Analisis Makna Verba Omoidasu dan Oboeru dalam Kalimat Bahasa Jepang

(1)

ANALISIS MAKNA VERBA OMOIDASU DAN OBOERU

DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

NIHONGO NO BUNSHOU NI OKERU “OMOIDASU” TO

“OBOERU” NO IMI NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat

ujian sarjana dalam bidang ilmu Sastra Jepang

Oleh

Anisha Satyawati Simatupang 090708018

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2 0 1 3


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat, karunia, kasih sayang, dan Ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Serta, Salawat dan Salam kepada Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah memberikan suri tauladan kepada seluruh umat manusia.

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Makna Verba Omoidasu dan Oboeru dalam Kalimat Bahasa Jepang” ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai kesarjanaan di Fakultas Ilmu Budaya, Departemen Sastra Jepang, Universitas Sumatera Utara.

Dalam pelaksanaan dan penyelesaian studi dan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan baik moril dan materil serta berbagai bimbingan. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum., selaku ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Muhammad Pujiono, S.S., M.Hum., selaku dosen Pembimbing I. 4. Bapak Drs. Nandi S, selaku dosen pembimbing II.


(3)

5. Para dosen penguji yang telah menyediakan waktu untuk membaca dan menguji skripsi ini, dan tak lupa juga penulis sampaikan terima kasih kepada seluruh staf dan pengajar di Departemen Sastra Jepang.

6. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua Orang Tua dan keluarga.

7. Ucapan terima kasih kepada teman-teman saya semasa kuliah Yulia, Mita, Liza, Suci, Mery dan Sari yang telah membantu saya dalam banyak hal. 8. Ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu saya

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Medan, 20 Oktober 2013


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……….i

DAFTAR ISI………..iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………..1

1.2 Perumusan Masalah………...5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan………...5

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori………...6

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian……….10

1.6 Metodologi Penelitian………...11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG VERBA DAN STUDI SEMANTIK 2.1 Verba……….12

2.1.1 Pengertian Verba……….12

2.1.2 Jenis-Jenis Verba……….13

2.1.3 Fungsi Verba………...21

2.1.4 Pengertian Verba Omoidasu dan Oboeru….………...22


(5)

2.1.4.2 Verba Oboeru……...………...24

2.2 Studi Semantik dan Kesinoniman...……….28

2.2.1 Defenisi Semantik………...28

2.2.1.1 Jenis-Jenis Makna Dalam Semantik………31

2.2.1.2 Perubahan Makna Dalam Semantik………34

2.2.1.3 Manfaat Mempelajari Semantik………..36

2.2.2 Kesinoniman………37

2.2.3 Pilihan Kata……….39

BAB III ANALISIS MAKNA VERBA OMOIDASU DAN OBOERU DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG 3.1 Verba Omoidasu………….40

3.2 Verba Oboeru………………...50

3.4 Perbedaan Nuansa Makna………...………...58

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan………....62

4.2 Saran………..64

DAFTAR PUSTAKA


(6)

ABSTRAK

ANALISIS MAKNA VERBA OMOIDASU DAN OBOERU

DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

Dalam

bahasa Jepang banyak sekali terdapat kata-kata yang memiliki kesamaan makna, baik itu tsukau dan shiyou suru dalam kata kerja, hikui dan

mijikai dalam kata sifat, watashi dan boku dalam kata benda, bahkan ni dan de

dalam partikel. Dua buah kata atau lebih yang mempunyai makna yang sama, dapat dikatakan sebagai kata yang bersinonim. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu ujaran dengan satuan ujaran yang lainnya.

Salah satu contoh kata-kata yang bersinonim dalam bahasa Jepang adalah verba omoidasu dan oboeru. Apabila diamati secara sekilas dari makna leksikalnya, kedua verba tersebut memiliki makna yang sama yaitu ingat. Akan tetapi, dalam semantik dua buah ujaran yang bersinonim tidak akan sama persis. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, diantaranya nuansa makna. Misalnya pada kata omoidasu dan oboeru, karena ada kemiripan makna maka dikatakan bersinonim. Akan tetapi, meskipun bersinonim, hanya pada konteks tertentu saja, karena tidak ada sinonim yang semuanya sama persis, dalam konteks atau situasi tertentu pasti akan ditemukan suatu perbedaannya meskipun kecil.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai persamaan dan perbedaan dari makna verba omoidasu dan oboeru, perlu dilakukan penelitian yang menggunakan metode deskriptif, dengan cara menganalisis teks-teks berbahasa Jepang yang di dalamnya terdapat kalimat yang menggunakan kedua verba tersebut. Setelah itu dilakukan pembandingan berdasarkan nuansa makna, apakah kedua verba tersebut dapat saling menggantikan posisinya di dalam kalimat.


(7)

Contoh :

1. 今年も全日本学童の季節がやってきました。全国大会を目指し

て毎日練習をした、自分の小学生の頃を思い出します

Kotoshi mo zennihon gakudou no kisetsu ga yattekimashita. Zenkoku taikai o mezashite mainichi renshuu o shita, jibun no shogakusei no koro o

omoidashimasu

Tahun ini juga merupakan musim datangnya para pelajar untuk bertanding. Berlatih setiap hari dengan tujuan yaitu pertandingan nasional, saya

.

ingat pada masa saya di sekolah dasar dulu.

2. 落書きされてこそ自分の写真がNYの景色の一部になったような

感覚すら覚えます

Ochikaki sarete koso jibun no shashin ga NY no keshiki no ichibu ni natta you na kankaku sura

oboemasu

Saya bahkan

.

ingat perasaan yang saya rasakan pada saat foto saya digambar di dinding (graffiti) dan seperti menjadi salah satu bagian dari pemandangan New York.

Dari contoh di atas dapat dikatakan bahwa verba omoidasu dan oboeru

memiliki makna yang sama yaitu ingat, namun masing-masing kata berbeda penggunaannya di dalam kalimat. Verba oboeru memiliki makna ingat dalam arti lebih meluas dan populer, dapat digunakan saat dalam kondisi mengingat kembali hal yang tidak terlupakan, hal yang selalu diingat maupun hal yang mengingat pengetahuan, kemampuan atau teknik, maupun mengingat hal yang menyebabkan rasa sakit di hati maupun kegelisahan.Verba ini cenderung digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan cerita, pengalaman, memori, pengetahuan, kemampuan dan peristiwa buruk yang tak terlupakan. Verba omoidasu memiliki makna ingat dalam arti lebih spesifik, dan cenderung digunakan untuk mengingat hal-hal yang terlupakan yang tiba-tiba teringat kembali.

Hasil analisis yang diperoleh dari novel Meian, surat kabar elektronik


(8)

kalimat dari beberapa bacaan yang telah disebutkan tadi, yang menggunaan verba

Omoidasu, sebagian besar penggunaannya sudah tepat, yaitu bermakna mengingat kembali hal yang terlupakan yang sesuai dengan teori dari ruigigo Tsukaiwake Jiten yang mengatakan bahwa omoidasu adalah mendapatkan kembali ingatan yang dipikirkan dan yang tidak bisa dikeluarkan / diingat kembali dan menghidupkan kembali ingatan dalam keadaan sadar. Namun ada pula yang penggunaannya kurang tepat, karena lebih tepat jika menggunakan verba Oboeru, karena kata “ingat” dalam contoh kalimat tersebut bermakna mengingat hal yang selalu diingat dan tak terlupakan yang sesuai dengan salah satu teori dari Hirose Masayoshi yang menyebutkan bahwa oboeru adalah tidak melupakan dan terus mengingat suatu hal.

Sedangkan dalam contoh-contoh kalimat yang telah dianalisis penggunaan verba Oboeru sudah tepat. Karena Oboeru dalam contoh kalimat tersebut memiliki makna “ingat” dalam arti mengingat hal yang tidak terlupakan yang sesuai dengan teori dari pakar linguistik yang mengatakan bahwa oboeru adalah tidak melupakan dan terus mengingat suatu hal.

Kemudian makna Oboeru yang paling sering ditemukan dalam beberapa contoh kalimat yang telah dianalisis adalah Oboeru yang memiliki makna “ingat” dalam arti tidak melupakan dan terus mengingat suatu hal. Dan hasil analisis lainnya adalah kedua verba tersebut, baik Omoidasu maupun Oboeru tidak dapat saling menggantikan satu sama lain karena memiliki makna dalam arti yang berbeda.


(9)

ABSTRAK

要旨

日本語の文章における

『思い出す』と『覚える』の意味の分析

日本語中で、同じ意味を持っている語彙がたくさんある。例えば、『使う

』 と『 使用する』の 動詞、『低い』と 『短い』の 形容詞、 『私』 と

『僕』 の 名詞、『に』 と 『で』 の 助詞も そう で ある。

同じ意味を持っている二つとか三つ以上の語彙は類義語だと言われる。類 義語は一つの言葉と他の言葉の間に意味の同等があるという意味論の関係 である。

日本語の中での一つの類義語の例のは『思い出す』と 『覚える』

の 動詞である。辞典的 意味 から チラリ で 見ると、 その 二つの 動詞は

同じい意味 を 持っていて、 インドネシア 語で『ingat』 と いう

意味である。しかし、 意味論の中で、 二つとか三つの 類義語の語彙は

絶対同じ じゃないと 決まっていえる。このことは 色々な原因がある

からで、その一つの中では意味特徴の原因である。例えば、『思い出す』

と『覚える』の 動詞の 中で、同じ意味を 持っているので、 類義語だと

言われる。 しかし、たとえ 類義語でも、特別な状況 で小さい相違でも

必ずあり、そっくり意味を持っている類義語はないからである。

『思い出す』と 『覚える』の 動詞の 意味の 相違と 同等について

具体的な 説明を 得るため に、 記述的 の 研究方法 を 使うの が

必用である。それ は日本語 のテキスト にその 二つの動詞を 使う文章

を 分析する 方法で ある。 それから、 その 二つの 動詞が 意味特徴 に

基づいて比較を されて、 お互いに 変えられるか 変えられないか は

調べる。


(10)

1。今年も全日本学童の季節がやってきました。全国大会を目指し て毎日練習をした、自分の小学生の頃を思い出します

2。落書きされてこそ自分の写真がNYの景色の一部になったような

感覚すら

覚えます。

上の 例文に基づいて、『思い出す』と 『覚える』 の 動詞は

『ingat』 と いう 意味を 持っていると 言われるが、 文章の 中で、

それぞれの 使い方が違う 。『覚える』 の動詞 はもっと 広がったり、

盛んになったりするという意味で、わすれない 事を 覚えている 時、

『知識、能力、技術』など、また気持ちを傷つける か不安になる 事を

覚える時の 条件に 使用すること ができる。 この動詞が 『ストーリ、

経験、 記憶、 知識、能力、、 悪い 経験』 など、 その 忘れない 事 を

覚える 時に よく 使われる。 『思い出す』 の 動詞は もっと 特定 の

意味を持っていて、忘れた事を急に思い出す時によく使われる。

『shooting』 の 電子雑誌、 『東京新聞』と 『読売』 の

電子新聞、 『明暗』と いう 小説 から の 入手された 分析結果は、 その

いくつか の 読書から の 例文 に は、 『ingat』 は、 主として 忘れた

事を 思い出す の 意味を 持っているので、 『思い出す』 の 動詞の 使用

は 適切で ある。 その 例文は、 『思い出す は、 引き出せない と

思っていた 記憶 を なんとか 取り戻したり、 無意識 の うち に 記憶 が

甦ったり する こと。』 と いう 類義語 使い分け 辞典 から の 理論と

一致している。 しかし、 その 中で、 使用は 適切 ではわない 例文も

ある。『ingat』は 忘れない 事を いつまでも覚えている と いう 意味 を

持っているから で ある。 その 例文は、 『覚える は ものごと を

記憶して 忘れないでいる こと で、知識 や 技術、 技能 など を しっかり

と 身 に つける こと で、感じた と いう 意味 で、 『痛む 胸さわぎ』


(11)

一方、 その 分析された 例文の 中で、 『ingat』 は、 忘れない 事

を いつも 覚える と いう 意味 を 持っている ので、 『覚える 』 の 動詞

の 使用 は 適切 である。 その 例文は、 『覚える は ものごと を

記憶して 忘れないでいる こと で、知識 や 技術、 技能 など を しっかり

と 身 に つける こと で、感じた と いう 意味 で、 『痛む 胸さわぎ』

などにも使います。』と いう 言語学者 の 理論 と 一致している。

その 後、 分析結果 の 中で、 いつも 何か と 忘れる こと が

できない 事 を 覚える と いう 意味 の 『覚える』 が よく

見つかる。 それで、 他の 分析 結果は、 その 二つの 動詞、

『思い出す』と 『覚える』 は 違う 意味 を 持っているので、


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia memerlukan bahasa dalam berkomunikasi. Bahasa adalah alat untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain dan berperan dalam perkembangan berbagai macam aspek kehidupan manusia (Sutedi, 2003:2). Dengan demikian bahasa memiliki fungsi yakni sebagai media dalam penyampaian informasi berisi gagasan, pemikiran, dan hasrat yang digunakan masyarakat untuk berkomunikasi yang berperan dalam berbagai aspek kehidupan manusia.

Fungsi dari bahasa itu sendiri dapat dikaji melalui dua cara, yaitu secara internal dan secara eksternal. Kajian secara internal adalah pengkajian yang hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa, yang mencakup struktur fonologi, morfologis, sintaksis dan semantik. Kajian ini dilakukan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang sudah ada dalam aturan dalam pengkajian disiplin linguistik. Sedangkan kajian secara eksternal adalah pengkajian yang dilakukan terhadap struktur yang berada di luar bahasa tersebut, misalnya sosiolinguistik, psikolinguistik, neurolinguistik, dan lain-lain.

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa dalam pengkajian secara internal ada beberapa bidang kajian yang termasuk di dalamnya seperti morfologi, fonologi, sintaksis dan semantik. Morfologi yang istilahnya di dalam bahasa Jepang disebut dengan keitairon adalah ilmu yang mengkaji tentang jenis-jenis dan proses pembentukan kata dalam suatu bahasa. Fonologi atau disebut dengan

on-inron merupakan cabang linguistik yang mengkaji tentang lambang bunyi bahasa berdasarkan fungsinya. Sintaksis yang juga disebut dengan tougoron

adalah ilmu yang mengkaji tentang struktur kalimat, atau kaidah-kaidah yang mengatur suatu kalimat dalam suatu bahasa. Dan bidang kajian terakhir dalam pengkajian secara internal adalah semantik atau yang memilki isilah dalam bahasa jepang yaitu imiron,

Semantik atau imiron adalah ilmu yang mengkaji tentang makna kata, frase dan klausa dalam suatu kalimat. Verhaar dalam Pateda, (2001:7) mengatakan


(13)

bahwa, Semantik merupakan teori makna atau studi ilmiah mengenai makna. Dalam berkomunikasi perlu pemahaman akan makna agar komunikasi berjalan dengan lancar. Maka dapat dikatakan bahwa semantik memegang peranan penting dalam penggunaan bahasa. Ada pendapat yang menyatakan bahwa setiap jenis penelitian yang berhubungan dengan bahasa, apakah itu struktur kalimat, kosakata, ataupun bunyi-bunyi bahasa, pada hakikatnya tidak akan terlepas dari makna.

Menurut Kridalaksana (2008:148),pengertian makna dijabarkan menjadi: 1. Maksud pembicara,

2. Pengaruh sauna bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia,

3. Hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara bentuk ujaran dan semua hal yang ditunjuknya,

4. Cara menggunakan lambing-lambang bahasa.

Seperti kita ketahui, bahwa objek kajian semantik adalah makna yang antara lain mencakup makna kata, relasi makna, makna frase dan makna kalimat. Dalam makna suatu kata biasanya akan berkembang, karena dipengaruhi oleh konteks atau situasi dalam kalimatnya. Makna kata yang memiliki arti yang sama namun memiliki perbedaan dalam hal ini nuansa makna dan penggunaannya pada suatu kalimat berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya (Chaer, 2007:297).

Salah satu relasi makna yang dibahas dalam semantik adalah sinonim. Secara etimologi sinonim yang berasal dari Yunani kuno ini berasal dari kata

onoma yang berarti ‘nama’ dan dari kata syn yang berarti ‘dengan’. Secara harfiah kata sinonim berarti nama lain untuk benda atau hal yang sama (Chaer, 1995:82).

Dalam Bahasa Jepang sinonim disebut denga ruigigo. Pengertian ruigigo

adalah “katachi wa chigau ga, arawasu imi ga daitai nikayotteiru tango. Tatoeba jikan to jikoku…nado.” (Shirou, 1984:969). Artinya, yang dimaksud dengan


(14)

sinonim adalah kata yang memiliki bentuk berbeda, tetapi memiliki pengertian atau makna yang hampir sama. Misalnya kata jikan dan jikoku dan lain-lain.

Sinonim dalam bahasa Jepang bisa terjadi dalam verba, nomina, adjektiva, ungkapan, dan partikel. Hal ini yang menyebabkan pembelajar bahasa Jepang mengalami kesusahan saat harus memahami dan menggunakan kata-kata yang memilki makna yang hampir sama ini. Oleh karena itu, penganalisaan terhadap perbedaan dan persamaan makna sinonim dalam bahasa Jepang perlu dilakukan, seperti sinonim Omoidasu dan Oboeru yang mempunyai makan “ingat”.

Contoh:

1. 思い出しただけでも、おかしくなります。

Omoidashita

Kalau saya

dake demo, okashiku narimasu.

ingat ( Matsuura, 1994:762)

, geli hati saya.

2. 私はまだよく覚えています

Watashi wa mada yoku

oboeteimasu

Saya masih

.

ingat

( Matsuura, 1994:747) betul.

Melihat kedua contoh kalimat di atas, dapat diketahui bahwa meskipun kedua verba tersebut memiliki persamaan makna yaitu sama-sama mengandung makna ‘ingat’, namun nuansa makna ‘ingat’ yang diberikan tiap-tiap verba di dalam kalimat terasa berbeda. Kata ini sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga diperlukan kecermatan dalam penggunaannya agar dapat dipahami oleh sesama pengguna bahasa Jepang.

Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sinonim kata Omoidasu dan Oboeru yang memiliki pengertian yang sama sebagai verba, yaitu ‘ingat’ namun memiliki perbedaan nuansa makna dalam kalimat pada beberapa contoh kalimat bahasa Jepang yang diambil dari cuplikan beberapa sumber seperti cuplikan dalam novel yang berjudul “Meian” karya Natsume Sôseki, surat kabar elektronik “Yomiuri”, surat kabar elektronik “Tokyo


(15)

Shinbun” dan majalah elektronik “Shooting” yang selanjutnya akan penulis tuangkan dalam skripsi yang berjudul “Analisis Makna Verba Omoidasu dan

Oboeru dalam Kalimat Bahasa Jepang ”.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam bahasa Jepang mengenal kata kerja atau Doushi (verba). Di dalam Doushi ada kata Omoidasu dan Oboeru yang sama-sama memiliki makna ‘ingat’, tetapi memiliki nuansa makna yang berbeda pada penggunaannya dalam kalimat bahasa Jepang.

Hal inilah yang menyebabkan munculnya kesulitan bagi pembelajar bahasa Jepang untuk menggunakan kata Omoidasu dan Oboeru dalam kalimat bahasa Jepang atau menerjemahkan kalimat ke dalam bahasa Indonesia dengan tepat, khususnya bagi kalimat yang memiliki unsur sinonim di dalamnya.

Berdasarkan penjelasan, maka penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Apa makna kata Omoidasu dan Oboeru secara umum dalam Bahasa Jepang? 2. Apa perbedaan nuansa makna verba Omoidasu dan Oboeru dalam kalimat

bahasa Jepang?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penulisan proposal ini, penulis membatasi ruang lingkup pembahasannya, yaitu hanya pada kata kerja bersinonim Omoidasu dan Oboeru

yang memiliki makna mirip yaitu ‘ingat’ yang ada pada beberapa contoh kalimat dalam novel yang berjudul “Meian” karya Natsume Sôseki edisi bahasa Jepang dengan tebal 625 halaman, surat kabar elektronik “Yomiuri”, surat kabar elektronik “Tokyo Shinbun” dan majalah elektronik “Shooting”. Pembahasannya lebih difokuskan kepada analisis perbedaan nuansa makna dari kedua kata yaitu

Omoidasu dan Oboeru yang bersinonim, yang diambil berdasarkan cuplikan-cuplikan kalimat tersebut, dan masing-masing verba akan dianalisis sebanyak lima buah kalimat dengan perincian, untuk contoh penggunaan verba Omoidasu

diambil tiga contoh penggunaan dari cuplikan novel “Meian”, satu contoh penggunaan dari cuplikan artikel di surat kabar elektronik “Tokyo Shinbun” dan


(16)

satu contoh lagi dari cuplikan artikel surat kabar “Yomiuri”. Sedangkan, untuk contoh penggunaan verba Oboeru akan diambil dua contoh penggunaan dari cuplikan novel “Meian”, dua contoh dari cuplikan artikel dalam surat kabar elektronik”Tokyo Shinbun’ dan satu contoh lagi dari artikel dalam majalah elektronik “Shooting”.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini difokuskan pada analisis makna verba Omoidasu dan

Oboeru. Untuk itu, agar menghindari kesalahan dan kekaburan dalam menginterpretasikan makna dari kata-kata atau istilah yang digunakan dalam penelitian ini, penulis mencoba memerikan konsep atau definisi mengenai hal yang berkaitan dengan linguistik, khususnya semantik.

Linguistik adalah Ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya (Chaer, 1994:1). Bahasa merupakan kumpulan bunyi yang arbitrer yang sistematis dan konvensional yang digunakan manusia dalam menyampaikan tujuannya.

Ilmu linguistik itu tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, melainkan juga seluk-beluk bahasa pada umumnya. Salah satu bidang kajian dari linguistik adalah semantik atau kajian makna. Kridalaksana (2001:193) mengemukakan dua pengertian semantik : (1) semantik merupakan bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan makna dari ungkapan dan juga makna suatu wacana; (2) semantik adalah system dan penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa pada umumnya. Sedangkan menurut Ferdinand De Saussure dalam Chaer (2007:287) makna adalah ‘pengertian’ atau ‘konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik

Sutedi (2003:114) berpendapat bahwa dalam bahasa Jepang ada dua istilah tentang makna, yaitu kata imi (意味) dan igi (意義). Kata imi digunakan untuk menyatakan makna hatsuwa (tuturan) yang merupakan wujud satuan dari parole,

sedangkan igi digunakan untuk menyatakan makna dari bun (kalimat) sebagai wujud satuan dari langue.

Kosakata (goi) merupakan salah satu aspek kebahasaan yang menunjang dalam komunikasi berbahasa, baik tulisan maupun lisan. . Goi dapat


(17)

diklasifikasikan menjadi sepuluh kelas kata yaitu verba (doushi), adjektiva-I (keiyoushi), adjektiva-Na (keiyoudoushi), nomina (meishi), pronomina (rentaishi), adverbial (fukushi), interjeksi (kandoushi), konjugasi (setsuzokushi), verba bantu (jodoushi), dan partikel (joshi), (Sudjianto, 2004:98). Omoidasu dan Oboeru yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah termasuk ke dalam golongan verba (doushi).

Verba atau kata kerja (bahasa Latin : verbum, ‘kata’) adalah kelas kata yang menyatakan suatu tindakan, keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya. Jenis kata ini biasanya menjadi predikat dalam suatu frasa atau kalimat. Verba atau Doushi dapat mengalami perubahan dengan sendirinya dapat menjadi predikat (Nomura, 1992:158). Sedangkan menurut Sutedi (2003:42) verba adalah kata kerja yang berfungsi sebagai predikat dalam kalimat, mengalami perubahan bentuk (katsuyou), dan bisa berdiri sendiri.

Dalam Bahasa Jepang terdapat kata yang memiliki makna sinonim, seperti pada nomina atau meishi, Adjektiva atau keiyoushi, tidak terkecuali dengan verba bahasa Jepang. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya (Chaer, 2007:267). Di sini penulis ingin menganalisis makna verba Omoidasu

dan Oboeru yang memiliki makna yang hampir sama (mirip) tetapi berbeda cara penggunaannya di dalam kalimat. Hal ini menyangkut tataran bidang linguistik yaitu objek kajian semantik yakni Relasi Makna.

2. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini penulis menggunakan kerangka teori berdasarkan pendapat para pakar. Di dalam objek kajian semantik, yang mengkaji tentang sinonim makna satu kata dengan kata yang lainnya berkaitan dengan Relasi Makna. Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya (Chaer, 2007:297).

Relasi makna dapat menyatakan kesamaan makna (sinonim), pertentangan makna (antonim), ketercakupan makna (hiponim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), dan kelebihan makna (redundansi).


(18)

Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang mempunyai salah satu makna yang sama. Sinonim adalah “katachi wa chigau ga, arawasu imi ga daitai nikayotteiru tango. Tatoeba jikan to jikoku…nado.” (Shirou, 1984:969). Artinya, yang dimaksud dengan sinonim adalah kata yang memiliki bentuk berbeda, tetapi memiliki pengertian atau makna yang hampir sama. Misalnya kata jikan dan

jikoku dan lain-lain. Dalam hal ini penulis ingin membahas mengenai kesinoniman makna antara verba Omoidasu dan Oboeru . “Wasureteita koto ya kako no keiken ga, futatabi kokoro ni yomigaeru koto desu” (Hirose Masayoshi, 1994:178) . Yang artinya, mengingat kembali pengalaman yang lalu yang sudah terlupakan. “(1) Mono goto wo kioku shite wasurenaide iru koto desu; (2) Chisiki ya gijutsu, ginou nado wo shikkari to mi ni tsukeru koto desu; (3) “Kanjita” to iu imi de, itamu, munasawagi nado ni mo tsukaimasu.” (Hirose Masayoshi, 1994:178). Yang artinya, (1) Tidak melupakan dan terus mengingat suatu hal; (2) Mengingat hal yang berhubungan dengan pengetahuan, kemampuan dan teknik-teknik; (3) Digunakan juga untuk menunjukkan ketika merasakan sakit dan kegelisahan.

Kata-kata yang bersinonim ada yang dapat saling menggantikan ada pula yang tidak. Karena itu, kita harus memilihnya secara tepat dan seksama untuk menghindari kerancuan dalam menginterpretasikan maknanya.

Kemudian menurut Parera (2004:46) secara umum teori makna dibedakan atas :

1. Teori Referensial atau Korespondensi. 2. Teori Kontekstual

3. Teori Mentalisme 4. Teori Formalitas

Dari keempat teori tersebut, teori yang akan penulis gunakan adalah Teori Kontekstual. Teori makna kontekstual adalah sebuah makna leksem atau kata yang berbeda dalam satu konteks, termasuk juga dapat berkenaan dengan situasinya (Chaer, 1994 : 2001). Masih menurut menurut Chaer (1995:81), Makna


(19)

Kontekstual adalah makna penggunaan sebuah kata atau gabungan kata dan makna keseluruhan kalimat atau ujaran dalam konteks situasi tertentu.

Berdasarkan konsep yang telah ada, maka penulis akan menginterpretasikan makna verba Omoidasu dan Oboeru sesuai dengan konteks kalimatnya, serta melihat ketepatan pemilihan kedua kata bersinonim tersebut dalam kalimat.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui makna verba Omoidasu dan Oboeru secara umum dalam Bahasa Jepang.

2. Untuk mengetahui perbedaan nuansa makna verba Omoidasu dan Oboeru dalam kalimat berbahasa Jepang.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Dapat dijadikan referensi bagi pembelajar bahasa Jepang dalam memahami makna verba Omoidasu dan Oboeru.

2. Dapat dijadikan masukan bagi pembelajar bahasa Jepang untuk memahami penggunaan verba Omoidasu dan Oboeru.

1.6 Metodologi penelitian

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan penelitiannya. Sudjana dan Ibrahim (2001:172) mengemukakan bahwa metodologi penelitian menjelaskan bagaimana prosedur penelitian itu dilaksanakan, artinya cara bagaimana memperoleh data empiris untuk menjawab pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Koentjaraningrat (1976:30), bahwa penelitian yang bersifat deskriptif adalah memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Sedangkan data-data yang diperoleh,


(20)

dikumpulkan dari studi kepustakaan melalui metode penelitian pustaka (Library Research). Data yang diambil dari penelitian pustaka berupa buku-buku dan data-data yang relevan dengan penelitian ini, maka penulis mengumpulkan buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan tata bahasa.


(21)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP VERBA

DAN STUDI SEMANTIK

2.1 Verba

2.1.1 Pengertian Verba

Ada beberapa definisi mengenai verba yang antara lain menerangkan tentang pemakaiannya di dalam konteks kalimat dan mengklasifikasikannya. Sebelum menelaah fungsi verba bahasa Jepang secara umum dan pemakaian verba Omoidasu dan Oboeru, penulis akan menjelaskan pengertian verba yang diambil dari beberapa sumber.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993:1260), disebutkan bahwa verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan yang disebut juga kata kerja.

Dalam bahasa Jepang verba disebut dengan doushi. Makna doushi bila dilihat dari kanjinya yaitu :

動 : ugoku, dou : bergerak

詞 : kotoba, shi : kata

動詞 : doushi : kata yang bermakna bergerak

Doushi adalah kata kerja yang berfungsi sebagai predikat dalam suatu kalimat, mengalami perubahan bentuk (katsuyou) dan bisa berdiri sendiri (Sutedi, 2003:42).

Nomura berpendapat hampir sama dengan Sutedi. Nomura dalam Dahidi dan Sudjianto (2004:149) menyebutkan pengertian verba atau doushi adalah salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang, kelas kata ini dipakai untuk menyatakan


(22)

aktifitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu. Doushi dapat mengalami perubahan, dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat.

Penulis dapat mengambil kesimpulan berdasarkan definisi doushi yang dikemukakan oleh Sutedi dan Nomura, bahwa verba (doushi) adalah salah satu kelas kata yang menyatakan aktifitas, keberadaan atau keadaan, mengalami perubahan (katsuyou), dapat berdiri sendiri dan bisa menjadi predikat dalam suatu kalimat.

2.1.2 Jenis-Jenis Verba

Pada buku Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang Sutedi (2003:47), menyatakan bahwa verba dalam bahasa Jepang digolongkan ke dalam tiga kelompok berdasarkan bentuk konjugasinya.

1. Kelompok I

Kelompok ini disebut dengan 五段動詞 (godan-doushi), karena kelompok ini mengalami perubahan dalam lima deretan bunyi bahasa Jepang, yaitu (あ, い, う, え, お, ‘a-i-u-e-o’). Ciri-cirinya yaitu verba yang berakhiran (う,

つ, る, ぶ, ぬ, む, く, ぐ, す, ‘u-tsu-ru-bu-nu-mu-ku-gu-su’). Contoh :

a. 買うka-u (membeli) b. 待つ ma-tsu (menunggu) c. 帰る kae-ru (pulang) d. 遊ぶ aso-bu (bermain) e. 死ぬ shi-nu (mati) f. 飲む no-mu (minum) g. 書く ka-ku (menulis)


(23)

h. 急ぐ iso-gu (bergegas) i. 話す hana-su (berbicara) 2. Kelompok II

Kelompok ini disebut dengan 一段動詞 (ichidan-doushi), karena perubahannya hanya pada satu deretan bunyi saja. Ciri utama dari verba ini adalah verba yang berakhiran (え-る ‘e-ru’) yang disebut kami ichidan-doushi, dan verba yang berakhiran (い-る ‘i-ru’) yang disebut shimo ichidan-doushi.

Contoh :

a. 寝るn-eru (tidur)

食べる tab-eru (makan) b. 見る m-iru (melihat)

起きる ok-iru (bangun) 3. Kelompok III

Verba kelompok ini merupakan verba yang perubahannya tidak beraturan, sehingga disebut 変格 動詞 (henkaku-doushi) dan hanya terdiri dari dua verba berikut.

a. カ変動詞 (kahendoushi) Contoh : 来る kuru (datang) b. サ変動詞 (sahendoushi)

Contoh : するsuru (melakukan)

Verba kelompok ini juga merupakan verba yang terbentuk dari kata benda + verba suru, 「名詞 ‘meishi’」+「する ‘suru’」, namun meishi yang


(24)

dapat ditambahkan dengan verba suru disini hanyalah terbatas pada kata-kata yang bermakna gerak atau terdapat gerakan di dalamnya.

Contoh :

a. 勉強する benkyou suru (belajar)

b. 食事する shokuji suru (makan)

c. 買い物する kaimono suru (belanja)

Menurut Makino dan Tsutsui (1997:582-584) mengklasifikan verba secara semantik menjadi lima jenis yaitu :

1. Verba Stative

Verba ini menyatakan diam atau tetap dan menunjukkan keberadaan. Biasanya tidak muncul bersamaan dengan verba-bantu –iru

Contoh :

いる iru ‘ada’

できる dekiru ‘dapat’

要る iru ‘memerlukan/membutuhkan’

2. Verba Continual

Verba yang menyatakan selalu atau terus menerus. Verba ini berkonjungsi dengan verba bantu –iru untuk menunjukkan aspek pergerakan.

Contoh :

食べる taberu ‘makan’ --- 食べっている tabetteiru ‘sedang makan’

読む yomu ‘membaca’ --- 読んでいる yondeiru ‘sedang membaca’


(25)

Verba yang menyatakan tepat pada waktunya, berkonjungsi dengan –iru untuk tindakan atau perbuatan yang berulang-ulang atau suatu tingkatan/posisi setelah melakukan suatu tindakan atau penempatan suatu benda.

Contoh :

知る shiru ‘tahu’ --- 知っている shitteiru ‘mengetahui’

打つ utsu ‘memukul’ --- 打っている utteiru ‘memukuli’

4. Verba Volitional

Verba yang menyatakan bukan kemauan. Verba ini biasanya tidak memiliki bentuk ingin, bentuk perintah, dan bentuk kesanggupan. Diklasifikasikan menjadi verba yang berkenaan dengan emosi atau perasaan dan verba yang tidak berkenaan dengan emosi dan perasaan.

Contoh :

愛する aisuru ‘mencintai, berkenaan dengan perasaan’

見える mieru ‘kelihatan/terlihat, tidak berkenaan dengan perasaan’

5. Verba Movement

Verba yang menyatakan atau menunjukkan pergerakan. Contoh :

走る hashiru ‘berlari’

歩く aruku ‘berjalan’

行く iku ‘pergi’

Terada Takanao dalam Sudjianto (2004:150) mengklasifikasikan

fukugou doushi, haseigo toshite no doushi dan hojo doushi sebagai jenis-jenis

doushi.

1. Fukugou doushi (複合動詞)

Fukugou doushi adalah doushi yang terbentuk dari gabungan dua buah kata atau lebih. Gabungan kata tersebut secara keseluruhan dianggap sebagai satu kata. Contoh :


(26)

a. 話し合う berunding (doushi + doushi)

b. 調査する menyelidiki (meishi + doushi)

c. 近寄る mendekati (keiyoushi + doushi)

2. Haseigo toshite no doushi (派生語としての動詞)

Haseigo toshite no doushi merupakan verba yang memakai prefiks atau doushi

yang terbentuk dari kelas kata lain dengan cara menambahkan sufiks. Kata-kata tersebut secara keseluruhan dianggap sebagai satu kata.

Contoh :

a. さ迷う samayou (mondar-mandir) b. ぶん殴る bunnaguru (melayangkan tinju) c. 寒がる samugaru (merasa kedinginan)

3. Hojo doushi (補助動詞)

Hojo doushi adalah doushi yang menjadi bunsetsu tambahan. Verba ini menunjukkan keberadaan. Biasanya verba ini tidak muncul bersama dengan verba bantu –iru.

Contoh :

a. ある aru (ada ‘benda mati’)

b. いる iru (ada ‘makhluk hidup’)

c. もらう morau (menerima)

Sementara Shimizu dalam Sudjianto (2004:150) mengklasifikasikan jenis doushi


(27)

1. Jidoushi (自動詞 ‘verba intransitif’)

Jidoushi merupakan verba yang tidak disertai dengan objek penderita. Jika dilihat dari huruf kanjinya, maka jidoushi dapat bermakna ‘kata yang bergerak sendiri’.

Contoh :

a. 起きる okiru (bangun)

b. 閉まる shimaru (tertutup)

c. 出る deru (keluar)

2. Tadoushi (他動詞 ‘verba transitif’)

Tadoushi merupakan verba yang memiliki objek penderita. Verba tadoushi

merupakan kelompok doushi yang menyatakan arti mempengaruhi pihak lain, atau dengan kata lain ada gerakan dari subjek.

Contoh :

a. 起こす okosu (membangunkan)

b. 閉める shimeru (menutup)

c. 出す dasu (mengeluarkan)

3. Shodoushi (所動詞)

Karena verba shodoushi merupakan kelompok doushi yang memasukkan pertimbangan pembicara, maka verba ini tidak dapat diubah ke dalam bentuk pasif dan kausatif.


(28)

a. 見える mieru (terlihat)

b. 聞こえる kikoeru (terdengar)

2.1.3 Fungsi Verba

Pada umumnya verba bahasa Jepang berfungsi sebagai predikat dalam sebuah kalimat, dan terletak di akhir kalimat.

Contoh :

1. 私は本を読む。 Watashi wa hon o yomu Saya membaca buku.

.

Verba berfungsi untuk membantu verba-verba yang ada pada bagian sebelumnya dan menjadi bagian dari predikat sebagaimana halnya fuzokugo

(Sudjianto, 2004:151). Contoh :

1. 先生にあの漢字の意味を教えてもらう Sensei ni ano kanji no imi o

Saya diberitahu senseiarti dari kanji itu.

oshiete morau.

2. 黒板 に明日の試験の スケジュールが書いてある

Kokuban ni ashita no shaken no sukejuuru ga

Di papan tulis tertulis jadwal ujian besok.

kaite aru.

Verba berfungsi sebagai keterangan bagi kelas kata lainnya pada sebuah kalimat (Sudjianto, 2004:149).


(29)

1. 姉はリボンがある Ane wa ribbon ga

ドレッスが大好きです。

aru

Kakak paling suka baju panjang yang ada pitanya.

doressu ga daisuki desu.

2. これは母が作った Kore wa haha ga

ケーキです。 tsukutta

Ini adalah kue buatan ibu.

keeki desu.

2.1.4 Pengertian Verba Omoidasu dan Oboeru

2.1.4.1 Verba Omoidasu

Verba Omoidasu adalah verba yang termasuk ke dalam kelompok I

五段動詞 (Godan Doushi). Berikut akan dijelaskan tentang pengertian dan pemakaian dari verba Omoidasu tersebut:

a. Hirose Masayoshi (1994:178) mengatakan bahwa:

“忘れていた こと や 過去 の 経験 が、 再び 心 に よみがえる

ことです。”

wasureteita koto ya kako no keiken ga, futatabi kokoro ni yomigaeru koto desu”

“mengingat kembali pengalaman yang lalu yang sudah terlupakan.”

Contoh:

• きのう 母 に 買い物 を 頼まれた の を、 今

思い出した。

Kinou haha ni kaimono o tanomareta no o, ima omoidashita.

Sekarang saya ingat, kemarin saya diminta ibu untuk berbelanja.

• 子供 の ころ の 失敗 を 思い出すと、 今 でも


(30)

Kodomo no koro no shippai o omoidasu to, ima demo hazukashikunaru.

Sampai sekarangpun saya masih merasa malu, kalau ingat kegagalan semasa anak-anak.

b. Zhonkui.et.al (1998:191) menyatakan bahwa:

“思い出す は、引き出せない と 思っていた 記憶を なんとか

取り戻したり、 無意識 の うち に 記憶 が 甦ったり する

こと。”

Omoidasu wa, hikidasenai to omotteita kioku o nantoka torimodoshitari, muishiki no uchi ni kioku ga yomigaetari suru koto”

“Omoidasu adalah mendapatkan kembali ingatan yang dipikirkan dan yang tidak bisa dikeluarkan/ diingat kembali dan menghidupkan kembali ingatan dalam keadaan sadar.”

c. Dalam kamus online situs

pengertian Omoidasu merupakan sebagai berikut:

Omoidasu adalah mengenang, mengingat, mulai berpikir. Mengingat hal yang telah dialami di masa lampau (khususnya hal yg terlupa). “

Contoh:

• 子供の頃を思い出すと、 とてもなつかしい。

Kodomo no koro o omoidasu to, totemo natsukashii.

Masa kanak-kanak sangat merindukan apabila teringat kembali

• 最近、 無理 に 大学 に 行かなくてもいい と

思い出した。

Saikin, muri ni daigaku ni ikanakutemo ii to omoidashita.

Akhir-akhir ini sudah mulai berpikir bahwa lebih baik tidak secara paksa melanjutkan ke universitas.


(31)

2.1.4.2 Verba Oboeru

Verba Oboeru adalah verba yang termasuk dalam verba kelompok II /

一段動詞(Ichidan Doushi). Berikut akan dijelaskan tentang pengertian dari verba

Oboeru:

a. Hirose Masayoshi (1994:178-179) mengatakan bahwa:

“(1) ものごとを 記憶して忘れないでいること です;(2) 知識

や 技術、 技能 など を しっかり と 身 に つける こと

です;(3)『感じた』 と いう 意味 で、 『痛む 胸さわぎ』

などにも使います。”

“(1) Mono goto o kioku shite wasurenaide iru koto desu; (2) Chisiki ya gijutsu, ginou nado o shikkari to mi ni tsukeru koto desu; (3)

“Kanjita” to iu imi de, “itamu . munasawagi” nado ni mo tsukaimasu.”

“(1) Tidak melupakan dan terus mengingat suatu hal; (2) Mengingat hal yang berhubungan dengan pengetahuan, kemampuan dan teknik-teknik; (3) Digunakan juga untuk menunjukkan ketika merasakan sakit dan kegelisahan.”

Contoh:

• 彼は、歴史の年号を覚えるのが 得意だ。

Kare wa, rekishi no nengou o oboeru no ga tokui da.

Dia sangat baik dalam mengingat nama jaman dalam sejarah.

• 私は小学生のとき、泳ぎを覚えた。

Watashi wa shougakusei no toki, oyogi o oboeta.

Saya belajar bagaimana berenang saat di sekolah dasar.

• 私は、彼の話に 怒りを覚えた。


(32)

Saya sangat marah ketika mengingat cerita dia.

b. Zhonkui.et.al (1998:191) menyatakan bahwa:

“(1) 習った こと など を 心 に とどめておく;(2) 技術 など を

身につけること。”

(1) Naratta koto nado o kokoro ni todometeoku; (2) Gijutsu nado mi ni tsukeru koto.”

“(1) Selalu mengingat hal yang sudah dipelajari atau hal yang lain; (2) Digunakan dalam hal mengetahui suatu teknik dengan betul.”

Contoh:

• 外国語 と いう もの は、 体 で 覚えないと、 いざ と

いうとき役に立たない。

Gaikokugo to iu mono wa, karada de oboenaito, iza to iu toki yaku ni tatanai.”

Yang dimaksud dengan bahasa asing adalah, kalau tidak diingat dengan tubuh (baik), tidak berguna dalam keadaan darurat.”

c. Dalam kamus online situs

pengertian Oboeru merupakan sebagai berikut:

“(1) [mengingat, menghafal, menguasai, mampu, bisa] mencamkan dalam hati pengetahuan yang didapat dari pelajaran atau pengalaman; (2)[terasa,merasa] terasa di hati atau badan.”

Contoh:

• この頃やっと仕事を覚えた。

Kono goro yatto shigoto o oboeta

Baru akhir-akhir ini saya bisa menguasai pekerjaan

• 父 の 死んだ 日 の こと を 今 でも はっきり

覚えている。


(33)

Sekarang juga saya masih ingat dengan jelas akan hari kematian ayah.

• 立ったとき足 に痛みを 覚えた。

Tatta toki ashi ni itami o oboeta.

Terasa sakit pada kaki ketika berdiri.

• 彼の (行動 / やり方) には疑問を覚える。

Kare no (Koudou / Yari kata) ni wa gimon o oboeru.

Saya merasa ragu-ragu akan (tindakan / caranya).

2.2 Studi Semantik dan Kesinoniman

2.2.1 Definisi Semantik

Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris : semantics) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti tanda atau lambang. Semantik (imiron)

sendiri merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna. Semantik memegang peranan penting dalam berkomunikasi. Karena bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi adalah tidak lain untuk menyampaikan suatu makna (Sutedi, 2003:103). Misalnya, seseorang menyampaikan ide dan pikiran kepada lawan bicara, lalu lawan bicaranya bisa memahami apa yang disampaikan, maka dengan begitu komunikasi bisa terjadi. Hal ini disebabkan karena ia bisa menyerap makna yang disampaikan dengan baik.

Sutedi (2003:103) menyebutkan bahwa objek kajian semantik antara lain adalah makna kata satu per satu (go no imi), relasi makna (go no imi kankei) antar satu kata dengan kata yang lainnya, makna frase dalam satu idiom (ku no imi) dan makna kalimat (bun ni imi).

1. Makna Kata Satu per Satu (go no imi)

Makna setiap kata merupakan salah satu objek kajian semantik, karena komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama seperti bahasa Jepang,


(34)

baru akan berjalan lancar jika setiap kata yang digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut makna atau maksudnya sama dengan yang digunakan oleh lawan bicaranya.

Dalam bahasa Jepang, banyak sekali terdapat sinonim (ruigigo) yang sangat sulit untuk bisa dipadankan ke dalam bahasa Indonesia satu per satu. Ditambah masih minimnya buku-buku atau kamus yang bertuliskan bahasa Indonesia yang membahas secara rinci dan jelas tentang persamaan dan perbedaan dari setiap sinonim tersebut.

2. Relasi Makna Antar Satu Kata dengan Kata yang Lainnya (go no imi kankei) Relasi makna adalah hubungan antara dua kata atau lebih sehubungan dengan penyusunan kelompok kata (goi) berdasarkan kategori tertentu. Misalnya, pada verba 「話す ‘hanasu’」(berbicara),「言う ‘iu’」(berkata),「しゃべる ‘shaberu’」(ngomong), dan「食べる ‘taberu’」(makan), dapat dikelompokkan ke dalam 「言葉を発する ‘kotoba o hassuru’」(bertutur) untuk tiga verba pertama, sedangkan taberu tidak termasuk ke dalamnya. Contoh lainnya, misalnya hubungan makna antara kata 「話す ‘hanasu’」dan「言う ‘iu’」,「高い ‘takai’」(tinggi) dan「低い ‘hikui’」(rendah),「動物 ‘doubutsu’」(binatang) dan「犬 ‘inu’」(anjing) akan berlainan dan perlu diperjelas. Pasangan pertama merupakan sinonim (hanasu dan iu), pasangan kedua merupakan antonim (takai

dan hikui), sedangkan pasangan terakhir merupakan hubungan superordinat (doubutsu dan inu).

3. Makna Frase dalam Satu Idiom (ku no imi)

Makna frase merupakan makna yang terkandung dalam sebuah rangkaian kata-kata yang disebut dengan ungkapan. Contohnya dalam bahasa Jepang ungkapan 「本を読む ‘hon o yomu’」(membaca buku),「靴を買う ‘kutsu o kau’」(membeli sepatu), dan「腹が立つ ‘hara ga tatsu’」(perut berdiri = marah) merupakan suatu frase. Frase ‘hon o yomu’ dan ‘kutsu o kau’ dapat dipahami cukup dengan mengetahui makna kata hon, kutsu, kau, dan o, ditambah dengan pemahaman tentang struktur kalimat bahwa ‘nomina + o + verba’. Jadi,


(35)

frase tersebut bisa dipahami secara leksikalnya (mojidouri no imi). Tetapi, untuk frase ‘hara ga tatsu’, meskipun seseorang mengetahui makna setiap kata dan strukturnya, belum tentu bisa memahami makna frase tersebut, jika tidak mengetahui makna frase secara idiomatikalnya (kanyokuteki imi).

Lain halnya dengan frase「足を洗う ‘ashi o arau’」, ada dua makna, yaitu secara leksikal (mojidouri no imi), yaitu mencuci kaki, dan juga secara idiomatikal (kanyokuteki imi), yaitu berhenti berbuat jahat. Jadi, dalam bahasa Jepang ada frase yang hanya bermakna secara leksikal saja, ada frase yang bermakna secara idiomatikal saja, dan ada juga frase yang bermakna keduanya. 4. Makna Kalimat (bun ni imi)

Makna kalimat ditentukan oleh makna setiap kata dan strukturnya. Misalnya, pada kalimat ‘Watashi wa Yamada san ni megane o ageru’ (Saya memberi kacamata pada Yamada) dan kalimat ‘Watashi wa Yamada san ni tokei o ageru’ (Saya memberi jam pada Yamada). Jika dilihat dari strukturnya, kalimat tersebut adalah sama, yaitu ‘A wa B ni C o ageru’, tetapi maknanya berbeda. Oleh karena itu, makna kalimat ditentukan oleh kata yang menjadi unsur kalimat tersebut.

2.2.1.1 Jenis-Jenis Makna Dalam Semantik

Menurut Chaer (2002:59), jenis ataupun tipe dari makna itu sendiri dapat dibedakan berdasarkan kriteria atau sudut pandang, yakni:

1. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan menjadi makna leksikal dan makna gramatikal.

Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Contohnya seperti makna leksikal dari kata rumah merupakan bangunan, tempat tinggal suatu keluarga. Makna gramatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya


(36)

gramatikal atau proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Seperti dalam contoh “tas yang berat itu terangkat

2. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata/leksem, dapat dibedakan menjadi makna referensial dan makna nonreferensial.

juga oleh anak itu.”, proses afiksasi /ter-/ pada kata angkat melahirkan makna “dapat”. Pada reduplikasi contohnya seperti “bangunan-bangunan” yang memiliki makna “banyak bangunan”, dan pada komposisi dapat dilihat contohnya pada kata “sate ayam” dan “sate Madura”. Yang pertama menyatakan bahan dari sate itu, sedangkan yang kedua menyatakan tempat asal dari sate itu.

Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial adalah berdasarkan ada tidaknya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Namun jika kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata tersebut merupakan kata bermakna nonreferensial. Kata meja dan kursi termasuk kata yang bermakna referensial karena keduanya mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ‘meja’ dan ‘kursi’. Sebaliknya kata karena dan

tetapi tidak mempunyai referen, jadi kedua kata tersebut termasuk ke dalam kelompok kata yang bermakna nonreferensial.

3. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem, dapat dibedakan menjadi makna denotatif dan makna konotatif.

Pengertian makna denotatif adalah pada dasarnya sama dengan makna leksikal dan referensial, sebab makna denotatif ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif, dan sering disebut dengan istilah ‘makna sebenarnya’.

4. Berdasarkan ketepatan maknanya, dapat dibedakan menjadi makna umum dan makna khusus.

Kata dengan makna umum memiliki pengertian dan pemakaian yang lebih luas, sedangkan kata dengan makna khusus mempunyai pengertian dan


(37)

pemakaian yang lebih terbatas. Misalnya dalam deretan sinonim besar, agung, akbar, raya, dan kolosal. Kata besar adalah kata yang bermakna umum dan pemakaiannya lebih luas dibandingkan dengan kata yang lainnya. Kita dapat mengganti kata agung, akbar, raya, dan kolosal

dengan kata besar secara bebas. Frase ‘Tuhan yang maha Agung’ dapat diganti dengan ‘Tuhan yang maha Besar’ ; frase ‘rapat akbar’ dapat diganti dengan ‘rapat besar’ ; frase ‘hari raya’ dapat diganti dengan ‘hari besar’ ; dan frase ‘film kolosal’ dapat diganti dengan ‘film besar’. Sebaliknya, frase ‘rumah besar’ tidak dapat diganti dengan ‘rumah agung’, ‘rumah raya’ ataupun ‘rumah kolosal’.

5. Berdasarkan kriteria atau sudut pandang lain, dapat dibedakan menjadi makna konseptual, asosiatif, idiomatik, dan sebagainya.

6. Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apapun. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa sebenarnya makna konseptual ini sama dengan makna leksikal, referensial, dan makna denotatif. Selanjutnya, makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan makna ‘suci’ atau ‘kesucian’ ; kata merah berasosiasi dengan makna ‘berani’ ; kata

cenderawasih berasosiasi dengan makna ‘indah’.

Makna idiomatik adalah makna sebuah satuan bahasa (kata, frase, atau kalimat) yang “menyimpang” dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Contohnya adalah pada frase ‘membanting tulang’ dan ‘meja hijau’. ‘Membanting tulang’ adalah sebuah leksem dengan makna ‘bekerja keras’, dan ‘meja hijau’ adalah sebuah leksem dengan makna ‘pengadilan’.

2.2.1.2 Perubahan Makna Dalam Semantik

Perubahan makna suatu kata dapat terjadi karena berbagai faktor, antara lain perkembangan peradaban manusia pemakai bahasa tersebut, perkembangan


(38)

ilmu pengetahuan dan teknologi, atau pengaruh bahasa asing. Berikut akan dijelaskan beberapa jenis perubahan makna dalam bahasa Jepang (Sutedi, 2003:108).

a. Dari yang konkrit ke abstrak

Kata 「頭 ‘atama’」(kepala),「腕 ‘ude’」(lengan), serta「道 ‘michi’」(jalan) yang merupakan benda konkrit, berubah menjadi abstrak ketika digunakan seperti berikut ini.

頭がいい atama

腕が上がる

ga ii (kepandaian)

ude

日本語教師への道 nihongo-kyoushi e no

ga agaru (kemampuan)

michi (cara/ petunjuk)

b. Dari ruang ke waktu

Kata 「前 ‘mae’」(depan), dan「長い ‘nagai’」(panjang), yang menyatakan arti ruang, berubah menjadi waktu seperti pada contoh berikut ini.

三年前 sannen mae (yang lalu)

長い時間 nagai

c. Perubahan penggunaan indera

jikan (lama)

Kata 「大きい ‘ookii’」(besar) semula diamati dengan indera penglihatan (mata), berubah ke indera pendengaran (telinga), seperti pada「大きい声 ‘ookii koe’」(suara keras). Kemudian pada kata「甘い ‘amai’」(manis) dari indera perasa menjadi karakter seperti dalam「甘い子 ‘amai ko’」(anak manja).


(39)

Kata 「着物 ‘kimono’」yang semula berarti pakaian tradisional Jepang, digunakan untuk menunjukkan pakaian secara umum「服 ‘fuku’」dan sebagainya.

e. Dari yang umum ke khusus/ spesialisasi

Kata 「花 ‘hana’」(bunga secara umum) dan「卵 ‘tamago’」(telur secara umum) digunakan untuk menunjukkan hal yang lebih khusus seperti dalam penggunaan berikut.

花見 hana

卵を食べる

-mi (bunga Sakura)

tamago o taberu (telur ayam)

f. Perubahan nilai positif

Contoh dari kata yang mengalami perubahan nilai positif salah satunya adalah kata 「僕 ‘boku’」(saya) yang dulu digunakan untuk budak atau pelayan, tetapi sekarang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan adanya perubahan nilai, dari yang kurang baik menjadi baik. g. Perubahan nilai negatif

Contoh dari kata yang mengalami perubahan nilai negatif salah satunya adalah kata 「貴様 ‘kisama’」(kamu) yang dulu sering digunakan untuk menunjukkan kata「あなた ‘anata’」(anda) , tetapi sekarang digunakan hanya kepada orang yang dianggap rendah saja. Hal ini menunjukkan adanya perubahan nilai, dari yang baik menjadi kurang baik.

2.2.1.3 Manfaat Mempelajari Semantik

Manfaat yang dapat kita petik dari studi semantik sangat tergantung dari bidang apa yang kita geluti dalam tugas kita sehari-hari (Chaer, 2002:11). Bagi seorang wartawan, reporter, atau orang-orang yang berkecimpung dalam dunia persuratkabaran dan pemberitaan, mereka barangkali akan memperoleh manfaat


(40)

praktis dari pengetahuan mengenai semantik. Pengetahuan semantik akan memudahkannya dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum.

Bagi mereka yang berkecimpung dalam penelitian bahasa, seperti mereka yang belajar di Fakultas Sastra ataupun Fakultas Ilmu Budaya, pengetahuan semantik akan banyak memberi bekal teoritis untuk dapat menganalisis kata atau bahasa-bahasa yang sedang dipelajarinya. Sedangkan bagi seorang guru atau calon guru, pengetahuan mengenai semantik akan memberi manfaat teoritis, karena sebagai seorang guru bahasa haruslah mengerti dengan sungguh-sungguh tentang bahasa yang akan diajarkannya. Sedangkan manfaat praktis yang diperoleh dari mempelajari teori semantik adalah pemahaman yang lebih mendalam mengenai makna dari suatu kata yang makna katanya berdekatan atau memiliki kemiripan arti.

Sedangkan bagi orang awam atau orang kebanyakan pada umumnya, pengetahuan yang luas akan teori semantik sebenarnya tidakah diperlukan. Akan tetapi, pemakaian dasar-dasar semantik masih diperlukan untuk dapat memahami dunia yang penuh informasi dan lalu lintas kebahasaan.

2.2.2 Kesinoniman

Hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata dengan kata lainnya sering kita temui baik dalam bahasa apapun itu. Hal ini berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya (Chaer, 2007:297). Satuan bahasa disini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat. Relasi makna ini dapat menyatakan kesamaan makna (sinonim), pertentangan makna (antonim), ketercakupan makna (hiponim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), dan kelebihan makna (redundansi).

Apabila suatu kata memiliki makna yang hampir sama (mirip) dengan satu atau lebih kata yang lain, maka dapat dikatakan bahwa kata-kata tersebut memiliki hubungan atau relasi makna yang termasuk ke dalam sinonim. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan


(41)

ujaran dengan satuan ujaran lainnya (Chaer, 2007:267). Akan tetapi meskipun bersinonim, maknanya tidak akan persis sama.

Dalam bahasa Jepang, sinonim dikenal dengan istilah 「類義語 ‘ruigigo’」. Menurut Sutedi (2003:115), perbedaan dari dua kata atau lebih yang memiliki relasi atau hubungan kesinoniman「類義関係 ‘ruigi-kankei’」dapat ditemukan dengan cara melakukan analisis terhadap nuansa makna dari setiap kata tersebut. Misalnya pada kata agaru dan noboru yang kedua-duanya berarti ‘naik’, dapat ditemukan perbedaannya sebagai berikut.

のぼる:下から上へ或経路に焦点を合わせて

Noboru : Shita kara ue e wakukeiro ni shouten o awasete idou suru 移動する

Noboru : berpindah dari bawah ke atas dengan fokus jalan yang dilalui

あがる:下から上へ到達点に焦点を合わせて

Agaru : Shita kara ue e toutatsuten ni shouten o awasete idou suru 移動する

Agaru : berpindah dari bawah ke atas dengan fokus tempat tujuan

Jadi, perbedaan verba agaru dan noboru terletak pada fokus 「焦点 ‘shouten’」gerak tersebut. Verba agaru menekankan pada tempat tujuan「到達点 ‘toutatsuten’」dalam arti tibanya di tempat tujuan tersebut (hasil), sedangkan noboru menekankan pada jalan yang dilalui「経路 ‘keiro’」dari gerak tersebut (proses).

Sedangkan menurut Djajasudarma (1999:42), ada tiga batasan untuk sinonim, yaitu:

1. Kata-kata dengan referen ekstra linguistic yang sama 2. Kata-kata yang memiliki makna yang sama

3. Kata-kata yang dapat disulih dalam konteks yang sama.

2.2.3 Pilihan Kata

Tidak semua kata-kata yang bersinonim dapat saling menggantikan satu sama lain. Karena itu, kita harus memilihnya secara tepat dan seksama untuk


(42)

menghindari kerancuan dalam menginterpretasikan maknanya. Hal ini berkaitan dengan pilihan kata atau diksi.

Menurut Keraf (2006:24) pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.

Diksi atau pilihan kata harus berdasarkan tiga tolak ukur, yaitu ketepatan, kebenaran, dan kelaziman. Kata yang tepat adalah kata yang mempunyai makna yang dapat mengungkapkan gagasan secara cermat sesuai dengan gagasan pemakai bahasa. Kata yang benar adalah kata yang diucapkan atau ditulis sesuai dengan bentuk yang benar, yaitu sesuai dengan kaidah kebahasaan. Kata yang lazim berarti bahwa kata yang dipakai adalah dalam bentuk yang sudah dibiasakan dan bukan merupakan bentuk yang dibuat-buat.


(43)

BAB III

ANALISIS MAKNA VERBA

OMOIDASU DAN OBOERU DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

Sebelumnya pada Bab II penulis telah memaparkan mengenai omoidasu

dan oboeru. Maka pada Bab III ini penulis mencoba menganalisis makna verba

omoidasu dan oboeru yang diambil dari kalimat-kalimat berbahasa Jepang yang terdapat pada novel “Meian” karya Natsume Sôseki dan beberapa surat kabar elektronik atau majalah elektronik seperti Tokyo Shinbun, Yomiuri, Shooting dan artikel-artikel berbahasa Jepang lainnya, sesuai dengan beberapa pendapat dari beberapa ahli linguistik yang telah dipaparkan sebelumnya.

3.1 Analisis Makna 3.1.1 Verba Omoidasu

Cuplikan 1:

津田は袴を穿いてしまって、その洋卓の上に置いた皮の紙人

を 取り 上げた 時、 不図 この 細菌 の 事 を 思い出した。 する と

連想が 急に彼の胸 を不安に した。警察所を 出るべく紙人 を

懐 に 収めた 彼 は 既 に 出ようとして 又躊躇 した。(Natsume

Meian”, 1998: 6)

Tsuda wa hakama wo haite shimatte, sono te-buru no ue ni iota kawa no kamiire o tori ageta toki, futo kono saikin no koto o omoidashita.

Setelah Tsuda memakai hakama, saat dia memungut dompet kulit yang terletak di atas meja itu, tiba-tiba dia

Suru to rensou ga kyuu ni kare no mune o fuan ni shita. Keisatsusho o deru beku kamiire o futokoro ni osameta kare wa sunde ni mata chuucho shita.

ingat akan kuman. Lalu dia tiba-tiba merasa cemas. Agar bisa keluar dari kantor polisi, dia yang sebelumnya


(44)

menyimpan dompet di sakunya terlihat seperti akan pergi dengan ragu-ragu.

Analisis:

Kalimat pada cuplikan 1 di atas diambil dari sebuah kutipan novel karya Natsume soseki yang berjudul “明暗 (Meian)” yang berarti ‘Cahaya dan Kegelapan’ . Makna verba Omoidasu pada cuplikan kalimat tersebut adalah ingat dalam arti tiba-tiba mengingat hal yang sudah terlupakan. Pemakaian verba

omoidasu dalam kutipan novel tersebut sudah tepat. Karena pada novel tersebut dijelaskan bahwa Tsuda sendiri yang merupakan orang yang menyukai kebersihan dan sekarang pun dalam keadaan sakit- sakitan selalu menghindari kuman, saat dia hendak memberikan dompet yang ditemukannya ke kantor polisi, dia ragu mengingat banyaknya kuman yang ada di kantor polisi. Dalam hal ini, “tiba-tiba ingat akan kuman” yang dimaksud adalah mengenai bagaimana dia tahu kalau di kantor polisi terdapat banyak kuman, karena dalam pemikiran Tsuda di kantor polisi itu sendiri selalu banyak orang lalu lalang, suasananya selalu gelap dan lembap sehingga memungkinkan adanya banyak kuman di ruangan itu, dan dia sendiri yang selalu menghindari kuman ingat akan kuman yang harus dia hindari yang sempat terlupakan olehnya, sehingga pemakaian verba omoidasu dirasakan tepat, karena verba omoidasu adalah ingatan lalu yang terlupakan. Pernyataan ini sesuai dengan teori dari Hirotase dan Masayoshi yang menyebutkan bahwa

omoidasu adalah mengingat kembali pengalaman lalu yang sudah terlupakan. Teori tadi sama dengan teori dari ruigigo Tsukaiwake Jiten yang mengatakan bahwa omoidasu adalah mendapatkan kembali ingatan yang dipikirkan dan yang tidak bisa dikeluarkan / diingat kembali dan menghidupkan kembali ingatan dalam keadaan sadar.

Cuplikan 2:

車内 の 片隅 に 席 を 取った 彼 は、 窓 を 透かして この


(45)

の 車 を 考えなければならかった。 彼 は 面倒に なって 昨又 は

その まま にして 置いた 金 の 工面 を どうかしなければならない

位地 に あった。 彼 は すぐ 布留川 の 細君 の 車 を

思い出した

Shanai no katasumi ni seki o totta kare wa, mado o sukashite kono samuzamui aki no yoru no kiseki ni chotto me o sosoida ato, sugu matahoka no kuruma o kangaenakereba narakatta. Kare wa mendou ni natte yuube wa sono mama ni shite oita kane no kumen o doukashinakereba naranai ichi ni atta. Kare wa sugu Furukawa no saikun no kuruma o

。(Natsume “Meian”, 1998: 37-38)

omoidashita

Dia yang mengambil tempat duduk di bagian sudut dalam mobil, memberi bekas air pada jendela setelah sedikit menitikkan air mata di malam musim gugur yang dingin ini, langsung berpikir tentang keadaan di luar mobil. Yang menjadi perhatiannya adalah entah harus bagaimana lagi melihat keadaan pengelolaan uang yang dibiarkan begitu saja semalam. Dia langsung

.

ingat

Analisis:

dengan mobil istri Furukawa.

Kalimat pada cuplikan 2 di atas diambil dari sebuah kutipan novel karya Natsume soseki yang berjudul “明暗 (Meian)”. Makna verba Omoidasu pada cuplikan kalimat tersebut adalah ingat atau teringat dalam arti tiba-tiba mengingat hal yang sudah terlupakan saat ada hal yang membuatnya sadar dan bisa mengingat hal itu lagi. Pemakaian verba omoidasu dalam kutipan novel tersebut sudah tepat. Pada novel tersebut dijelaskan bahwa Tsuda yang sedih mengingat hal yang terjadi di hari sebelumnya dimana di saat dia sangat membutuhkan biaya untuk masuk ke rumah sakit ayahnya malah menghentikan bantuan dana yang selama ini dia dapatkan. Keluarganya sendiri menganggap dia orang yang terlalu boros sehingga mereka juga setuju di saat ayah Tsuda menghentikan bantuan dana untuk Tsuda dan dia tidak bisa melakukan apa-apa lagi mengenai hal itu sehingga masalah itu dibiarkan begitu saja yang dapat dilihat dalam kalimat “Yang menjadi perhatiannya adalah entah harus bagaimana lagi melihat keadaan pengelolaan


(46)

uang yang dibiarkan begitu saja semalam”. Hal ini yang menjadikan Tsuda berpikir di dalam mobil mengenai masalah itu. Dalam hal ini, maksud kalimat “dia langsung ingat dengan mobil istri Furukawa.” adalah mengenai bagaimana dia langsung ingat akan mobil istri Furukawa karena pada saat dia berpikir di dalam mobil, dia melihat ke arah luar mobil dimana jika di jalanan pasti akan menemukan banyak kendaraan lain termasuk mobil, jadi ketika dia berpikir dan tiba-tiba melihat ada mobil lain, itu membuatnya sadar dan mengeluarkan ingatannya tentang bagaimana dulu dia pernah memberikan keluarga Furukawa sebuah mobil yang sekarang dipakai oleh istri dari Furukawa. Furukawa sendiri merupakan teman dari Tsuda. Dalam keadaan dia yang sekarang membutuhkan uang, dia berencana untuk meminta bantuan dana kepada keluarga Furukawa yang memiliki hubungan baik dengan dia. Dengan harapan dia akan menerima bantuan mengingat kebaikan yang dulu dia lakukan kepada keluarga Furukawa. Pemakaian verba omoidasu di cuplikan ini dirasakan tepat, karena verba

omoidasu adalah ingatan yang tiba-tiba muncul yang terlupakan. Pernyataan ini sesuai dengan teori dari Ruigigo Tsukaiwake Jiten yang mengatakan bahwa omoidasu adalah mendapatkan kembali ingatan yang dipikirkan dan yang tidak bisa dikeluarkan / diingat kembali dan menghidupkan kembali ingatan dalam keadaan sadar.

Cuplikan 3:

彼 は 手術 を 受ける前日 に 取るべき 注意を、 かつて 医者 から

聞かされた 事 を 思い出した

Kare wa shujutsu o ukeru zenjitsu ni toru beki chuui o, katsute isha kara kikasareta koto o

。 然し 今 の 彼 は それ を 明らか に 覚えていなかった。(Natsume “Meian”, 1998: 51-52)

omoidashita.

Dia dulu

Shikashi, ima no kare wa sore o akaraka ni oboeteinakatta.

ingat akan hal yang pernah diberitahukan oleh dokter yaitu hari sebelumnya harus menerima peringatan mengenai operasi yang seharusnya dijalaninya. Tetapi dia yang sekarang tidak ingat dengan jelas lagi hal itu.


(47)

Analisis:

Kalimat pada cuplikan 3 di atas juga diambil dari kutipan novel karya Natsume soseki yang berjudul “明暗 (Meian)”. Makna verba Omoidasu pada cuplikan kalimat tersebut adalah ingat atau teringat dalam arti tiba-tiba mengingat hal yang sudah terlupakan, akan tetapi pemakaiannya kurang tepat. Karena pada cuplikan tersebut dijelaskan bahwa dia dulu benar benar mengingat akan peringatan dari dokter mengenai operasi yang harus dia jalani, dia dulu sangat peduli dengan kesehatannya, namun dia yang sekarang sudah mulai mengabaikan apa yang seharusnya dia ingat dengan betul. Sehingga, dalam hal ini, verba

omoidasu dirasakan kurang tepat, karena verba omoidasu tidak mencakup hal-hal yang berkaitan ingatan yang tidak akan dilupakan, apalagi di dalam cuplikan ini menyinggung masalah peringatan operasi yang merupakan hal penting menyangkut kesehatan yang tidak akan dilupakan dan terus diingat. Pernyataan ini juga di dukung dengan karakter Tsuda sendiri yang dahulunya sangat mementingkan kebersihan dan kesehatan. Verba yang lebih tepat untuk digunakan pada kalimat di atas adalah verba oboeru, karena sesuai dengan salah satu teori yang dikemukakan oleh Hirose Masayoshi yang mengatakan bahwa oboeru

adalah tidak melupakan dan terus mengingat suatu hal. Cuplikan 4:

今年も全日本学童の季節がやってきました。全国大会を目指して毎

日練習をした、自分の小学生の頃を思い出します。

Kotoshi mo zennihon gakudou no kisetsu ga yattekimashita. Zenkoku taikai o mezashite mainichi renshuu o shita, jibun no shogakusei no koro o omoidashimasu

Tahun ini juga merupakan musim datangnya para pelajar untuk bertanding. Berlatih setiap hari dengan tujuan yaitu pertandingan nasional, saya

.

ingat

Analisis:


(48)

Kalimat pada cuplikan 4 di atas diambil dari wacana di surat kabar online “Tokyo Shinbun” yang berjudul “楽しく自信を持って戦ってほしい、

広島東洋 カープ・ 前田健太 投手 (Tanoshiku jishin o motte tatakatte hoshii, Hiroshima touyou ka-puMaeda Kenta toushuu )” yang berarti ‘Ingin Bertanding dengan Gembira dan Percaya Diri, Turnamen Hiroshima Timur ・ Pitcher Maeda Kenta’ . Makna verba omoidasu pada cuplikan kalimat tersebut adalah ingat dalam arti tiba-tiba mengingat hal yang sudah terlupakan dan pemakaiannya sudah tepat. Pada wacana tersebut terdapat kalimat “Berlatih setiap hari dengan tujuan yaitu pertandingan nasional, saya ingat pada masa saya di sekolah dasar dulu.” yang menjelaskan bahwa Maeda Kenta yang seorang Pitcher ingat kembali akan masa sewaktu dia di sekolah dasar melihat para pelajar yang berusaha, berlatih untuk memenangkan pertandingan ini agar lolos hingga pertandingan baseball nasional untuk pelajar. Pertandingan Orientasi Hiroshima Cup ini sendiri memang diperuntukkan untuk para pelajar sekolah dasar di seluruh Hiroshima yang mana nantinya mereka yang lolos akan mengikuti pertandingan nasional melawan pelajar lain dari seluruh Jepang. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Hirose Masayoshi yang menyebutkan bahwa omoidasu adalah mengingat kembali pengalaman lalu yang sudah terlupakan. Teori tadi sama dengan teori dari ruigigo Tsukaiwake Jiten yang mengatakan bahwa omoidasu adalah mendapatkan kembali ingatan yang dipikirkan dan yang tidak bisa dikeluarkan / diingat kembali dan menghidupkan kembali ingatan dalam keadaan sadar.

Cuplikan 5:

本展は、神奈川県立近代美術館と、愛知県美術館、うらわ美術館、 読売新聞社、美術館連絡協議会との共催により開催されたものであ

る。その意図するところは、19世紀から20世紀にかけての世紀の転

換期に、目覚しく発展した印刷技術を背景に次々と生まれた日本近 代の美術雑誌を紹介し、その美的な価値を再認識することにあった 。また、同時代の日本近代の絵画も併陳することで、雑誌と絵画の


(49)

相互関係にも探求の眼を向けてみた。この展覧会に際して、多くの 所蔵家の方々からたくさんの作品・資料を借用させて頂いた。特に 作品・資料を拝借するために小野忠重版画館に何度もお邪魔したこ

とは今も懐かしく思い出す。

Honten, Kanagawa ken ritsu kindai bijutsukan to, Aichi ken bijutsukan, Uchiwa bijutsukan, Yomiura shinbunsha, bijutsukan renraku kyougi kai to no kyousai ni yori kaisai sareta mono de aru. Sono ito suru tokoro wa, 19 seiki kara 20 seiki ni kakete no seiki no tenkanki ni, mezamashiku hatten shita insatsu gijutsu o haikei ni tsugitsugi to umareta nihon kindai no bijutsu zasshi o shoukai shi, sono biteki na kachi o sainin shiki suru koto ni atta. Mata, doujidai no nihon kindai no kaiga mo heisui suru koto de, zasshi to kaiga no sougo kankei ni mo tankyuu no me o muketemita. Kono tenrankai ni sai shite, ooku no shizouka no katagata kara takusan no sakuhin, shiryo o sakuyou sasete itadaita. Toku ni sakuhin, shiryo o haishaku suru tame ni Ono Tadashige Hangakan ni nando mo o jama shita koto wa ima mo natsukashiku Omoidasu

Pameran ini diadakan melalui kolaborasi dengan koordinasi komite museum, perusahaan Koran Yomiuri, Museum seni Urawa, Museum seni prefektur Aichi, dan Museum seni Modern Prefektur Kanagawa. Maksud diadakannya adalah untuk kembali dari abad ke 19 ke abad ke 20, untuk memperkenalkan majalah seni modern Jepang yang terbit satu demi satu dengan latar belakang teknologi pencetakan yang berkembang secara luar biasa, dan menyadari ada nilai estetikanya. Selain itu, dengan menyatukan lukisan Jepang modern dengan usia yang sama, saya mencoba untuk meneliti hubungan satu sama lain antara lukisan dan majalah. Selama pameran ini, kita diperbolehkan untuk meminjam banyak hasil lukisan dan bahan-bahan melukis dari banyak pemilik lukisan. Saya sekarangpun ingat terutama jika meminjam hasil lukisan dan bahan-bahan melukis Ono Tadashige cetakan museum saya jadi mengganggu berulang kali.


(50)

Analisis:

Kalimat pada cuplikan 5 di atas diambil dari wacana di surat kabar online “Yomiuri” yang berjudul “誌上のユートピア- 近代日本 の 絵画 と

美術雑誌 1889-1915 (Shijou no Yu-topia – Kindai Nihon no Kaiga to Bijutsu Zasshi 1889-1915)” yang berarti ‘Majalah Utopia – Lukisan Jepang Modern dan Majalah Seni 1889-1915’ . Makna verba omoidasu pada cuplikan kalimat tersebut adalah ingat dalam arti mengingat pengalaman yang lalu atau mengenang pengalaman lalu yang tak terlupakan dan pemakaiannya kurang tepat. Pada wacana tersebut terdapat kalimat “Saya sekarangpun ingat terutama jika meminjam hasil lukisan dan bahan-bahan melukis Ono Tadashige cetakan museum saya jadi mengganggu berulang kali.” yang menjelaskan bahwa orang diwawancarai terus mengingat pengalaman dia saat ada di pameran ini dimana dia merasa mengganggu pihak museum saat dia meminjam hasil karya lukisan dan bahan-bahan melukis. Yang menjadi kunci analisis dari kalimat penggunaan verba omoidasu yang kurang tepat tersebut adalah “sekarangpun” karena kata tersebut di dalam cuplikan memiliki arti dari dulu hingga sekarang masih tetap mengingat. Maka di cuplikan ini penggunaan verba oboeru yang tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Hirose Masayoshi yang menyebutkan bahwa oboeru

adalah tidak melupakan dan terus mengingat suatu hal.

3.1.2 Verba Oboeru

Cuplikan 1:

僕自身が撮影したNYの広告写真にも、美人モデルさんの口元にち

ょび髭を書かれた事もあります。それを見つけたときはちょっとう

れしかったな..。落書きされてこそ自分の写真がNYの景色の一部に

なったような感覚すら覚えます。その写真を撮っておかなかった事 を、今死ぬ程後悔しています。皆さんも後悔しないように生きまし


(51)

Boku Jishin ga satsuei shita NY no koukoku shashin ni mo, bijin moderu san no kuchi moto ni chobu bige o kakareta koto mo arimasu. Sore o mitsuketa toki wa chotta ureshikattana.. . Ochikaki sarete koso jibun no shashin ga NY no keshiki no ichibu ni natta you na kankaku sura oboemasu

Pada iklan fotografi New York yang saya ambil juga, pada bagian mulut model yang cantik ada juga coretan gambar kumis yang pendek. Dan saya cukup terhibur saat menemukan hal itu… Saya bahkan

. Sono shashin o totte okanakatta koto o, ima shinuhodo koukai shiteimasu. Minna san mo koukai shinai you ni ikimashou!

ingat

Analisis:

perasaan yang saya rasakan pada saat foto saya digambar di dinding (graffiti) dan seperti menjadi salah satu bagian dari pemandangan New York. Saya merasa sangat menyesal tidak mengikutkan foto yang saya ambil itu. Untuk Semuanya, mari hidup tanpa penyesalan!

Kalimat pada cuplikan 1 di atas diambil dari wacana yang berjudul “海外 雑誌 を 撮りあしょう(Kaigai Zasshi o Torimashou)” yang berarti ‘Mari Mengambil Foto Majalah Luar Negeri’ dari majalah fotografi Shooting. Makna verba oboeru pada cuplikan kalimat tersebut adalah mengingat dalam arti tidak dapat melupakan perasaan yang dirasakan, dan pemakaiannya sudah tepat. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa fotografer tersebut mengambil banyak foto di New York, baik dari majalah, iklan bergambar, maupun pemandangan dan dia menceritakan berbagai pengalamannya yang berhubungan dengan fotografi selama dia berada di New York. Pada kalimat “Saya bahkan ingat perasaan yang saya rasakan pada foto saya yang menjadi seperti salah satu bagian dari pemandangan New York” yang membuktikan bahwa penggunaan verba oboeru

dalam cuplikan ini sudah tepat karena kalimat tersebut menjelaskan bagaimana dia selalu ingat apa yang dia rasakan ketika fotonya terpampang di New York. Hal tersebut pastinya tidak dapat dia lupakan. Hasil analisis cuplikan ini sesuai dengan salah satu teori yang dikemukakan oleh dari Hirose Masayoshi yang menyebutkan bahwa oboeru adalah tidak melupakan dan terus mengingat suatu hal. Serta didukung oleh teori yang didapat dari kamus online situs


(1)

mag.jp/column/munetakatokuyama/vol2.html) 2.

この大会の こと も 覚えて います よ。

X

O

3.

森が保守思想に共鳴したのは、韓国の 「反日的な姿勢」に違和感を覚えたこと

がきっかけだった。

X

O

4.

年寄 は ね、 何でも 自分 の 若い 時

の 生計 を 覚えていて

X

、同年輩 の 今

の 若いもの も、 万事自分 の して

来た 通り に しなけばならない 様 に

考えるんだから ね。(Natsume “Meian”, 1998: 21)

O

5.

然し 今 の 彼 は それ を 明らか に

覚えていなかった。(Natsume “Meian”,

X

1998: 51-52)

O

Berdasarkan Tabel (2) di atas, dapat diketahui bahwa tidak ada satupun kalimat yang menggunakan verba oboeru yang dapat diganti dengan verba lain yang bermakna sama, seperti omoidasu. Pada cuplikan kalimat (1) sampai (5), verba oboeru tidak dapat diganti dengan verba omoidasu,karena kalimat-kalimat tersebut semuanya berbicara tentang hal yang selalu diingat, dan tak terlupakan. yang nuansa maknanya tidak ada yang sesuai dengan verba omoidasu.


(2)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada uraian dari bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Verba omoidasu dan oboeru termasuk dalam kata yang bersinonim karena memiliki makna yang sama yaitu ingat. Akan tetapi, walaupun maknanya sama, pemakaian dari kedua verba tersebut dalam kalimat berbeda, tergantung pada nuansa makna dan konteks kalimatnya. Sehingga verba omoidasu dan oboeru belum tentu dapat saling menggantikan kedudukan dalam sebuah kalimat. Artinya ada yang bisa dan ada yang tidak bisa saling menggantikan.

2. Verba oboeru memiliki makna ingat dalam arti lebih meluas dan populer, dapat digunakan saat dalam kondisi mengingat kembali hal yang tidak terlupakan, hal yang selalu diingat maupun hal yang mengingat pengetahuan, kemampuan atau teknik, maupun mengingat hal yang menyebabkan rasa sakit di hati maupun kegelisahan.Verba ini cenderung digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan cerita, pengalaman, memori, pengetahuan, kemampuan dan peristiwa buruk yang tak terlupakan.

3. Verba omoidasu memiliki makna ingat dalam arti lebih spesifik, dan cenderung digunakan untuk mengingat hal-hal yang terlupakan yang tiba-tiba teringat kembali.

4. Hasil analisis yang diperoleh dari novel Meian, surat kabar elektronik Yomiuri, dan Tokyo Shinbun serta majalah elektronik Shooting adalah verba oboeru lah yang paling sering dipakai dan ditemukan, karena verba oboeru


(3)

disebutkan yang menggunaan verba Omoidasu, sebagian besar penggunaannya sudah tepat, yaitu bermakna mengingat kembali hal yang terlupakan yang sesuai dengan teori dari ruigigo Tsukaiwake Jiten yang mengatakan bahwa omoidasu adalah mendapatkan kembali ingatan yang dipikirkan dan yang tidak bisa dikeluarkan / diingat kembali dan menghidupkan kembali ingatan dalam keadaan sadar. Namun ada pula yang penggunaannya kurang tepat, karena lebih tepat jika menggunakan verba Oboeru, karena kata “ingat” dalam contoh kalimat tersebut bermakna mengingat hal yang selalu diingat dan tak terlupakan yang sesuai dengan salah satu teori dari Hirose Masayoshi yang menyebutkan bahwa oboeru adalah tidak melupakan dan terus mengingat suatu hal. Sedangkan dalam contoh-contoh kalimat yang telah dianalisis penggunaan verba Oboeru sudah tepat. Karena Oboeru dalam contoh kalimat tersebut memiliki makna “ingat” dalam arti mengingat hal yang tidak terlupakan yang sesuai dengan teori dari pakar linguistik yang mengatakan bahwa oboeru adalah tidak melupakan dan terus mengingat suatu hal. Kemudian makna Oboeru yang paling sering ditemukan dalam beberapa contoh kalimat yang telah dianalisis adalah Oboeru yang memiliki makna “ingat” dalam arti tidak melupakan dan terus mengingat suatu hal. Dan hasil analisis lainnya adalah kedua verba tersebut, baik Omoidasu maupun Oboeru tidak dapat saling menggantikan satu sama lain karena memiliki makna dalam arti yang berbeda.

4.2 Saran

Dengan penulisan skripsi ini, diharapkan para pembelajar bahasa Jepang dapat lebih memahami mengenai makna verba omoidasu dan oboeru, serta lebih teliti lagi dalam penggunaan kedua kata tersebut ataupun kata-kata bersinonim lainnya yang memiliki kemiripan makna dalam kalimat, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penginterpretasian maknanya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

___________. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta

____________. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

___________. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta

Dahidi, Ahmad dan Sudjianto. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Bekasi : Kesaint Blanc

Depdikbud. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Djajasudarma, Fatimah T. 1999. Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: PT Refika Aditama

Masayoshi, Hirose.1994.Effective Japan Usage Guide. Tokyo: Kondansha, Ltd

Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Koentjaraningrat. 1976. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: UI Press


(5)

Matsuura, Kenji. 1994. Nihongo-Indoneshiago Jiten (Kamus Bahasa Jepang-Indonesia). Jakarta: Gramedia

Natsume, Sôseki.1998.Meian. Japan : Shinchou Bunko

Nomura,Masaki, Seiji Koike.1992. Nihongo Jiten. Jepang : Tokyo. Sunagawa Yuriko

Parera, J.D. 2004. Teori Semantik (Edisi Kedua). Jakarta : Erlangga

Pateda, Mansoer.2001.Semantik Leksikal.Jakarta : Rineka Cipta

Shirou, Hayashi et.Al.1984.Reikai Shinkokugo Jiten. Japan: Sanseido Co.

Shouji, Izuhara. 1993. Ruigigo. Tokyo : Kenkyusha

Sudjana dan Ibrahim.2001. Penilaian dan Penelitian Pendidikan. Bandung: Gramedia

Sudjianto, dkk.2004.Pengantar Ilmu Linguistik. Jakarta : Oriental Kesaint Blanc

Sutedi,Dedi.2003.Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung : Humaniora Utama Press

Zhonkui Tian, Shoji Izuhara, Xianshuin Jin.1998.Ruigigo Tsukaiwake Jiten. Tokyo: Kenkyuusha Shuppan Kabushiki Kaisha


(6)