Analisis Yuridis Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris Berdasarkan Hukum Adat Angkola Di Kabupaten Tapanuli Selatan

ABSTRAK
Dalam beberapa masyarakat ada kecendrungan untuk menyelesaikan sengketa melalui
peradilan, namun adapula masyarakat yang lebih suka menyelesaikan sengketa melalui forum-forum lain
diluar pengadilan. Alasan-alasan kebudayaan menyebabkan beberapa masyarakat cenderung
mengenyampingkan pengadilan sebagai tempat penyelesaian sengketa yang timbul diantara
mereka.Permasalahan yang dibahas dalam tesis ini yaitu begaimana pelaksanaan pembagian waris secara
adat pada masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan. Bagaimana peran lembaga adat jika
terjadi sengketa dalam pembagian waris pada masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan. Serta
bagaimana kekuatan hukum dari hasil penyelesaian sengketa waris menurut lembaga penyelesaian
sengketa waris adat pada masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanulu Selatan.
Adapun jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif/doktrinal dan yuridis empiris yang didukung studi lapangan dengan model penelitian yang
mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai keputusan hakim in concreto menurut doktrin realisme.
Pelaksanaan hukum waris pada masyarakat Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan pada
awalnya menggunakan hukum waris secara adat, yakni hanya anak laki-laki yang mewarisi, akan tetapi
anak perempuan mendapat harta hibah yang biasanya dikenal dengan pemebrian kasih sayang (Holong
Ate) yakni pemberian benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Namun setelah adanya pengaruh
Islam yang masuk ke Tapanuli Selatan, hukum waris adat Angkola mengalami perubahan khususnya
bagi masyarakat Angkola yang beragama Islam. Masyarakat Angkola yang beragama Islam tunduk pada
hukum waris Islam, yakni menggunakan pembagian 2:1 untuk anak laki-laki dan perempuan. Sedangkan
untuk masyarakat non Muslim masih tunduk pada hukum waris adatnya. Lembaga adat yang terdapat di

Tapanuli Selatan pada dasarnya memiliki tugas untuk berbagai kegiatan yakni pernikahan, kelahiran dan
kematian. Lembaga ini dikenal dengan nama Dalihan Na Tolu, yang dibentuk berdasarkan peranan adat
istiadat. Dalihan Na Tolu berfungsi menentukan kedudukan, hak, dan kewajiban masyarakat adat
Angkola. Kekuatan hukum dari hasil penyelesaian yang dilakukan secara adat hanya berlaku jika kedua
belah pihak menyetujui hasil dari sidang adat tersebut. Atas tanggung jawab dari pemimpin sidang adat
yakni Hatobangon dan Harajaon sebagai pemimpin sidang adat didampingi Dalihan Na Tolu sebagai
mediatornya. Jika hasil dari musyawarah itu disetujui harta warisan akan jatuh ketangan yang
bersangkutan dengan perjanjian yang telah disepakati. Jika kedua belah pihak tidak menyetujui maka
akan berlanjut ke pengadilan. Pelaksanaan hukum waris secara adat dipandang tidaklah sesuai dengan
ajaran Islam. Mengingat 90% masyarakat Angkola beragama Islam. Pelaksanaan hukum waris secara
adat akan memecah persaudaraan dikarenakan salah satu pihak tidak menyetujui dengan alasan keadilan.
Hendaknya masyarakat Angkola Muslim menggunakan hukum waris Islam, karena sudah ditentukan
besarnya masing-masing dan merupakan ketentuan dari Allah SWT. Peran lembaga adat hendaknya
tidak menyelesaikan permasalahan adat saja, tetapi harus lebih dari itu yakni menjaga persaudaraan agar
tidak terjadi perpecahan.

Kata Kunci : Penyelesaian Sengketa Waris Berdasarkan Hukum Adat Angkola Di
Kabupaten Tapanuli Selatan.

6

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
In some communities there is a tendency to settle disputes through litigation,
but some of them like to non-litigation, through the other forums outside of court.
Cultural reasons cause them to put court aside as the place to settle a dispute among
them. The research problems were how the implementation of inheritance distribution
customarily in Angkola community in Tapanuli Selatan Regency, how about the role
of adat council if there was a dispute in distributing inheritance in Angkola
community, Tapanuli Selatan Regency, and how about legal force of dispute
settlement in inheritance according to the Adat Arbitration Council in Angkola
community in Tapanuli Selatan Regency.
The research used judicial normative/doctrinal method and judicial empirical
method supported by field study by studying law which was conceived as a judge’s
verdict in concerto according to realism doctrine.
The implementation of inheritance law in Angkola community, Tapanuli
Selatan Regency originally used inheritance law by adat which states only a boy who
has the right on inheritance from his parents while a girl does not. She is usually get
the property as a gift (Holong Ate), the giving of moveable and immoveable property.
However, after the coming of Islam to South Tapanuli the inheritance law changed,

especially in those who became Moslems. The Angkola Moslems are subject to the
Islamic Inheritance Law: 2 portion for a boy and 1 portion for a girl. Meanwhile, the
Non-Moslems are subject to the adat inheritance law. The adat Council in South
Tapanuli basically has the liability for various activities such as marriage, birth, and
death. This council is known as Dalihan Na Tolu, established according to the role of
custom. Dalihan Na Tolu is functioned to determine position, right, and obligation of
Angkola community. The legal force of the settlement is done by adat which is in
effect when both parties agree on the decision as the chairperson of the adat meeting,
Hatobangan Na Tolu and Harajson, accompanied by Dalihan Na Tolu as the
mediator. The result of the meeting is agreed that the inheritance will be distributed
to the agreed heir. If both parties do not approved, the case will be brought to the
court. The implementation of inheritance of adat law is considered as not in
accordance with the Islamic doctrine since 90% of the Angkola community are
Moslems. The implementation of inheritance adat law will break the kinship because
one of the parties does not agree for the sense of justice. It is recommended that
Angkola community who are Moslems usethe Islamic inheritance law because it has
been determined by Allah the Almighty. The role of the Adat council should not settle
the adat problem per se, but also maintain the brotherhood among them so that there
will be no conflict.
Keywords: Settling Dispute in Inheritance, based on Angkola Adat Law in

Tapanuli Selatan Regency.

7
Universitas Sumatera Utara