Bentuk Ulang Sama Bentuk tetapi Berbeda Makna dalam Kalimat Bahasa Indonesia

  Bentuk Ulang Sama Bentuk tetapi Berbeda Makna dalam Kalimat Bahasa Indonesia Disusun oleh Irena Wahyu Tri Muncarwati 024114009 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

  

Penget ahuan adalah cint a cahaya dan visi

Hellen kelle r

  Orang selalu menyala hkan keadaan. Aku tak percaya akan keadaan. Orang yang berhasil di dunia adalah orang yang bangkit dan mencari keadaan yang mereka inginkan, dan kalau mereka tak menemukan, mereka akan menciptakannya.

  George Bernard Shaw

  

Pertama-tama, katakan pada dirimu apa yang akan kau raih;

lalu lakukan apa yang perlu kau lakukan.

  

Epictetus PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 19 Januari 2007 Penulis Irena Wahyu Tri Muncarwati

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang MahaKuasa atas segala rahmat dan berkat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

  1. Drs. Hery Antono, M. Hum., selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan memberikan penyempurnaan skripsi ini.

  2. Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum., selaku dosen pembimbing II yang telah dengan sabar berkenan membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

  3. Staf dosen Jurusan Sastra Indonesia. Drs. B. Rahmanto, M. Hum., Drs. P. Ari Subagyo, M. Hum., Peni Adji, S.S., M.Hum., Drs. Yoseph Yapi Taum, M.

  Hum., Drs. F.X. Santosa, M. S., dan Dra. Fr. Tjandrasih, M. Hum., terima kasih atas bimbingannya selama penulis menempuh pendidikan di Jurusan Sastra Indonesia.

  4. Staf sekretariat fakultas Sastra yang sudah dengan sabar membantu

  5. Staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang sudah menyediakan jasanya saat penulis memb utuhkan bantuan.

  6. Kedua orang tuaku Bapak M. Sudaryanto dan Ibu Yohana, kakak-kakakku Antonius Cipto Tri W., Marselina Lilies D.Y., M. Ika Widyanigrum, dan keponakanku Cecilia Meika Putri S atas doa dan dukungannya.

  7. Anastasia Ratna atas bantuannya dalam pembuatan abstrak terutama terjemahannya dalam bahasa Inggris, serta Cecilia Meiriana Puspa atas kesediannya meminjamkan laptopnya sampai penulis menyelesaikan skripsi ini.

  8. Sahabatku Muntaza, Ari Khusrini, Puput Sekar Kustanti, dan FX. Totok menyenangkan.

  9. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Angkatan 2002, terima kasih atas dukungan dan semangatnya.

  10. Teman-teman kos Pringgondani 13 terima kasih atas dukungan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan juga atas kebersamaannya.

  Penulis

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii HALAMAN MOTTO ........................................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................... v KATA PENGANTAR............................................................................................ vi DAFTAR ISI.......................................................................................................... viii ABSTRAK ............................................................................................................. xi ABSTRACT........................................................................................................... xii

  BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

  1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1

  1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 2

  1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................... 2

  1.4 Manfaat Penelitian................................................................................... 3

  1.5 Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 3

  1.6 Landasan Teori........................................................................................ 6

  1.6.1 Reduplikasi..................................................................................... 6

  1.6.2 Makna ............................................................................................. 7

  1.6.3 Jenis-jenis Makna ........................................................................... 7

  1.6.4 Semantik ......................................................................................... 11

  1.6.5 Konteks........................................................................................... 11

  1.7 Metode Penelitian.................................................................................... 12

  1.7.1 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 12

  1.7.2 Metode Analisis Data ..................................................................... 12

  1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data........................................... 14

  1.8 Sistematika Penyajian ............................................................................. 14

  BAB II MAKNA BENTUK ULANG SAMA BENTUK DALAM KALIMAT YANG BERBEDA KONTEKS............................................................................ 15

  2.1 Pengantar ................................................................................................. 15

  2.2.1 Bentuk Ulang Sama Bentuk, Berbeda Makna Bentuk Dasar......... 16

  2.2.2 Bentuk Ulang Sama Bentuk Berbeda Bentuk Dasar ...................... 22

  2.2.3 Bentuk Ulang Sama Bentuk Dasar, Berbeda Jenis Makna Bentuk Ulang .............................................................................................. 26

  2.2.4 Bentuk Ulang Sama Bentuk Dasar, Berbeda Maksud Tuturan...... 30

  2.2.5 Bentuk Ulang Sama Bentuk, Berbeda Pembentukan Kata ............ 34

  2.2.6 Bentuk Ulang Sama Bentuk, Leksikalisasi dan Gramatikalisasi ... 36

  2.3 Faktor Eksternal ...................................................................................... 42

  2.3.1 Perkembangan Sosial dan Budaya ................................................. 42

  2.3.2 Perbedaan Bidang Pemakaian........................................................ 44

  BAB III PENUTUP ................................................................................................ 51

  3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 51

  3.2 Saran........................................................................................................ 52 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 53 DAFTAR SUMBER DATA .................................................................................. 55 LAMPIRAN ........................................................................................................... 56

  

ABSTRAK

Muncarwati, Irena Wahyu Tri. 2006. “Bentuk Ulang Sama Bentuk tetapi

Berbeda Makna dalam Kalimat Bahasa Indonesia”. Skripsi Strata I (S-I).

Program studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra.

Universitas Sanata Dharma.

  Penelitian ini bertujuan menelaah keberagaman makna yang ditimbulkan dari bentuk ulang sama bentuk yang digunakan dalam kalimat berbeda. Perbedaan makna yang ditimbulkan bentuk ulang sama bentuk yang terdapat dalam kalimat berbeda dapat dilihat dari tipe dan jenis bentuk ulang yang membentuknya. Di samping itu, dilihat juga sebab-sebab apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan makna bentuk ulang sama bentuk.

  Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang mendeskripsikan objek penelitian berdasarkan fakta yang ada. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan strategis, yaitu (i) tahap pengumpulan data, (ii) tahap analisis data, (iii) tahap penyajian analisis data. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak, yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan menyimak pemakaian atau penggunaan bentuk ulang sama bentuk mencermati bentuk ulang sama bentuk dan teknik catat, yaitu mencatat data ke dalam kartu data. Metode yang digunakan dalam analisis data adalah metode agih dan metode padan. Metode padan, yaitu metode penelitian yang menggunakan bahasa itu sendiri sebagai penentunya. Teknik yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung dilanjutkan dengan dengan teknik ganti yaitu teknik yang mengganti unsur satuan lingual yang bersangkutan dengan sinonimnya, teknik lesap yaitu teknik melesapkan atau menghilangkan unsur satuan lingual yang bersangkutan, dan teknik perluas yaitu teknik yang dilaksanakan dengan memperluas satuan lingual yang bersangkutan kekanan atau kekiri dan perluasan itu menggunakan unsur-unsur tertentu. Metode berikutnya adalah metode padan dengan teknik referensial. Metode yang digunakan dalam penyajian hasil analisis data adalah metode informal yaitu penyajian hasil analisis data dengan perumusan kata-kata biasa.

  Melalui penelitian ini ditemukan keberagaman makna yang ditimbulkan bentuk ulang sama bentuk disebabkan dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi bentuk ulang sama bentuk berbeda makna bentuk dasar, bentuk ulang sama bentuk berbeda bentuk dasar, bentuk ulang sama bentuk berbeda jenis makna bentuk ulang, bentuk ulang sama bentuk berbeda maksud tuturan, bentuk ulang sama bentuk berbeda pembentukan kata, serta bentuk ulang sama bentuk leksikalisasi dan gramatikalisaasi. Penyebab lain yang dapat menyebabkan keberagaman makna bentuk ulang sama bentuk adalah faktor eksternal. Faktor eksternal berupa perkembangan sosial dan budaya, perbedaan bidang

  

ABSTRACT

Muncarwati, Irena Wahyu Tri. 2006. “The Same Form of Reduplication but

Different Meaning in Sentence of Bahasa Indonesia”. Thesis Strata I. Indonesian

Letter Study Program. Letter Departement, Sanata Dharma University.

  The purpose of this research is to find out the variety of meaning that occurs in the same form of reduplication form in different sentence. The difference of meaning created by the same form of reduplication form that occur in different sentences can be seen from the type and variety of reduplication form that formed it, and the factors that can support the difference of meaning in the same form of reduplication form.

  The type of the research is a descriptive research, which is a research that described the research object based on the existing fact. This research held through three strategic levels, they are (i) data gathering, (ii) data analysis, (iii) data presentation. The method used in data gathering is menyimak method, which is data gathering method that is done by listening to the usage of the same form of reduplication form in Bahasa Indonesia sentence. The technique used in the research is sadap, a technique of paying attention to the same form of reduplication form and record technique, which is take a note of data inside the data card. The method used which used the language it self as the decision. The used technique is a technique for all direct element continued by repeated technique which is a technique that repeated the lingual single element which connected with the synonym, lesap technique, a technique to vanish the lingual single element which connected to each other, and technique, a technique that is done by widening connected single lingual

  perluas

  element to the left or to the right and the technique uses specific elements. The next method is padan method with referential techiques. The method used in the presentation of data analysis result is informal method, which is the presentation of data analysis result with the formulation of regular language

  The result of the research is that there are variety of meaning that is conducted by the same form of reduplication form which happen because two factors, internal factors ang eksternal factors. Internal factors covers the same form of reduplication form has different meaning and different basic form, the same form of reduplication form has different basic form, the same form of reduplication form has different meaning of the reduplication form, the same form of reduplication form, the same form of reduplication form has different in speech context, the same form of reduplication form has difference in word form and the same form of reduplication form leksikalisasi and gramatikalisasi. The other factors that caused the variety of meaning in the same form of reduplication from are external factors outside language. External factors covers the development of socio- cultural, the difference in the field of using it and the change of sense acceptance.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dilatarbelakangi bentuk ulang yang sama bentuknya dalam beberapa kalimat, tetapi memiliki makna yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dalam contoh di bawah ini:

  (1) Kami berfoto di antara pilar-pilar gedung pusat UGM. (2)

  Hal ini memang sebagai pilar-pilar penyangga pelestari budaya Jawa yang berkedudukan di Yogya. (KR, 20 Mei 2006) Bentuk ulang pilar-pilar pada kalimat (1) berbeda maknanya dengan bentuk ulang pilar-pilar pada kalimat (2). Pada kalimat (1) bentuk ulang pilar-pilar bermakna seperti makna leksikalnya yaitu bermakna ‘tiang penguat’. Hal itu dapat dibuktikan dengan teknik ganti. Bentuk ulang pilar-pilar pada kalimat (1) dapat diganti dengan sinonimnya yaitu tiang-tiang. Seperti dapat dilihat dalam kalimat (1a) berikut: (1a) kami berfoto di antara tiang-tiang gedung pusat UGM.

  Teknik ganti seperti yang diterapkan dalam kalimat (1a) semakin memperjelas makna yang ingin dituju oleh bentuk ulang pilar-pilar dalam kalimat (1) yaitu bermakna ‘tiang penguat’.

  Lain halnya dengan bentuk ulang pilar-pilar yang terdapat dalam kalimat (2). Bentuk ulang pilar-pilar dalam kalimat (2) tidak lagi bermakna ‘tiang penguat’. Akan tetapi menjadi bermakna ‘dasar (yang pokok)’ karena digunakan dalam bahasa kiasan. Pembuktian yang dapat dilakukan Pada kalimat (2) adalah dengan teknik ganti seperti yang diterapkan dalam kalimat (1). Bentuk ulang pilar-pilar dalam kalimat (2) diganti dengan sinonimnya yaitu dasar-dasar, sehingga perbedaan makna yang dihasilkan bentuk ulang pilar-pilar dalam kalimat (1) dan (2) menjadi semakin jelas.

  (2a) hal ini memang sebagai dasar-dasar penyangga pelestari budaya jawa yang berkedudukan di yogya.

  Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa bentuk ulang sama bentuk, apabila digunakan dalam kalimat berbeda akan mempunyai makna yang berbeda. penggunaan bentuk ulang sama bentuk yang jika digunakan dalam kalimat berbeda akan membentuk makna yang berbeda.

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah faktor penyebab apa saja yang muncul dari penggunaan bentuk ulang sama bentuk dalam kalimat berbeda?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Dengan melihat pada rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah Mendeskripsikan hal- hal apa saja yang mendasari terjadinya perbedaan makna bentuk ulang sama bentuk tersebut.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan pada proses pengajaran bahasa Indonesia bagi orang asing. Penelitian ini dapat membantu para pengajar dalam menjelaskan keberagaman penggunaan bentuk ulang yang sama bentuknya dalam kalimat bahasa Indonesia yang memiliki makna berbeda apabila digunakan memberikan informasi kepada para penutur asing tentang hal-hal apa saja yang menyebabkan perbedaan makna bentuk ulang sama bentuk.

  1.5 Tinjauan Pustaka

  Dalam penelitian ini, sejauh pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, terdapat penelitian terdahulu yang membahas tentang bentuk ulang. Penelitian tersebut dilakukan oleh Simatupang (1983), Ada (2003), Darjowidjojo (melalui Ada, 2003:11), Winarti, dkk (2000), dan Setianingrum (2004). Simatupang (1983) mendeskripsikan reduplikasi morfemis dalam bahasa Indonesia untuk melihat jenis- jenisnya berdasarkan bentuk, fungsi, dan arti yang dapat dihubungkan dengan bentuknya. Bentuk kata ulang yang dimaksud adalah kata ulang yang derivasional dan makna kata ulang yang bebas konteks dan terikat konteks.

  Ada (2003: 118) melakukan penelitian tentang pemerolehan morfologi bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama pada Ngaisia, anak usia tiga tahun. Bidang morfologi meliputi afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Salah satu hal yang berkaitan dengan penelitian ini adalah reduplikasi. Salah satu masalah yang dibahas ialah seberapa tinggi frekuensi kemunculan reduplikasi dan urutan waktu pemerolehannya.

  Hasil yang diperoleh dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa reduplikasi mempunyai presentase sebanyak 26% dari keseluruhan pemakaian afiksasi.

  Pemerolehan reduplikasi tersebut didominasi oleh reduplikasi seluruh atau utuh sebanyak 5%. Dalam penelitian tersebut, pemerolehan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks tidak ditemui.

  Dardjowidjoyo (melalui Ada, 2003:11) meneliti pemerolehan bahasa Echa sejak usia dua belas bulan pertama hingga dua belas bulan kelima. Komponen kebahasaan yang diteliti mencangkup semua tataran linguistik. Dalam hal ini pemerolehan reduplikasi, dardjowidjoyo mengakui bahwa bentuk yang paling sering muncul adalah bentuk yang merupakan reduplikasi total seperti terlihat pada kata lihat- lihat.

  Winarti, dkk (2000) melakukan penelitian yang berkaitan dengan kata ulang. Penelitian tersebut membicarakan tentang kata ulang dalam bahasa Indonesia yang segi kategori. Kata ulang dalam bahasa Indonesia terdiri atas beberapa kategori yaitu kata ulang yang berkategori verba, adjektiva, adverbial, dan nomina. Pada tataran frasa, kata ulang yang berkategori verba, adjektiva, adverbial, dan nomina dapat berfungsi sebagai induk dan pewatas. Pada tataran klausa, kata ulang yang berkategori verba dapat berfungsi sebagai subjek dan predikat. Kata ulang yang berkategori adjektiva, dapat berfungsi sebagai predikat dan pelengkap atau keterangan. Kata ulang yang berkategori adverbial, dapat berfungsi sebagai atribut atau keterangan. Kata ulang yang berkategori nomina, dapat berfungsi sebagai subjek, predikat, objek, maupun pelengkap. Pada tataran kalimat, predikat verba ulang dapat mempengaruhi konstituen yang berada di sebelah kiri dan berfungsi sebagai subjek. diketahui bahwa penelitian tersebut lebih difokuskan pada struktur kata ulang yang berkategori verba, adjektiva, adverbia, dan nomina pada tataran frasa dan kalimat.

  Setianingrum (2004) dalam skripsinya yang berjudul Penggunaan Kata Ulang

  

dalam Karangan Siswa Kelas I SMU Kristen Wonosobo Tahun Ajaran 2003/2004

  melakukan penelitian tentang jenis-jenis kata ulang apa saja yang digunakan siswa kelas I SMU Kristen Wonosobo, dan dalam kaitannya dengan kata ulang adalah frekuensi tiap jenis kata ulang yang terdapat dalam karangan. Hasil yang didapat dalam penelitian tersebut adalah bahwa jenis kata ulang yang digunakan siswa dalam karangan adalah (1) pengulangan seluruhnya, ((2) pengulangan sebagian, (3) pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, dan (4) dalam karangan dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) frekuensi penggunaan tiap jenis kata ulang dan (2) frekuensi kebenaran tiap jenis kata ulang dalam karangan.

  Pertama, frekuensi penggunaan tiap jenis kata ulang adalah sebagai berikut: (1) pengulangan seluruh sebesar 70,03%, (2) pengulangan sebagian sebesar 23,08%, (3) pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks sebesar 5,99%, dan (4) pengulangan dengan perubahan fonem sebesar 0,9%. Kedua, frekuensi tiap jenis kata ulang yang benar penggunaannya dalam karangan adalah sebagai berikut: (1) pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks sebesar 100%, (2) pengulangan sebagian sebesar 93,51%, (3) pengulangan seluruh sebesar 86,73%, dan (4) pengulangan dengan perubahan fonem sebesar 77,78%. penelitian ini lebih difokuskan pada keberagaman makna yang muncul dari penggunaan bentuk ulang yang sama bentuk, yang dapat memiliki makna berbeda jika digunakan dalam kalimat yang berbeda. Selain itu, penelitian ini juga akan menelaah tentang sebab-sebab apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan makna bentuk ulang yang sama bentuk dalam kalimat-kalimat bahasa Indonesia.

1.6 Landasan Teori

  Beberapa hal yang perlu digunakan sebagai landasan teori untuk memecahkan masalah- masalah yang terumuskan dalam rumusan masalah penelitian ini adalah

  1.6.1 Reduplikasi

  Pengulangan atau reduplikasi merupakan suatu proses morfologis yang banyak sekali terdapat pada bahasa-bahasa di dunia ini (Samsuri 1987:191). Proses pengulangan atau reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan itu di sini disebut kata ulang, sedangkan satuan yang diulang merupakan bentuk dasar (Ramlan 1997:63). Misalnya, kata ulang rumah-rumah berasal dari bentuk dasar rumah. Kata ulang berjalan-jalan berasal dari bentuk dasar berjalan. Definisi tentang kata ulang juga dikemukakan oleh Chaer (1988: 332) sebagai kata yang terbentuk sebagai hasil dari proses pengulangan. Pengulangan tersebut dapat dilakukan dengan kata ulang merupakan kata yang mengalami proses pengulangan, tetapi Chaer belum menyinggung bentuk dasar seperti yang diungkapkan oleh Ramlan. Alisjahbana (1974: 65) menyebutkan bahwa kata ulang ialah kata yang terjadi karena pengulangan kata dasar.

  1.6.2 Makna

  Makna adalah pertautan yang ada antara satuan bahasa yang dapat dihubungkan dengan makna gramatikal (Djajasudarma, 1993:13). Sedangkan menurut pendapat plato dalam suatu percakapan yang berjudul “Cratylos” menyatakan bahwa makna adalah objek yang dihayati di dunia nyata berupa rujukan, acuan, atau sesuatu yang ditunjukan oleh lambang itu (Chaer, 1990:43). Dalam tata bahasa tradisional makna kata adalah “konsep” yang berkaitan dengan bentuk kata dalam pikiran penutur-penutur bahasa. (Lyons, 1995:397)

1.6.3 Jenis-jenis Makna

  Abdul Chaer dalam bukunya yang berjudul Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Pada halaman 61-80 membedakan jenis atau tipe makna berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal. Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem atau bersifat kata. Dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Kalau makna leksikal makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Makna gramatikal sering pula disebut makna kontekstual atau makna situasional. Selain itu, bisa juga disebut makna struktural karena proses dan satuan-satuan gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan.

  Berbeda dengan Abdul Chaer, Djajasudarma (1993:13) dalam bukunya yang berjudul Semantik II Pemahaman Ilmu Makna mengungkapkan bahwa makna gramatikal adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata dalam kalimat. Pengertian lain mengenai makna gramatikal adalah makna yang terjadi karena adanya pertemuan bentuk tuturan yang ada dalam kamus. Ada pula yang mengatakan makna leksikal adalah makna kata-kata pada waktu berdiri sendiri, baik dalam bentuk turunan maupun dalam bentuk dasar. Demikian pula pertemuan unsur- unsur dalam suatu frase dapat menimbulkan hubungan makna (Ramlan 1987:163).

  Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan atas makna referensial dan makna non referensial. Perbedaan makna referensial dan makna non referensial berdasarkan ada tidaknya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu diluar bahasa yang di acu oleh kata itu, maka kata tersebut bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata-kata itu disebut bermakna nonreferensial. dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif. Bertolak dari kutipan istilah yang digunakan Slametmoeljana dalam bukunya, Abdul Chaer mendefinisikan perbedaan makna denotatif dan konotatif didasarkan pada ada atau tidak adanya “nilai rasa” pada sebuah kata. Setiap kata, terutama kata penuh, mempunyai makna denotatif, tetapi tidak setiap kata mempunya i makna konotatif. Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi, tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan atau pengalaman lainnya. Makna denotatif ini menyangkut informasi- informasi faktual objektif. berdasarkan ketepatan maknanya dikenal adanya makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Makna kata adalah makna yang baru menjadi jelas apabila digunakan dalam kalimat. Kalau lepas dari konteks kalimat, maka makna katanya menjadi kabur atau tidak jelas. berbeda dengan makna istilah yang memiliki makna tetap atau pasti. Kepastian dan ketetapan makna istilah itu disebabkan karena istilah itu hanya digunakan dalam kegiatan atau keilmuan tertentu.

  Sehingga apabila tidak ada konteks kalimatnya pun, makna istilah itu sudah pasti.

  Lalu berdasarkan kriteria lain atau sudut pandang lain dapat disebut adanya asosia tif sesungguhnya sama dengan perlambang-perlambang yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain. Makna asosiatif dapat juga didefinisikan sebagai makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan di luar bahasa. Misalnya kata melati yang digunakan sebagai lambang ‘kesucian’. Makna kolokatif berkenaan dengan makna kata dalam kaitannya dengan kata lain yang mempunyai “tempat” yang sama dalam sebuah frase.

  Makna idiomatik adalah makna sebuah satuan bahasa (entah kata, frase, atau kalimat) yang “menyimpang” dari makna leksikal makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Berbeda dengan makna idiomatik yang dapat diramalkan baik secara adanya asosiasi atau urutan antara makna leksikal dan gramatikal unsur-unsur pembentuk peribahasa itu dengan makna lain yang menjadi tautannya. Makna kias adalah makna dimiliki semua bentuk bahasa (baik kata, frase, maupun kalimat) yang tidak merujuk pada makna sebenarnya (makna leksikal, makna konseptual, makna denotatif). Dalam penelitian ini akan dibahas hubungan makna yang terjadi karena perpaduan komponen kata ulang dengan kalimat secara keseluruhan.

  1.6.4 Semantik

  Semantik menurut Chaer (1990:2) adalah bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Dalam pengertian umum, semantik menurut wijana (melalui Sobur, 2001:78) adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah leksikal adalah makna unit semantik yang terkecil yang disebut leksem, sedangkan makna gramatikal adalah makna yang terbentuk dari penggabungan satuan-satuan kebahasaan. Semantik dalam skema van Dijk dikategorikan sebagai makna lokal (local meaning), yakni makna yang muncul dari hubungan antarkalimat, hubungan antarproposisi yang membangun makna tertentu dalam suatu bangunan teks (Sobur, 2001:78).

  1.6.5 Konteks

  Latar yang berupa gejala-gejala sosial-situasional. Dalam hal ini, konteks bisa amat luas, menyangkut gejala- gejala sosial-situasional (Subagyo,__:36).

  Sedangkan menurut Rahardi (2003:20) konteks tuturan dapat pula diartikan diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang didukung oleh interpretasi mitra tutur atas apa yang di maksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur.

1.7 Metode Penelitian

  Penelitian ini akan menggunakan tiga tahap strategi, yaitu pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data. Setiap tahap menggunakan metode tertentu dan teknik tertentu.

  1.7.1 Metode Pengumpulan Data

  Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini menyimak pemakaian atau penggunaan bahasa (Sudaryanto 1988:2-5). Teknik yang digunakan adalah teknik catat. Maksudnya adalah penulis melakukan pencatatan terhadap suatu data yang dianggap sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik pengumpulan data ini diawali dengan mencari dan mengumpulkan data-data tertulis dan lisan dari berbagai sumber yang dianggap relevan dan sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang sudah terkumpul kemudian dicatat pada kartu data agar nantinya dapat memudahkan proses analisis data.

  1.7.2 Metode Analisis Data

  Setelah data dikumpulkan dan dicatat pada kartu data, tahap selanjutnya adalah tahap analisis data. Tahap analisis data ini dilakukan dengan menggunakan dalam bahasa itu sendiri (Sudaryanto, 1993:15). Teknik dasar dari metode agih adalah teknik Bagi Unsur Langsung (BUL). BUL adalah teknik yang membagi satuan lingual datanya menjadi beberapa bagian (Sudaryanto, 1993:31). Teknik ini digunakan untuk memperjelas bagian yang nantinya akan diteliti.

  Setelah teknik BUL, data dianalisis dengan teknik lanjutan, yaitu teknik ganti, teknik lesap, dan teknik perluas. Teknik ganti adalah teknik yang digunakan dengan cara mengantikan unsur lingual yang sedang dianalisis dengan sinonimnya. Teknik ini digunakan untuk membuktikan kesamaan kelas makna unsur terganti dengan unsur penganti (Sudaryanto, 1993:48). Teknik lesap adalah teknik analisis yang berupa penghilangan atau pelesapan uns ur satuan lingual. Teknik lesap digunakan dapat menyebabkan perbedaan makna katanya. Teknik perluas adalah teknik yang dilaksanakan dengan memperluas satuan lingual yang bersangkutan ke kanan atau ke kiri dengan menggunakan unsur-unsur tertentu. Teknik ini dimaksudkan untuk membuktikan atau memperjelas makna yang sebenarnya dituju bentuk ulang sama bentuk yang digunakan dalam kalimat berbeda.

  Metode kedua yang digunakan dalam pene litian ini adalah metode padan. Metode padan, alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Teknik dasar yang digunakan dalam metode padan adalah teknik Pilah Unsur Penentu (PUP). Adapun alat yang digunakan teknik dasar PUP ialah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh menggunakan daya pilah sebagai pembeda referent untuk menganalisis keberagaman makna yang disebabkan bentuk ulang sama bentuk. Teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik hubung banding memperbedakan (HBB).

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

  Hasil analisis data yang sudah selesai dilakukan harus dilaporkan dalam suatu laporan. Oleh karena itu diperlukan suatu cara yaitu teknik penyajian hasil analisis data. Setelah penulis menganalisis data, hasil analisis tersebut selanjutnya disajikan dalam bentuk laporan. Penulis menggunakan kata-kata biasa untuk melaporkan hasil analisis data.

   Sistematika Penyajian

  Laporan hasil penelitian ini disusun dalam empat bab. Bab I berupa pendahuluan. Pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode dan teknik penelitian, serta sistematika penyajian. Bab II merupakan uraian tentang makna- makna apa saja yang timbul dari penggunaan bentuk ulang sama bentuk dalam kalimat bahasa Indonesia. Bab III berisi uraian tentang sebab-sebab yang mendasari perbedaan makna pada bentuk ulang sama bentuk. Bab IV berisi kesimpulan dan saran.

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERBEDAAN MAKNA BENTUK ULANG SAMA BENTUK.

2.1 Pengantar

  Bab ini memaparkan faktor penyebab terjadinya perbedaan makna bentuk ulang sama bentuk ya ng digunakan dalam kalimat yang berbeda. Perbedaan makna yang dihasilkan bentuk ulang sama bentuk yang terdapat dalam kalimat berbeda dapat disebabkan dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor ekstenal bentuk ulang sama bentuk.

  2.2 Faktor Internal Faktor internal adalah salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan makna bentuk ulang sama bentuk yang digunakan dalam kalimat berbeda. Faktor internal ini dapat dilihat melalui tipe atau jenis bentuk ulang sama bentuk yang membentuknya. Tipe atau jenis bentuk ulang tersebut meliputi bentuk ulang sama bentuk berbeda makna bentuk dasar, bentuk ulang sama bentuk berbeda bentuk dasar, bentuk ulang sama bentuk berbeda jenis makna bentuk ulang, bentuk ulang sama bentuk berbeda maksud tuturan, bentuk ulang sama bentuk berbeda pembentukan kata, dan bentuk ulang sama bentuk leksikalisasi dan gramatikalisasi.

2.2.1 Bentuk Ulang Sama Bentuk, Berbeda Makna Bentuk Dasar

  Bentuk ulang sama bentuk yang terdapat dalam kalimat yang berbeda konteksnya pasti memiliki perbedaan makna. Salah satu hal yang menyebabkan perbedaan makna bentuk ulang sama bentuk yang ditemui dalam kalimat berbeda konteks disebabkan bentuk ulang tersebut berasal dari bentuk dasar yang berbeda. Perbedaan bentuk dasar tersebut secara langsung mempengaruhi makna yang dihasilkan. Perbedaan makna yang dihasilkan dari bentuk ulang sama bentuk yang berasal dari bentuk dasar berbeda dapat dilihat dalam contoh kalimat dibawah ini.

  (3) Romo Daru, pastor agak tua yang suaranya selalu didengar dalam

  (4) Setiap kali pergi kerja kamar itu tertutup rapat-rapat. (CPTCC: 89)

  Pada contoh (3) dan (4) bentuk ulang rapat-rapat yang terdapat dalam contoh kalimat di atas berasal dari bentuk dasar yang berbeda. Perbedaan bentuk dasar tersebut mengakibatkan makna yang dihasilkan menjadi berbeda. Pada kalimat (3) bentuk ulang rapat-rapat (untuk selanjutnya disebut bentuk ulang rapat-rapat

  1 ) berasal dari bentuk dasar rapat yang bermakna ‘kegiatan

  yang dilakukan untuk membicarakan sesuatu’. Berbeda dengan bentuk ulang rapat-rapat (untuk selanjutnya disebut bentuk ulang rapat-rapat

  2 ) dalam

  kalimat (4) yang berasal dari bentuk dasar rapat yang bermakna ‘hampir tidak berantara’.

  Perbedaan makna yang terjadi dalam kalimat (3) dan (4) semakin diperjelas dengan adanya proses perulangan dan penggunaanya dalam kalimat berbeda. Perbedaan makna yang terjadi dalam kalimat (3) dan (4) dapat dibuktikan dengan menggunakan teknik ganti yang diterapkan langsung dalam kalimat (3) dan (4). Pembuktian dengan menggunakan teknik ganti dimaksudkan agar perbedaan makna bentuk ulang rapat-rapat yang digunakan dalam kalimat (3) dan kalimat (4) dapat diketahui dengan jelas. Penggantian yang diterapkan adalah dengan menggunakan sinonim dari bentuk ulang.

  Seperti dapat dilihat dalam kalimat di bawah ini.

  (3a) Romo Daru, pastor agak tua yang suaranya selalu didengar dalam

  pertemuan-pertemuan (4a) Setiap kali pergi kerja kamar itu tertutup tanpa bercelah.

  Dari kalimat di atas dapat diketahui bahwa dalam kalimat (3a) bentuk ulang rapat-rapat

  1 setelah diganti dengan sinonim kata pertemuan-pertemuan

  menjadi jelas diketahui bermakna ‘kegiatan yang dilakukan untuk membicarakan sesuatu’. Sama halnya dengan bentuk ulang rapat-rapat dalam

  2

  kalimat (4a). Bentuk ulang rapat-rapat

  2 setelah diganti dengan sinonimnya

  yaitu tanpa bercelah, maknanya juga menjadi semakin jelas yaitu bermakna ‘hampir tidak berantara’. Teknik ganti yang diterapkan untuk membuktikan perbedaan makna bentuk ulang rapat-rapat dalam kalimat (3) dan (4) memang sudah dilakukan, tetapi untuk dapat meyakinkan perbedaan makna itu, perlu pertukaran kata ganti ini juga dimaksudkan untuk membuktikan bahwa perbedaan kalimat yang digunakan juga merupakan salah satu hal penting yang dapat mempengaruhi pembentukan makna sebuah kata. Seperti dalam kalimat berikut ini.

  • (3b) Romo Daru, pastor agak tua yang suaranya selalu didengar dalam keuskupan.

  tanpa celah

  • (4b) Setiap kali pergi kerja kamar itu tertutup pertemuan-pertemuan.

  Pertukaran sinonim bentuk ulang rapat-rapat seperti yang diterapkan kalimat (3b) dan (4b) tidak dapat berterima dalam bahasa Indonesia, karena kalimat yang dihasilkan dari proses pertukaran tersebut tidaklah mengandung sinonim dari bentuk rapat-rapat

  2 tidak dapat menjelaskan informasi yang ingin dituju oleh penutur. Sama halnya dengan yang terdapat dalam kalimat (4b).

  Kata ulang pertemuan-pertemuan yang merupakan sinonim dari bentuk ulang rapat-rapat

  1 jika diletakkan dalam kalimat (4b) tidak dapat diterima dalam bahasa Indonesia karena tidak memiliki kesatuan makna.

  Contoh lain mengenai bentuk ulang sama bentuk tetapi berasal dari bentuk dasar yang memiliki makna dasar berbeda, dapat diperhatikan dalam contoh dibawah ini.

  (5) Telah sering aku curiga bahwa kebanyakan raksasa bukan berasal dari

  India, melainkan menumpang kapal-kapal Eropa yang mencari

  (6) Kapal-kapal kasar itu terbentuk dengan sendirinya karena mata pencariannya sebagai seorang petani yang mengharuskan ia mencangkul setiap hari.

  Pada kalimat (5) dan (6) bentuk ulang kapal-kapal memiliki makna berbeda. Perbedaan makna tersebut dikarenakan bentuk dasar dari bentuk ulang kapal-kapal dalam kalimat (5) dan (6) berbeda. Pada kalimat (5), bentuk ulang kapal-kapal berasal dari bentuk dasar kapal yang bermakna ‘kendaraan pengangkut penumpang dan barang di laut’. Berbeda dengan bentuk ulang kapal-kapal yang terdapat dalam kalimat (6). Bentuk ulang kapal-kapal yang terdapat dalam kalimat (6) berasal dari bentuk dasar kapal yang bermakna mengakibatkan makna yang dihasilkan menjadi berbeda, sehingga referen yang dirujuk juga berbeda.

  Perbedaan makna bentuk ulang kapal-kapal seperti yang terdapat dalam kalimat (5) dan (6) memang diketahui berasal dari bentuk dasar yang berbeda, tetapi hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan makna adalah konteks kalimat. Konteks kalimat (5) dan (6) memang mendukung perbedaan makna. Pembuktian yang dapat dilakukan untuk memperjelas makna yang dituju bentuk ulang kapal-kapal dalam kalimat (5) dan (6) adalah dengan menggunakan teknik perluas. Pembuktian dengan menggunakan teknik perluas dimaksudkan untuk memperjelas bahwa bentuk ulang kapal- kapal-kapal dalam kalimat (6). Pembuktian dengan teknik perluas ini juga dimaksudkan untuk menganalisis apakah setelah mengalami proses perluasan, bentuk ulang kapal-kapal dalam kalimat (5) dan (6) tetap memiliki suatu kesatuan informasi dan dapat diterima dalam bahasa Indonesia. Perluasan bentuk ulang kapal-kapal dapat dilihat seperti dalam kalimat di bawah ini.

  (5a) Telah sering aku curiga bahwa kebanyakan raksasa bukan berasal dari India, melainkan menumpang kapal-kapal laut milik orang Eropa yang mencari rempah-rempah ke Hindia. (6a) Kapal-kapal tangan yang terasa kasar itu terbentuk dengan sendirinya karena mata pencariannya sebagai seorang petani yang

  Perluasan bentuk ulang kapal-kapal seperti yang terdapat dalam kalimat (5a) dan (6a) berbeda satu dengan lainnya. Pada kalimat (5a) bentuk ulang kapal-kapal diperluas ke kanan dengan menambahkan frase laut milik

  

orang . Setelah mengalami proses perluasan, informasi yang ingin

  disampaikan bentuk ulang kapal-kapal dalam kalimat (5a) menjadi lebih jelas bermakna ‘kendaraan pengangkut penumpang dan barang di laut’. Dalam kalimat (6a) bentuk ulang kapal-kapal mengalami perluasan ke kanan, yaitu dengan menambahkan fungsi keterangan tangan yang terasa kasar. Perluasan ke kanan bentuk ulang kapal-kapal yang dilakukan dalam kalimat (6a) semakin memperjelas makna yang ingin dituju bentuk ulang kapal-kapal yang

  Perbedaan makna bentuk ulang sama bentuk yang muncul karena perbedaan makna bentuk dasar dan digunakan dalam kalimat yang berbeda konteks dapat juga dilihat dalam kalimat dibawah ini:

  (7) Biasanya buku-buku pinjaman sudah dibacanya berulang-ulang.

  (Rumah Bambu: 34) (8)

  Si gadis menjawab sambil tersenyum, lalu mengelus buku-buku jari Wis yang berada di sisi kandang. (Saman: 76) Bentuk ulang buku-buku yang terdapat dalam kalimat (7) dan (8) memiliki perbedaan makna. Sama halnya dengan bentuk ulang rapat-rapat dalam kalimat (3) dan (4) dan bentuk ulang kapal-kapal dalam kalimat (5) dan berbeda dikarenakan bentuk dasar pembentuk bentuk ulang berbeda.

  Bentuk ulang buku-buku (untuk selanjutnya disebut bentuk ulang buku-buku

  1 ) yang terdapat dalam kalimat (7) berasal dari bentuk dasar buku yang bermakna ‘lembar kertas yang berjilid yang berisi tulisan atau kosong’.

  Berbeda dengan bentuk ulang buku-buku (untuk selanjutnya disebut bentuk ulang buku-buku

  2 ) yang terdapat dalam kalimat (8). Bentuk ulang buku-buku

  2

  yang terdapat dalam kalimat (8) berasal dari bentuk buku yang bermakna ‘tempat pertemuan dua ruas’. Perbedaan makna yang dihasilkan dari bentuk ulang buku-buku

  1 dan bentuk ulang buku-buku 2 dapat dibuktikan dengan menggunakan teknik ganti. Seperti dapat dilihat dalam kalimat dibawah ini.

  (8a) Si gadis menjawab sambil tersenyum, lalu mengelus bagian antara ruas jari Wis yang berada di sisi kandang.

  Bentuk ulang buku-buku

  1 dalam kalimat (7a) diganti dengan

  sinonimnya yaitu pustaka. Berbeda dengan bentuk ulang buku-buku

  2 yang

  diganti dengan sinonimnya yaitu bagian antara ruas. Perbedaan sinonim pengganti seperti yang dapat dilihat dalam kalimat (7a) dan (8a) semakin memperjelas perbedaan makna yang ingin disampaikan bentuk ulang buku- buku dalam tuturan (7) dan (8). Pembuktian perbedaan makna bentuk ulang dalam kalimat (3), (4), (5), (6), (7), dan (8) di atas, semakin memperjelas bahwa bentuk dasar pembentuk bentuk ulang sangat menentukan makna yang ulang berbeda, maka makna yang ingin dituju akan menjadi berbeda pula. Hal ini juga didukung oleh konteks kalimat, sehingga perbedaan makna yang dihasilkan bentuk ulang dapat diketahui dengan jelas.

2.2.2 Bentuk Ulang Sama Bentuk Berbeda Bentuk Dasar

  Bentuk ulang sama bentuk yang terdapat dalam kalimat berbeda akan memiliki makna berbeda apabila kata tersebut berasal dari bentuk dasar yang berbeda. Perbedaan bentuk dasar sebuah kata dapat disebabkan karena adanya proses morfologis. Proses morfologis ini dapat berupa proses afiksasi. Proses ini juga terjadi dalam reduplikasi. Bentuk ulang sama bentuk yang kadang kita sudah mengalami proses morfologis. Tetapi kadang proses morfologis yang menyertainya dilesapkan, dikarenakan untuk me mudahkan penggunaanya dalam kalimat. Seperti dapat dilihat dalam kalimat dibawah ini.

  (9) Proyek pembangunan busway membuat jalan-jalan di Jakarta menjadi bertambah macet.

  (10) Baiklah, aku akan minum, lantas jalan-jalan sebentar. Sebelum kembali ke alam kehidupan yang abadi di mana aku belum tahu bisa berbuat apa. (Sebuah Pertanyaan Untuk Cinta: 55)

  Pada kalimat (9) dan (10) bentuk ulang jalan-jalan berasal dari bentuk dasar yang berbeda. Pada kalimat (9) bentuk ulang jalan-jalan berasal dari bentuk ulang jalan-jalan yang terdapat dalam kalimat (10). Bentuk ulang jalan-jalan yang terdapat dalam kalimat (10) berasal dari bentuk dasar berjalan yang bermakna ‘pergi dengan berjalan kaki’. Dalam komunikasi sehari- hari, bentuk ulang yang sering digunakan adalah bentuk ulang jalan-jalan, bukanlah bentuk ulang berjalan-jalan. Seperti yang dapat dilihat dalam kalimat (10). Bentuk ulang jalan-jalan yang terdapat dalam kalimat (10) mengalami proses pelesapan afiks ber-. Pelesapan afiks di sini dilakukan karena konteks kalimat (10) sudah mewakili informasi yang ingin disampaikan bentuk ulang jalan- jalan. Oleh karena itu, makna bentuk ulang jalan-jalan pada kalimat (10) sangat ditentukan oleh konteks kalimatnya. Apabila konteks kalimatnya tidak berjalan-jalan tidak akan dapat tersampaikan. Perbedaan bentuk dasar dari bentuk ulang jalan-jalan yang terdapat dalam kalimat (9) dan (10) dapat dibuktikan dengan mengembalikan afiks yang dilesapkan ke dalam kalimat, sehingga perbedaannya dapat dilihat dengan jelas.

  (9a) Proyek pembangunan busway membuat jalan-jalan di Jakarta menjadi bertambah macet.

  (10a) Baiklah, aku akan minum, lantas berjalan-jalan sebentar. Sebelum kembali ke alam kehidupan yang abadi dimana aku belum tahu bisa berbuat apa. Pengembalian bagian yang dilesapkan seperti yang dapat dilihat dalam dituju dalam kalimat (10). Pengembalian bagian yang melesapkan diri dalam kalimat (10a) malah semakin memperjelas perbedaan bentuk dasar yang membentuk bentuk ulang jalan-jalan pada kalimat (9) dan (10), dan semakin memperjelas perbedaan makna bentuk ulang jalan-jalan.

  Contoh lain mengenai bentuk ulang yang sama bentuk tetapi berasal dari bentuk dasar berbeda dapat dilihat dalam kalimat di bawah ini.

  (11) Penutup wadahnya telah hengkang entah kemana, suatu kali dipakai orang untuk kipas-kipas dan lupa dikembalikan, membuat kabel- kabelnya menjuntai tak karuan. (Lelaki Harimau: 28)

  (12) Kipas-kipas biasa yang selama ini di pasang di langit-langit Gereja,