PERBEDAAN SIKAP TERHADAP TATA KRAMA JAWA DALAM MENGHORMATI ORANG TUA PADA REMAJA DESA DAN REMAJA KOTA

  

PERBEDAAN SIKAP TERHADAP TATA KRAMA JAWA

DALAM MENGHORMATI ORANG TUA

PADA REMAJA DESA DAN REMAJA KOTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  

Program Studi Psikologi

Oleh:

Rio Hartomo

  

NIM: 029114135

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

PERBEDAAN SIKAP TERHADAP TATA KRAMA JAWA

DALAM MENGHORMATI ORANG TUA

PADA REMAJA DESA DAN REMAJA KOTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  

Program Studi Psikologi

Oleh:

Rio Hartomo

  

NIM: 029114135

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2008

LEMBAR MOTTO

  

Aja sira wani marang wong tuwanira, jalaran sira bakal kena bendhu

saka Kang Murbeng Dumadi.

  

Wong kang ora weruh tatakrama udanagara (unggah-ungguh), iku

padha karo ora bisa ngrasakake rasa nem warna (legi, kecut, asin, pedhes, sepet, lan pait). Wong tuwa kang ora ngudi kabecikan sarta ora ngerti marang

udanagara (trapsila, unggah-ungguh) lan tata krama, kuwi sejatine

dudu panutane putra wayah. www.sekarjagad.org

  

“Witing trisno jalaran soko kulino”

(Pembiasaan dan pengenalan secara baik adalah akar dari kecintaan

kasih yang harmonis)

LEMBAR PERSEMBAHAN

  

Karya sederhan a in i kupersem bahkan un tuk bapak ibuku tercin ta, kakak

dan adikku, seseoran g yan g kukasihi, sahabat-sahabatku, ikan -ikan di

aquarium ku, serta ilm u pen getahuan , dem i kem ajuan bersam a.

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 18 Januari 2008 Penulis, Rio Hartomo

  

ABSTRAK

RIO HARTOMO (2008). Perbedaan Sikap Terhadap Tata Krama Jawa

Dalam Menghormati Orang Tua Pada Remaja Desa dan Remaja Kota.

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan sikap

terhadap tata krama Jawa dalam menghormati orang tua pada remaja desa dan

remaja kota. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sikap terhadap

tata krama Jawa dalam menghormati orang tua sebagai variabel tergantung,

sedangkan remaja desa dan remaja kota sebagai variabel bebas.

  Secara keseluruhan, jumlah subyek dalam penelitian ini terdiri dari 122

orang yang berada pada rentangan usia antara 15-18 tahun. Dengan rincian subjek

sebagai berikut; 61 siswa SMK Diponegoro kelas satu, 2 dan 3, serta 61 siswa

SMU Marsudi Luhur kelas satu, 2 dan 3, keduanya merupakan keturunan suku

Jawa.

  Instrument penelitian ini adalah skala sikap terhadap tata krama Jawa

dalam menghormati orang tua yang terdiri dari 45 aitem dengan koefisien alpha

sebesar 0.896. Melalui analisis data dengan uji-t diperoleh p>0.05 (p= 0,302),

sehingga disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan sikap terhadap tata krama Jawa

dalam menghormati orang tua pada remaja desa dan remaja kota.

  

ABSTRACT

RIO HARTOMO (2008). The Difference Attitude About Javanese Manners

Within Respecting Their Parents Between Adolescent Villager and

Adolescent Townsman. Faculty of Psychology University of Sanata Dharma

Yogyakarta.

  The purpose of this research is to find out whether there is a difference in

the attitude about Javanese manners within respecting their parents between

adolescent villager and adolescent townsman. The variables as used in this

research are attitude about Javanese manners within respecting their parents as

dependent variable, whereas adolescent villager and adolescent townsman as an

independent variable.

  Over all, the total subjects of this research are 122 people in the age range

of 15-18 years old. In more detail the subjects of this research are; 61 SMK

nd, rd

  Diponegoro’s first, 2 3 degree students, and 61 SMU Marsudi Luhur’s first, nd, rd

  2 3 degree students. Both of them are Javanese.

  This research instrument is a measurement scale of the attitude about

Javanese manners within respecting their parents which consist of 45 items with

an alpha coefficient of 0.896. Through the analysis of the data using t-test, it was

found that p> 0.05 (p= 0,302), thus it is inferential that there is no difference

attitude about Javanese manners within respecting their parents between

adolescent villager and adolescent townsman.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang

dilimpahkanya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi dengan judul “perbedaan sikap terhadap tata krama Jawa dalam

menghormati orang tua pada remaja desa dan remaja kota” ini disusun untuk

memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Selama proses pengerjaan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan,

dukungan dan dorongan dari berbagai pihak sehingga karya ini dapat terwujud.

Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima

kasih kepada:

  1. Bapak Edi Suhartanto, Selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta untuk segala bimbingan dan nasehat beliau selama penulis menimba ilmu di Fakultas Psikologi ini.

  2. Bapak Minta Istono, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk selalu mengingatkan penulis dimanapun dan kapanpun.

  3. Pihak-pihak yang terlibat sebagai responden dalam penelitian ini, kepala sekolah, dan guru-guru yang bersedia meluangkan jam mengajarnya.

  Terima kasih atas segala bantuan dan juga kerelaan membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

  4. Bapak Ibuku yang selalu mendoakan kelulusanku. Trimakasih atas doanya, nasehatnya dan yang tidak kalah penting adalah kucuran dananya, hehehe...

  5. Bayu my brother, atas bantuannya mengetik beberapa halaman.

  Setidaknya bisa ngetik 10 jari ada gunanya kan....

  6. Mas Brian the big brother, yang selalu memotivasi tanpa kenal lelah (kapan tesisnya selesai?).

  7. Teman-temanku. Joe yang bantuin cari sekolahan (fiuh..., it’s the hardest part, thanks bro ), Tanti, yang banyak memberi masukan (baik dalam bentuk ilmu maupun logistik, sampaikan trimakasih buat mamahmu ya, suguhanya enak, hehe.. ), dan Lisna yang menjadi motivasi (lulusnya cepet ), serta semua teman-teman angkatan ’02 (Pandji, Ohaq, Obet, Vincen, Ciryl, Dedi, dan semua yang belum disebut), tnx yaa... yang sudah lulus moga cepet dapet kerja, yang belum moga cepet lulus...

  

8. To my best part of me, Aril Halida. Kau membuat hidupku lebih bermakna

dengan rasa sayangmu, cintamu, perhatianmu, nasehatmu, dorongamu, motivasimu, sampai ancamanmu, pokoknya u complete me deh...

  9. Keluarga Aril. Mamah, papah, mas Neo, serta sepupu-sepupu dan keponakan-keponakannya atas penerimaan yang tulus yang telah menganggapku sebagai bagian dari keluarga, trimakasih banyak. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu

dengan terbuka, saya menerima saran dan kritik demi perbaikan dan

kesempurnaan karya ini. Besar harapan saya agar skripsi ini dapat bermanfaat

bagi semua pihak yang berkepentingan.

  Penulis Rio Hartomo

DAFTAR ISI

  Halaman

HALAMAN JUDUL

  i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………….. ii HALAMAN PENGESAHAN………………………………………… iii HALAMAN MOTO …………………………………………………. iv HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………… v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………… vi ABSTRAK……………………………………………………………. vii

ABSRACT…………………………………………………………….. viii

KATA PENGANTAR………………………………………………... ix

DAFTAR ISI …………………………………………………………. xi

DAFTAR TABEL…………………………………………………….. xiv

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………….. xv

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………… 1 A. Latar Belakang………………………………………………

  7 BAB II DASAR TEORI………………………………………………. 9 A. Sikap ……………………………………………………….

  9

  1. Pengertian Sikap……………………………………

  9

  2. Struktur Sikap………………………………………

  7 D. Manfaat Penelitian…………………………………………..

  3. Pembentukan Sikap…………………………………

  15 4. Fungsi Sikap………………………………………..

  18 B. Tata Krama Jawa ………………………………………….

  20 1. Pengertian Tata Krama Jawa……………………….

  20

  2. Tata Krama Jawa Dalam Menghormati Orang Tua…………………………………………... 22

  7 C. Tujuan Penelitian..…………………………………………..

  1 B. Rumusan Masalah …………………………………………..

  12

  C. Sikap Terhadap Tata Krama Jawa

Dalam Menghormati Orang Tua..........................................

  25 D. Remaja……………………………………………………. 27 1. Perkembangan Sosial Remaja……………………..

  29 E. Pengertian Kota dan Desa ...................................................

  30

1. Pengertian Kota.......................................................

  30

2. Pengertian Desa.......................................................

  32 F. Perbedaan Remaja Desa dan Remaja Kota.........................

  36

1. Karakter Remaja Desa............................................

  36

2. Karakter Remaja Kota............................................

  37 G. Perbedaan Sikap Remaja Kota Dan Remaja Desa Terhadap Tata Krama Jawa

dalam Menghormati Orang Tua............................................

  40 H. Hipotesa Penelitian...............................................................

  41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................... 42 A. Jenis Penelitian.....................................................................

  42 B. Identifikasi Variabel.............................................................

  42 C. Definisi Operasional.............................................................

  42

  1. Remaja...................................................................... 42

  2. Sikap Terhadap Tata Krama Jawa Dalam Menghormati Orang Tua...............................

  44 D. Subyek Penelitian ................................................................

  46 E. Prosedur penelitian................................................................

  47 F. Metode dan Pengumpulan Data……………………………

  47 1. Metode Penyusunan Skala………………………....

  48 G. Validitas dan Realibilitas Alat Ukur.....................................

  49

  1. Validitas.................................................................... 49 2. Uji Kesahihan Aitem................................................

  50

  3. Realibilitas................................................................ 51 H. Analisis Data........................................................................

  52

  BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................... 53 A. Pelaksanaan Penelitian.........................................................

  53 B. Hasil Penelitian....................................................................

  54 1. Uji validitas..............................................................

  54 2. daya diskriminasi aitem...........................................

  54 3. Uji Reliabilitas.........................................................

  55 4. Uji asumsi analisis data...........................................

  56 5. uji Hipotesisi penelitian...........................................

  57 6. Kategori Skor Penelitian.........................................

  59 C. Pembahasan........................................................................ 60

  BAB V PENUTUP 65 A. Kesimpulan................................................................. 65 B. Saran........................................................................... 65 DAFTAR PUSTAKA............................................................... 67 LAMPIRAN.............................................................................. 70

  

DAFTAR TABEL

TABEL

  

1. Spesifikasi sikap terhadap Tata Krama Jawa.............................. 48

  2. Pemberian Skor Terhadap Skala Sikap Terhadap Tata Krama Jawa........................................................

  48

  3. Distribusi Usia Kelompok Remaja Desa dan Remaja Kota........................................................................

  53

  4. Proporsi Sebaran Aitem Yang Gugur Setelah Uji Coba..........................................................................................

  55 5. Ringkasan Uji-t (hipotesis)........................................................

  58 6. Ringkasan Uji-t (kategorisasi)...................................................

  59

  DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A

  1. Data Penelitian Kelompok Remaja Desa dan Kelompok Remaja Kota LAMPIRAN B

  1. Uji Reliabilitas Alpha Skala Penelitian

  2. Uji Reliabilitas Alpha Aitem Sahih LAMPIRAN C

  1. Data Penelitian Sahih Kelompok Remaja Desa dan Kelompok Remaja Kota LAMPIRAN D

  1. Analisa Statistik: Perbedaan Sikap Terhadap Tata Krama Jawa Dalam Menghormati Orang Tua Pada Remaja Desa dan Remaja Kota

  LAMPIRAN E

  1. Skala Penelitian

  2. Surat Ijin Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ciri masyarakat Indonesia saat ini adalah sebagai masyarakat transisi

  

yang sedang beranjak dari keadaanya yang tradisional menuju kepada kondisi

yang lebih modern (Sarwono, 1989). Masyarakat Indonesia dihadapkan pada

budaya asing yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai dalam

budaya tradisional yang telah lama menjadi pedoman dalam berperilaku.

  

Budaya Jawa sebagai bagian dari budaya tradisonal Indonesia juga mengalami

hal yang sama. Seiring dengan laju perkembangan informasi dan komunikasi

yang begitu pesat, nilai-nilai tata krama, terutama bagi generasi muda sudah

semakin menipis. Perkembangan tersebut berpengaruh pada memudarnya aturan-aturan tata krama Jawa.

  Orang Jawa yang hidup di masa kini mulai meninggalkan beberapa aturan dalam tata krama. Pada intinya, sudah ada pergeseran pandangan

terhadap nilai-nilai budaya Jawa. Misalnya saja masalah penggunaan bahasa,

dimana anak muda yang berkomunikasi dalam bahasa Jawa krama halus

kepada orang tuanya sudah jarang ditemui. Banyak pasangan-pasangan muda

Jawa yang justru hanya menggunakan bahasa Indonesia tanpa mengenalkan atau membiasakan bahasa Jawa krama halus kepada anaknya, karena

menganggap bahasa Jawa tidak penting lagi atau bisa juga disebabkan karena

tuntutan masyarakat modern yang ingin serba praktis dan cepat sehingga

  

bahasa krama halus sejak dini sangat penting karena komunikasi orang Jawa

dalam pergaulan sangat memperhatikan unggah-ungguhing basa. Kepribadian

seseorang bisa dicitrakan dalam bentuk kemampuan berbahasa, penggunaan

yang tepat akan mendatangkan sikap hormat dan pilihan kata yang benar

menyebabkan urusan menjadi lancar (Purwadi, 2005).

  Tata krama adalah aturan yang diajarkan secara turun-temurun yang

berguna dalam bergaul dengan orang lain. Tata krama Jawa mencakup aturan-

aturan dalam bersikap dan bergaul terhadap orang yang lebih tua atau muda,

makan, duduk, berpakaian dan bertuturkata. Tata krama ini menentukan

bagaimana seseorang harus bersikap terhadap orang lain, yang tujuannya

adalah untuk menjaga keselarasan dalam hidup bermasyarakat.

  Tata krama yang merupakan bagian dari budaya Jawa pada dasarnya

diajarkan secara turun-temurun. Seseorang yang memiliki garis keturunan Jawa

cenderung mempelajari budaya Jawa dari orang tua dan lingkungannya.

Misalnya saja anak akan melihat, mengamati, dan mungkin mengaplikasikan

bagaimana orang tua bertutur kata ataupun bersikap terhadap orang lain. Orang

tua dapat mengajarkan bagaimana anak seharusnya berperilaku dilingkungan

sosialnya. Tidak jarang pula orang tua yang masih kental dengan didikan Jawa

cenderung akan memberikan suatu bentuk hukuman bilamana anak dianggap

telah bersikap tidak sopan terhadap orang tua. Hal ini dilakukan karena

menganggap perilaku anak tersebut dapat berpengaruh terhadap nama baik

keluarga dihadapan orang lain bilamana anak berperilaku serupa. Sanksi

  

terhadap pelanggaran tata krama juga berlaku ditingkat masyarakat, misalnya

saja menjadi bahan pergunjingan atau sindiran dari orang sekitarnya.

  Melihat realita ini, dapat dikatakan bahwa orang Jawa sebenarnya sangat

menjunjung tinggi nilai tata krama kepada orang lain. Sikap tersebut umumnya

ditujukan terhadap orang yang lebih tua atau dituakan karena orang Jawa

sangat mementingkan adanya kerukunan dan keselarasan dalam hidup

bermasyarakat. Di dalam tata krama itu pula terdapat suatu pedoman

bagaimana cara seseorang menghargai keberadaan orang lain.

  Tata krama bagi orang Jawa sangat penting artinya, karena tata krama

dapat mencerminkan peradaban suatu bangsa. Orang Jawa pada umumnya

beranggapan bahwa penampilan lahir pencerminan dari batin. Penampilan lahir

yang dimaksud antara lain adalah tata krama. Seseorang yang dapat bertata

krama dengan baik akan mendapat sanjungan, begitu sebaliknya, akan

dipandang rendah oleh orang lain. Jadi tata krama bagi orang Jawa merupakan

pedoman hidup dalam pergaulan bermasyarakat dan berbangsa, yang sudah

berlaku secara turun-temurun (Taryati dalam Ariani, dkk., 2002). Individu

yang bisa memahami tata krama dengan baik, dia akan dapat membedakan hal-

hal yang baik dan buruk dalam menghadapi budaya asing. Akan tetapi bagi

mereka yang tidak memahami tata krama dengan baik, akan sangat rentan bagi

mereka dalam menerima begitu saja budaya asing tanpa memilah baik

buruknya. Jadi, tata krama dapat berfungsi sebagai pedoman untuk memilah-

milah baik buruknya budaya asing yang masuk.

  Terdapat kenyataan dimana terjadi kecenderungan pada masyarakat saat

ini terutama yang tinggal di kota besar untuk tidak terlalu mempedulikan

adanya tata krama atau bahkan sanksi sosial yang mungkin mereka terima.

Pengaruh budaya luar yang semakin gencar diera globalisasi ini membuat

semakin banyak aturan-aturan yang sebenarnya baik menjadi bergeser makna

dan penghayatannya, termasuk juga nilai tata krama dalam budaya Jawa.

  Masyarakat Jawa terutama remaja memegang peranan penting sebagai

penerus tradisi dan budaya. Budaya modern yang masuk membawa pengaruh

yang baik dan buruk bagi remaja. Pengaruh yang buruk akan menjauhkan

remaja dari kesadaran akan adanya pandangan-pandangan budaya asli Jawa.

  

Masyarakat kota terdiri dari berbagai individu dengan latar belakang budaya

yang berbeda dan hal ini sekiranya yang membuat remaja Jawa di kota lebih

terbuka terhadap hal-hal baru, dan tidak terikat terhadap nilai-nilai yang dianut

orang tua. Ariani, dkk. (2002) dalam penelitiannya mengatakan, di lingkungan

keluarga ada beberapa tata krama yang mulai bergeser terutama tata krama

yang berkaitan dengan berbicara, tata cara mengeluarkan pendapat, dan tata

cara bertegur sapa. Dikalangan generasi muda dewasa ini sudah tidak lagi

digunakan bahasa Jawa krama halus dalam percakapan sehari-hari terhadap

orang tua. Adanya pergeseran kedudukan seperti itu mengakibatkan unggah-

, tata krama, etika anak muda kepada orang tua tidak terlihat. Remaja ungguh

Jawa terlihat mulai meninggalkan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya

Jawa yang menjadi pedoman untuk mengatur perilaku mereka. Hal ini

  

kepada orang lain sehingga seringkali menimbulkan benturan dengan pihak

orang tua atau lingkungan yang menginginkan pembinaan tata krama yang

ketat.

  Remaja kota mendapat pengaruh budaya asing yang terkadang

berlawanan dengan apa yang mereka dapatkan dari pembina mereka (orang

tua, guru, lingkungan, dan lain-lain). Remaja kota memiliki karakter yang

berbeda dengan remaja desa karena anak-anak muda di kota adalah kelompok

yang memiliki akses paling terbuka ke sumber informasi. Mereka memungut

informasi di mana saja, dari televisi, majalah, radio bahkan sobekan poster di

pinggir jalan (Swastika, 2003). Mereka punya kesempatan untuk

memanfaatkan waktu luang di pusat-pusat perbelanjaan, tempat hiburan dan

ruang-ruang publik yang memungkinkan mereka untuk melakukan interaksi

dan pertukaran informasi (Swastika, 2003). Remaja Jawa yang tidak mampu

mengintegrasikan gencarnya budaya modern yang sedang melanda dengan

eksistensi nilai-nilai budaya Jawa akan segera kehilangan kesadaran akan

adanya filosofi budaya Jawa yang mengandung nilai-nilai kearifan (Wijayanti,

2005). Remaja Jawa tersebut seringkali menimbulkan kesalahpahaman atau

benturan dengan pihak orang tua dalam pergaulan sehari-hari yang pada

akhirnya dapat menimbulkan pertentangan sosial yang mengganggu

ketentraman dan ketertiban masyarakat seperti ugal-ugalan, mabuk-mabukan,

kebut-kebutan, dan sebagainya (Soehardi dalam Ariani, dkk., 2005).

  Lain daerah, tentu lain pula kondisi masyarakat yang terdapat di

  

mereka adat istiadat masih dipegang kuat (Denprita, 2005). Karakteristik

remaja desa di Indonesia adalah terikat pada nilai-nilai orang tua dan

masyarakat sehingga mereka memiliki cara berpikir yang serupa dengan orang

tua dan tergantung pada orang tua (Sugiyanto, 1981). Remaja desa biasanya

hidup dalam lingkungan yang masih mememegang teguh tata krama sehingga

sejak kecil remaja di desa dikenalkan dengan aturan-aturan oleh orang tuanya.

  

Telah disebutkan oleh Swastika (2003) bahwa remaja desa memiliki akses

yang terbatas ke sumber informasi bila dibandingkan dengan remaja kota.

  

Informasi disini dapat diartikan sebagai budaya asing yang dapat

mempengaruhi perilaku remaja di desa. Keterbatasan informasi tersebut

sekiranya adalah yang menimbulkan perbedaan sikap pada remaja desa

terhadap remaja kota dalam hal tata krama Jawa.

  Uraian diatas belum memberikan gambaran yang pasti bagaimana

sebenarnya sikap remaja desa dan kota terhadap tata krama Jawa. Karena di

desa sendiri sudah banyak perubahan seperti yang disebutkan oleh Denprita

(2005) bahwa tingkat aktivitas hedonis remaja desa tergolong tinggi. Mereka

biasanya meniru teman mereka yang terpengaruh media maupun urbanisasi.

Karakter remaja desa yang mulai berubah pun dapat menyebabkan remaja desa

sekarang menjadi lebih terbuka untuk menerima hal-hal baru. Keadaan di kota

sendiri bisa terjadi sebaliknya yaitu tidak selalu jauh dari pembinaan yang baik

mengenai tata krama. Sebagai contoh, daerah Kelurahan Kadipaten Daerah

Istimewa Yogyakarta yang merupakan daerah perkotaan dan letaknya dekat

  

(Taryati, dkk., 1995). Kesimpulannya adalah, penelitian ini menjadi penting

karena belum ada kepastian akan adanya perbedaan sikap antara remaja Jawa

di kota dan di desa terhadap tata krama Jawa.

  Hal inilah yang menimbulkan rasa keingintahuan peneliti untuk

mengetahui apakah ada perbedaan sikap antara remaja desa dengan remaja kota

terhadap nilai tata krama budaya Jawa khususnya dalam menghormati orang

tua. Maksud dari sikap ini adalah bagaimana remaja desa maupun kota

mempersepsikan, memaknai, muatan-muatan emosi/perasaannya serta

kecenderungan untuk berperilaku terkait dengan budaya Jawa, khususnya

masalah tata krama Jawa atau sopan santun dalam menghormati orang tua.

  B. Rumusan Masalah Apakah ada perbedaan sikap antara remaja desa dengan remaja kota terhadap tata krama budaya Jawa dalam menghormati orang tua?

  C. Tujuan Penelitian Mengetahui apakah ada perbedaan sikap antara remaja desa dengan

remaja kota terhadap tata krama budaya Jawa dalam menghormati orang tua.

  D. Manfaat Penelitian

  a. Praktis Sebagai sumber data yang dapat digunakan untuk menindak

  

pelajaran muatan lokal di sekolah atau intervensi lain yang

diperuntukkan bagi remaja dalam meningkatkan apresiasi terhadap

budaya Jawa.

b. Teoretis Menambah khazanah dan wawasan dalam ilmu Psikologi sosial.

BAB II LANDASAN TEORI A. Sikap 1. Pengertian Sikap Sikap merupakan suatu hal yang cukup banyak dibicarakan dalam

  dunia psikologi. Hal ini tampaknya disebabkan oleh sifat dari sikap itu sendiri yang merupakan penghubung antara keadaan psikologis individu dengan orientasi objek dalam dunia individu itu sendiri (Newcomb dalam Jahoda & Warren, 1970). Sikap ialah suatu hal yang menentukan sifat, hakekat, baik perbuatan sekarang maupun yang akan datang (Ahmadi, 1991).

  Menurut Chaplin (2000) sikap merupakan satu predisposisi atau kecenderunan yang relatif stabil dan berlangsung terus-menerus untuk bertingkah laku atau untuk mereaksi dengan satu cara tertentu terhadap pribadi lain, lembaga, atau persoalan tertentu. Sikap juga merupakan kecenderungan untuk mereaksi terhadap orang, institusi atau kejadian, baik secara positif maupun negatif.

  Sikap adalah suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis (Thurstone dalam Walgito, 1991). Afeksi yang positif yaitu afeksi senang, sedangkan afeksi negatif adalah afeksi yang tidak menyenangkan.

  Sikap sendiri melibatkan proses evaluasi, seperti yang diungkapkan

  

tendensi psikologis yang diekspresikan dengan cara mengevaluasi sesuatu

dengan tingkatan seperti rasa suka dan tidak suka. Sikap adalah sesuatu

yang dipelajari dan bersifat relatif dan meliputi tendensi atau predisposisi

untuk mengevaluasi seseorang, peristiwa, atau situasi pada suatu waktu

dan untuk bertindak berdasarkan evaluasi tersebut (Zanden, 1984). Senada

dengan Zanden, Katz dan Stotland (dalam Lindgren, 1969) mereka

mendefinisikan sikap sebagai suatu tendensi individual atau predisposisi

untuk mengevaluasi suatu objek atau simbol dari objek tersebut pada suatu

waktu.

  Newcomb (Jahoda & Warren, 1970) mendefinisikan sikap sebagai

suatu organisasi proses-proses psikologis individu yang diinferensikan dari

perilakunya yang ditujukan pada aspek-aspek diluar dirinya yang ia

peroleh dari aspek-aspek lainnya.

  Gerungan (1988) mengungkapkan bahwa sikap terhadap objek

tertentu dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi

sikap tersebut disertai oleh kecenderungan bertindak sesuai dengan sikap

terhadap objek itu.

  Sikap juga merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang

mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya

perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk

membuat respons atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang

dipilihnya (Walgito, 1991).

  Sikap seseorang terhadap objek adalah perasaan mendukung atau memihak ataupun perasaan tidak mendukung objek tersebut. Sikap adalah

kesatuan komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi

dalam diri individu yang kemudian menjadi kecenderungan dalam

merespon suatu objek yang dalam manifestasinya sikap dapat diungkap

berdasarkan penampilan suka atau tidak suka, maupun pernyataan positif

atau negatif terhadap suatu objek (Sears, 1991).

  Sikap adalah kecenderungan yang dipelajari untuk merespon secara

kognitif, afektif, dan behavioral terhadap objek tertentu dengan cara

tertentu (Huffman, 2000).

  Definisi diatas memberikan gambaran bahwa sikap merupakan

pandangan atau keyakinan yang terbentuk dari pengalaman seseorang

terhadap stimulus tertentu. Pandangan ini kemudian direfleksikan pada

suatu stimulus tertentu yang sama atau hampir sama dengan stimulus yang

pernah dihadapi dalam pengalaman sebelumnya. Hasil dari refleksi ini

adalah pandangan positif atau negatif individu terhadap stimulus tersebut, baik itu dalam ranah perasaan, pemikiran, maupun pada tindakan individu tersebut.

  Bisa saja seseorang yang mengalami pengalaman tidak

menyenangkan terhadap suatu stimulus tetap melakukan atau merespon positif terhadap stimulus tersebut secara konatif, walau sebenarnya secara afektif atau kognisi ia tidak menerima. Hal ini, umpamanya, terjadi ketika Jadi, sikap seseorang merupakan suatu konstruk psikologis yang kompleks. Sikap tidak bisa dipisahkan antara aspek afektif, kognitif, maupun konasi. Sikap juga tidak bisa dipisahkan begitu saja dari pengalaman atau keyakinan seseorang terhadap suatu hal.

2. Struktur Sikap

  Dalam teori skema triadik disebutkan bahwa struktur sikap terdiri

atas tiga komponen yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan

dan berperilaku terhadap suatu objek, yaitu komponen kognitif (kepercayaan atau believe), afektif (perasaan atau feelings) dan konatif (perilaku atau behavior).

  Para psikolog sosial pada umumnya setuju bahwa sikap memiliki tiga

komponen: kognitif, afektif dan behavioral. Komponen kognitif terdiri dari

pemikiran dan kepercayaan, komponen afektif terdiri dari perasaan, dan komponen behavioral terdiri dari kecenderungan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap (Huffman, 2000).

  Menurut Ahmadi (1991) tiap-tiap sikap memiliki 3 aspek: a. Aspek kognitif: yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenal fikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek atau kelompok objek tertentu. b.

  Aspek afektif: berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati antipati dan sebagainya yang ditujukan kepada objek-objek tertentu.

  c. Aspek konatif: berwujud proses tendensi/ kecenderungan untuk berbuat sesuatu objek, misalnya: kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri dan sebagainya. Azwar (2005) menguraikan tiga komponen tersebut sebagai berikut: a. Komponen Kognitif Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Apa yang dipercayai

seseorang itu merupakan stereotipe atau sesuatu yang telah terpolakan

dalam pikirannya. Kepercayaan datang dari apa yang telah individu lihat

atau apa yang telah individu ketahui. Berdasarkan apa yang telah dilihat

tersebut kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau

karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk,

maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang

dapat diharapkan dari objek tertentu.

  Kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak selalu akurat. Kadang kepercayaan itu terbentuk justru dikarenakan kurang atau tiadanya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi.

  b. Komponen Afektif Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Pada umumnya, reaksi emosional yang merupakan komponen afektif ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar dan berlaku bagi objek termaksud.

  c. Komponen Konatif Komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri sesorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.

  Berdasarkan uraian tentang struktur sikap diatas, dalam penelitian ini peneliti bermaksud untuk memfokuskan pada ketiga komponen sikap itu sendiri, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan juga komponen konatif individu terhadap objek sikap. Hal ini dikarenakan ketiga komponen tersebut sangat tepat dalam menggambarkan sikap individu (responden) terhadap objek yang diteliti.

3. Pembentukan Sikap

  Setiap orang dalam kehidupannya pasti terlibat dalam interaksi sosial dan dari interaksi inilah sikap terbentuk. Dalam interaksi tersebut, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya (Azwar, 2005). Dari proses interaksi ini muncullah faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap.

  Ahmadi (1991) mengungkapkan bahwa faktor-faktor pembentukan sikap terdiri dari: a. Lingkungan yang terdekat dengan kehidupan sehari-hari

  

b. Keluarga yang terdiri dari orang tua dan saudara-saudara di rumah

c.

  Media masa

  d. Kelompok sebaya e.

  Kelompok yang meliputi lembaga sekolah, lembaga keagamaan, organisasi kerja, dan sebagainya.

  Azwar (2005) juga memberikan uraian mengenai faktor-faktor dalam proses pembentukan sikap manusia. Faktor-faktor tersebut adalah: a. Pengalaman Pribadi Untuk menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih b.

  Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat kita, seorang yang tidak ingin kita kecewakan, atau seorang yang berarti khusus bagi kita (significant others), akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Di antara orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri atau suami, dan lain-lain.

  c. Pengaruh Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan heteroseksual, sangat mungkin kita akan mempunyai sikap yang

mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan heteroseksual.

  Tanpa kita sadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang menjadi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya. d.

  Media Massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dll. Mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang.

  Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

  e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan,diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

  f. Pengaruh Faktor Emosional Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi berfungsi mekanisme pertahanan ego. Sikap yang demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.