitian ini telah dijelaskan pada sub bab

sebelumnya. Lihat sub bab Latar Belakang Masalah dan Rumusan Masalah, 1—7. 32 Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis, 194;

Conceptual devinitions dari penelitian ini dapat dilihat pada Kajian Teori yang ada

pada Bab II, 25—51. 33 34 Ibid., 195.

  36 3) Menentukan metode pengumpulan data.

  37 4) Menentukan metode analisis.

  d. Analisis data Merupakan analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti melalui perangkat metodologi

  38 tertentu.

  e. Interpretasi data Interpretasi data merupakan penafsiran terhadap hasil analisis data. Pada bagian ini, peneliti mendiskusikan hasil analisis data melalui interpretasi terhadap hasil analisis data dengan menggunakan kerangka pemikiran atau kerangka

  39 teori yang semula telah ditetapkan.

  36 Ibid., 196; Pembahasan mengenai metode pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Lihat sub bab Teknik Pengumpulan Data, 17—19. 37 Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis, 196;

Penelitian ini menggunakan analisis isi ( content analysis) sebagaimana yang sedang

dibahas pada sub bab ini. Metode analisis inilah yang selanjutnya akan digunakan

peneliti untuk menggali dan menemukan data terkait nilai — nilai pendidikan al —

akhla>q al—kari>mah yang terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83—98 menurut Hamka dalam Tafsir al—Azhar. 38 Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis, 196;

Sebagaimana telah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya bahwa penelitian ini

menggunakan metode pustaka untuk memperoleh data, baik data primer maupun

sekunder. Selanjutnya menggunakan analisis isi ( content analysis) sebagai teknik

analisis datanya. Lihat sub bab Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data,

17—22; Selanjutnya analisis terhadap data yang telah diperoleh dalam penelitian ini akan dibahas pada Bab IV, 91—115. 39 Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis, 196 — 197; G. Sistematika Pembahasan Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai penelitian ini, maka secara global penulis merincinya dalam sistematika pembahasan sebagai berikut:

  BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini penulis akan membahas mengenai: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah hasil penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

  BAB II : NILAI — NILAI PENDIDIKAN AL — AKHLA<Q AL — KARI<MAH Pada bab ini penulis akan membahas mengenai teori yang digunakan dalam penelitian ini, yakni teori terkait nilai — nilai pendidikan al — akhla>q al — kari>mah, yang nantinya digunakan sebagai pijakan peneliti untuk menganalisis data terkait nilai — nilai pendidikan al — akhla>q al — kari>mah yang terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83— 98 menurut Hamka.

  BAB III : KISAH DZULQARNAIN DALAM SURAT AL—KAHFI AYAT 83—98 MENURUT HAMKA

  Bab ini berisi data utama yang akan dianalisis pada bab selanjutnya dari penelitian ini. Adapun cakupan bahasannya terkait: profil Hamka, Tafsir al — Azhar, sosok Dzulqarnain menurut Hamka, dan kisah Dzulqarnain dalam Surat al—Kahfi ayat 83—98 menurut Hamka.

  AL — AKHLA<Q AL —

  BAB IV : NILAI — NILAI PENDIDIKAN KARI<MAH PADA KISAH DZULQARNAIN DALAM SURAT AL—KAHFI AYAT 83—98 MENURUT HAMKA Bab ini merupakan bagian inti dari penelitian ini, yakni didalamnya berisi jawaban dari semua rumusan masalah yang telah peneliti paparkan sebelumnya di bab satu. Jadi, pada bab ini dibahas mengenai analisis peneliti terkait kisah Dzulqarnain (yang telah dipaparkan pada bab tiga) dengan menggunakan teori nilai—nilai pendidikan al—akhla>q al—kari>mah (yang telah dipaparkan pada bab dua), guna memperoleh data al — akhla>q al — terkait nilai — nilai pendidikan kari>mah yang terdapat pada kisah Dzulqarnain dalam

  Surat al — Kahfi ayat 83 — 98 menurut Hamka dalam karyanya Tafsir al—Azhar.

  BAB IV : PENUTUP Pada bab terakhir ini penulis akan membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian ini, sekaligus memberikan saran kepada para pemerhati pendidikan dan kepada seluruh pembaca hasil penelitian ini, agar kedepannya nanti, apabila ada manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini, semoga bisa dijadikan rujukan bagi para pembaca umumnya, dan bagi para pemerhati pendidikan khususnya.

  BAB II AL—AKHLA<Q AL—KARI<MAH NILAI—NILAI PENDIDIKAN A. Nilai—Nilai Pendidikan al—Akhla>q al—Kari>mah Untuk mengetahui dan memahami maksud dari nilai — nilai pendidikan al—akhla>q al—kari>mah, maka hendaknya diketahui terlebih dahulu pengertian nilai, pendidikan, dan al—akhla>q al— kari>mah sebagaimana pembahasan berikut:

  1. Pengertian Nilai valere yang artinya berguna, Nilai berasal dari bahasa Latin mampu akan, berdaya, dan berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat, dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang.

  Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna, dan dapat membuat

  40 orang yang menghayatinya menjadi bermartabat.

  Menurut Gordon Allport sebagaimana dikutip oleh Abd. 40 Haris, “ Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang

  41

  bertindak atas dasar pilihannya. ” Baginya nilai berada dalam wilayah psikologis yang disebut keyakinan. Keyakinan berada di tempat yang paling tinggi dibanding dengan wilayah lainnya, seperti hasrat, motif, sikap, keinginan, dan kebutuhan. Oleh karena itu, keputusan benar—salah, baik—buruk, indah—tidak indah, dan lain sebagainya, pada wilayah ini merupakan hasil dari rangkaian proses psikologis yang kemudian mengarahkan individu pada tindakan dan perbuatan yang sesuai dengan nilai

  42 pilihannya.

  Menurut Fraenkel sebagaimana dikutip oleh Rahman, “Nilai adalah ide atau konsep yang menyebabkan sesorang

  43

  memandang sesuatu itu penting dalam hidupnya ” . Nilai menjadi standar perbuatan dan sikap yang menentukan status seseorang dan cara hidupnya, sehingga nilai yang baik itu akan menjadikan orang baik. Maka dari itu, penentuan baik — tidaknya seseorang tidak hanya persoalan fakta dan kebenaran ilmiah rasional, tetapi berkaitan dengan penghayatan dan pemaknaan yang lebih bersifat afektif daripada kognitif. Di 41 sinilah fungsi utama pendidikan berperan, yakni menumbuhkan

  Abd. Haris, Etika Hamka Konstuksi Etik Berbasis Rasional Religius

  — (Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang, 2010), 30. 42 kreativitas peserta didik dan menanamkan nilai—nilai yang baik

  44 kepada mereka.

  2. Pengertian Pendidikan Pendidikan berasal dari kata “ didik ” , artinya “ bina ” , mendapat awalan pen—, dan akhiran —an, yang maknanya sifat dari perbuatan membina, atau melatih, atau mengajar dan mendidik itu sendiri. Oleh karena itu, pendidikan merupakan pembinaan, pelatihan, pengajaran, dan semua hal yang merupakan bagian dari usaha manusia untuk meningkatkan

  45 kecerdasan dan keterampilannya.

  Pendidikan secara terminologis dapat diartikan sebagai pembinaan, pembentukan, pengarahan, pencerdasan, dan pelatihan yang ditujukan kepada semua anak didik secara formal maupun nonformal dengan tujuan membentuk anak didik yang cerdas, berkepribadian, memiliki keterampilan atau keahlian tertentu sebagai bekal dalam kehidupannya di

  46

  masyarakat. Adapun definisi pendidikan menurut para pakar pendidikan adalah sebagai berikut: a. Ahmad D. Marimba sebagaimana dikutip oleh Hamid dan 44 Saebani, ia mengartikan pendidikan sebagai bimbingan 45 Ibid. jasmani dan rohani untuk membentuk kepribadian utama, jasmaniyyah dan ru>h}aniyyah membimbing keterampilan sebagai perilaku konkret yang memberi manfaat pada

  47 kehidupan siswa di masyarakat.

  b. Jhon Dewey sebagaimana dikutip oleh Muslich, ia mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam

  48 dan sesama manusia.

  c. Hamid dan Saebani juga mengutip pendapat Azyumardi Azra yang mengatakan bahwa pendidikan merupakan proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan

  49 memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.

  d. Menurut Undang — Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

  48 keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,

  50 dan negara.

  Makna pendidikan yang lebih hakiki lagi adalah pembinaan akhlak manusia guna memiliki kecerdasan membangun kebudayaan bermasyarakat yang lebih baik dan mampu

  51

  meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Ibn Maskawaih, al — Ghazali, dan Ibn Qudamah sebagaimana dikutip oleh Nasrul, mereka berpendapat bahwa pendidikan akhlak (mulia) harus sudah dimulai semenjak anak — anak baru dilahirkan. Sedangkan subjek pendidikan itu sendiri harus dimulai dari perkara — perkara dzahir dan berbentuk adab fisik dan pergaulan, kemudian dilanjutkan dengan perkara — perkara

  52

  batin dan berbentuk rohani. Hal tersebut dikarenakan kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat (bangsa)

  53 tergantung kepada bagaimana akhlaknya.

  3. Pengertian al—Akhla>q al—Kari>mah 50 Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, Mengumpulkan yang

  

Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai (Bandung:

Alfabeta, 2013), 2; Lihat Undang—Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, 1—2. 51 52 Basri, Filsafat Pendidikan, 54.

  Kata “akhlak” pada dasarnya merupakan kata serapan dari bahasa Arab, yang merupakan bentuk jamak dari kata

  ﻕ ْﻠَﺎ ﺧ ﺍَ

  54

  . Kata ini mempunyai arti budi pekerti, perangai, tingkah

  ﻖ ﺧ ُﻠُ

  55

  laku, atau tabiat. Akhlak secara kebahasaan bisa berarti baik atau buruk tergantung kepada tata nilai yang dipakai sebagai landasannya, meskipun secara sosiologis kata akhlak di Indonesia kata akhlak sudah mengandung konotasi baik, sehingga orang yang berakhlak berarti orang yang berakhlak

  56 baik.

  Secara konseptual pengertian akhlak telah banyak dikemukakan oleh ulama, semisal Ibnu Maskawaih sebagaimana dikutip oleh Mustaqim, beliau mendefinisikan akhlak sebagai “ the state of the soul which couses it to perform its action

  57

  without thought and delibration. ” Artinya, suatu kondisi jiwa yang menyebabkan ia bertindak tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan yang mendalam. Hal ini disebabkan karena seseorang telah membiasakan prilaku tersebut. Itulah sebabnya, 54 salah satu cara membentuk akhlak anak sejak kecil, orangtua

  Mahmud Yunus, Kamus Arab — Indonesia (Jakarta: Mahmud Yunus Wadzurriyyah, 2009), 120. 55 56 Nasrul, Akhlak Tasawuf, 1. 57 Ali, Pendidikan Agama Islam, 29. perlu membiasakan anaknya untuk melakukan perilaku

  58 tertentu.

  Imam Ghazali sebagaimana dikutip oleh Mustofa, beliau mendefinisikan akhlak sebagai berikut: “ Akhlak sebagai suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan — perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan

  59

  pertimbangan pikiran lebih dahulu.” Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Zahrudin dan

  Sinaga, beliau mendefinisikan akhlak sebagai berikut: “Sementara orang yang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu apabila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itulah yang dinamakan

  60

  akhlak.” Abd al — H}amid Yunus sebagaimana dikutip oleh

  Damanhuri, ia mengartikan akhlak secara sederhana dengan sifat — sifat manusia yang terididik. Kemudian, ilmu akhlak didefinisikannya sebagai ilmu tentang keutamaan — keutamaan dan bagaimana cara mengikutinya sehingga jiwa seseorang terisi

  58 59 Ibid. 60 A. Mustofa, Akhlak—Tasawuf (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), 12. dengannya, dan tentang keburukan serta bagaimana pula cara

  61 menghidarinya sehingga jiwa kosong daripadanya.