Tanggung Jawab Suami Terhadap Nafkah Istri dan Anak Pasca Keputusan Perceraian Bagi Warga Negara Indonesia yang Beragama Nonmuslim (Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 182 PDT.G 2014 PN.MDN) Chapter III V

59

BAB III
UPAYA HUKUM BAGI ANAK DAN ISTRI TERHADAP NAFKAH YANG
TIDAK DIBERIKAN SUAMI PASCA PERCERAIAN BAGI WARGA
NEGARA INDONESIA YANG NON MUSLIM
A. Hak Anak Dan Perempuan Di Indonesia
Hak, kewajiban dan subjek hukum merupakan satu kesatuan yang utuh.
Artinya, jika tidak ada subjek hukum maka hak dan kewajiban juga tidak ada begitu
juga sebaliknya jika hak dan kewajiban tidak ada maka subjek hukm juga tidak ada.
Hal itu disebabkan karena karena subjek hukum berarti pembawa hak, yaitu sesuatu
yang mempunyai hak dan kewajiban.121 Salah satu subjek hukum ialah manusia
(natuurlijke persoon).122 Manusia secara kodrati terdiri atas 2 (dua) jenis kelamin,
yakni laki-laki dan perempuan. Hal tersebut merupakan konteks manusia jika
dipandang sebagai makhluk dewasa akan tetapi jika dipandang dari posisi manusia
belum dewasa maka ia disebut anak.123
Indonesia secara khusus dan seluruh dunia secara umum sering terjadi
ketidakadilan terhadap perempuan dan anak. Perempuan dihadapkan dengan
permasalahan gender yang selalu merintanginya dalam kehidupan. Kesetaraan dan
keadilan gender menjadi permasalahan yang cukup pelik karena ketika gender tidak
setara maka kesamaan peluang dan kesempatan dalam bidang politik, sosial dan

121

C.S.T. Kansil, Op.Cit, hal. 117
Subjek hukum lainnya ialah badan hukum (rechtspersoon). Ibid. Badan hukum adalah
badan atau organisasi yang oleh hukum diperlakukan sebagai orang. Fienso Suharsono, Kamus Hukum,
(Jonggol: Vandetta Publishing, 2010), hal. 7
123
Anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan
keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi Dalam
Pembaruan Sistem Peradilan Pidan Anak Di Indonesia, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011), hal. 1
122

59

Universitas Sumatera Utara

60

ekonomi antara laki-laki dan perempuan serta gender yang tidak berkeadilan akan
membawa kearah suatu perlakuan yang tidak sesuai antara perempuan dengan lakilaki yang sesuai dengan hak dan kewajiban.

Kepekaan terhadap kesetaraan dan keadilan gender akan bermanfaat bagi :124
1.

2.

3.

4.

Diri sendiri
a. Menumbuhkan kesadaran akan kemampuan hak-hak yang sama antara lakilaki dan perempuan,
b. Menumbuhkan keyakinan dan keberanian untuk memperjuangkan keadilan,
c. Menumbuhkan kemandirian dan kebebasan untuk menentukan pilihan sendiri.
Keluarga
a. Menumbuhkan kesadaran dan perilaku kebersamaan untuk saling menghargai
hak dan kewajiban antar individu dalam keluarga,
b. Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya saling menghargai peran setiap
individu.
Masyarakat
a. Menumbuhkan kesadaran bahwa pembangunan dapat tercapai bila

dilaksanakan secara bersama-sama dalam merencanakan, melaksanakan,
memanfaatkan, menikmati dan memeliharanya secara berkelanjutan,
b. Menumbuhkan kesadan akan pentingnya sikap saling menghargai dan
menghormati hak-hak perorangan atau kelompok.
Negara
a. Mempermudah penyusunan dalam menetapkan kebijakan nasional,
b. Mempermudah proses terjadinya pembangunan dari, oleh dan untuk rakyat.
Anak yang merupakan generasi penerus bangsa yang memiliki peran penting

dalam pembangunan nasional125 juga menghadapi masalah yakni korban perdagangan
orang dan kekerasan. Perdagangan orang (trafficking) yang melibatkan anak sebagai
korban disebabkan beberapa faktor antara lain : kemiskinan, terbatasnya kesempatan
kerja, konflik sosial, lemahnya penegakan hukum, rendahnya pendidikan dan
124
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dan Perempuan, (Bandung: Refika
Aditama, 2014), hal. 80-81
125
Penjelasan Pada Bagian Umum Alinea Pertama Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang No. 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak


Universitas Sumatera Utara

61

kesehatan, kekerasan dalam rumah tangga dan desakan ekonomi.126 Faktor-faktor
penyebab tersebut pada hakikatnya saling berkaitan satu sama lain dimana keterkaitan
tergambar sebagai berikut :
Seorang anak menjadi korban perdagangan orang disebabkan desakan
ekonomi kedua orang tuanya yang mana orang tuanya tidak memiliki pekerjaan tetap
sehingga penghasilan pn menjadi tidak jelas. Akibatnya kemiskinan melanda
keluarga tersebut. Kemiskinan akan menyebabkan rendahnya pendidikan dan
kesehatan karena kedua orang tua tidak mampu menyekolahkannya dan jika sakit
parah belum tentu anak tersebut bisa diobati dengan pelayanan kesehatan yang
maksimal. Pada akhirnya anak tersebut akan dijual kedua orang tuanya untuk
menutup kondisi demikian ditambah kemiskinan juga akan menghasilkan konflik
sosial antara manusia dalam masyarakat dengan demikian penegakan hukum oleh
para penegak hukum yang belum maksimal menghasilkan perdagangan orang dimana
anak sebagai korban akan tetap tinggi.
Anak sebagai korban kekerasan yang sering kali terjadi meliputi pengabaian,
pemerkosaan dan pembunuhan pada anak.127 Hal ini jika anak sebagai korban

pemerkosaan atau pengabaian dan pembunuhan jika tidak dilakukan pembinaan maka
anak tersebut akan menjadi pelaku tindak pidana namun jika korban pembunuhan
benar-benar dalam kondisi kehilangan jawa atau tidak selamat maka menutup

126
127

Maidin Gultom, Op.Cit. hal. 85
Ibid, hal. 83

Universitas Sumatera Utara

62

kemungkinan menjadi pelaku tindak pidana karena ia telah tidak lagi menjadi subjek
hukum atau mati.128
Selanjutnya, cara negara Indonesia menjamin anak dan perempuan yang
sering dilakukan secara tidak baik. Cara negara Indonesia menjamin anak dan
perempuan dengan menjamin dan melindungi haknya didalam undang-undang.
Secara umum pengaturan terhadap penjaminan akan perempuan dan anak

diatur didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.129
Pasal-pasal yang mengatur perlindungan hak-hak atas perempuan dan anak di
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tercantum dalam bab
Hak Asasi Manusia, yaitu :

128
Perkembangan pada anak banyak terjadi seputaran keterampilan bahasa dan motorik serta
perilaku. Perilaku dalam perkembangannya dapat dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu : a. Faktor
internal yang berupa gender, temperamen dan proses regulasi sendiri, b. Faktor Ssosialisasi yang
terjadi dalam interaksi dan relasinya dengan keluarga maupun teman sebaya, c. Faktor eksternal yang
berupa status soaial ekonomi dan struktur keluarga. Dengan adanya anak sebagai korban tindak pidana
maka perkembangan anak akan disebabkan faktor sosialisasi sehingga tidak menutup kemungkinan
anak kelak dewasa menjadi pelaku tindak pidana. Sri Lestari, Psikologi Keluarga : Penanaman Nilai
Dan Penanganan Konflik Dalam Keluarga, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hal. 106107. Ada 3 (tiga) faktor yang membawa pengaruh sehingga anak melakukan tindakan kriminal, yaitu :
pertama, ialah pengaruh awal, seperti latang belakang dan keturunan, kedua ialah masa kini, dimana ia
tinggal, apakah ia memiliki pekerjaan dan adakah krisis dalam hidupnya dan ketiga ialah keadaan
sesaat sebelum melakukan tindakan kriminal, apa yang dirasakan, apa yang ia pikirkan, apakah
tindakannya berisiko, seberapa mudahnya meakukan tindak kriminal itu. Edy Ikhsan, Elisabeth Juniarti
et.al, Diversi Dan Keadilan Restoratif: Kesiapan Aparat Penegak Hukum Dan Masyarakat Studi di 6
Kota Di Indonesia, (Medan: Pusaka Indonesia, 2014), hal. 18

129
Naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan
pada tanggal 18 agustus dan diberlakukan kembali dengan dekrit Presiden pada tanggal 5 juli 1959
serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat, kemudian
selanjutnya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan amandemen
sebayak 4 (empat) kali, yakni tahun 1999, tahun 2000, tahun 2001 dan tahun 2002. Pada akhirnya
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil amandemen dalam 1 (satu)
naskah (risalah rapat paripurna ke-5 sidang tahunan MPR tahun 2002 sebagai naskah perbantuan dan
kompilasi tanpa ada opini). Majelis Pemusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Bahan Tayangan
Materi Sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (Jakarta:
Sekretariat Jenderal MPR RI, 2010), hal. 3

Universitas Sumatera Utara

63

1.

Pasal 28 A, berbunyi :
”Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan

kehidupannya”.

2.

Pasal 28 B, berbunyi :
”(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah.
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

3.

Pasal 28C, berbunyi :
”(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan
negaranya”.


4.

Pasal 24 D, berbunyi :
”(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”.

5.

Pasal 28 E, berbunyi :
”(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya serta berhak kembali.


Universitas Sumatera Utara

64

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat”.
6.

Pasal 28 F, berbunyi :
”Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

7.

Pasal 28 G, berbunyi :
”(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,

martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari negara lain”.

8.

Pasal 28 H, berbunyi :
”(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan
dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun”.

9.

Pasal 29 I, berbunyi :
”(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk idak dituntut atas dasar hukum

Universitas Sumatera Utara

65

(2)

(3)
(4)
(5)

yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apa pun.
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan
yang bersifat diskriminatif itu.
Identitas budaya dan berhak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.
Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawan negara terutama pemerintah.
Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip
negara hukum yang demokratis maka pelaksanaan hak asasi manusia
dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan”.

10. Pasal 28 J, berbunyi :
”(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud sematamata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum
dalam suatu masyarakat demokratis.”
10 (sepuluh) pasal yang menagtur persoalan hak atau hak asasi manusia di
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Diantara
pasal-pasal di atas semuanya bersifat umum, artinya berlaku untuk semua warga
negara Indonesia tanpa membedakan jenis kelamin. Dengan demikian, perempuan
dan laki-laki sama kedudukan hak asasi manusianya. Didalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya 1 (satu) buah pasal yang menyebut
secara implisit tentang anak yakni Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Hak asasi manusia yang merupakan bagian dari hak anak dan perempuan
merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia

Universitas Sumatera Utara

66

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.130
Penjabaran hak asasi manusia diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang No. 39
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dimana konsep undang-undang tersebut
tidak boleh bertentangan dengan Pancasila yang merupakan nilai dasar (based values)
sebagai landasan acuan untuk mencapai atau memperjuangkan sesuatu dan nilai
tujuan (goal values) untuk sesuatu yang harus dan layak untuk diperjuangkan atau
diwujudkan, dalam hal ini berada pada konteks hak asasi manusia.131 Sifat undangundang hak asasi manusia tersebut juga bersifat umum hanya saja penjabarannya
lebih luas termasuk mencakup mengenai pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia.
Konsep perlindungan hak anak lebih terperinci dalam Undang-Undang No. 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dimana rincian perlindungan anak terdapat
dalam pasal-pasal dalam undang-undang tersebut, sebagai berikut :
1.

Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak mengatur sekitar tentang anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali,
atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak
mendapat perlindungan dari perlakuan: diskriminasi; eksploitasi, baik ekonomi
maupun seksual;

penelantaran; kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;

perlakuan salah lainnya.
130

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, To Promote : Membaca
Perkembangan Hak Asasi Manusia Di Indonesia, (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2012), hal. 15
131

Universitas Sumatera Utara

67

2.

Pasal 15 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
mengatur tentang anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :
penyalahgunaan dalam kegiatan politik; pelibatan dalam sengketa bersenjata;
pelibatan dalam kerusuhan sosial; pelibatan dalam peristiwa yang mengandung
unsur kekerasan; dan pelibatan dalam peperangan.

3.

Pasal 16 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
mengatur tentang anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : anak
berhak

memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau

penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi; anak berhak untuk memperoleh
kebebasan sesuai dengan hukum.
4.

Pasal 17 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
mengatur tentang setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari
orang dewasa; memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif
dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan membela diri dan
memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak
dalam sidang tertutup untuk umum serta Setiap anak yang menjadi korban atau
pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak
dirahasiakan.

5.

Pasal 18 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
mengatur tentang setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana
berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

68

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak mengalami
perubahan untuk pertama sekali dengan keluarnya Undang-Undang No. 35 Tahun
2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak. Perubahan undang-undang tersebut menambah semakin luas
pengaturan hak-hak anak yang harus dilindung uang diatur dalam Pasal 59 mengatur
perlindungan khusus bagi anak yang meliputi : anak dalam situasi darurat; anak yang
berhadapan dengan hukum; anak dari kelompok minoritas dan terisolasi; anak yang
dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual; anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; anak yang
menjadi korban pornografi; anak dengan HIV/AIDS; anak korban penculikan,
penjualan, dan/atau perdagangan; anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis; anak
korban kejahatan seksual; anak korban jaringan terorisme; anak Penyandang
Disabilitas; anak korban perlakuan salah dan penelantaran; anak dengan perilaku
sosial menyimpang; dan anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait
dengan kondisi Orang Tuanya.
Memasuki tahun 2016, Indonesia mengalami berbagai macam jenis kejadian
salah satunya ialah kejahatan terhadap anak yang terus meningkat mulai dari
pembunuhan, pemerkosaan, prostitusi dan lain sebagainya. Hal tersebut mendorong
pemerintah untuk melakukan perubahan yang kedua terhadap Undang-Undang No.
23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yakni Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Perubahan kedua ini hanya sekitar

Universitas Sumatera Utara

69

penambahan atau pemberatan hukum kepada pelaku tindak pidana terhadap anak
(manusia yang telah dewasa) serta pemasukan hukuman baru, yakni kebiri kimia.132
Perempuan juga termasuk subjek hukum yang telah diakomodasi haknya
secara khusus dalam peraturan perundang-undangan. Pengakomodasian hak
perempuan tersebut memposisikan perempuan yang sering menjadi seorang korban
tindak pidana.133 Hak-hak perempuan yang diatur terdapat dalam Pasal 5 UndangUndang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
yaitu : kekerasan fisik; kekerasan psikis; kekerasan seksual; atau penelantaran rumah
tangga yang mana penjaminan hak dalam kehidupan rumah tangga tersebut mengacu
pada asas penghormatan hak asasi manusia; keadilan dan kesetaraan gender;
nondiskriminasi; dan perlindungan korban.134
Secara umum korban kekerasan rumah tangga tidak hanya perempuan saja
akan tetapi dapat juga laki-laki atau anak yang diperoleh selama berumah tangga.
Namun, yang paling sering menjadi korban ialah perempuan dan anak. Pelanggaran
terhadap hak perempuan dan anak secara bersamaan dapat juga dilihat saat terjadi
perceraian antara sepasang suami istri dimana mantan suami tidak menunaikan
haknya sebagai seorang ayah yang masih tetap harus menafkahi anaknya sampai

132

Pasal 81 A ayat (3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
133
Tindak pidana adalah perbuatan melanggar hukum yang dapat diancam dengan pidana,
bagi orang yang melanggar peraturan yang berlaku. Martiman Prodjohamidjojo, Memahami DasarDasar Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1997), hal. 16
134
Pasal 3 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga

Universitas Sumatera Utara

70

dewasa/mampu berdiri sendir atau memberikan hak-hak mantan istri sesuai dengan
putusan pengadilan yang berwenang.

B. Upaya Hukum Bagi Anak Dan Istri Pasca Perceraian Apabila Tidak
Mendapat Nafkah Dari Suami Bagi Warga Negara Indonesia Yang Non
Muslim
Perlindungan hukum merupakan sebuah konsep dimana setiap subjek hukum
di Indonesia memperoleh penjaminan hak dan kewajiban atau diatur mengenai
perbuatan hukum (rechtshandeling) serta perbuatan melawan hukum (onrechtmatige
daad).135 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 juga memberikan perlindungan hukum
terhadap hak para pihak yang telah melangsungkan perkawinan. Hal tersebut
tercermin dalam pasal-pasalnya. Misalnya wujud dari sebuah sengketa perkawinan,
yakni perceraian dimana terjadi karena salah satu pihak telah merampas hak pihak
lainnya, yakni seorang suami seharusnya dalam konsep perkawinan hanya boleh
melakukan hubungan seksual dengan istrinya saja akan tetapi ditemukan suami
melakukan hubungan seksual dengan wanita lain atau seorang suami seharusnya
dalam perkawinan mengasihi istrinya dengan penuh kasih sayang tetapi yang terjadi
malah sebaliknya suami sering melakukan pemukulan terhadap istrinya sehingga
menimbulkan luka berat dan lain sebagainya.

135

Perbuatan hukum (rechtshandeling) adalah perbuatan yang dilakukan oleh subjek hukum
yang mempunyai akibat hukum dimana akibat hukumnya dianggap memang dikehendaki oleh si
pelaku sedangkan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) adalah perbuatan yang dilakukan
oleh subjek hukum yang mempunyai akibat hukum dimana dianggap si pelaku tidak sengaja
menghendaki akibat hukum tersebut. Achmad Ali, Menguak Teori hukum (Legal Theory) Dan Teori
Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012), hal. 145-146

Universitas Sumatera Utara

71

Hal tersebut menggambarkan jika keadaan di atas terjadi terus-menerus maka
untuk melindungi para pihak maka boleh dilakukan gugatan perceraian ke pengadilan
yang berwenang untuk melaksanakan proses persidangan. Alasan Perceraian tidak
hanya terbatas pada Pasal 38 Undang-Undang No. Tahun 1974 Tentang Perkawian
akan tetapi dapat dilakukan bila suami tidak memberi nafkah kepada istrinya atau istri
tidak mengatur urusan rumah tangga dengan baik. Artinya, jika suami dan istri
melalaikan kewajibannya tersebut maka dapat mengajukan gugatan kepada
pengadilan.136 Pengajuan gugatan perceraian dengan tidak melaksanakan kewajiban
seperti yang telah dinyatakan sebelumnya tidak terlalu populer dipraktek peradilan
padahal peraturan perundang-undangan membenarkannya. Namun, yang lebih
populer ialah jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban yang tercantum
pada Pasal 34 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan melakukan
pengaduan ke kantor kepolisian. Pengaduan yang dilakukan ke kantor polisi termasuk
kepada delik aduan.137

136

Pasal 34 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, berbunyi :
“(1) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga
sesuai dengan kemampuannya.
(2) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
(3) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada
pengadilan”.
137
Tindak pidana aduan adalah tindak pidana yangdapat dilakukan penuntutan pidana apabila
terlebih dahulu adanya pengaduan oleh yang berhak mengajukan pengaduan, yakni korban atau
wakilnya dalam perkara perdata, atau keluarga tertentu dalam hal-hal tertentu atau orang yang diberi
kuasa khusus untuk pengaduan oleh orang yang berhak. Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana
Memahami Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan (Disertai
Teori-Teori Pengantar Dan Beberapa Komentar), (Yogyakarta: Rangkang Education Yogyakarta &
PUKAP Indonesia, 2012), hal. 32

Universitas Sumatera Utara

72

Perkawinan yang telah mengalami perpisahan akibat perceraian secara khusus
untuk warga negara Indonesia yang non muslim dimana dalam putusan pengadilan
negeri telah ditentukan nafkah yang harus diberikan kepada mantan istri dan nafkah
anak atau dalam putusan pengadilan negeri tersebut tidak ditentukan nafkah kepada
mantan istri dan anak. Terkait kondisi tersebut harus dipahami bahwa dalam
permasalahan perdata hakim memutus sebatas apa yang menjadi permintaan para
pihak tidak boleh melebihi dari permintaan para pihak. Jika para pihak ada
mencantumkan petitum mengenai nafkah mantan istri dan anak maka hakim akan
memutuskan terkait hal tersebut namun jika tidak ada petitum mengenai nafkah maka
hakim tidak akan memutus dengan mencantumkan perihal nafkah. Hal ini senada
dengan Berlian Napitupulu yang menerangkan bahwa untuk hukum acara perdata
hakim hanya memutus berdasarkan tuntutan para pihak, misalnya dalam sebuah
sengketa perceraian jika tidak ada tuntutan nafkah didalam makan hakim tidak akan
menyinggungga karena keadaan tersebut sesuai dengan asas dalam hukum acara
perdata.138
Keadaan di atas sesuai dengan asas hukum acara perdata, yakni hakim pasif.
Hakim bersikap pasif artinya hakim tidak menentukan luas dari pokok sengketa
sehingga peristiwa yang disengketa saja yang harus dibuktikan dan hakim akan
memutus terhadap peristiwa yang disengketakan139 dan asas ultra ne petita yang
membatasi hakim. Artinya hakim hanya boleh mengabulkan sesuai yang dituntut,
138

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan Berlian Napitupulu, dilaksanakan 10
Oktober 2016
139
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hal. 12-13

Universitas Sumatera Utara

73

tidak boleh mengabulkan lebih daripada yang dituntut penggugat dan hanya terikat
pada alat bukti yang sah atau preponderance of evidence.140 Namun, jika tidak ada
tuntutan nafkah didalam sengketa maka mantan suami yang bijak kemungkinan
hanya akan memunuhi kewajibannya sebatas nafkah pada anak sesuai dengan Pasal
41 huruf b Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Posisi terhadap nafkah yang dimaksud disini dimana suami berkedudukan
sebagai tergugat atau penggugat dan istri yang berposisi sebagai penggugat atau
tergugat telah mencantumkan permasalahan nafkah untuk istri dan anak yang mana
sengketa disidang pengadilan negeri karena yang bersengketa ialah warga negara non
muslim dan putusan memuat nafkah mantan istri dan anak. Terkait ilustrasi tersebut
jika suami tidak memenuhi putusan pengadilan negeri terhadap nafkah yang telah
ditetapkan pengadilan negeri maka mantan istri dan anak harus mengambil sebuah
tindakan. Sebelum memasuki hal tersebut terlebih dahulu akan dilihat sebab-sebab
seorang mantan suami tidak melaksanakan putusan yakni berupa pemberian nafkah
kepada mantan istri dan anak. sebab-sebab seorang mantan suami tidak melaksanakan
putusan, yakni berupa pemberian nafkah kepada mantan istri dan anak, yaitu :
1.

Mantan suami tidak merasa wajib melaksanakan putusan terkait nafkah terhadap
mantan istri dan anak141

140

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012) hal. 65
141
Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan Berlian Napitupulu, dilaksanakan 10
Oktober 2016

Universitas Sumatera Utara

74

Seorang mantan suami yang tidak merasa wajib melaksanakan ssebuah putusan
nafkah terhadap mantan istri dan anak disebabkan oleh penghasilan suami lebih
rendah dari mantan istrinya. Tidak jarang sebuah perkawinan diajukan gugatan
perceraian oleh para pihak dikarenakan seorang suami merasa berada dibawah
kekuasaan istri disebabkan penghasilan istri lebih tinggi. Pada akhirnya, keadaan
demikian akan memicu perselisihan terus menerus sehingga salah satu pihak
mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dan berakhir perkawinan dengan
perceraian. Didalam putusan tidak jarang ada permintaan nafkah dan hakim
mengabulkannya dengan memperhatikan kesesuaian gaji si suami dengan nafkah
yang dimintakan istri terhadap dirinya dan anaknya.
Hakim telah memutus berdasarkan kemampuan yang menurut hakim mampu
dipenuhi oleh pihak suami karena pada hakikatnya Undang-undang No. 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan memang mengamanatkan perihal nafkah untuk
mantan istri dan anak sesuai Pasal 41 huruf b dan c.
Akibatnya, mantan suami yang memiliki penghasilan lebih rendah daripada
mantan istri keberatan untuk memberi nafkah berdasarkan hasil putusan karena
mantan suami beranggapan bahwa mantan istri mampu untuk mencukupi
hidupnya juga hidup dari anak yang berada dibawah penguasaan mantan istri
atau ibu anak dari hasil perkawinan mereka.
2.

Adanya motif dendam142

142

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan Berlian Napitupulu, dilaksanakan 10
Oktober 2016

Universitas Sumatera Utara

75

Perceraian yang disebabkan dengan terjadinya perselingkuhan yang dilakukan
seorang istri tidak jarang menyebabkan seorang suami menimbulkan perasaan
benci yang mendalam dimana kebencian tersebut berujung pada dendam. Hasil
dari putusan pengadilan yang menerapkan pemberian nafkah terhadap kepada
mantan istri dan anak tidak dijalankan oleh mantan suami. Perasaan dendam
yang begitu besar yang dilanda oleh suami menyebabkan keengganan untuk
melaksanakan putusan pengadilan negeri. Hal tersebut tidak jarang pula di
dorong oleh pihak keluarga mantan suami yang mendorong agar ia tidak perlu
melaksanakan putusan pengadilan karena mantan istri telah mengkhianati mantan
suami dengan menjalin hubungan asmara dengan pihak lain. Walaupun pada
kenyataan dalam persidangan keadaan perselingkuhan atau perselingkuhan yang
mencakup ruang perzinahan sulit dibuktikan karena penggugat tidak dapat
melakukan pembuktian secara benar keadaan tersebut sehingga yang cenderung
terbukti ialah terjadi percekcokan atau perselisihan dalam rumah tangga yang
pada akhirnya memutus perceraian dan hak asuh anak beserta nafkah yang
dimintakan istri diperoleh oleh istri. Selain karena rasa benci terhadap istri yang
begitu besar disebabkan istri berselingkuh maka ketidakpuasan terhadap putusan
pengadilan juga menyebabkan seorang mantan suami menumpuk rasa dendam
terhadap istrinya sehingga tidak ingin melaksanakan putusan pengadilan negeri.
3.

Kesulitan untuk menemui anak143

143

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan Berlian Napitupulu, dilaksanakan 10
Oktober 2016

Universitas Sumatera Utara

76

Putusan pengadilan negeri dilaksanakan sebagian. Artinya, mantan suami
telah memberikan permintaan nafkah untuk mantan istrinya akan tetapi tidak
memberikan nafkah untuk pendidikan atau pemeliharaaan anaknya. Pengadilan
negeri dalam ruang lingkup keperdataan sangat jarang menentukan permasalahan
teknik terkait cara-cara pemberian nafkah kepada anak. Seringkali teknisnya
ditentukan oleh para pihak yakni mantan istri dengan mantan suami.
Tidak jarang seorang ayah/bapak kesulitan untuk menemui anaknya yang
berada dibawah penguasaan mantan istrinya. Akibatnya, ayah dari anak hasil
perkawinan mereka terdahulu yang ingin langsung memberikan sejumlah uang
bagi anaknya sebagi bentuk nafkah tidak jadi memberikannnya. Hal ini biasanya
tidak jarang didasarkan atas keterlibatan dari mantan istri atau ibu dari anak
tersebut yang menghalang-halangi untuk bertemu.
Keadaan demikian sebenarnya akan berdampak buruk bagi seorang anak
karena tidak merasakan kasih sayang dari ibu dan ayahnya yang telah berposisi
sebagai mantan suami dan mantan istri.
4.

Mantan istri kawin lagi144
Perceraian yang terjadi antara para pihak membuka peluang untuk dilakukan

peristiwa hukum baru, yakni perkawinan dengan pihak lain atau bisa kembali dengan
pasangan yang telah diceraikan. Seorang wanita dapat melakukan atau kawin lagi
dengan ketentuan telah melewati waktu tunggu, yaitu : 90 (sembilan puluh) hari

144

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan Berlian Napitupulu, dilaksanakan 10
Oktober 2016

Universitas Sumatera Utara

77

setelah putusan berkekuatan tetap atau setelah wanita tersebut melahirkan jika ia
sedang hamil.
Apabila telah lewat waktu tunggu maka seorang mantan istri dapat
melangsungkan perkawinan. Hal ini yang sering menjadi pertimbangan mantan
suami untuk memberikan nafkah karena mantan istrinya akan kawin lagi dan
beranggapn yang berwenang untuk menafkahi mantan istri dan anaknya ialah
suami baru sekaligus yang menjadi bapak tiri dari anaknya.
Hal tersebut di atas tidak sepenuhnya keliru namun perlu dipahami jika
terdapat keinginan istri untuk kawin lagi, putusan pengadilan yang memuat
nafkah untuk istri dan anak harus tetap ditunaikan sampai istri tersebut benarbenar telah kawin dan jika telah kawin nafkah dapat diputus oleh mantan suami.
Berbanding terbalik dengan nafkah untuk anak tetap harus diberikan karena anak
tersebut merupakan tanggung jawab dari kedua orang tuanya walaupun telah
bercerai. Jadi alasan mantan istri kawin lagi tidak menjadikan nafkah kepada
anaknya putus seketika.
5.

Mantan suami kawin lagi145
Mantan suami pun tidak jarang ada yang kawin lagi. Kondisi ini jelas tidak

salah karena setiap manusia berhak untuk melangsungkan perkawinan apalagi ikatan
perkawinannya yang terdahulu telah pernah putus. Namun, keadaan demikin tidak
jarang membuat mantan suami sulit untuk memenuhi nafkah mantan istri dan

145

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan Berlian Napitupulu, dilaksanakan 10
Oktober 2016

Universitas Sumatera Utara

78

anaknya. Hal tersebut disebabkan karena mantan suami juga harus memenuhi semua
kebutuhan rumah tangganya yang telah dibinanya dengan perempuan atau wanita
lain.
Keadaan di atas menyebabkan seorang mantan suami tidak lagi memberi
nafkah bagi mantan istri atau anaknya. Secara khusus terhadap anak jika karena
hubungan baru dari ayahnya tersebut melalaikan kewajiban nafkah terhadap dirinya
tidak menutup kemungkinan anak akan merasa bahwa ayahnya tidak lagi menyayangi
dan cenderung akan membencinya. Pada akhirnya hubungan antara ayah dan anak
akan semakin renggang dan tidak harmonis. Hal tersebut jelas sangat bertentangan
dengan prinsip peraturan perundang-undangan Pasal 41 huruf a Undang-Undang No.
1 Tahun 1974 dimana pasal tersebut mengamanatkan agar perceraian yang terjadi
terhadap kedua orang tuan tidak lantas mengabaikan pendidikan (pendidikan formal
maupun informal : sekolah ataupun bimbingan belajar dan pendidikan rohani atau
keagamaan) dan pemeliharaan anak.
Alasan-alasan di atas yang sering dijadikan pihak mantan suami untuk tidak
melaksanakan putusan pengadilan negeri mengenai kewajiban nafkah yang
dibebankan kepadanya. Jika mantan suami tidak mau atau enggan melaksanakan
putusan yang telah dijatuhkan pengadilan negeri maka istri dan anak sebagai warga
negara Indonesia non muslim yang berposisi sebagai penerima nafkah dapat
mengajukan eksekusi kepengadilan negeri.146

146

Suatu perkara perdata yang diajukan para pihak yang bersangkutan kepada pengadilan
bertujuan untuk mendapatkan pemecahan atau penyelesaian. Pemeriksaan perkara memang diakhiri

Universitas Sumatera Utara

79

Pengajuan eksekusi kepengadilan negeri merupakan bentuk upaya hukum
yang dapat ditempuh mantan istri dan anak yang mana didasari oleh putusan
pengadilan negeri memiliki kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakan
sesuai yang ditetapkan dalam putusan secara paksa oleh alat-alat negar dimana
kekuatan eksekutorial itu berasal dari kepala keputusan yang berbunyi : ”Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.147 Namun, perlu dipahami bahwa
tidak semua putusan memiliki kekuatan eksekusi hanya putusan yang bersifat
comdemnatoir saja yang dapat dieksekusi. Hal ini disebabkan karena putusan yang
bersifat comdemnatoir merupakan putusan yang bersifat menghukum dimana amar
putusan berisi hukuman yang harus dilaksanakan salah satu pihak. 148 Salah satu
putusan yang bersifat comdemnatoir ialah putusan perceraian yang memuat
kewajiban pemberian nafkah kepada mantan istri dan anak.
Perlu dipahami ialah putusan yang dieksekusi juga harus telah berkekuatan
hukum tetap (in kracht van gewijsde) dan tidak terdapat perlawanan terhadap sebuah
putusan. Sebelum ekseskusi dilakukan maka yang harus dilakukan pertama sekali
ialah mengajukan permohonan eksekusi yang diatur dalam Pasal 196 HIR/207 R.Bg,
berbunyi :149

dengan putusan akan tetapi sering kali putusan yang dijatuhkan belum menyelesaikan persoalan karena
putusan itu harus dapat dijalankan atau dilaksanakn. Suatu putusan putusan pengadilan tidak dapat
dilaksanakan maka dapat dikatakan tidak memiliki arti sama sekali. oleh karena itu putusan hakim
mempunyai kekuatan eksekutorial. Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hal. 247. eksekusi adalah
melaksanakan secara paksa putusan pengadilan debgan bantuan kekuatan hukum apabila pihak yang
kalah (tereksekusi atau pihak tergugat) tidak mau menjalankannya secara sukarela (vrijwiling). M.
Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika,
2010), hal. 6
147
Ibid
148
Nurhayati Harahap, Op.Cit, hal. 196
149
K. Wantjik Saleh, Hukum Acara Perdata : RBG/HIR, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002),
hal. 46

Universitas Sumatera Utara

80

“Jika para pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi
putusan dengan kemauannya sendiri maka pihak yang dimenangkan dapat
memasukkan permintaan baik dengan lisan maupun dengan surat kepada Ketuan
Pengadilan Negeri yang tersebut pada ayat pertama Pasal 206 R.Bg/ayat pertama
pasal 195 HIR untuk menjalankan putusan itu. Ketua menyuruh memanggil
pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan suapaya ia memenuhi putusan
itu serta memperingatkan suapaya ia memenuhi putusan itu didalam tempu yang
ditentukan oleh ketua, selama-lamanya 8 hari”.
Jenis-jenis eksekusi yang biasa dilaksanakan, yaitu :150
1.

Eksekusi yang diatur dalam Pasal 197 HIR/208 R.Bg dan seterusnya dimana
seorang dihukum untuk membayar sejumlah uang.
Pasal 197 HIR/208 R.Bg, berbunyi :151
“Jika sesudah lewat tempo yang ditentukan tempo itu belum juga dipenuhi
putusan itu atau juga pihak yang dikalahkan itu walaupun telah dipanggil dengan
patut tidak juga menghadap maka ketua atau pegawai yang dikuasakan itu karena
jabatannya memberi perintah supaya disita sejumlah yang tidak bergerak dan jika
tidak ada atau ternyata tidak cukup sejumlah barang tidak bergerak kepunyaan
pihak yang dikalahkan kalu dikira cukup akan pengganti banyaknya uang yang
tersebut dalam putusan dan ongkos pelaksanaan putusan itu dengan pengertian
bahwa didaerah Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli penitaan itu baru boleh
dilakukan atas harta pusaka jika ternyata tidak cukup harta pencarian baik yang
bergerak maupun tidak bergerak”.

2.

Eksekusi yang diatur dalam Pasal 225 HIR/259 R.Bg ayat (1), dimana seorang
dihukum untuk melaksanakan suatu perbuatan.
Pasal 255 HIR/259 R.Bg ayat (1), berbunyi :152
“Apabila seseorang yang dihukum akan melakukan suatu perbuatan tidak
melakukan perbuatan itu di dalam waktu yang ditentukan oleh Hakim maka
pihak yang dimenangkan dalam putusan itu dapat meminta kepada Pengadilan
Negeri supaya jumlah untung yang didapatnya, jika putusan itu dipenuhi dinilai
dengan uang yang banyaknya harus diberitahukannya dengan pasti”.
150

Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hal. 248.
K. Wantjik Saleh, Loc.Cit
152
Ibid, hal, 62
151

Universitas Sumatera Utara

81

3.

Eksekusi riil.
Berdasarkan uraian di atas maka eksekusi untuk nafkah terhadap istri dan

anak untuk warga negara Indonesia non muslim jika mantan suami tidak melakukan
pembayaran nafkah ialah eksekusi riil. Hal ini disebabkan karena eksekusi riil
merupakan penerapan langsung dan paksaan yang tidak langsung dari pihak yang
berkewajiban membayar nafkah (debitur) agar memenuhi pelaksanaan putusan.153
Tata cara eksekusi riil, sebagai berikut :154
1.

Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Syarat ini merupakan prinsip umum dalam menjalankan eksekusi, termasuk
eksekusi riil, kecuali dalam putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu dan
dalam putusan provisi.

2.

Pihak yang kalah tidak mau mentaati dan mematuhi putusan secara sukarela.
Eksekusi sebagai tindakan pemenuhan putusan pengadilan baru dapat berfungsi
apabila pihak yang kalah dalam suatu sengketa tidak mau menjalankan atau
memenuhi putusan secara sukarela.

3.

Eksekusi riil baru dapat dijalankan setelah dilampaui tenggang waktu peringatan.
Sebelum eksekusi secara fisik dilaksanakan maka sebelumnya harus ada
peringatan agar pihak yang kalah melaksanakan pemenuhan terhadap
kewajibannya sebagaimana yang ditentukan dalam putusan pengadilan dalam

153

Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hal. 248-249 Dan Wawancara dengan Hakim Pengadilan
Negeri Medan Berlian Napitupulu, dilaksanakan 10 Oktober 2016
154
M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 40-43 Dan Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri
Medan Berlian Napitupulu, dilaksanakan 10 Oktober 2016

Universitas Sumatera Utara

82

jangka waktu yang ditentukan. Dimana jangka waktu tidak boleh melebihi dari 8
(delapan) hari. Apabila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan pemenuhan
tersebut secara sukarela maka pihak yang menang dapat mengajukan permintaan
eksekusi kepada Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Dengan adanya
permintaan itu, Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan Juru Sita memanggil
pihak yang kalah untuk diperingatkan, dalam persidangan insidental. Pada
persidangan itulah pihak yang kalah diperingatkan untuk melaksanakan
pemenuhan putusan, serta Ketua Pengadilan Negeri menentukan batas waktu
pemenuhan putusan, yakni paling lama 8 (delapan) hari.
4.

Mengeluarkan Surat Penetapan Perintah Eksekusi.
Apabila dalam jangka waktu peringatan pihak yang kalah tidak melaksanakan
pemenuhan putusan dan masa peringatan sudah dilampaui, Ketua Pengadilan
Negeri akan mengeluarkan surat penetapan perintah eksekusi yang berisi perintah
kepada Panitera atau Juru Sita untuk melaksankan eksekusi pengosongan atau
pembongkaran.

5.

Panitera atau juru sita melaksanakan perintah eksekusi riil.
Setelah Panitera atau Juru Sita ditunjuk untuk melaksanakan perintah eksekusi,
maka ia memberitahukan pada pihak yang kalah dan pada hari yang telah
ditentukan Panitera atau Juru Sita, para pihak yang bersangkutan beserta Ketua
Pengadilan Negeri lansung ke lapangan menjalankan eksekusi secara fisik.

Universitas Sumatera Utara

83

Pada bagian akhir setelah proses dilalui dan eksekusi riil selesai maka juru sita
atau panitera mencantumkan atau membuat berita acara eksekusi riil.155 Eksekusi riil
yang dimaksud disini ialah terhadap nafkah (biasanya berupa uang yang harus
dipenuhi oleh suami) yang telah ditetapkan hakim pengadilan negeri dalam putusan.
Proses eksekusi yang dilakukan oleh pengadilan negeri akan lebih memberi kepastian
akan putusan pengadilan yang dapat dilakukan eksekusi terhadap putusan tersebut
secara khusus dalam hal ini putusan pengadilan negeri mengenai perceraian yang
memuat tentang nafkah yang wajib dipenuhi oleh seorang mantan suami. Namun, jika
langkah eksekusi tidak diambil maka dapat dilakukan paksa badan sesuai dengan
Perma No. 1 Tahun 2000 Tentang Lembaga Paksa Badan, yakni upaya paksa tidak
langsung dengan memasukkan debitur kedalam rumah tahanan melalui penetapan
pengadilan untuk memaksa yang berkewajiban memenuhi kewajibannya.

155

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan Berlian Napitupulu, dilaksanakan 10
Oktober 2016. putusan yang bersifat contitutif adalah putusan yang menidakan atau menciptakan suatu
keadaan hukum. Penciptaan ini bersifat positif dan negatif. Penciptaan positif, yaitu putusan yang
menciptakan lahirnya suatu keadaan hukum baru, misalnya pengangkatan wali anak dan lain
sebagainya sedangkan penciptaan negatif ialah melenyapkan peristiwa hukum, yaitu putusan ikatan
perjanjian. Nurhayati Harahap, Op.Cit, hal. 196

Universitas Sumatera Utara

84

BAB IV
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN
TERHADAP PEMBERIAN NAFKAH ISTRI DAN ANAK DI DALAM
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NO. 182/Pdt.G/2014/PN.Mdn
A. Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 182/Pdt.G/2014/PN.Mdn
1.

Gugatan
Gugatan dalam hukum acara perdata merupakan salah satu tindakan dimuka

pengadilan untuk memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengailan untuk
mencegah eigenrichting (perbuatan main hakim sendiri).156 Uraian surat gugatan
dalam register perkara No.182/Pdt.G/2014/PN.Mdn di Pengadilan Negeri Medan,
sebagai berikut :
a. Identitas para pihak, yaitu :
Penggugat yang bernama SP seorang perempuan, kewarganegaraan Indonesia,
agama Kristen Katholik, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, umur 32 tahun, beralamat
di Jalan Setia Gang Sosial No.3-A Medan, Kelurahan Tanjung Rejo. Kecamatan
Medan Sunggal, Kota Medan, dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor
Sarono, SH & Associates berdasarkan surat kuasa tertanggal 16 April 2014,
beralamat di Jalan Merbau Lt. ll No. 10-D Medan mengajukan gugatan terhadap
KAA seorang laki-laki, umur 33 tahun, kewarganegaraan Indonesia, agama
Kristen Katholik, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jalan Setia Gang Sosial

156

Selain gugatan dalam hukum acara perdata permohonan juga termasuk pada tuntutan hak.
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hal. 52-53

84

Universitas Sumatera Utara

85

No. 3-A Medan Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Kota
Medan disebut sebagai Tergugat.
b. Posita atau fundamentum petendi, yaitu :157
1) Penggugat dan tergugat adalah suami isteri yang sah telah

menikah

secara resmi pada tanggal 11 April 2008 di Gereja Katholik Santho
Antonius Hayam Wuruk Medan dihadapan pemuka agama katholik yang
bernama P.Jan Vanmaurik OFM Cap, dan perkawinan antara penbggugat
dan tergugat tersebut telah dicatatkan sdecara resmi di Kantor Catatan
Sipil dan Kependudukan Kota Medan pada tanggal 06 Maret 2009 sesuai
dengan kutipan Akta Perkawinan No. 552/T/MDN/2009 ;
2) Semula keadaan rumah tangga penggugat dengan tergugat berjalan
dengan baik sebagaimana layaknya suami isteri rukun dan damai yang
semula pasangan suami isteri tersebut setelah menikah tinggal bersama di
rumah Jalan Setia Gang Sosial No. 3-A Medan, kelurahan Tanjung Rejo
Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan ;
3) Hasil perkawinan tersebut diatas antara penggugat dengan tergugat telah
dikaruniai anak 2 (dua) orang yang sehat masing-masing bernama :
a) TSAS (anak pertama), perempuan, lahir di Medan tanggal 24
Desember 2008 sesuai dengan Akta Kelahiran No. 1.011/U/ Mdn/2009
tertanggal 19 Pebruari 2009 ;
157

Posita atau fundamentum petendi adalah dasar tuntutan yang terdiri dari 2 (dua) bagian,
yaitu bagian yang menguraikan tentang kejadian-kejadian dan bagian-bagian yang menguraikan
tentang hukum. Ibid, hal. 54

Universitas Sumatera Utara

86

b) SI, (anak kedua), laki-laki, lahir di Medan tanggal 19 Pebruari 2010
sesuai dengan Akta Kelahiran No.26.216/T/Mdn/2010 tertanggal 01
Nopember 2010;
Kedua anak-anak tersebut diatas sekarang dibawah asuhan penggugat
selaku ibu kandungnya, sementara biaya kehidupannya selama ini
ditanggung oleh penggugat selaku ibu kandungnya;
4) Semula keadaan rumah tangga antara penggugat dengan tergugat berjalan
dengan baik, namun kemudian menjelang awal tahun 2012, tergugat
sudah mulai berubah dimana tergugat selalu pergi meninggalkan rumah
tanpa pamit/memberitahu penggugat dan kalau ditanya selalu marahmarah, sehingga timbul kecurigaan bagi penggugat;
5) Kecurigaan penggugat ternyata benar, dimana tergugat telah mempunyai
isteri lagi dan telah mempunyai anak-anak, sehingga sejak itu selalu
terjadi pertengkaran yang tidak berkesudahan/terus menerus dan tergugat
juga sudah tidak mau lagi bertanggung jawab dengan keluarga/isteri dan
anak-anak termasuk memberikan nafkah, baik nafkah bathin bagi
penggugat (istri) dan nafkah lahir bagi isteri dan anak-anak;
6) Keadaan yang demikian (pertengkaran antara penggugat dan tergugat)
awalnya penggugat masih bersabar mengingat anak-anak masih
memerlukan pemeliharaan dan kasih sayang dari kedua orang tuanya,
tetapi belakangan penggugat sudah tidak tahan lagi untuk hidup bersama
dengan tergugat, sehingga pada ahir tahun 2012 penggugat dan tergugat

Universitas Sumatera Utara

87

sudah pisah ranjang sampai dengan sekarang dan tentunya sudah tidak
melakukan hubungan layaknya suami isteri lagi;
7) Keadaan rumah tangga antara penggugat dan tergugat, pihak keluarga
sudah pernah melakukan upaya untuk didamaikan agar bisa kembali
seperti semula, tetapi selalu gagal, sebab masing-masing pihak
(penggugat dan tergugat) tidak ada yang mau mengalah, terutama
penggugat yang memang sudah tidak suka lagi hidup bersama dengan
tergugat, sehingga dengan keadaan ini beralasan bagi penggugat untuk
mengajukan gugatan perceraian ini di Pengadilan Negeri Medan agar
perkawinan antara penggugat dengan tergugat diputuskan dengan jalan
perceraian;
8) Keadaan rumah tangga antara penggugat dengan tergugat sudah sulit
untuk dibina kembali disatukan, maka melalui gugatan ini penggugat
mohon kepada Pengadilan Negeri Medan untuk dapat memutuskan
perkawinan antara penggugat dengan tergugat dengan jalan perceraian
agar masing-masing pihak dapat memilih dan menjalani kehidupannya
dimasa depan dan sekaligus memerintahkan Kantor Catatan Sipil Kota
Medan/kantor kependuukan Kota Medan untuk mencatatkan perceraian ini
dan menerbitkan Akta Perceraian antara penggugat dan tergugat;
9) Hak asuh anak-anak yang masih dibawah umur yakni TSAS dan SI,
melalui gugatan penggugat mohon kepada Majelis Hakim yang Mulia

Universitas Sumatera Utara

88

agar hak asuh tersebut jatuh kepada penggugat selaku ibu kandungnya
sampai anak-anak tersebut dewasa;
c. Petitum atau tuntutan, yaitu :158
1) Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya ;
2) Menyatakan perkawinan antara penggugat dengan tergugat sesuai dengan
kutipan Akta Perkawinan No. 552/T/MDN/2009 tanggal 06 Maret 2009,
putus karena perceraian dengan segala akibat hukumnya ;
3) Memerintahkan

kepada

Kantor

Catatan

sipil/Kepala

Kantor

Kependudukan Kota Medan untuk melakukan pendaftaran putusan ini
dan mene

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Nafkah Anak Pasca Putusan Perceraian Bagi Warga Negara Indonesia yang Beragama Islam

0 0 13

Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Nafkah Anak Pasca Putusan Perceraian Bagi Warga Negara Indonesia yang Beragama Islam

0 0 1

Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Nafkah Anak Pasca Putusan Perceraian Bagi Warga Negara Indonesia yang Beragama Islam

0 1 38

Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Nafkah Anak Pasca Putusan Perceraian Bagi Warga Negara Indonesia yang Beragama Islam

0 1 29

Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Nafkah Anak Pasca Putusan Perceraian Bagi Warga Negara Indonesia yang Beragama Islam Chapter III V

0 0 44

Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Nafkah Anak Pasca Putusan Perceraian Bagi Warga Negara Indonesia yang Beragama Islam

0 1 6

Tanggung Jawab Suami Terhadap Nafkah Istri dan Anak Pasca Keputusan Perceraian Bagi Warga Negara Indonesia yang Beragama Nonmuslim (Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 182 PDT.G 2014 PN.MDN)

0 0 16

Tanggung Jawab Suami Terhadap Nafkah Istri dan Anak Pasca Keputusan Perceraian Bagi Warga Negara Indonesia yang Beragama Nonmuslim (Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 182 PDT.G 2014 PN.MDN)

0 0 4

Tanggung Jawab Suami Terhadap Nafkah Istri dan Anak Pasca Keputusan Perceraian Bagi Warga Negara Indonesia yang Beragama Nonmuslim (Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 182 PDT.G 2014 PN.MDN)

0 3 21

Tanggung Jawab Suami Terhadap Nafkah Istri dan Anak Pasca Keputusan Perceraian Bagi Warga Negara Indonesia yang Beragama Nonmuslim (Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 182 PDT.G 2014 PN.MDN)

0 2 37