Analisis Nuansa Makna Kata Mou dan Ato dalam Kalimat Bahasa Jepang

(1)

ANALISIS NUANSA MAKNA KATA MOU DAN ATO DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

NIHONGO NO BUNSHOU NI OKERU MOU TO ATO NO IMI NO NYUANSU NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian skripsi dalam

bidang ilmu Sastra Jepang

Oleh :

ODY PRAMANA BANGUN 090708037

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat serta salam kepada Rasulullah SAW, teladan yang terbaik bagi umat manusia.

Skripsi yang berjudul “Analisis Nuansa Makna Kata Mou dan Ato dalam Kalimat Bahasa Jepang” ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan program Sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Tidak lupa pula pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih, penghargaan dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum., selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Muhammad Pujiono, S.S, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah demikian banyak meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis, memberikan pengarahan dengan sabar baik dalam hal penyusunan skripsi maupun hal lain di luar skripsi, yang masih berhubungan dengan akademik dan bersedia meminjamkan buku-buku bahasa Jepang yang digunakan penulis untuk menyusun skripsi ini.


(3)

4. Bapak Drs. Nandi S, selaku Dosen Pembimbing II yang telah demikian besar meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dan selalu memberikan nasehat, masukan dan arahan dengan sabar sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik.

5. Bapak Zulnaidi, S.S, M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik.

6. Seluruh Bapak / Ibu dosen Departemen Sastra Jepang yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis.

7. Orang tuaku tercinta, Ayahanda Muhammad Ridwan Bangun dan Ibunda Yulizar yang selalu mendoakan penulis agar selalu sehat, memberikan nasehat, dukungan moral dan material yang tak terhingga sampai saat ini, yang tidak akan mampu penulis untuk membalas kasih sayangnya sampai kapan pun juga.

8. Kepada saudara/saudariku, Rinny Yuwandha Bangun (Kakak), Lukmanul Hakim (Abang Ipar) dan Novita Rahayu Bangun (Kakak) yang telah memberikan banyak dukungan material. Adryan Pratama Bangun (Abang) dan Muhammad Tazaki Bangun (Adik) yang selalu memberikan banyak motivasi agar selalu bersemangat untuk mencapai gelar sarjana. Serta kepada kedua keponakanku, Khansa Luthfia Hakim dan adiknya Qisthi Mazaya Hakim, yang selalu membuat penulis tersenyum dengan aksi lucu dan kepintarannya.

9. Keluarga besar di Lhokseumawe (terutama untuk Oma, Mami dan Alm. Umi) yang selalu mendoakan penulis, keluarga di Diski dan Binjai (terutama untuk Bibi Tua, Kila dan Bibi Unda), yang telah menjaga penulis selama tinggal di rumah mereka.


(4)

10. Teman-teman terdekatku di stambuk 2009 : Meiriza Armanda (Icha), Christina Emelya Lumban Tobing (Emi), Rico Ananda Putra (Rico), Erick Setiawan (Erick), Febro Star Harefa (Febro), Risky Zivo Loise Pelawi (Zivo), Muhammad Fauzan (Fauzan), Dasril Piliang (Acil), Johan Bimbo Sinaga (Johan), Marko R. Munte (Marko), Ahmad Fazha Fahdoni (Doni), Teuku Nopal (Nopal), Emmanuella Yanita Sinuhaji (Ella), Juwita C. Damanik (Juwita), Rohana Pakpahan (Hana), Miftahul Farida (Mita), Tirta Ayu Lestari Munthe (Tirta), Barkah Satria Sirait (Barkah), yang telah banyak meluangkan waktu untuk ada bersama penulis selama 4 tahun kuliah di Sastra Jepang dan juga kepada teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Aku mendoakan supaya kita semua bisa sukses di kemudian hari dan tetap menjalin komunikasi meskipun kita sudah tamat kuliah. Khusus untuk Icha, Emi, Febro dan Dasril, “terimakasih, karena sudah pernah meminjamkan laptop kalian selama aku mengerjakan skripsi ini”.

11. Teman-teman tim paduan suara 「コ-ラス.しゃべろう会」: Kak Lara, Zita, Vindo, Lim, Puti, Liza, Silvi, Chusyam, Arin, Helga, Budi, Dea, Ardi, Lora dan Lia Eden alias Julia, yang telah banyak membuat penulis tersenyum dalam setiap canda tawa mereka.

12. Seluruh Senior dan Junior di Departemen Sastra Jepang yang mendukung penulis selama mengerjakan skripsi.

13. Teman terdekat penulis sejak SMA, Rahmat (Si Jhon), Dwie, Onang, Ucok, Umam, Thaher, Tata, Icut, Dedek, Ayu, yang tetap solid hubungan kami sampai sekarang bahkan sudah menjadi seperti keluarga sendiri bagi penulis.


(5)

14. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, baik dalam susunan kalimatnya maupun proses analisisnya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan skripsi ini agar dapat menjadi skripsi yang lebih bermanfaat dan lebih sempurna.

Akhir kata, penulis berharap semoga kiranya skripsi ini dapat berguna dan memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Medan, Oktober 2013 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………... i

DAFTAR ISI ………... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………. 1

1.2 Rumusan Masalah ……….. 6

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ……….. 7

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ……….. 8

1.5 Tujuan dan Manfaat ……….. 16

1.6 Metode Penelitian ………. 17

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KATA MOU DAN ATO SERTA STUDI SINTAGMATIK 2.1 Mou dan Ato ………. 18

2.2 Pengertian Mou ……… 19

2.2.1 Kata Mou ditinjau dari Letak dalam Kalimat …………... 22

2.2.2 Kata Mou ditinjau dari Konteks Kalimat ………. 24

2.3 Pengertian Ato ……….. 25

2.3.1 Kata Ato ditinjau dari Letak dalam Kalimat ………. 28

2.3.2 Kata Ato ditinjau dari Konteks Kalimat ………... 30

2.4 Studi Sintagmatik ………. 29

2.4.1 Hubungan Sintagmatik ………. 31

2.4.2 Kesinoniman ………. 34


(7)

BAB III ANALISIS MAKNA MOU DAN ATO DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

3.1 Perbedaan Makna Mou dan Ato ditinjau dari Letak dalam Kalimat … 37 3.2 Perbedaan Makna Mou dan Ato ditinjau dari Konteks Kalimat …….. 52 3.3 Analisis Nuansa Makna ………... 64

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ………...…... 68 4.2 Saran ……… 69

DAFTAR PUSTAKA


(8)

ABSTRAK

ANALISIS NUANSA MAKNA KATA MOU DAN ATO DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

Bahasa tidak terlepas dari ucapan atau kalimat yang mengandung makna. Tiap-tiap bahasa memiliki struktur kalimatnya masing-masing dan unsur kalimatnya pun memiliki fungsi masing-masing. Semua unsur saling berhubungan sehingga membentuk kalimat yang dapat dipahami oleh lawan bicara. Hal ini berhubungan dengan ilmu linguistik yaitu sintaksis dan semantik.

Sintaksis adalah cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang struktur dan unsur-unsur pembentuk kalimat. Garapan sintaksis adalah kalimat yang mencakup jenis dan fungsinya, unsur-unsur pembentuknya serta struktur dan maknanya. Sedangkan, semantik adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang makna. Objek kajian semantik antara lain makna kata, relasi makna, makna frase, dan makna kalimat.

Skripsi yang berjudul “Analisis Nuansa Makna Mou dan Ato dalam Kalimat Bahasa Jepang” ini membahas mengenai relasi makna khususnya sinonim. Kedua kata tersebut merupakan salah satu contoh kata yang bersinonim dalam bahasa Jepang. Secara leksikal kedua kata tersebut memiliki makna yang sama yaitu lagi. Akan tetapi, dalam semantik dua buah ujaran yang bersinonim tidak akan sama persis. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, di antaranya nuansa makna. Selain itu, kedua kata tersebut tidak hanya dianalisis berdasarkan pada makna leksikalnya, tetapi juga berdasarkan pada makna kontekstual, yaitu makna yang muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dengan konteks. Sehingga


(9)

belum tentu keduanya bisa saling menggantikan kedudukan dalam sebuah kalimat. Artinya ada yang bisa dan ada pula yang tidak bisa menggantikan.

Dalam penulisan skripsi ini membahas masing-masing lima buah contoh kalimat yang memakai kata mou dan ato. Seluruh kalimat untuk penelitian ini diambil secara acak dari beberapa majalah dan buku bahasa Jepang seperti

Nipponia tahun 2004 edisi 29 (sebanyak satu kalimat yang memakai kata ato),

Nyuusu Ga Wakaru edisi September 2006 (sebanyak satu kalimat yang memakai kata mou dan tiga kalimat yang memakai kata ato), Nyuusu Ga Wakaru edisi Februari 2007 (sebanyak dua kalimat yang memakai kata mou dan satu kalimat yang memakai kata ato) dan buku Nihongo So-Matome N2 (Reading Comprehension) sebanyak dua kalimat yang memakai kata mou.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui makna kata mou dan

ato secara umum, kemudian mengetahui perbedaan nuansa makna dari kedua kata tersebut. Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang menggunakan metode deskriptif, yaitu dengan cara menguraikan pengertian mou dan ato berdasarkan beberapa teori linguistik bahasa Jepang. Setelah itu barulah dilakukan analisis dari segi sintaksis (letak dalam kalimat) dan semantik (konteks kalimat), apakah kedua kata tersebut dapat saling menggantikan posisinya di dalam kalimat.

Kemudian kata mou dan ato dgolongkan ke dalam kelas kata fukushi dan

rentaishi. Bahkan kata ato dapat berfungsi sebagai setsuzokushi juga. Hal ini tergantung pada kedudukan / letak kedua kata tersebut di dalam kalimat. Jika mou

dan ato diletakkan sebelum yougen dan berfungsi untuk menerangkan yougen


(10)

sebelum taigen dan berfungsi untuk menerangkan taigen, maka digolongkan sebagai rentaishi.

Kata mou memiliki makna “ditambah lagi” yaitu jumlah yang ditambahkan pada keadaan sekarang. Tidak hanya itu, kata mou juga digunakan ketika menunjukkan keterkejutan akan hal waktu yang datang begitu cepat, pencapaian batas akhir dan keadaan yang telah selesai sebelum waktu yang ditentukan. Sedangkan kata ato memiliki makna yaitu digunakan ketika menunjukkan jumlah dan angka yang tersisa dari sampai tercapainya tujuan. Dan juga digunakan ketika menambahkan karena mengingat hal atau perkara yang penting pada keadaan itu. Selain itu kata ato juga bermakna “setelah”, yang digunakan menunjukkan satu perkara/hal yang berada pada tahap selesai, kemudian dilanjutkan oleh perkara/hal yang terjadi berikutnya.

Contoh Kalimat :

1. すみません、もう

Sumimasen, mou gofun koko ni kitekudasai. 五分ここに来てください。

(Maaf silakan datang ke sini lima menit lagi

2. 卒業式まで

).

あと

Sotsugyou shiki made ato isshuukan da.

一週間だ。

(Wisuda tinggal seminggu lagi

Dari contoh di atas dapat dikatakan bahwa kata mou dan ato memiliki makna yang sama yaitu lagi, akan tetapi penggunaan kedua kata tersebut berbeda situasinya. Pada kalimat di atas, kata mou bermakna ditambah lagi, yaitu jumlah yang ditambahkan pada keadaan sekarang dan biasa digunakan ketika menunjukkan derajat atau tingkatan. Sedangkan, kata ato bermakna bertambahnya


(11)

jumlah tertentu untuk tercapainya suatu tujuan. Dengan kata lain, cenderung digunakan untuk menyebutkan jumlah yang tersisa. Kemudian biasanya kata ato

diikuti kata bilangan seperti orang, batang dan waktu.

Berdasarkan data yang diperoleh dari majalah Nipponia, News Ga Wakaru, buku Nihongo So-Matome N2 (Reading Comprehension), kata mou

paling sering ditemukan sebagai fukushi. Sedangkan kata ato paling sering muncul dalam kalimat sebagai setsuzokushi. Selain itu, bila ditinjau dari konteks kalimat, kata mou mewakili nuansa makna “bertambah lagi” yang digunakan untuk menambah jumlah / kuantitas pada keadaan sekarang. Sedangkan kata ato


(12)

要旨

日本語の文章における「もう」と「あと」の意味のニュアンスの分析

統語論というのは構造や文の成分についてを研究している言語学 だということである。統語論の範囲は種類と機能、成分、また構造と意味 を含んでいる。一方、意味論とは意味に関して研究している言語学として である。意味論の研究対象はすなわち、語の意味、語の意味関係、句の意 味、文の意味である。

言語は意味をもっている発音や文章から離れていない。各語がそ れぞれの文章構造を、また文の成分もそれぞれの機能をもっている。あら ゆる成分が関係し合い、話し相手がわかっている文章を綴れるようになる 。この事は言語学と関係があり、すなわち、統語論と意味論である。

この日本語の文章における「もう」と「あと」の意味のニュアン スの分析という題名の論文は語の意味関係に関して討議し、特に類義語の ことである。その二つの語は日本語での同義をもっている一つの語である 。辞書的にその二つの語が同義をもっており、すなわち、「さらに」の意 味である。しかし、意味論で同義語がある二つの語には意味がそっくりで はない。この場合はいろいろな要素が発生するので、その一つの中で意味 のニュアンスのことである。その上、その二つの語は辞書的意味ばかりか 、テキスト的意味すなわち発音とテキストの間に関係の結果として発生す る意味も分析される。だから、ある文章には二つともが互いに置き換える


(13)

ことができないに違いない。置き換えられる場合があり、置き換えられな い場合もある。

この論文の書いたのはそれぞれの五つの「もう」と「あと」を用 いている文章を分析していた。この研究のための全文章はいくつかの雑誌 などから手当たり次第に取られ、第29版の2004年のにっぽにあに「 あと」を用いている一文があり、New’s

がわかる9月号2006に「もう」を用いている一文、「あと」を用いて いるのは三つの文、New’s

がわかる2月号2007に「もう」を用いているのは二つの文、「あと」 を用いているのは一文、また日本語総まとめN2の読解「もう」を用いて いるのは二つの文あるようであった。

この論文を書いたのは一般的な「もう」と「あと」の意味を知る ため、二つともからの意味のニュアンスの違いを目的とする。そのために 、説明方法で研究をされるのは重要だ。説明方法というのはいくつかの日 本言語学理論に基いて、「もう」と「あと」の意味を解説のし方だという ことである。今後、その二つの語が統語論「文の位置」と意味論「文のテ キスト」から文の中に位置を互いに換えるかどうかを分析されてみた。

その後、「もう」と「あと」は副詞と連体詞に分類できる。それ どころか、「あと」も接続詞の機能をもつ。これは文の中にその二つの語 の位置による。もし「もう」と「あと」は用言の前に置いたり、その用言 を照明したりしたら、副詞に、もし「もう」と「あと」は体言の前に置い たり、その体言を照明したりしたら、連体詞に分類される。


(14)

「もう」という語は「さらに」の意味をもっており、つまり今の 状態に加える数量である。それではなく、「もう」の意味はすでに終わっ た状態や限界に達し、はやくもそのときがきてしまったことへの驚きを表 わすときに使われている。一方で、「あと」という語は目標に達するまで の残り数や量を表すときに、その状況に必要なことがらを思い出して付け 加えるときに用いる。その上、「あと」の意味は一つのことがらが終わっ た段階であることを表し、後ろにはその時の状態やその次に起こることが らが続く場合ももっている。

例文:

1. すみません、もう

2. 卒業式まで

五分ここに来てください。 あと一週間だ。

上の例文のように「もう」と「あと」が同義をもっており、すな わち、「さらに」の意味だと言えるが、その二つの語の利用のしかたは事 態が違う。以上の例文に、「もう」は「さらに」の意味、すなわち今の状 態に加える数量であり、程度を表すときに使う。一方、「あと」は目標に 達するまでの一定の数量が加わることの意味をもっている。つまり、今後 に残されたものを数える言うときに使う傾向がある。その上、普通「あと 」は人や本や時間などのように数詞に従われる。

にっぽにあやNew’s

がわかるや日本語総まとめN2の読解からもらった結果のとおりに、「も


(15)

た。その他に、文のテキストから分析する場合は「もう」が今の状態に数 量を加えるという意味のニュアンスを代表し、「あと」なら、「あとで、 それから」の意味を接続詞のためによく使われている。


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pengertian tentang bahasa sangat beraneka ragam, bergantung kepada teori apa yang dipakai. Setiap teori mempunyai definisi yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Ada berbagai definisi mengenai bahasa yang dinyatakan oleh para pakar linguistik, namun hakikat bahasa tetaplah sama. Salah satu di antaranya yaitu bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1984:16).

Fungsi umum bahasa adalah sebagai alat komunikasi sosial. Di dalam masyarakat pasti terjalin suatu komunikasi. Untuk keperluan komunikasi, maka digunakan suatu wahana yang dinamakan bahasa. Pada hakikatnya, manusia menggunakan bahasa untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain dan berperan dalam perkembangan berbagai macam aspek kehidupan manusia (Sutedi, 2003:2). Selain itu, dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang ada di sekitar manusia seperti peristiwa-peristiwa, hasil cipta karya manusia dan sebagainya mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, kemudian disusun dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan komunikasi.

Bahasa tidak terlepas dari kalimat yang mengandung makna. Setiap bahasa memiliki struktur kalimatnya masing-masing dan setiap unsur kalimat memiliki fungsinya masing-masing. Semua unsur kalimat tersebut saling berhubungan dan membentuk sebuah kalimat yang maknanya dapat dipahami oleh


(17)

pendengar atau lawan bicara. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman untuk mengetahui tata bahasa yang digunakan oleh penutur bahasa tersebut.

Peranan bahasa tidak hanya sebagai sarana komunikasi, tetapi juga sebagai sarana integrasi dan adaptasi serta untuk memahami maksud orang lain, maka tidak sedikit orang yang mempelajari bahasa asing, khusunya bahasa dari bangsa-bangsa yang telah maju seperti bahasa Inggris, Prancis, Jepang, Jerman dan lain-lain. Hal ini terbukti, di mana saat ini bahasa Jepang menjadi salah satu bahasa asing yang banyak diminati oleh orang Indonesia baik pelajar, mahasiswa, pekerja ataupun siapa saja yang memiliki minat terhadap bahasa Jepang.

Agar kita dapat berkomunikasi dengan orang Jepang dan memahami maksud mereka, maka kita harus mampu menguasai bahasa yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik disampaikan secara lisan maupun tulisan. Namun, tidak mudah memahami konsep tata bahasa Jepang karena struktur kalimatnya sangat berbeda dengan bahasa Indonesia. Strukur kalimat bahasa Jepang menggunakan susunan pola Subjek-Objek-Predikat (SOP). Sedangkan bahasa Indonesia menggunakan susunan pola Subjek-Predikat-Objek (SPO). Selain masalah struktur kalimat (sintaksis), masalah lainnya yaitu makna kalimat (semantik). Contohnya dalam memaknai kalimat pasif.

例文: 私は タイ人の友達にタイ料理を教えられた。

Watashi wa tai jin no tomodachi ni tai ryouri wo oshierareta. (Saya diajarkan masakan Thailand oleh teman orang Thailand). (Sunagawa, 1998:284)

Apabila dilihat dari segi struktur kalimat, maka kalimat di atas termasuk kalimat pasif (ukemi atau judoubun). Penggunaan kalimat pasif dalam bahasa Jepang umumnya hanya untuk mengungkapkan kekecewaan atau rasa tidak puas,


(18)

karena merasa terganggu atau terbebani oleh perbuatan seseorang (Sutedi, 2008:79). Oleh karena itu, jika dilihat dari segi makna, kalimat tersebut bermakna gangguan bagi si penderita (saya) atau si penderita tidak merasa senang setelah diajarkan masakan Thailand oleh si pelaku (teman orang Thailand). Jadi, jika ingin menyampaikan makna atau maksud senang, tidak digunakan kalimat pasif seperti yang di atas, tetapi menggunakan pola kalimat “...te morau / te itadaku「~て もらう/ ~て いただく」.

例文: 私は タイ人の友達にタイ料理を教えてもらった

Watashi wa tai jin no tomodachi ni tai ryouri wo oshiete moratta.

(Saya diajarkan masakan Thailand oleh teman orang Thailand). (Sunagawa, 1998:284)

Pola pikir yang seperti ini tidak ada dalam tata bahasa Indonesia, sehingga kesalahan berbahasa seperti di atas sering dilakukan oleh orang asing yang hendak mempelajari bahasa Jepang. Karena setiap bahasa mempunyai aturan tata bahasanya masing-masing termasuk bahasa Jepang. Untuk itu, perlu sekali memahami tentang aturan tata bahasa yang terdapat pada suatu bahasa. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan bahasa yang komunikatif.

Tata bahasa adalah pengetahuan atau pembelajaran mengenai pembentukan kata-kata dan penyusunan kata-kata dalam kalimat (Poerwadarminta, 1976:1024). Apabila kata-kata digabungkan, maka akan membentuk unsur kalimat. Lalu apabila unsur-unsur kalimat itu digabungkan, maka akan membentuk sebuah kalimat. Di dalam pembentukan itu terdapat masing-masing aturannya. Aturan-aturan yang umum dan sistematis di dalam masing-masing bahasa itu disebut gramatika (Katoo dalam Dahidi dan Sudjianto, 2007:133).


(19)

Unsur kalimat dalam bahasa Jepang secara garis besarnya terdiri dari: (1) subjek (shugo/主語), (2) predikat (jutsugo/述語), (3) objek (taishougo/対象語),

(4) keterangan (joukyougo/状況語), (5) modifikator (shuushokugo/修飾語) dan

(6) konjungsi (setsuzokugo/接続語). Masing-masing unsur pembentuk kalimat

tergolong ke dalam kelas kata yang berbeda-beda (Sutedi, 2008:73). Pembagian kelas kata dalam bahasa Jepang disebut hinshi bunrui. Hashimoto dalam Sutedi (2008:26) menyebutkan bahwa terdapat 9 macam kelas kata. Yaitu: doushi,

keiyoushi, meishi (futsuu, daimeishi, suushi), fukushi, fukutaishi (rentaishi),

setsuzokushi, kandoushi, jodoushi dan joshi.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai hinshi (kelas kata).

Karena ada beberapa kata yang termasuk ke dalam dua kelas kata sekaligus atau lebih. Salah satu contohnya yaitu kata mou dan ato. Kedua kata tersebut bisa berfungsi sebagai fukushi juga rentaishi. Bahkan kata ato juga dipakai sebagai kata sambung (setsuzokushi). Untuk itu mari perhatikan contoh kalimat di bawah ini.

例文:1. すみません、もう

Sumimasen, mou gofun koko ni kitekudasai. 五分ここに来てください。

(Maaf silakan datang ke sini lima menit lagi (Sunagawa, 1998: 578)

).

2. この子はもう

Kono ko wa mou juu sai dakara, juubun jiko no shounin ni nareru. 十才だから、十分事故の証人になれる。

(Anak ini karena sudah

(Sunagawa, 1998:580)

berumur 10 tahun, cukup bisa menjadi saksi kecelakaan).


(20)

3. もう

Mou sukoshi de chikokusuru tokoro datta. 少しで遅刻するところだった。

(Sedikit lagi

(Noriko, Matsumoto dan Sasaki. 2010: 98) saya hampir telat).

4. この車は四人乗りだから、あと

Kono kuruma wa yon nin nori dakara, ato hitori noremasu yo.

一人乗れますよ。

(Mobil ini karena 4 orang yang naik, jadi bisa naik 1 orang lagi (Hirotase dan Masayoshi, 1994:40)

).

5. 卒業式まであと

Sotsugyou shiki made ato isshuukan da.

一週間だ。

(Wisuda tinggal seminggu lagi (Sunagawa, 1998:10)

).

6. 彼はアルバイトをやめたあと

Kare wa arubaito wo yameta ato, toku ni suru koto mo nakute mainichi bura bura shiteiru.

、特にすることもなくて毎日 ぶらぶらしている。

(Setelah

(Sunagawa, 1998:8)

dia berhenti kerja paruh waktu, setiap harinya bermalas-malasan karena tidak ada hal yang dikerjakan secara khusus).

Jika ditinjau dari letak dalam kalimat, mou pada kalimat nomor 1 menerangkan verba kuru dan kalimat nomor 3 menerangkan kata keterangan lain yaitu sukoshi. Oleh karena itu, mou pada kalimat nomor 1 dan 3 termasuk kelas kata fukushi. Sedangkan mou pada kalimat nomor 2 merupakan kelas kata

rentaishi, karena menerangkan nomina (suuryou no meishi) juusai. Untuk kata ato

pada kalimat nomor 4, 5 dan 6 masing-masing merupakan kelas kata fukushi

(menerangkan verba noreru), rentaishi (menerangkan kata nomina isshuukan) dan


(21)

Sedangkan apabila dilihat dari maknanya, mou pada kalimat 1 bermakna “lagi”. Maksudnya adanya penambahan jumlah tertentu dari keadaan yang sekarang. Lawan bicara diminta untuk datang 5 menit lagi/kemudian. Mou pada kalimat nomor 2 bermakna “sudah”. Maksudnya menunjukkan hal yang sampai pada batas akhir. Sedangkan mou pada kalimat nomor 3 mempunyai arti yang sama dengan kalimat nomor 1, tetapi kondisinya berbeda. Ato pada kalimat nomor 4 dan 5 bermakna “lagi”. Maksudnya menunjukkan jumlah/angka yang tersisa untuk tercapainya tujuan. Sedangkan ato pada kalimat nomor 6 artinya “setelah”. Maksudnya ada pekerjaan berikutnya yang dikerjakan setelah pekerjaan pertama selesai.

Melihat keenam contoh kalimat di atas dapat diketahui bahwa kata mou

dan ato tidak hanya menduduki satu kelas kata saja, melainkan bisa tergolong ke dalam kelas kata yang lain juga. Juga fungsinya di dalam kalimat dan nuansa maknanya berbeda-beda. Karena adanya persamaan dan perbedaan pada kata mou

dan ato tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan judul “Analisis Nuansa Makna Kata Mou dan Ato dalam Kalimat Bahasa Jepang”.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam bahasa Jepang banyak sinonim (ruigigo) dan sangat sulit untuk bisa dipadankan ke dalam bahasa Indonesia satu persatu. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba menjelaskan mengenai nuansa makna kata mou dan ato. Masing-masing memiliki makna yang hampir sama, tetapi nuansanya berbeda. Kemudian untuk membedakan kedua kata tersebut termasuk kelas kata fukushi,


(22)

rentaishi atau setsuzokushi, maka harus memperhatikan letak keduanya di dalam kalimat.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Apa makna kata mou dan ato secara umum?

2. Apa perbedaan nuansa makna kata mou dan ato dalam kalimat bahasa Jepang?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Agar pembahasan masalah tidak meluas sehingga objek pembahasan dapat menjadi jelas, maka penulis membatasi ruang lingkup pembahasan pada pengertian makna mou dan ato secara umum menurut beberapa pakar linguistik bahasa Jepang dan perbedaan nuansa makna dari kedua kata tersebut yang dapat ditinjau dari letak dan konteks kalimat. Untuk masing-masing kata mou dan ato

akan dibahas lima buah contoh kalimat. Seluruh kalimat untuk penelitian ini diambil secara acak dari beberapa majalah atau tabloid bahasa Jepang seperti

Nipponia tahun 2004 edisi 29 (sebanyak satu kalimat yang memakai kata ato),

Nyuusu Ga Wakaru edisi September 2006 (sebanyak satu kalimat yang memakai kata mou dan tiga kalimat yang memakai kata ato), Nyuusu Ga Wakaru edisi Februari 2007 (sebanyak dua kalimat yang memakai kata mou dan satu kalimat yang memakai kata ato) dan buku Nihongo So-Matome N2 (Reading Comprehension) sebanyak dua kalimat yang memakai kata mou.


(23)

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini penulis ingin menganalisis nuansa makna mou dan

ato, yang mana kedua kata tersebut bisa ditinjau dari letak dan makna di dalam sebuah kalimat. Hal ini menyangkut tataran bidang linguistik yaitu sintaksis dan semantik (sintagmatik). Untuk menghindari kesalahan dan kekaburan dalam menginterpretasikan makna dari kata-kata atau istilah yang digunakan dalam penelitian ini, penulis mencoba mendefinisikan beberapa istilah linguistik khususnya yang berkenaan dengan sintaksis dan semantik.

Ilmu linguistik adalah ilmu yang mengkaji tentang bahasa. Ilmu linguistik itu tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, melainkan juga seluk-beluk bahasa pada umumnya. Salah satu bidang kajian dari linguistik adalah sintaksis dan semantik.

Istilah sintaksis dalam bahasa Jepang disebut tougoron 「統語論」 atau sintakusu「シンタクス」yaitu cabang linguistik yang mengkaji tentang struktur

dan unsur-unsur pembentuk kalimat (Sutedi, 2008:63). Nitta (1997:14) menjelaskan bahwa bidang garapan sintaksis adalah kalimat yang mencakup jenis dan fungsinya, unsur-unsur pembentuknya serta struktur dan maknanya. Dengan demikian, garapan sintaksis mencakup struktur frase, klausa dan kalimat, ditambah dengan berbagai unsur lainnya.

Semantik adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang makna (Sutedi, 2003:103). Kata semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani yaitu “sema” (kata benda) yang berarti tanda dan lambang. Kata kerjanya adalah “semaino” yang berarti menandakan atau melambangkan. Objek


(24)

kajian semantik antara lain makna kata, relasi makna, makna frase, dan makna kalimat. Lalu objek kajian yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas ini adalah relasi makna khususnya sinonim. Karena dalam hal ini kata

mou dan ato adalah kata-kata yang memiliki arti hampir sama namun nuansanya berbeda.

Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya (Chaer, 2007:267). Dua buah ujaran atau lebih yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama. Ketidaksamaan ini terjadi karena berbagai faktor, antara lain faktor waktu, faktor tempat atau wilayah, faktor keformalan, faktor sosial, faktor bidang kegiatan, dan faktor nuansa makna. Dalam bahasa Jepang sinonim disebut dengan istilah

ruigigo.

Menurut Ferdinand De Saussure dalam Chaer (2007:287), makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Makna yang sama namun memiliki nuansa yang berbeda dalam kalimat berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya (Chaer, 2007:297). Satuan bahasa di sini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat. Relasi makna ini dapat menyatakan kesamaan makna (sinonim), pertentangan makna (antonim), ketercakupan makna (hiponim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), dan kelebihan makna (redundansi).

Sutedi (2003:114) berpendapat bahwa dalam bahasa Jepang ada dua istilah tentang makna, yaitu kata imi 「意味」dan igi「意義」. Kata imi


(25)

satuan dari parole, sedangkan igi digunakan untuk menyatakan makna dari bun

(kalimat) sebagai wujud satuan dari langue.

Kalimat terbentuk dari perpaduan beberapa jenis kata (hinshi) yang disusun berdasarkan pada aturan gramatikalnya (Sutedi, 2008:73). Menurut Motojiro dalam Sudjianto (2004:147) mengklasifikasikan kelas kata menjadi 10 jenis yaitu :

1. Doushi (kata kerja)

2. Keiyoushi (kata sifat yang berakhiran -i)

3. Keiyoudoushi (kata sifat yang berakhiran –na)

4. Meishi (kata benda)

5. Fukushi (kata keterangan) 6. Rentaishi (pra kata benda)

7. Setsuzokushi (kata sambung)

8. Kandoushi (kata seru/kata panggilan)

9. Jodoushi (kopula/kata bantu kata kerja)

10. Joshi (partikel/kata bantu)

Dari semua kelas kata yang disebutkan di atas, fukushi dan rentaishi

memiliki ciri yang hampir sama, maka sering terjadi penyamaan di antara kedua kelas kata tersebut. Oleh karena itu, penulis akan sedikit menjelaskan mengenai perbedaan fukushi dan rentaishi.


(26)

Bunkachou dalam Sudjianto (1996:72) menyatakan bahwa fukushi ialah kata yang dipakai untuk menerangkan yougen (verba, I, dan adjektiva-na), tidak dapat menjadi subjek dan tidak mengenal konjugasi/deklinasi. Sudjianto (1996:89) mengatakan letak fukushi kadang-kadang terpisah dari kata yang diterangkannya karena terhalangi oleh beberapa kata. Walaupun demikian fukushi

selalu diletakkan sebelum kata yang diterangkannya itu. Contoh :

1. Sukoshi + iku

fukushi verba

to kouban ga aru.

2. Kotoshi wa taihen + atsui

fukushi adjektiva-i

.

3. Mochiron boku mo iku

fukushi verba

.

Ada pula fukushi yang dipakai untuk menerangkan nomina dan menerangkan fukushi yang lainnya (Sudjianto, 1996:73), misalnya :

a. Motto + hakkiri kotaenasai!

fukushi fukushi

“Jawablah lebih jelas

b. Sore wa zutto + mukashi no koto desu. lagi!”.

fukushi meishi

“Itu adalah hal yang sudah sangat dahulu”

Taigen yang diterangkan oleh fukushi terbatas pada kata-kata yang menyatakan tempat, arah, jumlah, waktu atau keadaan (Motojiro dalam Sudjianto, 1996:74).

.

Rentaishi (prenomina) termasuk kelas kata yang berdiri sendiri (jiritsugo) dan tidak mengenal konjugasi atau deklinasi, diletakkan sebelum taigen dalam sebuah kalimat dan hanya dipakai untuk menerangkan taigen (nomina) yang ada


(27)

di depannya itu (Bunkachou dalam Sudjianto, 1996:90). Kata-kata yang termasuk ke dalam rentaishi misalnya kono, sono, ano, dono, ookina, chiisana, okashina,

konna, sonna, anna dan sebagainya.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam sebuah penelitian diperlukan landasan atau acuan berpikir untuk menganalisis dan memecahkan sebuah masalah. Oleh karenanya, perlu disusun pokok-pokok pikiran yang dimuat oleh kerangka teori yang mendeskripsikan titik tolak penelitian yang akan diamati. Dalam menganalisis makna yang terdapat pada kata mou dan ato, maka penulis perlu memaparkan pendekatan apa yang dipakai dan pengertian makna berdasarkan beberapa pakar linguistik.

Menurut Yule (2008:113), istilah syntax (sintaksis) berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai arti disusun bersama atau urutan penyusunan. Dengan kata lain membahas letak suatu kata di dalam sebuah kalimat. Kalimat terbentuk atas beberapa unsur, minimal memiliki unsur subjek atau predikat saja. Masing-masing unsur kalimat berasal dari kelas kata yang berbeda. Untuk menganalisis suatu kalimat terbentuk dari unsur dan kelas kata apa, maka diperlukan suatu pendekatan. Yule (2008:105) menyebutkan bahwa :

直接構成素分析 (immediate constituent analysis) と呼ばれるのは分の中の小さな構成素「つまり、成分」がどのように 一緒になってより大きな構成素を形成するか、ということが明示でき るような技法が使われている。

Chokusetsu kouseiso bunseki to yobareru nowa bun no naka no chiisana kouseiso (tsumari, seibun) ga dono you ni issho ni natte yori ookina kouseiso wo keisei suru ka, to iu koto ga meiji dekiru you na gihou ga tsukawarete iru. “Yang disebut dengan ‘Analisis Unsur Pembentuk Secara Langsung’ adalah teknik atau cara yang dipakai untuk menyatakan dengan jelas, bagaimana memformulasikan unsur yang lebih besar menjadi unsur pembentuk yang kecil dalam kalimat (dengan kata lain komponen).


(28)

Contoh : The lucky boys saw the clowns at the circus and they cheered loudly. (Anak laki-laki yang beruntung itu melihat badut di sirkus dan mereka bersorak dengan keras).

(Yule, 2008:99)

Kalimat di atas merupakan kalimat majemuk / fukubun「複文」, karena terdiri

atas 2 klausa. Jika dipenggal berdasarkan unsur kalimatnya menjadi : Klausa Utama : The lucky boys saw the clowns

修飾語 主語 述語 対象語 状況語

at the circus

Klausa Tambahan : And they cheered

接続語 主語 述語 状況語

loudly

Atau :

The lucky boys saw the clowns at the circus 冠詞 形容詞 名詞 動詞 冠詞 名詞 前置詞 冠詞 名詞 接続詞

and

they cheered

代名詞 動詞 副詞

loudly

Hubungan yang terbentuk antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan yang tersusun secara berurutan (bersifat linear) disebut hubungan sintagmatik (Kridalaksana, 1993:45). Dalam bahasa Jepang disebut henkei kisoku

yang artinya ‘aturan transformasi’. Yule (2008:122) menyebutkan bahwa : こうした構成素の「移動」を行なうには、句構造規則によって生じた 構造内の要素(の位置)を変える、つまり、移動するような規則が必

要である。こうした規則を、変形規則 (transformational rules) と呼んでいる。

Koushita kouseiso no [idou] wo okonau ni wa, kukouzou kisoku ni yotte shoujita kouzounai no youso (no ichi) wo kaeru, tsumari, idou suru you na kisoku ga hitsuyou de aru. Koushita kisoku wo, henkei kisoku

(transformational rules) to yondeiru.

“Untuk mengadakan perpindahan dari unsur pembentuk semacam ini, dengan mengubah posisi/kedudukan dari unsur pembentuk dalam yang muncul berdasarkan peraturan struktur frase. Dengan kata lain, diperlukan peraturan untuk memindahkannya. Peraturan semacam ini disebut henkei kisoku


(29)

Contoh : George helped Myrna yesterday (George menolong Myrna kemarin).

Yesterday George helped Myrna (Kemarin George menolong Myrna).

Selain membahas kata mou dan ato dari segi unsur pembentuk kalimat, penulis juga membahas makna kedua kata tersebut di dalam suatu kalimat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna adalah 1) arti; 2) maksud pembicara atau penulis; 3) pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan (Depdiknas, 2009:864). Dari beberapa definisi tersebut, penulis akan coba menganalisis makna kata mou dan ato dalam kalimat berbahasa Jepang dengan merujuk pada beberapa definisi di atas.

Kata mou「もう」memiliki beberapa makna dalam kalimat bahasa

Jepang. Seperti yang dijelaskan menurut pakar linguistik bahasa Jepang berikut ini.

1. Hirotase dan Masayoshi (1994:41) menyebutkan mou mempunyai arti sebagai berikut :

「さらに」の意味で、今の状態に加える数量。程度を表すときに使い ます。

(Sara ni) no imi de, ima no joutai ni kuwaeru suuryou. Teido wo arawasu toki ni tsukaimasu.

“Makna dari (sara ni : ditambah lagi) yaitu jumlah yang ditambahkan pada keadaan sekarang. Digunakan ketika menunjukkan derajat atau tingkatan”. 2. Sunagawa (1998:578) menyebutkan mou dengan pengertian sebagai berikut :

量などをさらに付け加えるのに使う。

Ryou nado wo sara ni tsuke kuwaeru noni tsukau.

“Digunakan untuk menambahkan jumlah/kuantitas dan lain-lain”.

3. Hayashi (1993:979) menjelaskan bahwa mou mempunyai makna sebagai berikut :


(30)

さらに加えて。みじかく「も」ということもある。

Sara ni kuwaete. Mijikaku (mo) to iu koto mo aru.

“Menambah lagi. Ada pula yang menyingkatnya dengan (mo)”.

Sedangkan kata ato「あと」mempunyai makna seperti yang dijelaskan

oleh pakar linguistik berikut ini.

1. Hirotase dan Masayoshi (1994:40-41) menjelaskan bahwa ato mempunyai makna :

目標に達するまでの残り数や量を表すときに使います。「あと+数詞 (人、本、時間)」や「あと少し、あとちょっと」などの形で使いま す。

Mokuhyou ni tassuru made no nokori kazu ya ryou wo arawasu toki ni tsukaimasu. [ato + suushi (hito,hon,jikan) ya (ato sukoshi,ato chotto)] nado no katachi de tsukaimasu.

“Digunakan ketika menunjukkan jumlah dan angka yang tersisa dari sampai tercapainya tujuan. Digunakan dalam bentuk (ato diikuti kata bilangan seperti orang, batang dan waktu), (sedikit lagi)”.

2. Menurut Sunagawa (1998:8-10), makna ato「あと」adalah sebagai berikut :

今の状態に一定の数量が加わることを表す。その数量が加わればある ことがらが成立するための条件が整うということを表す場合に用いる 。

Ima no joutai ni ittei no suuryou ga kuwawaru koto wo arawasu. Sono suuryou ga kuwawareba aru kotogara ga seiritsu suru tame no jouken ga totonou to iu koto wo arawasu baai ni mochiiru.

“Menunjukkan hal bertambahnya jumlah tertentu pada keadaan sekarang. Digunakan pada keadaan yang menunjukkan syarat untuk terjadinya suatu hal akan tersedia, jika jumlah itu bertambah”.

3. Hayashi (1993:22) dalam bukunya Reikai Shinkokugo Jiten menyebutkan bahwa ato mempunyai makna :

今後に残されたものを数える言いかた。

Kongo ni nokosareta mono wo kazoeru iikata.


(31)

Berdasarkan dari beberapa makna di atas, telah diketahui ada beberapa makna mou dan ato. Untuk penelitian makna kedua kata tersebut, maka penulis akan menggunakan teori makna mou dan ato yang dikemukakan oleh Hirotase dan Masayoshi (1994:41), Sunagawa (1998:9-10) dan Hayashi (1993:979). Selain itu, kedua kata tersebut tidak hanya didasarkan pada makna leksikalnya, tetapi juga harus didasarkan pada makna kontekstualnya.

Makna sebagai objek kajian semantik yang tidak dapat diamati atau diobservasi secara empiris. Kajian dapat dilakukan terhadap makna bunyi bahasa (fonestem); makna-makna satuan leksikon yang disebut dengan makna leksikal; satuan gramatikal yang disebut makna gramatikal; satuan sintaksis disebut dengan makna sintaksis dan satuan wacana yang disebut dengan makna kontekstual (Chaer, 2007:68).

Dari beberapa makna yang termasuk dalam kajian semantik di atas, teori makna yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori kontekstual. Pateda (2001:116) menyebutkan bahwa makna kontekstual (contextual meaning) atau makna situasional (situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dengan konteks.

1.5 Tujuan dan Manfaat 1.5.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui makna mou dan ato secara umum.

2. Mengetahui perbedaan nuansa makna mou dan ato dalam kalimat berbahasa Jepang.


(32)

1.5.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk :

1. Menambah pengetahuan mengenai nuansa makna dalam bahasa Jepang, khsusunya kata mou dan ato.

2. Membantu menambah referensi yang berkaitan dengan bidang linguistik khsususnya kajian semantik untuk menunjang proses pembelajaran bahasa Jepang.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan (library research). Metode kepustakaan adalah metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dengan menggunakan buku atau referensi yang berkaitan dengan masalah apa yang sedang dibahas. Sedangkan untuk teknik penyajian data di dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik deskriptif yaitu dengan memberikan penjabaran-penjabaran dan uraian yang menggunakan kata-kata (Mahsun, 2007:92).

Penelitian deskriptif mengumpulkan data-data yang diperoleh melalui metode kepustakaan (library research). Dalam hal ini penulis mengumpulkan dan menganalisis buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, terutama buku-buku, majalah dan data-data yang berhubungan dengan linguistik bahasa Jepang baik yang berbahasa Jepang maupun yang menggunakan bahasa Indonesia.


(33)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP KATA MOU DAN ATO SERTA STUDI SINTAGMATIK

2.1 Mou dan Ato

Menurut Sudjianto (1996:80), kata mou dan ato termasuk jenis kelas kata keterangan (fukushi). Seperti telah dijelaskan pada bagian pendahuluan bahwa

fukushi dapat dipakai untuk menerangkan doushi dan menerangkan fukushi yang lainnya. Fukushi yang dapat menerangkan doushi dan fukushi yang lainnya itu termasuk pada jenis teido no fukushi. Salah satu contoh kata yang termasuk jenis

teido no fukushi yaitu mou dan ato. Isami (1986:147) mengatakan bahwa teido no fukushi ialah fukushi yang menerangkan yougen (terutama adjektiva-I dan adjektiva-na), dengan jelas menentukan standar (batas, tingkat atau derajat) keadaan/sifat itu.

Selain itu, kedua kata tersebut bisa digolongkan ke dalam kelas kata lainnya. Misalnya, mou dapat digolongkan ke dalam kelas kata rentaishi apabila menerangkan nomina di dalam kalimat. Kemudian ato bisa berfungsi sebagai

rentaishi juga, bahkan juga digolongkan ke dalam kelas kata setsuzokushi (kata sambung). Oleh karena itu, untuk membedakannya diperlukan analisis berdasarkan pada letaknya di dalam suatu kalimat.

Namun, sebelum menganalisisnya lebih jauh, penulis akan menjelaskan makna kedua kata tersebut berdasarkan teori yang dikemukakan oleh beberapa pakar linguistik bahasa Jepang.


(34)

2.2 Pengertian Mou

Menurut Hirotase dan Masayoshi (1994:41), secara umum

mou「もう」mempunyai makna sebagai berikut :

1. 「さらに」の意味で、今の状態に加える数量。程度を表すときに使い

ます。

(Sara ni) no imi de, ima no joutai ni kuwaeru suuryou. Teido wo arawasu toki ni tsukaimasu.

“Makna dari (ditambah lagi) yaitu jumlah yang ditambahkan pada keadaan sekarang. Digunakan ketika menunjukkan derajat atau tingkatan”.

例文:1) もう

Mou ichido itte kudasai.

一度、言ってください。

(Tolong katakan sekali lagi). 2) A:コ-ヒ、もう

Koohi, mou ippai ikaga desuka? 一杯いかがですか。

(Mau tambah secangkir kopi lagi?). B:はい、いただきます。

Hai, itadakimasu.

(Ya, saya terima / terima kasih).

2. すでに終わった状態や限界に達しているということを表します。

Sude ni owatta joutai ya genkai ni tasshiteiru to iu koto wo arawashimasu.

“Menunjukkan hal yang sampai pada batas akhir dan keadaan yang telah selesai sebelumnya”.

例文:1) 昨日買った牛乳はもう

Kinou katta gyuunyuu wa mou nonde shimatta. 飲んでしまった。


(35)

2) この本箱にはもう

Kono honbako niwa mou issatsu mo hon ga hairenai. 一冊も本が入れない。

(Di rak buku ini sudah tidak bisa satu jilid buku pun dimasukkan).

3. 感情を強く表現するときに使います。

Kanjou wo tsuyoku hyougensuru toki ni tsukaimasu.

“Digunakan ketika mengungkapkan perasaan yang kuat (emosi)”. 例文:もう

Mou itakute, shou ga nai. 痛くて、しょうがない。

(Sakitnya sudah tak tertahankan).

Sedangkan menurut Hayashi (1993:979), mou「もう」mempunyai

makna sebagai berikut :

1. そのときまでに、すっかりある状態になっていることを表わす。

Sono toki made ni, sukkari aru joutai ni natteiru koto wo arawasu.

“Menunjukkan hal yang menjadi suatu keadaan benar sebelum waktu itu”. 例文:お菓子はもう

Okashi wa mou arimasen. Mou kekkou desu. ありません。もうけっこうです。

(Kuenya tidak ada lagi. Sudah cukup).

2. はやくもそのときがきてしまったことへの驚きを表わす。

Hayaku mo sono toki ga kite shimatta koto e no odoroki wo arawasu. “Menunjukkan keterkejutan akan hal waktu yang datang begitu cepat”. 例文:もう五時だ。もう

Mou goji da. Mou okaeri desuka? お帰りですか。


(36)

3. まもなくある状態になるようす。

Mamonaku aru joutai ni naru yousu.

“Tindakan yang tak berapa lama lagi menjadi suatu keadaan”. 例文:仕事ももう

Shigoto mo mou owari desu. 終わりです。

(Sebentar lagi pekerjaan pun akan selesai).

4. さらに加えて。みじかく「も」ということもある。

Sara ni kuwaete. Mijikaku (mo) to iu koto mo aru.

“Menambah lagi. Ada pula yang menyingkatnya dengan (mo)”. 例文:1) もう

Mou chotto mattene. ちょっと待ってね。

(Tolong tunggu sebentar/sedikit lagi). 2) も一つください。

Mo hitotsu kudasai. (Tolong satu lagi).

Sunagawa (1998:578) mengemukakan bahwa mou mempunyai makna yang hampir sama sebagaimana yang dijelaskan oleh Hirotase dan Masayoshi. Penjelasannya sebagai berikut :

1. 量などをさらに付け加えるのに使う。

Ryou nado wo sara ni tsuke kuwaeru noni tsukau.

“Digunakan untuk menambahkan jumlah/kuantitas dan lain-lain”. 例文:みんなが来てから、もう

Minna ga kitekara, mou ikkai sensei ni denwa shite mita. 一回先生に電話してみた。


(37)

2. 動詞文とともに使って、行為、できごとなどがある時点までに完了し たことを示す。完了かどうかを問う疑問文でも「もう」を用いる。

Doushibun to tomo ni tsukatte, koui, dekigoto nado ga aru jiten made ni kanryou shita koto wo shimesu. Kanryou ka dou ka wo tou gimonbun demo

(mou) wo mochiiru.

“Digunakan bersamaan dengan kalimat verba, menunjukkan tindakan, hal/perkara dan sebagainya yang telah selesai sebelum titik waktu. Dan dalam kalimat tanya untuk menanyakan sudah selesai atau belum juga digunakan

mou.

例文:彼の娘はもう

Kare no musume ha mou daigaku wo sotsugyou shita sou da. 大学を卒業したそうだ。

(Katanya putrinya sudah lulus dari perguruan tinggi).

3. 「無理だ」「いやだ」など否定的意味の述語を用いて、これ以上ある

状態を続けることができないという意味を表す。

(Muri da), (iya da) nado hiteiteki imi no jutsugo wo mochiite, kore ijou aru joutai wo tsuzukeru koto ga dekinai to iu imi wo arawasu.

“Menggunakan predikat yang bermakna negatif seperti (muri : tidak mungkin, tak masuk akal), (iya : benci, jengkel) dan lain sebaginya, kemudian menunjukkan arti tidak dapat melanjutkan suatu keadaan lebih dari ini”.

例文:こんな退屈な仕事はもう

Konna taikutsu na shigoto wa mou yametai. やめたい。


(38)

2.2.1 Kata Mou ditinjau dari Letak dalam Kalimat

1. 今日の仕事はもう全部終わった。

Kyou no shigoto wa mou zenbu owatta. (Pekerjaan hari ini sudah selesai semua). (Sunagawa, 1998:580)

Kalimat di atas merupakan kalimat tunggal / tanbun「単文」, karena berisikan satu informasi. Maka jika dipenggal berdasarkan unsur kalimatnya menjadi:

今日の (1) 仕事は (2) もう (3) 全部 (4) 終わった

修飾語 主語 修飾語 修飾語 述語

(5)

Kata mou sebagai unsur modifikator / shuushokugo「修飾語」dalam kalimat di

atas. Unsur modifikator digunakan untuk memperluas kata yang dijelaskan sesudahnya. Karena kata mou letaknya berada pada sebelum kata yang diterangkannya (verba owatta), maka kata mou pada kalimat dikategorikan sebagai kelas kata fukushi.

2. もうちょっと安いものはありませんか。

Mou chotto yasui mono wa arimasenka.

(Apakah ada barang yang lebih murah sedikit lagi?). (Sunagawa, 1998:579)

Kalimat di atas termasuk kalimat tunggal / tanbun「単文」, karena

berisikan satu informasi. Maka jika dipenggal berdasarkan unsur kalimatnya menjadi:

もう (1) ちょっと (2) 安い (3) ものは (4) ありませんか

修飾語 修飾語 修飾語 主語 述語


(39)

Kata mou sebagai unsur modifikator dalam kalimat di atas merupakan kelas kata

fukushi, karena menerangkan fukushi lainnya yaitu chotto yang ada di depannya. Sesuai dengan fungsi teido no fukushi bahwa mou menentukan standar (batas, tingkat atau derajat) keadaan/sifat dari mono.

3. 気がついたらもう朝だった。

Ki ga tsuitara, mou asa datta.

(Setelah tersadar ternyata sudah pagi). (Sunagawa, 1998:580)

Kalimat di atas termasuk kalimat majemuk / fukubun「複文」, karena

terdiri atas 2 klausa. Yaitu :

気が (1) ついたら (2) もう (3) 朝だった

主語 述語 修飾語 述語

(4)。

Kata mou sebagai unsur modifikator pada kalimat di atas diletakkan sebelum kata benda yang berfungsi sebagai predikat. Oleh karena itu, mou pada kalimat di atas merupakan rentaishi, karena menerangkan taigen (nomina asa) yang ada di depannya.

2.2.2 Kata Mou ditinjau dari Konteks Kalimat 1. A: この本はもう

Kono hon wa mou demashitaka? 出ましたか。

(Apakah buku ini sudah keluar/terbit?).

B: いいえ、まだ出ていません。予定は来週です。

Iie, mada dete imasen. Yotei wa raishuu desu.

(Belum, masih belum terbit. Rencananya minggu depan). (Sunagawa, 1998:580)


(40)

Kata mou dalam kalimat di atas bermakna “sudah” dalam bahasa Indonesia. Dan berfungsi untuk menyatakan hal yang telah selesai dikerjakan. Digunakan pula dalam kalimat tanya untuk menanyakan sudah selesai atau belum suatu pekerjaan.

2. 戦争をするのはもう

Sensou wo suru no wa mou takusan da. たくさんだ。

(Sudah cukup banyak peperangan). (Sunagawa, 1998:581)

Kata mou dalam kalimat di atas diterjemahkan dalam makna yang hampir sama dengan “sudah” dalam bahasa Indonesia. Dan digunakan untuk menunjukkan arti tidak dapat melanjutkan suatu keadaan lebih dari itu.

3. もう

Mou ichijikan matte, kare ga konakattara saki ni iku. 一時間待って、彼が来なかったら先に行く。

(Satu jam lagi saya tunggu, setelah itu kalau dia tidak datang, saya akan pergi duluan).

(Sunagawa, 1998:578)

Kata mou dalam kalimat di atas bermakna “lagi” dalam bahasa Indonesia. Dan berfungsi untuk menyatakan jumlah/kuantitas yang ditambahkan pada keadaan sekarang. Dengan kata lain, digunakan ketika menunjukkan derajat atau tingkatan.

2.3 Pengertian Ato

Menurut Hirotase dan Masayoshi (1994:40-41) secara umum ato


(41)

目標に達するまでの残り数や量を表すときに使います。「あと+数詞 (人、本、時間)」や「あと少し、あとちょっと」などの形で使いま す。

Mokuhyou ni tassuru made no nokori kazu ya ryou wo arawasu toki ni tsukaimasu. [ato + suushi (hito, hon, jikan) ya (ato sukoshi, ato chotto)] nado no katachi de tsukaimasu.

“Digunakan ketika menunjukkan jumlah dan angka yang tersisa dari sampai tercapainya tujuan. Digunakan dalam bentuk (ato diikuti kata bilangan seperti orang, batang dan waktu), (sedikit lagi)”.

例文:今90万円あるから、あと

Ima kyuumanen arukara, ato juumanen tamereba, choudo hyakumanen ni naru.

十万円貯めれば、ちょうど百万円に なる。

(Karena sekarang ada ¥90.000, kalau menabung ¥10.000 lagi menjadi pas ¥100.000).

Sedangkan menurut Sunagawa (1998:8-10), makna ato (あと) adalah

sebagai berikut :

1. 文や節の頭に現れ、会話の中で、その状況に必要なことがらを思い出

して付け加えるときに用いる。

Bun ya setsu no atama ni araware, kaiwa no naka de, sono joukyou ni hitsuyou na kotogara wo omoidashite tsukekuwaeru toki ni mochiiru.

“Muncul di awal kalimat atau paragraf, dan di dalam percakapan digunakan ketika menambahkan karena mengingat hal atau perkara yang penting pada keadaan itu”.


(42)

例文:料理はこのくらいあれば、十分ですね。あと

Ryouri wa kono kurai areba, juubun desu ne. Ato, nomimono wa kore de tarimasuka?

、飲み物はこれで 足りますか。

(Masakannya kalau segini cukup ya. Lalu, minumannya cukup dengan ini?).

2. 今の状態に一定の数量が加わることを表す。その数量が加わればある

ことがらが成立するための条件が整うということを表す場合に用いる 。

Ima no joutai ni ittei no suuryou ga kuwawaru koto wo arawasu. Sono suuryou ga kuwawareba aru kotogara ga seiritsu suru tame no jouken ga totonou to iu koto wo arawasu baai ni mochiiru.

“Menunjukkan hal bertambahnya jumlah tertentu pada keadaan sekarang. Digunakan pada keadaan yang menunjukkan syarat untuk terjadinya suatu hal akan tersedia, jika jumlah itu bertambah”.

例文:あと

Ato futari soroeba, yakyuu chiimu ga tsukureru. 二人揃えば、野球チ-ムが作れる。

(Kalau dilengkapi dua orang lagi, bisa terbentuk tim Baseball).

3. 一つのことがらが終わった段階であることを表し、後ろにはその時の

状態やその次に起こることがらが続く。

Hitotsu no kotogara ga owatta dankai de aru koto wo arawashi, ushiro ni ha sono toki no joutai ya sono tsugi ni okoru kotogara ga tsuzuku.

“Menunjukkan satu perkara/hal yang berada pada tahap selesai, kemudian dilanjutkan oleh perkara/hal yang terjadi berikutnya atau keadaan setelah waktu itu”.


(43)

例文:今日は夕食のあと

Kyou wa yuushoku no ato, tomodachi to hanabi wo suru koto ni natteiru.

、友達と花火をすることになっている。

(Hari ini setelah makan malam, saya putuskan untuk bermain kembang api bersama teman).

Hayashi (1993:22) dalam bukunya Reikai Shinkokugo Jiten menyebutkan bahwa ato mempunyai makna :

今後に残されたものを数える言いかた。

Kongo ni nokosareta mono wo kazoeru iikata.

“Cara mengatakan hitungan benda yang tersisa berikutnya”. 例文:1) あと

Ato gofun de owaru. 五分で終わる。

(Akan selesai dalam waktu 5 menit lagi). 2) あと

Ato sannin suwareru. 三人座れる。

(Bisa duduk 3 orang lagi).

2.3.1 Kata Ato ditinjau dari Letak dalam Kalimat

1. その仕事を片つけるにはあと三日で十分です。

Sono shigoto wo katazukeru niwa ato mikka de juubun desu. (Membereskan pekerjaan ini cukup dengan tiga hari lagi). (Sunagawa, 1998:9)

Kalimat di atas termasuk kalimat tunggal / tanbun「単文」, karena

berisikan satu informasi. Maka jika dipenggal berdasarkan unsur kalimatnya menjadi :


(44)

その仕事を (1) 片つけるには (2) あと (3) 三日で (4) 十分です

対象語 述語 修飾語 状況語 述語

(5)

Kata ato sebagai unsur modifikator pada kalimat di atas merupakan rentaishi. Karena letaknya sebelum taigen (nomina mikka) dan menerangkan nomina tersebut.

2. 以上でだいたい分かったと思っていますが、あと、何か質問はありま

せんか。

Ijou de daitai wakatta to omotte imasuga, ato nani ka shitsumon wa arimasenka?

(Cukup sekian dan saya kira sebagian besar sudah mengerti. Lalu, apakah ada pertanyaan?).

(Sunagawa, 1998:9)

Kalimat di atas merupakan kalimat majemuk / fukubun「複文」. Karena

berisikan 2 informasi yang terdiri atas 2 klausa. Jika dipenggal berdasarkan unsur kalimatnya maka menjadi uraian sebagai berikut :

以上で (1) だいたい (2) 分かったと (3) 思っていますが (4)、あと

対象語 状況語 述語 述語 接続語

(5)、

何か (6) 質問は (7) ありませんか 修飾語 主語 述語

(8)

Kata ato pada kalimat di atas merupakan setsuzokushi (kata sambung), karena letaknya berada di antara 2 buah klausa yang berfungsi untuk menghubungkan kedua klausa yang masih berhubungan itu.

3. あと二人揃えば、野球チ-ムが作れる。

Ato futari soroeba, yakyuu chiimu ga tsukureru.


(45)

(Sunagawa, 1998:9)

Kalimat di atas merupakan kalimat majemuk / fukubun「複文」yang

berisikan 2 informasi dalam sebuah kalimat (kalimat pengandaian). Jika dipenggal berdasarkan unsur kalimatnya maka menjadi :

あと (1) 二人 (2) 揃えば (3) 野球 (4) チ-ムが (5) 作れる

修飾語 状況語 述語 修飾語 対象語 述語

(6)。

Pada kalimat di atas terlihat jelas bahwa letak ato berada sebelum kata yang diterangkannya yaitu verba soroeba. Oleh karena itu, ato dalam kalimat tersebut merupakan kelas kata fukushi.

2.3.2 Kata Ato ditinjau dari Konteks Kalimat 1. 今90万円あるから、あと

Ima kyuumanen arukara, ato juumanen tamereba, choudo hyakumanen ni naru.

十万円貯めれば、ちょうど百万円になる。

(Karena sekarang ada ¥90.000, kalau menabung ¥10.000 lagi menjadi pas ¥100.000).

(Hirotase dan Masayoshi, 1994:40)

Kata ato pada kalimat di atas bermakna “lagi” dalam bahasa Indonesia. Dan berfungsi untuk menunjukkan jumlah/angka yang tersisa supaya mencapai target. Ditandai dengan bentuk ato diikuti oleh kata bilangan (waktu).

2. A : メンバ-はこれだけだね。

Membaa wa kore dake da ne. (Anggotanya hanya ini ya). B : あ、あと

A, ato, moshikashitara Tanaka san mo kuru kamo shirenai to itteita. 、もしかたら田中さんも来るかもしれないと言っていた。


(46)

(Sunagawa, 1998:9)

Kata ato pada kalimat di atas mempunyai makna yang hampir sama dengan “tambah lagi”. Maksudnya berfungsi untuk menambahkan sesuatu hal karena mengingat hal atau perkara yang penting pada keadaan itu di dalam suatu percakapan.

3. 彼はアルバイトをやめたあと

Kare wa arubaito wo yameta ato, toku ni suru koto mo nakute mainichi bura bura shiteiru.

、特にすることもなくて毎日 ぶらぶらしている。

(Setelah

(Sunagawa, 1998:8)

dia berhenti kerja paruh waktu, setiap harinya bermalas-malasan karena tidak ada hal yang dikerjakan secara khusus).

Kata ato pada kalimat di atas bermakna “setelah” dan berfungsi untuk menunjukkan satu perkara/hal yang berada pada tahap selesai, kemudian dilanjutkan oleh perkara/hal yang terjadi berikutnya.

2.4 Studi Sintagmatik

2.4.1 Hubungan Sintagmatik

Berikut akan dijelaskan pengertian hubungan Sintagmatik menurut beberapa ahli linguistik di bawah ini :

1) Ridwan (1997:51) mengatakan bahwa hubungan sintagmatik merupakan hubungan di mana sebuah unsur terkait dengan unsur lain dalam susunan kebahasaan.

Contoh : The cat is on the mat (Kucing di atas alas kaki).


(47)

Jadi, hubungan sintagmatik terbentuk antara cat dan the mat. Demikian pula antara dog dan the mat.

2) Kridalaksana (1993:45) menyebutkan bahwa hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan yang tersusun secara berurutan (bersifat linear).

Misalnya dalam kalimat “Saya menulis artikel”,terdapat hubungan sintagmatik antara saya, menulis dan artikel dalam pola kalimat SPO (Subyek - Predikat - Obyek).

Dalam

sintagmatik ini terdapat baik dalam tataran fonologi, morfologi maupun sintaksis. Hubungan sintagmatik pada tataran fonologi tampak pada urutan fonem-fonem dengan urutan /k, i, t, a, b/. Apabila urutannya diubah, maka maknanya akan berubah atau tidak bermakna sama sekali. Perhatikan contoh berikut :

/k i t a b/ /b a k t i/ /t i k a b/ /k a t i b/ /b a t i k/

Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi, tampak pada urutan morfem-morfem pada suatu kata, yang juga tidak dapat diubah tanpa merusak makna dari kata tersebut. Ada kemungkinan maknanya berubah, tetapi ada kemungkinan pula tak bermakna sama sekali. Umpamanya segitiga tidak sama dengan tigasegi, kata barangkali tidak sama dengan kalibarang. Hubungan sintagmatik pada tataran sintaksis tampak pada urutan kata-kata yang mungkin


(48)

dapat diubah, tetapi mungkin juga tidak dapat diubah tanpa mengubah makna kalimat tersebut atau justru menyebabkan tak bermakna sama sekali. Sebagai contoh dapat dilihat kalimat berikut ini :

1. Hari ini barangkali dia sakit 2. Barangkali dia sakit hari ini 3. Dia sakit hari ini barangkali 4. Dia sakit barangkali hari ini

Dan contoh kalimat berikut yang urutan katanya diubah menyebabkan makna kalimatnya berubah, yaitu :

1. Dila memanggil Andi Andi memanggil Dila 2. Ini baju baru Ini baru baju

Dalam bahasa Jepang, hubungan sintagmatik pada tataran sintaksis disebut「変形規則」“henkei kisoku” yang artinya ‘aturan transformasi’. Yule (2008:122) menyebutkan bahwa :

こうした構成素の「移動」を行なうには、句構造規則によって生じた 構造内の要素(の位置)を変える、つまり、移動するような規則が必

要である。こうした規則を、変形規則 (transformational rules) と呼んでいる。

Koushita kouseiso no [idou] wo okonau ni wa, kukouzou kisoku ni yotte shoujita kouzounai no youso (no ichi) wo kaeru, tsumari, idou suru you na kisoku ga hitsuyou de aru. Koushita kisoku wo, henkei kisoku

(transformational rules) to yondeiru.

“Untuk mengadakan perpindahan dari unsur pembentuk semacam ini, dengan mengubah posisi/kedudukan dari unsur pembentuk dalam yang muncul berdasarkan peraturan struktur frase. Dengan kata lain, diperlukan peraturan untuk memindahkannya. Peraturan semacam ini disebut henkei kisoku

(peraturan transformasi)”.

Contoh : George helped Myrna yesterday (George menolong Myrna kemarin).


(49)

Untuk melakukan perpindahan, harus menentukan/menetapkan secara konkrit hal pemindahan unsur pembentuk yang bagaimana dan dari mana ke mana (Yule, 2008:122).

2.4.2 Kesinoniman

Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia maupun bahasa Jepang, seringkali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata dengan kata lainnya. Hal ini berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya (Chaer, 2007:297). Satuan bahasa disini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat. Relasi makna ini dapat menyatakan kesamaan makna (sinonim), pertentangan makna (antonim), ketercakupan makna (hiponim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), dan kelebihan makna (redundansi).

Apabila suatu kata memiliki makna yang hampir sama (mirip) dengan satu atau lebih kata yang lain, maka dapat dikatakan bahwa kata-kata tersebut memiliki hubungan atau relasi makna yang termasuk ke dalam sinonim. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya (Chaer, 2007:267). Akan tetapi meskipun bersinonim, maknanya tidak akan persis sama. Hal ini dikarenakan tidak ada sinonim yang maknanya akan sama persis seratus persen. Dalam konteks tertentu, pasti akan ditemukan suatu perbedaannya meskipun kecil. Ketidaksamaan ini terjadi karena berbagai faktor, antara lain faktor waktu, faktor tempat atau wilayah, faktor keformalan, faktor sosial, faktor bidang kegiatan, dan faktor nuansa makna.


(50)

Dalam bahasa Jepang, sinonim dikenal dengan istilah

ruigigo「類義語」. Menurut Sutedi (2003:115), perbedaan dari dua kata atau

lebih yang memiliki relasi atau hubungan kesinoniman / ruigi kankei「類義関係」dapat ditemukan dengan cara melakukan analisis terhadap

nuansa makna dari setiap kata tersebut. Misalnya pada kata agaru dan noboru

yang kedua-duanya berarti ‘naik’, dapat ditemukan perbedaannya sebagai berikut :

のぼる:下から上へ或経路に焦点を合わせて

Noboru Shita kara ue e wakukeiro ni shouten o awasete idou suru

移動する

Noboru: berpindah dari bawah ke atas dengan fokus jalan yang dilalui

あがる:下から上へ到達点に焦点を合わせて

Agaru :: Shita kara ue e toutatsuten ni shouten o awasete idou suru 移動する

Agaru : berpindah dari bawah ke atas dengan fokus tempat tujuan

Jadi, perbedaan verba agaru dan noboru terletak pada fokus gerak tersebut. Verba agaru menekankan pada tempat tujuan dalam arti tibanya di tempat tujuan tersebut (hasil), sedangkan noboru menekankan pada jalan yang dilalui dari gerak tersebut (proses).

2.4.3 Pilihan Kata

Kata-kata yang bersinonim ada yang dapat saling menggantikan ada pula yang tidak. Karena itu, kita harus memilihnya secara tepat dan seksama untuk menghindari kerancuan dalam menginterpretasikan maknanya. Hal ini berkaitan dengan pilihan kata atau diksi. Dalam bahasa Indonesia, kata diksi berasal dari kata dictionary (bahasa Inggris yang kata dasarnya diction) yang berarti perihal


(51)

pemilihan kata. Menurut Websters dalam Bagus (2009:7), diction diuraikan sebagai choice of words esp with regard to correctness, clearness, or effectiveness. Jadi, diksi membahas penggunaan kata terutama pada soal kebenaran, kejelasan, dan keefektifan. Sedangkan menurut Keraf (2006:24) pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.

Diksi atau pilihan kata harus berdasarkan tiga tolak ukur, yaitu ketepatan, kebenaran, dan kelaziman. Kata yang tepat adalah kata yang mempunyai makna yang dapat mengungkapkan gagasan secara cermat sesuai dengan gagasan pemakai bahasa. Kata yang benar adalah kata yang diucapkan atau ditulis sesuai dengan bentuk yang benar, yaitu sesuai dengan kaidah kebahasaan. Kata yang lazim berarti bahwa kata yang dipakai adalah dalam bentuk yang sudah dibiasakan dan bukan merupakan bentuk yang dibuat-buat.

Berdasarkan konsep dari pilhan kata di atas, kata yang maknanya hampir sama atau yang disebut sinonim harus dapat dipilih dengan tepat sesuai dengan situasi dan konteks kalimatnya, agar gagasan yang terkandung di dalam makna kata tersebut dapat tersampaikan dengan baik.


(52)

BAB III

ANALISIS MAKNA KATA MOU DAN ATO DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

Sebelumnya pada bab II telah dijelaskan bahwa mou dan ato merupakan bagian dari kelas kata fukushi. Namun, kedua kata tersebut bisa digolongkan juga ke dalam kelas kata rentaishi sesuai letaknya di dalam kalimat. Oleh karena itu, pada baba III ini penulis akan mencoba menganalisis nuansa makna dari kedua kata tersebut dalam kalimat bahasa Jepang yang diambil dari majalah Nipponia,

Nyuusu Ga Wakaru dan buku Nihongo So-Matome N2 (Reading Comprehension) berdasarkan teori yang dikemukakan oleh beberapa pakar linguistik.

3.1 Perbedaan Makna Mou dan Ato ditinjau dari Letak dalam Kalimat Cuplikan 1 : (New’s がわかる2月号 2007, halaman 34)

リハビリを無理強いすることはありません。体調がよさそうなときは「も う

Rihabiri wo murijii suru koto wa arimasen. Taichou ga yosasou na toki wa (mou

sukoshi yatte miyou) to koe gakemasu shi, netsu ga attari, kibun ga notte inakattari suru toki wa hayame ni kiri ageru koto mo arimasu.

少しやってみよう」と声掛けますし、熱があったり、気分が乗っていな かったりするときは早めに切り上げることもあります。

“Tidak ada hal memaksakan rehabili (pasien rehabilitas). Ketika kondisi badan terlihat baik, menyerukan “ayo kerjakan sedikit lagi”. Selain itu ketika demam atau tidak berminat, ada kalanya ingin segera menyudahinya”.


(53)

Analisis :

Kalimat di atas merupakan kalimat majemuk, karena berisikan beberapa informasi. Jika dipenggal berdasarkan unsur kalimat menjadi :

体調が よさそうな ときは もう 少し

主語 修飾語 接続語 修飾語 修飾語 述語

やってみようと

声掛けますし 述語

、…..

Pada kalimat di atas kata mou sebagai unsur modifikator terletak sebelum doushi

(verba yatte miyou) dan fukushi lainnya (sukoshi). Oleh karena itu, kata mou pada kalimat tersebut merupakan kelas kata fukushi. Karena sesuai dengan ciri dari kelas kata fukushi yaitu kata-kata yang termasuk fukushi selalu diletakkan sebelum kata yang diterangkannya (yougen) dan mempunyai arti “lagi”.

Jika kata mou diletakkan sebelum kata sifat yoi dan kata kerja

koegakemasu, maka makna mou yang tertuang dalam kalimat tersebut berubah arti.

体調がもう

(Ketika kondisi badan

よさそうなときは「少しやってみよう」と声掛けますし、... sudah

体調がよさそうなときは「少しやってみよう」と

baik, akan menyerukan “Ayo kerjakan sedikit”). もう

(Ketika kondisi badan baik, akan

声掛けますし、... segera

Cuplikan 2 : (New’s がわかる9月号 2006, halaman 56)

menyerukan “Ayo kerjakan sedikit”).

ヌ-トリアは南アメリカ原産の動物だが、日本へは毛皮に利用す る目的で移入されてきた。明治時代末期にまず移入され、その後、軍隊の


(54)

防寒服用に、農家の副業として養殖がすすめられた。しかし、終戦で需要 がなくなり、ヌ-トリアは放されたりして野生化してしまった。

今では、中国、近畿、東海地方の水辺に爆発的に増えている。ぼ くめつすることはもう

Nuutoria wa minami amerika gensan no doubutsu da ga, Nihon e wa kegawa ni riyou suru mokuteki de inyuu sarete kita. Meiji jidai makki ni mazu inyuu sare, sono go, guntai no boukan fukuyou ni, nouka no fukugyou toshite youshoku ga susumerareta. Shikashi, shuusen de juyou ga nakunari, nuutoria wa hanasaretari shite yaseika shite shimatta.

難しいのではないか。

Ima de wa Chuugoku, Kinki, Toukai chihou no mizube ni bakuhatsuteki ni fuete iru. Bokumetsu suru koto wa mou muzukashii no dewa nai ka?

“Nutria adalah hewan asli Amerika selatan. Tetapi, ke Jepang diimpor dengan tujuan pemanfaatan kulit/bulunya. Awalnya diimpor pada akhir zaman Meiji, kemudian dianjurkan untuk budidaya sebagai pekerjaan sampingan petani dan untuk pembuatan baju pencegah hawa dingin tentara. Tetapi, setelah perang permintaan akan nutria habis dan akhirnya nutria dilepaskan hingga berubah menjadi hewan liar.

Sekarang ini tepi pantai distrik Toukai, Kinki dan Chuugoku bertambah secara eksplosif. Bukankah sudah

Analisis :

sulit untuk membasminya?”.

Kalimat di atas yang menggunakan kata mou merupakan kalimat tunggal, karena hanya berisikan satu informasi. Jika dipenggal berdasarkan unsur kalimat menjadi :


(55)

ぼくめつする ことは もう 難しいのではないか

修飾語 主語 修飾語 述語

Pada kalimat di atas kata mou terletak sebelum keiyoushi (adjektiva-i muzukashii). Oleh karena itu, kata mou pada kalimat tersebut merupakan fukushi. Karena mou

menerangkan yougen yang ada di depannya dan mempunyai arti “sudah”. Jika kata mou dipindahkan letaknya sebelum kata kerja bokumetsu suru maka kata mou

tidak mempunyai arti sama sekali.

Cuplikan 3 : (日本語総まとめN2, halaman 100) 女の人:ハチに刺されたことある?

男の人:うん、ススメバチに刺されたことがあるけど、ものすごく痛かっ たよ。こんなにはれたし。

女の人:私も一度刺されたんだけど、次は気をつけろってお医者さんに言 われたの。私、アレルギ-体質だから、次に刺されたらアレル ギ-反応を起こすかもしれないんだって。死ぬ場合だってある らしいよ。

男の人:へ-、怖いんだね。刺されないように気をつけなきゃ。

Onna no hito : Hachi ni sasareta koto aru?

Otoko no hito : Un, suzumebachi ni sasareta koto ga aru kedo, monosugoku itakatta yo. Konna ni hareta shi.

Onna no hito : Watashi mo ichido sasaretan dakedo, tsugi wa ki wo tsukerotte o isha san ni iwareta no. Watashi, aruregii taishutsu dakara, tsugi ni sasaretara aruregii hannou wo okosu kamo shirenain date.


(1)

2

ぼくね、10メ-トル泳げるようになった んだよ。あと

X

、目玉焼きも作れるようにな

ったんだ!(New’sがわかる9月号 2006, halaman 52)

O

3

新学期まであと

X

2週間あるぞ。(New’s

がわかる9月号 2006, halaman 52)

O

4

日本人の平均寿命が80歳を越えた今、あ

と10年は現役で仕事をするべきだと思い

O

ます。(Nipponia No.29 2004, halaman 24)

O

5

日本が戦争に負けたあと

X

、最初の長い好景

気が54年12月から57年6月まで31 カ月続いた。(New’s がわかる2月号2007, halaman 24)

O

Berdasarkan tabel (2) di atas, dapat diketahui bahwa banyak kalimat yang menggunakan kata ato yang tidak dapat digantikan dengan kata mou. Hanya pada cuplikan kalimat (4) saja yang dapat digantikan oleh kata mou. Hal ini dikarenakan pada kalimat tersebut menjelaskan jumlah yang ditambahkan pada keadaan sekarang, yang sesuai dengan nuansa makna mou. Pada cuplikan kalimat (1) dan (5), kata ato tidak dapat digantikan dengan kata mou. Karena kedua kalimat tersebut menjelaskan tentang dua peristiwa yang terjadi secara bertahap. Di mana nuansa tersebut tidak dimiliki oleh kata mou. Begitu juga pada cuplikan kalimat (2) dan (3) yang tidak dapat digantikan oleh kata mou. Karena kalimat (2)


(2)

menjelaskan tentang adanya penambahan akan hal yang penting, sedangkan kalimat (3) terdapat unsur jumlah yang tersisa untuk tercapainya tujuan, yang nuansa makna tersebut tidak sesuai dengan pengertian mou.


(3)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada uraian dari bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Kata mou dan ato keduanya termasuk kata yang bersinonim, karena memiliki salah satu makna yang sama yaitu “bertambah lagi, lagi”. Akan tetapi penggunaan dari kedua kata tersebut akan berbeda tergantung pada nuansa maknanya.

2. Kata mou memiliki makna “ditambah lagi” yaitu jumlah yang ditambahkan pada keadaan sekarang. Tidak hanya itu, kata mou juga bermakna “sudah”, yang digunakan ketika menunjukkan keterkejutan akan hal waktu yang datang begitu cepat, pencapaian batas akhir dan keadaan yang telah selesai sebelum waktu yang ditentukan. Sedangkan kata ato memiliki makna “lagi” yaitu bertambahnya jumlah tertentu pada keadaan sekarang untuk tercapainya suatu tujuan. Dan juga bermakna “kemudian / lalu”, yang digunakan ketika menambahkan karena mengingat hal atau perkara yang penting pada keadaan itu. Selain itu kata ato juga bermakna “setelah”, yang digunakan menunjukkan satu perkara/hal yang berada pada tahap selesai, kemudian dilanjutkan oleh perkara/hal yang terjadi berikutnya.

3. Hampir semua kalimat yang memakai kata mou dan ato tidak dapat saling menggantikan. Karena kata mou cenderung menyatakan tingkatan atau derajat, sedangkan kata ato cenderung digunakan untuk menyebutkan jumlah yang


(4)

tersisa. Tetapi masing-masing ada satu kalimat yang memakai kata mou dan

ato yang keduanya bisa saling menggantikan. Karena nuansa maknanya hanya berhubungan dengan bertambahnya jumlah atau kuantitas pada keadaan sekarang.

4. Berdasarkan seluruh kalimat yang diperoleh dari majalah Nipponia, News Ga Wakaru, buku Nihongo So-Matome N2 (Reading Comprehension), kata mou

yang paling sering dipakai dan ditemukan dalam kalimat. Karena kata mou

mewakili nuansa makna “bertambah lagi” yang digunakan untuk menambah jumlah / kuantitas pada keadaan sekarang. Sedangkan kata ato banyak dipakai untuk kata sambung.

5. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dari majalah Nipponia, News Ga Wakaru, buku Nihongo So-Matome N2 (Reading Comprehension), kata mou

sebagai fukushi terdapat sebanyak 3 contoh kalimat dan 2 contoh kalimat sebagai rentaishi. Sedangkan kata ato yang dikategorikan sebagai fukushi dan

rentaishi masing-masing terdapat 1 contoh kalimat, dan 3 contoh kalimat sebagai setsuzokushi.

4.2 Saran

Dengan penulisan skripsi ini, diharapkan para pembelajar bahasa Jepang dapat lebih memahami mengenai makna kata mou dan ato. Serta lebih berhati-hati dalam menggunakan kedua kata tersebut ataupun kata-kata bersinonim lainnya yang memiliki kemiripan makna dalam kalimat sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menginterpretasikan maknanya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Ida. 2009. Kalimat Efektif (Diksi, Struktur dan Logika). Bandung: Refika Aditama

Chaer, Abdul. 2007. Kajian Bahasa (Struktur Internal, Pemakaian dan Pembelajaran). Jakarta: PT Rineka Cipta

. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta

Dahidi, Ahmad dan Sudjianto. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc

Depdiknas. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Hayashi, Shirou. 1993. Reikai Shinkokugo Jiten. Tokyo: Sanseido Co., Ltd

Hirotase dan Masayoshi. 1994. Effective Japan Usage Guide. Tokyo: Kodansha, L.td

Isami, Nagayama. 1986. Kokubunpou no Kiso. Tokyo: Rakuyousha

Keraf, Gorys. 1984. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia


(6)

Nitta, Yoshio. 1997. Gendaigo no Bunpou/Bunpouron. Tokyo: Hitsuji Shobou Noriko, Matsumoto dan Sasaki Hitoko. 2010. Nihongo So-Matome N2 (Reading

Comprehension). Tokyo: ASK Publishing

. 2010. Nihongo So-Matome N3 (Grammar). Tokyo: ASK Publishing

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta

Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Sudjianto. 1996. Gramatika Bahasa Jepang Modern. Jakarta: Kesaint Blanc . 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc Sunagawa, Yuriko. 1998. Nihongo Bunkei Jiten. Tokyo: Kurosio

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang (Edisi Pertama). Bandung: Humaniora Utama Press

. 2008. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang (Edisi Ketiga).

Bandung: Humaniora Utama Press

Yule, George. 2008. Gendai Gengogaku 20 Shou. Tokyo: Taishukan Publishing Company